Disusun Guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah Kimia Bahan Alam Terestrial
Oleh :
RIZKA AZKIA
NIM 1608076037
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Desain penelitian ini dibuat dengan acuan permasalahan yang ada di sekitar atau
lingkungan penyaji. Di lingkungan penyaji terdapat banyak permasalahan lingkungan atau
kesehatan yang dapat di selesaikan dengan memberikan sebuah solusi hasil dari penelitian.
Dari banyaknya permasalahan yang ada, jerawat merupakan salah satu permasalahan yang
paling sering dijumpai penyaji dilingkungannya. Terlebih, penyaji juga mengalami hal
tersebut.
Jerawat merupakan penyakit kulit yang sering terjadi pada masa remaja bahkan
hingga dewasa yang ditandai dengan adanya komedo, papul, pustul, nodus, dan kista pada
daerah wajah, leher, lengan atas, dada, dan punggung. Meskipun tidak mengancam jiwa,
jerawat dapat mempengaruhi kualitas hidup seseorang dengan memberikan efek psikologis
yang buruk berupa cara seseorang menilai, memandang dan menanggapi kondisi dan
situasi dirinya (Wahdaningsih dkk., 2014).
Menurut Mitsui (1997), ada tiga penyebab terjadinya jerawat diantaranya: sekresi
kelenjar sebaseus yang hiperaktif, hiperkeratosis pada infundibulum rambut, efek dari
bakteri. Ketiga faktor diatas dapat menyebabkan jerawat secara terpisah, tetapi ketiganya
juga dapat saling memengaruhi untuk membentuk jerawat. Selain itu, masih ada faktor
lain yang dapat menyebabkan jerawat bertambah buruk, antara lain faktor genetik,
makanan, kerja berlebih, dan stress.
Pengobatan yang lazim digunakan untuk mengobati jerawat adalah dengan
menggunakan antibiotik seperti tetrasiklin, eritromisin, doksisiklin dan klindamisin. Selain
itu pengobatan jerawat juga dapat menggunakan benzoil peroksida, asam azelat dan
retinoid. Namun obat-obat tersebut memiliki efek samping dalam penggunaannya sebagai
antijerawat antara lain iritasi dan penggunaan antibiotik sebagai pilihan pertama dalam
penyembuhan jerawat harus ditinjau kembali untuk membatasi perkembangan resistensi
antibiotik.
Kondisi tersebut mendorong untuk dilakukannya pengembangan penelitian antibakteri
alami dari tumbuhan yang ada di Indonesia diantaranya adalah minyak biji buah
nyamplung. Dalam penelitian terdahulu, minyak buah nyamplung memiliki aktivitas
antibakteri. Sehingga diharapkan, minyak buah nyamplung juga memiliki aktivitas
antibakteri yang baik terhadap bakteri penyebab jerawat seperti P. acnes, S. epidermidis
dan S. aureus. Di Indonesia masih jarang yang menggunakan minyak biji nyampung
sebagai obat jerawat dengan kandungan antibakterinya. Tren di Indonesia tentang minyak
biji nyamplung masih sebatas sebagai biodisel. Dan ada yang sedang mengembangkannya
menjadi obat HIV/AIDS, namun masih butuh penelitian lain untuk membuktikan bahwa
minyak biji nyamplung dapat digunakan sebagai obat HIV.
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan jerawat ?
2. Apa yang dimaksud dengan Nyamplung dan karakteristiknya ?
3. Apa saja senyawa dan potensi yang ada dalam minyak biji nyamplung ?
4. Bagaimana cara analisis kulitatif senyawa fitokimia dalam minyak biji nyamplung ?
5. Bagaimana cara analisis kuantitatif senyawa fitokimia dalam minyak biji nyamplung ?
6. Bagaimana bioassay antibakteri pada minyak biji nyamplung ?
BAB II
PEMBAHASAN
A. Tinjauan Pustaka
1. Jerawat
Jerawat merupakan penyakit kulit yang sering terjadi pada masa remaja
bahkan hingga dewasa yang ditandai dengan adanya komedo, papul, pustul, nodus,
dan kista pada daerah wajah, leher, lengan atas, dada, dan punggung. Meskipun tidak
mengancam jiwa, jerawat dapat mempengaruhi kualitas hidup seseorang dengan
memberikan efek psikologis yang buruk berupa cara seseorang menilai, memandang
dan menanggapi kondisi dan situasi dirinya (Wahdaningsih dkk., 2014).
Pada kulit yang semula dalam kondisi normal, sering kali terjadi penumpukan
kotoran dan sel kulit mati karena kurangnya perawatan dan pemeliharaan, khususnya
pada kulit yang memiliki tingkat reproduksi minyak yang tinggi. Akibatnya saluran
kandung rambut (folikel) menjadi tersumbat menghasilkan komedo. Sel kulit mati dan
kotoran yang menumpuk tersebut, kemudian terkena bakteri acne, maka timbulah
jerawat. Jerawat yang tidak diobati akan mengalami pembengkakan (membesar dan
berwarna kemerahan) disebut papul. Bila peradangan semakin parah, sel darah putih
mulai naik ke permukaan kulit dalam bentuk nanah (pus), jerawat tersebut disebut
pustul. Jerawat radang terjadi akibat folikel yang ada di dalam dermis mengembang
karena berisi lemak padat, kemudian pecah, menyebabkan serbuan sel darah putih ke
area folikel sebaseus, sehingga terjadilah reaksi radang.
Peradangan akan semakin parah jika kuman dari luar ikut masuk ke dalam
jerawat akibat perlakuan yang salah seperti dipijat dengan kuku atau benda lain yang
tidak steril. Jerawat radang mempunyai ciri berwarna merah, cepat membesar, berisi
nanah dan terasa nyeri. Pustul yang tidak terawat, maka jaringan kolagen akan
mengalami kerusakan sampai pada lapisan dermis, sehingga kulit/wajah menjadi
bekas luka (Mitsui, 1997).
2. Buah Nyamplung
Nama ilimiah dari Calophyllum inophyllum diambil dari bahasa yunani Kalos,
yang berarti cantik dan Phullon yang berarti daun. Di Inggris, pohonnya dikenal
sebagai beatiful leaf (terjemahan dari bahasa yunani, Indian Laurel (karena berasal
dari India), Alexandrian Laurel, dan Beach Calophyllum (karena pohonnya biasanya
tumbuh di tepi pantai). Di Tahiti, pohon ini dinamakan ati dan buahnya disebut
tamanu. Di Samoa, phon ini dikenal dengan nama featau, damamu di Pulau Fiji, dan
te itai di Pulau Kirbati. Di Indonesia, tanaman ini disebut dengan nyamplung, Penaga
Laut di Malaysia, dan Puna di Pulau Lakshadweep (Ling, 2009).
Taksonomi tanaman nyampung menurut Heyne (1987) adalah sebagai berikut :
Divisi : Spermatophyta
Subdivisi : Angiospermae
Kelas : Dicotyledone
Bangsa : Guttiferales
Suku : Guttiferae
Marga : Calophyllum
Jenis : Calophyllum inophyllum L.
Nama Umum : Nyamplung
Nyamplung memiliki habitus berupa pohon yang bertajuk rimbun dengan tinggi
mencapai 10-30 m, biasanya tumbuh agak bengkok, condong atau bahkan cenderung
mendatar, serta memiliki getah lekat berwarna putih atau kuning ( Noor, et al., 1999).
Helaian daun nyamplung berbentuk jorong hingga agak lonjong, atau bundar telur
terbalik dengan ujung tumpul, membundar, atau melekuk ke dalam, kaku seperti kulit
dan mengkilap. Bunga berkelamin ganda dan berbau harum terletak pada ketiak daun
yang teratas. Daun mahkota berwarna putih sebanyak empat helai dan benang sari
yang banyak. Bakal buah umumnya berwarna merah, buah berbentuk seperti bola
dengan garis tengah mencapai 2,5-3 cm dengan kulit biji yang tebal (Steenis, 1972;
Soerianegara dan Lemmens, 1993).
Buah nyamplung memiliki biji yang berpotensi menghasilkan minyak
nyamplung, terutama biji yang sudah tua. Kandungan minyaknya mencapai 50-70%
(basis kering) dan mempunyai daya kerja dua kali lipat lebih lama dibandingkan
minyak tanah.
Tabel I Karakteristik Tanaman Calophyllum inophyllum
3. Senyawa Fitokimia dan Aktivitas Antibakteri
Setelah dilakukan pemisahan kulit dan biji seperti diatas, dilakukan penggilingan biji
nyamplung dengan blender, hingga halus. Kemudian dilakukan penyaringan, agar hasil
gilingan biji nyamplung yang masih besar tidak terbawa menjadi sampel. Etelah itu
disimpan didalam toples dan ditutup rapat.
Sebanyak 50 gram serbuk kering biji Callophyllum inophyllum Linn. yang telah
dideterminasi sebelumnya di Laboratorium diisolasi dengan alat soklet menggunakan 250
mL etanol selama 20 siklus. Selanjutnya hasil ekstrak dievaporasi sampai dihasilkan
ekstrak pekat. Pada ekstrak etanol dilakukan KLT untuk mengetahui jumlah senyawa yang
terdapat dalam ekstrak etanol dilihat dari jumlah spot yang terbentuk menggunakan eluen
heksana : etil asetat (6 : 4), analisis ini untuk memprediksikan jumlah senyawa yang
terdapat dalam ekstrak etanol biji nyamplung.
Uji Kualitatif Fitokimia (Uji Tabung)
Pemeriksaan kualitatif penggolongan senyawa dilakukan dengan skrining fitokimia
menggunakan uji tabung (Indrayani et al., 2006). Pengujian yang dilakukan meliputi
pengujian golongan steroid, triterpenoid, alkaloid, flavonoid, dan saponin dilakukan
berdasarkan metode Harbone (1987).
a. Steroid dan Triterpenoid
Ekstrak biji nyamplung diuapkan sampai kering, kemudian residu yang dihasilkan
dilarutkan dalam 0,5 mL kloroform, lalu ditambah dengan 0,5 mL asam asetat anhidrat.
Selanjutnya campuran ini ditetesi dengan 1 - 2 mL H2SO4 pekat melalui dinding tabung
tersebut. Jika hasil yang diperoleh berupa cincin kecoklatan atau violet pada perbatasan
dua pelarut menunjukkan adanya triterpenoid, sedangkan munculnya warna hijau
kebiruan menunjukkan adanya steroid.
b. Alkaloid
Ekstrak biji nyamplung diuapkan sampai kering, kemudian residu ditambah 1,5ml
2 % HCl dan larutan dibagi dalam tiga tabung. Tabung 1 ditambah 0,5 mL larutan asam
encer sebagai pembanding, tabung 2 ditambah 2 - 3 tetes reagensia Dragendorff, dan
tabung 3 ditambah 2 - 3 tetes reagensia Mayer. Jika tabung 2 terbentuk endapan jingga
dan pada tabung 3 terbentuk endapan kekuning-kuningan menunjukkan adanya
alkaloid.
c. Flavonoid
Ekstrak biji nyamplung diuapkan sampai kering, kemudian dilarutkan dalam 1 – 2
mL metanol panas 50 %. Setelah itu ditambahkan logam Mg dan 4 - 5 tetes HCl pekat.
Larutan berwarna merah atau jingga yang terbentuk menunjukkan adanya flavonoid.
d. Saponin
Ekstrak biji nyamplung dalam tabung reaksi ditambah air (1:1) sambil dikocok
selama 5 menit. Adanya busa yang dapat bertahan selama 30 menit menunjukkan
adanya senyawa saponin.
𝑥2 − 𝑥1
% 𝑘𝑎𝑑𝑎𝑟 = × 100%
𝐴
Keterangan :
𝑥2 − 𝑥1
% 𝑘𝑎𝑑𝑎𝑟 = × 100%
𝐴
Keterangan :
a. Persiapan Media
Media pertumbuhan bakteri S. aureus yang digunakan adalah Luria Bertani
(LB) (Lahmer et al., 2012; Matlock et al., 2011; Sezonov et al., 2007 dan Tang et al.,
2010). Sterilisasi alat dan bahan dilakukan pada suhu 121 oC selama 15 menit
menggunakan autoklaf. Hal tersebut bertujuan untuk membunuh mikroorganisme
yang terdapat pada alat dan bahan yang dapat mengganggu pengujian. Pembuatan
Media LB Broth 2,5 % (b/v) dengan melarutkan 1,25 gram LB Broth ke dalam 50 mL
akuades, kemudian disterilkan menggunakan autoklaf pada suhu 121 oC selama 15
menit.
b. Persiapan Inokulum.
Sebanyak 1 ose bakteri uji ditumbuhkan dalam LB Broth, kemudian diinkubasi
pada suhu 37 oC selama 18 - 24 jam dengan kecepatan 150 rpm (Lahmer et al., 2012
dan Tang et al., 2010).
c. Uji Aktivitas Antibakteri
Metode yang digunakan untuk pengujian aktivitas antibakteri adalah metode
OD λmax 600 nm (Sezonov et al., 2007 dan Matlock et al., 2011). Sebanyak 0,05
gram sampel ekstrak etanol dilarutkan ke dalam 40 mL akuades dan ditambahkan 1
gram LB Broth 2,5 % (b/v), kemudian disterilkan menggunakan autoklaf pada suhu
121 oC selama 15 menit. Campuran yang terbentuk didinginkan dan ditambahkan 0,5
mL inokulum bakteri 1 % hasil inkubasi. Sampel uji diinkubasi pada 37 oC dengan
kecepatan 150 rpm (Lahmer et al., 2012).
Pengujian antibakteri dilakukan dengan mengukur adsorbansi larutan sampel
jam ke-0, 3, 6, 9, 12, dan 24 menggunakan spektrofotometer UV-Vis pada λmax 600
nm secara duplo (Sezonov et al., 2007 dan Matlock et al., 2011).
Dari data absorbansi dihitung persentase daya hambat (% inhibisi)
terhadap bakteri pada masing-masing sampel sehingga dapat diketahui
seberapa kuat aktivitas antibakteri pada ekstrak biji nyamplung untuk
mematikan bakteri jerawat yang diuji cobakan.
Rumus yang digunakan :
DAFTAR PUSTAKA