Anda di halaman 1dari 103

PELATIHAN STRUCTURE ENGINEER OF BRIDGE

PEKERJAAN
CONSTRUCTION
(AHLI STRUKTUR PEKERJAAN JEMBATAN)

MODUL
STEBC – 03 : PENGUJIAN TANAH DAN
MATERIAL

2006

DEPARTEMEN PEKERJAAN UMUM


BADAN PEMBINAAN KONSTRUKSI DAN SUMBER DAYA MANUSIA
PUSAT PEMBINAAN KOMPETENSI DAN PELATIHAN
KONSTRUKSI (PUSBIN-KPK)

MyDoc/Pusbin-KPK/Draft1
STEBC-03: Pengujian Tanah dan Material

KATA PENGANTAR

Modul ini berisi bahasan tentang pelaksanaan pekerjaan pengujian tanah dan
material dalam pekerjaan konstruksi jembatan. Pengetahuan ini sangat
bermanfaat dalam menunjang tugas-tugas ahli struktur pekerjaan jembatan untuk
melaksanakan pekerjaan struktur jembatan berdasarkan gambar kerja sesuai
dengan spesifikasi dan pengendalian waktu.

Modul ini disusun dalam rangka membekali seorang ahli struktur pekerjaan
jembatan untuk melakukan pengujian tanah dan material untuk pekerjaan pondasi,
pekerjaan bangunan bawah dan pekerjaan bangunan atas

Disadari bahwa buku ini masih cukup banyak kekurangannya, oleh karena itu
berbagai masukan demi sempurnanya buku ini sangat diharapkan. Kepada
siapapun yang berkenan untuk memberikan masukan termaksud, kami ucapkan
banyak terima kasih.

Jakarta, Desember 2006


Penyusun

Pelatihan Structure Engineer of Bridge Construction (STEBC) i


STEBC-03: Pengujian Tanah dan Material

LEMBAR TUJUAN

JUDUL PELATIHAN : Pelatihan Ahli Struktur Pekerjaan Jembatan


(Structure Engineer of Bridge Construction)

MODEL PELATIHAN : Lokakarya terstruktur

TUJUAN UMUM PELATIHAN :


Setelah modul ini dipelajari, peserta mampu melaksanakan pekerjaan struktur jembatan
berdasarkan gambar kerja sesuai dengan spesifikasi dan pengendalian waktu.

TUJUAN KHUSUS PELATIHAN :


Pada akhir pelatihan ini peserta diharapkan mampu:
1. Menerapkan ketentuan UUJK, mengawasi penerapan K3 dan memantau lingkungan
selama pelaksanaan pekerjaan jembatan
2. Melakukan survey lapangan untuk memastikan kesesuaian gambar rencana dengan
lokasi jembatan di lapangan.
3. Melakukan koordinasi dengan petugas/teknisi laboratorium di lapangan dalam
rangka pengujian tanah dan material untuk pekerjaan pondasi, pekerjaan bangunan
bawah dan pekerjaan bangunan atas.
4. Menyusun detail jadwal pelaksanaan pekerjaan struktur jembatan sesuai dengan
urutan pelaksanaannya.
5. Meneliti kesesuaian gambar kerja dengan metode pelaksanaan yang akan
digunakan dalam upaya memenuhi spesifikasi yang telah ditetapkan.
6. Menyiapkan perhitungan volume pekerjaan, penggunaan peralatan, material dan
tenaga kerja yang diperlukan untuk kepentingan pelaksanaan pekerjaan.
7. Memecahkan permasalahan konstruksi yang mungkin timbul sesuai dengan metode
pelaksanaan selama pekerjaan berjalan.
8. Mengorganisasi alat, bahan dan tenaga pekerjaan struktur jembatan dan membuat
laporan.

Pelatihan Structure Engineer of Bridge Construction (STEBC) ii


STEBC-03: Pengujian Tanah dan Material

NOMOR : STEBC – 03

JUDUL MODUL : PENGUJIAN TANAH DAN MATERIAL

TUJUAN PELATIHAN :

TUJUAN INSTRUKSIONAL UMUM (TIU)


Setelah modul ini dipelajari, peserta mampu melakukan koordinasi dengan
petugas/teknisi laboratorium di lapangan dalam rangka pengujian tanah dan material
untuk pekerjaan pondasi, pekerjaan bangunan bawah dan pekerjaan bangunan atas.

TUJUAN INSTRUKSIONAL KHUSUS (TIK)


Pada akhir pelatihan peserta mampu :
1. Menetapkan titik sondir dan titik bor untuk keperluan pekerjaan pondasi sesuai
dengan kesepakatan para pihak (penyedia jasa dan pengguna jasa)
2. Menjelaskan properties tanah berdasarkan hasil pengujian laboratorium untuk
kepentingan pekerjaan bangunan bawah
3. Menentukan jenis material yang diperlukan untuk pekerjaan bangunan atas (termasuk
test dan pengujian) sesuai dengan waktu penggunaannya

Pelatihan Structure Engineer of Bridge Construction (STEBC) iii


STEBC-03: Pengujian Tanah dan Material

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR ...................................................................................... i


LEMBAR TUJUAN ........................................................................................ ii
DAFTAR ISI .................................................................................................... iv
DESKRIPSI SINGKAT PENGEMBANGAN MODUL
PELATIHAN AHLI STRUKTUR PEKERJAAN
JEMBATAN (Structure Engineer of Bridge
Construction) ...................................................................................... vi
DAFTAR MODUL ........................................................................................... vii
PANDUAN INSTRUKTUR .............................................................................. viii

BAB I PENDAHULUAN

BAB II TITIK SONDIR DAN TITIK BOR


2.1 DASAR PENENTUAN TITIK SONDIR / TITIK BOR .................. II-1
2.1.1 Survei Pendahuluan .................................................... II-1
2.1.2 Hal-Hal Yang Perlu Diperhatikan Dalam Survai
Pendahuluan .............................................................. II-1
2.1.3 Jenis Peralatan Dan Perlengkapan Penyelidikan
Lapangan ................................................................... II-3
2.1.4 Titik Ikat Pengukuran .................................................. II-4
2.1.5 Bangunan Utilitas Yang Ada Dibawah Tanah ............... II-4
2.1.6 Penyelidikan Geofisika ................................................ II-4
2.1.7 Laporan Survai Pendahuluan ...................................... II-4
2.2 RENCANA LETAK TITIK SONDIR DAN TITIK BOR ................. II-5
2.2.1 Pengukuran Lokasi Titik Sondir Dan Titik Bor .............. II-7
2.2.2 Kontrol Vertikal ........................................................... II-7
2.2.3 Toleransi Perubahan Letak Titik Penyelidikan .............. II-8
2.2.4 Penyelidikan Untuk Pondasi ........................................ II-8
2.3 PENENTUAN ELEVASI PONDASI .......................................... II-9
2.4 PENENTUAN PERALATAN YANG SESUAI ............................ II-12
2.4.1 Sondir (Cone Penetration Test /CPT) .......................... II-12
2.4.2 Pemboran ................................................................... II-15
2.4.3 Pengambilan Contoh................................................... II-18

Pelatihan Structure Engineer of Bridge Construction (STEBC) iv


STEBC-03: Pengujian Tanah dan Material

BAB III KARAKTERISTIK DAN SIFAT-SIFAT TEKNIK (PROPERTIES)


TANAH
3.1 METODE PELAKSANAAN GALIAN STRUKTUR ..................... III-1
3.1.1 Cakupan Pekerjaan .................................................... III-1
3.1.2 Kesiapan Kerja ........................................................... III-2
3.1.3 Pengamanan Pekerjaan Galian ................................... III-2
3.1.4 Kondisi Tempat Kerja .................................................. III-3
3.1.5 Perbaikan Terhadap Pekerjaan Galian Yang Tidak
Memenuhi Ketentuan .................................................. III-3
3.1.6 Utilitas Bawah Tanah .................................................. III-4
3.1.7 Penggunaan Dan Pembuangan Bahan Galian ............. III-4
3.1.8 Pengembalian Bentuk Dan Pembuangan Pekerjaan
Sementara .................................................................. III-4
3.1.9 Prosedur Penggalian .................................................. III-5
3.1.10 Metode Pengeringan (Dewatering) .............................. III-6
3.2 PENGARUH MUKA AIR TANAH ............................................. III-12
3.2.1 Air Di Dalam Tanah..................................................... III-12
3.2.2 Gerakan Air Tanah ..................................................... III-14
3.2.3 Pengaruh Permukaan Air Tanah Pada Oprit Jembatan III-15
3.2.4 Daya Dukung Tanah Dasar ......................................... III-19
3.2.5 Sistem Drainase Bawah Permukaan ............................ III-21
3.3 PEMERIKSAAN LABORATORIUM UNTUK MENDAPATKAN
DATA KARAKTERISTIK DAN SIFAT-SIFAT TEKNIK
(PROPERTIES) TANAH ......................................................... III-21
3.3.1 Umum ........................................................................ III-21
3.3.2 Macam Pemeriksaan Dan Pengujian ........................... III-22
3.3.2.1 Klasifikasi jenis tanah berdasarkan proses
pembentukannya ........................................... III-22
3.3.2.2 Bentuk, ukuran, tekstur dan gradasi ............... III-29
3.3.2.3 Berat Jenis (G) .............................................. III-32
3.3.2.4 Batas-batas Atterberg .................................... III-33
3.3.2.5 Uji Konsolidasi. ............................................. III-33
3.3.2.6 Triaxial .......................................................... III-33
3.3.2.7 Geser Langsung (Direct Shear)...................... III-34
3.3.2.8 Kekuatan Tekan bebas (Unconfined Compressive
Strength) ....................................................... III-34
3.3.2.9 Kadar air dan Kepadatan Setempat................ III-35

Pelatihan Structure Engineer of Bridge Construction (STEBC) v


STEBC-03: Pengujian Tanah dan Material

BAB IV PENETAPAN JENIS MATERIAL


4.1 BETON ................................................................................. IV-1
4.1.1 Persyaratan Material ................................................... IV-1
4.1.2 Rencana Mutu ............................................................ IV-3
4.2 BETON PRATEKAN .............................................................. IV-3
4.2.1 Persyaratan Material ................................................... IV-5
4.2.2 Rencana Mutu ............................................................ IV-8
4.3 BAJA TULANGAN ................................................................. IV-16
4.3.1 Persyaratan Material ................................................... IV-16
4.4 BAJA STRUKTUR ................................................................. IV-17
4.4.1 Persyaratan Material Dan Rencana Uji Mutu ................ IV-17
4.5 KAYU .................................................................................... IV-18
4.5.1 Persyaratan Material Dan Rencana Uji Mutu ................ IV-18
4.6 PASANGAN BATU KOSONG DAN BRONJONG .................... IV-19
4.6.1 Persyaratan Material Dan Rencana Mutu .................... IV-19
4.7 EXPANSION JOINT .............................................................. IV-20
4.7.1 Persyaratan Material Dan Rencana Mutu .................... IV-20
4.8 PERLETAKAN (BEARING) .................................................... IV-21
4.8.1 Persyaratan Material Dan Rencana Mutu .................... IV-21
4.9 SANDARAN (RAILING) ......................................................... IV-22
4.9.1 Persyaratan Material Dan Rencana Mutu .................... IV-22
4.10 JADWAL PENGUJIAN MATERIAL ......................................... IV-22

RANGKUMAN

DAFTAR PUSTAKA

HAND OUT

Pelatihan Structure Engineer of Bridge Construction (STEBC) vi


STEBC-03: Pengujian Tanah dan Material

DESKRIPSI SINGKAT PENGEMBANGAN MODUL PELATIHAN


AHLI STRUKTUR PEKERJAAN JEMBATAN
(Structure Engineer of Bridge Construction)

1. Kompetensi kerja yang disyaratkan untuk jabatan kerja Ahli Struktur Pekerjaan
Jembatan (Structure Engineer of Bridge Construction) dibakukan dalam Standar
Kompetensi Kerja Nasional Indonesia (SKKNI) yang didalamnya telah ditetapkan
unit-unit kerja sehingga dalam Pelatihan Ahli Struktur Pekerjaan Jembatan
(Structure Engineer of Bridge Construction) unit-unit tersebut menjadi Tujuan
Khusus Pelatihan.
2. Standar Latih Kerja (SLK) disusun berdasarkan analisis dari masing-masing Unit
Kompetensi, Elemen Kompetensi dan Kriteria Unjuk Kerja yang menghasilkan
kebutuhan pengetahuan, keterampilan dan sikap perilaku dari setiap Elemen
Kompetensi yang dituangkan dalam bentuk suatu susunan kurikulum dan silabus
pelatihan yang diperlukan untuk memenuhi tuntutan kompetensi tersebut.
3. Untuk mendukung tercapainya tujuan khusus pelatihan tersebut, maka berdasarkan
Kurikulum dan Silabus yang ditetapkan dalam SLK, disusun seperangkat modul
pelatihan (seperti tercantum dalam Daftar Modul) yang harus menjadi bahan
pengajaran dalam pelatihan Ahli Struktur Pekerjaan Jembatan (Structure
Engineer of Bridge Construction).

DAFTAR MODUL
Ahli Struktur Pekerjaan Jembatan
Jabatan Kerja :
(Structure Engineer of Bridge Construction/STEBC)
Nomor
Kode Judul Modul
Modul
1 STEBC – 01 UUJK, K3 dan Pemantauan Lingkungan

2 STEBC – 02 Survey Lapangan Pekerjaan Jembatan

3 STEBC – 03 Pengujian Tanah dan Material


4 STEBC – 04 Jadwal Pelaksanaan Pekerjaan Jembatan

5 STEBC – 05 Gambar Kerja Pekerjaan Jembatan

6 STEBC – 06 Kebutuhan Sumber Daya

7 STEBC – 07 Permasalahan Pelaksanaan Jembatan

8 STEBC – 08 Metode Pelaksanaan Jembatan

Pelatihan Structure Engineer of Bridge Construction (STEBC) vii


STEBC-03: Pengujian Tanah dan Material

PANDUAN INSTRUKTUR

A. BATASAN

NAMA PELATIHAN : AHLI STRUKTUR PEKERJAAN JEMBATAN


(Structure Engineer of Bridge Construction )

KODE MODUL : STEBC - 03

JUDUL MODUL : PENGUJIAN TANAH DAN MATERIAL

DESKRIPSI : Materi ini berisi tentang penetapan titik sondir dan titik bor
untuk keperluan pekerjaan pondasi sesuai dengan
kesepakatan para pihak (penyedia jasa dan pengguna
jasa), properties tanah berdasarkan hasil pengujian
laboratorium untuk kepentingan pekerjaan bangunan
bawah, penentuan jenis material yang diperlukan untuk
pekerjaan bangunan atas (termasuk test dan pengujian)
sesuai dengan waktu penggunaannya yang memang
penting untuk diajarkan pada suatu pelatihan bidang jasa
konstruksi sehingga perencanaan, pelaksanaan, dan
pengawasan pekerjaan konstruksi betul-betul dapat
dikerjakan dengan penuh tanggung jawab yang
berazaskan efektif dan efisien, nilai manfaatnya dapat
mensejahteraan bangsa dan negara.

TEMPAT KEGIATAN : Ruangan Kelas lengkap dengan fasilitasnya.

WAKTU PEMBELAJARAN : 6 (Enam) Jam Pelajaran (JP) (1 JP = 45 Menit)

Pelatihan Structure Engineer of Bridge Construction (STEBC) viii


STEBC-03: Pengujian Tanah dan Material

B. KEGIATAN PEMBELAJARAN

Kegiatan Instruktur Kegiatan Peserta Pendukung


1. Ceramah Pembelajaran  Mengikuti penjelasan, pengantar, OHT
 Pengantar TIU,TIK, dan pokok bahasan.
 Menjelaskan TIU dan TIK serta  Mengajukan pertanyaan apabila
pokok pembahasan kurang jelas atau sangat berbeda
 Merangsang motivasi peserta dengan pengalaman
untuk mengerti/memahami dan
membandingkan
pengalamannya
 Bab I Pendahuluan

Waktu = 10 menit

Ceramah Bab II Titik Sondir dan  Mengikuti ceramah dengan tekun OHT
Titik Bor, meliputi : dan memperhatikan hal-hal
 Dasar Penentuan Titik Sondir penting yang perlu di catat
dan Titik Bor  Mengajukan pertanyaan apabila
 Rencanan Letak Titik Sondir dan kurang jelas atau sangat berbeda
Titik Bor dengan fakta yang ada di lapangan
 Penentuan Elevasi Pondasi dan atau pengalaman
 Penentuan Peralatan yang
sesuai

Waktu = 90 menit

2. Ceramah Bab III Karakteristik dan  Mengikuti ceramah dengan tekun OHT
Sifat-sifat Teknik (Properties) Tanah dan memperhatikan hal-hal
 Metode Pelaksanaan Galian penting yang perlu di catat
Struktur  Mengajukan pertanyaan apabila
 Pengarut Muka Air Tanah kurang jelas atau sangat berbeda
 Pemeriksaan Laboratorium dengan fakta dilapangan dan atau
untuk Mendapatkan data pengalaman
karakteristik dan sifat-sifat
teknik (Properties) Tanah

Waktu = 80 menit

3. Ceramah Bab IV Penetapan Jenis  Mengikuti ceramah dengan tekun OHT


Material, meliputi : dan memperhatikan hal-hal
 Beton penting yang perlu di catat
 Beton Pratekan  Mengajukan pertanyaan apabila
 Baja Tulangan kurang jelas atau sangat berbeda
 Baja Struktur dengan fakta dilapangan dan atau
 Kayu pengalaman
 Pasangan Batu Kosong dan
Bronjong
 Expansion Joint
 Perletakan (Bearing)
 Sandaran (Railing)
 Jadwal Pengujian Material

Waktu = 90 menit

Pelatihan Structure Engineer of Bridge Construction (STEBC) ix


STEBC-03: Pengujian Tanah dan Material Bab I: Pendahuluan

BAB I
PENDAHULUAN

Modul ini disusun dalam rangka membekali peserta pelatihan dalam mengenali pengujian
tanah dan material pekerjaan jembatan di lapangan. Dengan memahami substansi modul
ini diharapkan peserta latihan dapat mengetahui secara rinci apa yang diperlukan
didalam melakukan koordinasi dengan petugas/teknisi laboratorium di lapangan dalam
rangka pengujian tanah dan material untuk pekerjaan pondasi, pekerjaan bangunan
bawah dan pekerjaan bangunan atas jembatan.

Ada 3 (tiga) substansi utama yang dikemukakan di dalam modul ini yaitu :
 Titik sondir dan titik bor
 Properties tanah
 Penetapan jenis material

Pada substansi titik sondir dan titik bor, dijelaskan bagaimana menetapkan titik sondir dan
titik bor untuk keperluan pekerjaan pondasi sesuai dengan ketentuan dan persyaratan
teknis yang berlaku. Penjelasan tentang hal ini mencakup dasar penentuan titik sondir
dan titik bor, data titik sondir dan data titik bor untuk penentuan elevasi pondasi dan
penentuan peralatan yang sesuai dalam melakukan pengambilan data titik sondir dan titik
bor.

Pada substansi properties tanah, dijelaskan pengertian properties tanah berdasarkan


hasil pengujian laboratorium untuk pekerjaan bangunan bawah. Lebih jauh dalam
substansi ini dijelaskan metode pelaksanaan galian struktur untuk keperluan pembuatan
bangunan bawah dan pengaruh muka air tanah dalam pelaksanaan pekerjaan pondasi
misalnya untuk pondasi sumuran.

Pada substansi penetapan jenis material, dijelaskan bagaimana menentukan jenis


material yang diperlukan untuk pekerjaan bangunan atas (termasuk test dan pengujian)
sesuai dengan waktu penggunaannya. Jenis material yang harus ditest dan jadwal
pengujian material juga diberikan dalam modul ini.

Pemahaman atas 3 (tiga) substansi di atas diharapkan akan dapat membantu peserta
pelatihan menjalankan koordinasi berkaitan dengan pengujian tanah dan material.

Pelaksanaan pekerjaan jembatan di lapangan memerlukan tingkat kecermatan dan


ketelitian yang harus mendapat perhatian penuh dari structure engineer of bridge

Pelatihan Structure Engineer of Bridge Construction (STEBC) I-1


STEBC-03: Pengujian Tanah dan Material Bab I: Pendahuluan

construction. Hal ini dimaksudkan untuk memperkecil kesalahan-kesalahan umum yang


sering dijumpai pada pelaksanaan pekerjaan jembatan.

Dalam pelaksanaan lapangan pekerjaan jembatan, ada 3 (tiga) hal yang saling berkaitan
satu sama lain yaitu :

 Jika kurang memahami spesifikasi teknis, tidak mampu menyiapkan gambar kerja,
dan tidak mempunyai SDM (Sumber Daya Manusia) lapangan yang tangguh,
kontraktor akan sulit menghindar dari kesalahan/kelalaian pelaksanaan lapangan.

Pelatihan Structure Engineer of Bridge Construction (STEBC) I-2


STEBC-03: Pengujian Tanah dan Material Bab II: Titik Sondir dan Titik Bor

BAB II
TITIK SONDIR DAN TITIK BOR

2.1 DASAR PENENTUAN TITIK SONDIR / TITIK BOR

2.1.1 SURVEI PENDAHULUAN

Untuk dapat menentukan lokasi titik sondir dan bor dalam pembangunan perlu dilakukan
survai pendahuluan. Survai pendahuluan ini berupa tinjauan ke lokasi/lapangan tempat
jembatan akan dibangun. Pelaksanaan survai pendahuluan dilakukan setelah tinjauan
data yang ada selesai diolah, pengolahan dilakukan oleh ahli teknik tanah dan pondasi
dan dimulai dengan mengumpulkan semua informasi tentang ”tanah” yang telah
digunakan sebagai bahan masukan dalam perencanaan teknis. Informasi yang diperoleh
berdasarkan data-data perencanaan teknis dipakai sebagai bahan masukan untuk
menetapkan dimana titik sondir dan titik bor harus diletakkan. Dalam hal penyelidikan
memerlukan pemboran mesin, ahli teknik tersebut sebaiknya disertai kepala tim
pemboran.
Survei pendahuluan tersebut dilakukan oleh Tim penyelidikan lapangan dengan cakupan
tugas sebagai berikut :
 pemilihan peralatan dan perlengkapannya
 penentuan jumlah dan letak titik sondir,
 penentuan jumlah dan letak titik bor
 pembuatan rencana kerja terutama persiapan waktu dan persiapan alat

2.1.2 HAL-HAL YANG PERLU DIPERHATIKAN DALAM SURVAI


PENDAHULUAN

 Rencana Letak Kepala Jembatan dan Pilar


Letak kepala jembatan dan pilar, baik vertical maupun horisontal harus diperhatikan.
Apabila diperkirakan akan timbul kesulitan yang mungkin terjadi kemudian dan sulit
dihindari maka penggeseran letak bangunan bawah dapat disarankan sedini mungkin.
Sebagai contoh antara lain;
a. rencana letak kepala jembatan pada tepi sungai yang stabilitasnya diragukan
(kemungkinan longsor, penggerusan dsb), dapat disarankan penggeseran kearah
lokasi yang lebih mantap.

Pelatihan Structure Engineer of Bridge Construction (STEBC) II-1


STEBC-03: Pengujian Tanah dan Material Bab II: Titik Sondir dan Titik Bor

b. rencana oprit jembatan pada daerah rawa-rawa,di atas tanah lembek, dan tanah
kompresibel yang akan menimbulkan persoalan stabilitas dan penurunan, maka
dapat disarankan penambahan panjang bentang jembatan, perbaikan tanah atau
kemungkinan cara penanggulangan lainnya.
Keterangan-keterangan tersebut perlu diketahui oleh tim penyelidikan lapangan
sebelum diberangkatkan ke lokasi / lapangan.

 Tanah Permukaan
Tanah permukaan mudah dilihat dengan mengupas penutupnya (dengan cangkul,
belincong dan lain-lain); biasanya dengan mengenal tanah permukaan dapat
ditunjukkan sifat-sifat daripada formasi lapisan bawahnya. Bila ada singkapan batuan
(outcrop) yang ada disekitar daerah rencana perlu diketahui dan dipelajari apakah
singkapan tersebut merupakan lapisan yang menerus, maka perlu dilakukan
pengukuran jurus dan kemiringannya, sehingga dapat diketahui apakah alinyemen
jalan pada oprit jembatan akan terletak diatas batuan tadi atau tidak. Penjelasan
mengenai pengertian jurus dan kemiringan lapisan bisa didapat dari pelajaran geologi.

 Alur-alur, Galian, Parit, Lereng-lereng, Tebing Sungai


Jenis-jenis tanah dan batuan sampai kedalaman tertentu kadang-kadang dapat
dipelajari lebih baik pada lereng-lereng terjal, tebing sungai, parit, galian atau sumur.
Keterangan ini sangat membantu untuk menambah keterangan mengenai kondisi
tanah/batuan ditempat tersebut, yang perlu dituangkan didalam bentuk sketsa dan
penampang geologi permukaan.

 Air-permukaan dan Air-tanah


Air-permukaan dan fluktuasi air-tanah merupakan faktor yang penting diketahui baik
dalam rencana penyelidikan lapangan (pemboran,sumur uji, dsb), untuk perencanaan
jalan karena tinggi muka air tanah dapat mempengaruhi kekuatan daya dukung tanah
dasar. Semua aliran air-permukaan, fluktuasi tinggi muka air-tanah selama periode
tertentu dalam sumur serta lubang galian lainnya harus diperhatikan dan dicatat.

 Keadaan Topografi dan Tumbuh-tumbuhan


 Topografi yang menunjukkan keadaan permukaan mempunyai arti penting karena
hal ini erat hubungannya dengan batuan yang dijumpai di daerah tersebut dan
persiapan peralatan lapangan yang akan digunakan. Sebagai contoh antara lain;
 sungai yang sempit dan curam menunjukkan tanah - penutup tipis dan letak
lapisan batuannya dekat permukaan

Pelatihan Structure Engineer of Bridge Construction (STEBC) II-2


STEBC-03: Pengujian Tanah dan Material Bab II: Titik Sondir dan Titik Bor

 daerah yang relatif datar dan lebar biasanya me nunjukkan aluvial yang tebal
dan letak lapisan batuannya dijumpai cukup dalam.
 catatan topografi ini juga penting dalam mempersiapkan peralatan pemboran,
misalnya untuk lereng yang curam akan diperlukan peralatan yang ringan dan
mudah dibawa,serta mudah dipindahkan.

 Tumbuh-tumbuhan sering menunjukkan gambaran keadaan air-tanah dan


keadaan tanah/batuan setempat,sebagai contoh antara lain;
 tumbuh-tumbuhan yang lebat menunjukkan adanya air tanah yang merembes
didekat permukaan tanah
 selain itu tumbuhan atau semak-semak tertentu dapat menunjukkan tanah
penutup yang tipis dan batuan dekat permukaan.

Penafsiran hubungan air tanah dan keadaan bawah permukaan (tanah penutup,
batuan) dengan tumbuh tumbuhan memerlukan bantuan tenaga biologi yang
berpengalaman.

 Bangunan yang ada


Bangunan atau jembatan lama yang ada disekitar daerah penyelidikan dapat
merupakan sumber keterangan yang baik. Dengan melakukan pengamatan
pondasi/penurunan yang mungkin terlihat retak-retak pada bangunan bawah
pembebanan yang ada, lokasi, umur dan lain-lain akan diperoleh data yang dapat
digunakan untuk perencanaan penyelidikan dan perencanaan pondasi.

2.1.3 JENIS PERALATAN DAN PERLENGKAPAN PENYELIDIKAN


LAPANGAN

Dalam rangka mempersiapkan peralatan penyelidikan lapangan dengan sebaik-baiknya,


maka diperlukan keterangan keadaan setempat sebagai berikut:
 keadaan tanah dan batuan setempat, sehingga dapat dipersiapkan peralatan
penyelidikan lapangan yang sesuai (sondir,bor tangan, geofisika,sumur uji/test pit,
pemboran mesin dan lain-lain).
 untuk pemboran putar dan pemboran semprot,lokasi sumber air yang terdekat sangat
membantu untuk mempersiapkan perlengkapan seperti mesin pompa, selang / pipa,
dan sebagainya.
 sifat tanah/batuan penting dalam mempersiapkan peralatan dan perlengkapan seperti
pipa lindung, mata bor,alat pengambil contoh,alat pemeriksaan setempat dan lain-lain.

Pelatihan Structure Engineer of Bridge Construction (STEBC) II-3


STEBC-03: Pengujian Tanah dan Material Bab II: Titik Sondir dan Titik Bor

2.1.4 TITIK IKAT PENGUKURAN

 Pengikatan titik rencana penyelidikan sangat penting artinya, karena itu sebaiknya
ditentukan terlebih dahulu titik ikat pengukuran untuk titik-titik penyelidikan lapangan.
 Sebagai titik ikat pengukuran biasanya digunakan titik tetap (bench mark) atau bidang
atas kepala jembatan lama yang masih utuh dan mantap. Selanjutnya letak rencana
titik-titik penyelidikan harus di beri patok yang diukur secara tepat kedudukannya
terhadap titik-titik ikat tersebut (dilakukan dengan Teodolit atau alat lainnya).

2.1.5 BANGUNAN UTILITAS YANG ADA DIBAWAH TANAH

 Disekitar lokasi penyelidikan lapangan kadang kadang dijumpai bangunan utilitas


seperti pipa air, pipa gas, kabel listrik, kabel telepon dan sebagainya.
 Tanpa adanya keterangan yang pasti, akan dapat menyebabkan kerusakan pada
bangunan utilitas tersebut dan kecelakaan yang tidak diinginkan.
 Keterangan-keterangan yang didapat dari peta sebaiknya dibuktikan dengan
kenyataan di lapangan karena seringkali letaknya tidak tepat seperti yang ditunjukkan
dalam peta.

2.1.6 PENYELIDIKAN GEOFISIKA

 Survai pendahuluan bila perlu dapat dibantu dengan menggunakan alat geofisika
misalnya geolistrik dan geoseismik, untuk mendapatkan keterangan-keterangan
bawah permukaan. Cara geofisika ini dapat memberikan keterangan mengenai
pendugaan kedalaman homogenitas dan jenis tanah/batuan yang, ada, yang dapat
digunakan untuk melengkapi rencana pemboran (jumlah titik dan kedalaman).
 Pelaksanaan penyelidikan geofisika ini harus disertai dengan pemetaan topografi dan
peta geologi teknik.

2.1.7 LAPORAN SURVAI PENDAHULUAN

 Hasil survai pendahuluan dicantumkan kedalam Formulir lapangan Survai


Pendahuluan. Keterangan-keterangan survai pendahuluan sangat berarti dalam
menentukan langkah penyelidikan selanjutnya. Dengan demikian pelaksanaan survai
pendahuluan harus mencatat keterangan-keterangan tentang apa yang diamati dalam
survai pendahuluan ini, dan mampu memberi saran-saran selanjutnya. Sebaiknya
pelaksana ini harus mempunyai dasar pengetahuan geologi, teknik tanah, teknik
pondasi ataupun teknik jembatan

Pelatihan Structure Engineer of Bridge Construction (STEBC) II-4


STEBC-03: Pengujian Tanah dan Material Bab II: Titik Sondir dan Titik Bor

 Apabila dari hasil survai pendahuluan lokasi jembatan tidak dapat dipertahankan
maka dapat disarankan peninjauan kembali rencana lokasi jembatan semula.
 Apabila hasil survai pendahuluan menunjukkan bahwa hasil penyelidikan tanah yang
tersedia (ex laporan perencanaan teknis jembatan) dinilai kurang memadai, maka
disarankan untuk melakukan penyelidikan tanah ulang di titik-titik sondir dan titik-titik
bor yang dipertimbangkan dapat merepresentasikan kondisi tanah yang harus
digunakan dalam perhitungan pondasi jembatan.

2.2 RENCANA LETAK TITIK SONDIR DAN TITIK BOR

Dalam memilih rancangan pondasi jembatan, diperlukan data-data lapangan yang


diperoleh dari test sondir, bor-log lapangan dan bor-log akhir. Test sondir dimaksudkan
untuk mendapatkan data tentang perlawanan tanah terhadap ujung konus dan lekatan
tanah terhadap selimut bikonus. Data-data tersebut diperoleh dengan cara menekan
konus dan bikonus ke dalam lapisan tanah yang diselidiki, digambarkan ke dalam suatu
grafik yang menunjukkan hubungan antara kedalaman ujung konus (m) dengan tekanan
konus (kg/cm2) dan antara kedalaman ujung konus (m) dengan hambatan pelekat
(kg/cm). Sedangkan bor log merupakan hasil uji pemboran berupa penampang yang
menggambarkan lapisan-lapisan tanah disertai dengan keterangan-keterangan yang
diperlukan untuk menganalisa kondisi tanah/batuan yang harus dipertimbangkan untuk
perencanaan pondasi jembatan. Bor-log lapangan merupakan catatan-catatan
berdasarkan fakta-fakta lapangan sedangkan bor-log akhir dibuat berdasarkan bor-log
lapangan dan hasil-hasil pengujian laboratorium.

Dari penjelasan di atas dapat diambil kesimpulan bahwa data-data yang diperoleh dari
test sondir, bor-log lapangan dan bor-log akhir harus memberikan informasi yang tepat
dan akurat guna kepentingan perhitungan pondasi jembatan. Ini berarti bahwa letak titik
sondir dan bor harus sedemikian sehingga hasil pengolahan dan evaluasi data tanah
yang dibuat dapat merepresentasikan informasi tentang properties tanah yang diperlukan
dalam perhitungan pondasi jembatan.

Letak titik sondir dan titik bor kadang-kadang tidak dapat tepat pada rencana letak
bangunan mengingat situasi-lapangan yang sulit. Oleh karena itu penting diketahui
sampai beberapa jauh dapat diadakan penggeseran, relokasi, pengurangan atau
penambahan titik penyelidikan. Untuk pemboran mesin perlu juga ditinjau jalan masuk
kelokasi.

Pelatihan Structure Engineer of Bridge Construction (STEBC) II-5


STEBC-03: Pengujian Tanah dan Material Bab II: Titik Sondir dan Titik Bor

Jumlah dan letak titik sondir dan titik bor (contoh)

 Jika jembatan dengan bangunan-bangunan atas diletakkan di 1 (satu) abutment kiri,


dan 2 (dua) pilar dan 1 (satu) abutment kanan, serta direncanakan berdasarkan data
sondir dan bor yang lengkap, maka data sondir dan bor yang tersedia dalam laporan
perencanaan teknis adalah sebagai berikut:

 Terdapat data-data penyelidikan tanah untuk 2 titik sondir di abutmen kiri, 8 titik
sondir di dasar sungai/lembah, 2 titik sondir di abutmen kanan. Dalam hal ini
sebanyak 6 titik sondir berada di sebelah kiri as jembatan dan 6 titik sondir berada
di sebelah kanan as jembatan.

 Terdapat data-data penyelidikan tanah untuk 1 titik sondir di abutmen kiri, 4 titik
bor di dasar sungai/lembah, 1 titik bor di abutmen kanan. Lokasi titik-titik bor
tersebut berada kurang lebih tepat di bawah as jembatan.

 Yang harus dipastikan adalah apakah data sondir dan bor yang digunakan dalam
perencanaan pondasi jembatan jumlah dan letaknya memenuhi persyaratan
perencanaan dan dapat dipastikan tingkat akurasinya; dalam hal ini structure engineer
of bridge construction harus mengambil keputusan berdasarkan hasil evaluasi atas
data-data yang diperoleh dari berkas laporan perencanaan.

 Jika Tim mengambil kesimpulan bahwa data penyelidikan tanah yang diperoleh dari
laporan perencanaan dinilai masih valid dan tingkat akurasinya memadai, maka yang
diperlukan oleh structure engineer of bridge construction adalah tambahan data sondir
dan bor yang sifatnya hanya untuk cross check, misalnya di tiap abutment cukup
ditambah penyelidikan tanah untuk 1 (satu) titik sondir dan 1 (satu) titik bor.
Sedangkan untuk dasar sungai/lembah ditambah penyelidikan tanah 2 (dua) titik
sondir dan 1 (satu) titik bor untuk tiap pilar. Agar hasilm penyelidikan tanah
memberikan gambaran riil yang diperlukan, maka lokasi titik sondir dan titik bor
tersebut adalah berada di bawah abutmen dan atau pilar jembatan.

 Jika Tim mengambil kesimpulan bahwa data penyelidikan tanah yang diperoleh dari
laporan perencanaan dinilai kurang akurat, maka sondir dan bor diulang di seluruh
titik-titik sondir dan titik-titik bor yang memang secara teknis diperlukan bukan hanya
untuk keperluan pembangunan fisik akan tetapi juga untuk menyiapkan revisi desain
pondasi jembatan.

Pelatihan Structure Engineer of Bridge Construction (STEBC) II-6


STEBC-03: Pengujian Tanah dan Material Bab II: Titik Sondir dan Titik Bor

2.2.1 PENGUKURAN LOKASI TITIK SONDIR DAN TITIK BOR

Apabila letak titik sondir dan titik bor belum ditetapkan pada waktu survai pendahuluan
maka letak titik titik penyelidikan tersebut harus diukur dengan tepat dan dicantumkan
pada peta/sketsa situasi.

Apabila peta situasi dan penampang melintang sungai pada as rencana jembatan belum
tersedia, maka perlu dilakukan pengukuran dengan cara sederhana atau khusus
tergantung keadaan medan.

Pengukuran cara sederhana (untuk medan sederhana dan sempit) misalnya


menggunakan kompas dan peta ukur, sipat datar (water pass) dengan slang plastik diisi
air dan sebagainya. Pengukuran cara khusus (untuk medan berat dan luas) dilakukan
dengan alat ukur presisi.

Bentuk penampang sungai sedikit banyak mempengaruhi rencana penyelidikan dan


rencana peletakan pondasi terhadap tebing baik horizontal maupun vertikal, sehingga
penampang sungai perlu diukur dan digambar yang mencakup;
a. tinggi lereng
b. sudut/kemiringan lereng - muka air banjir
c. muka air terendah
d. dasar sungai terdalam dan lain-lain.

Sebagai titik nol diambil lantai atau bidang atas kepala jembatan yang ada. Untuk daerah
yang belum ada jembatan, titik nol ini harus dibuat lebih dahulu berupa patok beton
permanen yang menunjukkan ketinggian dari orientasinya dan letaknya tidak terganggu
pada waktu pembangunan jembatan tersebut. Letak titik-titik penyelidikan harus diberi
patok sesuai dengan rencana penyelidikan dan diberi nomer urut.
Apabila diperlukan titik-titik penyelidikan tambahan sesuai dengan kebutuhan. maka harus
dilakukan pula pematokan tambahan dan diberi nomor urut juga.

2.2.2 KONTROL VERTIKAL

Untuk mencatat hasil-hasil penyelidikan bawah permukaan diperlukan adanya titik tetap
sebagai dasar pengukuran ketinggian titik penyelidikan dan kedalaman yang dicapai.
Ketinggian titik penyelidikan dapat diukur terhadap titik nol yang telah ditentukan untuk
suatu daerah penyelidikan.
Untuk penyelidikan yang dilakukan:
 didarat, ketinggian titik penyelidikan diukur dari muka tanah setempat terhadap titik
nol.
Pelatihan Structure Engineer of Bridge Construction (STEBC) II-7
STEBC-03: Pengujian Tanah dan Material Bab II: Titik Sondir dan Titik Bor

 diair dengan menggunakan lantai kerja,ketinggian titik penyelidikan diukur dari


permukaan lantai kerja terhadap titik nol.
 diair dengan menggunakan ponton/rakit, ketinggian titik penylidikan diukur dari
permukaan lantai ponton/rakit terhadap titik nol.

Apabila permukaan air mempunyai fluktuasi yang cukup besar, maka pengukuran
ketinggian titik penyelidikan harus dilakukan secara periodik.

Pengukuran ketinggian penyelidikan terhadap titik nol dapat dilakukan secara langsung
atau dengan perantaraan tanda-tanda tetap yang sengaja dipasang. Batas toleransi
pengukuran ketinggian titik penyelidikan maksimum adalah 0,05 meter.

2.2.3 TOLERANSI PERUBAHAN LETAK TITIK PENYELIDIKAN

Letak dan jumlah titik penyelidikan (sondir dan bor) harus diusahakan tepat sesuai
dengan yang telah direncanakan, dengan toleransi radius 0,50 meter dari titik rencana
semula. Dalam keadaan tertentu letak dan jumlah titik penyelidikan dapat digeser atau
ditambah dengan berpedoman pada peta situasi.

Penambahan jumlah dan penggeseran titik penyelidikan diluar ketentuan yang ada harus
ditentukan oleh ahli teknik tanah atau ahli geologi yang bertanggung jawab dalam
pekerjaan tersebut, dengan memperhatikan kondisi tanah/batuan setempat.

Lokasi penggeseran atau penambahan titik penyelidikan harus dicantumkan dalam peta
situasi. Alasan penggeseran atau penambahan titik penyelidikan harus dicatat dalam
laporan pekerjaan lapangan.

2.2.4 PENYELIDIKAN UNTUK PONDASI

Titik penyelidikan seharusnya diletakkan pada lokasi pondasi yang direncanakan. Dalam
pemboran pengambilan contoh asli dan pemeriksaan setempat dilakukan pada interval
tertentu sesuai dengan keadaan tanah/batuan yang dijumpai.

Kedalaman penyelidikan ditentukan oleh kedalaman tanah yang masih terpengaruh oleh
beban pondasi.

 Pondasi langsung; berdasarkan pengalaman untuk pondasi langsung jembatan


umumnya pada kedalaman 2 kali lebar pondasi kurang lebih 1/10 tegangan vertikal
pada level dasar pondasi. Oleh karena itu pengambilan contoh asli harus dilakukan
sampai kedalaman 4xB kecuali bila dijumpai lapisan tanah keras/batuan. Umumnya
pengambilan contoh asli dilakukan setiap pergantian lapisan atau tiap interval 0,75
meter sampai kedalaman 4,50 meter dibawah dasar perencanaan pondasi dan
Pelatihan Structure Engineer of Bridge Construction (STEBC) II-8
STEBC-03: Pengujian Tanah dan Material Bab II: Titik Sondir dan Titik Bor

selanjutnya setiap 1,50 meter. Apabila dijumpai lapisan keras/batuan maka pemboran
harus dilakukan sampai kedalaman sedikit-dikitnya 6 meter, dibawah dasar pondasi
yang direncanakan.
 Bila pondasi sumuran merupakan alternatif pertama, maka pengambilan contoh harus
dilakukan mulai kedalaman peletakan pondasi yang direncanakan samoai kedalaman
4xB dari dasar pondasi.
 Bila pondasi tiang merupakan alternatif, maka pengambilan contoh harus diteruskan
sampai kedalaman 4,50 meter untuk batuan lapuk dan 7,5 meter untuk tanah kohesif
dibawah ujung tiang yang direncanakan, kecuali dijumpai lapisan/batuan keras
sebagai batuan dasar maka pengambilan contoh dihentikan. Perkiraan ujung tiang
pondasi dapat ditentukan dari hasil S.P.T, dan grafik korelasi hasil penyelidikan.
Apabila belum jelas kemungkinan rencana tipe pondasi maka perlu dilakukan
penyelidikan pendahuluan, misalnya dengan alat sondir dan pemboran, untuk
memperoleh gambaran tentang ketebalan dan susunan lapisan tanah/batuan. Dari
gambaran tersebut dapat diperkirakan letak dan kedalaman pondasi - yang
direncanakan.

2.3 PENENTUAN ELEVASI PONDASI

Letak pondasi jembatan ditentukan berdasarkan pada sistem referensi yang digunakan.
Titik offset referensi harus ditetapkan untuk tiap pilar dan kepala jembatan. Letak dan
jarak offset tiap-tiap titik referensi harus hati-hati diputuskan dan dikenali di lapangan dan
untuk menyiapkan tahap penentuan kembali yang mudah bagi letak pilar dan kepala
jembatan selama pelaksanaan pekerjaan sehingga titik-titik ini tidak terganggu.

Penempatan dan pematokan letak pondasi jembatan yang telah ditentukan harus
diperiksa. Pemeriksaan ini harus dilakukan secara terpisah dan dilakukan dengan
menggunakan peralatan lain yang berbeda dengan peralatan yang digunakan pada saat
penempatan dan pematokan awal.

Bagi petugas lapangan yang melaksanakan pemeriksaan ulang atas hasil pekerjaannya
sendiri, dianjurkan untuk menggunakan methoda lain yang berbeda dengan methoda
yang telah digunakan pada saat awal penempatan dan pematokan. Untuk menghindari
kesalahan dari ketidaktepatan identifikasi patok, ketidak-tepatan penandaan atau
kesalahan dalam melaksanakan survei, maka pengukuran jarak dan beda tinggi
dilakukan dengan memeriksa hasil pekerjaan dari titik awal suatu sisi sampai pada titik
akhir pada sisi yang lain, kemudian diikatkan pada titik kontrol hasil survei pertama.

Pelatihan Structure Engineer of Bridge Construction (STEBC) II-9


STEBC-03: Pengujian Tanah dan Material Bab II: Titik Sondir dan Titik Bor

Pemeriksaan ini tidak diperkenankan dilakukan hanya dengan mengukur dari satu titik
akhir saja atau dari 2 (dua) titik akhir pada sisi yang terpisah.

Prinsip dasar pekerjaan survei harus selalu digunakan, terutama untuk jarak yang
besar. Peralatan harus mengukur dengan akurat dan sudut diukur pada sisi muka kanan
dan muka kiri. Peralatan survei yang digunakan dianjurkan untuk diperiksa secara
teratur untuk mempertahankan ketelitian dan ketepatannya. Dalam pengukuran,
diusahakan agar jarak muka sama dengan jarak belakang jika memungkinkan.

 Elevasi Tiang Pancang


Penentuan dan pematokan posisi pondasi merupakan pekerjaan yang paling kritis.
Beberapa unsur-unsur penting seperti jarak antara beton kopel tiang (pile cap) harus
selalu diperiksa ulang sesuai dengan ukuran bangunan atas, sebelum pekerjaan
konstruksi dimulai, terutama bila bangunan atas tidak horizontal.

Hal terpenting yang harus diperhatikan, apabila posisi garis kontrol terletak di luar
garis tengah Jembatan. Perlu diperhatikan bahwa sudut kemiringan diputar dari
garis yang benar terutama bila kemiringan berada di antara 40° dan 50°. Lokasi
tiang pancang terletak pada satu bidang di sisi bawah dari beton kopel tiang atau
kepala jembatan. Oleh karena itu pada pematokan tiang pancang, maka posisi tiang
pancang dipermukaan atau kerangka tiang pancang harus diukur dan disesuaikan,
untuk mendapatkan perbedaan antara bagian bawah beton kopel atau kepala
jembatan dan permukaan asli atau kerangka tiang pancang.

Kontrol posisi tiang pancang sulit dilakukan setelah pemancangan, dalam


menentukan ketepatan posisinya dibutuhkan letak awal dari pergeseran tiang
pancang, untuk memastikan bahwa posisi pancang tetap pada posisi semula.
Pergeseran tiang pancang cenderung bergerak searah dengan kemiringan pada
waktu pemancangan dan seringkali bertambah sesuai kemiringannya. Penyesuaian
untuk tiang miring dalam kelompok tiang dapat dibenarkan, untuk mengurangi resiko
tiang terlalu dekat pada tepi beton kopel tiang yang akan mengakibatkan beton
kopel tiang diperbesar. Pemancangan tiang miring pertama kali dapat digunakan
untuk memeriksa seberapa besar pergeseran dari kemiringan rencana.

Pemancangan tiang dilakukan sampai elevasi ujung tiang memenuhi persyaratan


daya dukung, tahanan lateral, deformasi vertikal dan lateral, dan kekuatan struktur.
Untuk itu data yang diperlukan adalah data geoteknik (sondir dan bor), jenis dan tipe
alat pancang, jenis dan dimensi tiang pancang. Data hasil sondir dan pemboran
tanah dapat digunakan sebagai masukan untuk menentukan dimana ujung tiang

Pelatihan Structure Engineer of Bridge Construction (STEBC) II-10


STEBC-03: Pengujian Tanah dan Material Bab II: Titik Sondir dan Titik Bor

pancang (= elevasi ujung tiang pancang) harus diletakkan melalui pemancangan.


Pelaksana lapangan harus memahami, prinsip apa yang digunakan oleh perencana
dalam menetapkan pondasi tiang pancang, apakah sebagai friction pile, point
bearing pile, atau kombinasi dari friction pile dan point bearing pile.

Gambar 2.1: Hasil Sondir dan Bor

Pelatihan Structure Engineer of Bridge Construction (STEBC) II-11


STEBC-03: Pengujian Tanah dan Material Bab II: Titik Sondir dan Titik Bor

Jika hasil sondir menunjukkan grafik tekanan konus sebesar 150 kg/cm2 (tanah
keras) berada 23 m di bawah tepi bawah pelat beton dari telapak kaki pilar, maka ini
berarti digunakan prinsip-prinsip pont bearing pile. Dalam hal ini tekanan konus
berdasarkan hasil sondir yang menunjukkan letak tanah keras dapat digunakan
sebagai “pemandu” untuk meletakkan ujung konus. Minimal ujung tiang pancang
harus menembus tekanan konus sebesar 150 kg/cm2 sedalam kurang lebih 0.50 m
atau tergantung desain teknis. Elevasi ujung tiang sebagaimana digambarkan di
dalam rencana teknis, hanyalah memberikan gambaran perkiraan posisi atau elevasi
ujung tiang pancang. Posisi tepatnya ujung tiang pancang sebenarnya sudah dapat
diperkirakan jika kita mengetahui pada kedalaman berapa hasil sondir menunjukkan
tekanan konus sebesar 150 kg/cm2. Pada akhirnya, elevasi masing-masing ujung
tiang pancang secara tepat baru dapat diketahui berdasarkan kalendering
pemancangan.

Jika hasil sondir menunjukkan grafik tekanan konus (kg/cm2) relatif rendah dan tidak
dijumpai tekanan konus sebesar 150 kg/cm2 pada kedalaman misalnya 25 m dari
permukaan tanah asli, berarti pondasi tiang diperhitungkan berdasarkan jumlah
hambatan pelekat, artinya tiang pancang diperhitungkan sebagai “friction pile”.
Elevasi ujung tiang ditentukan berdasarkan panjang tiang sesuai desain; misalnya
jika ditentukan panjang tiang pancang adalah 24 m dihitung dari tepi bawah
abutment, maka apabila tiang dipancang sampai dengan kedalaman 24 m di bawah
abutment, pemancangan dihentikan.

 Elevasi Pondasi Sumuran.


Pondasi sumuran digunakan apabila letak tanah keras (tekanan konus sebesar 150
kg/cm2 ) berada sekitar 4 – 8 meter dari permukaan tanah. Elevasi telapak sumuran
diletakkan 1 m di bawah tanah keras; jadi misalnya tekanan konus = 150 kg/cm2
berada pada kedalaman 6 meter dari permukaan tanah maka telapak kaki sumuran
diletakkan pada kedalaman 6 m + 1 m = 7 m dari permukaan tanah. Untuk jelasnya
lihat sketsa tersebut di bawah :

2.4 PENENTUAN PERALATAN YANG SESUAI

2.4.1 SONDIR (CONE PENETRATION TEST /CPT)

Sondir merupakan salah satu uji lapangan yang populer di tanah air karena beberapa
keunggulan antara lain, (a) penggunaan yang sederhana, (b) dapat memberi gambaran
tanah dengan cepat dan (c) memberi profil kekuatan Tanah secara menerus. Kelemahan

Pelatihan Structure Engineer of Bridge Construction (STEBC) II-12


STEBC-03: Pengujian Tanah dan Material Bab II: Titik Sondir dan Titik Bor

Sondir adalah tidak dapat melihat contoh tanah. Ada 2 (dua) jenis peralatan sondir yang
dikenal yaitu Sondir Mekanis dan Sondir Elektrik sebagaimana dijelaskan di bawah :

 Sondir Mekanis

Sondir mekanis dilakukan dengan mendorong ke dalam tanah sebuah konus dengan
luas proyeksi sebesar 10 cm2 bersudut kemiringan 60 derajat. Tekanan yang
dibutuhkan untuk mendorong konus disebut tekanan konus (cone resistance, qc).
Pada sondir jenis bikonus terdapat selubung gesek dibelakang konus dengan luas
selimut sebesar 150 cm2. Tekanan yang dibutuhkan untuk mendorong selubung
gesek disebut tekanan friksi (local friction,fs). Penetrasi sondir dilakukan dengan
kecepatan standar yaitu 20 mm per detik. Pengukuran tekanan konus dan tekanan
friksi pada jenis sondir mekanik dilakukan setiap 20 cm. Standar prosedur pengujian
sondir dan ukuran standard konus yang dianjurkan dapat dipelajari pada ASTM
D3441.

Untuk tanah liat yang lunak dan uji sondir dengan kedalaman besar, berat tiang tekan
dalam (inner rods) akan lebih besar dari pada daya dukung tanah. Oleh karena itu,
tekanan konus dan friksi harus dikoreksi dengan berat tiang. Pembersihan berkala
untuk tiang tekan dan bikonus harus dilakukan untuk mengurangi gesekan yang dapat
memberi hasil uji yang cenderung membesar.

 Sondir Elektrik

Belakangan ini telah terdapat sondir elektrik untuk mengukur tekanan konus dan
tekanan friksi secara menerus dengan akurasi jauh lebih baik dari pada sondir
mekanik. Koreksi berat tiang tekan seperti yang dilakukan untuk sondir mekanik tidak
perlu dilakukan untuk sondir listrik karena sensor tepat berada diujung konus. Dengan
demikian, sondir elektrik cukup sensitif untuk tanah liat sangat lunak sehingga baik
digunakan untuk proyek-proyek reklamasi.

Untuk sondir elektrik, telah diciptakan pula sensor untuk mengukur tekanan air pori
yang sangat berguna untuk penentuan jenis tanah, yaitu (a) tekanan air pori yang
cenderung sama dengan tekanan air hidrostatis menunjukkan tanah jenis pasiran, (b)
tekanan air pori yang lebih besar dari tekanan hidrostatis menunjukan tanah liat lunak
hingga sedang, dan (c) untuk tanah liat atau pasir sangat padat; tekanan air pori
cenderung lebih kecil dari pada tekanan hidrostatis. Uji dissipation yang menghentikan
penetrasi sondir dan membiarkan air pori kembali ke kondisi hidrostatis sangat
berguna untuk rnempelajari kecepatan konsolidasi (rate of consolidation). Apabila
tekanan air pori dibiarkan terus sampai stabil, tekanan air tersebut menunjukkan
tekanan hidrostatisnya.
Pelatihan Structure Engineer of Bridge Construction (STEBC) II-13
STEBC-03: Pengujian Tanah dan Material Bab II: Titik Sondir dan Titik Bor

 Korelasi Umum Hasil Sondir

Hasil sondir biasanya ditampilkan dalam grafik tekanan konus (qc), tekanan friksi (fs)
serta perbandingan friksi dan konus (FR = fs/qc x 100%) dengan kedalaman. Untuk
sondir elektrik, grafik tegangan air pori juga ditampilkan dengan kedalaman. Dari
grafik sondir, dapat diperoleh korelasi dengan jenis tanah serta sifat mekanis lainnya.
Penggunaan tabel korelasi tersebut perlu diverifikasi dengan data pengeboran untuk
memastikan akurasi.

 Penggunaan dan Batasan Sondir

Sondir digunakan untuk mengetahui profil tanah dan mencari kuat geser tanah melalui
korelasi empiris. Sondir elektrik dengan uji disipasi berguna untuk mencari koefisien
konsolidasi tanah lateral yang sering dipakai pada perencanaan reklamasi dengan
vertical drains.

Penyelidikan tanah dengan sondir tanpa dibarengi pengeboran sangat tidak


dianjurkan terutama pada daerah baru tanpa pengalaman yang memadai karena
Sondir tidak dapat memperoleh contoh tanah. Sondir yang tidak dapat menembus
tanah keras bukan jaminan bahwa lapisan keras tersebut cukup tebal. Oleh karena itu,
Sondir hanya dilakukan sebagai pelengkap penyelidikan yang dikombinasikan dengan
pengeboran dan pengambilan contoh tanah.

Sondir mekanis kurang sensitif pada tanah liat sangat lunak dan dianjurkan untuk
menggunakan Sondir elektrik. Sondir juga tidak dapat dipakai pada tanah berbatuan
atau berkerikil.

Kelemahan Sondir elektrik adalah mahalnya investasi serta mudah rusaknya


komponen elektronik. Tidak terdapatnya pusat reparasi lokal dengan dukungan
komponen elektronik yang memadai sering menghambat progress penyelidikan tanah
bila Sondir elektriknya rusak.

Pada penggunaan Sondir elektrik, posisi filter untuk pengukuran tekanan air pori perlu
diperhatikan karena berbeda untuk Sondir elektrik yang satu dengan yang lain
tergantung dari produsen. Respon tekanan air pori akan berbeda-beda tergantung
pada posisi filter. Oleh karena itu, penggunaan korelasi yang didapat dari tulisan
ilmiah harus diperhatikan apakah konus yang dipakai adalah sejenis. Seperti halnya
pada semua korelasi empiris, pengalaman setempat dibutuhkan sehingga korelasi
tersebut tidak dapat dipakai secara universal.

Pelatihan Structure Engineer of Bridge Construction (STEBC) II-14


STEBC-03: Pengujian Tanah dan Material Bab II: Titik Sondir dan Titik Bor

2.4.2 PEMBORAN

Pemilihan peralatan untuk pemboran, akan tergantung pada metoda pemboran,


kemudahan mencapai lokasi, kondisi tanah/batuan, kedalaman yang dikehendaki serta
kondisi air tanah. Pada bagian ini akan diutarakan secara umum mengenai metoda
pemboran beserta peralatan dan penggunaannya untuk memberikan gambaran dalam
memilih peralatan pemboran.

 Pemboran Putar (Rotary Drilling)

Pemboran dengan sistim Putar sampai saat ini dianggap yang paling cocok untuk
penyelidikan tanah bawah permukaan. Dengan metoda ini praktis semua jenis
tanah/batuan dapat diselidiki dengan baik termasuk pengambilan contoh dan
klasifikasinya. Semua alat pengambil sample uji cocok dengan metoda ini.

Kerugiannya yang utama adalah: metoda ini memerlukan air/lumpur pembilas dan
perlengkapan yang relatif berat.

Dengan menggunakan peralatan yang sesuai pemboran dengan sistim putar dapat
digunakan untuk pengambilan contoh tanah asli, contoh inti, contoh cutting dan
pemeriksaan setempat yang berhubungan dengan penentuan sifat teknis
tanah/batuan. Keberhasilan dan ketelitian data yang diperoleh dengan pemboran
putar ini sebagian besar tergantung kepada ketepatan penggunaan alat pengambilan
contoh, alat pemeriksaan lapangan (SPT, Vane dan sebagainya), prosentase contoh
atau inti yang terambil, pengalaman pelaksana pemboran, ketelitian pencatatan
penampang dan keterangan pemboran (logging), ketepatan memilih prosedur yang
diikuti serta disesuaikan dengan keadaan tanah/batuan yang dijumpai.

Dalam pengambilan contoh inti, yang dimaksudkan dengan prosentase inti terambil
(core recovery) adalah prosentase panjang contoh yang terambil dibandingkan
dengan panjang tabung penginti yang masuk kedalam tanah/batuan yang ditembus.
Prosentase inti terambil dapat digunakan sebagai petunjuk didalam mengevaluasi sifat
fisis tanah/batuan yang dijumpai. Pada umumnya contoh inti yang hancur dan tidak
dapat diangkat keatas permukaan tanah akan menunjukan batuan lunak, rapuh, lepas
atau remuk. Sedangkan bagian inti utuh menunjukan lapisan tanah keras atau padat.

Contoh-contoh inti dapat menunjukan susunan dan sifat berbagai lapisan, struktur dan
tekstur dari batuan yang dijumpai. Cengan alat ini dapat digunakan metoda pengambil
contoh inti menerus (continous coring).

Cara umum untuk menilai mutu batuan adalah dengan RQD (Rock Quality
Designation). RQD bertujuan menggambarkan mutu batuan yaitu banyak retakan dan
alterasi dari contoh inti tersebut.
Pelatihan Structure Engineer of Bridge Construction (STEBC) II-15
STEBC-03: Pengujian Tanah dan Material Bab II: Titik Sondir dan Titik Bor

Prosedurnya adalah dengan menjumlahkan panjang potongan-potongan inti yang


berukuran lebih besar atau sama dengan 10c, selanjutnya panjang jumlah potongan-
potongan ini dibandingkan terhadap panjang inti yang seharusnya didapat dan
dinyatakan dalam persen (%). Hubungan antara RQD dengan mutu batuan adalah
sebagai berikut :

R.Q.D. (%) Mutu Batuan


0 - 25 sangat jelek
25 - 50 jelek
50 - 75 cukup
75 - 90 baik
90 - 100 sangat baik

 Pemboran Auger (Auger Drilling).

Cara pemboran ini baik dipergunakan bila yang dibutuhkan adalah pengambilan
contoh tanah tidak asli dan akan lebih tepat untuk jenis tanah yang mempunyai sifat
kohesi. Contoh tanah dapat diambil dari material yang melekat pada mata bor (auger)
yang digunakan.

Keuntungan cara ini antara lain; pekerjaan pemboran cepat dan tidak menggunakan
air pembilas. Dengan cara ini dapat pula dilakukan pengambilan contoh asli dan
pemeriksaan setempat lainnya dengan dibantu alet-alat khusus (tabung contoh,
tabung belah/split barrel dan sebagainya). Cara ini lebih banyak digunakan untuk
mengetahui penyebaran lapis an tanah kearah lateral.

Beberapa faktor yang mempengaruhi keterbatasan penggunaan bor auger antara lain:
 kekerasan lapisan tanah yang ditembus. Kedalaman yang dicapai dengan bor
auger sangat tergantungkepada letak kedalaman lapisan tanah keras.
 lapisan tanah yang berbutir besar (mengandung ke rikil dan atau kerakal! sangat
sulit ditembus de ngan bor auger.
 untuk lokasi pemboran yang mempunyai permukaan air tanah tinggi dapat
menyebabkan tanah yang melekat pada mata mata bor mudah lepas dan contoh
tanah sulit diambil.
 cara ini tidak cocok untuk pemboran yang dilakukan diatas ponton/rakit.

Bila menggunakan "hollow stem auger" pada lapisan pasir dibawah permukaan air
tanah, perlu dipertahankan keseimbangan permukaan air tanah didalam lubang bor
terhadap sekitarnya, agar pasir tidak masuk kedalam 'hollow stem". Bila ini terjadi
maka untuk keperluan pemeriksaan penetrasi standar dasar lubang bor harus
dibersihkan terlebih dahulu.
Pelatihan Structure Engineer of Bridge Construction (STEBC) II-16
STEBC-03: Pengujian Tanah dan Material Bab II: Titik Sondir dan Titik Bor

 Pemboran Semprot (Wash Boring)

Istilah pemboran semprot (wash boring) menunjukkan dua prosedur pemboran yang
berbeda. Pengertian pertama menunjukkan pemboran dimana sebuah pipa
dimasukkan kedalam tanah dengan atau tanpa pipa lindung (casing), bersamaan
dengan penyemprotan air pada ujung bawahnya.

Pelaksanaannya dilakukan dengan tangan. Contoh yang didapat hanyalah contoh


cucian. Bila pemboran sudah cukup dalam, maka harus hati-hati dalam menentukan
permukaan lapisan tanah yang ditembus, karena harus dipertimbangkan adanya
waktu angkut contoh cucian (contoh cucian dari dasar lubang bor sampai
kepermukaan memerlukan waktu yang lamanya bergantung pada kecepatan air
pembilas). Cara ini merupakan cara yang tidak teliti, oleh karena itu harus hati-hati
dalam menginterpretasikan hasilnya dan hanya boleh digunakan bila telah benar-
benar dipertimbangkan maksud dan tujuan pemboran yang akan dilakukan.

Pengertian kedua adalah cara pemboran dimana kemajuan pemboran pada interval
pengambilan contoh dilakukan dengan tenaga semprotan dan pemotongan oleh mata
bor.

 Pemboran dengan mengambil contoh menerus (Continuous Sampling)

Pada metoda ini sama sekali tidak digunakan air pembilas, semua alat pengambil
contoh hanya di tekan/ditumbuk/diputar secara kering untuk pengambilan contoh
tanah yang menerus.

Alat pengambil contoh, tabung penginti, tabung contoh asli, split barrel dan
sebagainya ditekan, di putar atau ditumbuk sampai kedalaman tertentu (biasanya
tidak lebih dari 0,75 meter), kemudian diangkat dan isinya dikeluarkan. Alat tersebut
dipasang pada mesin bor, sondir atau langsung ditumbuk.

Contoh-contoh yang diperoleh dapat digunakan untuk pemeriksaan lapangan ataupun


laboratorium. Bila dikehendaki contoh tidak terganggu untuk pemeriksaan
laboratorium, maka tabung contoh harus ditutup segera misalnya dengan parafin agar
diperoleh contoh dalam keadaan yang seasli mungkin dengan kadar air yang relative
tetap.

Cara ini merupakan cara yang sangat tepat dan teliti untuk mendapatkan keterangan
mengenai tanah bawah permukaan digunakan pada penyelidikan oprit dan stabilitas
lereng karena seluruh kedalaman lubang bor dapat diperiksa, tetnpi cara ini mahaldan
lingkup penggunannya terbatas. Umumnya cara penekanan ini hanya berhasil untuk
lapisan lempung dan lanau yang lembek sampai sedang.

Pelatihan Structure Engineer of Bridge Construction (STEBC) II-17


STEBC-03: Pengujian Tanah dan Material Bab II: Titik Sondir dan Titik Bor

 Pemboran Tangan.

Metoda ini menggunakan macam-macam mata bor tanah seperti mata bor iwan jurret
dan spiral. Lubang bor dibuat dengan jalan memutar rangkaian tangkai pemutar
batang bor dan mata bor tanah dengan tangan dan dilakukan sedikit demi sedikit
sesuai dengan panjang mata bor yang digunakan. Tanah yang di-bor akan melekat
didalam atau diluar mata bor yang digunakan.

Penggunaan ini sangat terbatas untuk lapisan tanah yang lembek sampai sangat
kenyal dengan kedalaman yang dapat dicapai kurang lebih 10 meter atau 15 meter
bila dibantu dengan penggunaan "tripod" (menara kaki tiga).

Untuk menembus tanah keras/batuan lunak dapat dibantu dengan penumbukan, yang
menggunakan mata bor tumbuk seberat 25 sampai 40 kg. Untuk menembus lapisan
tanah lepas dapat digunakan pipa lindung yang diameternya sesuai dengan mata bor
tanah yang digunakan, sedangkan untuk mengangkat tanah yang berada didalam
pipa lindung dapat digunakan bor peluru (sand bailer), bor katup atau pompa pasir
(sand pump). Dengan pemboran ini dapat juga dilakukan pengambilan contoh tanah
tidak terganggu dan pemeriksaan tanah setempat lainnya.

 Pemboran Tumbuk
Pemboran tumbuk ada 2 macam yaitu:
 Pemboran tumbuk dengan tangan
 Pemboran tumbuk dengan mesin

Pemboran tumbuk dengan tangan dapat membantu pemboran tangan dalam


menembus lapisan tanah keras/ batuan lunak dan membantu penyondiran dalam
menembus lensa tanah keras/batuan lunak ataupun mengetahui ketebalan lapisan
tanah keras dengan tekanan 150 kg/cm2.

Pemboran tumbuk dengan mesin jarang digunakan dalam penyelidikan tanah untuk
pondasi jembatan, umumnya digunakan untuk pembuatan sumur bor air. Hal ini
disebabkan oleh beberapa factor antara lain kesulitan dalam mendapatkan contoh
tidak terganggu sangat terganggunya lapisan tanah/batuan yang akan diperiksa
setempat, tidak dapatnya diperoleh contoh inti dan sebagainya.

2.4.3 PENGAMBILAN CONTOH

Dalam penyelidikan geoteknik untuk perencanaan pondasi jembatan diperlukan contoh-


contoh tanah/batuan guna identifikasi, klasifikasi, pemeriksaan lapangan atau
laboratorium.

Pelatihan Structure Engineer of Bridge Construction (STEBC) II-18


STEBC-03: Pengujian Tanah dan Material Bab II: Titik Sondir dan Titik Bor

Contoh-contoh yang diambil harus benar-benar mewakili lapisan tanah/batuan yang


dijumpai, karena contoh yang tidak mewakili dapat menghasilkan kesimpulan-kesimpulan
yang salah.

Contoh tanah terdiri dari :

a. Contoh terganggu, adalah contoh yang diambil dengan tidak menjaga keutuhan
struktur aslinya dari tanah/batuan tersebut. Contoh-contoh ini dipergunakan untuk
pengamatan umum pemeriksaan visual, klasifikasi dan pemeriksaan-pemeriksaan
laboratorium yang tidak mementingkan struktur asli dari tanah/batuan.

b. Contoh tidak terganggu, adalah contoh yang relatif tidak terganggu, baik struktur
maupun kadar airnya. Contoh-contoh ini selain digunakan untuk pemeriksaan
klasifikasi dapat juga dipergunakan untuk pemeriksaan-pemeriksaan antara lain
kepadatan, kadar air, konsolidasi, triaxial, kuat tekan bebas dan kuat geser langsung.
Faktor penting yang harus diperhatikan dalam pengambilan contoh asli ialah tinggi
muka air didalam pipa lindung harus sama atau lebih tinggi dari pada muka air tanah
ditempat pemboran dilaksanakan. Ini dimaksudkan agar kadar air contoh yang didapat
tidak dipengaruhi oleh air disekitar tempat pengambilan contoh, karena jika ketinggian
muka air dalam pipa lindung turun dibawah muka air tanah, disekitarnya akan terjadi
keadaan "quick" atau "running". Terjadinya kondisi "running" ini terutama disebabkan
oleh prosedur pemboran dan dalam hal ini terjadi data yang diperoleh kurang dapat
dipercaya.

Tingkat ketergantungan contoh tergantung kepada beberapa faktor antara lain jenis tanah
yang diambil, alat pengambilan contoh serta perlengkapan yang digunakan dan
keterampilan pelaksana lapangan. Pengaruh udara luar yang cukup lama sebagai akibat
terbukanya contoh akan merubah contoh tidak terganggu menjadi contoh yang tidak
mewakili, karena itu cara pengambilan dan pemeliharaan contoh yang mewakili tidak
boleh dikesampingkan. Pengambilan contoh harus dikaitkan dengan pemeriksaan
penetrasi standar, karena kedua-duanya dapat saling melengkapi, antara lain dapat
dikorelasikannya hasil laboratorium dengan harga N dari penetrasi standar, terutama bila
dipertimbangkan akan digunakan pondasi langsung atau pondasi tiang lekat.

Perlu diketahui bahwa pemeriksaan penetrasi standar lebih dapat dipercaya untuk lapisan
pasir daripada untuk lapisan lempung, karena itu data yang digunakan untuk desain
pondasi pada lapisan lempung dan lanau plastis lebih akurat dengan uji lapangan sondir
atau vane shear dan dari hasil pemeriksaan laboratorium dari hasil pengambilan sample
terhadap contoh-contoh tidak terganggu. Macam-macam pengambilan contoh akan
digunakan dibawah ini.

Pelatihan Structure Engineer of Bridge Construction (STEBC) II-19


STEBC-03: Pengujian Tanah dan Material Bab II: Titik Sondir dan Titik Bor

 Pengambilan Contoh dengan Tabung Contoh berdinding Tipis

Tabung contoh berdinding tipis (shelby tube) atau tabung tekan (push barrel)
digunakan untuk me ngambil contoh tanah tidak terganggu guna pameriksaan
laboratorium. Pengambilan contoh dilakukan dengan menekan tabung tersebut
kedalam lapisan tanah pada kedalaman yang dikehendaki. Diameter contoh tidak
terganggu yang dapat diambil dengan tabung ini berkisar an tara 50,80 mm - 127,00
mm. Pengambilan contoh dengan tabung ini lebih tepat untuk jenis tanah kohesif
(lempung atau lanau) yang bersifat teguh (firm) sampai kenyal (stiff).

Untuk memperoleh prosentase contoh terambil yang lebih tinggi pada tanah lembek
yang bersifat agak lepas (kepasiran, kelanauan) di kepala tabung dipasang bola (ball
check valve), yang harus dapat bekerja dengan baik.

 Pengambilan Contoh dengan Tabung Bertorak (Piston Sampler)

Pengambilan contoh ini dilakukan dengan tabung berdinding tipis yang dilengkaoi
dengan torak didalamnya yang bersifat stationer dalam kerjanya.

Bila alat ini dipergunakan untuk mengambil contoh pasir lepas maka yang perlu
diperhatikan ialah terjadinya kompresi terhadap contoh.

Bila tabung contoh ditekan kedalarm lapisan pasir tadi sedalam lebih dari 5 kali tabung
yang di pergunakan, maka akan terjadi pemadatan karena adanya geseran (friction)
yang berlebihan antara contoh dengan permukaan dalam tabung contoh.

Untuk mendapatkan contoh pasir yang sangat lepas (N<5) alat ini telah dikembangkan
oleh Matsubara (1977), berupa tabung bertorak yang dilengkapi.dengan tabung baja
disebelah luarnya dan mempunyai tabung karet (rubber tube) pada ujung - bawahnya
mencegah terjadinya kehilangan contoh. Dengan cara ini contoh terambil umumnya
dapat menca pai 95%, walaupun ada kemungkinan dapat mencapai 100%. Hal ini
tidak menjamin tidak terjadinya perubahan struktur atau kepadatan (density).

 Pengambilan Contoh dengan Tabung Belah (Split Barrel)

Tabung belah (split barrel atau split spoon) dengan diameter luar 5 cm dan diameter
dalam 3,5 cm disamping digunakan untuk pemeriksaan penetrasi standar dapat pula
digunakan untuk pengambilan contoh. Contoh-contoh yang didapat dari tabung belah
ini bukan merupakan conntoh tidak terganggu, walaupun demikian sebagian struktur
asli dari tanah yang diambil masih dapat dipertahankan, sehingga dapat digunakan
untuk pemeriksaan visual dan klasifikasi. Sebagian contoh-contoh tersebut biasanya
disimpan dalam tabung gelas/plastik untuk arsip dan sebagian lagi untuk pemeriksaan
laboratorium (seperti kadar air, berat jenis, atterberg limit, analisa butir dan
sebagainya). Khusus untuk pemeriksaan kadar air harus ditutup serapat mungkin,
sehinaga tidak ada kehilangan air. Pengambil contoh tabung belah (split barrel
sample) dapat diperoleh dalam beberapa ukuran. Ukuran yang paling umum
digunakan adalah ukuran seperti tersebut diatas.

Pelatihan Structure Engineer of Bridge Construction (STEBC) II-20


STEBC-03: Pengujian Tanah dan Material Bab II: Titik Sondir dan Titik Bor

 Pengambilan Contoh dengan Tabung Penginti Tunggal (Single Core Barrel)

Metoda ini dimaksudkan untuk memperoleh contoh klasifikasi visual dan membuat
bor-log. Contoh inti yang didapat pada umumnya terganggu, akibat tekanan bor pada
waktu pemotongan dan pemasukan inti kedalam tabung tersebut. Pengambilan
contoh dengan menggunakan tabung Penginti tunggal akan menghasilkan inti yang
baik hanya untuk batuan yang keras dan padat, disamping diperlukan kecermatan
pembor.

Bila Pengambilan contoh dengan cara ini digunakan untuk semua jenis tanah (kecuali
lempung yang sangat lembek dan pasir) maka akan dihasilkan contoh-contoh yang
mempunyai komponen-komponen yang sama dengan aslinya.

 Pengambilan Contoh dengan Tabung Penginti Ganda (Double Core Barrel)

Pada umumnya Pengambilan contoh dengan tabung penginti ganda (double core
barrel) lebih luas penggunaannya dan akan memberikan hasil yang lebih baik dari
pada menggunakan tabung penginti tunggal, karena dapat digunakan untuk
mengambil contoh semua jenis tanah/batuan yang diperlukan untuk pemeriksaan
laboratorium. Pengambil contoh ini terdiri atas tabung luar dan tabung dalam, dimana
air/lumpur pembilas bersirkulasi (masuk lewat diantara kedua tabung).

Ada beberapa versi tabung penginti ganda ini yang desainnya bergantung kepada
sifat material yang akan diambil contohnya. Untuk batuan tidak keras digunakan jenis
pengambil contoh yang mempunyai lembaran logam tipis sebagai pelapis bagian
dalam tabung dalam. Pelapis ini berguna untuk memudahkan pengambilan inti dan
merupakan pelindung contoh inti asli sewaktu diangkut ke laboratorium. Untuk batuan
keras pelapis logam tidak diperlukan karena batuan tersebut sudah cukup kuat tanpa
dilindungi pelapis. Beberapa macam batuan misalnya batu gamping lunak dan serpih
lunak harus dibungkus dalam kemasan yang kedap air, karena ke kuatannya akan
berubah bila menjadi kering.

 Pengambilan Contoh dengan Tabung Penginti Rangkap Tiga (Tripple Core


Barrel)

Metoda pengambilan contoh jenis ini lebih teliti dan luas penggunaannya dari pada
metoda pengambilan contoh dengan tabung penginti tunggal dan ganda, dimana
"core recovery" yang didapat lebih tinggi dan dapat digunakan untuk semua jenis
tanah/batuan. Jenis pengambil contoh ini terdiri dari tabung luar, tabung dalam dan
tabung paling dalam.

Prinsip kerja air/lumpur pembilas dalam tipe ini sama dengan tabung penginti ganda,
yaitu cairan pembilas masuk/lewat diantara tabung luar dan dalam. Contoh inti terletak
pada tabung yang paling dalam dan tidak ikut berputar pada waktu pemboran.
Keutuhan contoh pada tabung penginti rangkap tiga lebih terjamin dari pada tabung
penginti ganda, karena contoh tidak terganggu oleh semprotan cairan pembilas pada

Pelatihan Structure Engineer of Bridge Construction (STEBC) II-21


STEBC-03: Pengujian Tanah dan Material Bab II: Titik Sondir dan Titik Bor

ujung mata bor. Jenis tabung penginti rangkap tiga ini ada yang dikombinasikan
dengan tabung retraktor yang menarik inti kedalam (tripple tube retraktor core barrel).
Tabung retraktor ini digunakan untuk mengambil contoh material yang bersifat lunak
dan lepas.

 Pengambilan Contoh Bilasan (Wash Sampling)

Pengambilan contoh tanah dengan pembilasan adalah untuk mendapatkan contoh


tanah tidak asli dari suatu lapisan tanah/batuan yang ikut terbawa air pembilas yang
digunakan dalam pemboran.

Pengambilan contoh dengan cara ini tidak dianjurkan, kecuali bila sangat terpaksa,
karena contoh yang terambil sangat terganggu walaupun demikian semua contoh
bilasan harus dikumpulkan untuk seluruh kedalaman.

Penggambaran yang hanya berdasarkan pada contoh yang terbawa air pembilas
sering menghasilkan kesimpulan yang keliru. Pengamatan contoh yang didapat
dengan pembilasan hanya berguna untuk melihat perubahan macam lapisan
tanah/batuan.

 Pengambilan Contoh Kubus

Metoda ini dilakukan untuk memperoleh contoh kubus dari tanah keras/batuan yang
relatif dangkal dengan membuat sumur uji (trench). Umumnya ukuran kubus
20x20x20 cm3.

Metoda ini dapat dilakukan dengan mudah, bila lokasi pengambilan contoh kubus
terletak diatas muka air tanah. Untuk lokasi dibawah muka air tanah, maka peralatan
penggalian harus dilengkapi dengan pompa isap untuk mengeringkan dasar lubang
galian. Contoh kubus digunakan untuk pemeriksaan lengkap dilaboratorium. Contoh
diambil dengan cara ini relatif tidak terganggu.

 Perlindungan dan Pengangkutan Contoh

Contoh tanah atau batuan sebagai hasil penyelidikan dilapangan dikumpulkan


kemudian diangkut ke laboratorium untuk pemeriksaan selanjutnya.

Harus diingat bahwa contoh-contoh tersebut mudah rusak, sehingga harus benar-
benar diperhatikan cara/melindungi dan pengepakan didalam pengangkutan ke
laboratorium. Perlu disadari bahwa pemakaian data dan hasil pemeriksaan contoh
yang telah rusak seringkali lebih jelek dibandingkan dengan tidak ada contoh sama
sekali.

Pelatihan Structure Engineer of Bridge Construction (STEBC) II-22


STEBC-03: Pengujian Tanah dan Material Bab III: Properties Tanah

BAB III
KARAKTERISTIK DAN SIFAT-SIFAT TEKNIK
(PROPERTIES) TANAH

3.1 METODE PELAKSANAAN GALIAN STRUKTUR

3.1.1 CAKUPAN PEKERJAAN

galian struktur

muka air sungai

tebing galian struktur

Galian Struktur mencakup galian pada segala jenis tanah dalam batas pekerjaan yang
disebut atau ditunjukkan dalam Gambar untuk Struktur. Setiap galian yang didefinisikan
sebagai Galian Biasa atau Galian Batu tidak dapat dimasukkan dalam Galian Struktur.
Galian Struktur terbatas untuk galian lantai pondasi jembatan, tembok beton penahan
tanah, dan struktur pemikul beban lainnya selain yang disebut dalam Spesifikasi Teknis.
Pekerjaan galian struktur mencakup :

 penimbunan kembali dengan bahan yang disetujui oleh Direksi Pekerjaan;


 pembuangan bahan galian yang tidak terpakai;
 semua keperluan drainase, pemompaan, penimbaan, penurapan, penyokong;
 pembuatan tempat kerja atau cofferdam beserta pembongkarannya.

Kelandaian akhir, garis dan formasi sesudah galian tidak boleh berbeda lebih dari 2 cm dari
yang ditentukan dalam Gambar Rencana.

Pelatihan Structure Engineer of Bridge Construction (STEBC) III-1


STEBC-03: Pengujian Tanah dan Material Bab III: Properties Tanah

3.1.2 KESIAPAN KERJA

Sebelum memulai pelaksanaan galian struktur, harus dibuat terlebih dahulu gambar detil
seluruh struktur sementara yang akan digunakan, seperti penyokong (shoring), pengaku
(bracing), cofferdam, dan dinding penahan rembesan (cut-off wall).

3.1.3 PENGAMANAN PEKERJAAN GALIAN

 Pelaksanaan pekerjaan galian harus dapat menjamin keselamatan pekerja bagi petugas
pekerjaan galian, penduduk dan bangunan yang ada di sekitar lokasi galian.

 Selama pelaksanaan pekerjaan galian, lereng sementara galian yang stabil dan mampu
menahan pekerjaan, struktur atau mesin di sekitarnya, harus dipertahankan sepanjang
waktu, penyokong (shoring) dan pengaku (bracing) yang memadai harus dipasang
bilamana permukaan lereng galian mungkin tidak stabil. Bilamana diperlukan, harus
diupayakan untuk menyokong atau mendukung struktur di sekitarnya, yang jika tidak
dilaksanakan dapat menjadi tidak stabil atau rusak oleh pekerjaan galian tersebut.

 Untuk menjaga stabilitas lereng galian dan keamanan pekerja maka galian tanah yang
lebih dari 5 meter harus dibuat bertangga dengan teras selebar 1 meter.

 Peralatan berat untuk pemindahan tanah, pemadatan atau keperluan lainnya tidak
diijinkan berada atau beroperasi lebih dekat 1,5 m dari galian pondasi untuk struktur,
terkecuali bilamana struktur yang telah terpasang dalam galian dan galian tersebut telah
ditimbun kembali dengan bahan yang memenuhi Spesifikasi Teknis dan telah
dipadatkan.

 Cofferdam, dinding penahan rembesan (cut-off wall) atau cara lainnya untuk
mengalihkan air di daerah galian harus dirancang sebagaimana mestinya dan cukup
kuat untuk menjamin bahwa keruntuhan mendadak yang dapat membanjiri tempat kerja
dengan cepat, tidak akan terjadi.

 Dalam setiap saat, bilamana pekerja atau orang lain berada dalam lokasi galian, dimana
kepala mereka, yang meskipun hanya kadang-kadang saja, berada di bawah permukaan
tanah, maka harus ditempatkan seorang pengawas keamanan di lokasi kerja yang
tugasnya hanya memantau keamanan dan kemajuan. Sepanjang waktu penggalian,
peralatan galian cadangan (yang belum dipakai) serta perlengkapan P3K harus tersedia
pada tempat kerja galian.

 Bahan peledak yang diperlukan untuk galian batu harus disimpan, ditangani, dan
digunakan dengan hati-hati dan di bawah pengendalian yang ekstra ketat sesuai
dengan Peraturan dan Perundang-undangan yang berlaku. Harus dicegah
Pelatihan Structure Engineer of Bridge Construction (STEBC) III-2
STEBC-03: Pengujian Tanah dan Material Bab III: Properties Tanah

pengeluaran atau penggunaan yang tidak tepat atas setiap bahan peledak dan harus
dapat dijamin bahwa penanganan peledakan hanya dipercayakan kepada orang yang
berpengalaman dan bertanggungjawab.

 Semua galian terbuka harus diberi rambu peringatan dan penghalang (barikade) yang
cukup untuk mencegah pekerja atau orang lain terjatuh ke dalamnya, dan setiap galian
terbuka pada lokasi jalur lalu lintas maupun lokasi bahu jalan harus diberi rambu
tambahan pada malam hari berupa drum yang dicat putih (atau yang sejenis) beserta
lampu merah atau kuning guna menjamin keselamatan para pengguna jalan.

 Perluasan setiap galian terbuka pada setiap operasi harus dibatasi sepadan dengan
pemeliharaan permukaan galian agar tetap dalam kondisi yang mulus (sound), dengan
mempertimbangkan akibat dari pengeringan, perendaman akibat hujan dan gangguan
dari operasi pekerjaan berikutnya.

 Bilamana lalu lintas pada jalan terganggu karena peledakan atau operasi-operasi
pekerjaan lainnya, harus diupayakan mendapatkan persetujuan terlebih dahulu atas
jadwal gangguan tersebut dari pihak yang berwenang.

3.1.4 KONDISI TEMPAT KERJA

 Seluruh galian harus dijaga agar bebas dari air dan harus disediakan semua bahan,
perlengkapan dan pekerja yang diperlukan untuk pengeringan (pemompaan), pengalihan
saluran air dan pembuatan drainase sementara, dinding penahan rembesan (cut-off wall)
dan cofferdam. Pompa siap pakai di lapangan harus senantiasa dipelihara sepanjang
waktu untuk menjamin bahwa tak akan terjadi gangguan dalam pengeringan dengan
pompa.

 Bilamana Pekerjaan sedang dilaksanakan pada drainase lama atau tempat lain dimana
air atau tanah rembesan (seepage) mungkin sudah tercemari, maka harus senantiasa
dipelihara tempat kerja dengan memasok air bersih yang akan digunakan oleh pekerja
sebagai air cuci, bersama-sama dengan sabun dan desinfektan yang memadai.

3.1.5 PERBAIKAN TERHADAP PEKERJAAN GALIAN YANG TIDAK


MEMENUHI KETENTUAN

 Pekerjaan galian yang tidak memenuhi toleransi yang diberikan harus diperbaiki
sehingga dicapai garis dan ketinggian akhir yang memenuhi toleransi sebagaimana
dipersyaratkan dan ditunjukkan dalam Gambar Rencana.

Pelatihan Structure Engineer of Bridge Construction (STEBC) III-3


STEBC-03: Pengujian Tanah dan Material Bab III: Properties Tanah

3.1.6 UTILITAS BAWAH TANAH

 Harus diupayakan untuk memperoleh informasi tentang keberadaan dan lokasi utilitas
bawah tanah dan untuk memperoleh dan membayar setiap ijin atau wewenang lainnya
yang diperlukan dalam melaksanakan galian struktur.

 Harus diupayakan untuk menjaga dan melindungi setiap utilitas bawah tanah yang masih
berfungsi seperti pipa, kabel, atau saluran bawah tanah lainnya atau struktur yang
mungkin dijumpai dan untuk memperbaiki setiap kerusakan yang timbul akibat operasi
kegiatannya.

3.1.7 PENGGUNAAN DAN PEMBUANGAN BAHAN GALIAN

 Semua bahan galian tanah dan galian batu yang dapat dipakai dalam batas-batas dan
lingkup proyek bilamana memungkinkan harus digunakan secara efektif untuk formasi
timbunan atau penimbunan kembali.

 Bahan galian yang mengandung tanah yang sangat organik, tanah gambut (peat),
sejumlah besar akar atau bahan tetumbuhan lainnya dan tanah kompresif yang akan
menyulitkan pemadatan bahan di atasnya atau yang mengakibatkan setiap kegagalan
atau penurunan (settlement) yang tidak dikehendaki, harus diklasifikasikan sebagai
bahan yang tidak memenuhi syarat untuk digunakan sebagai timbunan dalam pekerjaan
permanen.

 Setiap bahan galian yang melebihi kebutuhan timbunan, harus dibuang dan diratakan di
luar Ruang Milik Jalan.

3.1.8 PENGEMBALIAN BENTUK DAN PEMBUANGAN PEKERJAAN


SEMENTARA

 Semua struktur sementara seperti cofferdam atau penyokong (shoring) dan pengaku
(bracing) harus dibongkar setelah struktur permanen atau pekerjaan lainnya selesai.
Pembongkaran harus dilakukan sedemikian sehingga tidak mengganggu atau merusak
struktur atau formasi yang telah selesai.

 Bahan bekas yang diperoleh dari pekerjaan sementara dapat dipergunakan untuk
pekerjaan permanen.

 Setiap bahan galian yang sementara waktu diijinkan untuk ditempatkan dalam saluran air
harus dibuang seluruhnya setelah pekerjaan berakhir sedemikian rupa sehingga tidak
mengganggu saluran air.

Pelatihan Structure Engineer of Bridge Construction (STEBC) III-4


STEBC-03: Pengujian Tanah dan Material Bab III: Properties Tanah

 Seluruh tempat bekas galian bahan atau sumber bahan yang digunakan harus
ditinggalkan dalam suatu kondisi yang rata dan rapi dengan tepi dan lereng yang stabil
dan saluran drainase yang memadai.

3.1.9 PROSEDUR PENGGALIAN

 Penggalian harus dilaksanakan menurut kelandaian, garis, dan elevasi yang ditentukan
dalam Gambar Rencana dan harus mencakup pembuangan semua bahan dalam bentuk
apapun yang dijumpai, termasuk tanah, batu, batu bata, beton, pasangan batu dan
bahan perkerasan lama, yang tidak digunakan untuk pekerjaan permanen.

 Pekerjaan galian harus dilaksanakan dengan gangguan yang seminimal mungkin


terhadap bahan di bawah dan di luar batas galian.

 Bilamana bahan yang terekspos pada garis formasi atau tanah dasar atau pondasi
dalam keadaan lepas atau lunak atau kotor, maka bahan tersebut harus seluruhnya
dipadatkan atau dibuang dan diganti dengan timbunan yang memenuhi syarat.

 Bilamana batu, lapisan keras atau bahan yang sukar dibongkar dijumpai pada garis
formasi untuk pondasi struktur, maka bahan tersebut harus digali 15 cm lebih dalam
sampai permukaan yang mantap dan merata. Tonjolan-tonjolan batu yang runcing pada
permukaan yang terekspos tidak boleh tertinggal dan semua pecahan batu yang
diameternya lebih besar dari 15 cm harus dibuang. Profil galian yang disyaratkan harus
diperoleh dengan cara menimbun kembali dengan bahan yang memenuhi prsyaratan
Spesifikasi dan dipadatkan.

 Peledakan sebagai cara pembongkaran batu hanya boleh digunakan jika, menurut
pendapat pejabat yang berwenang, tidak praktis menggunakan alat bertekanan udara
atau suatu penggaru (ripper) hidrolis berkuku tunggal. Pejabat yang berwenang dapat
melarang peledakan dan memerintahkan untuk menggali batu dengan cara lain, jika,
menurut pendapatnya, peledakan tersebut berbahaya bagi manusia atau struktur di
sekitarnya, atau bilamana dirasa kurang cermat dalam pelaksanaannya.

 Harus disediakan anyaman pelindung ledakan (heavy mesh blasting) untuk melindungi
orang, bangunan dan pekerjaan selama penggalian. Jika dipandang perlu, peledakan
harus dibatasi waktunya.

 Penggalian batu harus dilakukan sedemikian, apakah dengan peledakan atau cara
lainnya, sehingga tepi-tepi potongan harus dibiarkan pada kondisi yang aman dan serata
mungkin. Batu yang lepas atau bergantungan dapat menjadi tidak stabil atau

Pelatihan Structure Engineer of Bridge Construction (STEBC) III-5


STEBC-03: Pengujian Tanah dan Material Bab III: Properties Tanah

menimbulkan bahaya terhadap pekerjaan atau orang harus dibuang, baik terjadi pada
pemotongan batu yang baru maupun yang lama.

3.1.10 METODE PENGERINGAN (DEWATERING)

Galian struktur diperlukan untuk memberikan ruang bagi pembuatan bangunan bawah
jembatan. Persoalan pelaksanaan akan muncul apabila ternyata permukaan air tanah
terletak pada kedalaman tanah yang termasuk harus digali, artinya tepi bawah abutment
terletak di bawah permukaan air tanah. Jika kondisi seperti ini yang dihadapi, maka
langkah pertama yang harus dilakukan adalah menurunkan permukaan air tanah agar
galian struktur dapat dilakukan mengikuti shop drawing.

Lihat sketsa tersebut di bawah :

permukaan tanah asli sebelum


pondasi sumuran dipasang

Tepi galian struktur

permukaan air tanah sebelum


pondasi sumuran dipasang

tepi galian struktur

muka air sungai

dasar pondasi sumuran

Catatan :
 Pada contoh skets di atas, jika tidak dilakukan pengendalian
terhadap permukaan air tanah, maka akan sulit untuk
mencapai galian pada kedalaman tepi bawah pondasi
sumuran sebagaimana dikehendaki dalam perencanaan
teknis.
 Untuk mengatasi hal ini ada beberapa metode pengeringan
(dewatering) yang perlu dipilih agar galian struktur dapat
dilaksanakan.
 Prinsip dewatering dalam hal ini adalah membuang air tanah
yang merembes, bisa dengan open pumping, pre drain, atau
cut off tergantung kondisi lapangan.

Pelatihan Structure Engineer of Bridge Construction (STEBC) III-6


STEBC-03: Pengujian Tanah dan Material Bab III: Properties Tanah

Dewatering dimaksudkan untuk :


 Dapat menyiapkan lantai kerja pada dasar galian struktur;
 Menjaga stabilitas tepi-tepi galian agar tidak runtuh;
 Mencegah kerusakan dasar galian dari kemungkinan terjadinya ”piping” yang
melemahkan daya dukung tanah.

Untuk dapat menentukan metode dewatering mana yang akan digunakan dalam
menyediakan ruang untuk meletakkan tepi bawah abutment jembatan diperlukan data-
data sebagai berikut:
 perkiraan volume air per satuan waktu di dalam lubang galian struktur yang harus
dikeringkan,
 posisi permukaan air tanah,
 faktor permeabilitas tanah, dan
 data-data properties lainnya (hasil pekerjaan boring, dilakukan pengujian
laboratorium);

yang diperlukan untuk mengendalikan posisi permukaan air tanah guna mencegah atau
mengurangi pengaruh rembesan air tanah dalam pelaksanaan pekerjaan galian struktur.

Berikut ini diberikan beberapa 2 (dua) metode dewatering :

a. Open pumping

Metode ini digunakan jika diperhitungkan bahwa dalam pelaksanaan galian struktur,
volume air per satuan waktu yang akan menggenangi lubang galian (yang
mengalir/berasal dari air tanah) relatif tidak banyak, masih bisa ditanggulangi dengan
memasang pompa penyedot air. Berikut ini adalah sketsa contoh galian struktur untuk
keperluan menempatkan pondasi sumuran, dalam kondisi volume rembesan air ke
lubang galian per satuan waktu masih dapat ditanggulangi dengan sistem open
pumping.

Pelatihan Structure Engineer of Bridge Construction (STEBC) III-7


STEBC-03: Pengujian Tanah dan Material Bab III: Properties Tanah

lereng galian struktur

lubang galian untuk


pondasi sumuran

pompa penyedot air

Rembesan air
permukaan

muka air sungai

dasar pondasi sumuran

pondasi
sumuran
ke sungai

pondasi
sumuran
ke sungai

Dalam contoh di atas direncanakan memasang 2 (dua) pondasi sumuran untuk


memikul beban-beban jembatan melalui abutment. Galian untuk pondasi sumuran
dilaksanakan satu demi satu, setelah dinding sumuran untuk 1 (satu) pondasi
sumuran selesai dan diisi dengan beton siklop, galian pondasi berikutnya baru boleh
dimulai. Sebelumnya untuk memudahkan petugas melaksanakan pemasangan
dinding sumuran, disiapkan lantai kerja (lean concrete) dengan ukuran sama dengan
ukuran tapak bangunan bawah, dikosongkan di posisi untuk meletakkan dinding
sumuran. Setelah dicek bahwa letak dinding sumuran sudah tepat, pekerjaan galian

Pelatihan Structure Engineer of Bridge Construction (STEBC) III-8


STEBC-03: Pengujian Tanah dan Material Bab III: Properties Tanah

dimulai dengan terlebih dahulu meletakkan dinding sumuran di posisi sesuai dengan
yang direncanakan. Kemudian tanah digali dan dibuang, dinding sumuran akan turun
karena berat sendiri, jika dinding pertama telah turun sehingga tepi atas dinding
sumuran mencapai elevasi lantai kerja, dinding sumuran kedua diletakkan diatasnya.
Pekerjaan galian struktur dilanjutkan, tanah hasil galian dibuang, dinding sumuran
yang kedua semakin turun, demikian seterusnya sampai akhirnya dicapai galian
struktur sampai pada ke dalaman tanah keras untuk meletakkan dasar pondasi
sumuran. Air tanah yang merembes melalui dasar galian dipompa ke luar dengan
pompa penyedot air yang telah dipasang di lantai kerja. Proses galian dan penyedotan
air di lokasi galian berlangsung terus (air dibuang ke saluran pembuang, dalam contoh
dibuang ke sungai karena abutment dibuat untuk jembatan yang melintasi sungai)
sampai tepi bawah dinding sumuran mencapai elevasi yang direncanakan.
Pertanyaannya sekarang adalah bagaimana menghitung besaran-besaran yang
diperlukan untuk mengetahui volume air (rembesan) per satuan waktu sebagaimana
dikemukakan di atas. Untuk menjawab hal tersebut, berikut ini diberikan hukum Darcy
yang dapat digambarkan sebagai berikut :

Catatan :
Pada contoh (I) : arah flow (aliran air) horizontal
Pada contoh (II) : arah flow vertikal

vp = kp.S
vp = Kecepatan rembesan air
Koefisien rembesan (koefisien perkolasi), yaitu kecepatan
kp = rata-rata aliran air melalui pori-pori tanah pada kondisi S =
1.0
S = Gradien hidrolik, yaitu h/L
h = Perbedaan tinggi muka air pada jarak L
L = Tebal lapis tanah, diukur searah dengan arah aliran air

Penggunaan secara praktis, akan lebih mudah menghitung luas penampang tanah
yang dilalui oleh rembesan air dibandingkan dengan menghitung luas pori-pori tanah
(voids). Dalam hal ini koefisien rembesan ”kp” kita ganti dengan koefisien
permeabilitas ”k”, yang didefinisikan sebagai kecepatan rata-rata imajiner ”v” suatu

Pelatihan Structure Engineer of Bridge Construction (STEBC) III-9


STEBC-03: Pengujian Tanah dan Material Bab III: Properties Tanah

rembesan air pada suatu penampang tanah (butir + pori), yang terjadi pada kondisi
gradien hidrolik S = 1.0.

Jadi : v = k.S

Asumsi yang diberikan disini ialah bahwa luas penampang voids rata-rata proportional
dengan volume pori (volume of voids) Vv. Hubungan antara k dengan kp dapat
diberikan sebagai berikut : k = (Vv/V).kp dimana V = Va + Vw + Vs sedangkan Vv = Va
+ Vw.

Catatan : Va = volume udara, Vw = volume air, Vs = volume butir; V = volume total,


selanjutnya lihat ilustrasi yang menggambarkan secara skematis porositas tanah
tersebut di bawah :

air (udara) Va

water (air) Vv
Vw
V

solid (butir)
Vs

Untuk menghitung volume air per satuan waktu (debit) yang menggenangi lubang
galian dapat digunakan rumus tersebut di bawah :

Q = k.S.A.t
Q = Debit
k = Koefisien permeabilitas
S = Gradien hidrolik, yaitu h/L
A = Luas penampang tanah
t = Waktu

b. Pre Drainage
Metode ini digunakan jika diperhitungkan bahwa dalam pelaksanaan galian struktur,
volume air per satuan waktu yang akan menggenangi lubang galian (yang
mengalir/berasal dari air tanah) relatif banyak, sehingga tidak lagi mungkin
menggunakan open pumping. Prinsip yang digunakan adalah menurunkan permukaan

Pelatihan Structure Engineer of Bridge Construction (STEBC) III-10


STEBC-03: Pengujian Tanah dan Material Bab III: Properties Tanah

air tanah di bawah dasar galian agar posisi air tanah berada lebih rendah dibanding
dengan tepi bawah pondasi (dalam contoh : pondasi sumuran).

lereng galian struktur

lubang galian untuk


pondasi sumuran

pompa penyedot air

permukaan air tanah


sebelum pre drain

muka air sungai

permukaan air tanah


setelah pre drain

well point

pondasi ke sungai
sumuran

pompa penyedot air

pondasi
sumuran
ke sungai

Penurunan elevasi permukaan air tanah di bawah dasar galian direncanakan dengan
menggunakan well point system atau deep well. Desain well points dimaksudkan
untuk menentukan berapa banyaknya well points yang diperlukan, berapa kedalaman
well poins, dimana well points harus ditempatkan, berapa jumlah pompa yang
diperlukan, dan berapa kapasitas pompa yang harus dipasang. Satu well point system
pada umumnya direncanakan untuk dapat menurunkan permukaan air tanah (suction

Pelatihan Structure Engineer of Bridge Construction (STEBC) III-11


STEBC-03: Pengujian Tanah dan Material Bab III: Properties Tanah

lift) 5–7 m di bawah permukaan tanah asli. Jarak antara untuk masing-masing well
point pada umumnya berkisar antara 1–4 m, tepi atas well point difungsikan sebagai
penghisap air dari well point, dialirkan melalui header pipe ke pompa penyedot air.
Dari sini air dibuang ke saluran pembuang, dalam contoh air yang disedot oleh pompa
dibuang ke sungai. Dalam contoh sketsa, untuk menurunkan permukaan air tanah
dipasang 12 (dua belas) well point. Untuk menghitung kebutuhan well point termasuk
di elevasi mana dasar wall point harus ditentukan, diperlukan pengujian laboratorium
atas hasil boring, guna mendapatkan properties tanah, untuk bahan masukan
perhitungan desain.

Pemahaman dasar tentang penggunaan hukum Darcy untuk memperhitungkan


volume rembesan air ke dalam galian tanah, barangkali dapat membantu para
perencana menentukan apakah dapat menggunakan open pumping atau pre drainage
atau yang lainnya misalnya memasang sheet pile di luar galian untuk pondasi
sumuran. Yang terakhir ini tidak dijelaskan di sini karena pada umumya sheet pile
digunakan untuk galian struktur berbentuk persegi yang memerlukan ruang kerja
pekerjaan pondasi yang sama sekali terbebas dari aliran air tanah. Jadi dalam hal ini
yang diperlukan adalah memotong flow air tanah dengan sheet pile, berbentuk persegi
tertutup, air tanah di sekeliling luar galian tidak diturunkan. Sheet pile dipancang
sampai minimal sama dengan tepi bawah akuifer, sehingga aliran akuifer tidak bocor
ke lubang galian.

3.2. PENGARUH MUKA AIR TANAH

3.2.1 AIR DI DALAM TANAH

Air di dalam tanah terdiri dari jenis-jenis sebagai berikut:


- Air higroskopis
- Air kapiler, dengan gaya kapiler dan gravitasi
- Air tanah grafitasi, bisa merupakan air tanah dalam kondisi bebas atau air tanah
dalam kondisi artesis.

Air higroskopis menyerupai zat yang sifatnya semi padat dan melekat dengan kuat pada
permukaan butir-butir tanah karena tenaga electro-chemical. Air tersebut tidak dapat
dikeluarkan dari butir-butir tanah kecuali dengan pemanasan yang tinggi.

Air kapiler tertahan dan bergerak dalam tanah dengan tenaga kapiler dari rongga-rongga
tanah dan gaya gravitasi. Air kapiler dapat naik dari permukaan air tanah ke tanah dasar
dan pondasi jalan dan akan menurunkan daya dukung maupun kuat geser dari material-
material tersebut.
Pelatihan Structure Engineer of Bridge Construction (STEBC) III-12
STEBC-03: Pengujian Tanah dan Material Bab III: Properties Tanah

Berikut ini sketsa yang menggambarkan keberadaan 3 jenis air di dalam tanah:

Air tanah biasanya diklasifikasikan ke dalam 2 type yaitu air tanah dengan permukaan air
bebas dan air tanah pada kondisi sumur artesis.
Berikut ini diberikan skema yang menggambarkan hubungan antara air tanah, tekanan
air pori dan derajat kejenuhan.

 w .h2
Air
h2
kapiler
Tekanan air pori
Permukaan air tanah

Air
h1 tanah
Tekanan air tanah bebas

 w .h1

100%
Tekanan air tanah / air pori Derajat kejenuhan

Pelatihan Structure Engineer of Bridge Construction (STEBC) III-13


STEBC-03: Pengujian Tanah dan Material Bab III: Properties Tanah

3.2.2 GERAKAN AIR TANAH

Air bergerak mengikuti hukum gravitasi yaitu menuju ke tempat yang lebih rendah. Air
hujan yang bergerak sebagai aliran permukaan, dalam perjalanan menuju ke tempat yang
lebih rendah mempunyai beberapa kemungkinan:
- Menguap, bergabung menjadi awan untuk kemudian jika ”persyaratannya” sudah
dipenuhi akan turun kembali ke bumi menjadi hujan.
- Meresap ke dalam tanah karena melewati tanah yang koefisien permeabilitasnya
memungkinkan bagi aliran air permukaan untuk infiltrasi ke dalam tanah.
- Melanjutkan perjalanan ke tempat yang lebih rendah karena tidak mempunyai
kesempatan menguap atau merembes ke dalam tanah karena melewati lapisan-
lapisan tanah yang impermeabel, namun setelah mencapai tempat yang lebih rendah
juga mempunyai kemungkinan menguap dan infiltrasi.

Siklus tersebut berulang, namun yang akan kita garisbawahi adalah aliran air permukaan
yang mempunyai kesempatan infiltrasi ke dalam tanah. Apa yang terjadi setelah air
permukaan tersebut merembes ke dalam tanah? Jawabannya adalah tergantung dari
stratifikasi tanah yang dilaluinya, air infiltrasi ini bisa mengumpul menjadi air tanah dengan
permukaan air bebas atau air tanah yang menjadi sumur artesis, mengalir ke permukaan
sebagai mata air.
Sketsa berikut menunjukkan beberapa keadaan air tanah yang berbeda-beda karena
stratigrafi tanah yang keadaannya juga sangat kompleks:

Pelatihan Structure Engineer of Bridge Construction (STEBC) III-14


STEBC-03: Pengujian Tanah dan Material Bab III: Properties Tanah

Tinggi muka air tanah dapat berubah karena pengaruh musim, karena adanya galian atau
timbunan, kalau dekat dengan sungai atau danau juga bisa terjadi karena turun atau
naiknya permukaan air sungai danau. Jadi tinggi permukaan air tanah mempunyai sifat
fluktuatif, kalau kebetulan jenis tanahnya mempunyai tenaga kapiler yang tinggi, air dari
sekitarnya akan bergerak menuju ke tanah tersebut. Jika tanah tersebut dalam keadaan
kering, maka tenaga kapiler akan menyedot air yang ada di bawahnya. Pada umumnya
tanah yang berbutir halus mempunyai tenaga kapiler yang lebih besar dari pada tanah
yang berbutir kasar, sehingga tanah yang berbutir halus akan mempunyai kadar air yang
lebih tinggi dari pada tanah berbutir kasar. Lihat grafik tersebut di bawah:

Kadar air di atas permukaan air tanah akan dipengaruhi oleh cuaca. Meskipun demikian,
karena penguapan dari permukaan tanah akan diimbangi oleh suplai dari air kapiler,
maka kadar air tanah pada umumnya tidak menunjukkan fluktuasi yang besar kecuali
pada lapisan yang langsung di bawah permukaan tanah.

3.2.3 PENGARUH PERMUKAAN AIR TANAH PADA OPRIT JEMBATAN

Pengaruh permukaan air tanah pada galian struktur dan penempatan pondasi jembatan
telah dijelaskan dalam bab-bab sebelumnya. Oleh karena pekerjaan membangun
jembatan juga mencakup pekerjaan membangun oprit jembatan, maka dalam uraian ini
akan dijelaskan bagaimana mempertimbangkan perencanaan oprit jembatan jika ternyata
oprit jembatan terletak di atas lapisan tanah yang pengaruh muka air tanahnya tidak
Pelatihan Structure Engineer of Bridge Construction (STEBC) III-15
STEBC-03: Pengujian Tanah dan Material Bab III: Properties Tanah

dapat diabaikan. Pada umumnya apabila permukaan air tanah berada pada kedalaman 
1 m di bawah tepi bawah subbase, pengaruhnya terhadap lapisan perkerasan dapat
diabaikan.

Apabila permukaan air tanah dekat atau lebih tinggi dari permukaan jalan, akan
diperlukan subgrade drainage berupa longitudinal drain untuk menurunkan permukaan air
tanah. Kalau longitudinal drain belum cukup, dapat ditambahkan drainage layer plus
transverse interceptor drain. Lihat sketsa dihalaman berikut.

Pada gambar (a) jalan dibuat di suatu lereng sehingga sebagian di atas galian dan
sebagian lagi di atas timbunan. Permukaan air tanah diturunkan dengan cara memasang
longitunal drain pada sebelah kiri tepi perkerasan.

Pada gambar (b) jalan dibuat pada daerah galian, padahal posisi semula permukaan air
tanah berada di atas permukaan jalan. Untuk menurunkan permukaan air tanah di tepi
kiri-kanan dipasang longitudinal drain.

Pada gambar (c) dijumpai kasus jalan raya 4 (empat) jalur dengan posisi semula
permukaan air tanah di atas permukaan jalan. Oleh karena jarak antara longitudinal kiri
dan kanan agak jauh, untuk menurunkan permukaan air tanah masih diperlukan
longitudinal drain lagi di tengah-tengah.

Pelatihan Structure Engineer of Bridge Construction (STEBC) III-16


STEBC-03: Pengujian Tanah dan Material Bab III: Properties Tanah

(d)

Pada gambar (d) diperlihatkan kondisi dimana longitudinal drain saja belum cukup mampu
untuk menghindari rembesan air tanah, padahal bagian jalan tersebut terletak pada
perpindahan dari daerah galian ke daerah timbunan. Yang dikhawatirkan adalah air juga
akan merembes ke daerah timbunan. Untuk menangani kasus ini disarankan
mengkombinasikan pemakaian transverse inceptor drain dan drainage layer yang
dipasang di bawah base, sebagai pengganti subbase. Lihat sketsa di bawah :

 Berikut ini adalah contoh-contoh lain cara membuang air tanah yang dinilai
mengganggu daya dukung subgrade :

Pelatihan Structure Engineer of Bridge Construction (STEBC) III-17


STEBC-03: Pengujian Tanah dan Material Bab III: Properties Tanah

Jika tekanan hidrostatis relatif kecil

Jika tekanan hidrostatis cukup besar

Filter material
 Harus mempunyai permeabilitas yang cukup tinggi agar dapat membuang dengan
cepat air tanah yang mengganggu tanah dasar.
 Terdiri dari pasir, kerikil atau batu pecah yang gradasinya terkontrol.

Pelatihan Structure Engineer of Bridge Construction (STEBC) III-18


STEBC-03: Pengujian Tanah dan Material Bab III: Properties Tanah

 Bersih dari pelapukan dan mempunyai pembagian butir yang memenuhi


persyaratan-persyaratan tertentu sebagai berikut :

D15 filter D15 filter D15 filter


< 5; >5; > 2
D85 subgrade D15 subgrade Dlobang

Persyaratan di atas dimaksudkan agar filter tidak tersumbat oleh material halus
dari tanah dasar. Selanjutnya lihat grafik di bawah:

Sumber : Subsoil Drainage, The Post Graduate Program on Highway Engineering, ITB-DPUT-JICA, 1976

3.2.4 DAYA DUKUNG TANAH DASAR

Jika kadar air pada tanah dasar naik sampai kadar air optimum, maka nilai kerapatan
kering maksimum juga naik. Artinya daya dukung tanah dasar akan naik seiring dengan
kenaikan kadar air namun hal ini hanya terjadi sampai pada kadar air optimum. Jika kadar
air tanah dasar tadi ditambah lagi sehingga melebihi kadar air optimum, maka nilai
kerapatan kering maksimum akan turun, artinya daya dukung tanah dasar akan semakin
turun jika kadar air yang ditambahkan semakin jauh melewati kadar air optimum. Lihat
grafik yang menunjukkan hubungan antara kerapatan kering maksimum dengan kadar air
tersebut di bawah:

Pelatihan Structure Engineer of Bridge Construction (STEBC) III-19


STEBC-03: Pengujian Tanah dan Material Bab III: Properties Tanah

Mengacu pada Spesifikasi, pada oprit jembatan, tanah dasar yang dipersiapkan sebagai
badan jalan harus dipadatkan terlebih dahulu sebelum diatasnya dipasang lapis-lapis
perkerasan. Apakah yang dimaksud dengan tanah dasar pada pekerjaan jalan tersebut?
Tanah dasar dapat dibentuk dari timbunan biasa, timbunan pilihan, lapis pondasi agregat,
atau tanah asli di daerah galian. Tanah dasar harus dipadatkan hanya pada kondisi
bilamana kadar air material berada dalam rentang 3% di bawah kadar air optimum sampai
1% di atas kadar air optimum. Kadar air optimum harus didefinisikan sebagai kadar air
pada kepadatan kering maksimum yang diperoleh bilamana tanah dipadatkan sesuai
dengan SNI 03-1742-1989.

Lihat skema di atas, pada kondisi I beban roda P diterima oleh bidang yang lebih luas
dibandingkan dengan kondisi II  q1 < q2.

Jadi permasalahan daya dukung tanah dasar menjadi krusial apabila elevasi permukaan
air tanah dekat dengan elevasi permukaan tanah dasar. Pada kondisi tertentu akibat air
kapiler, air tanah akan tersedot naik ke tanah dasar sehingga kadar air di dalam tanah
dasar melebihi batas kadar air optimum, berarti daya dukungnya menjadi turun. Hal inilah
yang harus diatasi dengan menyiapkan drainase bawah permukaan agar permukaan air
tanah tidak semakin mendekat ke permukaan tanah dasar.

Pelatihan Structure Engineer of Bridge Construction (STEBC) III-20


STEBC-03: Pengujian Tanah dan Material Bab III: Properties Tanah

3.2.5 SISTEM DRAINASE BAWAH PERMUKAAN

Prinsip utama yang disarankan adalah menjaga agar pada oprit jembatan, lapis
perkerasan dan subgrade relatif tetap kering. Sketsa di atas menggambarkan keadaan
dimana permukaan air tanah berada di bawah subbase.

Air infiltrasi relatif tidak sempat masuk ke dalam subbase, karena sesuai dengan sifatnya
yang ”high permable” open graded dapat mengalirkan air kesamping, ditampung oleh
collector pipe. Dari sini air dibuang melalui outlet pipe. Dengan sistem demikian, air
infiltrasi tidak akan sempat tergenang dalam lapisan-lapisan perkerasan untuk jangka
waktu lama. Jadi perkerasan tidak akan berada dalam kondisi jenuh dengan air.

3.3. PEMERIKSAAN LABORATORIUM UNTUK MENDAPATKAN


DATA KARAKTERISTIK DAN SIFAT-SIFAT TEKNIK
(PROPERTIES) TANAH
3.3.1 UMUM

Pemeriksaan laboratorium dimaksudkan untuk mendapatkan data karakteristik dan sifat-


sifat teknik (properties) dari contoh-contoh yang didapat dari pemboran dan sumur / parit
uji. Sifat-sifat teknik tersebut diperlukan untuk perhitungan daya dukung, stabilitas dan
penurunan. Disamping itu data tersebut diatas dapat digunakan untuk klasifikasi sehingga
sifat tanah sebagai pendukung pondasi dapat ditafsirkan berdasarkan pengalaman yang
ada.

Klasifikasi tersebut diatas dapat pula digunakan untuk mengkoreksi klasifikasi tanah /
batuan yang telah dilakukan dilapangan. Untuk menjamin diperolehnya data yang baik
Pelatihan Structure Engineer of Bridge Construction (STEBC) III-21
STEBC-03: Pengujian Tanah dan Material Bab III: Properties Tanah

dan cukup untuk pemeriksaan laboratorium, maka contoh-contoh tanah dari lapangan
harus diperiksa dahulu oleh ahli teknik tanah untuk menentukan macam-macam
pemeriksaan laboratorium yang diperlukan. Umumnya jumlah pemeriksaan laboratorium
yang di lakukan tergantung dari kondisi tanah, fasilitas laboratorium dan macam
bangunan yang direncanakan. Macam pemeriksaan laboratorium harus dipilih untuk
mendapatkan data yang dikehendaki dan seekonomis mungkin. Umumnya jumlah
pemeriksaan laboratorium yang dilakukan tergantung dari kondisi tanah, fasilitas
laboratorium dan macam bangunan yang direncanakan. Pemeriksaan yang rumit dan
mahal hanya dibenarkan apabila data yang diperoleh akan benar-benar bermanfaat untuk
keperluan desain jalan dan jembatan yang lebih akurat, atau akan menghilangkan resiko
runtuhnya bangunan yang dapat membahayakan keselamatan pengguna jalan juga
mengakibatkan biaya menjadi lebih mahal.

Sifat-sifat teknik dari tanah ditentukan oleh: faktor-faktor seperti material induk (parent-
material), komposisi mineral, kadar organik, umur, proses pengangkutan dan
pengendapan, cara dan derajat konsolidasi, tekstur, gradasi dan struktur. Umumnya
pemeriksaan laboratorium untuk perencanaan pondasi jembatan dibagi dalam 3 kategori
sebagai berikut:
1) Pemeriksaan klasifikasi: untuk memparoleh korelasi sifat tanah / batuan serupa,
sehingga dapat mengurangi jumlah pemeriksaan detail yang diperlukan.
2) Pemeriksaan kekuatan: untuk analisa daya dukung, stabilitas lereng dan stabilitas
timbunan.
3) Pemeriksaan kompresibilitas: digunakan untuk analisa penurunan (besar dan
lamanya).

Pemeriksaan-Pemeriksaan lain misalnya permeabilitas kadang-kadang diperlukan untuk


analisa sistim pengeringan (dewatering) dan percobaan pemadatan untuk timbunan jalan
penghubung (oprit).

3.3.2 MACAM PEMERIKSAAN DAN PENGUJIAN

Beberapa pemeriksaan laboratorium dan kegunaannya akan diuraikan sebagai berikut:

3.3.2.1. Klasifikasi jenis tanah berdasarkan proses pembentukannya

Kerak bumi pada umumnya dibagi dalam dua kategori, yaitu: batuan dan tanah. Kata
'tanah' pada umumnya digunakan oleh para ahli geologi untuk mendeskripsikan gumpalan
atau komposisi butiran, butiran mineral mineral dan materi organik yang relatif lemah
ikatan antar butirnya yang terdapat dari pemukaan bumi hingga ke Iapisan batuan padat.

Pelatihan Structure Engineer of Bridge Construction (STEBC) III-22


STEBC-03: Pengujian Tanah dan Material Bab III: Properties Tanah

Ikatan antar butir yang lemah ini pada umumnya dapat dipisahkan hanya dengan sedikit
gangguan mekanis, misainya dengan mengaduknya di daiam air.

Semua mineral tanah berasal dari batuan sebagai akibat dari pelapukan. Batuan induk
tersebut dapat diklasifikasikan berdasarkan proses pembentukannya sebagaimana
berikut:
 Batuan Beku (Igneous Rock): terbentuk pada atau di kedalaman tertentu dari
permukaan tanah sebagai hasil dari pembekuan magma panas.
 Batuan endapan (Sedimentary Rock): terbentuk sebagai akibat dari endapan
berlapis-lapis partikel tanah di dalam air, endapan mana kemudian membatu pada
jangka waktu yang panjang.
 Batuan Metamor: merupakan perubahan sifat batuan beku atau batuan endapan
akibat dari tekanan atau temperatur yang tinggi.

Proses pelapukan batuan menjadi tanah dapat dibagi dalam dua bagian, yaitu:
 Proses penghancuran fisik (desintegration): proses pelapukan tanah akibat dari
faktor-faktor fisika, misalnya: perubahan temperatur secara berkala, pembekuan dan
pencairan (air dalam batuan), proses perusakan oleh tanaman, binatang dan/atau es
di dalam celah batuan.
 Proses pelapukan kimiawi (decomposition): proses pelapukan kimiawi terjadi
akibat reaksi kimiaw, misalnya: oksidasi, hidrasi, karbonasi, dan efek kimia dari
tanaman. Proses pelapukan kimiawi ini dapat dipercepat bila dipengaruhi oleh
temperatur yang tinggi dan keberadaan zat-zat asam organik. Beberapa faktor yang
sangat berpengaruh dalam proses pelapukan tanah ini diantaranya adalah: cuaca,
topografi, waktu, sejarah geologi dan tipe Batuan.

Lapisan tanah yang terbentuk dapat tetap berada ditempatnya, atau terbawa oleh
gletser/sungai es, angin, dan/atau air ke tempat lain untuk kemudian terendapkan
ditempat yang lain.

Berdasarkan proses yang disebut diatas ini, lapisan tanah dapat dibagi ke dalam empat
bagian utama, yaitu: tanah residual (residual soil), tanah endapan air (water transported
soil), tanah endapan angin (wind transported soil). Proses pembentukan tanah ini akan
mempengaruhi karakteristik masing-masing tanah yang terbentuk.

1) Tanah residual:

Tanah yang terbentuk dari proses penghancuran dan pelapukan Batuan dasar dan
masih berada ditempat asalnya disebut Tanah Residual. Di daerah tropis, ketebalan
tanah residual yang terbentuk dari Batuan beku dapat mencapai ketebalan lebih dari

Pelatihan Structure Engineer of Bridge Construction (STEBC) III-23


STEBC-03: Pengujian Tanah dan Material Bab III: Properties Tanah

20m. Sebaliknya di daerah dingin, proses pelapukan berjalan jauh lebih lambat dan
ketebalan tanah yang terbentuk pada umumnya hanya beberapa meter saja. Di
daerah dimana sering terjadi aliran es, tanah residual yang terbentuk akan terbawa
aliran es, dan yang tertinggal hanya Batuan beku yang belum lapuk dengan sedikit
kantong-kantong tanah residual. Tekstur tanah residual tergantung kepada kondisi
lingkungan dimana tanah tersebut terbentuk dan kepada tipe Batuan induknya.
Granite menghasilkan lanau kepasiran dan pasir kelanauan dengan komposisi mineral
mica dan lempung 1tauIin yang bervariasi. Basalt menghasilkan lempung dengan
kadar montmorillonite yang tinggi dan bersifat plastis.

Tingkat pelapukan bervariasi terhadap kedalaman. Mireral feldspar, mika dan


ferromagnesium di permukaan tanah pada umumnya berubah menjadi mineral tanah
lempung. Pada kedalaman yanb lebih besar, mineral-mineral tersebut hanya berubah
sebagian saja dan masih memiliki ikatan antar partikel yang kuat. Celah dan rekahan
pada Batuan akan mempercepat proses pelapukan. Lapisan tanah residual yang
terdalam pada umumnya masih memiliki susunan komposisi mineral dan orientasi
butiran dari batuan asal. Kedalaman pelapukan sangat tergantung kepada jenis
batuan, permeabilitas dan tingkat sementasi batuan. Batuan pasir (sandstones) yang
porous akan mengalami pelapukan yang relatif lebih mudah dibanding batuan beku
yang relatif impermeable.

Batuan Endapan terbentuk dalam beragam variasi tergantung kepada proses


pengendapannya. Umumnya batu kapur (limestones) mengandung banyak CaC03
murni yang dapat larut dar. terbawa air tanah. Bagian yang tersisa dan tidak terbawa
air tanali membentuk tanah residual berupa: lempung dengan mineral kaolinite hingga
montmorillonite; atau pasir atau lanau dengan mineral silika dan chert. Peralihan
antara zone tanah ke zone batuan segar, tergantung kepada tingkat kelarutan batuan
induk dan umumnya daerah peralihan itu terlihat tegas. Garis batasnya sangat tidak
beraturan karena larutan dalam batuan kapur terjadi dalam daerah retakan (joints).
Pada daerah pertemuan antara batas horizontal (horizontal bedding) dengan retakan
(joints), larutan dapat meluas secara horizontal dan membentuk goa-goa dalam tanah.
Lubang atau goa dalam tanah ini dapat bertahan atau dapat runtuh dengan akibat
terbentuknya lubang-lubang di permukaan tanah (sinkholes). Goa-goa dalam tanah ini
perlu diselidiki sebeium membangun suatu bangunan di atas daerah berbatu kapur.

Tanah residual yang terbentuk dari batuan metamorphic bervariasi dari lanau
kepasiran hingga pasir kelanauan dengan kadar mika yang beragam bila batuan
induknya berupa Gneiss atau Schist. Batuan marmer yang mengalami proses
pelapukan oleh cairan akan menghasilkan tanah residual yang mirip dengan yang
Pelatihan Structure Engineer of Bridge Construction (STEBC) III-24
STEBC-03: Pengujian Tanah dan Material Bab III: Properties Tanah

dihasilkan dari pelapukan batuan kapur. Batuan metamorphic lain mengalami


pelapukan yang mirip dengan batuan beku, yaitu: pelapukan berkurang terhadap
kedalaman dan tidak ada batas yang tegas antara tanah residual dengan batuan
induknya. Massa batuan yang tidak mengalami pelapukan dapat mengandung lensa
tipis material yang sudah lapuk di antara rekahan dan di antara material yang
ketahanannya lebih lemah.

2) Tanah endapan air (water transported soil)

Tergantung dari macam air yang mengangkut dan mengendapkannya, tanah endapan
air dapat dibagi lagi menjadi tiga golongan, yaitu: tanah alluvium (oleh air sungai),
tanah lacustrine (di danau) dari tanah marina (di pantai / air laut).

 Tanah alluvium: terbentuk ketika air sungai dari pegunungan mencapai dataran
rendah.Partikel-partikel kecil yang terapung didalam air sungai terbawa ke daerah
hilir relatif tanpa mengalami perubahan secara fisik. Partikel-partikel yang lebih
besar, seperti pasir, kerikil dan kerakal, diangkut dan berguling di dasar sungai,
akibatnya partikel tersebut akan terkikis dan berbentuk bulat. Air sungai juga akan
mengerosi dasar sungai hingga daerah yang relatif landai dimana kecepatannya
merendah. Disini partikel yang lebih besar akan terendapkan lebih dahulu disusul
oleh partikel-partikel yang lebih halus. Daerah alluvial yang luas akan terbentuk
dimana air sungai pegunungan mencapai dataran rendah. Proses ini terus
berianjut hingga terbentuk dataran alluvial dan aliran sungai mengalami
perubahan arah.

Di daerah lembah yang relatif datar pada musim kering, aliran sungai terbatas
pada jalurnya dan pengendapan diimbangi dengan proses erosi. Pada musim
banjir, aliran sungai akan meluap ke daerah bantaran sungai membentuk aliran air
yang meluas dan relatif bergerak lambat. Terjadi pengendapan yang relatif cepat
disepanjang tepian bantaran sungai dan membentuk tanggulan alami. Luapan air
yang meluas merupakan tempat pengendapan partikel-partikel halus, ketika banjir
surut, butiran-butiran halus mengendap sampai saat terjadi penguapan dan
lumpur yang tertinggal mengering menjadi debu.

 Tanah lacustrine: terbentuk ketika danau berfungsi sebagai tempat pengendapan


dari partikel-partikei tanah yang terbawa oleh air sungai yang bermuara di danau
tersebut. Didaerah yang gersang, saat terjadi banjir air sungai membawa banyak
kerikil, pasir dan lanau yang diendapkan membentuk delta saat kecepatan air
berkurang ketika memasuki danau. Jalur jalur aliran baru selalu terbentuk
didaerah delta sehingga tanah yang diendapkan jarang sekali homogen. Deita-

Pelatihan Structure Engineer of Bridge Construction (STEBC) III-25


STEBC-03: Pengujian Tanah dan Material Bab III: Properties Tanah

delta yang terbentuk bisa tipis atau tebal dan bisa mencapai ketebalan hingga
beberapa ratus meter. Partikel-partikel yang lebih halus terangkut hingga ke air
yang lebih dalam dimana proses pengendapan akan membentuk lapisan yang
berganti-ganti antara partikel kasar dan partikel halus. Di daerah yang gersang ini,
proses sedimentasi (atau pengendapan) akaa menyebabkan danau lambat laun
menjadi dangkal dan mengering pada musim kering. Di daerah air tawar, tanah
yang terbentuk akan berlapis-lapis (varved), yaitu terdiri dari lapisan-lapisan danau
dan lempung secara bergantian. Bilamana danau tempat air suingai tersebut
bermuara mengandung garam, maka tidak akan terbentuk lapisan-lapisan karena
gaya-gaya elektrolit membuat partikel-partikel tanah lempung terikat menjadi
gumpalan-gumpalan yang disebut dengan istilah ter-flokulasi (flocculated).
Endapan partikel lempung menjadi Iebih cepat dan mengendap berbarengan
dengan lanau.

Di daerah yang lembab, ketika danau terisi sedimen dan menjadi dangkal,
tumbuh-tumbuhan di sekitar tepian danau meningkat. Pembusukan material
tumbuh-tumbuhan ini menghasilkan bahan organik yang mengendap bersama
dengan danau dan lempung hingga terbentuk tanah organik. Di tingkat akhir dari
proses sedimentasi ini, danau dapat dipenuhi dengan tumbuh-tumbuhan dan
hanya terjadi pembusukan sebagian dari sisa-sisa tanaman. Akhirnya terbentuklah
tanah gambut (peat). Pada tahap ini danau berubah menjadi tanah rawa
(marshland).

 Tanah marina: terbentuk ketika air sungai bermuara di laut. Ketika kecepatan air
sungai berkurang, partikel-partikel kasar yang dibawa air sungai akan diendapkan
terlebih dahulu dan partikel yang lebih halus diendapkan kemudian dikejauhan.
Proses sedimentasi yang terjadi mirip dengan yang terjadi di daerah danau, yaitu:
pengendapan terjadi di air yang relatif tenang dan bebas dari penganah ombak.
Partikel-partikel halus yang diendapkan di air asin akan terflokulasi dan
membentuk struktur tanah yang berberat jenis rendah dengan karakteristik yang
dipengaruhi oleh kadar garam di dalam air porinya. Setelah endapan ini muncul
dari permukaan air laut, kadar garam lambat laun akan luluh oleh penyerapan air
tawar, akhirnya terbentukilah lempung marina yang sangat sensitif.

Akibat dari gaya-gaya gelombang dan arus pantai, endapan tanah di pantai sangat
kompleks. Pematang-pematang (bars) yang terbentuk ketika sungai
mengendapkan partikel-partikei yang dibawanya akan terdorong oleh gelombang
laut dan disapu ke sepanjang pantai oleh arus pantai. Akibatnya pematang-
pematang tersebut dapat menutup sebagian pantai dari laut sehingga terbentuklah
Pelatihan Structure Engineer of Bridge Construction (STEBC) III-26
STEBC-03: Pengujian Tanah dan Material Bab III: Properties Tanah

laguna-laguna. Laguna-laguna ini dapat menjadi danau-danau permanen yang


airnya pasang surut bersama dengan air laut, dan dapat juga menjadi rawa-rawa.
Endapan material organik seperti yang terjadi di danau juga terjadi disini. Didaerah
tropis dan subtropis akan terbentuk rawa-rawa bakau (mangrove) yang bebas dari
pengaruh gelombang. Lempung marina umumnya bersifat lunak, sangat mudah
dimampatkan dan hanya mampu memikul beban yang ringan. Sebaliknya pasir
dan kerikil marina sangat baik untuk digunakan sebagai bahan bangunan.

3) Tanah endapan angin (wind transported soil)

Pergerakan angin melalui daerah bertanah pasir atau danau yang luas akan
membawa partikel-partikel berakuran pasir dan lanau. Partikel-partikel yang Iebih
besar dari 0.05 mm (pasir) akan berguling atau terangkat ke udara untuk jarak yang
relatif pendek dan akan tertumpuk membentuk bukit-bukit pasir (sand dunes). Partikel-
partikel lanau yang lebih halus akan terbawa ke daerah yang lebih jauh.

Angin men-sortir butiranbutiran pasir dan mengendapkannya dengan ukuran butir


yang relatif seragam dan umumnya dalam keadaan lepas (loose condition). Bukit-bukit
pasir yang terbentuk memiliki kemiringan sesuai dengan sudut keruntuhan disisi yang
berlawanan arah dengan arah angin datang dan dengan sudut yang lebih landai disisi
arah datangnya angin. Kecuali bila ditumbuhi tumbuhan yang merupakan komponel
pen-stabil, bukit-bukit pasir ini sering berpindah tempat tergantung kepada kondisi
angin.

Butiran-butiran lanau dapat terbawa angin hingga beberapa kilometer sebelum


kecepatar angin berkurang dan partikal-partikel tersebut jatuh ke bumi dan menumpuk
di daerah yang luas. Tumpukan material lanau tersebut terus bertambah secara
lambat dan umumnya seimbang dengan kecepatan tumbuhnya rerumputan.

Hasilnya adalah susunan tanah LOESS, yang memiliki porositas vertikal yang besar.
Endapan kalium karbonat dan ferro-oksida didalam bekas-bekas akar rerumputan
rnembuat tanah loess menjadi keras dan tanah loess ini dapat berdiri vertikal akibat
adanya rekahan-rekahan vertikal yang terbentuk dari jalur-jalur akar rerumputan.
Dalam keadaan biasa tanah loess memiliki daya dukung yang tinggi. Namun
demikian, dalam keadaan jenuh air, tanah loess menjadi lunak dan mudah ter-erosi.
Sangatlah sukar untuk memperoIeh contoh tanah loess dengan cara pemboran,
karena struktur alami dari tanah loess akan berubah akibat proses pemboran.

Pelatihan Structure Engineer of Bridge Construction (STEBC) III-27


STEBC-03: Pengujian Tanah dan Material Bab III: Properties Tanah

4) Tanah endapan sungai es (soil of glacial origin)

Dahulu kaIa, bumi disebelah utara, dibelahan 40 derajat lintang utara banyak tertutup
oleh benua es. Penyebaran dari massa es ini mengerosi, mencampur baur,
mengangkut dan mengendapkan batuan-batuan lepas dan tanah dengan berbagai
cara. Material yang diendapkan langsung oleh es disebut dengan Till. Tanah jenis ini
sangat beragam dalam teksturnya, pertikelnya bervariasi dari kerakal (boulder) hingga
lempung. Air yang mencair dari lempengan-lempengan es membawa pasir dan kerikil
dan mengendapkannya didepan sungai es dan disebut Outwash. Bila air yang
mencair itu bermuara diantara dataran tinggi dan sungai es, tercipta suatu danau
dimana endapan danau es akan terbentuk. Ketika air mengalir ke dalam danau
tersebut, material yang kasar diendapkan dipinggir danau dan membentuk delta-delta
pasir dan kerikil. Partikel danau dan lempung yang lebih halus turbo ke tengah dan
diendapkan di air tenang. Pada musim dingin, ketika pencairan es dan aliran air ke
danau terhenti, Butiran-Butiran halus terus mengendap menghasilkan lempung
berlapis (varved clays).

Ketika ujung depan sungai es tetap stasioner selama beberapa tahun, aliran material
yang terbawa oleh yang mencair akan menumpuk dalam bentuk bukit didepan sungai
es. Endapan yang dihasilkan disebut dengan Terminal atau End Morraines. Sungai-
sungai tersisa mengalir didasar es dinamakan eskers. Endapan yang terbentuk
merupakan sumber kerikil yang ideal.

5) Tanah-tanah khusus

Perilaku tanah sering tergantung dari keberadaan material tanah yang khusus.
Contohnya: tanah lempung kembang (expansive soil), tanah collapsihle, tanah
gamping, dan tanah organik.
 Tanah Expansive: adalah tanah yang berpotensi mengalami pengembangan
(peningkatan volume) bila terekspos terhadap air. Clay shales dan tanah lempung
dengan kadar montmorillonite yang tinggi merupakan tanah expansive.
 Tanah Collapsible: merupakan tanah dengan potensi pengurangan volume yang
besar ketika mengalami peningkatan kadar air. Perubahan volume terjadi tanpa
adanya perubahan beban eksternal. Contoh: tanah loess, pasir dan lanau
bersementasi lemah yang ikatan semennya, biasanya gypsum atau halite mudah
larut dalam air. Tanah collapsible ini umumnya dijumpai di daerah-daerah yang
gersang.
 Quick Clay: merupakan lempung yang sangat peka (high sensitivity) terhadap
gangguan. Kekuatan geser tanah ini akan berkurang drastis ketika mengalami

Pelatihan Structure Engineer of Bridge Construction (STEBC) III-28


STEBC-03: Pengujian Tanah dan Material Bab III: Properties Tanah

gangguan. Semua quick clay merupakan lempung marina dengan kadar kepekaan
(sensitivity, St) lebih besar dari 15. Kadar kepekaan adalah perbandingan antara
kuat geser tanah asli dengan kuat geser tanah tergarggu.
 Tanah Organik: merupakah tanah yang mengandung banyak komponen organik,
ketebalannya dari beberapa meter hingga puluhan meter dibawah tanah. Tanah
jenis ini umumnya berkuat geser rendah dan mudah mengalami penurunan yang
besar.

Penyebaran dan sifat-sifar fisis tanah berubah bersama dengan berjalannya waktu
dari keadaan geologi setempat. Berdasarkan pengalaman dan data penyelidikan
tanah para ahli geoteknik diharapkan dapat memberikan rekomendasi yang diperlukan
sehubungan dengan sifar-sifat tanah yang dihadapi di dalam suatu proyek. Maka dari
itu, sebagaimana dikatakan diatas, agar para ahli geoteknik dapat berbicara dalam
satu bahasa yang sama dan untuk mer~gurangi resiko bahaya dalam perencanaan
geoteknik diperlukan suatu sistem klasifikasi tanah yang bersifat universal.

3.3.2.2. Bentuk, ukuran, tekstur dan gradasi.

Keterangan mengenai ukuran bentuk dan pembagian butiran tanah yang dijumpai harus
selalu dicantumkan pada laporan pemboran atau pada bor-log, karena sifat sifat ini akan
berpengaruh terhadap macam dan kedalaman pondasi yang direncanakan. Ukuran butir,
bentuk dan pembagian butir yang telah dianalisa oleh ketua tim pemboran harus
dikuatkan dengan Pemeriksaan laboratorium pada interval-interval tertentu. Tanah harus
dinyatakan apakah mempunyai karakteristik material berbutir kasar (pasir atau kerikil)
atau material berbutir harus (lanau atau lempung).

Ukuran butir dan gradasi ditentukan dengan analisa saringan dan analisa hidrometer.
Analisa saringan digunakan untuk menentukan distribusi tanah berbutir kasar (kerikil dan
pasir), sedangkan analisa hidrometer digunakan untuk menentukan distribusi tanah
berbutir halus (lanau dan lempung).

Distribusi ukuran partikel tanah berbutir kasar dicari dengan melakukan analisa saringan
(ASTM C136 dan D422, 1980) dimana sejumlah contoh tanah kering diayak secara
mekanis melalui serangkaian saringan berukuran standar dan butiran-butiran yang
tertahan dari setiap saringan ditimbang, kemudian dicatat dalam persentase terhadap
berat contoh tanah secara total. Dengan demikian berat tanah kumulatif yang lolos
saringan ukuran tertentu dapat juga dihitung dalam juga dalam persen. Ukuran butir
ekivalen yang diasumsikan sama dengan ukuran lubang saringan kemudian diplotka
terhadap persentase berat kumulatif.

Pelatihan Structure Engineer of Bridge Construction (STEBC) III-29


STEBC-03: Pengujian Tanah dan Material Bab III: Properties Tanah

Gambar 3.1: Alat pengujian untuk analisa saringan

Distribusi ukuran butiran partikel tanah disajikan dalam suatu grafik yang disebut dengan
Grafik Distribusi Ukuran Partikel. Grafik ini merupakan ploting antara ukuran butir atau
ukuran saringan terhadap persentase butiran (dalam berat) yang lolos ukuran saringan
tertentu. Ukuran butiran partikel tanah dimulai dari lebih besar dari 100 mm hingga lebih
kecii dari 0.001 mm. Karena rentang ukuran butiran yang mecapai hingga mencapai
sekitar 106mm, maka ukuran butir umumnya dinyatakan dalam skala logaritma
sebagaimana diperlihatkan dalam contoh Grafik Distribusi Ukuran Fartikel dibawah ini.

Berdasarkan hasil analisa ukuran butir, contoh tanah dinyatakan sebagai berikut:
- Gradasi baik (well-graded): pasir yang mempunyai pembagian ukuran butir yang baik
dari kasar sampai halus
- Gradasi seragam (uniform-graded) : untuk gradasi dengan ukuran yang hampir sama
- Gradasi buruk/senjang (poor/gap-graded): untuk gradasi yang tidak mempunyai
ukuran butir-antara disebut.

Pelatihan Structure Engineer of Bridge Construction (STEBC) III-30


STEBC-03: Pengujian Tanah dan Material Bab III: Properties Tanah

Disamping kamposisinya, pasir dan kerikil juga dideskripsi menurut bentuk butirnya (bulat,
agak bulat, bersudut, agak bersudut) karena bentuk butir juga mempunyai pengaruh
terhadap sifat-sifat fisik tanah sebagai contoh dalam kondisi yang sama, butir-butir
bersudut (angular) mempunyai sudut geser yang lebih besar dari pada, butir-butir
bulat.Bentuk butir ditentukan dengan Pemeriksaan visual dengan bantuan kaca pembesar
(loupe) dan membandingkannya dengan pembanding standar.
Analisa. tapis tidak praktis dilakukan untuk tanah berukuran lebih kecil dari 0.075 mm.
Karena itu untuk tanah berbutir halus pengukuran ukuran butir dilakukan melalui proses
sedimentasi contoh tanah. Berdasarkan hukum Stoke, kecepatan mengendap butiran
tergantung dari diameter dan berat volume butiran serta viskositas cairan pengendap.
Butiran-butiran lebih halus akan mengendap lebih lama dari butiran yang lebih besar,
artinya: berat volume cairan pengendap juga akan berubah. Dengan menggunakan
hidrometer berat volume cairan pengendap pada interval-interval waktu tertentu diukur.
Dari hasil pengukuran itu persentase partikel diameter ekivalen butiran dapat dihitung.
Perlu juga diketahui bahwa karakteristik tanah lempung dan lanau lebih dipengaruhi oleh
sifatnya dari pada ukuran butirnya.

Terdapat beberapa standar penggolongan tanah berdasarkan ukuran butir partikel tanah
dengan perbedaan yang tidak signifikan. Kecuali standar ASTM yang umum dipakai di
Indonesia, terdapat beberapa standar lain sebagaimana yang diperlihatkan dalam
Gambar berikut.

Pelatihan Structure Engineer of Bridge Construction (STEBC) III-31


STEBC-03: Pengujian Tanah dan Material Bab III: Properties Tanah

Kenyataan-kenyataan yang menentukan pentingnya bentuk dan gradasi butir pada tanah
berbutir (pasir/ kerikil) adalah sebagai berikut:
 Tanah yang bergradasi baik (well-graded) mempunyai sudut geser yang lebih besar
oleh karena itu mempunyai daya dukung yang lebih tinggi dibanding dengan tanah
yang bergradasi seragam (uniform-graded) atau bergradasi senjang (gap-graded).
 Tanah yang bergradasi baik mempunyai sifat kurang "lolos air" (permeable)
dibandingkan dengan tanah yang bergradasi seragam.
 Tanah yang berbutir bulat lebih "lolos air" dibanding dengan tanah yang mempunyai
bentuk butir bersudut.
 Material yang berbutir besar tidak mempunyai kohesi oleh karena itu muka air tanah
merupakan factor penting dalam perhitungan pondasi langsung atau sumuran pada
lapisan tanah tersebut. Contoh-contoh tanah untuk menentukan ukuran bentuk dan
gradasi dapat diambil dari hasil penyelidikan lapangan, contoh SPT, contoh tidak
terganggu atau terganggu.

Keterangan-keterangan ini penting dalam memilih tipe dan kedalaman pondasi yang
direncanakan dan di dalam memperhitungkan pengaruh-pengaruh tertentu seperti.
penggerusan, muka air tanah dan sebagainya.

3.3.2.3. Berat Jenis (G).

Berat jenis didefinisikan sebagai perbandingan antara berat butir tanah dengan berat air
yang mempunyai volume sama pada temperatur tertentu. Berat jenis tanah tergantung
dari batuan induk (parent-ma terial) yang membentuknya. Berat jenis tanah diperlukan
untuk menghitung angka pori (void-ratio) masa tanah, derajat kejenuhan, karakteristik
pemampatan dan sifat-sifat lain yang penting, juga menunjukkan suatu sifat tanah,
misalnya tanah organis mempunyai berat jenis yang kecil, sedangkan adanya mineral
barit dan mineral berat lainnya dapat ditunjukan dari berat jenis tanah yang besar.
Contoh tanah untuk pemeriksaan berat jenis dapat diambil dari contoh tidak terganggu,
contoh SPT, maupun contoh terganggu.

3.3.2.4. Batas-batas Atterberg.

Pada tanah yang berbutir halus banyaknya air yang mengisi ruangan pori mempunyai
pengaruh penting terhadap sifat-sifatnya. Tiga petunjuk atau indikasi dari pengaruh air
adalah batas cair (LL) batas plastis (PL) dan indeks plastis (PI), yang disebut batas-batas
Atterberg. Batas cair adalah kadar air batas dimana suatu tanah berubah dari keadaan
cair menjadi keadaan plastis. Batas plastis adalah kadar air minimum dimana suatu tanah

Pelatihan Structure Engineer of Bridge Construction (STEBC) III-32


STEBC-03: Pengujian Tanah dan Material Bab III: Properties Tanah

masih dalam keadaan plastis. Selisih LL dan PL di sebut PI (indeks plastis) yang
merupakan keadaan plastis.

Batas-batas Atterberg dapat menentukan sifat - sifat teknis tanah, sebagai contoh:
 Tanah yang mempunyai LL lebih dari 50 kompresibilitasnya tinggi.
 Tanah yang mempunyai indeks plastis tinggi (>25) peka terhadap perubahan
kadar air, sedangkan untuk PI>50 bersifat ekspansif (volume pengembangannya
besar)

Batas Atterberg ini digunakan sebagai dasar untuk membedakan antara material dengan
plastisitas cukup besar (lempung) dan material agak plastis atau non-plastis (lanau).
Keterangan-keterangan mengenai Atterberg merupakan penunjang dalam menentukan
jenis pondasi. Contoh untuk pemeriksaan ini dapat diambil dari contoh S.P.T., contoh
tidak terganggu maupun terganggu. Pengujian batas Atterberg dilakukan menggunakan
alat Casagrande.

Prosedur yang lebih lengkap dapat dilihat pada AASHTO T89 dan T90.

3.3.2.5. Uji Konsolidasi.

Pemeriksaan ini digunakan untuk menentukan konsolidasi yang akan terjadi terhadap
tanah dimana pondasi/timbunan akan diletakkan. Hasil pemeriksaan konsolidasi dapat
digunakan untuk memilih jenis pondasi yang aman dan untuk menghitung besar dan
waktu penurunan yang akan terjadi.

Dalam penggunaan sistim pondasi tiang pada tanah lembek/kompresibel pemeriksaan


konsolidasi diperlukan untuk menghitung gesekan negatif yang terjadi antara tanah dan
dinding tiang (negatif skin friction). Untuk pemeriksaan konsolidasi diperlukan contoh
tanah tidak terganggu.

3.3.2.6. Triaxial.

Pemeriksaan triaxial digunakan untuk menentukan kohesi, sudut geser, tekanan air pori
dalam tanah. Data ini digunakan untuk menentukan daya dukung pondasi (pondasi
langsung, sumuran atau tiang).

Pelatihan Structure Engineer of Bridge Construction (STEBC) III-33


STEBC-03: Pengujian Tanah dan Material Bab III: Properties Tanah

Hasil pemeriksaan triaxial juga diperlukan untuk mendapatkan parameter tanah dalam
perencanaan bangunan penahan tanah serta analisa kemantapan lereng.

Untuk pemeriksaan triaxial diperlukan contoh tidak terganggu. Contoh yang kurang baik
tidak boleh digunakan, karena hasilnya akan memberikan angka-angka yang
menyesatkan.

3.3.2.7. Geser Langsung (Direct Shear)

Maksud pemeriksaan ini sama seperti pemeriksaan triaxial. Dibandingkan dengan


pemeriksaan triaxial, hasil pemeriksaan geser langsung kurang teliti, karena bidang
runtuh yang terjadi pada geser langsung dipaksakan oleh metoda pemeriksaannya,
sedangkan pada triaxial benda uji dibiarkan runtuh melalui bidang yang paling lemah.

Bila dikehendaki untuk menggeser tanah/batuan sepanjang bidang tertentu, pemeriksaan


geser langsung dapat digunakan. Untuk pemeriksaan ini juga diperlukan contoh tidak
terganggu.

3.3.2.8. Kekuatan Tekan bebas (Unconfined Compressive Strength)

Pemeriksaan kekuatan tekan bebas adalah pemeriksaan tekan satu arah (Uniaxial),
dimana benda uji tidak diberi tekanan samping selama mengalami pembebanan vertikal.
Pemeriksaan ini dimaksudkan untuk mengukur kekuatan tekan bebas suatu benda uji
berbentuk silinder dari tanah kohesif/batuan.

Pemeriksaan ini tidak dapat dilakukan untuk tanah nonkohesif atau tanah kohesif yang
terlalu lembek sehingga tidak dapat berdiri tegak pada alat pemeriksaan dan runtuh
sebelum dibebani.

Untuk tanah, pemeriksaan ini biasanya dilakukan terhadap contoh tanah asli pada kadar
air aslinya, sedangkan untuk mengevaluasi sensitivitas pada benda uji itu, juga dilakukan
pemeriksaan pada contoh remasan (remoulded sample). Pemeriksaan.ini biasanya relatif
cepat dan tidak mahal. Pemeriksaan kuat tekan bebas dapat mengurangi jumlah
pemeriksaan triaxial, karena angka-angka kuat geser tanah dengan pemeriksaan kuat
tekan bebas dapat dipakai sebagai pembanding angka-angka geser tanah yang
dihasilkan dengan pemeriksaan triaxial. Kekuatan tekan bebas batuananya berlaku untuk
batuan yang utuh (tidak ada retakan) atau untuk formasi batuan yang jarak rekahan dan
bidang lapisannya berjauhan atau lebih besar dibandingkan dengan daerah pengaruh
beban pondasi. Pemeriksaan ini dilakukan terhadap contoh inti atau contoh kubus yang
utuh.

Pelatihan Structure Engineer of Bridge Construction (STEBC) III-34


STEBC-03: Pengujian Tanah dan Material Bab III: Properties Tanah

3.3.2.9. Kadar air dan Kepadatan Setempat

Kadar air adalah perbandingan antara berat air yang terkandung dalam tanah dengan
berat kering tanah teraebut, dinyatakan dalam peran. Pemeriksaan kadar air ini
merupakan pemarikaaan yang sederhana dan murah tetapi penting bila digunakan dalam
hubungannya dengan pemeriksaan-pemeriksaan lain.

Umumnya tanah berbutir halus dengan kadar air yang tinggi, menunjukkan daya dukung
yang rendah dan atau menunjukkan kompresibilitas yang tinggi. Keadaan tanah berbutir
halus pada kondisi aslinya dapat dilihat dengan membandingkan kadar air asli tanah
tersebut dengan angka-angka Atterberg. Sebagai contoh, lempung jenuh dengan kadar
air mandekati batas cair menunjukan tanah dalam keadaan plastis yang mengalami
konsolidasi normal (normaly consolidated), sehingga mempunyai karakteristlk yang
membahayakan dilihat dari segi penurunan.

Pelatihan Structure Engineer of Bridge Construction (STEBC) III-35


STEBC-03: Pengujian Tanah dan Material Bab IV: Penetapan Jenis Material

BAB IV
PENETAPAN JENIS MATERIAL

4.1. BETON

4.1.1. PERSYARATAN MATERIAL

 Semen
 Semen yang digunakan untuk pekerjaan beton haruslah jenis semen portland
yang memenuhi AASHTO M85 kecuali jenis IA, IIA, IIIA dan IV. Terkecuali
diperkenankan oleh Direksi Pekerjaan, bahan tambahan (aditif) yang dapat
menghasilkan gelembung udara dalam campuran tidak boleh digunakan.
 Terkecuali diperkenankan oleh Direksi Pekerjaan, hanya satu merk semen
portland yang dapat digunakan di dalam proyek.

 Air
 Air yang digunakan dalam campuran, dalam perawatan, atau pemakaian lainnya
harus bersih, dan bebas dari bahan yang merugikan seperti minyak, garam, asam,
basa, gula atau organik. Air akan diuji sesuai dengan; dan harus memenuhi
ketentuan dalam AASHTO T26. Air yang diketahui dapat diminum dapat
digunakan tanpa pengujian.
 Bilamana timbul keragu-raguan atas mutu air yang diusulkan dan pengujian air
seperti di atas tidak dapat dilakukan, maka harus diadakan perbandingan
pengujian kuat tekan mortar semen + pasir dengan memakai air yang diusulkan
dan dengan memakai air suling atau minum. Air yang diusulkan dapat digunakan
bilamana kuat tekan mortar dengan air tersebut pada umur 7 hari dan 28 hari
minimum 90 % kuat tekan mortar dengan air suling atau minum pada periode
perawatan yang sama.

 Agregat
 Agregat kasar dan halus harus memenuhi ketentuan gradasi yang diberikan dalam
Tabel 4.1, tetapi bahan yang tidak memenuhi ketentuan gradasi tersebut tidak perlu
ditolak bila Kontraktor dapat menunjukkan dengan pengujian bahwa beton yang
dihasilkan memenuhi sifat-sifat campuran yang sebagaimana disyaratkan dalam
spesifikasi.

Pelatihan Structure Engineer of Bridge Construction (STEBC) IV-1


STEBC-03: Pengujian Tanah dan Material Bab IV: Penetapan Jenis Material

Tabel 4.1: Ketentuan Gradasi Agregat

Ukuran Ayakan Persen Berat Yang Lolos Untuk Agregat


ASTM (mm) Halus Kasar
2” 50,8 - 100 - - -
1 1/2” 38,1 - 95 -100 100 - -
1” 25,4 - - 95 - 100 100 -
3/4” 19 - 35 - 70 - 90 - 100 100
1/2” 12,7 - - 25 - 60 - 90 - 100
3/8” 9,5 100 10 - 30 - 20 - 55 40 - 70
No.4 4,75 95 - 100 0-5 0 -10 0 - 10 0 - 15
No.8 2,36 - - 0-5 0-5 0-5
No.16 1,18 45 - 80 - - - -
No.50 0,300 10 - 30 - - - -
No.100 0,150 2 - 10 - - - -

 Agregat kasar harus dipilih sedemikian sehingga ukuran partikel terbesar tidak lebih
dari ¾ dari jarak minimum antara baja tulangan atau antara baja tulangan dengan
acuan, atau celah-celah lainnya di mana beton harus dicor

 Sifat-sifat Agregat
 Agregat untuk pekerjaan beton harus terdiri dari partikel yang bersih, keras, kuat
yang diperoleh dengan pemecahan batu (rock) atau berangkal (boulder), atau dari
pengayakan dan pencucian (jika perlu) dari kerikil dan pasir sungai.
 Agregat harus bebas dari bahan organik seperti yang ditunjukkan oleh pengujian SNI
03-2816-1992 dan harus memenuhi sifat-sifat lainnya yang diberikan dalam Tabel
4.2 bila contoh-contoh diambil dan diuji sesuai dengan prosedur SNI/ AASHTO yang
berhubungan.

Tabel 4.2 : Sifat-sifat Agregat

Batas Maksimum yang


Sifat-sifat Metode Pengujian diijinkan untuk Agregat
Halus Kasar
Keausan Agregat dengan Mesin Los SNI 03-2417-1991 - 40 %
Angeles pada 500 putaran
Kekekalan Bentuk Batu terhadap SNI 03-3407-1994 10 % 12 %
Larutan Natrium Sulfat atau Magne-
sium Sulfat setelah 5 siklus
Gumpalan Lempung dan Partikel SK SNI M-01-1994-03 0,5 % 0,25 %
yang Mudah Pecah
Bahan yang Lolos Ayakan No.200 SK SNI M-02-1994-03 3% 1%

 Batu Untuk Beton Siklop


 Batu untuk beton siklop harus terdiri dari batu yang disetujui mutunya, keras dan
awet dan bebas dari retak dan rongga serta tidak rusak oleh pengaruh cuaca.. Batu

Pelatihan Structure Engineer of Bridge Construction (STEBC) IV-2


STEBC-03: Pengujian Tanah dan Material Bab IV: Penetapan Jenis Material

harus bersudut runcing, bebas dari kotoran, minyak dan bahan-bahan lain yang
mempengaruhi ikatannya dengan beton.

4.1.2. RENCANA MUTU

 Pengujian Untuk Kelecakan (Workability)


 Satu pengujian "slump", atau lebih harus dilaksanakan pada setiap takaran beton
yang dihasilkan, dan pengujian harus dianggap belum dikerjakan terkecuali
disaksikan oleh Direksi Pekerjaan atau wakilnya.

 Pengujian Kuat Tekan


 Harus dilaksanakan tidak kurang dari satu pengujian kuat tekan untuk setiap 60
meter kubik beton yang dicor dan dalam segala hal tidak kurang dari satu pengujian
untuk setiap mutu beton dan untuk setiap jenis komponen struktur yang dicor
terpisah pada tiap hari pengecoran. Setiap pengujian harus minimum harus
mencakup empat benda uji, yang pertama harus diuji pembe-banan kuat tekan
sesudah 3 hari, yang kedua sesudah 7 hari, yang ketiga sesudah 14 hari dan yang
keempat sesudah 28 hari.
 Bilamana kuantitas total suatu mutu beton dalam Kontrak melebihi 40 meter kubik
dan frekuensi pengujian yang ditetapkan pada butir (a) di atas hanya menyediakan
kurang dari lima pengujian untuk suatu mutu beton tertentu, maka pengujian harus
dilaksanakan dengan mengambil contoh paling sedikit lima buah dari takaran yang
dipilih secara acak (random).
 Kuat Tekan Karakteristik Beton ( bk) diperoleh dengan rumus berikut ini :

bk = bm - K.S

n
 i
i=l
 bm  adalah kuat tekan rata-rata
n

n
 (  i   bm)2
S i=l
= adalah standar deviasi
n 1

 i = hasil pengujian masing-masing benda uji


n = jumlah benda uji
K = 1,645 untuk 20 sampel rancangan campuran dan untuk
persetujuan pekerjaan.

Pelatihan Structure Engineer of Bridge Construction (STEBC) IV-3


STEBC-03: Pengujian Tanah dan Material Bab IV: Penetapan Jenis Material

 Pada pengujian kuat tekan beton tidak boleh lebih dari 1 (satu) harga diantara 20
harga (5%) hasil pengujian, terjadi kurang dari ’bk .
 Tidak boleh satupun harga pengujian kuat tekan beton rata-rata dari 4 sampel kubus
berturut-turut kurang dari ’bm,4  (’bk + 0.8225 S)
 Setelah diperoleh 20 hasil pengujian kuat tekan ( misalnya 4 sampel kelompok
pertama hingga 4 sampel kelompok kelima) dan dihitung harga rata-rata bm dan

standar deviasi S maka harus dipenuhi :

’bk  (bm + 1.645 S)

 Dalam hal pengedalian di lapangan pengujian kuat tekan dapat dibagi menjadi
beberapa kelompok kecil (misal 4 sampel dari 5 kelompok) dengan menggunakan
grafik kontrol (control chart) yang terdiri dari garis terendah hingga garis tertinggi
berturut-turut adalah garis batas spesifikasi, batas kontrol dan garis tengah.

 Batas Spesifikasi adalah garis yang menunjukkan kuat tekan karaketeristik yang
dipersyaratkan. Batas Kontrol adalah kuat tekan karakteristik dalam kelompok (’bk,n
= ’bk + K.S), sedangkan Garis Tengah adalah garis yang menunjukkan kuat tekan
rata-rata.

’bm
Garis Tengah

0,8225 S
’bm,n ’bk, n BATAS KONTROL

0,8225 S
’bk BATAS SPESIFIKASI
1 2 3 4 5
Kelompok

 Apabila hasil pengujian kuat tekan rata-rata kelompok ’bm,n < ’bk,n (sekali) maka
kontraktor harus melakukan upaya untuk memperbaiki mutu beton, bila hasil
pengujian kuat tekan kelompok rata-rata berikutnya ’bm,n < ’bk,n (kedua kali) maka
berarti kontraktor tidak mampu mencapai ’bk yang dipersyaratkan, dan pekerjaan
beton yang sudah dilakukan harus ditolak.

 Pengujian Tambahan
 Pengujian tambahan yang diperlukan untuk menentukan mutu bahan atau
campuran atau pekerjaan beton akhir, sebagaimana yang diperintahkan oleh
Direksi Pekerjaan. Pengujian tambahan tersebut meliputi :
 Pengujian yang tidak merusak menggunakan "sclerometer" atau perangkat
penguji lainnya;

Pelatihan Structure Engineer of Bridge Construction (STEBC) IV-4


STEBC-03: Pengujian Tanah dan Material Bab IV: Penetapan Jenis Material

 Pengujian pembebanan struktur atau bagian struktur yang dipertanyakan;


 Pengambilan dan pengujian benda uji inti (core) beton;
 Pengujian lainnya sebagaimana ditentukan oleh Direksi Pekerjaan.

4.2. BETON PRATEKAN

4.2.1. PERSYARATAN MATERIAL

 Beton
 Beton harus dibuat memenuhi ketentuan tersebut dalam butir 4.1 sesuai dengan
mutu yang digunakan. Mutu beton untuk tiap jenis unit harus sebagaimana yang
ditunjukkan dalam Gambar.

 Acuan
 Acuan untuk unit pracetak harus memenuhi ketentuan dalam butir 4.1. Acuan harus
terbuat dari logam atau kayu yang dilapisi logam, atau kayu lapis yang kedap air, dan
harus cukup kuat sehingga tidak akan melendut melebihi batas-batas toleransi
selama pengecoran.
 Penutup (seal) harus dipasang pada sambungan acuan untuk mencegah kehilangan
pasta semen.
 Penumpulan acuan harus dilakukan pada semua sudut dan harus lurus dan sesuai
dengan bentuk dan garis yang tepat.
 Pembentuk rongga harus dipasang dengan kencang dan harus dibungkus dengan
pita penutup berperekat sebagaimana yang diperlukan untuk mencegah masuknya
adukan.

 Grouting
 Bahan penyuntikan harus terdiri dari semen portland biasa dan air. Rasio air - semen
haruslah serendah mungkin sesuai dengan sifat kelecakan (workability) yang
diperlukan tetapi tidak akan pernah melebihi 0,45.
 Bahan tambah (aditif) dapat digunakan bilamana disetujui oleh Direksi Pekerjaan.
Bahan plasticizer yang umum diperdagangkan untuk penyuntikan (grouting) harus
digunakan sesuai dengan petunjuk pabrik pembuatnya. Bahan ini tidak boleh
mengandung chlorida, nitrat, sulfat atau sulfida.

 Baja Tulangan
 Batang baja dan tulangan anyaman harus sesuai dengan butir 4.3.

Pelatihan Structure Engineer of Bridge Construction (STEBC) IV-5


STEBC-03: Pengujian Tanah dan Material Bab IV: Penetapan Jenis Material

 Baja Pra-tegang
 Untaian kawat (strand) pra-tegang harus terdiri dari 7 kawat (wire) dengan kuat tarik
tinggi, bebas tegangan, relaksasi rendah dengan panjang menerus tanpa
sambungan atau kopel sesuai dengan AASHTO M203 - 90. Untaian kawat tersebut
harus mempunyai kekuatan leleh minimum sebesar 16.000 kg/cm2 dan kekuatan
batas minimum dari 19.000 kg/cm2.
 Kawat (wire) pra-tegang harus terdiri dari kawat dengan kuat tarik tinggi dengan
panjang menerus tanpa sambungan atau kopel dan harus sesuai dengan AASHTO
M204 - 89.
 Batang logam campuran dengan kuat tarik tinggi harus bebas tegangan kemu-dian
diregangkan secara dingin minimum sebesar 9.100 kg/cm2.

Setelah peregangan dingin, maka sifat fisiknya akan menjadi sebagai berikut :

 Kekuatan batas tarik minimum : 10.000 kg/cm2.

 Kekuatan leleh minimum, diukur dengan per-


panjangan 0,7% menurut metode
pembebanan tidak boleh kurang dari : 9.100 kg/cm2.

 Modulus elastisitas minimum : 25.000.000 kg/cm2

 Pemuluran (elongation) min. setelah runtuh


(rupture) dihitung rata-rata terhadap 20 batang : 4 %.

 Toleransi diamater : + 0,76 mm.


- 0,25 mm

i) Pemasokan
o Kawat baja kaut tarik tinggi atau batang baja kuat tarik tinggi yang akan
digunakan dalam pekerjaan pra-tegang harus dipasok dalam gulungan
berdiameter cukup besar agar dapat mempertahankan sifat-sifat yang
disyaratkan dan akan tetap lurus bila dibuka dari gulungan tersebut. Bahan
harus dalam kondisi baik, tidak tertekuk atau bengkok.
o Bahan tersebut harus bebas dari karat, kotoran, bahan lain yang lepas,
minyak, gemuk, cat, lumpur atau bahan-bahan lainnya yang tidak dike-
hendaki tetapi juga tidak licin karena digosok.

ii) Pemberian Tanda


o Kabel harus disimpan dalam kelompok-kelompok menurut ukuran dan
panjangnya, diikat dan diberi label yang menunjukkan ukuran kabel dalm
gulungan.

Pelatihan Structure Engineer of Bridge Construction (STEBC) IV-6


STEBC-03: Pengujian Tanah dan Material Bab IV: Penetapan Jenis Material

iii) Penyimpanan
o Bahan kabel, kawat, batang baja, jangkar, selongsong harus disimpan di
bawah atap yang kedap air, diletakkan terpisah dari permukan tanah dan
harus dilindungi dari setiap kemungkinan kerusakan.

 Penjangkaran
 Penjangkaran harus mampu menahan paling sedikit 95% kuat tarik minimum baja
pra-tegang, dan harus memberikan penyebaran tegangan yang merata dalam beton
pada ujung kabel pra-tegang. Perlengkapan harus disediakan untuk perlindungan
jangkar dari korosi.
 Perkakas penjangkaran untuk semua sistem pasca-penegangan (post-tension) akan
dipasang tepat tegak lurus terhadap semua arah sumbu kabel untuk pasca-
penegangan.
 Jangkar harus dilengkapi dengan selongsong atau penghubung yang cocok lainnya
untuk memungkinkan penyuntikan (grouting).

 Selongsong
 Selongsong yang disediakan untuk kabel pasca-penegangan harus dibentuk dengan
bantuan selongsong berusuk yang lentur atau selongsong logam bergelombang
yang digalvanisasi, dan harus cukup kaku untuk mempertahankan profil yang
diinginkan antara titik-titik penunjang selama pekerjaan penegangan. Ujung
selongsong harus dibuat sedemikian rupa sehingga dapat memberikan gerak bebas
pada ujung jangkar. Sambungan antara ruas-ruas selongsong harus benar-benar
merupakan sambungan logam dan segera harus ditutup sampai rapat dengan
menggunakan pita perekat tahan air untuk mencegah kebocoran adukan.
 Selongsong harus bebas dari belahan, retakan, dan sebagainya. Sambungan harus
dibuat dengan hati-hati dengan cara sedemikian hingga saling mengikat rapat
dengan adukan. Selongsong yang rusak harus dikeluarkan dari tempat kerja. Lubang
udara harus dise-diakan pada puncak dan pada tempat lainnya dimana diperlukan
sedemikian hingga penyuntikan adukan semen dapat mengisi semua rongga
sepanjang seluruh panjang selongsong sampai penuh.

 Pekerjaan Lain-lain
 Air yang digunakan untuk pembilasan selongsong harus mengandung baik kapur
sirih (kalsium oksida) maupun kapur tohor (kalsium hidro-oksida) dengan takaran
12 gram per liter. Udara bertekanan, yang digunakan untuk meniup selongsong,
harus bebas dari minyak.

Pelatihan Structure Engineer of Bridge Construction (STEBC) IV-7


STEBC-03: Pengujian Tanah dan Material Bab IV: Penetapan Jenis Material

4.2.2. RENCANA MUTU

4.2.2.1 Metode Penegangan Sebelum Pengecoran (Pre-Tension)

 Landasan Gaya Pra-tegang


 Landasan untuk mendukung gaya pra-tegang selama operasi pra-tegang harus
dirancang dan dibuat untuk menahan gaya-gaya yang timbul selama operasi pra-
tegang. Landasan harus dibuat sedemikian rupa sehingga bila terjadi slip pada
jangkar tidak menyebabkan kerusakan pada landasan.
 Landasan harus cukup kuat sehingga tidak terjadi lendutan atau kerusakan akibat
beban terpusat atau beban mati dari unit-unit yang ditunjang.

 Penempatan Kabel
 Kabel harus ditempatkan sesuai dengan yang ditunjukkan dalam Gambar, dan harus
dipasang sedemikian hingga tidak bergeser selama pengecoran beton. Pada
penempatan kabel, perhatian khusus harus diberikan agar kabel tidak menyentuh
acuan yang telah diminyaki. Bilamana terlihat tanda-tanda minyak pada kabel, maka
kabel harus segera dibersihkan dengan menggunakan kain yang dibasahi minyak
tanah atau bahan yang cocok lainnya.

 Bilamana memungkinkan, penegangan kabel hendaknya dilaksanakan sebelum


acuan diminyaki. Jangkar harus diletakkan pada posisi yang dikehendaki dan tidak
bergeser selama pengecoran beton.

 Besarnya Gaya Penegangan Yang Dikehendaki


 Kecuali ditentukan lain dalam Gambar, gaya penegangan yang diperlukan adalah
sisa gaya kabel pada tengah-tengah setiap unit segera setelah semua kabel
dijangkar pada abutment dari landasan dan berada dalam posisi lendutan akhir.
Perbedaan gaya penegangan adalah 5 persen dari gaya yang diperlukan. Besar
gaya penegangan yang diberikan harus dapat sudah termasuk pengurangan gaya
akibat slip pada perkakas jangkar, masuknya baji (wedge draw-in) dan kehilangan
akibat gesekan (friction losses).
 Cara penarikan kabel termasuk pemasangan dan penempatan setiap garis lengkung
kabel, perhitungan yang menunjukkan gaya-gaya pada jangkar dan setiap titik
lendutan, dan perkiraan kehilangan gaya akibat gesekan, harus diserahkan kepada
Direksi Pekerjaan untuk mendapat persetujuan sebelum dimulainya pembuatan
elemen-elemen.
 Harus dilaksanakan percobaan operasi penegangan untuk memperoleh besarnya
tahanan geser yang diberikan alat pelengkung (hold down) dan juga memas-tikan

Pelatihan Structure Engineer of Bridge Construction (STEBC) IV-8


STEBC-03: Pengujian Tanah dan Material Bab IV: Penetapan Jenis Material

bahwa masuknya baji yang disebutkan masih konsisten dengan jenis dongkrak dan
teknik yang diusulkan.
 Kabel harus dilengkungkan bilamana ditunjukkan dalam Gambar, dengan perkakas
yang cukup kuat untuk memegang kabel dalam posisi yang sesuai, terutama selama
penge-coran dan operasi penggetaran. Kecuali disebutkan lain oleh Direksi
Pekerjaan, maka alat pelengkung (hold down) harus diletakkan memanjang dalam
200 mm dan vertikal dalam 5 mm dari lokasi yang ditunjukkan dalam Gambar.
 Alat pelengkung (hold down) harus dirancang sedemikian hingga pelengkung
(deflec-tors) yang dalam keadaan kontak langsung dengan untaian (strand)
berdiameter tidak kurang dari diameter kabel atau 15 mm, mana yang lebih besar.
Pelengkung (deflectors) harus dibuat dari bahan yang tidak lebih keras dari baja
mutu 36 sesuai dengan ketentuan dari AASHTO M183.
 Kontraktor harus menyerahkan perhitungan yang menunjukkan bahwa alat
pelengkung telah dirancang dan dibuat untuk menahan beban terpusat yang
diakibatkan dari gaya pra-tegang yang diberikan.
 Cara penarikan kabel harus dapat menjamin bahwa gaya yang diperlukan dihasilkan
dari semua kabel di tengah-tengah bentang setiap unit, terutama bilamana lebih dari
satu kabel atau satu unit ditarik dalam suatu operasi penarikan.
 Beton tidak boleh dicor lebih dari 12 jam setelah penarikan kabel. Bilamana waktu ini
dilampaui, maka harus diperiksa apakah kebutuhan gaya tarik kabel masih
dipertahankan. Bilamana penegangan ulang diperlukan, maka perpanjangan kabel
yang terjadi harus ditahan dengan menggunakan pelat pengunci (shims) tanpa
mengganggu baji yang telah tertanam.
 Pengukuran pemuluran, hanya boleh dilaksanakan setelah diperiksa perhitungan
dan ditentukan bahwa sistem tersebut telah memenuhi ketentuan. Bacaan alat
pengukur tekanan dari dongkrak harus digunakan sebagai pembanding penguluran
pemuluran. Bilamana bacaan tekanan dongkrak dan pengukuran pemuluran berbeda
lebih dari 3 %, kabel dan peralatan harus dikalibrasi ulang.

 Prosedur Pra-tegang
 Operasi penarikan kabel harus dikerjakan oleh tenaga yang terlatih dan
berpengalaman di bidangnya.
 Gaya pra-tegang harus diberikan dan dilepas secara bertahap dan merata.
 Untuk menghilangkan kekenduran dan menaikkan kabel dari lantai landasan, maka
gaya 100 kg harus diberikan pada kabel. Gaya awal harus diberikan untuk
menghitung pemuluran yang diperlukan.

Pelatihan Structure Engineer of Bridge Construction (STEBC) IV-9


STEBC-03: Pengujian Tanah dan Material Bab IV: Penetapan Jenis Material

 Kabel harus ditandai untuk pengukuran pemuluran setelah tegangan awal diberikan.
Bilamana diperlukan, maka kabel harus ditandai pada kedua ujungnya, ujung yang
ditarik dan ujung yang mati serta pada kopel (bila digunakan), sedemikian hingga slip
dan masuknya kabel (draw-in) dapat diukur.
 Bilamana terjadi slip pada salah satu kelompok kabel yang ditarik secara bersama-
sama, maka tegangan pada seluruh kabel harus dikendorkan, kabel-kabel diatur lagi
dan kelompok kabel tersebut ditarik kembali. Sebagai alternatif, jika kabel yang slip
tidak lebih dari dua, penarikan kelompok kabel dapat diteruskan sampai selesai dan
kabel yang kendor ditarik kemudian.
 Gaya pra-tegang harus dipindahkan dari dongkrak penarik ke abutment landasan
pra-tegang segera setelah gaya yang diperlukan (atau pemuluran) dalam kabel telah
tercapai, dan tekanan dongkrak harus dilepas sebelum setiap operasi berikutnya
dimulai.
 Bilamana untaian (strand) yang dilengkungkan disyaratkan, maka Direksi Pekerjaan
dapat memerintahkan pengukuran pemuluran atau regangan pada berbagai posisi
sepanjang kabel untuk menentukan gaya pada kabel pada masing-masing posisi.

 Pemindahan Gaya Pra-tegang

 Persetujuan
 Kontraktor harus menyerahkan kepada Direksi Pekerjaan usulan terinci cara
pemindahan gaya pra-tegang untuk mendapat persetujuan sebelum pemindahan
gaya dimulai.

 Ketentuan Kekuatan Beton


 Tidak ada kabel yang dilepas sebelum beton mencapai kuat tekan yang lebih
besar dari 85 % kuat tekan beton berumur 28 hari yang disyaratkan dalam
Gambar dan didukung dengan pengujian benda uji standar yang dibuat dan
dirawat sesuai dengan unit-unit yang dicor.
 Bilamana, setelah 28 hari, kuat tekan beton gagal mencapai kekuatan minimum
yang disyaratkan, maka kabel segera dilepaskan dan unit beton tersebut harus
ditolak.

 Prosedur
 Semua kabel harus diperiksa sebelum dilepas untuk memastikan bahwa tidak
terdapat kabel yang kendur. Bilamana terdapat kabel yang kendur, maka Kon-
traktor harus segera memberitahu Direksi Pekerjaan sehingga Direksi Pekerjaan

Pelatihan Structure Engineer of Bridge Construction (STEBC) IV-10


STEBC-03: Pengujian Tanah dan Material Bab IV: Penetapan Jenis Material

dapat memeriksa unit tersebut dan menentukan apakah unit tersebut dapat
dipakai terus atau harus diganti.
 Semua kabel harus diberi tanda pada kedua ujung balok pratekan, agar dapat
dilakukan pencatatan bilamana terjadi slip atau masuknya kabel (draw-in).
 Pelepasan kabel harus secara berangsur-angsur dan tidak boleh terhenti pada
waktu pelepasannya.
 Dengan persetujuan dari Direksi Pekerjaan, pelepasan kabel dapat dilakukan
dengan pemanasan, asalkan ketentuan berikut ini dilaksanakan :
i) Kontraktor harus menyerahkan kepada Direksi Pekerjaan rincian cara
pemindahan gaya pra-tegang termasuk panjang kabel bebas di antara unit-
unit, panjang kabel bebas pada kedua ujung landasan, tempat-tempat
dimana kabel akan diberikan pemanasan, rencana pemotongan kabel dan
pelepasan alat untuk kabel yang dilengkungkan, cara pemanasan kabel dan
peralatan yang diusulakan untuk digunakan.
ii) Pemanasan harus dilaksanakan merata pada seluruh panjang kabel dalam
waktu yang cukup untuk menjamin bahwa seluruh kabel telah regang (relax)
sepenuhnya sebelum dilakukan pemotongan. Beton tidak boleh dipanaskan
secara berlebihan, dan pemanasan tidak boleh dilakukan lang-sung pada
setiap bagian kabel yang berjarak kurang dari 10 cm dari permukaan beton
unit tersebut.
iii) Direksi Pekerjaan harus hadir dalam setiap pelepasan kabel dengan
pemanasan. Setelah gaya pra-tegang telah dipindahkan pada unit-unit,
kabel-kabel antara unit-unit harus bekerja baik sepanjang garis dari titik
pelepasan.Setelah gaya pra-tegang dipindahkan seluruhnya pada beton,
kelebihan panjang kabel harus dipotong sampai ujung permukaan unit
dengan pemotong mekanis. Setiap upaya harus dilakukan untuk mencegah
kerusakan pada beton.

 Masuknya (Draw-in) Kabel Yang Diijinkan.


 Masuknya kabel pada setiap kabel tidak boleh melampaui 3 mm pada setiap ujung,
kecuali disebutkan lain dalam Gambar.
 Bilamana masuknya kabel melampaui toleransi maksimum maka pekerjaan tersebut
harus ditolak.

Pelatihan Structure Engineer of Bridge Construction (STEBC) IV-11


STEBC-03: Pengujian Tanah dan Material Bab IV: Penetapan Jenis Material

4.2.2.2 Metode Penegangan Setelah Pengecoran (Post-Tension)

 Penempatan Jangkar

 Setiap jangkar harus ditempatkan tegak lurus terhadap garis kerja gaya pra-tegang,
dan dipasang sedemikian hingga tidak akan bergeser selama pengecoran beton.
 Bilamana ditentukan dalam Gambar bahwa plat baja digunakan sebagai jangkar,
maka bidang permukaan beton yang kontak langsung dengan plat baja tersebut
harus rata, daktil (ducktile) dan diletakkan tegak lurus terhadap arah gaya pra-
tegang.
 Sesudah pekerjaan pra-tegang dan penyuntikan selesai, jangkar harus ditutup
dengan beton dengan tebal paling sedikit 3 cm.

 Penempatan Kabel

 Lubang jangkar harus ditutup untuk menjamin bahwa tidak terdapat adukan semen
atau bahan lainnya masuk ke dalam lubang selama pengecoran.
 Segera sebelum penarikan kabel, Kontraktor harus menunjukkan bahwa semua
kabel bebas bergerak antara titik-titik penjangkaran dan elemen-elemen tersebut
bebas untuk menampung pergerakan horisontal dan vertikal sehubungan dengan
gaya pra-tegang yang diberikan.

 Kekuatan Beton Yang Diperlukan

 Gaya pra-tegang belum boleh diberikan pada beton sebelum mencapai kekuatan
beton yang diperlukan seperti yang disyaratkan dalam Gambar, dan tidak boleh
kurang dari 14 hari setelah pengecoran jika perawatan dengan pembasahan
digunakan, atau kurang dari 2 hari setelah pengecoran jika perawatan dengan uap
digunakan.
 Bilamana unit-unit terdiri dari elemen-elemen yang disambung, kekuatan yang
dipindah-kan ke bahan sambungan paling sedikit harus sama dengan kekuatan yang
dipindahkan pada unit beton.

 Besarnya Gaya Pra-tegang Yang Diperlukan

 Pengukuran gaya pra-tegang dilakukan dengan cara langsung mengukur tekanan


dongkrak atau tidak langsung dengan mengukur pemuluran.
 Direksi Pekerjaan akan menentukan perkiraan pemuluran dan tekanan dongkrak.
 Kontraktor harus menetapkan titik duga untuk mengukur perpanjangan dan tekanan
dongkrak.

Pelatihan Structure Engineer of Bridge Construction (STEBC) IV-12


STEBC-03: Pengujian Tanah dan Material Bab IV: Penetapan Jenis Material

 Kontraktor harus menambahkan gaya pra-tegang yang diperlukan untuk mengatasi


kehilangan gaya akibat gesekan dan penjangkaran.
 Segera setelah penjangkaran, maka tegangan dalam kabel pra-tegang tidak boleh
melam-paui 70% dari beban yang ditetapkan. Selama penegangan, maka nilai
tersebut tidak boleh melampaui 80%.
 Kabel harus ditegangkan secara bertahap dengan kecepatan yang tetap. Gaya
dalam kabel harus diperoleh dari pembacaan pada dua buah arloji atau alat
pengukur tekanan yang menyatu dengan peralatan tersebut. Perpanjangan kabel
dalam gaya total yang disetujui tidak boleh melampaui 5 % dari perhitungan
perpanjangan yang disetujui. Bilamana perpanjangan yang diperlukan tidak dapat
dicapai maka gaya dongkrak dapat ditingkatkan sampai 75 % dan beban yang
ditetapkan untuk kabel. Bilamana perbedaan pemuluran antara yang diukur dengan
yang dihitung, lebih dari 5 %, maka tidak perlu dilakukan penarikan lebih lanjut
sampai perhitungan dan peralatan tersebut diperiksa.
 Penegangan harus dari salah satu ujung, kecuali disebutkan lain dalam Gambar.
 Bilamana penegangan pada kabel dilakukan dengan pendongkrakan pada kedua
ujung-nya, maka tarikan ke dalam (pull-in) pada ujung yang jauh dari dongkrak harus
diukur dengan akurat dengan memperhitungkan kehilangan gaya untuk
perpanjangan yang diukur pada ujung dongkrak.
 Bilamana pekerjaan pra-tegang telah dilakukan, maka kabel harus dijangkarkan.
Tekanan dongkrak kemudian harus dilepas dengan sedemikian rupa sehingga dapat
menghindari goncangan terhadap jangkar atau kabel tersebut.
 Bilamana tarikan ke dalam (pull-in) kabel pada penjangkaran akhir lebih besar dari
yang dipersyaratkan sesuai Spesifikasi, maka beban harus dilepas secara bertahap
dengan kecepatan tetap dan penarikan kabel dapat diulangi.

 Prosedur Penarikan Kabel


 Umum
 Pelepasan dongkrak harus bertahap dan menerus. Penarikan kabel harus sesuai
dengan urutan yang telah ditentukan dalam Gambar. Pemberian gaya pra-
tegang sebagian (partially prestressed) hanya boleh diberikan bilamana
ditunjukkan dalam Gambar. Pemberian gaya pra-tegang yang melampaui gaya
maksimum yang telah dirancang untuk mengurangi gesekan dapat diijinkan
untuk mengatasi penurunan gaya yang diperlukan. Dalam keadaan apapun,
perhatian khusus harus diberikan agar kabel tidak ditarik melebihi 85 % dari
kekuatan maksimumnya, dan dongkrak tidak dipaksa sampai melebihi batas
kapasitas maksimumnya.

Pelatihan Structure Engineer of Bridge Construction (STEBC) IV-13


STEBC-03: Pengujian Tanah dan Material Bab IV: Penetapan Jenis Material

 Sebelum penegangan, kabel harus dibersihkan dengan cara meniupkan udara


bertekanan ke dalam selongsong. Jangkar juga harus dalam keadaan bersih.
Bagian kabel yang menonjol harus dibersihkan dari bahan-bahan yang tidak
dikehendaki, karat/korosi, sisa-sisa adukan semen, gemuk, minyak atau kotoran
debu lainnya yang dapat mempengaruhi perlekatannya dengan pekerjaan pen-
jangkaran. Kabel dicoba untuk ditarik keluar dan masuk ke dalam selongsong
agar dapat kelengketan akibat kebocoran selongsong dapat segera diketahui dan
diambil langkah-langkah seperlunya.
 Gaya tarik pendahuluan, untuk menegangkan kabel dari posisi lepasnya, harus
diatur agar besarnya cukup akan tetapi tidak mengganggu besarnya gaya yang
diperlukan yang akan digunakan untuk setiap prosedur.
 Setelah kabel ditegangkan, kedua ujungnya diberi tanda untuk memulai peng-
ukuran pemuluran.
 Bilamana slip terjadi pada satu kabel atau lebih dari sekelompok kabel,
pemuluran kabel yang belum ditegangkan dapat dinaikkan asalkan gaya yang
diberikan tidak akan melebihi 85 % kekuatan maksimumnya.
 Bilamana kabel slip atau putus, yang mengakibatkan batas toleransi yang
diijinkan dilampaui, kabel tersebut harus dilepas, atau diganti jika perlu, sebelum
ditarik ulang.

 Penarikan Kabel Dengan 2 Dongkrak


 Umumnya operasi pra-tegang harus dilaksanakan dengan dongkrak pada setiap
ujung secara bersama-sama. Setiap usaha yang dilakukan untuk mencatat
semua gaya pada setiap dongkrak selama operasi penarikan kabel harus
diteruskan sampai gaya yang diperlukan pada dongkrak tercapai atau sampai
jumlah pemu-luran sama dengan jumlah pemuluran yang diperlukan.
 Penegangan pada salah satu ujung harus dilakukan untuk menentukan kehi-
langan gesekan (friction loss). Kedua dongkrak dihubungkan pada kedua ujung
dari setiap kabel. Salah satu dongkrak diberikan perpanjangan paling tidak 2,5
cm sebelum dongkrak lainnya dihubungkan. Kabel yang masih kendor harus
dikencangkan, dan kabel yang pertama-tama ditegangkan adalah pada dongkrak
yang tidak diberi perpanjangan (disebut leading jack).
 Dongkrak yang tidak diberi gaya (disebut trailing jack) harus dipasang
sedemikian hingga gaya yang dipindahkan pada ujung ini dapat dicatat.
Penegangan ujung ini harus dilanjutkan sampai pemuluran mendekati 75 % dari
total pemuluran yang diperkirakan pada ujung trailing jack. Penegangan
kemudian dilanjutkan dengan memberi gaya hanya pada trailing jack, sampai

Pelatihan Structure Engineer of Bridge Construction (STEBC) IV-14


STEBC-03: Pengujian Tanah dan Material Bab IV: Penetapan Jenis Material

pada kedua dongkrak tersebut tercatat gaya yang sama. Kedua dongkrak
selanjutnya dikerjakan dengan mempertahankan gaya yang sama pada kedua
dongkrak, sampai mencapai besar gaya yang dikehendaki.

 Penegangan Dengan 1 Dongkrak


Bilamana ditunjukkan dalam Gambar bahwa kabel harus ditarik pada satu ujung
(biasanya bentang pendek), maka hanya satu dongkrak yang digunakan. Setelah
kabel ditegangkan, kedua ujung ditandai untuk mengukur pemuluran masuknya
kabel (draw-in).

 Lubang Penyuntikan (Grouting Hole)


 Lubang penyuntikan harus disediakan pada jangkar, pada titik atas dan bawah profil
kabel dan pada titk-titik lainnya yang cocok. Jumlah dan lokasi titik-titik ini tidak boleh
lebih dari 30 meter pada bagian dari panjang selongsong. Lubang penyuntikan dan
lubang pembuangan udara paling tidak harus berdiameter 10 mm dan setiap lubang
harus ditutup dengan katup atau perleng-kapan sejenis yang mampu menahan
tekanan 10 kg/cm2 tanpa kehilangan air, suntikan atau udara.

 Penyuntikan dan Penyelesaian Akhir Setelah Pemberian Gaya Pra-tegang


 Kabel harus disuntik dalam waktu 24 jam sesudah penarikan kabel selesai dilakukan.
 Lubang penyuntikan harus diuji dengan diisi air bertekanan 8 kg/cm2 selama satu
jam sebelum penyuntikan. Selanjutnya selongsong harus dibersihkan dengan air dan
udara bertekanan.
 Peralatan pencampur harus dapat menghasilkan adukan semen dengan kekentalan
yang homogen dan harus mampu memasok secara menerus pada peralatan
penyuntikan. Peralatan penyuntikan tersebut harus mampu beroperasi secara
menerus dengan sedikit variasi tekanan dan harus mempunyai sistim untuk
mengalirkan kembali adukan bila-mana penyuntikan sedang tidak dijalankan. Udara
bertekanan tidak boleh digunakan. Peralatan tersebut harus mempunyai tekanan
tetap yang tidak melebihi 8 kg/cm2. Semua pipa yang disambungkan ke pompa
penyuntikan harus mempunyai suatu lengkung minimum, katup dan sambungan
penyesuai antar diameter. Semua pengatur arus ke pompa harus disetel dengan
saringan 1,0 mm. Semua peralatan, terutama pipa, harus dicuci sampai bersih
dengan air bersih setelah setiap rangkaian operasi dan pada akhir operasi setiap
hari.
 Interval waktu antar pencucian tidak boleh melebihi dari 3 jam. Peralatan tersebut
harus mampu mempertahankan tekanan pada selongsong yang telah disuntik
sampai penuh dan harus dilengkapi dengan katup yang dapat terkunci tanpa

Pelatihan Structure Engineer of Bridge Construction (STEBC) IV-15


STEBC-03: Pengujian Tanah dan Material Bab IV: Penetapan Jenis Material

kehilangan tekanan dalam selongsong. Pertama-tama air dimasukkan ke dalam alat


pencampur, kemudian semen. Bilamana telah dicampur sampai merata, jika
digunakan, maka aditif akan ditambahkan. Pengadukan harus dilanjutkan sampai
diperoleh suatu kekentalan yang merata. Rasio air - semen pada campuran tidak
akan melebihi 0,45 menurut takaran berat. Pencampuran tidak boleh dilakukan
secara manual. Penyuntikan harus dikerjakan dengan cukup lambat untuk
menghindari timbulnya segregasi adukan. Cara penyuntikan adukan harus
sedemikian hingga dapat menjamin bahwa seluruh selongsong terisi penuh dan
penuh di sekeliling kabel. Grouting harus dapat mengalir dari ujung bebas
selongsong sampai kekentalannya ekivalen dengan grouting yang disuntikkan.
Lubang masuk harus ditutup dengan rapat. Setiap lubang grouting harus ditutup
dengan cara yang serupa secara berturut-turut dalam arah aliran. Setelah suatu
jangka waktu yang semestinya, maka penyuntikan selanjutnya harus dilaksanakan
untuk mengisi setiap rongga yang mungkin ada.
 Setelah semua lubang ditutup, tekanan penyuntikan harus dipertahankan pada 8
kg/cm2 paling tidak selama satu menit.
 Selongsong penyuntikan tidak boleh terpengaruh oleh goncangan atau getaran
dalam waktu 1 hari setelah penyuntikan.
 Tidak kurang dari 2 hari setelah penyuntikan, permukaan adukan dalam penyuntikan
dan lubang pembuangan udara harus diperiksa dan diperbaiki sebagaimana
diperlukan.
 Kabel tidak boleh dipotong dalam waktu 7 hari setelah penyuntikan. Ujung kabel
harus dipotong sedemikian rupa sehingga minimum terdapat selimut beton setebal
3 cm pada ujung balok (end block).

4.3. BAJA TULANGAN


4.3.1. PERSYARATAN MATERIAL

 Baja Tulangan
 Baja tulangan harus baja polos atau berulir dengan mutu yang sesuai dengan
Gambar dan memenuhi Tabel 4.3 berikut ini :

Tabel 4.3: Tegangan Leleh Karakteristik Baja Tulangan


Tegangan Leleh Karakteristik atau Tegangan
Mutu Sebutan Karakteristik yang memberikan regangan
tetap (kg/cm2)
U24 Baja Lunak 2.400
U32 Baja Sedang 3.200
U39 Baja Keras 3.900
U48 Baja Keras 4.800

Pelatihan Structure Engineer of Bridge Construction (STEBC) IV-16


STEBC-03: Pengujian Tanah dan Material Bab IV: Penetapan Jenis Material

 Bila anyaman baja tulangan diperlukan, seperti untuk tulangan pelat, anyaman
tulangan yang di las yang memenuhi AASHTO M55 dapat digunakan.

 Tumpuan untuk Tulangan


 Tumpuan untuk tulangan harus dibentuk dari batang besi ringan atau bantalan beton
pracetak dengan mutu K250. Kayu, bata, batu atau bahan lain tidak boleh diijinkan
sebagai tumpuan.

 Pengikat untuk Tulangan


 Kawat pengikat untuk mengikat tulangan harus kawat baja lunak yang memenuhi
AASHTO M32 - 90.

4.4. BAJA STRUKTUR

4.4.1. PERSYARATAN MATERIAL DAN RENCANA UJI MUTU

 Baja Struktur
 Kecuali ditunjukkan lain dalam Gambar, baja karbon untuk paku keling, baut atau
dilas harus sesuai dengan ketentuan AASHTO M183M - 90 : Structural Steel. Baja
lainnya harus mempunyai tegangan leleh minimum sebesar 2500 kg/cm2 dan
tegangan tarik minimum sebesar 4000 kg/cm2. Baja struktur untuk gelagar komposit
harus mempunyai tegangan leleh minimum sebesar 3500 kg/cm2 dan tegangan tarik
minimum sebesar 4950 kg/cm2.
 Mutu baja, dan data yang berkaitan lainnya harus ditandai dengan jelas pada unit-
unit yang menunjukkan identifikasi selama fabrikasi dan pemasangan.
 Tiang pancang baja struktur, harus memenuhi ketentuan AASHTO M183M – 90.
 Pipa baja, yang akan diisi dengan beton harus memenuhi ketentuan dari ASTM A252
Grade 2. Pelat penutup untuk menutup ujung tiang pancang harus memenuhi
ketentuan dari AASHTO M183 - 90 (ASTM A36).
 Turap baja, harus memenuhi ketntuan dari AASHTO M202 - 90.

 Baut, Mur dan Ring

 Baut dan mur harus memenuhi ketentuan dari ASTM A307 Grade A, dan mempunyai
kepala baut dan mur berbentuk segienam (hexagonal).
 Baut, Mur dan Ring dari Baja Geser Tegangan Tinggi
 Baut, mur dan ring dari baja tegangan tinggi harus difabrikasi dari baja karbon
yang dikerjakan secara panas memenuhi ketentuan dari AASHTO M164M - 90

Pelatihan Structure Engineer of Bridge Construction (STEBC) IV-17


STEBC-03: Pengujian Tanah dan Material Bab IV: Penetapan Jenis Material

dengan tegangan leleh minimum 5700 kg/cm2 dan pemuluran (elongation)


minimum 12 %.
 Baut dan mur harus ditandai untuk identifikasi sesuai dengan ketentuan dari
AASHTO M164M - 90. Ukuran baut harus sebagaimana ditunjukkan dalam
Gambar.

 Paku Penghubung Geser Yang Dilas

 Paku penghubung geser (shear connector studs) harus memenuhi ketentuan dari
AASHTO M169 - 83 : Steel Bars, Carbon, Cold Finished, Standard Quality. Grade
1015, 1018 atau 1020, baik baja "semi-killed" maupun "fully killed".

 Bahan Untuk Keperluan Pengelasan

 Bahan untuk keperluan pengelasan yang digunakan dalam pengelasan logam dari
kelas baja yang memenuhi ketentuan dari AASHTO M183 - 90, harus memenuhi
ketentuan dari ASTM A233.

 Sertifikat

 Semua bahan baku atau cetakan yang dipasok untuk pekerjaan, harus disertai
sertifikat dari pabrik pembuatnya yang menyatakan bahwa bahan tersebut telah di
produksi sesuai dengan formula standar dan memenuhi semua ketentuan dalam
pengendalian mutu dari pabrik pembuatanya. Sertifikat harus menunjukkan semua
hasil pengujian sifat-sifat fisik bahan baku.
 Ketentuan ini harus digunakan, tetapi tidak terbatas pada produk-produk atau
bagian-bagian yang dirol, baut, bahan dan pembuatan landasan (bearing) jembatan
dan galvanisasi.

4.5. KAYU

4.5.1. PERSYARATAN MATERIAL DAN RENCANA UJI MUTU

 Kayu untuk tiang turap, kecuali ditunjukkan lain dalam Gambar, harus diberi bahan
pengawet. Tiang turap harus terbuat dari kayu yang digergaji atau ditebang, dengan
sudut-sudut persegi.
 Kayu untuk tiang pancang penahan beban (bukan cerucuk) dapat diawetkan atau tidak
diawetkan, dan dapat dipangkas sampai membentuk penampang yang tegak lurus
terhadap panjangnya atau berupa batang pohon lurus sesuai bentuk aslinya.
Selanjutnya semua kulit kayu harus dibuang.

Pelatihan Structure Engineer of Bridge Construction (STEBC) IV-18


STEBC-03: Pengujian Tanah dan Material Bab IV: Penetapan Jenis Material

 Cerucuk kayu harus terbuat dari jenis, diameter dan mutu yang ditunjukkan dalam
Gambar.
 Tiang pancang kayu harus seluruhnya keras (sound) dan bebas dari kerusakan, mata
kayu, bagian yang tidak keras atau akibat serangan serangga. Pengawetan harus sesuai
dengan AASHTO M133 - 86.

4.6. PASANGAN BATU KOSONG DAN BRONJONG

4.6.1. PERSYARATAN MATERIAL DAN RENCANA MUTU

 Kawat Bronjong
 Haruslah baja berlapis seng yang memenuhi AASHTO M279 Kelas 1, dan ASTM
A239. Lapisan galvanisasi minimum haruslah 0,26 kg/m2.

 Karakteristik kawat bronjong adalah :


 Tulangan tepi, diameter : 5,0 mm, 6 SWG
 Jaringan, diameter : 4,0 mm, 8 SWG
 Pengikat, diameter : 2,1 mm, 14 SWG
 Kuat Tarik : 4200 kg/cm2
 Perpanjangan diameter : 10% (minimum)

 Anyaman : Anyaman haruslah merata berbentuk segi enam yang teranyam dengan
tiga lilitan dengan lubang kira-kira 80 mm x 60 mm yang dibuat sedemikian rupa
hingga tidak lepas-lepas dan dirancang untuk diperoleh kelenturan dan kekuatan
yang diperlukan. Keliling tepi dari anyaman kawat harus diikat pada kerangka
bronjong sehingga sambungan-sambungan yang diikatkan pada kerangka harus
sama kuatnya seperti pada badan anyaman.
 Keranjang haruslah merupakan unit tunggal dan disediakan dengan dimensi yang
disyaratkan dalam Gambar dan dibuat sedemikian sehingga dapat dikirim ke
lapangan sebelum diisi dengan batu.

 Batu
 Batu untuk pasangan batu kosong dan bronjong harus terdiri dari batu yang keras
dan awet dengan sifat sebagai berikut :
 Keausan agregat dengan mesin Los Angeles harus kurang dari 35 %.
 Berat isi kering oven lebih besar dari 2,3.
 Peyerapan Air tidak lebih besar dari 4 %.
 Kekekalan bentuk agregat terhadap natrium sulfat atau magnesium sulfat dalam
pengujian 5 siklus (daur) kehilangannya harus kurang dari 10 %.
 Batu untuk pasangan batu kosong haruslah bersudut tajam, berat tidak kurang dari
40 kg dan memiliki dimensi minimum 300 mm. Direksi Pekerjaan dapat
Pelatihan Structure Engineer of Bridge Construction (STEBC) IV-19
STEBC-03: Pengujian Tanah dan Material Bab IV: Penetapan Jenis Material

memerintahkan batu yang ukurannya lebih besar jika kecepatan aliran sungai cukup
tinggi.

 Landasan
 Landasan haruslah dari bahan drainase porous dengan gradasi yang dipilih
sedemikian hingga tanah pondasi tidak dapat hanyut melewati bahan landasan dan
juga bahan landasan tidak hanyut melewati pasangan batu kosong atau bronjong.

 Adukan Pengisi (Grout)


 Adukan pengisi untuk pasangan batu kosong yang diberikan harus beton K175.

4.7. EXPANSION JOINT

4.7.1. PERSYARATAN MATERIAL DAN RENCANA MUTU


 Struktur Sambungan Ekspansi (Expansion Joint Structure)
 Jenis struktur sambungan ekspansi tergantung pada jumlah pergerakan lantai yang
diperlukan dan sebagaimana yang ditunjukkan dalam Gambar.
 Sambungan pelat atau siku, sambungan baja bergerigi (steel finger joint) dan
sambungan berpenutup neoprene harus mempunyai bentuk yang disetujui oleh
Direksi Pekerjaan.
 Bagian baja dan baut jangkar harus sesuai dengan AASHTO M120 Kelas A.
 Bagian logam harus dilindungi terhadap korosi.

 Bahan Pengisi Sambungan (Joint Filler)


 Bahan pengisi sambungan harus dari jenis kenyal yang tidak dikeluarkan pracetak
(premoulded non-extruding resilient type), sesuai dengan AASHTO M153 - 84 atau
AASHTO M213 - 81.

 Penutup Sambungan (Joint Sealer)


 Bahan untuk penutup sambungan horisontal harus sesuai dengan AASHTO M173 -
84 : Hot Poured Elastic Sealer, Sebagai alternatif, penutup dari bitumen karet yang
dicor panas seperti Expandite Plastic Grade 99 atau yang sejenis dapat digunakan.
Sambungan vertikal dan miring harus ditutup dengan sambungan Expandite Plastic,
dempul bitumen, Thioflex 600 dua bagian persenyawaan polysulfida, atau bahan
sejenis lainnya.
 Persenyawaan dasar sambungan (joint priming compound) harus sebagaimana yang
disarankan oleh pabrik bahan penutup yang dipilih untuk digunakan.
 Bahan sambungan untuk dasar (primer) dan penutup (sealer) sambungan harus
dicampur dan digunakan sesuai dengan petunjuk pabrik pembuatnya.
Pelatihan Structure Engineer of Bridge Construction (STEBC) IV-20
STEBC-03: Pengujian Tanah dan Material Bab IV: Penetapan Jenis Material

4.8. PERLETAKAN (BEARING)

4.8.1. PERSYARATAN MATERIAL DAN RENCANA MUTU

 Baja untuk Perletakan


 Lapisan Pelat Baja
 Lapisan penulangan pelat baja untuk bantalan perletakan harus memenuhi
AASHTO M183 - 90. Tepi-tepi pelat harus dikerjakan dengan rapi untuk meng-
hindari penakikan. Pelat harus terbungkus penuh dalam elastomer untuk men-
cegah korosi.

 Perletakan Logam
 Perletakan logam harus berupa perletakan blok berongga (pot), geser (sliding),
rol (roller), sendi (knuckle), goyang (rocker), yang disetel atau perletakan lainnya
sebagaimana yang ditunjukkan dalam Gambar dan disetujui oleh Direksi
Pekerjaan. Bahan harus memenuhi spesifikasi AASHTO yang berkaitan.

 Elastomer untuk Perletakan


 Elastomer yang digunakan dalam perletakan jembatan harus mengandung baik karet
alam maupun karet chloroprene sebagai bahan baku polymer. Karet yang diolah
kem-bali atau karet vulkanisir tidak boleh digunakan. Bahan elastomer, sebagaimana
yang ditentukan dari pengujian, harus memenuhi ketentuan Tabel 4.4 berikut ini.

Tabel 4.4: Ketentuan Bahan Elastomer

Pengujian Metode ASTM Ketentuan


Kuat Tarik D 412 min.169 kg/mm2
Pemuluran sampai putus D 412 min.350 %
Pengaturan Tekan, 22 jam pada D 395 maks.25 %
67oC (metode B)
Kuat Sobek D 624 min.13 kg/cm2
(Die C)
Kekerasan (Shore A) D 2240 65 + 5
Ketahanan terhadap Ozone, D 1149 Tidak ada
regangan 20 %, 100 jam pada 38 + (kecuali 100 + 20 keretakan
10 C ba-gian per
100.000.000)
Kekakuan pada temperatur rendah, D 797 maks.350 kg/cm2
Modulus Young pada 35 oC
Kerapuhan pada temperatur rendah, D 736 Memenuhi
5 jam pada - 40 oC

Pelatihan Structure Engineer of Bridge Construction (STEBC) IV-21


STEBC-03: Pengujian Tanah dan Material Bab IV: Penetapan Jenis Material

 Setelah pengujian percepatan penuaan (aging) sesuai dengan ASTM D573 selama
70 jam pada 100oC, maka elastrometer tidak boleh menunjukkan kemunduran yang
melebihi Tabel 4.5 berikut ini :

Tabel 4.5: Kemunduran Elastomer


Setelah Pengujian Percepatan Penuaan

Kuat tarik, % perubahan maks.15


Pemuluran sampai putus 50 % (tetapi tidak kurang dari 300 % pemuluran
total bahan)
Kekerasan maks.10 angka

 Pelekatan antara elastomer dengan logam harus sedemikian rupa hingga bilamana
diuji untuk pemisahan, tidak terjadi kerusakan pada elastomer atau antara elastomer
dengan logam. Bahan polymer dalam paduan elastomer harus berupa neoprene dan
tidak boleh kurang dari 60 % volume total perletakan.

4.9. SANDARAN (RAILING)


4.9.1. PERSYARATAN MATERIAL DAN RENCANA MUTU

 Baja
 Bahan untuk sandaran jembatan harus baja rol dengan tegangan leleh 2800
kg/cm2 memenuhi AASHTO M183 - 90.
 Baja rol harus diuji di instasi pengujian yang disetujui bilamana tidak terdapat
sertifikat pabrik pembuatnya.

 Baut Pemegang (Holding Down Bolt)


 Baut pemegang harus berbentuk U dan berdiameter 25 mm memenuhi ASTM
A307 atau, setara dengan Baut Jangkar Dengan Perekat Epoxy (Epoxy Bonded
Stud Anchor Bolts). Paku jangkar jenis lainnya tidak diijinkan. Semua baut
pemegang harus diproteksi terhadap korosi atau digalvanisasi.

4.10. JADWAL PENGUJIAN MATERIAL

Berikut ini diberikan prinsip-prinsip penyiapan jadwal pengujian material jembatan,


berurutan dimulai dari pekerjaan pondasi, pekerjaan abutment / pilar, pemasangan
perletakan jembatan, dan pemasangan bangunan atas jembatan. Jumlah waktu yang
diperlukan tidak diberikan di sini karena akan tergantung pada volume pekerjaan yang
harus dikerjakan. Jenis dan jumlah pengujian serta banyaknya benda uji akan tergantung
pada persyaratan teknis yang di atur di dalam Spesifikasi, sehingga sebelum membuat

Pelatihan Structure Engineer of Bridge Construction (STEBC) IV-22


STEBC-03: Pengujian Tanah dan Material Bab IV: Penetapan Jenis Material

jadwal pengujian material, structure engineer of bridge construction harus membuat


perhitungan jenis dan volume pekerjaan yang dihadapi, jenis dan jumlah pengujian yang
harus dilakukan, banyaknya benda uji, dan kapan pengujian material harus dilakukan.

Pengujian material pada prinsipnya merujuk pada 3 (tiga) hal yaitu pengujian bahan baku,
pengujian bahan olahan dan pengujian bahan jadi. Pengujian dilakukan secara bertahap,
yaitu material harus lolos uji dulu sebagai bahan baku sebelum digunakan sebagai bahan
olahan. Setelah lolos dari pengujian mutu sebagai bahan olahan, material boleh
digunakan sebagai komponen untuk bahan jadi. Pada akhirnya, bahan jadi yang
komposisinya terdiri dari beberapa bahan olahan, juga harus memenuhi persyaratan mutu
bahan jadi. Jika pada tahap akhir ternyata tidak lolos uji mutu, maka bahan jadi tersebut
harus ditolak, dipelajari apa yang menjadi penyebab tidak mampu melewati uji mutu, dan
harus dilakukan upaya-upaya mencari “rumusannya”, seperti apa komposisi bahan olahan
harus dibuat, sehingga dapat memenuhi uji mutu bahan jadi.

Tabel berikut memberikan gambaran contoh jadwal pengujian material proyek jembatan,
yang pekerjaan-pekerjaannya berisi kegiatan-kegiatan yang memerlukan pengujian
material :

Pelatihan Structure Engineer of Bridge Construction (STEBC) IV-23


STEBC-03: Pengujian Tanah dan Material Bab IV: Penetapan Jenis Material

CONTOH JADWAL PENGUJIAN MATERIAL PEKERJAAN JEMBATAN


(Pondasi tiang bor beton cor di tempat, abutment beton bertulang, tanpa pilar, bangunan atas rangka baja, lantai kendaraan beton bertulang)

Jadwal dalam satuan waktu


No. Pekerjaan/Kegiatan Jenis Pengujian Metode Pengujian
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
1. Pekerjaan pondasi tiang bor
beton cor di tempat
 Pengujian bahan baku:
 Pengujian agregat  Keausan agregat dengan
yang dihasilkan dari Mesin Los Angeles pada 500 SNI 03-2417-1991 xx
crusher putaran
 Kekekalan bentuk batu SNI 03-3407-1994 xx
terhadap
 Gumpalan lempung dan SK SNI M-01-1994-
xx
partikel yang mudah pecah 03
 Bahan yang lolos ayakan No. SK SNI M-02-1994-
xx
200 03
 Bebas dari bahan organik SNI 03-2816-1992 xx
 Pengujian bahan olahan:
 Pengujian agregat  Pemenuhan terhadap
kasar ketentuan gradasi sesuai Sieve Analyses xx
Spesifikasi
 Pengujian agregat  Pemenuhan terhadap
halus ketentuan gradasi sesuai Sieve Analyses xx
Spesifikasi
 Pengujian semen  Pengujian jenis semen AASHTO M85 xx
 Pengujian air  Pemenuhan terhadap
persyaratan bersih, bebas dari AASHTO T26 xx
garam, asam, basa, gula atau
organik
 Baja tulangan  Pemenuhan terhadap toleransi ACI 315 xx
untuk fabrikasi

Pelatihan Structure Engineer of Bridge Construction (STEBC) IV-24


STEBC-03: Pengujian Tanah dan Material Bab IV: Penetapan Jenis Material

Jadwal dalam satuan waktu


No. Pekerjaan/Kegiatan Jenis Pengujian Metode Pengujian
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
 Pengujian bahan jadi:
Penyiapan adukan beton
 Pengambilan benda uji Sesuai dengan
untuk keperluan ketentuan yang
--- xx
pengujian slump dan diatur di dalam
kuat tekan Spesifikasi
 Pengujian slump  Pengujian slump SNI 03-1974-1990 xx
 Pengujian kuat tekan (AASHTO T22)
(bisa benda uji silinder  Pengujian kuat tekan Pd M-16-1996-03 x
atau kubus) ... 3 hari (AASHTO T23)
 Pengujian kuat tekan SNI 032493-1991
 Pengujian kuat tekan (AASHTO T126) x
... 7 hari
 Pengujian kuat tekan SNI03-2458-1991
 Pengujian kuat tekan (AASHTO T141) x
... 28 hari

2. Pekerjaan abutment beton


bertulang kiri-kanan
 Pengujian bahan baku:
 Pengujian agregat  Keausan agregat dengan
yang dihasilkan dari Mesin Los Angeles pada 500 SNI 03-2417-1991 xx
crusher putaran
 Kekekalan bentuk batu SNI 03-3407-1994 xx
terhadap
 Gumpalan lempung dan SK SNI M-01-1994-
xx
partikel yang mudah pecah 03
 Bahan yang lolos ayakan No. SK SNI M-02-1994-
xx
200 03
 Bebas dari bahan organik SNI 03-2816-1992 xx
 Pengujian bahan olahan:
 Pengujian agregat  Pemenuhan terhadap
kasar ketentuan gradasi sesuai Sieve Analyses xx
Spesifikasi

Pelatihan Structure Engineer of Bridge Construction (STEBC) IV-25


STEBC-03: Pengujian Tanah dan Material Bab IV: Penetapan Jenis Material

Jadwal dalam satuan waktu


No. Pekerjaan/Kegiatan Jenis Pengujian Metode Pengujian
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
 Pengujian agregat  Pemenuhan terhadap Sieve Analyses xx
halus ketentuan gradasi sesuai Spec
 Pengujian semen  Pengujian jenis semen AASHTO M85 xx
 Pengujian air  Pemenuhan terhadap
persyaratan bersih, bebas dari AASHTO T26 xx
garam, asam, basa, gula atau
organik
 Baja tulangan  Pemenuhan terhadap toleransi ACI 315 xx
untuk fabrikasi
 Pengujian bahan jadi :
Penyiapan adukan beton
 Pengambilan benda uji Sesuai dengan
untuk keperluan ketentuan yang
--- xx
pengujian slump dan diatur di dalam
kuat tekan Spesifikasi
 Pengujian slump  Pengujian slump SNI 03-1974-1990 xx
 Pengujian kuat tekan (AASHTO T22)
(bisa benda uji silinder  Pengujian kuat tekan Pd M-16-1996-03 x
atau kubus) ... 3 hari (AASHTO T23)
 Pengujian kuat tekan SNI 032493-1991
 Pengujian kuat tekan (AASHTO T126) x
... 7 hari
 Pengujian kuat tekan SNI03-2458-1991
 Pengujian kuat tekan (AASHTO T141) x
... 28 hari

3. Pekerjaan pemasangan
perletakan jembatan
 Pemeriksaan mutu sendi Pemeriksaan kesesuaian mutu
berdasarkan spesifikasi dari
fabrikan dengan rujukan --- x
berdasarkan spesifikasi teknis dari
owner
 Pemeriksaan mutu rol Pemeriksaan kesesuaian mutu
--- x
berdasarkan spesifikasi dari

Pelatihan Structure Engineer of Bridge Construction (STEBC) IV-26


STEBC-03: Pengujian Tanah dan Material Bab IV: Penetapan Jenis Material

Jadwal dalam satuan waktu


No. Pekerjaan/Kegiatan Jenis Pengujian Metode Pengujian
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
fabrikan dengan rujukan
berdasarkan spesifikasi teknis dari
owner

4. Pekerjaan bangunan atas


jembatan (rangka baja)
 Pemeriksaan mutu bahan/
komponen untuk rangka
baja 
Pengujian untuk lantai
jembatan dari beton
bertulang 
 Pengujian bahan baku:
 Pengujian agregat  Keausan agregat dengan
yang dihasilkan dari Mesin Los Angeles pada 500 SNI 03-2417-1991 xx
crusher putaran
 Kekekalan bentuk batu SNI 03-3407-1994 xx
terhadap
 Gumpalan lempung dan SK SNI M-01-1994-
xx
partikel yang mudah pecah 03
 Bahan yang lolos ayakan No. SK SNI M-02-1994-
xx
200 03
 Bebas dari bahan organik SNI 03-2816-1992 xx
 Pengujian bahan olahan:
 Pengujian agregat  Pemenuhan terhadap
kasar ketentuan gradasi sesuai Sieve Analyses xx
Spesifikasi
 Pengujian agregat  Pemenuhan terhadap
halus ketentuan gradasi sesuai Sieve Analyses xx
Spesifikasi
 Pengujian semen  Pengujian jenis semen AASHTO M85 xx

Pelatihan Structure Engineer of Bridge Construction (STEBC) IV-27


STEBC-03: Pengujian Tanah dan Material Bab IV: Penetapan Jenis Material

Jadwal dalam satuan waktu


No. Pekerjaan/Kegiatan Jenis Pengujian Metode Pengujian
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
 Pengujian air  Pemenuhan terhadap
persyaratan bersih, bebas dari AASHTO T26 xx
garam, asam, basa, gula atau
organik
 Baja tulangan  Pemenuhan terhadap toleransi ACI 315 xx
untuk fabrikasi
 Pengujian bahan jadi :
Penyiapan adukan beton
 Pengambilan benda uji Sesuai dengan
untuk keperluan ketentuan yang
--- xx
pengujian slump dan diatur di dalam
kuat tekan Spesifikasi
 Pengujian slump  Pengujian slump SNI 03-1974-1990 xx
 Pengujian kuat tekan (AASHTO T22)
(bisa benda uji silinder  Pengujian kuat tekan Pd M-16-1996-03 x
atau kubus) ... 3 hari (AASHTO T23)
 Pengujian kuat tekan SNI 032493-1991
 Pengujian kuat tekan (AASHTO T126) x
... 7 hari
 Pengujian kuat tekan SNI03-2458-1991
 Pengujian kuat tekan (AASHTO T141) x
... 28 hari

Pelatihan Structure Engineer of Bridge Construction (STEBC) IV-28


STEBC-03: Pengujian Tanah dan Material

Pelatihan Structure Engineer of Bridge Construction (STEBC) IV-29


STEBC-03: Pengujian Tanah dan Material Rangkuman

RANGKUMAN

Untuk mendapatkan data Titik Sondir / Titik Bor langkah-langkah dasar-dasar yang perlu
dilakukan adalah :
 Dasar penentuan titik sondir / titik bor
 Rencana letak titik sondir dan titik bor
 Penentuan elevasi pondasi
 Penentuan peralatan yang sesuai

Untuk dapat menentukan lokasi titik sondir dan bor dalam pembangunan perlu dilakukan
survai pendahuluan. Survai pendahuluan ini berupa tinjauan ke lokasi/lapangan tempat
jembatan akan dibangun. Pelaksanaan survai pendahuluan dilakukan setelah tinjauan
data yang ada selesai diolah, pengolahan dilakukan oleh ahli teknik tanah dan pondasi
dan dimulai dengan mengumpulkan semua informasi tentang ”tanah” yang telah
digunakan sebagai bahan masukan dalam perencanaan teknis. Informasi yang diperoleh
berdasarkan data-data perencanaan teknis dipakai sebagai bahan masukan untuk
menetapkan dimana titik sondir dan titik bor harus diletakkan. Dalam hal penyelidikan
memerlukan pemboran mesin, ahli teknik tersebut sebaiknya disertai kepala tim
pemboran.

Yang perlu diperhatikan oleh Tim penyelidikan lapangan dalam survei pendahuluan
tersebut meliputi cakupan tugas sebagai berikut :
 pemilihan peralatan dan perlengkapannya
 penentuan jumlah dan letak titik sondir,
 penentuan jumlah dan letak titik bor
 pembuatan rencana kerja terutama persiapan waktu dan persiapan alat

Data-data yang diperoleh dari test sondir, bor-log lapangan dan bor-log akhir harus
memberikan informasi yang tepat dan akurat guna kepentingan perhitungan pondasi
jembatan. Ini berarti bahwa letak titik sondir dan bor harus sedemikian sehingga hasil
pengolahan dan evaluasi data tanah yang dibuat dapat merepresentasikan informasi
tentang properties tanah yang diperlukan dalam perhitungan pondasi jembatan.

Prinsip dasar pekerjaan survei harus selalu digunakan, terutama untuk jarak yang
besar. Peralatan harus mengukur dengan akurat dan sudut diukur pada sisi muka kanan
dan muka kiri. Peralatan survei yang digunakan dianjurkan untuk diperiksa secara
teratur untuk mempertahankan ketelitian dan ketepatannya.
Pelatihan Structure Engineer of Bridge Construction (STEBC) R-1
STEBC-03: Pengujian Tanah dan Material Rangkuman

Setiap galian yang didefinisikan sebagai Galian Biasa atau Galian Batu tidak dapat
dimasukkan dalam Galian Struktur. Galian Struktur terbatas untuk galian lantai pondasi
jembatan, tembok beton penahan tanah, dan struktur pemikul beban lainnya selain yang
disebut dalam Spesifikasi Teknis. Pekerjaan galian struktur mencakup :
 penimbunan kembali dengan bahan yang disetujui oleh Direksi Pekerjaan;
 pembuangan bahan galian yang tidak terpakai;
 semua keperluan drainase, pemompaan, penimbaan, penurapan, penyokong;
 pembuatan tempat kerja atau cofferdam beserta pembongkarannya.

Persoalan pelaksanaan akan muncul apabila ternyata permukaan air tanah terletak pada
kedalaman tanah yang termasuk harus digali, artinya tepi bawah abutment terletak di
bawah permukaan air tanah. Jika kondisi seperti ini yang dihadapi, maka langkah pertama
yang harus dilakukan adalah menurunkan permukaan air tanah agar galian struktur dapat
dilakukan mengikuti shop drawing.

Dewatering dimaksudkan untuk :


 Dapat menyiapkan lantai kerja pada dasar galian struktur;
 Menjaga stabilitas tepi-tepi galian agar tidak runtuh;
 Mencegah kerusakan dasar galian dari kemungkinan terjadinya ”piping” yang
melemahkan daya dukung tanah.

Untuk dapat menentukan metode dewatering mana yang akan digunakan dalam
menyediakan ruang untuk meletakkan tepi bawah abutment jembatan diperlukan data-
data sebagai berikut:
 perkiraan volume air per satuan waktu di dalam lubang galian struktur yang harus
dikeringkan,
 posisi permukaan air tanah,
 faktor permeabilitas tanah, dan
 data-data properties lainnya (hasil pekerjaan boring, dilakukan pengujian
laboratorium);

Air di dalam tanah terdiri dari jenis-jenis sebagai berikut:


- Air higroskopis
- Air kapiler, dengan gaya kapiler dan gravitasi
- Air tanah grafitasi, bisa merupakan air tanah dalam kondisi bebas atau air tanah
dalam kondisi artesis.

Pelatihan Structure Engineer of Bridge Construction (STEBC) R-2


STEBC-03: Pengujian Tanah dan Material Rangkuman

Air higroskopis menyerupai zat yang sifatnya semi padat dan melekat dengan kuat pada
permukaan butir-butir tanah karena tenaga electro-chemical. Air tersebut tidak dapat
dikeluarkan dari butir-butir tanah kecuali dengan pemanasan yang tinggi.

Air kapiler tertahan dan bergerak dalam tanah dengan tenaga kapiler dari rongga-rongga
tanah dan gaya gravitasi. Air kapiler dapat naik dari permukaan air tanah ke tanah dasar
dan pondasi jalan dan akan menurunkan daya dukung maupun kuat geser dari material-
material tersebut.

Air tanah biasanya diklasifikasikan ke dalam 2 type yaitu air tanah dengan permukaan air
bebas dan air tanah pada kondisi sumur artesis.

Pemeriksaan laboratorium dimaksudkan untuk mendapatkan data karakteristik dan sifat-


sifat teknik (properties) dari contoh-contoh yang didapat dari pemboran dan sumur / parit
uji. Sifat-sifat teknik tersebut diperlukan untuk perhitungan daya dukung, stabilitas dan
penurunan. Disamping itu data tersebut diatas dapat digunakan untuk klasifikasi sehingga
sifat tanah sebagai pendukung pondasi dapat ditafsirkan berdasarkan pengalaman yang
ada.

Sifat-sifat teknik dari tanah ditentukan oleh: faktor-faktor seperti material induk (parent-
material), komposisi mineral, kadar organik, umur, proses pengangkutan dan
pengendapan, cara dan derajat konsolidasi, tekstur, gradasi dan struktur. Umumnya
pemeriksaan laboratorium untuk perencanaan pondasi jembatan dibagi dalam 3 kategori
sebagai berikut:
1) Pemeriksaan klasifikasi: untuk memparoleh korelasi sifat tanah / batuan serupa,
sehingga dapat mengurangi jumlah pemeriksaan detail yang diperlukan.
2) Pemeriksaan kekuatan: untuk analisa daya dukung, stabilitas lereng dan stabilitas
timbunan.
3) Pemeriksaan kompresibilitas: digunakan untuk analisa penurunan (besar dan
lamanya).

Untuk mendapatkan hasil analisa ukuran butir, contoh tanah dinyatakan dengan:
- Gradasi baik (well-graded): pasir yang mempunyai pembagian ukuran butir yang baik
dari kasar sampai halus
- Gradasi seragam (uniform-graded) : untuk gradasi dengan ukuran yang hampir sama
- Gradasi buruk/senjang (poor/gap-graded): untuk gradasi yang tidak mempunyai
ukuran butir-antara disebut.

Dalam memilih tipe dan kedalaman pondasi yang direncanakan dan di dalam
memperhitungkan pengaruh-pengaruh tertentu seperti: penggerusan, muka air tanah dan

Pelatihan Structure Engineer of Bridge Construction (STEBC) R-3


STEBC-03: Pengujian Tanah dan Material Rangkuman

sebagainya dengan menentukan pentingnya bentuk dan gradasi butir pada tanah berbutir
(pasir/ kerikil) sebagai berikut:
 Tanah yang bergradasi baik (well-graded) mempunyai sudut geser yang lebih besar
oleh karena itu mempunyai daya dukung yang lebih tinggi dibanding dengan tanah
yang bergradasi seragam (uniform-graded) atau bergradasi senjang (gap-graded).
 Tanah yang bergradasi baik mempunyai sifat kurang "lolos air" (permeable)
dibandingkan dengan tanah yang bergradasi seragam.
 Tanah yang berbutir bulat lebih "lolos air" dibanding dengan tanah yang mempunyai
bentuk butir bersudut.
 Material yang berbutir besar tidak mempunyai kohesi oleh karena itu muka air tanah
merupakan factor penting dalam perhitungan pondasi langsung atau sumuran pada
lapisan tanah tersebut. Contoh-contoh tanah untuk menentukan ukuran bentuk dan
gradasi dapat diambil dari hasil penyelidikan lapangan, contoh SPT, contoh tidak
terganggu atau terganggu.

Jenis dan jumlah pengujian serta banyaknya benda uji akan tergantung pada persyaratan
teknis yang di atur di dalam Spesifikasi, sehingga sebelum membuat jadwal pengujian
material, structure engineer of bridge construction harus membuat perhitungan jenis dan
volume pekerjaan yang dihadapi, jenis dan jumlah pengujian yang harus dilakukan,
banyaknya benda uji, dan kapan pengujian material harus dilakukan.

Pelatihan Structure Engineer of Bridge Construction (STEBC) R-4


STEBC-03: Pengujian Tanah dan Material Daftar Pustaka

DAFTAR PUSTAKA

1. Teknik Fondasi II, Hary Christady Hardiyatmo – 2003.

2. Teknik Fondasi I, Hary Christady Hardiyatmo – 2002.

3. Sifat-sifat Fisis dan Geoteknis Tanah, Joseph E. Bowls/Johan K. Hainim –


1991.

4. Mekanika Tanah, L.D. Wesley – 1988.

5. Pondasi Tiang Pancang, Ir. Sardjono HS – 1984.

6. Mekanika Tanah & Teknik Pondasi, Ir. Suyono sosrodarsono – Kazuto


Nakazawa – Ir. Taulu dkk. 1981.

7. Foundation Design, Wayne C. Teng – 1979.

8. Soil Mechanics, Foundation and Earth Structures, Tschebotarioff – 1951.

Pelatihan Structure Engineer of Bridge Construction (STEBC) DP-1

Anda mungkin juga menyukai