Anda di halaman 1dari 14

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 PENDAHULUAN
Vitreus adalah suatu badan gelatin yang jernih dan avascular yang
membentuk dua pertiga volume dari berat mata. Vitreus mengisi ruangan yang
dibatasi oleh lensa, retina, dan diskus optikus. Permukaan luar vitreus dilapisi
membrane hyaloid yang normalnya berkontak dengan struktur-struktur berikut:
kapsul lensa posterior, serat- serat zonula, pars plana lapisan epitel, retina dan
caput nervi optici. Basis vitreus mempertahankan penempelen yang kuat seumur
hidup ke lapisan epitel pars plana dan retina tepat dibelakang ora serata. Di awal
kehidupan, vitreus melekat kuat pada kapsul lensa dan caput nervi optici, tetapi
segera berkurang di kemudian hari. Sesungguhnya fungsi badan kaca sama
dengan fungsi cairan mata, yang mempertahankan bola mata agar dapat tetap
bulat. Perannya mengisi ruang untuk meneruskan sinar dari lensa ke retina.1,2
Vitreous opacity adalah perubahan struktur vitreus dari transparan menjadi
struktur yang tidak transparan dan menyebabkan timbulnya gejala seperti
gambaran benang-benang, jaring laba-laba, objek-objek serupa piring-piring kecil
atau sebuah cincin tembus pandang yang tampak di lapangan pengelihatan
seseorang. Perubahan struktur gel vitreus seiring bertambahnya usia menyebabkan
pencairan vitreus pada bagian sentral. Yang termasuk penyebab pencairan vitreus
antara lain degeneratif seperti usia tua, miopia, retinitis pigmentosa, post inflamasi
terutama uveitis, Trauma mekanis pada vitreus (trauma tumpul seperti perforasi),
efek panas pada vitreus yang disebabkan oleh diathermi, fotokoagulasi dan
cryokoagulasi, serta efek radiasi yang menyebabkan pencairan gel vitreus.3,4

1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi dan Fisiologi


Vitreus Corpus vitreus merupakan bagian yang terbesar dari isi bola mata
yaitu sebesar 4/5 dari isi bola mata. Corpus vitreus merupakan masa gelatinosa
dengan volume 4,3 cc. Corpus vitreus bersifat transparan, tak berwarna, dengan
konsistensi seperti gelatin (agar-agar) dan avaskular. Corpus vitreus terdiri dari
99% air dan 1% kombinasi kolagen dan asam hialuronat. Serabut kolagennya
dapat mengikat air hingga sebanyak 200 kali beratnya, sedangkan asam
hialuronatnya dapat mengikat air hingga 60 kali beratnya sendiri (Suhardjo,2007).

Gambar 2.1 : Anatomi Vitreous

2
Corpus vitreus dikelilingi oleh membran hyaloid. Membrana hyaloidea
melekat pada kapsul posterior lensa, zonula, pars plana, retina, dan papil nevus II.
Corpus vitreus berfungsi memberi bentuk bola mata dan merupakan salah satu
media refraksi (media bias). Pada bagian tengah badan kaca terdapat kanal
hyaloid Cloquet yang berjalan dari depan papil N II menuju tepi belakang lensa.
Ukuran kanal ini adalah 1-2 mm. Corpus vitreus berhubungan dengan retina dan
hanya terdapat perlekatan yang lemah.5,6
Namun demikian corpus vitreus ini mempunyai perlekatan erat dengan
diskus optikus dan ora serrata. Asis vitreus adalah suatu area pada vitreus (3-4
mm) yang melekat pada retina tepat dibelakang ora serrata (Suhardjo, 2007).
Vitreus mengisi ruang antara lensa dan retina, dan terdiri atas matriks serat
kolagen tiga dimensi dan gel asam hialuronat. Sembilan puluh delapan persen dari
vitreus tersusun atas air. Permukaan luar vitreus, dikenal sebagai korteks,
berkontak dengan lensa (korteks vitreus anterior) dan memiliki daya lekat yang
berbeda-beda ke permukaan retina (korteks vitreus posterior).
Proses perdarahan, penuaan, peradangan, trauma, myopia, dan proses-
proses lain sering menyebabkan kontraksi matriks kolagen vitreus. Korteks vitreus
posterior kemudian memisahkan diri dari retina pada daerah yang perlekatannya
lemah dan dapat menimbulkan traksi pada daerah-daerah yang perlekatannya
lebih kuat. Sebenarnya, vitreus tidak pernah lepas dari basisnya, vitreus juga
melekat pada nervus opticus dan, dengan pembuluh-pembuluh retina. Perlekatan
ke daerah macula adalah suatu factor yang bermakna dalam pathogenesis
membrane epimakula dan lubang macula.

2.2 Definisi Vitreous Opacity/Obscura Corpus Vitreous


Obscura Corpus Vitreous/Vitreous opacity adalah perubahan struktur
vitreus dari transparan menjadi struktur yang tidak transparan dan
menyebabkan timbulnya gejala seperti gambaran benang-benang, jaring laba-laba,
objek-objek serupa piring-piring kecil atau sebuah cincin tembus pandang yang
tampak di lapangan penglihatan seseorang.4,6

3
2.3 Patofisiologi Perubahan Vitreus
Perubahan struktur gel vitreus seiring bertambahnya usia menyebabkan
pencairan vitreus bagian sentral. Yang termasuk penyebab pencairan vitreus
adalah:
1. Degenerative seperti usia tua, myopia, dan hak-hal yang berhubungan dengan
retinitis pigmentosa.
2. Post inflamasi terutama uveitis.
3. Trauma mekanis pada vitreus (trauma tumpul seperti perforasi).
4. Efek panas pada vitreus yang menyebabkan diathermi, fotokoagulasi dan
cryokoagulasi.
5. Efek radiasi yang menyebabkan pencairan.
Perubahan ini dapat terjadi lebih cepat pada kasus myopia atau beberapa
tipe retinopathy atau proses inflamasi. Karena pencairan sentral vitreus dan
kolapsnya jaringan kolagen sentral, korteks vitreus lepas dari membran pembatas
ke retina. Gejala-gejala dari kolapsnya vitreous adalah kilatan sinar (fotopsia)
karena tertariknya retina akibat lepasnya korteks dari membran pembatas dan tiba-
tiba muncul bintik-bintik hitam yang menandakan terjadinya opasitas dari bagian
permukaan posterior vitreus, yang nampak melayang-layang di depan retina.
Vitreus yang kolaps dapat dilihat secara klinis dengan adanya zona bersih “clear
zone” di depan retina. Bentuk perlekatan vitreus ke batas diskus optikus dapat
dilihat sebagai gambaran cincin opak yang melayang di ruang vitreus.6

2.4 Etiologi
Ada beberapa kondisi yang menyebabkan vitreous opacity:
1. Muscae volitantes
Ini adalah suatu keadaan fisiologi opasitas dan merupakan residu dari hyaloid
primitif pembuluh darah. Pandangan pasien seperti titik halus dan filamen,
yang sering hanyut kedalam dan keluar dari lapangan visual, dengan latar
belakang terang (misalnya, birulangit).4

4
2. Persistent hyperplastic primary vitreous (PHPV)
Ini merupakan hasil dari gagalnya struktur vitreous primer untuk mengurangi
hubungan dengan hypoplasia dari bagian posterior vascular. Secara klinis
dikarakteristikkan dengan adanya reflex putih pupil (leukokoria) yang dapat
dilihat setelah lahir. Berhubungan dengan anomaly-anomali seperti katarak
kongenital, glaucoma, proses-proses yang terjadi pada siliaris yang lama dan
luas, mikropthalmus dan perdarahan vitreus. Pemeriksaan dengan
menggunakan ulrasonografi dan computerized tomography (CT) dapat
membantu dalam mendiagnosa.4,5
3. Inflammatory vitreous opacities
Ini terdiri dari eksudat yang dialirkan ke vitreous pada pasien dengan anterior
uveitis (iridocyclitis), uveitis posterior (choroiditis), pars planitis, pars uveitis,
dan endophthalmitis.
4. Vitreous aggregates and condensation with liquefaction
Merupakan penyebab utama kekeruhan vitreus. Terjadi kondensasi jaringan
kolagen saraf sebagai akibat degenerasi vitreus karena usia tua, myopia, pasca
trauma, atau pasca inflamasi.4
5. Amyloid degeneration
Merupakan kondisi yang jarang dimana terjadi penumpukan material amyloid
di vitreus pada amiloidisis. Kekeruhan lensa sejalan dengan terjadinya
perlengketan membrane pada retina dan pada permukaan posterior lensa.4
Kondisi ini merupakan suatu kelainan turunan autosomal dominan yang mulai
terjadi pada usia 20 tahun, bersifat progresif, dan pada akhirnya akan
menyebabkan penurunan tajam penglihatan.5
6. Asteroid hyalosis
Ditandai dengan badan kecil, putih dan bulat tersuspensi yang mengelilingi
gel vitreus, yang merupakan akumulasi kalsium yang mengandung kalsium
lipid. Asteroid hyalosis biasanya unilateral dan asimptomatik pada pasien tua
dengan vitreus sehat. Tetapi, ini dipengaruhi secara genetic pada pasien
diabetes dan hiperkolesterolemia. Tidak diketahui secara genesis dan tidak ada
pengobatan yang efektif.4,5,6

5
7. Synchysis scintillans
Merupakan suatu kondisi dimana vitreus diisi oleh badan angular putih dan
kristallin yang dibentuk dari kolesterol. Hal ini mengakibatkan kerusakan pada
mata dimana didapat dari trauma, perdarahan vitreus atau riwayat penyakit
inflamasi. Dalam kondisi ini vitreous menjadi cair dan Kristal-kristal
tenggelam ke bawah, tapi dengan setiap gerakan Kristal- kristal akan naik lagi
dan bila dalam keadaan tidak bergerak akan kembali turun kebawah.
Fenomena ini muncul sebagai pancuran yang indah berupa hujan emas pada
pemeriksaan ophthalmoscopik. Dari hasil pemeriksaan ophthalmoskopi
didapati fenomena seperti hujan emas. Karena kondisi terjadi di mata rusak,
dapat terjadi pada usia berapa pun. Kondisi ini umumnya tanpa gejala, tetapi
tidak dapat diobati.4,5,6
8. Red cell opacities
Disebabkan perdarahan kecil atau massif pada vitreus.
9. Tumor cells opacities
Terlihat seperti gambaran opak yang mengapung pada beberapa pasien dengan
retinoblastoma dan sarcoma sel reticulum.4

2.5 Gambaran Klinis


“floaters” digambarkan sebagai benang-benang, jaring laba-laba, objek-
objek serupa piring-piring kecil atau sebuah cincin tembus pandang. Sebanyak
70% populasi mengeluhkan gejala ini. Gambaran ini muncul akibat adanya serat-
serat dan permukaan kolagen vitreus yang telah ada sebelumnya. Adanya eritrosit
dan kadang-kadang sel-sel radang dalam vitreus dapat menyebabkan pasien dapat
melihat floaters yang digambarkan sebagai objek mirip piring. Floaters seperti
cincin biasanya terlihat saat memvisualisasikan daerah korteks vitreus posterior
yang sebelumnya melekat pada nervus opticus.2,3,5,7
Floaters sentral yang relative tidak bergerak akan mengganggu dan bahkan
dapat menghalangi penglihatan. Floaters di bagian perifer sering tidak disadari,
karena umumnya intermiten dan memerlukan gerakan mata besar atau posisi

6
khusus agar terlihat. Floaters sangat sering terjadi pada pengidap myopia dan
pasien sineresis.2

Gambar 2.3 : Floaters

2.6 Diagnosa
Pemeriksaan lebih lanjut dengat alat-alat penunjang penting untuk
mendiagnosa vitreous opacity. Sebagian orang tidak mengeluhkan gejala apapun,
namun sebagian besar mengeluh floaters. Untuk menegakkan diagnose diperlukan
pemeriksaan lebih lanjut dengan pemeriksaan khusus.8
1. Pemeriksaan dengan Ofthalmoskopis
Korpus vitreus normal tidak dapat dilihat dengan ofthalmoskop direk atau
indirek. Ofthalmoskop direk biasanya tidak cocok untuk mengganti vitreus
sedangkan ofthalmoskop indirek memberikan lapangan pandang yang besar
sehingga pengamat dapat memeriksa kekeruhan lenticular dan vitreus, dan
menyediakan suatu pandangan strereoskopik.3 Berbagai gambaran yang
terlihat secara ofthalmoskopis adalah anomali - anomali yang disebabkan oleh
perubahan struktural, misalnya adanya floaters (benda – benda yang terlihat
melayang/mengapung) pada sinersis dan bentuk mirip cincin akibat
terlepasnya korpus vitreus posterior, atau adanya unsur - unsur invasif,
misalnya darah, massa sel darah putih, atau proliverasi fibrovaskular dari
jaringan-jaringan sekitarnya.2

7
2. Pemeriksaan dengan Slitlamp
Slitlamp dapat digunakan untuk mengamati beberapa jenis kekeruhan vitreus.
Dalam mata tidak berdilatasi suatu bagian optik difokuskan pada kapsul
posterior lensa kristalin (dari sudut yang cukup miring). Satu bagian optik
akan difokuskan ke daerah posterior kapsul, dalam vitreus. Jika kekeruhan
memang ada mereka akan dilihat sebagai abu-abu atau coklat (biasanya)
gumpalan samar- samar atau alur dalam vitreus.11 Korpus vitreus normal in
situ dan banyak anomaly penting (mis: refraksi,, dan penciutan korpus vitreus
yang khas untuk diabetes atau cidera) hanya dapat dilihat dengan slitlamp.2
3. Lensa Kontak
Korpus vitreus sentral anterior adalah satu- satunya bagian dari dalam mata (di
belakang lensa) yang hanya dapat dilihat dengan slitlamp saja. Untuk melihat
bagian-bagian lain, di mata pasien harus diletakkan lensa kontak khusus untuk
memodifikasi kekuatan lensa aqueus humor dan lensa (kristalina)
memfokuskan cahaya dan untuk memperluas rentang sudut berkas dengan
sumbu penglihatan bola mata.2 Penggunaan lensa kontak yang relatif tipis
dengan permukaan depan yang datar untuk menetralisasi sifat membelokan
cahaya oleh mata, sehingga jaringan pada dan di dekat sumbu penglihatan
mata (diskus optikus, koroid dan retina posterior, dan korpus vitreusaksial)
dapat diterangi secara detail tiga dimensi. Dapat digunakan lensa kontak yang
jauh lebih tebal dengan cermin- cermin yang telah terpasang dan permukaan
depan yang datar untuk memindahkan jalur penglihatan dan pencahayaan
slitlamp dalam kaitannya dengan sumbu penglihatan bola mata, sehingga
korpus vitreous dan retina nonaksial dapat dilihat.2
4. Ultrasonografi B-scan
Ultrasonografi B-scan adalah alat diagnostic dan prognostic penting yang
digunakan pada banyak kelainan segmen posterior yang berkaitan dengan
kekeruhan korpus vitreus.2 Ultrasonografi B-scan penting dalam menilai dasar
dan tingkat keabnormalan mata dengan opasitas vitreus. Alat ini juga berguna
untuk menilai tingkat progresifitas penyakit retina. Mata dengan vitreus yang
keruh dapat dilakukan vitrektomi, evaluasi ultrasonic membantu dalam

8
mendiagnosa penyebab patologi, waktu yang tepat untuk dilakukan operasi,
pengoptimalan penggunaan alat-alat vitrektomi dan memprediksi kualitas
penglihatan pasien pasca operasi. Sementara slitlamp dan ofthalmoskop
cahaya kurang bermanfaat, pemakaian ultrasonografi B-scan secara optimal
dapat memberi banyak informasi mengenai korpus vitreum dan struktur -
struktur di dekatnya.7

2.7 Diagnosis Banding


Mencari diagnosis banding kekeruhan vitreous sulit dilakukan, karena ada
banyak jenis vitreous opacity, beberapa memiliki banyak penyebab. Biopsi dapat
memainkan peran penting, tetapi membutuhkan penanganan spesimen dan
aplikasi dari berbagai teknik biologihistopatologi dan molekuler. Pada persistent
hiperplastik vitreus primer dapat dibuat diagnosa banding dengan penyakit -
penyakit yang menyebabkan leukokoria, seperti: retinoblastoma, katarak
kongenital dan prematur retinopaty.4

2.8 Penatalaksanaan
Bintik-bintik dan floaters di mata adalah tidak berbahaya dan hanya
mengganggu penglihatan. Kebanyakan akan hilang dengan sendirinya dan
menjadi kurang mengganggu. Beberapa orang tertarik untuk operasi
pengangkatan floaters, tetapi dokter menyarankan agar operasi dilakukan bila
penglihatan benar-benar terhalang. Pada keadaan ini, cara yang hanya dapat
dilakukan untuk membersihkan vitreus dari bintik-bintik dan jaringan-jaringan
adalah dengan mengangkat substansi gel dari mata melalui prosedur vitrektomi.2
Vitrektomi dibagi atas 3 tipe4 :
1. Anterior vitrektomi, pengangkatan bagian anterior vitreus.
2. Core vitrektomi, pengangkatan bagian sentral vitreus. Terutama pada kasus
endopthalmitis.
3. Subtotal dan total vitrektomi, pengangkatan seluruh bagian vitreus.2
Teknik untuk melakukan vitrektomi, dibagi menjadi 2 cara4 :
A. Open-sky Vitrectomy

9
Teknik ini dipakai untuk anterior vitrektomi. Adapun indikasi teknik ini
adalah:
a. Kehilangan vitreus sewaktu ekstraksi katarak.
b. Aphakic keratoplasty
c. Rekonstruksi ruang anterior pasca trauma yang menyebabkan
hilangnya vitreus.
d. Pemindahan lensa yang dislokasi
B. Closed Vitrectomy
Teknik ini dipakai untuk core, subtotal dan total vitrektomi. Adapun
indikasi teknik ini adalah :
a. Endopthalmitis disertai abses vitreus
b. Perdarahan vitreus
c. Proliferasi diabetes retinopati
d. Komplikasi pelepasan retina
e. Pemindahan benda asing di intraocular
f. Hyperplasia vitreus primer yang persisten
g. Pemindahan lensa intraocular dari ruang vitreus.

Gambar 2.4 Pars Plana Vitrectomy (Closed Vitrectomy)

10
Subsitusi vitreus pasca vitrektomi bertujuan untuk mengembalikan
tekanan intraokular dan sebagai tamponade intraokular. Substitusi vitreus yang
ideal harus memiliki tekanan permukaan yang tinggi dan jernih. Jika tidak ada
substitusi yang ideal, kita dapat menggunakan4 :

1. Udara secara umum digunakan sebagai tamponade pada kasus yang tidak
memiliki komplikasi. Substitusi ini diserap dalam 3 hari.
2. Cairan fisiologis seperti ringer laktat atau cairan Nacl digunakan pada kasus
endopthalmitis atau perdarahan vitreus yang tidak memiliki komplikasi.
3. Expanding gases digunakan untuk kasus - kasus kompleks yang membutuhkan
tamponade intraocular dalam jangka panjang. Contoh Sulphur hexafluoride
(SF) dan perfluoropropane.
4. Perflurocarbon liquids (PFCL) adalah cairan berat yang digunakan untuk
memindahkan nukleus yang jatuh atau IOL dari ruang vitreous dan
menstabilkan retina posterior selama pengelupasan membran epiretina.
5. Minyak silikon dapat digunakan sebagai tamponade intraokular jangka
panjang pascaoperasi pelepasan retina. Komplikasi vitrektomi.
frekuensinya sudah berkurang seiring dengan meningkatnya teknik, teknologi, dan
keterampilan operasi. Tetapi walaupun begitu kemungkinan untuk terjadinya
komplikasi masih dapat ditemui, seperti: katarak progresif, infeksi
(endopthalmitis), retinal tear, retinal detachment, hipotony, glaucoma, vitreous
cavityhemorrhage, dan suprachoroidal hemorrhage.
Harus dingat bahwa kemunculan secara tiba-tiba floaters dengan jumlah
yang signifikan, khususnya jika dikuti dengan kilatan cahaya atau gangguan
penglihatan, dapat mengindikasikan terjadinya pelepasan retina atau suatu
masalah yang serius di mata. Pelepasan retina (retinal detachment) adalah sesuatu
yang emergensi, butuh perhatian segera.9
Pemilihan penatalaksanaan alternatif adalah dengan Neodym-YAG laser
telah digunakan untuk kekeruhan vitreus lokal pada pasien bergejala, tapi
mungkin membutuhkan banyak sesi. Beberapa pasien melaporkan masih adanya
kekeruhan kecil walaupun pengobatan laser telah dilakukan. Prosedur ini kurang
efektif bila kekeruhan tidak lokal,melainkan menyebar dan diperlukan energi yang

11
besar pada kekeruhan lentikular. Pengobatan ini berpotensi komplikasi termasuk
pendarahan retina dan koroid dan kerusakan pada epitel pigmen retina. Oleh
karena itu, kekeruhan pada posterior vitreus dan dekat retinaserta berpotensi
menyebabkan gejala, harus hendaknya tidak diperlakukan dengan metode ini.
Dibandingkan Nd: YAG vitreolisis dan pars plana vitrektomi untuk pengobatan
floaters vitreus. Hanya sepertiga pasien yang diobati dengan laser dinilai prosedur
sebagai cukup efektif sementara mayoritas menemukan tidak ada perbaikan.
Vitrektomi, bagaimanapun, mencapai hasil yang lebih unggul.10

2.9 Komplikasi
Komplikasi tersering yang terjadi adalah retinal detachment, meskipun hal
ini jarang terjadi. Hal ini terjadi karena penarikan retina oleh vitreous. Setelah
terjadinya floaters dan flashes, perlu dilakukan follow up selama 30-60 hari
karena dalam periode waktu ini retinal detachment sering terjadi. Ketika gejala
tiba-tiba meningkat, penting untuk dilakukan pemeriksaan mata pada waktu onset
terjadi.8

12
BAB III
KESIMPULAN

Vitreous opacity adalah perubahan struktur vitreus dari transparan menjadi


struktur yang tidak transparan dan menyebabkan timbulnya gejala seperti
gambaran benang-benang, jaring laba-laba, objek-objek serupa piring-piring kecil
atau sebuah cincin tembus pandang yang tampak di lapang penglihatan seseorang.
Ada banyak kondisi yang menyebabkan terjadinya vitreous opacity, diantaranya
adalah : muscae volitantes, persistent hyperplastic primary vitreous (PHPV),
inflammatory vitreous opacity, vitreous aggregates and condensation with
liquefaction, amyloid degeneration, asteroid hyalosis, synchysis scintillans, red
cell opacities, tumour cells opacities.
Untuk menegakkan diagnose diperlukan pemeriksaan khusus berupa
pemeriksaan oftalmoskop indirek, slitlamp, lensa kontak, dan ultrasonography B-
scan. Kebanyakan floates akan hilang dengan sendirinya dan menjadi kurang
mengganggu. Pada keadaan dimana penglihatan benar-benar terhalang, cara yang
hanya dapat dilakukan untuk membersihkan vitreus dari bitnik-bintik dan
jaringan-jaringan adalah dengan mengangkat substansi gel dari mata melalui
prosedur vitrektomi. Komplikasi tersering pada vitreous opacity adalah retinal
detachment.

13
DAFTAR PUSTAKA

1. Sidarta H. Ilmu Penyakit Mata. Edisi 3. Jakarta. Fakultas Kedokteran


Universitas Indonesia: 2004 : 9, 35.
2. Vaughan D G, Asbury T, Riodan-Eva P. Oftalmologi Umum: Corpus
Vitreum. Edisi 14. Jakarta: Widya Medika. 2000: 185-196.
3. Khurana A. Comprehensive Opthalmology : Disease of the Vitreous. Edisi
4. New age International. 2007:243-248
4. Lang, G. Ophthalmology Short textbook: Vitreous Body. Stutgart-New
York: Thieme. 2006:279-316
5. Crick, Khaw. A Textbook of Clinical Ophthalmology. Eyelids. 3rd Ed.
Singapore: Word Scientific Publishing. 2003:502-505
6. Ahmed, J. et al. Evaluation of Vitreo-Retinal Pathologies using B-scan
Ultrasound in Pak J Ophthalmology vol. 25. no 4. 2019. Available from :
http://www.pjo.com.pk/25/4/index-6.pdf
7. Sacco, A. mand Kirchheimer, D. Vitreous Floaters. Available from:
http://www/sacco.eye-group.com/education/floaters.pdf
8. Brod, D. Surgery for Diseases the Vitreous and Retinal in the journal of
Lancaster General Hospital. 2009. Available from : http://www.jlgh-
org/JLGH/journal-LGH- media-librabry/past-issues/volume-4issues-
1/V4_il_Brod.pdf
9. 10.Gillan, W. Opacities in the vitreous. University of Johannesburg, PO.
2006. Available from: http://www.saoptpmetrist.co.z/2005-1-6.pdf
10. Haddrill Marilyn. Eyw Floaters, Flashes and Spots. Available from :
http://www.allaboutvision.com/conditions/spotsfloats.htm

14

Anda mungkin juga menyukai