Anda di halaman 1dari 24

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Banjar merupakan salah satu kecamatan di kabupaten Buleleng, provinsi
Bali. Kecamatan Banjar merupakan daerah produksi anggur terbesar di Bali.
Potensi budidaya anggur di Bali memang sudah dikenal sejak puluhan tahun
silam. Pembudidayaan anggur Bali itu dilakukan pada lahan persawahan dan juga
di lahan kering. Hal ini tidak lain disebabkan cita rasa anggur yang memiliki ciri
khas tersendiri yang membedakan dengan anggur lainnya yang ada di Indonesia.
Dibalik keberhasilan tersebut kemudian terdapat petani mengalami kendala dalam
budidaya anggur, yaitu ekonomi petani anggur tidak menentu yang diakibatkan
oleh factor utama yaitu musim, karena provinsi Bali juga termasuk kedalam cuaca
ekstrim yang tidak menentu musim penghujan dan kemaraunya. Karena itu
anggur tidak dapat menghasilkan buah yang bagus sehingga produksi menurun.
Selain factor cuaca, anggur tidak berbuah sepanjang tahun dan harga anggur
sering mengalami penurunan harga yang diakibatkan oleh banyaknya buah anggur
dalam sekali panen. Buah anggur juga merupakan salah satu buah yang cepat
rusak (busuk) karena buah anggur Bali tidak menggunakan pestisida dalam
budidayanya.
Disisi lain Bali memiliki buah lokal yang terancam punah salah satunya
adalah bekul Bali. Buah ini tidak dihiraukan oleh masyarakat karena berbagai
factor, salah satunya rasanya asam sepat yang jarang sekali masyarakat untuk
gemar mengkonsumsinya. Karakter dari buah bekul Bali adalah berbuah
sepanjang tahun, tetapi memiliki ukuran buah terkategori kecil dengan rasa buah
sepat. Dengan adanya potensi tersebut petanipun menggabungkan 2 varietas yang
berbeda, yaitu bibit bekul Bali dan bibit bekul Nusa Tenggara yang masing-
masing memiliki kelebihan yang kemudian dilakukan penempelan pada batang
bekul.

1.2 Rumusan Masalah

1
Berdasarkan paparan latar belakang, adapun yang menjadi rumusan
masalah dalam karya tulis ini yaitu sebagai berikut.
1. Bagaimanakah mekanisme budidaya bekul apel Bali sebagai icon ecotourism
di Kecamatan Banjar?
2. Bagaimanakah langkah-langkah pengembangan ekowisata bekul apel Bali
sebagai icon ecotourism di Kecamatan Banjar?
3. Bagaimanakah prospek pengembangan ekowisata bekul apel Bali sebagai icon
ecotourism di Kecamatan Banjar?

1.3 Tujuan Penulisan


Adapun yang menjadi tujuan penulisan dalam penyusunan karya tulis ini
yaitu sebagai berikut.
1. Mendeskripsikan mekanisme budidaya bekul apel Bali sebagai icon
ecotourism di Kecamatan Banjar.
2. Mendeskripsikan langkah-langkah pengembangan ekowisata bekul apel Bali
sebagai icon ecotourism di Kecamatan Banjar.
3. Mendeskripsikan prospek pengembangan ekowisata bekul apel Bali sebagai
icon ecotourism di Kecamatan Banjar.

1.4 Manfaat Penulisan


Manfaat yang diharapkan mampu disumbangkan dalam penelitian ini
adalah sebagai berikut.
1. Manfaat teoritis, dapat mengkontribusi pada penambahan teori dan temuan
mengenai pengembangan ekowisata bekul apel Bali sebagai icon ecotourism di
Kecamatan Banjar.
2. Manfaat praktis yakni sebagai berikut.
1) Bagi penulis, menambah wawasan mengenai pengembangan ekowisata
bekul apel Bali sebagai icon ecotourism di Kecamatan Banjar.
2) Bagi petani, sebagai bahan motivasi dan acuan dalam rangka pengembangan
ekowisata bekul apel Bali sebagai icon ecotourism di Kecamatan Banjar.
3) Bagi pemerintah, dapat dijadikan bahan pertimbangan dalam menentukan
kebijakan tentang pengembangan ekowisata bekul apel Bali sebagai icon
ecotourism di Kecamatan Banjar.

2
BAB II
KAJIAN PUSTAKA

2.1 Ekowisata
2.1.1 Pengertian Ekowisata
Ekowisata (biasa diterjemahkan dengan wisata alam, yang sebetulnya
kurang tepat) adalah kegiatan wisata yang memanfaatkan jasa lingkungan, baik itu
alam (keindahannya, keunikannya) ataupun masyarakat (budayanya, cara
hidupnya, struktur sosialnya) dengan mengemukakan unsur-unsur konservasi,
edukasi dan pemberdayaan masyarakat setempat (Fandeli, et.al, 2000).
Kantor Menteri Negara Lingkungan Hidup (KLH) mendefinisikan
ekowisata sebagai : “Wisata dalam bentuk perjalanan ke tempat-tempat di alam
terbuka yang relatif belum terjamah atau tercemar dengan khusus untuk
mempelajari, mengagumi, dan menikmati pemandangan dengan tumbuhan serta

3
satwa liarnya (termasuk potensi kawasan ekosistem, keadaan iklim, fenomena
alam, kekhasan jenis tumbuhan dan satwa liar) juga semua manifestasi
kebudayaan yang ada (termasuk tatanan lingkungan sosial budaya) baik dari masa
lampau maupun masa kini di tempat-tempat tersebut dengan tujuan untuk
melestasikan lingkungan dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat setempat”.
Menurut Fandeli et.al (2000), ekowisata pada mulanya hanya bercirikan
bergaul dengan alam untuk mengenali dan menikmati. Meningkatnya kesadaran
manusia akan meningkatnya kerusakan/perusakan alam oleh ulah manusia sendiri,
telah menimbulkan/menumbuhkan rasa cinta alam pada semua anggota
masyarakat dan keinginan untuk sekedar menikmati telah berkembang menjadi
memelihara dan menyayangi, yang berarti mengkonservasi secara lengkap. Ciri-
ciri ekowisata sekarang mengandung unsur utama, yaitu:
a. Konservasi
b. Edukasi untuk berperan serta
c. Pemberdayaan masyarakat setempat

2.1.2 Prinsip dan Komponen Ekowisata


Pengembangan ekowisata harus didasarkan pada suatu kajian ilmiah,
karena tidak sembarangan tempat dapat dijadikan objek ekowisata. Dalam
pemilihan lokasi untuk pengembangan ekowisata perlu diketahui prinsip-prinsip
dan kriteria yang mempengaruhi keberlanjutan dari ekowisata yang
dikembangkan. Dari batasan umum di atas, disebutkan lebih jauh bahwa ada
beberapa prinsip dasar yang harus dipenuhi agar suatu kegiatan wisata dapat
disebut sebagai ekowisata, yaitu sebagai berikut (Wood dalam Pitana, 2003).
1. Meminimalisir dampak negatif terhadap alam dan budaya dari
kunjungan wisatawan.
2. Pendidikan tentang perjalanan terhadap kepentingan konservasi.
3. Menekankan kepada pentingnya tanggung jawab perusahaan yang
bekerja sama dengan orang lokal yang berwenang dan orang-orang
untuk memenuhi kebutuhan lokal dan menyampaikan manfaat dari
perlindungan alam.
4. Pendapatan langsung pada perlindungan alam dan pengelolaan alam
dan area-area yang terpelihara.

4
5. Menekankan kepada kebutuhan untuk penetapan wilayah pariwisata
dan untuk pengelolaan pengunjung yang dirancang untuk salah satu
dari wilayah atau area-area alam yang ditujukan untuk menjadi tujuan
ekowisata.
6. Menekankan penggunaan lingkungan dan ilmu-ilmu dasar sosial,
sebaik program pengamatan jangka panjang, untuk menilai dan
meminimalisir pengaruhnya.
7. Berusaha untuk memperbesar keuntungan ekonomi daerah, perusahaan
lokal dan komunitas-komunitas, terutama orang-orang yang hidup dan
berdekatan dengan alam dan area-area yang dilindungi.
8. Mencari kepastian bahwa perkembangan pariwisata tidak melebihi
masyarakat dan batas lingkungan dari perubahan yang bisa diterima
sebagai tekad peneliti dalam kerjasamanya dngan penduduk lokal.
9. Mempercayakan infrastruktur yang telah di bangun dalam keselarasan
dengan lingkungan, meminimalisir penggunaan bahan bakar fosil,
memelihara tumbuhan lokal dan liar serta pencampuran dengan
lingkungan alam dan budaya.
Ekowisata, dengan demikian, harus mengandung berbagai komponen
antara lain:
1. Memberikan kontribusi terhadap pelestarian biodiversity.
2. Meningkatkan kesejahteraan masyarakat lokal.
3. Mengandung muatan interpretasi, pembelajaran dan pengalaman.
4. Adanya perilaku yang bertanggung jawab dari wisatawan dan industri
pariwisata.
5. Lebih banyak ditunjukan kepada kelompok-kelompok kecil, dan umumnya
oleh usaha skala kecil.
6. Menuntut adanya pemanfaatan yang serendah-rendahnya dari sumberdaya
yang tidak dapat diperbaharui.
7. Menekan adanya partisipasi masyarakat lokal, termasuk pemilikan dan
pengelolaanya, khususnya bagi masyarakat perdesaan (Wood dalam Pitana,
2003).

2.2 Bekul Apel Bali


2.2.1 Klasifikasi Bekul Apel Bali
Bekul apel Bali yang memiliki nama latin Ziziphus mauritiana Lam.
dikenal dengan beberapa nama daerah yaitu Widara (Jawa, Sunda), Rangga
(Bima) dan Kalangga (Sumba) (Heyne, 1987). Adapun klasifikasi dari tanaman ini
adalah sebagai berikut:

5
Kingdom : Plantae
Divisi : Magnoliophyta
Kelas : Magnoliopsida
Ordo : Rosales
Famili : Rhamnaceae
Genus : Ziziphus
Spesies : Ziziphus mauritiana Lam.
(Backer and Brink, 1965)

2.2.2 Morfologi Bekul Apel Bali


Bekul apel Bali adalah semak atau pohon berduri dengan tinggi hingga
15 m, diameter batang 40 cm atau lebih. Kulit batang abu-abu gelap atau hitam,
pecah-pecah tidak beraturan. Daun tunggal dan berselang-seling, memiliki
panjang 4-6 cm dan lebar 2,5-4,5 cm. Tangkai daun berbulu dan pada
penggiran daun terdapat gigi yang sangat halus. Buah berbiji satu, bulat sampai
bulat telur, ukuran kira-kira 6x4 cm, kulit buah halus atau kasar, mengkilap,
berwarna kekuningan sampai kemerahan atau kehitaman, daging buah putih,
renyah, agak asam hingga manis (Goyal et al., 2012).
Bekul apel Bali tumbuh liar di bawah 400 meter dari permukaan laut.
Tanaman ini tumbuh pada daerah dengan suhu ekstrim dan tumbuh subur pada
daerah dengan kondisi kering (Steenis dkk., 2005; Heyne 1987).

Gambar 2.1 Pohon Bekul Apel Bali

2.2.3 Khasiat Bekul Apel Bali


Tanaman Z. Mauritiana banyak memiliki kegunaan. Secara tradisional
tanaman ini digunakan sebagai tonik. Biji dari Z. Mauritiana dilaporkan
memiliki efek sedatif dan direkomendasikan sebagai obat tidur. Selain itu juga
digunakan untuk menghentikan mual, muntah dan untuk meredakan nyeri
dalam kehamilan dan untuk penyembuhan luka. Daun dari Z. mauritiana

6
digunakan untuk mengobati diare, penurun panas dan sebagai antiobesitas.
Dalam ayurveda, dekoksi dari akar Z. mauritiana digunakan untuk mengobati
demam, dan serbuknya digunakan untuk mengobati luka dan tukak. Kulit
batang digunakan untuk pengobatan diare dan bisul. Buah Z. mauritiana
memiliki efek laksatif ringan (Sharma and Gaur, 2013;Goyal et al., 2012).

BAB III
METODE PENULISAN

3.1 Rancangan Penulisan


Penelitian ini menggunakan rancangan deskriptif. Rancangan ini
digunakan berkenaan dengan pendeskripsian mekanisme budidaya bekul apel Bali
sebagai icon ecotourism di Kecamatan Banjar, mendeskripsikan langkah-langkah

7
pengembangan ekowisata bekul apel Bali sebagai icon ecotourism di Kecamatan
Banjar dan mendeskripsikan prospek pengembangan ekowisata bekul apel Bali
sebagai icon ecotourism di Kecamatan Banjar.

3.2 Lokasi dan Waktu Penulisan


Penelitian ini dilaksanakan di Kecamatan Banjar, Kabupaten Buleleng
yang dilaksanakan pada tanggal 12 Februari 2017 sampai dengan 23 Februari
2017.

3.3 Tahapan Penelitian


Penelitian ini melalui beberapa tahapan sebagai berikut.
a. Tahap sebelum kerja lapangan, dengan kegiatan idetifikasi masalah
dan membuat proposal.
b. Tahap kerja lapangan, dengan aktivitas mengumpulkan data dan
pengolahan serta analisis data.
c. Tahap setelah kerja lapangan, dengan kegiatan pelaporan hasil.

3.4 Teknik Pengumpulan Data


Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam karya tulis ini yaitu
sebagai berikut.
1. Wawancara, dengan ketua kelompok tani Amertha Nadi
yang merupakan petani bekul apel Bali di Kecamatan Banjar.

Gambar 3.1 Kegiatan Wawancara

8
2. Observasi, dengan melihat langsung mekanisme budidaya
bekul apel Bali di Kecamatan Banjar.

Gambar 3.2 Kegiatan Observasi


3. Studi Pusaka, yang bertujuan memperoleh kajian teoritis
tentang ekowisata dan bekul apel Bali.

3.5 Teknik Analisis Data


Data yang diperoleh melalui wawancara, observasi dan studi pustaka
kemudian dianalisis dengan menggunakan teknik analisis deskriptif kualitatif
sehingga dapat melahirkan suatu konklusi.

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Mekanisme Budidaya Bekul Apel Bali sebagai Icon Ecotourism di


Kecamatan Banjar
Mekanisme budidaya bekul apel Bali sebagai icon ecotourism di
Kecamatan Banjar terdiri atas 3 (tiga) tahapan yaitu sebagai berikut.
1. Tahap Persiapan
a. Penyiapan lahan
Pada tahap awal dilakukan penyiapan lahan. Pada tahap ini dilakukan
pembersihan lahan dari gulma. Selanjutnya tanah digemburkan dan

9
diberikan pupuk NPK (Nitrogen Posfat Kalium). Setelah itu, dilakukan
penyiapan bedeng dengan lebar 5 meter.
b. Penyiapan bibit
Bibit yang digunakan yaitu hasil persilangan antara bibit bekul Bali
dengan bibit bekul Nusa Tenggara. Bibit bekul Bali memiliki karakter
berbuah sepanjang tahun, tetapi memiliki ukuran buah terkategori kecil
dengan rasa buah sepat. Sedangkan bibit bekul yang berasal dari Nusa
Tenggara memiliki karakter jarang berbuah, tetapi memiliki ukuran
yang besar dengan diameter ± 6 cm dengan rasa manis. Selanjutanya
bibit bekul Nusa Tenggara ditempelkan pada indukan bibit bekul Bali
yang menghasilkan varietas baru yang selanjutnya diberi nama bekul
apel Bali dengan karakteristik berbuah sepanjang tahun, berdiameter ±
6 cm, rasa manis dan tekstur buah yang renyah.

Gambar 4.1 Penyiapan Bibit Bekul Apel Bali

10
c. Penyiapan para-para
Para-para digunakan sebagai penyangga tanaman bekul apel Bali
apabila tanaman sudah mencapai usia 3 bulan. Tujuannya agar
tanaman tidak mudah patah. Para-para tersusun atas kawat yang
diikatkan pada kayu santan dengan menyesuaikan jarak tanam antar
bibit.

11
Gambar 4.2 Para-Para Bekul Apel Bali
d. Penyiapan lubang tanam
Lubang tanam yang disiapkan dari bibit satu dengan bibit yang lainnya
berjarak 5 m x 10 m.

12
Gambar 4.3 Penyiapan Lubang Tanam
e. Penyiapan sistem irigasi
Sistem irigasi yang digunakan dalam budidaya bekul apel Bali
menggunakan sistem bedeng.
2. Tahap Pelaksanaaan,
a. Penanaman bibit
Penanaman bibit bekul apel Bali dilakukan pada sore hari. Hal tersebut
dilakukan karena berkaitan pada sistem adaptasi pada akar.
b. Pemberian pupuk
Pemupukan bertujuan untuk memberikan nutrisi pada tanaman. Pupuk
yang digunakan adalah pupuk NPK (Natrium Posfat Kalium).
Pemberian pupuk dilakukan setelah 7 hari setelah masa tanam dan
terus dilakukan hingga menjadi pohon bekul dewasa. Dan makin
dewasa pohon bekul, maka semakin jarang untuk dilakukannya
pemupukan.
c. Pengairan
Air merupakan faktor penting yang sangat berpengaruh terhadap
pertumbuhan tanaman dan produksi. Penyiraman air yang tepat akan
meningkatkan pertumbuhan vegetatif seperti tinggi tanaman, jumlah
daun, luas daun, diameter batang, jumlah cabang dan pertumbuhan
generative seperti jumlah bunga, jumlah buah, bobot buah dan besar
buah. Pengairan dilakukan secara rutin pada saat sore hari.
d. Pengendalian hama dan gulma

13
Hama atau penyakit yang menyerang tanaman stroberi dapat
mengakibatkan penurunan produksi bahkan dapat menyebabkan
kematian tanaman. Hama dan penyakit dapat menyerang tanaman
bekul apel Bali yang masih muda maupun tanaman dewasa. Oleh
karena itu serangan hama atau penyakit harus selalu diwaspadai dan
dicegah sedini mungkin. Hama yang sering menyerang buah bekul
apel Bali adalah lalat buah dan juga ulat. Dalam menanggulangi hama
lalat buah, petani menggunakan perangkap lem lalat buah. Sedangkan
untuk menanggulangi hama ulat adalah dengan menggunakan
mepindo. Di samping hama, keberadaan gulma juga dapat mengancam
pertumbuhan tanaman bekul apel Bali. Penanganan gulma dilakukan
dengan pemangkasan setiap 3 bulan sekali.

Gambar 4.4 Hama Lalat Buah

14
Gambar 4.5 Gulma Bekul Apel Bali
3. Tahap Pasca Pelaksanaan,
a. Penjarangan daun
Daun-daun yang dipangkas atau dibuang adalah daun-daun yang
sudah tua dan mengering serta daun-daun yang terserang penyakit atau
hama. Daun-daun tersebut bila tidak dibuang akan memenuhi bedeng.
Sementara itu, daun-daun yang terserang penyakit bila tidak dibuang
dapat menjadi sumber infeksi ke daun lainnya. Pemangkasan atau
pembuangan daun rusak ini harus dilakukan secara kontinu (rutin).
Begitu tampak ada daun yang rusak harus segera dipangkas dengan
menggunakan gunting dikumpulkan lalu dibakar.
b. Penyortiran buah
Penjarangan buah bertujuan untuk membesarkan buah sehingga buah
yang dihasilkan akan besar-besar. Tangkai yang berisi lebih dari satu
buah, sebagian buahnya harus dirempel dan hanya disisakan satu buah
saja. Penjarangan buah dilakukan pada saat buah masih muda (pentil).
Penjarangan buah yang dilakukan setelah buahnya sudah agak besar
tidak berguna lagi.

15
Gambar 4.6 Tanaman yang Sudah Melalui Penjarangan Daun
dan Penyortiran Buah

c. Peremajaan tanaman
Peremajaan tanaman adalah penggantian tanaman perkebunan yang
diakibatkan karena tanaman tersebut rusak, mati ataupun sudah tidak
bisa menghasilkan buah lagi.yang dapat dilakukan secara selektif
maupun mnyeluruh.

Gambar 4.7 Peremajaan Tanaman

16
4.2 Langkah-Langkah Pengembangan Ekowisata Bekul Apel Bali
Sebagai Icon Ecotourism Di Kecamatan Banjar
Bekul apel Bali adalah aset Bali yang sangat berharga dan harus
dilestarikan. Untuk itu petani bekul apel Bali di Kecamatan Banjar telah
melakukan beberapa langkah dalam mengkonversikan kelangkaan tanaman bekul
apel Bali yang keberadaannya semakin langka. Langkah-langkah pengembangan
ekowisata bekul apel Bali sebagai icon ecotourism di Kecamatan Banjar menuju
wisata yang berkelanjutan yaitu dengan cara menilai atau mengevaluasi
perkembangan objek wisata Kecamatan Banjar yang dianalisis dalam teori 4A.
Terdapat empat aspek yang harus diperhatikan dalam pengembangan ekowisata.
Aspek-aspek tersebut adalah sebagai berikut.
1. Attractiveness; daerah tujuan wisata (selanjutnya disebut DTW) untuk
menarik wisatawan pasti memiliki daya tarik, baik daya tarik berupa alam
maupun masyarakat dan budayanya.
2. Accessibility; dimaksudkan agar wisatawan domestik dan mancanegara
dapat dengan mudah dalam pencapaian tujuan ke tempat wisata.
3. Amenities; amenities memang menjadi salah satu syarat daerah tujuan
wisata agar wisatawan dapat merasakan kenyamanan dan tinggal lebih
lama di DTW.
4. Ancillary; adanya lembaga pariwisata, wisatawan akan semakin sering
mengunjungi dan mencari DTW apabila di daerah tersebut wisatawan
dapat merasakan keamanan (protection of tourism) dan terlindungi.
Penentuan langkah-langkah untuk menciptakan suatu daya tarik ekowisata
bekul apel Bali sangat perlu memperhatikan pendekatan 4A seperti yang telah
dijabarkan. Empat aspek ini dasar yang terpenting dari keberlanjutan
kepariwisataan tersebut dan masing-masing komponen tersebut memiliki
keterkaitan yang saling melengkapi.
1. Analisis Attraction (daya tarik) Ekowisata bekul apel Bali di Kecamatan
Banjar
Atraksi yang dimaksud dalam karya tulis ini adalah keunikan sumber daya
alam objek wisata di Kecamatan Banjar yang dimanfaatkan sebagai sarana untuk
melakukan kegiatan-kegiatan ekowisata bekul apel Bali . Daya tarik yang
dimanfaatkan yaitu perkebunan bekul apel Bali yang dikelola secara swadaya
petani di Kecamatan Banjar.

17
Ekowisata bekul apel Bali yang berkelanjutan bukan hal yang mudah
diciptakan sebelum adanya suatu manajemen lingkungan secara menyeluruh
dalam berbagai sektor. Suatu pendekatan dan prinsip-prinsip keberlanjutan
ekowisata bekul apel Bali di objek wisata Kecamatan Banjar harus memiliki suatu
keterpaduan secara sektoral berarti bahwa perlu adan koordinasi tugas, wewenang
dan tanggung jawab antar sektor atau instansi pemerintah pada tingkat
pemerintah.
Seperti yang diuraikan, untuk mencapai atraksi ekowisata bekul apel Bali
di Kecamatan Banjar yang berkelanjutan perlu adanya kerjasama antara pihak
akademisi sebagai pengkaji wisata yang berkelanjutan dan keseriusan dari
pemerintah sebagai pembuat peraturan, yang berwewenang, dan yang
bertanggung jawab untuk mengambil keputusan-keputusan yang terbaik. Jika
dilihat dari keadaan atraksi di Kecamatan Banjar saat ini seharusnya wilayah
tersebut memiliki zonasi wilayah dalam pengembangan ekowisata bekul apel Bali.
2. Analisis Aksesibilitas Ekowisata bekul apel Bali di Kecamatan Banjar
Yoeti (1997) menyatakan jika suatu objek tidak di dukung aksesibilitas
yang memadai makna objek yang memiliki atraksi tersebut sangat susah untuk
menjadi industri pariwisata, aktivitas kepariwisataan banyak tergantung pada
transportasi dan komunikasi karena faktor jarak dan waktu yang sangat
mempengaruhi keinginan seseorang untuk melakukan perjalanan wisata.
Aksesibilitas ekowisata bekul apel Bali di Kecamatan Banjar dilihat dari
segi jarak dan waktu sangat mendukung sekali karena dekat dengan pusat kota. Di
samping itu kawasan perkebunan bekul apel diapit oleh objek wisata terkenal
seperti objek wisata Lovina, Brahma Vihara Arama Banjar dan hot spring Banjar.
Untuk aksesibilitas menuju ke perkebunan bekul apel Bali, tersedia sarana
transportasi darat seperti bemo dan penyewaan sepeda motor. yang akan melayani
pengunjung.
3. Analisis Amenities Ekowisata bekul apel Bali di Kecamatan Banjar
Kepariwisataan ekowisata bekul apel Bali di Kecamatan Banjar tidak
akan pernah maju bila tanpa adanya fasilitas-fasilitas yang memberikan rasa
nyaman kepada wisatawan. Fasilitas yang seharusnya direncanakan untuk dibuat
yaitu:

18
1. Fasilitas utama ekowisata bekul apel Bali seperti usaha-usaha
pengembangan ekowisata, kelompok petani, pemandu wisata, non
government organization, yang semua ini akan berperan aktif
dalam kegiatan ekowisata bekul apel Bali di Kecamatan Banjir.
2. Fasilitas umum (publik facility) seperti: toilet umum, tempat
sampah, parkir, alat-alat komunikasi dan papan-papan informasi.
3. Fasilitas penunjang ekowisata bekul apel Bali yaitu usaha-usaha
yang menawarkan produk ataupun jasa non ekowisata yang ada di
sekitar objek wisata seperti: hotel, restoran, mini market dan art
shop.
Fasilitas-fasilitas ekowisata bekul apel Bali ini wajib untuk dikelola agar
tidak mengganggu ataupun merusak SDA dan kegiatan ekowisata bekul apel Bali
di Kecamatan Banjar serta mengurangi gesekan berbagai macam kepentingan,
semua ini perlu ditangani oleh pemerintah secara serius.
4. Analisis Ancillary (Kelembagaan) Ekowisata Bekul Apel Bali di Kecamatan
Banjar
Kawasan tujuan ekowisata bekul apel Bali harus memiliki kelembagaan
pemerintah yang terstruktur, koordinasi tugas, wewenang dan tanggung jawab
antar sektor pemerintah pada tingkat tertentu. Pemerintahan mendukung
perkembangan ekowisata bekul apel Bali, seperti usaha pemerintah untuk
memberikan pembekalan edukasi dan suntikan dana pada para petani yang
nantinya terlibat dalam pengembangan ekowisata bekul apel Bali di Kecamatan
Banjar.

4.3 Prospek Pengembangan Ekowisata Bekul Apel Bali Sebagai Icon


Ecotourism Di Kecamatan Banjar

19
Integrasi sektor perkebunan dan pariwisata pada konsep ekowisata bekul
apel Bali melibatkan keterpaduan komponen ekowisata bekul apel Bali yang
terdiri dari 2 komponen, yakni: petani lokal (subjek) serta perkebunan bekul apel
Bali (objek). Konsep ekowisata bekul apel Bali adalah salah satu suatu program
pemberdayaan sumber daya masyarakat lokal untuk menjadi pemandu wisata,
dalam hal ini perkebunan bekul apel Bali. Sasarannya adalah masyarakat yang
mampu berupaya untuk mengolah bekul apel Bali, sehingga pada akhirnya
diharapkan mampu mempertahankan fungsi bekul apel Bali dan lingkungan untuk
kegiatan ekowisata. Usaha pengembangan ekowisata bekul apel Bali yang
mengedepankan pemandangan alam khas perkebunan lokal di Kecamatan Banjar
yang mempunyai daya tarik sendiri. Perlu ditegaskan bahwa bekerja di sektor
pariwisata tidak harus mengorbankan alamnya (bekul apel Bali) tetapi bagaimana
mampu menggunakan potensi lokal seoptimal mungkin sehingga tercapai
keselarasan antara pariwisata dan kelestarian perkebunan bekul apel Bali.
Pengembangan ekowisata bekul apel Bali di objek wisata Kecamatan Banjar akan
tetap ajeg dengan adanya upaya pelestarian perkebunan bekul apel Bali melalui
ekowisata ini. Banyak keuntungan yang setidaknya mampu diperoleh dengan
pengembangan ekowisata bekul apel Bali di Kecamatan Banjar. Keuntungan
tersebut antara lain meningkatkan derajat masyarakat lokal dari segi sosio-
ekonomi yang secara tidak langsung mampu mempertahankan kelestarian bekul
apel Bali dari kelangkaan sehingga diharapkan mampu menata serta menjaga
kelestarian lingkungan hidup khususnya kawasan perkebunan bekul apel Bali di
Kecamatan Banjar.
Menjadikan bekul apel Bali sebagai kawasan ekowisata perkebunan bekul
apel Bali merupakan salah satu alternatif di dalam melakukan diversifikasi produk
dalam mengembangkan kepariwisataan Bali. Ekowisata bekul apel Bali
merupakan salah satu ‘produk’ yang propeknya cukup baik, hal mana dapat dilihat
pada argumen di bawah ini.
1. Untuk mencegah terjadinya saturasi pada wisata konvensional, Bali
memerlukan diversifikasi produk. Ekowisata bekul apel Bali merupakan salah
satu ‘produk’ yang prospektif sebagai komplementaritas dari pariwisata

20
budaya. Dari sisi supply, potensi ekowisata bekul apel Bali di Kecamatan
Banjar memang sangat memungkinkan untuk pengembangan produk ini.
2. Dari sisi permintaan, ada trend global, bahwa ekowisata bekul apel Bali
merupakan salah satu ‘produk’ yang semakin mendapatkan respon. Gerakan
‘kembali ke alam’ (back to nature) sangat berperan dalam pengembangan
trend ini.
3. Pengembangan ekowisata bekul apel Bali di Kecamatan Banjar merupakan
salah satu cara untuk mengatasi distribusi pembangunan kepariwisataan Bali
yang tidak merata. Dengan demikian, maka aktivitas kepariwisataan tidak
akan terkonsentrasi hanya pada suatu daerah saja, melainkan akan tersebar
secara lebih merata ke seluruh Bali. Hal ini senantiasa mendapatkan support
dari pemerintah.
4. Ekowisata bekul apel Bali salah satu produk yang menggarap niche market
yang selama ini belum tergarap.
5. Pengembangan ekowisata bekul apel Bali sekaligus menjadi sarana promosi
bahwa Bali secara umum dan Buleleng secara khusus memang peduli dengan
lingkungan. Citra kepedulian terhadap kelestarian lingkungan ini sangat
penting dalam pariwisata ke depan, dimana masyarakat dunia semakin sensitif
terhadap isu lingkungan.
6. Pengembangan ekowisata bekul apel Bali sangat sejalan dengan visi
pembangunan kepariwisataan Bali, yaitu menuju terwujudnya pariwisata Bali
yang berkualitas dan berkelanjutan. Adanya aspek responsible travel dan
responsible for local community yang terkandung dalam konsep ekowisata
merupakan aspek penting dalam konsep pembangunan berkelanjutan. Dari
segi kualitas, wisatawan yang datang karena ketertarikan akan ekowisata
bekul apel Bali umumnya adalah wisatawan yang berkualitas, dilihat dari
indikator daya beli (spending power), lama tinggal (length of stay), concern to
local culture, dan concern to environment.
Keuntungan yang dapat diperoleh dari pengadaan konsep ekowisata bekul
apel Bali di Kecamatan Banjar memiliki keunggulan lokal yakni:
1. Keuntungan ekonomi. Keuntungan ekonomi yang diterima langsung oleh
penduduk dengan pengembangan ekowisata bekul apel Bali ini adalah dengan
menyediakan jasa pelayanan informasi yang dibutuhkan wisatawan. Informasi
yang diberikan masyarakat lokal sendiri secara langsung adalah mengenai

21
mekanisme kerjanya, teknik transplantasi karang yang baik serta tradisi daerah
setempat. Keuntungan secara tidak langsung di bidang ekonomi yang diperoleh
oleh penduduk dalam hal ini adalah peningkatan dan permintaan makanan laut
akan merangsang peningkatan prosuksi perikanan. Dimana ekowisata bekul
apel Bali menciptakan insentif untuk masyarakat lokal.
2. Pemeliharaan lingkungan oleh penduduk setempat. Wisatawan datang ke
ekowisata bekul apel Bali biasanya tertarik dengan lingkungan yang indah dan
bersih. Umumnya, wisatawan melakukan kunjungan ke tempat wisata karena
tertarik melihat wajah asli perkebunan bekul apel Bali di Kecamatan Banjar.
Dengan demikian, untuk menarik wisatawan datang ke Kecamatan Banjar,
penduduk Kecamatan Banjar cenderung harus memelihara dan menjaga
lingkungan perkebunan bekul apel Bali secara alami.
3. Keuntungan ketiga adalah penyebaran penduduk. Dengan menciptakan
lapangan pekerjaan di Kecamatan Banjar, laju urbanisasi akan bisa ditekan, dan
juga kelangkaan bekul apel Bali di Kecamatan Banjar dapat dikurangi karena
lapangan pekerjaan membutuhkan bekul apel Bali sebagai objek pariwisata.
4. Menciptakan kawasan wisata alternatif. Di Kecamatan Banjar adalah salah satu
tempat yang tepat untuk ditawarkan sebagai salah satu obyek wisata, oleh
karena itu dengan pengembangan ekowisata bekul apel Bali bukanlah
menyaingi daya tarik utama wisata di Kecamatan Banjar yaitu, hot spring
Banjar dan perkebunan anggur Banjar, melainkan berperan sebagai penunjang
pengembangan Kecamatan Banjar sehingga akan memberikan paket wisata
yang menarik yang belum ada di Bali.
5. Keuntungan yang terakhir adalah sebagai solusi pelestarian bekul apel Bali.
Dalam hal ini, pelaksanaan konsep ekowisata bekul apel Bali akan memberikan
petunjuk dan mengikutsertakan wisatawan dalam kegiatan pariwisata.

BAB V

22
PENUTUP

5.1 Simpulan
Berdasarkan Bab IV Hasil dan Pembahasan, maka dapat ditarik simpulan
sebagai berikut.
1. Mekanisme budidaya bekul apel Bali sebagai icon ecotourism di Kecamatan
Banjar terdiri atas 3 (tiga) tahapan yaitu a) tahap persiapan dengan kegiatan
penyiapan lahan, penyiapan bibit, penyiapan para-para, penyiapan lubang
tanam dan penyiapan sistem irigasi, b) tahap pelaksanaan dengan kegiatan
penanaman bibit, pemberian pupuk, pengairan, pengendalian hama dan gulma,
serta c) tahap pasca pelaksanaan dengan kegiatan penjarangan daun,
penyortiran buah dan peremajaan tanaman.
2. Langkah-langkah pengembangan ekowisata bekul apel Bali sebagai icon
ecotourism di Kecamatan Banjar melalui 4 (empat) tahapan yaitu a)
attractiveness, b) accessibility, c) amenities dan d) ancillary.
3. Pengembangan ekowisata bekul apel Bali sebagai icon ecotourism di
Kecamatan Banjar sangat prospek untuk dikembangkan. Hal ini ditinjau dari a)
keuntungan ekonomi, b) pemeliharaan lingkungan oleh penduduk setempat, c)
penyebaran penduduk, d) menciptakan kawasan wisata alternative dan e) solusi
pelestarian bekul apel Bali.

5.2 Saran
Saran yang dapat diajukkan dalam penyusunan karya tulis ilmiah ini
adalah sebagai berikut.
1. Diperlukan dukungan pemerintah dan komitmen masyarakat untuk
mengembangkan ekowisata bekul apel Bali sebagai icon ecotourism di
Kecamatan Banjar
2. Masyarakat agar turut serta membantu mengembangkan ekowisata bekul apel
Bali sebagai icon ecotourism di Kecamatan Banjar

23
Daftar pustaka

24

Anda mungkin juga menyukai