Anda di halaman 1dari 9

ANALISIS JURNAL BELA DIRI NASIONAL DAN

INTERNASIONAL

LUTFY CHOIRUL HUDA (18604224054)


PGSD PENJAS A 2018

UNIVERSITAS NEGERI
YOGYAKARTA
2019
SILAT: IDENTITAS BUDAYA, PENDIDIKAN, SENI BELA DIRI, DAN
PEMELIHARAAN KESEHATAN

Abstrak

Silat salah satu bentuk identitas seni beladiri Nusantara kebudayaan Indonesia berisi
tentang pendidikan yang berkembang dalam masyarakat. Dalam dunia modern, silat
bukan hanya sebagai alat seni bela diri tetapi berkembang menjadi sebuah upaya
dalam memelihara kesehatan melalui olehraga. Silat berfungsi juga sebagai sarana
pendidikan jasmani dan rohani melalui proses tahapan pendidikan berjenjang secara
formal melalui peraturan yang dibuat masing-masing perguruan silat. Identitas
merupakan bagian dari kebudayaan dan lingkungan sosial yang dapat bergeser
sesuai dinamika kehidupan masyarakat. Identitas berkembang berdasarkan ruang
dan waktu setiap generasi dalam dunia kehidupan sehari-hari yang berasal dari
pikiran dan tindakan manusia dan berkembang menjadi praktek nyata. Pendidikan
jasmani dan rohani yang ditanamkan melalui silat membentuk karakter bangsa yang
tangguh, kuat dan berbudi luhur dan berkembang menjadi watak identitas bangsa.
Tuntutan dunia modern, peran silat berkembang selain untuk menjaga diri juga
menjadi salah satu sarana dalam upaya pemeliharaan kesehatan melalui bidang
olahraga sehingga keseimbangan jasmani dan rohani merupakan salah satu jalan
dalam meningkatkan produktivitas masyarakat.
Kata Kunci: Silat, Identitas, Pendidikan, Seni Beladiri, Kesehatan

A. PENDAHULUAN

Kebudayaan dapat dikatakan merupakan suatu sistem keteraturan dari makna dan simbol-
simbol. Individuindividu dengan pengetahuan dan pengala mannya dapat mendefinisikan,
mengekspresikan perasaan-perasaan dan membuat penilaian selama proses waktu
perkembangan kebudayaan. Hal ini merupakan suatu pola makna-makna yang ditransmisikan
secara historis terkandung dalam bentukbentuk simbolik sehingga manusia dapat saling
berkomunikasi, memantapkan, dan mengembangkan pengetahuan mereka mengenai dan
bersikap terhadap kehidupan. Simbol-simbol kebudayaan itu memengaruhi kehidupan sosial
sebagai hubungan satu arah dalam memberi informasi, pengaruh dan membentuk kebudayaan
secara sosial dan normatif (Garna, 2008).

Dalam kajian identitas, berdasarkan teori realita sosial, Berger dan Luckman (1995:87)
menyebutkan tiga proses dalam mengkaji konstruksi identitas dalam suatu kelompok dan
masyarakat, terdiri dari :
1) Eksternalisasi (penyesuaian diri dengan dunia sosio kultural). Eksternalisasi merupakan
proses dialetika dimana individu secara kolektif dan perlahanlahan mengubah pola-pola dunia
obyektif secara bersama-sama dan membentuk dunia baru. Pada proses ini dapat dikatakan
sebagai tahap awal seorang individu beradaptasi dan mengenal masyarakat atau kelompok
terkait dengan sistem nilai, norma, dan struktur yang ada didalamnya.

2) Obyektivasi (interaksi sosial dengan dunia sosio kultural). Obyektivasi merupakan proses
dimana seorang individu seakan-akan sebagai sesuatu yang obyektif dengan adanya proses
penarikan realita keluar dari individu tersebut. Dalam proses ini interaksi sosial yang terjadi
merupakan proses penyadaran akan posisi diri di dalam masyarakat atau kelompok.

3) Internalisasi (pendefinisian diri individu dengan dunia sosio kultural). Internalisasi


merupakan proses dimana terjadi penarikan kembali dunia sosial yang terobyektivasi ke
dalam diri manusia. Pada tahapan ini, seorang individu mengalami proses identifikasi diri
terkait adanya penggolongan sosial yang ada di dalam masyarakat atau kelompok.
Identifikasi diri yang terjadi tersebut berdasarkan pemahaman, kesadaran, dan identifikasi
identitas individu terhadap masyarakat atau
kelompoknya.

B. METODE PENELITIAN

Metode penelitian yang diambil adalah metode kualitatif dengan kajian metnografi untuk
memahami suatu pandangan hidup dari sudut pandang penduduk setempat. (Spradley,
2007:3). Tujuan penggunaan metode etnografi dalam penelitian ini dimaksudkan untuk
menganalisis perilaku nyata budaya yang berhubungan dengan perilaku masyarakat dan
memahami bahwa silat sebagai identitas dalam perbedaan generasi dalam menjalani beladiri
silat. Dasar pertimbangan peneliti menggunakan metode metnografi adalah:
1) Penelitian adalah meneliti tentang kebudayaan dari kelompok yang berkebudayaan sama.
2) Peneliti mencari berbagai pola ritual, perilaku sosial, adat istiadat atau kebiasaan.
3) Kelompok kebudayaan tersebut telah lengkap dan berinteraksi dalam waktu yang cukup
lama.
4) Menggunakan teori untuk menemukan pola dan kelompok budaya yang sama dimana
peneliti terlibat secara langsung dalam kerja lapangan yang lama.
5) Dalam menganalisa data peneliti bersandar pada pandangan dari pada partisipan.
6) Analisa data menghasilkan pemahaman tentang bagaimana kelompok berkebudayaan yang
sama berjalan, berfungsi dan cara hidup (Creswell, 2014:127-129). Penelitian menggunakan
wawancara dan observasi terkait makna identitas budaya dalam mengembangkan relasi sosial
melalui beladiri silat sebagai sarana dalam meningkatkan pendidikan jasmani dan rohani
yang berdampak pada pemeliharaan kesehatan.

C. HASIL DAN PEMBAHASAN

1. Gambaran Umum

Perisai Diri didirikan oleh Raden Mas Soebandiman Dirdjoatmodjo di Surabaya tanggal 02
Juli 1955. Pada tanggal 06 Juni 1965, Perisai Diri di bawa ke Bandung dan di dirikan di
SMAN 2 oleh Oktav Bayu Dirgantara dan di ITB oleh Ir. Both Soedargo. Ketua Pusat Perisai
Diri sekarang dipimpin oleh Dwi Sucipto. Oktav Bayu Dirgantara merupakan salah satu
tokoh silat yang dapat membawa silat sampai ke mancanegara melalui kemampuannya dalam
menjelaskan silat dari perspektif ilmu pengetahuan, sosial dan budaya, sehingga silat dapat
diterima dan diikuti oleh bangsa Eropa. Terdapat 13 tahap tingkatan sejak tingkatan dasar 1
sampai tingkatan pendekar. Pendekar yang diangkat semasa pendiri Perisai Diri masih hidup
disebut pendekar historis dan masih terdapat beberapa orang pendekar historis yang masih
hidup yaitu Bambang Sukotjo dari Bandung. Perisai diri memiliki prosedur selama latihan
yang terdapat dalam
Tatacara Latihan , terdiri dari :
1) Hening Pembuka
2) Pembacaan Janji Perisai Diri
3) Salam Bunga Sepasang
4) Pelaksanaan Latihan
5) Hening Akhir
6) Salam Akhir

Inti sari ilmu silat yang dikembangkan Raden Mas Soebandiman Dirdjoatmodjo terdiri dari
19 teknik, yang disesuaikan dengan kebutuhan dan anatomi manusia. Ke-19 teknik tersebut
dibagi dalam
2 kategori, yaitu :

1) Teknik Asli terdiri dari 14 bagian yaitu :

(1) Burung Meliwis


(2) Satria Hutan
(3) Burung Kuntul
(4) Putri Bersedia
(5) Burung Garuda
(6) Putri Berhias
(7) Harimau
(8) Putri Teratai
(9) Naga
(10)Putri Sembahyang
(11)Satria
(12)Linsang
(13)Kuda Kuningan
(14)Pendeta

2) Teknik Kombinasi terdiri dari 5 bagian yaitu :

(1) Minangkabau
(2) Cimande
(3) Betawen
(4) Bawean
(5) Jawa Timuran

Masing-masing teknik tersebut mempunyai ciri khas dalam hal pengosongan, peringanan dan
pemberatan tubuh, gerak merampas dan merusak, menangkis dan mengunci, cara menghindar
dan mengelak, gerak melompat, cara menolak, menebang dan melempar, mendorong dan
menebak, serangan tangan, kaki dan badan, pengaturan nafas, penyaluran tenaga, serta
pengaturan senjata.
2. Hasil penelitian

Bandung merupakan ibu kota provinsi dan memiliki gaya hidup modern sebagai kota urban.
Perkembangan kota Bandung menjadikan budaya baru Indonesia yaitu sebuah budaya urban
pada umumnya (van Klinken & Berenschot, 2014: 17). Gaya hidup yang membutuhkan
kecepatan dan ketepatan dalam meningkat kan produktivitas. Silat dapat menjadi salah
satu solusi dalam meningkatkan produktivi tas melalui olah raga beladiri yang bukan hanya
bermanfaat sebagai olah raga tetapi bermanfaat dalam melindungi diri terutama
hidup di kota besar seperti Bandung. Penelitian mengenai manfaat bagi pembelaan diri yang
dilakukan di Kabupaten Banjarnegara menunjukkan bahwa kebera
daan perguruan-perguruan pencak silat yang ada di Kabupaten Banjarnegara memiliki peran
besar dalam meminimalisir kejahatan di sekitar wilayah tersebut
(Suwaryo, 2008: 73-78). Peran tersebut bukan hanya dalam penanganan kejahatan tetapi juga
perilaku yang dihasilkan pesilat dapat melindungi masyarakat bukan hanya
sebagai seni beladiri saja. Para peneliti dalam seni dan ilmuilmu sosial menyoroti sentralitas
pencak silat antara kesenian Asia Tenggara dalam
membandingkan seni pertunjukan tradisional dan modern. Studi tentang gerakan berdasarkan
atau terkait dengan silat dan musik merupakan suatu kesatuan
aliran yang sulit diterangkan dengan logika karena tubuh sudah sedemikian menerima aliran
gerakan dalam silat (Paetzold, 2016). Silat dilakukan secara bertahap melalui
beberapa tahap, dari mulai tahap gerakan sederhana sampai dengan gerakan kompleks yang
saling berkesinambungan antara teknik dan pernafasan. Gerakan silat
pada tahap akhir merupakan gerakan tertinggi dan sangat lentur dan halus, tetapi bukan hanya
dari gerakan saja tetapi perilaku dalam kehidupan sehari-hari harus mengikuti sesuai dengan
tahapan silat yang sudah ditempuh.

1 Penulis adalah Mahasiswa Program Doktor Sosiologi-Antropologi Universitas Padjadjaran, Bandung


2 Pelatih Silat, Staf Pengajar Olahraga Yayasan Fathul Huda Bandung

2. Meningkatkan Kecerdasan Sosial Siswa Melalui Ekstrakurikuler


Pencak Silat

Ahmad Arip Saripudin, Murdiah Winarti, Yakub Malik


SMPK Paulus Bandung

Abstrak.

Penelitian ini didasarkan pada masalah siswa dalam menghadapi pengalaman pencarian
identitas diri yang mengarah
untuk perilaku yang tidak sesuai dengan tujuan pendidikan, khususnya pengurangan
penggunaan norma dan nilai
yang berlaku di masyarakat serta disiplin di sekolah. Pencak Silat sebagai produk budaya
masyarakat Indonesia adalah
diyakini mengajarkan norma dan nilai yang baik, karena itu membentuk dan berkembang
seiring dengan perkembangan bahasa Indonesia
masyarakat. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menemukan kondisi umum kecerdasan
sosial siswa sebelum bergabung
ekstrakurikuler, untuk mengetahui implementasi ekstrakurikuler dalam membina siswa, dan
untuk mengetahui Pencak
Kontribusi Silat dalam meningkatkan kecerdasan sosial siswa. Penelitian ini menggunakan
metode deskriptif dengan menerapkan
pendekatan kualitatif. Ada sembilan informan dalam penelitian ini yang menggunakan teknik
pengumpulan yang berbeda
data yaitu wawancara, observasi, dan studi dokumentasi. Studi ini mengungkapkan bahwa;
Frist, kondisi
kecerdasan sosial siswa belum terbentuk secara optimal. Kedua, implementasi Pencak
ekstrakurikuler
Silat ‘Perguruan Silat Tadjimalela’ dalam membina siswa termasuk melaksanakan
perencanaan program pelatihan,
melaksanakan latihan, dan mengevaluasi hasil pelatihan, dan ketiga kontribusi kegiatan
ekstrakurikuler
dalam meningkatkan kecerdasan sosial siswa dalam bentuk pembentukan mentalitas spiritual
siswa

A. PENDAHULUAN

Tujuan pendidikan itu sendiri adalah untuk membawa para siswa ke tingkat dewasa
(Suryosubroto, B, 2010: 9). Ini berarti bahwa siswa diajar agar memiliki yang kuat mental
dan mandiri sehingga bisa jadi bagian dari masyarakat dan memberi manfaat terhadapnya. Di
Sejalan dengan itu, tujuan pendidikan nasional juga mengarah pada bagaimana perilaku siswa
dan kepribadian didasarkan pada Pancasila dan Undang-Undang Dasar yang ada di sesuai
dengan budaya Indonesia. Itu alasannya adalah bahwa pendidikan tidak hanya menciptakan
siswa yang cerdas, tetapi juga berperilaku baik siswa.

Di era ini, kita sering bertemu dalam berbagai hal sumber media, baik di media cetak atau
media elektronik, beberapa fenomena di Indonesia masyarakat yang berbeda dari norma dan
nilai-nilai yang diciptakan oleh masyarakat itu sendiri. Terbukti dengan bangkitnya sosial
penyimpangan, yaitu, keberadaan geng motor dan komunitas lain, itu tidak patuh pada norma
dan nilai itu berlaku di masyarakat dan beberapa kasus dekat dengan pelanggaran norma
hukum. Itu tidak konsisten antara keinginan masyarakat dengan perilaku remaja dan aktivitas
mereka yaitu di luar toleransi masyarakat menyebabkan munculnya istilah kenakalan remaja

B. METODE

Penelitian ini menggunakan analisis deskriptif metode. Metode itu didasarkan pada yang
nyata situasi terjadi di lokasi penelitian, kemudian dijelaskan dan dianalisis oleh sang
peneliti. Menurut Hikmat “metode deskriptif adalah penelitian
metode untuk membuat ilustrasi situasi, dengan demikian mendesak seseorang untuk
menumpuk data dasar. " Metode analisis deskriptif adalah dipekerjakan untuk mencari tahu
hal-hal yang diterapkan di tempat itu, setelah itu dijelaskan oleh peneliti bersama dengan
situasi nyata di Indonesia lokasinya. Itu kompatibel dengan Mardalis (2009, hlm. 26) yang
menyatakan itu “Metode deskriptif bertujuan untuk menggambarkan hal-hal yang berlaku
saat itu. Itu termasuk beberapa upaya untuk menggambarkan, menulis, menganalisis, dan
menafsirkan saat ini atau yang sebenarnya kondisi."
C. KOLEKSI DATA

1. Pengamatan
2. Wawancara
3. Dokumentasi Studi
4. Analisis dan tahap pemrosesan data

D. DAN HASIL PEMBAHASAN

1. Situasi Umum Sosial Siswa Inteligensi Sebelum Bergabung dengan Pencak Silat

Pada bagian ini, peneliti akan bahas tentang gambar siswa sebelumnya bergabung dengan
ekstrakurikuler Pencak Silat. Berdasarkan pada wawancara pada beberapa informan, untuk
contoh anggota ekstrakurikuler, kepala sekolah, guru Sosiologi, dan Pelatih, ternyata
ditemukan beberapa kondisi siswa sebelum bergabung dengan Pencak Silat. Itu
pengembangan kegiatan ekstrakurikuler berfokus pada potensi siswa. Ini
potensi dapat dengan mudah muncul atau memerlukan beberapa sampai terlihat. Proses dari
membiasakan dan mendeteksi potensi itu penting untuk diketahui sebelumnya agar
tingkatkan secara optimal. Namun, sebagian besar siswa yang baru masuk SMP belum dapat
meningkatkan potensi mereka sendiri

E. KESIMPULAN

Pertama, kecerdasan sosial siswa kondisi sebelum bergabung dengan Pencak Silat adalah
dijelaskan dengan potensi pada siswa itu belum terbentuk, kemampuan untuk hidup sampai
keragaman yang masih minim, itu sopan yang tidak diterapkan dalam sehari-hari hidup, dan
sikap serta disiplin yang dimiliki tidak memenuhi harapan masyarakat. Kedua, implementasi
Pencak Silat di Perguruan Silat Tadjimalela dalam membina siswa melibatkan presentasi
program pelatihan pengaturan, implementasi pelatihan, dan evaluasi pelatihan. Tahapan itu
dilakukan melalui pelatihan seni bela diri dan pengenalan nilai-nilai Pencak Silat, khususnya
di Perguruan Silat Tadjimalela, di mana penanaman sosial dan disiplin dilakukan dilakukan.

3. PERSEPSI PELAJAR TERHADAP PENCAK SILAT SEBAGAI


WARISAN BUDAYA BANGSA 2012 Anting Dien Gristyutawati*, Endro Puji
Purwono, Agus Widodo Jurusan Pendidikan Jasmani Kesehatan dan Rekreasi, Fakultas Ilmu
Keolahragaan, Universitas Negeri Semarang, Indonesia.

Abstrak

Tujuan dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana persepsi pelajar terhadap
pencak silat sebagai warisan budaya bangsa di padepokan pencak silat (IPSI) sekota
Semarang tahun 2012. Metode penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan
menggunakan metode survei, dan mengumpulkan informasi atau data menggunakan
kuesioner serta wawancara langsung kepada beberapa pihak terkait guna memperoleh
data pendukung tambahan. Data penelitian berupa kuesioner selanjutnya dianalisis
menggunakan rumus deskriptif persentase. Uji validitas dari 30 butir soal terdapat 28
butir soal valid. Uji reliabilitas dinyatakan butir pertanyaan reliabel diperoleh harga r 11 =
0.736 > r tabel = 0.361. Hasil penelitian, 100% responden menyukai pencak silat dan
mengikuti pencak silat dengan senang hati, 25% diantaranya memiliki anggota keluarga
yang juga menekuni pencak silat. 80% mengetahui teknik dan peraturan pencak silat,
94% mengetahui sejarah dan pengetahuan umum tentang pencak silat, 94,88% mengerti
bahwa pencak silat adalah seni beladiri asli bangsa Indonesia yang patut untuk di
lestarikan dan 59% diantaranya menganggap beladiri import memiliki pengaruh negatif
akan keberadaan pencak silat.

Pendahuluan Indonesia adalah bangsa yang kaya akan hasil bumi, jenis flora dan fauna
serta kaya akan warisan-warisan budaya bangsa. Berbicara tentang warisan budaya
bangsa, pencak silat merupakan salah satu seni bela diri asli bangsa Indonesia yang kaya
akan keberagaman teknik, manfaat serta nilai-nilai luhur yang patut untuk dilestarikan
keberadaannya. Saat ini banyak diantara masyarakat yang melihat bahwa semua beladiri
itu sama. Beberapa diantara masyarakat tidak memahami apa itu pencak silat. Walaupun
pencak silat mulai berkembang dari masa ke masa, namun minat masyarakat saat ini
terhadap pancak silat juga masih sangat terbatas. Pencak silat yang saat ini masuk dalam
kurikulum pembelajaran olahraga khususnya di SMP/SMA juga tidak berperan maksimal
dalam proses pembelajarannya. Banyak pelajar yang hanya sedikit tahu dan kurang
memahami tentang apa itu pencak silat. Padahal pelajar merupakan generasi penerus
bangsa yang wajib ikut serta dalam usaha pelestarian budaya bangsa. Mengingat bahwa
pelajar adalah ujung tombak penerus bangsa dimasa depan maka. sebelum melihat
bagaimana persepsi masyarakat luas dan persepsi para pelajar secara umum, peneliti ingin
melihat terlebih dahulu bagaimana persepsi pelajar yang mengikuti latihan pencak silat,
apakah para pelajar yang mengikuti pencak silat mengetahui bagaimana teknik, peraturan
serta pengetahuan-pengetahuan mengenai pencak silat serta nilai-nilai luhur yang
terkandung di dalamnya

Hasil Penelitian dan Pembahasan

Sesuai dengan teori hukum figure-ground dalam yaitu persepsi yang timbul tergantung
dengan perhatian seseorang, (Bimo Walgito, 2003: 94). Jadi dapat diambil kesimpulan
jika seseorang menyukai sesuatu maka persepsi yang muncul akan sesuatu tersebut
tergantung pada perhatian yang ditimbulkan/diberikan, jika perhatian yang ditimbulkan
baik maka persepsi yang muncul juga baik, sebaliknya jika perhatian yang ditimbulkan
jelek maka persepsi yang muncul akan sesuatu tersebut juga akan jelek.

Perilaku manusia tidak dapat lepas dari keadaan individu itu sendiri dan lingkungan
dimana individu itu berada. Dengan melihat perilaku seseorang yang muncul maka dapat
dilihat apa yang orang itu sukai atau yang tidak disukai. Faktor berpikir mempengaruhi
seseorang dalam menentukan pilihannya. Dengan kemampuan berpikir seseorang akan
dapat melihat apa yang akan dihadapi pada waktu sekarang dan juga dapat melihat
kedepan apa yang akan terjadi dalam melakukan tindakan, (Bimo Walgito, 2003:16).
Dengan melihat kemampuan kognitif tentang pencak silat yang dimiliki pelajar yang
mengikuti pencak silat dapat diketahui apakah pelajar mengetahui seperti apa pencak silat
itu, khususnya dalam teknik pencak silat itu sendiri.

Sama seperti yang tertulis dalam aspek kognitif, dalam aspek pengetahuan umum ini juga
menerapkan teori kognitif. Di dalam penelitian ini dapat disimpulkan bahwa pengetahuan
seseorang akan sesuatu dapat mencerminkan apakah orang tersebut memiliki ketertarikan
akan sesuatu. Sebelum seseorang tertarik akan sesuatu, orang itu akan membentuk sebuah
pola persepsi sehingga menimbulkan rasa tertarik atau tidak tertarik akan sesuatu
Seperti yang sudah dibahas, untuk melihat bagaimana persepsi seseorang dapat dilihat
salah satunya dengan cara melihat bagaimana perhatian orang tersebut terhadap objek
yang dipersepsi. Simpulan dan Saran Dari hasil penelitian yang telah dilakukan dapat
disimpulkan bahwa beberapa responden yang kurang mengetahui tentang teknik,
peraturan serta pengetahuan umum tentang pencak silat namun sebagian besar responden
yang merupakan pelajar memiliki kebanggaan terhadap pencak silat serta mengetahui
pencak silat adalah beladiri asli bangsa Indonesia dan merupakan beladiri ciri khas bangsa
yang merupakan warisan budaya bangsa yang patut untuk dilestarikan keberadaannya
agar tidak kalah populer dengan beladiri yang datang dari luar negeri.

Daftar Pustaka :

http://jurnalantropologi.fisip.unand.ac.id/index.php/jantro/article/view/62

https://docs.google.com/viewerng/viewer?url=http://ejournal.upi.edu/index.php/pips/articl
e/viewFile/14527/8808

https://journal.unnes.ac.id/sju/index.php/peshr/article/download/443/490/

Anda mungkin juga menyukai