Anda di halaman 1dari 37

LAPORAN PRAKTIKUM

Disusun guna memenuhi tugas Mata Kuliah Fisiologi Olahraga

DOSEN PENGAMPU:

Dra. Eka Swasta Budayati MS.

Disusun Oleh:

Ryan Aditya Rama Putra

20601244133

PRODI PEND. JASMANI KESEHATAN DAN REKREASI

FAKULTAS ILMU KEOLAHRAGAAN

UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA

2021

1
DOPING KOPI

Alat dan Bahan :


1. Stop Watch 2 buah
2. Bola Tenis
3. Kopi Asli

Urutan Kerja :
1. Ukur denyut nadi dan tekanan darah : 58 /menit
2. Lempar bola tenis 10 kali.Total Nilai : 21
3. Minum kopi
4. Istirahat 20 menit
5. Ukur denyut nadi dan tekanan darah : 96/menit
6. Lempar bola tenis 10 kali Total Nilai : 31

KAJIAN TEORI:
Doping adalah pemberian/penggunaan oleh peserta lomba, berupa bahan
yang asing bagi organism melalui jalan apa saja atau bahan fisiologis dalam
jumlah yang abnormal atau diberikan melalui jalan yang abnormal, dengan tujuan
meningatkan prestasi (Internasional Congress Of sport Sciences: 1964).
Kopi adalah salah satu jenis minuman yang berasal dari olahan biji
tanaman kopi. Terdapat 2 jenis kopi yaitu kopi arabika dan kopi robusta. Kopi
merupakan salah satu minuman yang paling banyak diminati oleh masyarakat
Indonesia maupaun negara lain. Kegemaran mengkonsumsi kopi sudah dilakukan
turun-temurun sejak jaman nenek moyang (National Geographic, 2009). Dalam
bidang keolahragaan, kafein banyak digunakan sebagai stimulan selama
melakukan aktivitas berat karena banyak penelitiaan yang mengungkapkan bahwa
kafein dapat meningkatkan daya tahan bila dikonsumsi sebelum olahraga jangka
panjang. Penelitian menunjukkan bahwa mengkonsumsi kafein 3-9 mg/kg berat
badan 1 jam sebelum latihan akan meningkatkkan kemampuan bersepeda dan

2
berlari jarak jauh. Kafein didapat dari biji kopi, daun teh, dan coklat, serta
ditambahkan pada beberapa minuman, makanan, dan obat-obatan (Hayati, 2012).
Kafein merupakan minuman tambahan yang direkomendasikan Komite Olimpiade
Internasional (IOC) sampai batasan ekskresi urine kurang dari 12 µg/ml dianggap
legal (Graham, ett all, 1996). Sedangkan World Anti Doping Agency (WADA)
2015 mengeluarkan bahwa kafein dalam pengawasan. Dalam dunia medis, kafein
sering digunakan sebagai perangsang kerja jantung dan meningkatkan produksi
urin. Dalam dosis yang rendah, kafein dapat berfungsi sebagai bahan pembangkit
stamina. Kafein tidak memperlambat gerak sel-sel tubuh, melainkan membalikkan
semua kerja adenosin sehingga tubuh tidak lagi mengantuk, tetapi muncul
perasaan segar, otot-otot berkontraksi, dan hati akan melepas gula ke aliran darah
yang akan membentuk energi ekstra. Itulah sebabnya berbagai jenis minuman
pembangkit stamina umumnya mengandung kafein sebagai bahan utamanya
(Sunardi, 2012)

PEMBAHASAN
Dari tes yang telah dilakukan kepada orang coba dapat diambil kesimpulan
bahwa terjadi peningkatan terhadap lemparan bola yang dilakukan oleh orang
coba,dimana sebelum mengonssumsi kopi dirinya hanya mampu melempar
sebanyak 21 kali saja, namun setelah mengonsumsi kopi dirinya mampu
melempar hingga 32 kali. Hal ini terjadi karena kandungan Kafein tidak
memperlambat gerak sel-sel tubuh, melainkan membalikkan semua kerja adenosin
sehingga tubuh tidak lagi mengantuk, tetapi muncul perasaan segar, otot-otot
berkontraksi, dan hati akan melepas gula ke aliran darah yang akan membentuk
energi ekstra.

Yogyakarta, 17 September 2021

Dosen Praktikan,

(Dra. Eka Swasta Budayati MS.) (Ryan Aditya Rama Putra)

3
TES AMBANG RANGSANG ANAEROBIK
METODE CONCONI DENGAN LARI DI LAPANGAN

Kajian Teori
Conconi mengembangkan suau metode yang memungkinkan kita
menetapkan ambang batas anaerobik tanpa mengukur laktat, dan dengan demikian
tanpa mengambil sampel darah, yakni cara penentuan ambang batas anaerobik
yang noninvasif yang disebut metode Conconi. Ambang batas anaerobik (ABA)
dapat digambarkan sebagai berikut : ABA adalah intensitas. Misal kecepatan lari
tertinggi yang dapat dipertahankan untuk suatu periode tertentu dari VO2 maks.
Ketika persentase ini terlampaui, akumulasi asam laktat terjadi. Karena asidosis
ini, eksersi tidak dapat dipertahankan pada tingkat yang tinggi untuk waktu yang
lama.
Metode conconi adalah uji lapangan dia menentukan korelasi antara kecepatan lari
dan kecepatan denyut nadi. Hubungan antara kecepatan lari (KL) dan kecepatan
denyut nadi (DN) sebagian adalah linear dan sebagian lagi, nonlinear. Kecepatan
dimana korelasi linear antara KL dan DN lenyap disebut velositas defleksi (Vd).
Waktu yang diperlukan oleh DN untuk menyesuaikan diri dengan kecepatan lari
yang baru adalah 10 sampai 20 detik.
Untuk praktikum ini kita menggunakan metode modifikasi Conconi yang dibuat
oleh dr Tjaliek Soegiardo, beban kerja dengan naik turun bangku dan
penghitungan denyut nadi, hal ini sama bahwa kenaikan beban diikuti dengan
kenaikan DN secara inear tetapi pada titik tertentu antara kenaikan beban dengan
DN tidak linear, ketidak linear ini sering disebut dengan titik defleksi
(pembengkokan).

Fasilitas dan Alat:


1. Lapangan dengan lintasan 400 meter
2. Setiap 200 meter ada tanda khusus, dan setiap 20 meter diberi tanda jarak
yang jelas.
3. Stopwacth

4
4. Sebuah table jarak dan waktu tempuh.
5. Alat tulis

Pelaksanaan Tes:
Start setelah pemanasan secukupnya, disesuaikan dengan kondisi dan
kemampuan orang coba. Orang coba berlari di lintasan 400 meter. Kecepatan lari
dimulai dari perlahan-lahan, setiap 200 meter berikutnya ditempuh dengan waktu
1 – 3 detik lebih cepat. Kecepatan awal untuk tes saat ini dimulai dengan
menempuh 200 meter pertama waktu 70 detik, kenudian setiap 200 meter
berikutnya dinaikkan lebih cepat 2 detik. Pada setiap jarak 200 meter diukur
denyut jantungnya dengan cara 10 denyutan, tidak ada waktu istirahat.

DATA HASIL PENGUKURAN


1. Nama Probandus : Aisyah Salma Najidah
Umur : 19 tahun / Perempuan

2. Denyut Nadi Istirahat (Awal) : 80/menit


3. Denyut nadi
Jarak : 200 m 70
Jarak : 400 m 68
Jarak : 600 m 66
Jarak : 800 m 64
Jarak : 1000 m 62
Jarak : 1200 m 60
Jarak : 1400 m 58
Jarak : 1600 m 56
Jarak : 1800 m 54
Jarak : 2000 m 52

5
4. Masukkan data di atas pada grafik:

6
KAJIAN TEORI:
Ambang anaerobik adalah tingkat konsumsi oksigen dimana ada
peningkatan konsentrasi laktat darah secara pesat dan sistemik, salah satu bentuk
latihan adalah high intensity interval training (HIIT), yaitu latihan dengan beban
di atas ambang anaerobik dalam waktu singkat dan diselingi dengan periode
pemulihan aktif. Bentuk latihan lain yang dapat meningkatkan ambang anaerobik
adalah steady state training (SST), merupakan latihan dengan beban mendekati
ambang anaerobik dengan waktu yang konstan. Tujuan penelitian untuk
mengetahui perbedaan efektifitas HIIT dan SST pada kelompok siswa anggota
kelompok ekstrakurikuler atletik lari jarak pendek di Denpasar. Penelitian
eksperimental dengan rancangan pretest and post test group design selama 6
minggu dengan frekuensi 3 kali seminggu. Sampel penelitian berjumlah 24 orang
yang terbagi dalam 2 kelompok. Kelompok 1 diberi HIIT dengan beban latihan
95% denyut nadi maksimal dan Kelompok 2 diberi SST dengan beban latihan 80
% denyut nadi maksimal. Pengukuran ambang anaerobik dengan cara menentukan
Heart Rate Deflection Point (HRDP) menurut Conconi track protocol. Hasil
penelitian pada kedua kelompok didapatkan rerata usia subjek 12-16 tahun, jenis
kelamin laki-laki, berat badan 50-65 kg, tinggi badan 160-178 cm, dan IMT 16,33-
22,27 kg/m2 . Rerata ambang anaerobik sebelum HIIT 178,17±2,368 x/menit,
sedangkan sesudah HIIT menjadi 197,83±3,460 x/menit. Rerata ambang
anaerobik sebelum SST 177,17±1,586x/menit, sedangkan sesudah SST menjadi
185,25±1,288x/menit. Uji beda rerata nilai ambang anaerobik pretest antara
Kelompok 1 dan Kelompok 2 didapat nilai p=0,237 (p>0,05). Uji beda rerata
peningkatan ambang anaerobik pada Kelompok 1 dan Kelompok 2 dengan
menggunakan Independent t-Test pada data post test kedua kelompok
menunjukkan bahwa p = 0,01 (p< 0.05). Disimpulkan HIIT lebih meningkatkan
ambang anaerobik daripada SST pada kelompok siswa anggota kelompok
ekstrakurikuler atletik lari jarak pendek di Denpasar. Saran untuk penelitian ini
diharapkan para pelatih dapat memberikan pelatihan secara benar dan
menggunakan metode monitoring evaluasi HRDP dalam meningkatkan
pencapaian prestasi atlet.

7
PEMBAHASAN:
Di dapatkan hasil dari grafik yaitu mengalami fase naik dan
mendapatkan titik defleksi. Dari data di atas sebelum melakukan aktivitas denyut
nadi probandus 98 per menit bisa dikatakan bahwa grafik yang didapatkan oleh
probandus mengalami fase naik, stabil dan turun walaupun turunnya grafik
tersebut tidak terlalu jauh. Probandus mengalami kenaikan 1800 meter, pada 200
meter mengalami penurunan. , jadi titik defleksi nya ada di 1800 meter dengan
3.08(195).

Yogyakarta, 28 September 2021


Dosen Praktikan,

(Dra. Eka Swasta Budayati MS.) (Ryan Aditya Rama Putra)

8
PENGUKURAN VO2 Max. TIDAK LANGSUNG

VO2Max merupakan tolok ukur dari daya aerobik (aerobik power) dan
ketahanan aerobik (aerobic endurance). Banyak prosedur yang dipergunakan
untuk mengukur besarnya VO2 max yang secara faali dapat dibagi menjadi dua
jenis, yaitu metode pemeriksaan langsung dan tidak langsung. Metode
pemeriksaan langsung dilaksanakan dengan cara menyuruh orang yang diperiksa
melakukan kerja dengan beban maksimal, kemudian hawa pernafasan ditampung,
diukur volumenya dan dianalisa kadar O2 nya. Cara ini konsumsi oksigen
maksimum dapat ditentukan. (metode pengukuran tabung Douglas). Metode
secara tidak langsung banyak caranya dapat dengan menghubungkan antara beban
kerja dengan frekuensi denyut jantung dengan rumus tertentu. Cara lain
menghubungkan beban kerja dengan jarak ataupun waktu tempuh. Beban kerja
dapat berupa lari, naik sepeda, naik turun bangku, serta treadmill. Jenis kerja yang
berbeda dapat menghasilkan hasil yang berbeda juga.
Untuk pengukuran saat ini kita menggunakan beban kerja dengan waktu
tempuh dalam jarak tertentu setelah itu masukan rumus. Beban kerja berupa lari
sepanjang 1600 meter, dan berapa waktu tempuhnya.
Alat :
1. Stopwacth
2. Lintasan Lari
3. Alat tulis dll.
Cara Kerja :
1. Orang coba diukur denyut nadi selama 1 menit.
2. Sebelum melakukan aktivitas orang coba pemanasan secukupnya.
3. Orang coba melakukan aktivitas lari menempuh jarak 1600 meter dicatat
waktunya dalam menit
4. Setelah melakukan istirahat 1 menit diukur kembali denyut nadinya
5. Masukkan rumus :
VO2 max = 133.61 – (13.89 X waktu tempuh dalam menit)
Estimasi besarnya VO2 max.

9
DATA HASIL PENGUKURAN

Nama Orangcoba : Ryan

Usia : 19

Sex : Laki-laki

Berat Badan : 54

Waktu tempuh : 07.07 menit

VO2 max = 133.61 – (13.89 X 07.07)


Estimasi besarnya VO2 max = 35.4077 cc/Kg(BB)/menit.

KAJIAN TEORI:
Volume oksigen maximal (VO2max) dapat didefinisikan sebagai kapasitas
maximal tubuh dalam mengambil, mentranspor, dan menggunakan oksigen
selama latihan. Besarnya VO2max menunjukkan kondisi daya tahan
kardiorespiratori. Daya tahan kardiorespiratori merupakan unsur kebugaran
jasmani yang berhubungan dengan kesehatan seseorang. Kardiorespiratori
merupakan suatu sistem sirkulasi di dalam tubuh yang berhubungan dengan kerja
paru-jantung beserta peredaran darah. Dengan demikian, dapat dimengerti bila
kebugaran jasmani atau daya tahan kardiorespiratori menjadi fundamen bagi
kesehatan seseorang. VO2max dipengaruhi oleh fungsi-fungsi fisiologis yang
terlibat di dalamnya, yakni: (1) jantung, paru, dan pembuluh darah harus berfungsi
dengan baik sehingga oksigen yang dihisap dan masuk ke paru akan sampai ke
darah; (2) proses penyampaian oksigen ke jaringan-jaringan oleh sel-sel darah
merah harus normal; (3) jaringan-jaringan terutama otot, harus mempunyai
kapasitas yang normal untuk mempergunakan O2 yang disampaikan kepadanya.
Nilai VO2max dibatasi oleh cardiac output, kemampuan sistem respirasi untuk
mengantarkan O2 ke darah, atau kemampuan otot untuk menggunakan oksigen.
Dengan begitu, VO2max pun menjadi batasan kemampuan aerobik, sehingga
dianggap sebagai parameter terbaik untuk mengukur kemampuan aerobik atau
kardiorespirasi seseorang. Semakin banyak massa otot seseorang, semakin banyak

10
pula O2 (ml/menit) yang digunakan selama latihan maximal. Untuk menyesuaikan
perbedaan ukuran tubuh dan massa otot, VO2max dapat dinyatakan sebagai
jumlah maximum O2 dalam ml, yang dapat digunakan dalam satu menit per
kilogram BB (ml/kg/menit).

PEMBAHASAN:
Dari hasil tes Vo2Max tidak langsung yang dilakukan pada orang coba.
Orang coba memiliki ukuran Vo2Max yang Normal. Hal ini karena Vo2Max
Normal untuk pria yang jarang berolahraga adalah 35 sampai 40. Sementara orang
coba hanya mendapatkan 34.
Berikut ini adalah tabel penilaian dan klasifikasi untuk tes lari 1600 meter
(meter/menit) No. Kriteria Patokan untuk Pria Patokan untuk Wanita 1. Baik
sekali 5.08 – 5.40 6.05 – 7.05 2. Baik 5.40 – 7.08 7.05 – 8.35 3. Sedang 7.08 –
9.08 8.35 – 10.05 4. Kurang 9.08 – 10.38 10.05 – 11.35 5. Kurang sekali > 10.38
> 11.35 Sumber: Eri Pratiknyo Dwikusworo (2005: 9)
a) Orang coba 1 Pada praktikum vo2max tidak langsung telah dilakukan
menunjukkan bahwa daya tahan aerobik (VO2 Max) dari orang coba 1
dengan jenis kelamin laki- laki, umur 19 , berat badan 61 kg menghasilkan
waktu tempuh 07 menit 16 detik dan Estimasi V02 max hasilnya diperoleh
34,16 cc/kgBB/menit Setelah melihat data dari Eri Pratiknyo Dwikusworo,
bisa dilihat bahwa hasil waktu yang di tempuh dalam melakukan tes lari
1600 meter mendapatkan 07 menit 16 detik. Maka dari itu, hasil yang
diperoleh orang coba 1 itu adalah Sedang.
b) Sedangkan orang coba 2 Pada praktikum vo2max tidak langsung telah
dilakukan menunjukkan bahwa daya tahan aerobik (VO2 Max) dari orang
coba 2 dengan jenis kelamin laki-laki, umur 19, berat badan 60 kg
menghasilkan waktu tempuh 06 menit 37 detik dan estimasi V02 Max
hasilnya diperoleh 45, 14 cc/kgBB/menit. Orang coba 2 ini lebih baik dari
pada orang coba yang pertama . Dalam hal ini terdapat perbedaan secara
individual, dan tingkat kebugaran jasmani. Setelah melihat data dari Eri
Pratiknyo Dwikusworo, bisa dilihat bahwa hasil waktu yang di tempuh

11
dalam melakukan tes lari 1600 meter mendapatkan 06 menit 37 detik.
Maka dari itu, hasil yang diperoleh orang coba 2 itu adalah Baik.

VO2 Max merupakan kemampuan jantung dan paru-paru untuk mensuplai


oksigen ke seluruh tubuh dalam jangka waktu yang lama, maka VO2 Max sangat
penting dimiliki oleh setiap orang tidak terkecuali atlet olahraga. Menurut teori
yang disampaikan oleh Ferriyanto (2010) yang menyebutkan bahwa, VO2 Max
bisa juga disebut dengan konsumsi maksimal oksigen atau pengambilan oksigen
maksimal atau kapasitas aerobik yang dimaksud kapasitas maksimal adalah
kapasitas maksimal dari tubuh untuk mendapatkan dan menggunakan oksigen
selama latihan yang meningkat, sehingga menunjukkan kebugaran fisik seseorang.

Yogyakarta, 5 Oktober 2021


Dosen Praktikan,

(Dra. Eka Swasta Budayati MS.) (Ryan Aditya Rama Putra)

12
PENGUKURAN AMBANG BATAS ANAEROBIK
Conconi mengembangkan suatu metode yang memungkinkan kita
menetapkan ambang batas anaerobik tanpa mengukur laktat, dan dengan demikian
tanpa mengambil sampel darah, yakni cara penentuan ambang batas anaerobik
yang noninvasif yang disebut metode Conconi. Ambang batas anaerobik (ABA)
dapat digambarkan sebagai berikut : ABA adalah intensitas. Misal kecepatan lari
tertinggi yang dapat dipertahankan untuk suatu periode tertentu dari VO2 maks,
ketika persentase ini terlampaui, akumulasi asam laktat terjadi. Karena asidosis
ini, eksersi tidak dapat dipertahankan pada tingkat yang tinggi untuk waktu yang
lama.

Metode conconi adalah uji lapangan dia menentukan korelasi antara


kecepatan lari dan kecepatan denyut nadi. Hubungan antara kecepatan lari (KL)
dan kecepatan denyut nadi (DN) sebagian adalah linear dan sebagian lagi,
nonlinear. Kecepatan dimana korelasi linear antara KL dan DN lenyap disebut
velositas defleksi (Vd). Waktu yang diperlukan oleh DN untuk menyesuaikan diri
dengan kecepatan lari yang baru adalah 10 sampai 20 detik.

Untuk praktikum ini kita menggunakan metode modifikasi Conconi yang


dibuat oleh dr Tjaliek Soegiardo, beban kerja dengan naik turun bangku dan
penghitungan denyut nadi, hal ini sama bahwa kenaikan beban diikuti dengan
kenaikan DN secara inear tetapi pada titik tertentu antara kenaikan beban dengan
DN tidak linear, ketidak linear ini sering disebut dengan titik defleksi
(pembengkokan).

Alat-alat

1. Metronom

2. Bangku tinggi 40 cm

3. Stopwacth

13
Pelaksanaan

1. Orang coba diukur berat badan, diukur DN selama satu menit

2. Orang coba melakukan pemanasan secukupnya

3. Melakukan naik turun bangku selama 1,5 menit dengan mengikuti irama,
tinggi bangku dapat disesuaikan dengan tinggi badan orang coba.

4. Naik turun bangku dimulai dari irama 72 X/menit (naik turun bangku 18 kali)
setelah melakukan aktivitas selama 1,5. Kemudian berhenti diambil denyut
nadi satu menit dengan metode 10 denyut. Tidak ada waktu untuk istirahat.
Selanjutnya irama metronom dinaikan 08 dst sampai orang coba tidak mampu
lagi

Keterangan :

Beban yang dibebankan kepada orang coba sebagai berikut : Misal orang coba
dengan berat badan 60 kg. Naik turun bangku 18 kali/menit dengan tingi bangku
40 cm, besarnya intensitas kerja adalah : 60 kg X 0,4 m X 18/menit = 432
kgm/menit (70 watt).

Data Hasil Praktikum

Nama : Rizky Novian Ramadhan

NIM 20601244082

Tanggal Praktikum : 9 November 2021

1. Nama Orang Coba : Ryan Aditya R P

Umur : 19 Tahun, Jenis Kelamin : Laki- Laki

Tinggi/berat badan : 175 cam / 54kg

2. Tinggi Bangku : 40 cm

3. 10 Denyut nadi awal : 10,12 s

14
4. Irama Metronom Irama Langkah 10 Denyut Nadi

72 27 4,98 s

80 30 3,77 s

88 33 3,22 s

96 36 3,60 s

104 39 3,56 s

112 42 3,38 s

120 45 3,61 s

5. Beban kerja terakhir: Orang coba dengan berat badan 54 kg. Naik turun
bangku 18 kali/menit dengan tingi bangku 40 cm, besarnya intensitas kerja
adalah : 54 kg X 0,4 m X 18/menit = 388.8 kgm/menit.

15
6. Masukan data ke grafik

16
Kajian Teori

Ambang anaerobik adalah tingkat konsumsi oksigen dimana ada


peningkatan konsentrasi laktat darah secara pesat dan sistemik, salah satu bentuk
latihan adalah high intensity interval training (HIIT), yaitu latihan dengan beban
di atas ambang anaerobik dalam waktu singkat dan diselingi dengan periode
pemulihan aktif. Bentuk latihan lain yang dapat meningkatkan ambang anaerobik
adalah steady state training (SST), merupakan latihan dengan beban mendekati
ambang anaerobik dengan waktu yang konstan. Tujuan penelitian untuk
mengetahui perbedaan efektifitas HIIT dan SST pada kelompok siswa anggota
kelompok ekstrakurikuler atletik lari jarak pendek di Denpasar. Penelitian
eksperimental dengan rancangan pretest and post test group design selama 6
minggu dengan frekuensi 3 kali seminggu. Sampel penelitian berjumlah 24 orang
yang terbagi dalam 2 kelompok. Kelompok 1 diberi HIIT dengan beban latihan
95% denyut nadi maksimal dan Kelompok 2 diberi SST dengan beban latihan 80
% denyut nadi maksimal. Pengukuran ambang anaerobik dengan cara menentukan
Heart Rate Deflection Point (HRDP) menurut Conconi track protocol. Hasil
penelitian pada kedua kelompok didapatkan rerata usia subjek 12-16 tahun, jenis
kelamin laki-laki, berat badan 50-65 kg, tinggi badan 160-178 cm, dan IMT 16,33-
22,27 kg/m2 . Rerata ambang anaerobik sebelum HIIT 178,17±2,368 x/menit,
sedangkan sesudah HIIT menjadi 197,83±3,460 x/menit. Rerata ambang
anaerobik sebelum SST 177,17±1,586x/menit, sedangkan sesudah SST menjadi
185,25±1,288x/menit. Uji beda rerata nilai ambang anaerobik pretest antara
Kelompok 1 dan Kelompok 2 didapat nilai p=0,237 (p>0,05). Uji beda rerata
peningkatan ambang anaerobik pada Kelompok 1 dan Kelompok 2 dengan
menggunakan Independent t-Test pada data post test kedua kelompok
menunjukkan bahwa p = 0,01 (p< 0.05). Disimpulkan HIIT lebih meningkatkan
ambang anaerobik daripada SST pada kelompok siswa anggota kelompok
ekstrakurikuler atletik lari jarak pendek di Denpasar. Saran untuk penelitian ini
diharapkan para pelatih dapat memberikan pelatihan secara benar dan
menggunakan metode monitoring evaluasi HRDP dalam meningkatkan
pencapaian prestasi atlet

17
Pembahasan

Pada pembahasan praktikum kali ini, didapat hasil dari grafik yaitu
mengalami fase naik dan mendapatkan titik defleksi karena probandus melakukan
tes dengan memperhitungkan irama yang ditentukan dengan meningkatkan
intensitas setiap 1,5 menit dengan 08 dengan menghitung 10 denyutan disetiap
1,5. Sehingga probandus mendapatkan hasil yang baik.

Yogyakarta, 12 Oktober 2021

Dosen Praktikan,

(Dra. Eka Swasta Budayati MS.) (Ryan Aditya Rama Putra)

18
PENGARUH KEHILANGAN CAIRAN PADA PRESTASI ANAEROBIK

Pendahuluan

Jumlah cairan (banyak mengandung air) tubuh antara 50 % s.d. 70 % dari


berat tubuh manusia, hal ini juga tergantung dari kegemukan atau tidak. Pada
orang yang gemuk, maka prosentasi cairan lebih kecil. Macam cairan di dalam
tubuh kita ada 3 macam, yaitu : (a). Cairan intra-selluler sebesar 41 %, (b).
Cairan extra-sellulair sebesar 13 %, (c). Cairan intertitial (dalam saluran) sebesar
4 %. Cairan intertitial ini kebanyakan berada dalam saluran darah dan berupa
plasma darah, sehingga jumlah darah (plasma + butir darah) ± 8 % atau ± 1/13
berat badan. Kalau cairan dalam tubuh berkurang, maka dampak yang mudah
dilihat ialah berkurangnya seluruh (3 macam) cairan. Dampak yang paling terasa
ialah jumlah volume cairan intertitial, akibatnya darah menjadi pekat, sehingga
kerja jantung, circulasi menjadi menurun sekali.

Kalau kita kehilangan cairan (pengeluaran) akan dinampakkan pada


penurunan berat badan, atau sering dinamakan dengan dehydrasi. Kalau tingkat
dehydrasi (dibandingkan dengan berat badannya), hanya ( 1 – 2 ) % relatif tidak
ada perubahan karena masih dalam batas toleransi. Tingkat dehydrasi ( 2 – 3 ) %,
maka akan terjadi penurunan kapasitas aerobik, sedangkan tingkat dehydrasi
mencapai ( 3 – 5 ) % ini akan mengakibatkan penurunan kemampuan anaerobik.

Dalam kehilangan cairan (dehydrasi) ikut pula kehilangan elektrolit, hal


ini akan menganggu proses kimia di dalam tubuh.

Tujuan Praktikum :

Dalam praktikum ini diharapkan mahasiswa mengetahui proses regulasi


cairan tubuh dan akibat kekurangan cairan di dalam tubuh, seberapa jauh
pengaruh kehilangan cairan terhadap prestasi fisik seseorang.

Alat dan Bahan :

1. Stop watch

2. Timbangan Berat Badan (presisi sampai dengan ons)

3. Mantel jas hujan (barang sejenis untuk memudahkan orang kehilangan cairan)

4. Lintasan lari.

19
Cara Kerja :

1. Timbang berat badan.

2. Periksa denyut nadi, tekanan darah, hematokrit.

3. Ukurlah prestasi lari 400 meter

4. Buatlah seseorang tersebut kehilangan cairan dengan cara dibuat kehilangan


keringat, (berjemur dengan menggunakan jas hujan).

5. Timbang berat badan orang coba,

6. Periksa denyut nadi, tekanan darah.

7. Ukurlah prestasi lari 400 meter

8. Periksa denyut nadi, tekanan darah, hematokrit dan minum 500 cc pocari
sweat

9. Istirahat 30 menit

10. Periksa denyut nadi, tekanan darah, hematokrit

Data Hasil Praktikum

Nama orang coba : Azi Kurniawan

Umur : 20 Tahun

Sex : Laki-laki

BB 82

Tanggal Praktikum : 18 Oktober 2021

1. Timbang Berat Badan : 82 kg

2. Tekanan Darah / Denyut Nadi : 131/85 mmHg


85/menit

3. Lari 400 meter : 1 menit 45 detik

4. Hematokrit. : plasma 53% Darah


47%

20
5. Berat Badan setelah dehidrasi : 81 kg

6. Tekanan Darah / Denyut Nadi : 145/83 mmHg


95/menit

7. Lari 400 meter : 2 menit 15 detik

8. Hematokrit setelah lari : Plasma 42% Darah


58%

9. Minum Pocarisweat

10. Hematokrit setelah minum Pocarisweat : Plasma 51% Darah


49%

11. Tekanan Darah / Denyut Nadi : 128/80 mmHg


80/menit

Kajian Teori

Menurut Belval et al., (2019) cairan dalam tubuh antara 50–70% dari
seluruh berat badan. 70-75% tersebut terdapat 2 macam cairan yaitu, cairan
intraseluler (65%) dan cairan ekstrasel (35%). Hidup aktif yang sehat menurut
McDermott et al.,(2017) sangat berkaitan dengan keseimbangan cairan agar tidak
terjadi potensi dehidrasi ataupun hipohidrasi. Hal ini sangat penting untuk
kepentingan pengaturan thermoregulator, untuk penggunaan reaksi biokimia,
mempertahankan volume otot, transportasi nutrisi dalam tubuh, proses
pembuangan (sekresi). Kekurangan cairan dalam tubuh akan menyebabkan
gangguan kesehatan. Kehilangan cairan dapat terjadi dengan urine 500-1500 ml,
feses 200-300ml, aktivitas 700-1000ml (Kraemer & Fleck, 2012). Kehilangan
cairan juga akan meningkatkan kehilangan elektrolit. Dehidrasi 1-2% akan
berpengaruh terhadap kinerja (Powers & Howley,2018;Kraemer & Fleck, 2012;
Plowman & Smith, 2011), beberapa sumber sepakat bahwa batas ambang
dehidrasi adalah 2%.Terjadi ketidakseimbangan cairan elektrolit maka akan
berakibat pada penurunan kinerja saraf, jaringan,dan serabut otot (Kraemer &
Fleck, 2012). Dengan naiknya denyut nadi dan berkurangnya cairan maka kinerja
sistem saraf akan turun efek dari hipertermia akan menyebabkan penurunan

21
rekruitmen motorunit (Powers & Howley, 2018). Hal ini berkaitan dengan
penurunan sodium dalam darah sementara fungsi sodium (Powers & Howley,
2018) untuk proses kinerja dalam sistem saraf, suhu tubuh, dan tekanan darah.
Menurut Trangmar & González-Alonso (2019) aktivitas dengan durasi yang
panjang dalam suhu yang panas akan mengalami kehilangan cairan tubuh yang
cukup besar. Cotter, Thornton, Lee, & Laursen, (2014) perubahan ke arah
dehidrasi akan merugikan. Menurut Cheung etal., (2015) status dehidrasi 3% dari
massa tubuh akan mempengaruhi kinerja submaksimal. Menurut Picetti et al.,
(2017) menyatakan bahwa sepertiga orang tidak menyadari bahwa kelebihan
cairan terjadi pada gagal jantung (35%) atau gagal ginjal (32%).

Menurut Miller (2015) orang akan meninggal jika sampai kelihangan cairan 20-
30%, Hooper et al., (2016) menyarankan melakukan pengukuran pengecekan
dehidrasi, sedangkan Volkert et al., (2019) merekomendasikan agar masyarakat
diberi edukasi bagaimana cara menjaga hidrasi. Pengukuran terhadap efek
negatifdehidrasi dilakukan oleh (Gandy, 2015; Zhang, et.al. 2019; Sawka,
Cheuvront, & Kenefick, 2015; & Pross,2017), kehilangan cairan diatas 1%-4%
(Perry, Rapinett, Glaser, & Ghetti, 2015; Stevenson, Zabinsky, & Hedrick 2019),
sedangkan Cvirn et al, (2019) mengungkap penurunan fungsi psikomotor dan
kognitif dengan suhu 33-35°C. Bahkan cukup 1% saja sudah merugikan pada
stress, marah, depresi, dankonsentrasi. Lebih lanjut Hillyer, Menon, & Singh
(2015) menyatakan batas ambang untuk kognisi dan keterampilan gerak adalah 1-
2%. Penelitian Magee, Gallagher, & McCormack (2017) memberikan data bahwa
31.9% dari 430 orang mengalami dehidrasi lebih dari 1.02% setelah latihan.
Literatur menegaskan bahwa batas ambang dehidrasi jangan sampai lebih dari 2%
(Powers & Howley, 2018; Kraemer & Fleck, 2012; Plowman & Smith, 2011),
dimana hal ini akan berpengaruh terhadap kinerja. Penelitian ini meneliti
kehilangan cairan 2.8% dari berat badan terhadap kinerja lari 400 meter. Menurut
Bompa Tudor O,.(2019) sistem energi yang dipergunakan pada lari 400 meter
adalah 12% sistem Phosphagen (ATP-PC), 50% Glycolytic dan 38% Oxidative.
Berdasarkan pada teori ini maka aktivitas lari 400 meter dilihat dari sistem energi

22
predominan energi anaerobik. Argumentasi yang mendasari penelitian ini adalah
selain data review penelitian dan fakta bahwa olahraga akan menyebabkan
dehidrasi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan memberikan data empiris
tentang pengaruh dehidrasi 2.8% terhadap lari 400 meter, memberikan
sumbangan bukti empiris terhadap program latihan kaitannya dengan hidrasi, dan
memberi masukan batasan latihan yang aman untuk atlet kaitan dengan hidrasi.

Pembahasan

Penelitian dilakukan di cuaca panas, maka terdapat dua kemungkinan yang


menyebabkan hasil penelitian sangat berbeda antara sebelum dan setelah dehirasi.
Pertama, suhu tinggi menyebabkan terjadinya kelelahan karena hal ini akan
meningkatkan produksi asam laktat yang menyebabkan kelelahan otot (Kraemer
& J. Fleck, 2012). Kedua, efek dari suhu panas dan kehilangan cairan juga
menyebabkan suhu internal tubuh meningkat sehingga meningkatkan kinerja
jantung dan semakin meningkatkan kehilangan cairan untuk proses themoregulasi
penyesuaian terhadap suhu eksternal. Hidrasi menimbulkan pengaruh negatif
terhadap kinerja lari 400 meter. Terjadi penurunan prestasi atlet, sehingga
diperlukan upaya untuk menjaga asupan air agar tidak terjadi penurunan performa
atlet.

Yogyakarta, 19 Oktober 2021


Dosen Praktikan,

(Dra. Eka Swasta Budayati MS.) (Ryan Aditya Rama Putra)

23
PENGUKURAN HEMATROKIT DAN HEMOGOBLIN

Pendahuluan
Hematokrit adalah volume sel darah merah yang ditemukan didalam 100
mL darah, dihitung dalam persentase. Pengukuran ini merupakan persentase sel
darah merah dalam darah setelah spesimen disentrifugasi. Kecepatan putaran
centrifuge yang kurang tepat atau terlalu lambat akan menyebabkan hasil nilai
hematokrit meningkat palsu karena pengendapan seleritrosit yang kurang
sempurna. Pekerja laboratorium dilapangan sering melakukan upaya modifikasi
atas pemeriksaan hematokrit metode mikrohematokrit dimana sebagai pemutaran
tidak lagi menggunakan pemutaran yang khusus yaitu centrifuge mikrohematokrit
melainkan centrifuge sudut.

Alat dan Bahan


1. Pipet Hematokrit
2. Hematokrit Reader
3. Centrifuge Hematokrit
4. Darah vena dengan antikoagulan EDTA
5. Malam/Dempul
Cara Kerja
1. Isilah tabung mikrokapiler yang khusus dibuat untuk penctapan
mikrohematokrit dengan darah sampai 2/3 bagian tabung.
2. Tutuplah ujung satu dengan nyala api atau dengan bahan penutup khusus.
(contoh: malam)
3. Masukkanlah tabung kapiler itu ke dalam sentrifuge khusus yang
mencapai kecepatan besar, yaitu lebih dari 16.000 rpm ( sentrifuge
mikrohematokrit)
4. Pusinglah selama 3- 5 menit.
5. Bacalah nilai hematocrit.

24
Data Hasil Praktikum
Nama orang coba : Azi Kurniawan
Jenis Kelamin : Laki-Laki
Umur : 20 Tahun
Dari hasil praktikum di dapat bagian putih setinggi 2,4cm dan bagian gelap
setinggi 2,1cm

Kajian Teori

Darah pada dasarnya adalah cairan multifase yang terdiri dari eritrosit (sel
darah merah) dalam plasma, dimana sel darah merah ini memiliki viskositas tinggi
Darah dikelilingi oleh membran yang mudah rusak, tetapi sangat tahan dengan
ekspansi Viskositas darah sangat tergantung pada hematokrit (Sherwood, Joseph
M dkk. 2014). Sebuah tes bematokrit dilakukan dengan menggunakan sampel
darah yang ditempatkan dalam alat yang disebut centrifuge yang berputar sangat
cepat dalam tabung reaksi. (Topping. Kaila A dkk. 2013) Darah yang
dikumpulkan melalui vene puncture dan dicampur dengan antikoagulan EDTA
untuk mencegah koagulasi. Sampel dipisahkan melalui sentrifugasi sehingga
membentuk lapisan plasma, buffy coat dan eritrosit (Sherwood, Joseph M dkk.
2014). Kadar hematokrit diukur melalui darah segar dan tergantung pada volume
plasma Dengan demikian, faktor-faktor seperti dehidrasi serta overhidrasi dapat
mempengaruhi hasil tes. Bahkan, hematokrit adalah parameter lebih tepat
daripada hemoglobin untuk menentukan rasio volume entrosit dengan volume
total darah (Khoigani, MG dkk. 2012). Deviasi dari tingkat hematokrit normal
dapat disebabkan olch intervensi gaya hidup (misalnya, merokok atau latihan
berkepanjangan), oleh kondisi lingkungan (misalnya. tingkat ketinggian atau
variasi musiman), kondisi demografi (misalnya, usia), dan kondisi penyakit dan
obat-terkait (misalnya, gangguan hematologi, hypermenorrhea, kehamilan, atau
penyakit ginjal). Olch karena itu penting untuk mengidentifikasi faktor-faktor
yang mempengaruhi hematokrit. (Ramljak, Sanja dkk. 2013) Menurut prosedur
laboratorium standar dari Fakultas Kimia Klinik Universitas Regensburg. Nilai

25
laboratorium standar untuk hematokrit didefinisikan : Ht normal <40,1% untuk
laki-laki dan 34,1% untuk perempuan (Rieder, Florian dkk. 2014).

Pembahasan
Hematokrit adalah volume eritrosit yang dimampatkan (Packed Cell
Volume/PCV) adalah proporsi eritrosit dalam darah lengkap. Untuk mengukur
hematokrit, sel-sel eritrosit dalam darah dipadatkan dalam sebuah tabung dengan
cara diputar pada kecepatan tertentu dan dalam waktu tertentu sehingga
membentuk kolom pada bagian bawah tabung. Pengukuran kadar hematokrit
dapat diukur pada darah vena atau kapiler dengan tehnik makro atau mikro-kapiler
atau dengan metode otomatis. Pada praktikum kali ini didapat hasil kadar
hematokrit sebesar 52%.

Yogyakarta, 26 Oktober 2021

Dosen Praktikan,

(Dra. Eka Swasta Budayati MS.) (Ryan Aditya Rama Putra)

26
TES KEBUGARAN JASMANI (PHYSICAL FITNES
TEST) DENGAN HARVARD STEP TEST

Kemampuan respons fisiologi terhadap tantangan kerja fisik berat


dinilai paling baik dengan pengukuran langsung kapasitas aerobik dalam
bentuk penggunaan O2 maksimal. Frekuensi yang diperoleh selama kerja/
latihan secara linier berhubungan dengan penggunaan O2 (dalam batas
tertentu), alat yang terbaik untuk menaksir kapasitas aerobik adalah dengan
extrapolasi pada test submaksimal. Tes submaksimal adalah tes yang
menggunakan O2 di bawah maksimum.
Kapasitas aerobik dapat ditaksirkan dari frekuensi jantung yang
dihitung semasa waktu pemulihan (recovery period), walaupun tidak tepat
benar seperti cara langsung, untuk penyaringan (screening) dan menghasilkan
isi yang bermakna.
A. Alat yang diperlukan
1. Satu meja tinggi 40 cm untuk naik turun
2. Satu metronom
3. Satu stopwatch.

B. Pelaksanaan
1. Orang coba duduk selama 5 menit, dihitung denyut nadi selama 1 menit.
2. Pasang metronom pada 120 pukulan per menit (30 langkah lengkap).
3. Naik turun bangku dengan 4 hitungan (satu: kaki kiri/kanan naik; dua:
kaki kanan/kiri naik, lutut lurus; tiga: kaki kiri/kanan turun; empat: kaki
kanan/kiri turun) Orang coba akan naik turun bangku maksimal 5 menit.
4. Teste/probandus dianggap sudak tidak dapat melakukan apabila
pergantian naik/turun bangku tidak sesuai dengan irama metronome dan
berganti kaki pada saat awal mulai ganti 2x.

27
C. Perhitungan
Setelah diperoleh denyut nadi istirahat, jumlah nadi setelah naik turun
bangku, dapat diperkirakan nilai kebugaran jasmani (KJ), physical fitnes
orang coba tersbut. Untuk menilai itu dipergunakan rumus pendek (rumus
cepat) :

Waktu naik turun bangku (detik) X 100 Indeks KJ


(PFI) * =
5.5 x jumlah denyut nadi 30 detik, setelah istirahat1 menit penilaian : kurang
dari 50 = jelek
50 - 80 = sedang lebih dari 80 = baik
Keterangan = *) Physical fitness index (PFI)

Tugas : catatlah denyut nadi istirahat, lama naik turun bangku dalam detik
dan denyut nadi selama 30 detik setelah istirahat satu menit, kemudian
hitunglah indeks KJ orang coba.
D. Hasil Pengukuran
Nama orang coba
Nama orang coba : Jeny Ivada Dwi Yuliana
Umur : 20 Tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Tinggi Badan/berat badan : 165 m / 56 kg
1. Lama naik turun bangku : 2 menit, 20 detik
2. Jumlah denyut nadi
Sebelum naik turun bangku : 84 / menit
Sesudah naik turun bangku dan
sesudah istirahat 1 menit : 65/ menit

E. Landasan teori.
Kebugaran jasmani yang diharapkan dapat mendukung semua kegiatan
yang sangat dipengaruhi oleh beberapa komponen. Komponen tersebut adalah
komponen yang berhubungan dengan kesehatan diantaranya yaitu: daya tahan
jantung, daya tahan otot, daya ledak, dan kelentukan.komponen yang lain

28
yaitu komponen kebugaran jasmani yang berhubungan dengan keterampilan
yang terdiri dari kecepatan, ketangkasan, keseimbangan, koordinasi, dan
komposisi tubuh. Harvard Step test merupakan tes kesegaran jasmani yang
sederhana. Tes ini bertujuan untuk mengukur kesegaran jasmani untuk kerja
otot dan kemampuannya pulih dari kerja.
Alat yang digunakan :

1. Bangku

2. Stopwatch

3. Metronom

Caranya adalah dengan naik turun bangku terus menerus selama 5


menitdengan kecepatan 30 langkah/menit atau sampai seseorang tak mampu
bertahan dalam kecepatan 30 langkah/menit. Setelah 5 menit denyut jantung
diukur dalam menit ke-1,menit ke-2 dan menit ke-3 yang menunjukkan waktu
pemulihan setelah latihan. Tes ini berdasarkan tinggi bangku dan tinggi
seseorang yang bervariasi, jugadipengaruhi berat badan. Hal ini
menyebabkan

seseorang yang lebih berat badannya akanbekerja lebih keras daripada yang lebih
kurus sehingga mempengaruhi
hasil.

F. Pembahasan
Lama naik turun: 2 menit 20 detik 140
detik Denyut nadi setelah naik turun bangku :
65 detik

Rumus : Waktu naik turun bangku


(detik) X 100
Indeks KJ (PFI) * =
5.5 x jumlah denyut nadi 30 detik, setelah istirahat1
menit

29
= 140 detik X 100
5,5 X 65 detik
= 14.000
357,5
= 39,2
penilaian : kurang dari 50 = jelek
50 - 80 =
sedang lebih dari 80
= baik
Keterangan = *) Physical fitness index (PFI)

Jadi kesimpulannya adalah test kebugaran jasmani dengan Harvard step test Iin
Wanda Lestyowati adalah 39,2 menunjukkan bahwa kebugaran jasmaninya
jelek dimana norma penilainnya kurang dari 50 adalah jelek.

Yogyakarta, 21 September 2021


Tanda tangan Dosen Tanda tangan praktikan

(Dra. Eka Swasta Budayati MS.) (Ryan Aditya Rama Putra)

30
PRAKTIKUM HUBUNGAN
KELELAHAN DENGAN REAKSI

Waktu reaksi merupakan gerak yang disadari untuk menjawab suatu


rangsangan yang datang. Waktu reaksi adalah lama waktu yang digunakan
untuk menjawab rangsang setelah ia menerima rangsang. Rangsang ini
umumnya berupa aba-aba ataupun setelah ia melihat sesuatu. Normal waktu
reaksi kurang lebih 0,18 detik. Waktu reaksi dipengaruhi beberapa hal, antara
lain
: sex (jenis kelamin), laki-laki mempunyai waktu reaksi yang lebih bagus
dibanding perempuan, umur seseorang orang tua lebih lamban dibanding yang
muda, macam rangsang suara lebih cepatdari pada sinar, kondisi fisik kelelahan
menyebabkan waktu reaksi lamban, tingkat keterlatihan orang terlatih lebih
cepat, type rangsang rangsang bersyarat menyebabkan lebih lamban, dan
intensitas perhatian serta konsentrasi.
Salah satu sebab menurunnya waktu reaksi adalah faktor kelelahan yang
diakibatkan kelelahan fisik, sehingga konsentrasi menurun. Praktikum ini untuk
membuktikan bahwa kalau orang itu mengalami kelelahan apakah betul waktu
reaksinya menurun. Apakah setelah melakukan recovery / istirahat waktu reaksi
akan lebih baik.

Alat

1. Penggaris panjang 30 cm

2. Stopwacth 2 buah

3. Garpu tala

Pelaksanaan.

1. Orang coba diukur waktu reaksi dengan dua cara.

2. Orang coba menjalani aktivitas, sehingga orang coba lelah

3. Diukur waktu reaksi dengan dua cara

31
4. Istirahat 10 menit ukur kembali waktu reaksiny

Pengukuran Waktu reaksi.

1. Orang coba disuruh duduk, tangan kanan di atas bibir meja. Bentuk tangan
kanan seperti gambar. Jarak jari telunjuk dan ibu jari kurang lebih 2,5 cm.
Setelah orang coba siap, kemudian testor memegang penggaris serta
memberi aba-aba siap. Suruhlah menangkap penggaris yang jatuh setelah
orang coba melihat penggaris jatuh. Awas jangan sampai orang coba
melakukan antisipasi. Ulangi percobaan tersebut 20 kali, dan catat hasilnya.
Buanglah 5 data terbesar dan 5 data terkecil, sehingga didapatkan 10 data.
Carilah angka rata-rata. Hitung sesuai dengan formula di bawah ini.
t = √2 st/g St = jarak rerata

g = garvitasi = 10 m/dt²

2. Rangsangan suara.

Orang coba memegang stop watch dan mata dalam keadaan tertutup, testor
juga memegang stop watch, semua dalam keadaan nol, selanjutnya terstor
menghidupkan stop watch bersamaan dengan membunyikan/memukulkan
garpu tala pada besi/kayu. Orang coba diminta untuk menghidupkan stop
watch ketika mendengar garpu tala dibunyikan/dipukulkan. Stop watch
diminta testor untuk dimatikan secara bersamaan, kemudian catatlah selisih
waktunya. Lakukan percobaan ini sebanyak tiga kali, diambil data yang
terbaik.

32
DATA PENGUKURAN WAKTU REAKSI

Kelompok : Teman
Nama Pratikan : Jeny Ivada Dwi Yuliana

No. Mhs. : 20601241108


Jenis Kelamin : Perempuan

Tanggal Praktikum : 26 September 2021


Jam : 15.00 – 16.00
Nama Probandus : Ryan Aditya

Umur : 20 tahun

Jenis Kelamin : Laki-laki


Tinggi Badan : 175 cm
Berat Badan : 54 kg

Hasil Praktikum :

Perolehan Data Praktikum Rangsang dengan Penggaris Hasil Terbaik

Hasil Perolehan Data (10 Terbaik)

Sebelum Aktivitas Sesudah Aktivitas Setelah Recovery

1.05 1.25 1.36

1.33 1.35 1.52

1.23 1.41 1.44

1.28 1.56 1.42

1.28 1.21 1.75

1.41 0.95 1.91

1.27 0.97 1.05

1.13 1.89 0.77

33
1.45 1.90 0.89

0.69 2.05 1.99

st : 1.21 st : 1.45 St : 1.41

Perolehan Selisih Data Praktikum Rangsang Suara antara Mata Tertutup dan
Tidak Tertutup Hasil Terbaik

Sebelum Beraktivitas Setelah Beraktivitas Sesudah Recovery

00:03:45-00:03:26 00:03:75:-00:03:45 00:03:55-00:03:30

Selisih : 0.19 s Selisih : 0.30 s Selisih : 0.25 s

1. Berapakah waktu reaksi yang anda ukur sebelum orang coba melakukan
aktivitas :

a. Pengukuran dengan penggaris : t = √2 st/g

t = √2 x 1.21/10 = 0.49 s

b. Rangsang Suara : 0.19 s


2. Berapakah waktu reaksi yang anda ukur setelah orang coba melakukan

aktivitas :
a. Pengukuran dengan penggaris : t = √2 st/g

t = √2 x 1.45/10 = 0.54 s

b. Rangsang Suara : 0.30 s

3. Berapakah waktu reaksi yang anda ukur setelah orang coba melakukan
recovery :

a. Pengukuran dengan penggaris : t = √2 st/g

t = √2 x 1.41/10 = 0.53 s

b. Rangsang Suara : 0.25 s

34
KAJIAN TEORI

Waktu reaksi adalah periode yang dibutuhkan seseorang untuk


memberikan respon motorik secara sadar terhadap adanya stimulus sensorik.
Waktu reaksi digunakan sebagai parameter fisiologis yang penting untuk
memberikan informasi seberapa cepat reaksi seseorang terhadap suatu stimulus.
Stimulus sensorik dapat diberikan sebagai stimulus visual, sehingga koordinasi
visual dan motorik merupakan salah satu bagian dari koordinasi antara sistem
sensorik dan motorik. Pengukuran waktu reaksi secara visual dapat digunakan
untuk mengevaluasi koordinasi antara sistem visual dan motorik. Dengan
demikian, semakin cepat waktu reaksi makakoordinasi visual dan motorik akan
semakin baik. Reaksi merupakan hal yang berbeda dengan refleks karena reaksi
berpusat di otak sehingga dapat dikatakan suatu respon yang disadari.
Sedangkan refleks berpusat di medulla spinalis dan tidak melibatkan otak
sehingga merupakan suatu respon yang tidak disadari. Stimulus visual yang
diterima oleh mata akan diteruskan dan diproses di lobus occipital otak yang
merupakan pusat penglihatan. Selanjutnya lobus frontal otakmenentukan respon
apa yang akan dilakukan dengan menginstruksikan korteks motorik untuk
mengirim sinyal melalui jaras kortikospinalis hingga motor end-plate organ
target sehingga muncul suatu respon motorik. Oleh karena itu, waktu reaksi
seseorang dapat dilatih supaya menjadi lebih cepat sebagai bentuk koordinasi
visual dan motorik yang baik. Waktu reaksi memiliki banyak peran dalam
kehidupan sehari-hari sesuai dengan penelitian yang telah dilakukan
sebelumnya. Contohnya jika seseorang memiliki waktu reaksi yang lambat akan
sangat berisiko untuk terjadi kecelakaan saat berkendara.
Kelelahan merupakan suatu sinyal alamiah dari tubuh yang timbul
karena adanya penurunan fungsi tubuh dari kondisi baik ke kondisi buruk akibat
suatu proses kerja. Sinyal alamiah yang dimaksudkan berupa gejala kelelahan
yang dirasakan individu pada kondisi mentaldan kondisi fisik. Kelelahan adalah
salah satu hal yang sering dirasakan oleh atlet atau olahragawan. Kelelahan
fisik pada kegiatan olahraga, disebabkan karena pola latihan bertingkat
(intensitas, frekuensi, durasi) sehingga terjadi fase energi defisit serta kadar

35
asam laktat yang menumpuk akibat hasil metabolisme tubuh. Kelelahan fisik
yang sering dialami akibat dari penumpukan asam laktat yaitu kelelahan otot.
Kelelahan otot merupakan perasaan lelah yang terjadi pada otot-otot tubuh
akibat kekurangan energi atau kekuatan pada otot. Kelelahan otot merupakan
istilah yang digunakan, untuk menunjukkan penurunan sementara kapasitas
organ otot, saat melakukan kegiatan fisik. Arti lainnya kelelahan otot adalah,
turunnya kekuatan maksimal atau kapasitas daya otot. Semua jenis olahraga
dapat menyebabkan kelelahan. Hubungan antara kelelahan dan waktu reaksi
adalah terletak pada factor yang mempengaruhi atau memperlambat waktu
reaksi yaitu kelelahan fisik.

PEMBAHASAN
Berdasarkan hasil praktikum diatas dapat dibahas mengenai praktikum 3
tentang hubungan waktu reaksi dengan kelelahan fisik yaitu apakah suatu
kondisi kelelahan dapat mempengaruhi waktu reaksi atau dengan kata lain
memperlambat. Setelah di lihat dari hasil praktikum diperoleh bahwa ternyata
aktivitas fisik membuat Lelah dan Lelah tersebut mempengaruhi waktu reaksi
dimana sesuai data diatas :
a. Waktu reaksi sebelum melakukan aktivitas fisik dengan lari sprint 100
meter memberikan hasil dari pengukuran penggaris 0.49s, dan rangsang
suara dari besi berongga adalah 0.19s. Artinya respon yang didapat oleh
orang coba setelah diberikan stimulus mendapat waktu reaksi tersebut
b. Waktu reaksi setelah melakukan aktivitas fisik dengan lari sprint 100
meter memberikan hasil dari pengukuran penggaris 0.54s, dan rangsang
suara dari besi berongga adalah 0.30s.
Artinya respon yang didapat oleh orang coba setelah diberikan stimulus
mendapat waktu reaksi tersebut.
c. Waktu reaksi setelah melakukan recovery dari aktivitas lari sprint 100
meter memberikan hasil dari pengukuran penggaris 0.53s, dan rangsang
suara dari besi berongga adalah 0.25s. Artinya respon yang didapat oleh

36
orang coba setelah diberikan stimulus mendapat waktu reaksi tersebut.
Dari hal tersebut dapat disimpulkan bahwa waktu reaksi setelah melakukan
aktivitas lebih lambat dalam menangkap stimulus yang diberikan karena
kelelahan dari pada sebelum melakukan aktivitas dan mulai normal kembali
atau melakukan waktu reaksi atau menangkap respon lebih cepat lagi setelah
recovery sekita 10 sampai 20 menit setelah aktivitas fisik lari sprint 100 m.

Yogyakarta, 19 Desember 2021


Tanda tangan dosen Tanda tangan praktikan

(Dra. Eka Swasta Budayati MS) (Ryan Aditya Rama Putra)

37

Anda mungkin juga menyukai