Anda di halaman 1dari 375

BAB I

DEFINISI

1.1 Pemberian pelayanan untuk semua pasien

1.1.1 Asuhan pasien yang seragam

Pelayanan pasien yang seragam adalah asuhan yang menghormati dan responsif

terhadap pilihan, kebutuhan dan nilai-nilai pribadi pasien, serta memastikan bahwa nilai-nilai

pasien menjadi panduan bagi semua keputusan klinis yang memadai, tidak bergantung atas

kemampuan pasien untuk membayar atau sumber pembiayaan. Pelayanan pasien merupakan

proses kegiatan pemberian asuhan yang diberikan kepada pasien dilakukan oleh Profesi

Pemberi Asuhan, setiap pemberi asuhan kepada pasien memperlakukan semua pasiennya

sama dan seragam tidak membeda-bedakan atas dasar identitas sosial, budaya, agama, ras,

dan sebagainya. Pelayanan pasien yang seragam berlaku pada semua Instalasi dan Unit

pemberi pelayanan kepada pasien

Pelayanan Medis adalah pelayanan kesehatan individual yang dilandasi ilmu klinik,

merupakan upaya kesehatan perorangan yang meliputi aspek pencegahan primer, pencegahan

skunder meliputi deteksi dini dan pengobatan serta pembatasan cacat dan pencegahan tersier

berupa rehabilitasi medik yang secara maksimal dilakukan oleh dokter. (KepMenKes RI No.

666/MENKES/SK/VI/2007)

Rawat Inap adalah pelayanan kesehatan perorangan yang meliputi observasi, diagnosa,

pengobatan, keperawatan, rehabilitasi medik dengan menginap diruang rawat inap pada

sarana kesehatan yang oleh karena penyakitnya penderita harus menginap. (KepMenKes RI

No. 666/MENKES/SK/VI/2007)

1
1.1.2 Pengintegrasi dan koordinasi

Asuhan pasien terintegrasi dan pelayanan berfokus pada pasien (Patient Centered

Care-PCC) adalah istilah yang terkait, yang mengandung aspek pasien merupakan pusat

pelayanan, Profesional Pemberi Asuhan memberikan asuhan sebagai tim interdisplin/klinis

dengan DPJP sebagai ketua tim klinis - Clinical leader,PPA dengan kompetensi dan

kewenangan yang memadai, yang antra lain terdiri dari dokter, perawat, bidan

,nutrisionist/dietsien, apoteker, penata anestesi terapis fisik dsb.

Panduan pengintegrasian dan koordinasi aktivitas asuhan pasien suatu bentuk acuan di

Rumah Santa Anna merupakan salah satu layanan dan koordinasi aktivitas administrasi

asuhan pasien adalah proses asuhan pasien bersifat dinamis dan melibatkan banyak praktisi

pelayanan kesehatan yang dapat melibatkan berbagai unit kerja dan

pelayanan.Pengintegrasian dan koordniasi aktivitas asuhan pasien menjadi tujuan agar

menghasilakan proses proses asuhan yang efisien penggunaan yang lebih efektif sumber daya

lain dan dengan hasil asuhan pasien akan lebih baik di Rumah Sakit Santa Anna.

1.2 Rencana pelayanan

1.2.1 Pelayanan rencana asuhan

Asuhan pasien ( patient care ) diberikan dengan pola pelayanan berfokus pasien (

Patient Centered Care ), dan DPJP merupakan ketua ( Team leader ) dari tim yang terdiri dari

para profesional pemberi asuhan pasien / staf klinis dengan kopetensi dan kewenangan yang

memadai, yang antara lain terdiri dari dokter, perawat, ahli gizi, apoteker, fisioterapis dsb.

1.2.2 Tata cara pemberian instruksi

Komunikasi adalah sebuah proses penyampaian pikiran atau informasi dari seseorang

kepada orang lain melalui suatu cara tertentu sehingga orang lain tersebut mengerti betul apa

2
yang dimaksud oleh penyampai pikiran-pikiran atau informasi”. (Komaruddin,

1994;Schermerhorn, Hunt & Osborn, 1994; Koontz & Weihrich, 1988). Sedangkan

komunikasi efektif adalah komunikasi yang tepat waktu, akurat, jelas, dan mudah dipahami

oleh penerima, sehingga dapat mengurangi tingkat kesalahan (kesalahpahaman).

Komunikasi ada dua macam yaitu lisan dan telepon. Komunikasi antar perawat, antara

perawat dan dokter dan antar petugas kesehatan. Petugas kesehatan yang dimaksud adalah

semua petugas kesehatan yang berhubungan dengan pelayanan dan keselamatan pasien.

Semua petugas kesehatan harus mempunyai tehnik yang sama dalam komunikasi dan secara

konsisten harus melaksanakannya dalam pelayanan sehingga akan terwujud keselamatan

pasien dan kepuasan pasien.

Komunikasi dengan pasien saat memberi informasi dan edukasi adalah komunikasi

yang menyangkut keselamatan pasien. Cara penyampaian informasi yang salah akan

menyebabkan penerimaan informasi dan intepretasi yang salah juga. Oleh sebab itu

komunikasi efektif yang tepat waktu, akurat, lengkap, jelas dan dipahami oleh kedua belah

pihak harus dimengerti oleh petugas kesehatan di rumah sakit.

Informasi dapat didefenisikan sebagai keterangan, pemberitahuan atau berita yang

sifatnya dapat menambah pengetahuan dan wawasan seseorang atau memberitahukan sesuatu

dari orang kepada orang lain dalam hal ini petugas kesehatan yang satu kepada petugas

kesehatan lainnya.

1.2.3 Pelayanan Tindakan klinik dan diagnostik

Tindakan medik adalah tindakan professional oleh dokter terhadap pasien dengan

tujuan memelihara, meningkatkan, memulihkan kesehatan atau menghilangkan atau

mengurangi penderitaan. Diagnostik adalah upaya untuk proses menemukan kelainan atau

3
penyakit apa yang dialami seseorang dengan memakai pengkajian dan studi yang sesksama

meengenai gejala-gejalanya.

1.2.4 Pelayanan edukasi dan pemberian informasi

Informasi Adalah informasi kesehatan yang diberikan oleh dokter penanggung jawab

pasien (DPJP) kepada pasien dan atau keluarganya terhadap pasien yang dirawat inap.

Edukasi adalah proses pembelajaran pasien terhadap kesehatannya yang diberikan

kepada pasien maupun keluarganya disesuaikan dengan penyakit yang diderita, keyakinan

dari keluarga, pendidikan dan keadaan kognitif.

Jenis edukasi yang diberikan dapat berupa :

1. Edukasi Diagnosa dan Penyakit.

2. Edukasi Penggunaan Obat.

3. Edukasi Pemakaian Alat Medis

4. Edukasi Teknik Rehabilitasi Medik.

5. Edukasi Gizi / Nutrisi

6. Edukasi Managemen Nyeri

1.3 Pelayanan pasien resiko tinggi dan penyediaan pelayanan resiko tinggi

Pelayanan yang memerlukan peralatan yang kompleks untuk pengobatan penyakit

yang mengancam jiwa, risiko bahaya pengobatan, potensi yang membahayakan pasien atau

efek toksik dari obat beresiko tinggi. Pelayanan pada pasien beresiko tinggi berorientasi untuk

dapat secara optimal memberikan pelayanan dan perawatan pasien dengan menggunakan

sumber daya,obat-obatan dan peralatan sesuai standard dan pedoman yang berlaku.

4
1.3.1 Pelayanan deteksi (mengenali) perubahan kondisi pasien (EWS)

Early Warning System (EWS) adalah sistem peringatan dini yang dapat diartikan

sebagai rangkaian sistem komunikasi informasi yang dimulai dari deteksi awal, dan

pengambilan keputusan selanjutnya. Diteksi dini merupakan gambaran dan isyarat terjadinya

gangguan funsi tubuh yang buruk atau ketidakstabilitas fisik pasien sehingga dapat menjadi

kode dan atau mempersiapkan kejadian buruk dan meminimalkan dampaknya, penilaian

untuk mengukur peringatan dini ini menggunakan Early Warning Score.

National Early Warning Score (NEWS) adalah sebuah pendekatan sistematis yang

menggunakan skoring untuk mengidentifikasi perubahan kondisi sesorang sekaligus

menentukan langkah selanjutnya yang harus dikerjakan. Penilaian ini dilakukan pada orang

dewasa (berusia lebih dari 16 tahun), tidak untuk anak-anak dan ibu hamil.Sistem in

idikembangkan oleh Royal College of Physicians, the Royal College of Nursing, the National

Outreach Forum and NHS Training for Innovatio, London tahun 2012.

Sistem skoring NEWS menggunakan pengkajian yang menggunakan 7 (tujuh)

parameter fisiologis yaitu tekanan darah sistolik, nadi, suhu, saturasi oksigen, kebutuhan alat

bantu O2 dan status kesadaran untuk mendeteksi terjadinya perburukan/ kegawatan kondisi

pasien yang tujuannya adalah mencegah hilanya nyawa seseorang dan mengurangi dampak

yang lebih parah dari sebelumnya.

Pediatric Early Warning System (PEWS) adalah penggunaan skor peringatan dini dan

penerapan perubahan kompleks yang diperlukan untuk pengenalan dini terhadap pasien anak

di rumah sakit.

Sistem skoring PEWS menggunakan pengkajian yang menggunakan 10 (sepuluh)

parameter fisiologis yaitu warna kulit, upaya respirasi, penggunaan alat bantu O2, denyut

jantung, waktu pengisian capillary refill, tekanan darah sistolik, tingkat kesadaran dan suhu

kesadaran untuk mendeteksi terjadinya perburukan/ kegawatan kondisi pasien yang tujuannya

5
adalah mencegah hilangnya nyawa seseorang dan mengurangi dampak yang lebih parah dari

sebelumnya.

1.3.2 Pelayanan resusitasi

Resusitasi mengandung arti harfiah “Menghidupkan kembali”. Yang berarti usaha-

usaha yang dapat dilakukan untuk mencegah suatu episode henti jantung berlanjut menjadi

kematian biologis.

BHD / Bantuan Hidup Dasar adalah usaha yang dilakukan untuk menjaga jalan nafas

(airway) tetap terbuka, menunjang pernafasan dan sirkulasi dan tanpa menggunakan alat-alat

bantu.

Usaha ini harus dimulai dengan mengenali secara tepat keadaan henti jantung atau

henti nafas dan segera memberikan bantuan sirkulasi dan ventilasi. Usaha BHD ini bertujuan

dengan cepat mempertahankan pasok oksigen ke otak, jantung dan alat-alat vital lainnya

sambil menunggu pengobatan lanjutan. Pengalaman menunjukkan bahwa resusitasi jantung

paru akan berhasil terutama pada keadaan “henti jantung” yang disaksikan (witnessed) dimana

resusitasi segera dilakukan oleh orang yang berada di sekitar korban

Pelayanan Code Blue di rumah sakit adalah pelayanan memberikan pertolongan

segera pada pasien dengan kegawatdaruratan sebelum dan saat henti napas dan atau henti

jantung ( pre-arrest dan arrest ) dengan resusitasi melalui sistem pemanggilan

kegawatdaruratan di lingkungan rumah sakit.

Code Blue adalah kata sandi yang digunakan untuk menyatakan pasien bahwa pasien

dalam kondisi gawat darurat yang memerlukan bantuan hidup segera, yaitu suatu tindakan

resusitasi, terutama oleh karena henti jantung dan henti napas baik pasien anak maupun

dewasa di rumah sakit.

6
Tim Code Blue adalah tim reaksi cepat yang terdiri dari dokter jaga IGD dan perawat

terlatih IGD yang melakukan tindakan resusitasi seragam di lingkungan rumah sakit, bila

terjadi kondisi gawat darurat pada pasien anak dan dewasa

Pasien gawat adalah pasien anak maupun dewasa yang terancam jiwanya tetapi belum

memerlukan pertolongan RJP.

Pasien gawat darurat adalah pasien anak maupun dewasa yang berada dalam ancaman

kematian dan memerlukan resusitasi jantung paru ( RJP ) segera

Perawat terlatih adalah perawat yang telah mendapatkan pelatihan RJP/Tim Biru

sehingga memiliki keterampilan khusus untuk melakuan proses asuhan.

1.3.3 Pelayanan darah

Transfusi darah ialah pemindahan darah dari donor ke dalam peredaran darah

penerima ( resipien ).Darah tersusun dari komponen-komponen eritrosit, leukosit, trombosit

dan plasma yang mengandung faktor pembekuan. Pemberian komponen darah yang

diperlukan saja dapat dibenarkan daripada pemberian whole blood yang lengkap. Prinsip ini

lebih ditekankan lagi pentingnya di bidang pediatri dikarenakan bayi maupun anak yang

sedang tumbuh tidak perlu diganggu sistem imunologisnya oleh antigen yang tidak

diperlukan. Pemberian whole blood hanya dilakukan atas indikasi anemia pasca perdarahan

yang akut dan untuk transfusi tukar.

Pemberian transfusi selain bermanfaat untuk pasien juga mempunyai efek samping

atau komplikasi yang harus dicegah dan ditangani bila terjadi.Komplikasi transfusi bisa

terjadi ringan sampai berat bahkan fatal dan meninggal bila tidak dilaksanakan dengan

aman.Untuk itu pemberian transfusi harus dilakukan secara aman dan rasional agar tidak

terjadi efek samping yang tidak diinginkan.

7
1.3.4 Pelayanan pasien koma dan yang menggunakan ventilator

Ventilator adalah suatu alat yang digunakan untuk membantu sebagian atau seluruh

proses ventilasi untuk mempertahankan oksigenasi. Ventilasi mekanik adalah alat pernafasan

bertekanan negatif atau positif yang dapat mempertahankan ventilasi dan pemberian oksigen

dalam waktu yang lama. (Brunner dan Suddarth, 1996).

Ventilator adalah suatu alat yang digunakan untuk membantu sebagian atau seluruh

proses ventilasi untuk mempertahankan oksigenasi. (Carpenito, Lynda Juall 2000). Ventilasi

mekanik dengan alatnya yang disebut ventilator mekanik adalah suatu alat bantu mekanik

yang berfungsi memberikan bantuan nafas pasien dengan cara memberikan tekanan udara

positif pada paru-paru melalui jalan nafas buatan. Ventilator mekanik merupakan peralatan

“wajib” pada unit perawatan intensif atau ICU. ( Corwin, Elizabeth J, 2001).

Ventilator adalah suatu system alat bantuan hidup yang dirancang untuk menggantikan

atau menunjang fungsi pernapasan yang normal. Tujuan utama pemberian dukungan

ventilator mekanik adalah untuk mengembalikan fungsi normal pertukaran udara dan

memperbaiki fungsi pernapasan kembali ke keadaan normal. (Bambang Setiyohadi, 2006)

Ventilator mekanik merupakan alat bantu pernapasan bertekanan positif atau negative

yang menghasilkan aliran udara terkontrol pada jalan napas pasien sehingga mampu

mempertahankan ventilasi dan pemberian oksigen dalam jangka waktu lama. Tujuan

pemasangan ventilator mekanik adalah untuk mempertahankan ventilasi alveolar secara

optimal dalam rangka memenuhi kebutuhan metabolic pasien, memperbaiki hipoksemia, dan

memaksimalkan transport oksigen. ( Iwan Purnawan, 2010)

1.3.5 Pelayana penyakit menular dan penurunan daya tahan (immunosuppressed)

Sistem kekebalan (immune system) adalah sistem pertahanan manusia sebagai

perlindungan terhadap infeksi dari makromolekul asing atau serangan organisme, termasuk

8
virus, bakteri, protozoa dan parasit. Sistem kekebalan juga berperan dalam perlawanan

terhadap protein tubuh dan molekul lain seperti yang terjadi pada autoimunitas, dan melawan

sel yang teraberasi menjadi tumor.

Kemampuan sistem kekebalan untuk membedakan komponen sel tubuh dari

komponen patogen asing akan menopang amanat yang diembannya guna merespon infeksi

patogen - baik yang berkembang biak di dalam sel tubuh (intraselular) seperti misalnya virus,

maupun yang berkembang biak di luar sel tubuh (ekstraselular) - sebelum berkembang

menjadi penyakit.

Imunosupresif adalah kondisi di mana sistem kekebalan tubuh terdepres sehingga

memudahkan masuknya agen-agen patogen lainnya. Kasus penurunan ketahanan tubuh atau

imunosupresif sangat berarti dalam memunculkan berbagai jenis penyakit.

Penyakit menular adalah penyakit yang dapat di tularkan (berpindah- pindah dari

orang yang satu ke orang yang lainnya, baik secara langsung maupun tidak langsung maupun

perantara). Penyakit menular ini ditandai dengan adanya agen atau penyebab penyakit yang

hidup dan dapat berpindah. Penularan penyakit disebabkan proses infeksi oleh kuman atau

virus.

1.3.6 Pelayanan pasien dialysis

Hemodialisis (HD) adalah salah satu terapi pengganti ginjal yang menggunakan alat

khusus dengan tujuan mengatasi gejala dan tanda akibat laju filtrasi glomerulus yang rendah

sehingga diharapkan dapat meningkatkan kualitas hidup pasien.

1.3.7 Pelayanan restrain

Pengertian dasar restraint: ‘membatasi gerak’ atau ‘membatasi kebebasan’,,Pengertian

secara internasional: restraint adalah suatu metode / cara pembatasan / restriksi yang

9
disengaja terhadap gerakan / perilaku yang dimaksudkan adalah tindakan yang direncanakan,

bukan suatu tindakan yang tidak disadari / tidak disengaja / sebagai suatu refleks..Pengertian

lainnya: restraint adalah suatu tindakan untuk menghambat / mencegah seseorang

melakukan sesuatu yang diinginkan.Pada umumnya jika pasien dapat melepaskan suatu alat

dengan mudah, maka alat tersebut tidak dianggap sebagai suatu restraint.

1.3.8 Pelayanan populasi Khusus

Definisi Anak adalah seseorang yang berusia kurang dari 12 tahun termasuk bayi

dalam kandungan.

Dewasa ini perawatan anak telah mengalami pergeseran yang sangat mendasar. Anak

sebagai klien tidak lagi dipandang sebagai miniatur orang dewasa, melainkan sebagai mahluk

unik yang memiliki kebutuhan spesifik dan berbeda dengan orang dewasa.Setiap perawat

perlu memahami perspektif keperawatan anak sehingga dalam melaksanakan asuhan

keperawatan pada anak selalu berpegang pada prinsip perawatan anak. Perspektif

keperawatan anak merupakan landasan berpikir bagi seorang perawat anak dalam

melaksanakan pelayanan keperawatan terhadap klien anak maupun keluarganya.

Lanjut usia (lansia) adalah setiap warga negara Indonesia pria atau wanita yang telah

mencapai usia 60 tahun ke atas, baik potensial maupun tidak potensial. Sedangkan batasan

lanjut usia menurut WHO South East Asia Regional Office (Organisasi Kesehatan Dunia

untuk Regional Asia Selatan dan Timur) adalah usia usia lebih dari 60 tahun. Dilihat dari ciri-

ciri fisiknya, manusia lanjut usia memang mempunyai karakteristik yang spesifik. Secara

alamiah, maka manusia yang mulai menjadi tua akan mengalami berbagai perubahan, baik

yang menyangkut kondisi fisik maupun mentalnya. Proses menua mengakibatkan

berkurangnya fungsi berbagai organ tubuh sehingga seringkali berbagai masalah kesehatan

terjadi pada satu individu usia lanjut.

10
Lansia dengan ketergantungan bantuan adalah lansia yang keadaan fisiknya banyak

memerlukan bantuan orang lain . Pasien lemah adalah pasien dengan kondisi fisik yang lemah

yang memerlukan bantuan orang lain dalam aktivitasnya. Pasien lemah dan lansia dengan

ketergantungan bantuan memerlukan perhatian khusus dalam perawatannya.

Hambatan dapat diartikan sebagai halangan atau rintangan yang dialami (Badudu-Zain,

1994:489), Dalam konteks komunikasi dikenal pula gangguan (mekanik maupun semantik),

Gangguan ini masih termasuk ke dalam hambatan komunikasi (Effendy, 1993:45), Efektivitas

komunikasi salah satunya akan sangat tergantung kepada seberapa besar hambatan

komunikasi yang terjadi.

Didalam setiap kegiatan komunikasi, sudah dapat dipastikan akan menghadapai

berbagai hambatan. Hambatan dalam kegiatan komunikasi yang manapun tentu akan

mempengaruhi efektivitas proses komunikasi tersebut. Karena pada komunikasi, massa jenis

hambatannya relatif lebih kompleks sejalan dengan kompleksitas komponen komunikasi

massa. Dan perlu diketahui juga, bahwa komunikan harus bersifat heterogen.

Disabilitas adalah kelainan fisik atau mental yang dapat mengganggu atau menghambat

bagi yang menderitanya untuk melakukan kegiatan secara normal.

1.4 Penyediaan Makanan

Pelayanan Gizi Rumah Sakit : adalah kegiatan pelayanan gizi di rumah sakit untuk

memenuhi kebutuhan gizi pasien rawat inap, untuk keperluan metabolisme tubuh,

peningkatan kesehatan, maupun mengoreksi kelainan metabolisme, dalam rangkaian upaya

preventif, kuratif, rehabilitative dan promotif.

Tim Asuhan Gizi : adalah sekelompok petugas rumah sakit yang terkait dengan pelayanan

gizi terdiri dari dokter/ dokter spesialis, nutrition/ dietisien, perawat dan farmasis dari setiap

11
unit pelayanan, bertugas menyelenggarakan asuhan gizi ( nutrition care ) untuk mencapai

pelayanan paripurna yang bermutu.

Masyarakat Rumah Sakit : adalah sekelompok orang yang berada dalam lingkungan

rumah sakit dan terkait dengan aktifitas rumah sakit, terdiri dari pegawai atau karyawan dan

pasien rawat inap.

1.5 Tarapi gizi terintegrasi

Terapi gizi : adalah pelayanan gizi yang diberikan kepada klien / pasien berdasarkan

pengkajian gizi, yang meliputi terapi diet, konseling gizi dan atau pemberian makanan khusus

dalam rangka penyembuhan penyakit pasien.

Perskripsi diet atau rencana diet : adalah kebutuhan zat gizi klien / pasien yang terhitung

berdasarkan satatus gizi, degenerasi penyakit dan kondisi kesehatannya. Preskripsi diet dibuat

oleh dokter sedangkan rencana diet dibuat oleh nutrisionis / dietisien.

Konseling gizi : adalah serangkaian kegiatan sebagai proses komunikasi 2 ( dua ) arah

untuk menanamkan dan meningkatkan pengertian, sikap, dan perilaku sehingga membantu

klien / pasien mengenali dan mengatasi masalah gizi, dilaksanakaan oleh nutrisionis /

dietisien.

Nutrisionis : seseorang yang diberi tugas, tanggung jawab dan wewenang secara penuh

oleh pejabat berwewenang untuk melakukan kegiatan teknis fungsional di bidang pelaynan

gizi, makanan, dan dietetic, baik di masyarakat maupun rumah sakit, dan unit pelaksana

kesehatan lainnya, berpendidikan dasar akademi gizi.

Diatisien : adalah seseorang nutrision yang telah mendalami pengetahuan dan

keterampilan dietetic, baik melalui lembaga pendidikan formal maupun pengalaman bekerja

dengan masa kerja minimal satu tahun, atau yang mendapat sertifikasi dari persatuan Ahli

12
Gizi Indonesia (PERSAGI ), dan bekerja diunit pelayanan yang menyelenggarakan terapi

dietik

Food model : adalah bahan makanan atau contoh makanan yang terbuat dari bahan sintetis

atau asli yang diawetkan, dengan ukuran dan satuan tertentu sesuai dengan kebutuhan, yang di

gunakan untuk konseling gizi, kepada pasien rawat inap maupun pengunjung rawat jalan.

1.6 Pengelolaan rasa nyeri

Nyeri merupakan suatu pengalaman sensorik dan emosional yang tidak menyenangkan,

yang berkaitan dengan kerusakan jaringan yang nyata atau yang berpotensi untuk

menimbulkan kerusakan jaringan. Dan bersifat subyektif dimana individu mempelajari apa itu

nyeri, melalui pengalaman yang langsung berhubungan dengan luka, yang dimulai dari awal

masa kehidupannya.

Skala nyeri sering digunakan para praktisi umum untuk mengevaluasi tingkat rasa

nyeri yang dialami orang sakit. Skala ini membantu dalam membedakan tingkat beratnya

suatu penyakit, durasi nyeri dan nyeri yang ditimbulkan apabila diam atau bergerak. Dan juga

digunakan untuk membuat diagnosis yang akurat, mengetahui rencana pengobatannya dan

mengevaluasi efektivitas pengobatannya.

1.7 Pelayanan pada tahap terminal

Penyakit Terminal adalah penyakit progresif yang sulit disembuhkan, seperti Kanker

std.akhir, multiple organ failure dll. Penyakit terminal ini dapat dikatakan harapan untuk

hidup tipis, tidak ada lagi obat-obatan, tim medis sudah give up (menyerah) dan perjalanan

penyakit menuju kematian.

13
Kondisi Terminal adalah suatu proses yang progresif menuju kematian, berjalan melalui

suatu tahapan proses penurunan fisik, psikososial dan spiritual bagi individu (Carpenito,

1995). Suatu kondisi dimana seseorang mengalami sakit atau penyakit yang tidak mempunyai

harapan untuk sembuh dan menuju pada proses kematian dalam 6 bulan atau kurang.

Kematian (death) merupakan kondisi terhentinya pernapasan, nadi, dan tekanan darah

serta hilangnya respons terhadap stimulus eksternal, ditandai dengan terhentinya aktivitas otak

atau terhentinya fungsi jantung dan paru secara menetap.

Perawat memiliki peran untuk memenuhi kebutuhan biologis, sosiologis, psikologis, dan

spiritual klien. Aspek spiritual sangat penting diperhatikan terutama untuk pasien yang

didiagnosa harapan sembuhnya sangat tipis dan mendekati sakaratul maut , karena pasien

terminal seperti yang dikatakan Dadang Hawari (1977) “orang yang mengalami penyakit

terminal dan menjelang sakaratul maut lebih banyak mengalami penyakit kejiwaan, krisis

spiritual,dan krisis kerohanian sehingga pembinaan kerohanian saat klien menjelang ajal perlu

mendapatkan perhatian khusus”. Sehingga pasien terminal biasanya bereaksi menolak,

depresi berat, perasaan marah akibat ketidakberdayaan dan keputusasaan. Oleh sebab itu,

peran perawat sangat dibutuhkan untuk mendampingi pasien yang dapat meningkatkan

semangat hidup klien meskipun harapannya sangat tipis dan dapat mempersiapkan diri pasien

untuk menghadapi kehidupan di dunia ini yang tidak kekal selamanya.

14
BAB II

RUANG LINGKUP

2.1 Pemberian pelayanan untuk semua pasien

2.1.1 Asuhan pasien yang seragan

Pasien dengan masalah kesehatan dan kebutuhan pelayanan yang sama berhak mendapat

kualitas asuhan yang sama di Rumah Sakit. Untuk melaksanakan prinsip kualitas asuhan yang

setingkat mengharuskan pimpinan merencanakan dan mengkoordinasi pelayanan pasien.

Secara khusus, pelayanan yang diberikan kepada populasi pasien yang sama pada berbagai

unit kerja, dipandu oleh regulasi yang menghasilkan pelayanan yang seragam. Sebagai

tambahan, pimpinan harus menjamin bahwa Rumah Sakit menyediakan tingkat kualitas

asuhan yang sama setiap hari dalam seminggu dan pada setiap shift. Regulasi tersebut harus

sesuai dengan peraturan perundang- undangan yang berlaku yang membentuk proses

pelayanan pasien dan dikembangkan secara kolaboratif.

 Akses untuk asuhan dan pengobatan, yang memadai, yang diberikan oleh PPA yang

kompeten tidak tergantung harinya setiap minggu atau waktunya setiap hari (“3-24-7”).

 Penggunaan alokasi sumber daya yang sama, antara lain staf klinis dan pemeriksaan

diagnostik, untuk memenuhi kebutuhan pasien pada populasi yang sama.

 Pemberian asuhan yang diberikan kepada pasien, contoh pelayanan anestesi, sama di

semua unit pelayanan di Rumah Sakit.

 Pasien dengan kebutuhan asuhan keperawatan yang sama menerima asuhan

keperawatan yang setara diseluruh Rumah Sakit.

 Penerapan dan penggunaan regulasi dan form dalam bidang klinis antara lain: metode

asesmen IAR (Informasi, Analisis, Rencana), form asesmen awal-asesmen ulang, PPK,

Alur Klinis terintegrasi, Pedoman Manajemen Nyeri, regulasi untuk berbagai tindakan

15
seperti antara lain Water Sealed Drainage, pemberian transfusi darah, biopsi ginjal,

punksi lumbal dan sebagainya.

Asuhan pasien yang seragam menghasilkan penggunaan sumber daya secara efisien dan

memungkinkan membuat evaluasi hasil asuhan (outcome) untik asuhan yang sama di seluruh

rumah sakit Santa Anna.

Rumah Sakit Santa Anna menetapkan regulasi bagi pimpinan unit pelayanan untuk

bekerja sama memberikan proses asuhan seragam dan mengacu pada peraturan perundang-

undanganan yang berlaku. Asuhan seragam diberikan sesuai persyaratan sesuai a) sampai

dengan e) di maksud dan tujuan.

2.1.2 Pengintegrasi dan koordinasi

Proses pelayanan dan asuhan pasien bersifat dinamis dan melibatkan banyak PPA dan

dapat melibatkan berbagai unit pelayanan. Integrasi dan koordinasi kegiatan pelayanan dan

asuhan pasien merupakan sasaran yang menghasilkan efisiensi, penggunaan SDM dan sumber

lainnya efektif, dan hasil asuhan pasien yang lebih baik. Kepala unit pelayanan menggunakan

alat dan teknik untuk melakukan integrasi dan koordinasi pelayanan dan asuhan lebih baik.

(Contoh, asuhan secara tim oleh PPA, ronde pasien multi disiplin, form catatan perkembangan

pasien terintegrasi, manajer pelayanan pasien /case manager) .

Pelayanan berfokus pada pasien (PCC) diterapkan dalam bentuk Asuhan Pasien

Terintegrasi yang bersifat integrasi horizontal dan vertikal. Pada integrasi horizontal

kontribusi profesi masing-masing PPA adalah sama pentingnya / sederajat. Pada integrasi

vertikal pelayanan berjenjang oleh/melalui berbagai unit pelayanan ketingkat pelayanan yang

berbeda, disini peran MPP penting untuk integrasi tersebut, dengan komunikasi yang intensif/

memadai dengan PPA.

16
Pelaksanaan Asuhan Pasien Terintegrasi pusatnya adalah pasien, mencakup elemen

antara lain sebagai berikut :

 Keterlibatan dan pemberdayaan pasien dan keluarga.

 DPJP sebagai Ketua tim PPA (Clinical Team Leader).

 PPA bekerja sebagai tim interdisiplin dengan kolaborasi interprofesional, memakai

antara lain dengan Panduan Praktik Klinis (PPK), Panduan Asuhan PPA lainnya,

disertai Alur Klinis terintegrasi/ Clinical Pathway, Catatan Perkembangan Pasien

Terintgrasi/CPPT

 Perencanaan Pemulangan Pasien / Discharge Planning terintegrasi

 Asuhan Gizi Terintegrasi

 Manajer Pelayanan Pasien / Case Manager

Pendokumentasian direkam medis merupakan alat untuk memfasilitasi dan

menggambarkan integrasi dan koordinasi asuhan. Secara khusus, setiap PPA mencatat

observasi dan pengobatan di rekam medis pasien. Demikian juga, setiap hasil atau kesimpulan

dari rapat tim atau diskusi pasien dicatat dalam CPPT.

 Ada kebijakan yang mengatur pelayanan dan asuhan terintegrasi di dan antar berbagai

unit pelayanan

 Rencana asuhan diintegrasikan dan dikoordinasikan di dan antar berbagai unit

pelayanan

 Pemberian asuhan diintegrasikan dan dikoordinasikan di dan antar berbagai unit

pelayanan

 Hasil atau simpulan rapat dari tim PPA atau diskusi lain tentang kerjasama

didokumentasikan dalam CPPT.

2.2 Rencana pelayanan

17
2.2.1 Pelayanan rencana asuhan

Rencana asuhan menjelaskan asuhan dan pengobatan/tindakan yang diberikan kepada

seorang pasien. Rencana asuhan memuat satu paket tindakan yang dilakukan oleh PPA untuk

memecahkan atau mendukung diagnosis yang ditegakkan melalui asesmen. Tujuan utama dari

rencana asuhan adalah untuk memperoleh hasil klinis yang optimal.

Proses perencanaan bersifat kolaboratif menggunakan data berasal dari asesmen awal

dan asesmen ulang yang dilakukan oleh dokter dan PPA lainnya (perawat, ahli gizi, apoteker

dan sebagainya) untuk mengetahui dan menetapkan prioritas tindakan, prosedur, dan asuhan

PPA lainnya untuk memenuhi kebutuhan pasien.

Pasien dan keluarga dilibatkan dalam proses perencanaan. Rencana asuhan diselesaikan

dalam waktu 24 jam terhitung saat diterima sebagai pasien rawat inap. Berdasar hasil

assesmen ulang, rencana asuhan diperbaharui atau disempurnakan untuk dapat

menggambarkan kondisi pasien terkini. Rencana asuhan didokumentasikan di rekam medik

pasien.

 Kondisi pasien kembali dengan fungsi (out put) jantung stabil melalui detak jantung,

irama jantung, tekanan darah berada di kisaran normal

 Pasien dapat menunjukkan mampu memberi sendiri suntikan insulin sebelum pasien

pulang keluar dari Rumah Sakit.

 Pasien mampu berjalan dengan “walker” (alat bantu untuk berjalan) menuju ruangan

tamu dan kedua kakinya mampu menanggung beban berat badan.

DPJP sebagai ketua tim PPA melakukan evaluasi/review berkala dan verifikasi harian

untuk menjaga terlaksananya asuhan terintegrasi dan membuat notasi sesuai kebutuhan.

Catatan: Satu rencana asuhan terintegrasi dengan sasaran-saran yang diharapkan oleh

PPA, lebih baik daripada rencana terpisah oleh masing-masing PPA. Rencana asuhan yang

18
baik menjelaskan asuhan individual, obyektif, sasaran dapat diukur untuk memudahkan

asesmen ulang dan revisi rencana asuhan.

 Kebijakan tentang asuhan untuk setiap pasien direncanakan oleh dokter penanggung

jawab pelayanan (DPJP), perawat dan PPA lainnya dalam waktu 24 jam sesudah pasien

masuk rawat inap.

 Rencana asuhan dibuat untuk setiap pasien dan dicatat oleh PPA yang memberikan

asuhan di rekam medis pasien

 Rencana asuhan pasien terintegrasi, dibuat dengan sasaran berdasarkan data asesmen

awal dan kebutuhan pasien.

2.2.2 Tata cara pemberian instruksi

Banyak kegiatan asuhan pasien membutuhkan seorang PPA yang kompeten dan

berwenang untuk menuliskan instruksi yang harus dicatat di rekam medik pasien. Kegiatan ini

meliputi, misalnya instruksi untuk pemeriksaan di laboratorium (antara lain termasuk

laboratorium Patologi Anatomi), memesan obat, asuhan keperawatan khusus, terapi nurtrisi

dan sebagainya. Instruksi ini harus dapat tersedia dengan mudah jika instruksi harus

dilaksanakan secepat mungkin. Menempatkan instruksi dilembar umum atau di tempat

tertentu di dalam berkas rekam medik memudahkan pelaksanaan instruksi.

Instruksi tertulis membantu staf mengerti kekhususan perintah, kapan harus

dilaksanakan, siapa harus melaksanakannya dan bersifat delegatif atau mandat. Instruksi

tertulis dapat juga diberikan di form tersendiri atau diberikan dengan sistem elektronik sesuai

regulasi Rumah Sakit. Setiap Rumah Sakit harus mengatur

 Jenis instruksi harus tertulis dan dicatat

 Permintaan pemeriksaan semua labotatorium (antara lain termasuk pemeriksaan lab

PA), dan diagnostik imajing tertentu harus disertai indikasi klinik

19
 Pengecualian dalam keadaan khusus, seperti antara lain di unit gawat darurat, unit

intensif

 Siapa yang diberi kewenangan memberi instruksi, dimana perintah diletakkan di

dalam berkas rekam medik pasien

 Rumah Sakit Santa Anna menetapkan regulasi tata cara pemberian instruksi

 Instruksi diberikan hanya oleh mereka yang kompeten dan berwenang

 Permintaan untuk pemeriksaan laboratorium dan diagnostik imajing harus disertai

indikasi klinik, apabila meminta hasilnya berupa interpretasi

 Instruksi didokumentasikan di lokasi tertentu di dalam berkas rekam medik pasien

2.2.3 Pelayanan Tindakan klinik dan diagnostik

Rumah sakit Santa Anna menetapkan kebijakan tindakan klinik dan diagnostik yang

diminta, dilaksanakan dan diterima hasilnya, serta disimpan di berkas rekam medis

pasien.Contoh tindakan seperti ini adalah endoskopi, kateterisasi jantung, terapi radiasi, CT

Scan dan lain-lain tindakan invasif juga pada pemeriksaan lab (PK, PA) juga pada radiologi

intervensional dan non invasif. Informasi tentang siapa yang meminta prosedur / tindakan ini

dan alasannya dicatat dan dimasukkan di dalam berkas rekam medis pasien. Di rawat jalan

bila dilakukan tindakan diagnostik invasif/ berisiko, termasuk pasien yang dirujuk dari luar,

juga harus dilakukan asesmen serta pencatatannya dalam rekam medis

 Kebijakan tentang tindakan klinik dan diagnostik serta pencatatannya di rekam medis.

 Staf yang meminta beserta alasan dilakukan tindakan, dicatat di rekam medis pasien.

 Hasil dari tindakan dicatat di rekam medis pasien.

 Pada pasien rawat jalan bila dilakukan tindakan diagnostik invasif/berisiko harus

dilakukan asesmen serta pencatatannya dalam rekam medis

20
2.2.4 Pelayanan edukasi dan pemberian informasi

Asuhan dan proses pengobatan merupakan siklus berkesinambungan dari asesmen dan

asesmen ulang, perencanaan dan pemberian asuhan, dan evaluasi hasil. Pasien dan keluarga

diberitahukan tentang hasil dari proses asesmen, tentang perencanaan asuhan dan pengobatan

dan diikutsertakan dalam pengambilan keputusan. Langkah asuhan bersifat siklis sehinga

pasien perlu diberi informasi tentang hasil asuhan, perkembangan dan pengobatan, termasuk

informasi tentang hasil asuhan yang tidak diharapkan. Pemberian informasi tersebut dilakukan

oleh PPA terkait, untuk KTD oleh DPJP.

 Pasien dan keluarga diberi informasi tentang hasil asuhan dan pengobatan

 Pasien dan keluarga diberi informasi tentang hasil asuhan dan pengobatan

yang tidak diharapkan

2.3 Pelayanan pasien resiko tinggi dan penyediaan pelayanan resiko tinggi

Rumah Sakit memberi asuhan kepada pasien untuk berbagai kebutuhannya atau

kebutuhan pada keadaan kritis. Beberapa pasien digolongan masuk kategori risiko tinggi,

karena umurnya, kondisinya dan kebutuhan pada keadaan kritis. Anak-anak dan Lansia

biasanya dimasukkan ke dalam golongan ini karna mereka biasanya tidak dapat

menyampaikan keinginannya, tidak mengerti proses asuhan yang diberikan dan tidak dapat

ikut serta dalam mengambil keputusan terkait dirinya. Sama juga halnya dengan pasien

darurat yang ketakutan, koma, bingung, tidak mampu memahami proses asuhannya apabila

pasien harus diberikan asuhan cepat dan efisien.

Rumah Sakit juga memberikan berbagai pelayanan, beberapa dikenal sebagai pelayanan

risiko tinggi karena adanya peralatan medis yang kompleks untuk kebutuhan pasien dengan

kondisi darurat yang mengancam jiwa (pasien dialisis), karna sifat tindakan (pasien dengan

21
pemberian darah/produk darah), mengatasi potensi bahaya bagi pasien (pasien restrain), atau

mengatasi akibat intoksikasi obat risiko tinggi (contoh kemoterapi).

Asuhan bagi pasien risiko tinggi tersebut, didukung oleh penggunaan PPK, dan regulasi

lainnya dan rencana asuhan, Clinical Pathway dan sebagai. Hal ini berguna bagi Staf untuk

memahami dan merespons dalam sikap profesional.

Dalam hal ini pimpinan Rumah Sakit bertangg-jawab, sesuai dengan populasi pasien

untuk:

 Identifikasi pasien yang di golongkan sebagai risiko tinggi

 identifikasi pelayanan yang di golongkan sebagai risiko tinggi

 melalui proses kolaborasi menetapkan regulasi asuhan

 melatih staf untuk melaksanakan regulasi

Regulasi untuk asuhan disesuaikan dengan populasi pasien risiko tinggi dan pelayanan

risiko tinggi yang berguna untuk menurunkan risiko. Dalam hal ini penting dipahami bahwa

prosedur dapat mengindentifikasi,

 bagaimana rencana akan berjalan, termasuk identifikasi perbedaan populasi anak dan

dewasa, atau pertimbangan khusus lainnya

 dokumentasi yang dibutuhkan agar tim asuhan dapat bekerja dan berkomunikasi

efektif

 keperluan informed consent

 keperluan monitor pasien

 kualifikasi khusus staf yang terlibat dalam proses asuhan

 teknologi medis khusus tersedia dan dapat digunakan

Rumah Sakit menetapkan dan melaksanakan regulasi untuk pasien risiko tinggi dan

pelayanan risiko tinggi. Untuk pasien risiko tinggi meliputi:

 pasien emergensi;

22
 pasien dengan penyakit menular;

 pasien koma;

 Pasien dengan alat bantuan hidup dasar;

 pasien “immuno-suppressed”;

 pasien dialysis;

 pasien dengan restraint;

 pasien dengan risiko bunuh diri;

 pasien yang menerima kemoterapi;

 populasi pasien rentan, lansia, anak-anak, dan pasien berisiko tindak kekerasan atau

diterlantarkan dan

 pasien risiko tinggi lainnya

Untuk pelayanan risiko tinggi meliputi:

 pelayanan pasien dengan penyakit menular;

 pelayanan pasien yang menerima dialisis;

 pelayanan pasien yang menerima kemoterapi;

 pelayanan pasien yang menerima radioterapi;

 pelayanan pasien risiko tinggi lainnya (misalnya terapi hiperbarik dan pelayanan

radiologi intervensi)

Rumah Sakit juga menetapkan risiko tambahan sebagai hasil tindakan atau rencana

asuhan (contoh, kebutuhan mencegah trombosis vena dalam, luka decubitus, infeksi terkait

penggunaan ventilator pada pasien, cedera neurologis dan pembuluh darah pada pasien

restrain, infeksi melalui pembuluh darah pada pasien dialisis, infeksi saluran / slang sentral,

dan pasien jatuh. Risiko tersebut jika ada, diatasi dan dicegah oleh edukasi staf dan regulasi

yg memadai. Rumah Sakit menggunakan informasi pengukuran untuk evaluasi pelayanan

23
yang diberikan kepada pasien risiko tinggi dan diintegrasikan ke dalam program peningkatan

mutu Rumah Sakit.

 Kebijakan tentang proses identifikasi pasien risiko tinggi dan pelayanan risiko tinggi

sesuai populasi pasiennya serta penetapan risiko tambahan yang mungkin berpengaruh

pada pasien risiko tinggi dan pelayanan risiko tinggi.

 Staf dilatih untuk pemberian pelayanan pada pasien risiko tinggi dan pelayanan risiko

tinggi

 Ada bukti pelaksanaan pemberian pelayanan pada pasien risiko tinggi dan pelayanan

risiko tinggi

 Ada bukti pengembangan pelayanan risiko tinggi dimasukkan ke dalam program

peningkatan mutu Rumah Sakit Santa Anna.

2.3.1 Deteksi (mengenal) Perubahan Kondisi Pasien

Staf yang tidak bekerja di daerah pelayanan kritis / intensif mungkin tidak mempunyai

pengetahuan dan pelatihan yang cukup untuk melakukan asesmen, mengetahui pasien yang

akan masuk ke kondisi kritis. Padahal banyak pasien diluar daerah pelayanan kritis

mengalami keadaan kritis selama di rawat inap. Seringkali, pasien memperlihatkan tanda

bahaya dini (contoh, tanda tanda vital yang memburuk, perubahan kecil status neurologisnya)

sebelum mengalami penurunan kondisi klinis yang meluas sehingga sampai mengalami

kejadian yang tidak diharapkan

Ada kriteria fisiologis yang dapat membantu staf untuk mengenali sedini mungkin

pasien yang kondisinya memburuk. Sebagian besar pasien yang mengalami gagal jantung atau

gagal paru sebelumnya memperlihatkan tanda-tanda fisiologis diluar kisaran normal, yang

merupakan indikasi keadaan pasien memburuk. Hal ini dapat diketahui dengan early warning

system (EWS)

24
Penerapan EWS membuat staf mampu mengidentifikasi keadaan pasien memburuk

sedini mungkin dan bila perlu mencari bantuan dari staf yang kompeten. Dengan demikian,

hasil asuhan akan lebih baik.

Pelaksanaan EWS dapat dilakukan dengan menggunakan sistem skor. Semua staf

dilatih untuk menggunakan EWS.

 Ada regulasi tentang pelaksanaan early warning system (EWS).

 Ada bukti staf klinis dilatih menggunakan EWS.

 Ada bukti staf klinis mampu melaksanakan EWS.

 Tersedia pencatatan hasil EWS.

2.3.2 Pelayanan Resusitasi

Pelayanan resusitasi diartikan sebagai intervensi klinis pada pasien atau korban yang

mengalami kejadian mengancam hidupnya, seperti henti jantung atau paru. Pada saat henti

jantung atau paru, pemberian kompresi pada dada atau bantuan pernapasan akan berdampak

pada hidup atau matinya pasien, setidak-tidaknya menghindari kerusakan jaringan otak.

Resusitasi yang berhasil pada pasien dengan henti jantung-paru, tergantung pada

intervensi yang kritikal/penting, seperti secepat mungkin dilakukan defibrilasi dan bantuan

hidup lanjut (advance) yang akurat (code blue). Pelayanan seperti ini harus tersedia untuk

semua pasien, selama 24 jam setiap hari.

Sangat penting untuk dapat memberikan pelayanan intervensi yang kritikal yaitu

tersedianya dengan cepat peralatan medis terstandar, obat resusitasi, staf terlatih dengan baik

untuk resusitasi. Bantuan hidup dasar harus dilakukan secepatnya saat diketahui ada tanda

henti jantung-paru, dan proses pemberian bantuan hidup kurang dari 5 (lima) menit. Hal ini

termasuk review terhadap pelaksanaan sebenarnya resusitasi atau terhadap simulasi pelatihan

resusitasi di Rumah Sakit. Pelayanan resusitasi tersedia di seluruh area Rumah Sakit,

25
termasuk peralatan medis dan staf terlatih, berbasis bukti klinis dan populasi pasien yang

dilayani (contoh, jika Rumah Sakit mempunyai populasi pediatri, peralatan medis utk

resusitasi pediatri) Catatan: seluruh area Rumah Sakit dimana tindakan dan pelayanan

diberikan, termasuk area tindakan diagnostik di gedung terpisah dari gedung Rumah Sakit.

 Ada regulasi tentang pelayanan resusitasi yang tersedia dan diberikan selama 24 jam

setiap hari di seluruh area Rumah Sakit, serta tentang peralatan medis untuk resusitasi

dan obat untuk bantuan hidup dasar terstandar sesuai kebutuhan populasi pasien

 Diseluruh area Rumah Sakit bantuan hidup dasar diberikan segera saat dikenali adanya

henti jantung-paru, dan tindak lanjut diberikan kurang dari 5 menit.

 Staf diberi pelatihan pelayanan resusitasi.

Regulasi harus dibuat secara khusus untuk kelompok pasien yang berisiko atau

pelayanan yang berisiko tinggi, agar tepat dan efektif dalam mengurangi risiko terkait.

Sangatlah penting bahwa kebijakan dan prosedur mengatur:

a) Bagaimana perencanaan dibuat, termasuk identifikasi perbedaan pasien dewasa dan

anak-anak atau keadaan khusus lain.

b) Dokumentasi yang diperlukan oleh pelayanan secara tim untuk bekerja dan

berkomunikasi secara efektif.

c) Pertimbangan persetujuan khusus bila diperlukan.

d) Persyaratan pemantauan pasien

e) Kompetensi atau ketrampilan yang khusus dari staf yang terlibat dalam proses asuhan.

f) Ketersediaan dan penggunaan peralatan khusus.

2.3.3 Pelayanan Darah

Pelayanan darah dan produk darah harus diberikan sesuai peraturan perundang-

undangan meliputi antara lain :

26
a) pemberian persetujuan (informed consnent)

b) pengadaan darah

c) identifikasi pasien

d) pemberian darah

e) monitoring pasien

f) identifikasi dan respons terhadap reaksi transfusi

Staf yang kompeten dan berwenang melaksanakan pelayanan darah dan produk darah

serta melakukan monitoring dan evaluasi.

 Ada regulasi tentang pelayanan darah dan produk darah meliputi a) s/d f) di maksud

dan tujuan

 Ada bukti pelaksanaan proses meliputi a) s/d f) di maksud tujuan

 Ada bukti staf yang kompeten dan berwenang melaksanakan pelayanan darah dan

produk darah serta melakukan monitoring dan evaluasi

2.3.4 Pelayanan Pasien Koma dan Yang Menggunakan Ventilator

Rumah Sakit menetapkan regulasi tentang asuhan pasien yang menggunakan alat bantu

hidup dasar atau pasien koma

 Ada regulasi tentang asuhan pasien alat bantu hidup dasar atau pasien koma.

 Ada bukti pelaksanaan asuhan pasien dengan alat bantu hidup sesuai regulasi.

 Ada bukti pelaksanaan asuhan pasien koma sesuai regulasi.

2.3.5 Pelayanan Pasien Penyakit Menular Dan Penurunan Daya Tahan Tubuh

(Immuno-Suppressed)

Regulasi mengarahkan asuhan pasien dengan penyakit menular dan immuno-

suppressed.

27
 Ada regulasi tentang asuhan pasien dengan penyakit menular dan immuno-suppressed.

 Ada bukti pelaksanaan asuhan pasien dengan penyakit menular sesuai regulasi.

 Ada bukti pelaksanaan asuhan pasien immuno-suppressed sesuai regulasi

2.3.6 Pelayanan Pasien Dialisis

Regulasi mengarahkan asuhan pasien dialisis (cuci darah)

 Ada regulasi tentang asuhan pasien dialisis.

 Ada bukti pelaksanaan asuhan pasien dialisis sesuai regulasi.

 Ada bukti dilakukan evaluasi kondisi pasien secara berkala.

2.3.7 Pelayanan Restrain

Rumah sakit menetapkan pelayanan penggunaan alat penghalang (restraint).

 Ada regulasi pelayanan penggunaan alat penghalang (restraint).

 Ada bukti pelaksanaan pelayanan penggunaan alat penghalang (restraint) sesuai

regulasi .

 Ada bukti dilakukan evaluasi pasien secara berkala.

2.3.8 Pelayanan Pasien Populasi Khusus

Rumah Sakit memberikan pelayanan khusus terhadap pasien usia lanjut, mereka yang

cacat, anak-anak dan populasi yang berisiko disiksa dan risiko tinggi lainnya, termasuk

pasien dengan risiko bunuh diri.

 Ada regulasi tentang pelayanan khusus terhadap pasien yang lemah, lanjut usia, anak

dan yang dengan ketergantungan bantuan, serta populasi yang berisiko disiksa dan

risiko tinggi lainnya termasuk pasien dengan risiko bunuh diri.

28
 Ada bukti pelaksanaan asuhan pasien yang lemah, lanjut usia yang tidak mandiri

menerima asuhan sesuai regulasi.

 Ada bukti pelaksanaan asuhan pasien anak dan anak dengan ketergantungan sesuai

regulasi.

 Ada bukti pelaksanaan asuhan terhadap populasi pasien dengan risiko kekerasan dan

risiko tinggi lainnya termasuk pasien dengan risiko bunuh diri sesuai regulasi.

2.4 Penyediaan makanan

Makanan dan nutrisi yang sesuai sangat penting bagi kesehatan pasien dan

penyembuhannya. Pilihan makanan disesuaikan dengan umur, budaya, pilihan, rencana

asuhan, diagnosis pasien termasuk juga antara lain. diet khusus seperti rendah kolesterol, diet

diabetes. Berdasar asesmen kebutuhan dan rencana asuhan, DPJP atau PPA lain yang

kompeten, memesan makanan dan nutrisi lainnya untuk pasien. Pasien berhak menentukan

makanan sesuai dengan nilai yang dianut. Bila memungkinkan, pasien ditawarkan pilihan

makanan yang konsisten dengan status gizi,

Jika keluarga pasien/ orang lain mau membawa makanan untuk pasien, kepada mereka

diberi edukasi tentang makanan yang merupakan kontra indikasi thd rencana, kebersihan

(hygiene) makanan dan kebutuhan asuhan pasien, termasuk informasi terkait interaksi obat

dan makanan. Makanan yang dibawa oleh keluarga/ orang lain disimpan dengan benar untuk

mencegah kontaminasi.

 Rumah Sakit menetapkan kebijakan yang berkaitan dengan pelayanan gizi.

 Rumah Sakit menyediakan makanan sesuai dengan kebutuhan pasien.

 Ada bukti proses pemesanan makanan pasien sesuai status gizi dan kebutuhan

pasien dan dicatat di rekam medis

29
 Makanan disiapkan dan disimpan dengan mengurangi risiko kontaminasi dan

pembusukan.

 Distribusi makanan dilaksanakan tepat waktu sesuai kebutuhan.

 Jika keluarga membawa makanan bagi pasien, mereka diberi edukasi tentang

pembatasan diet pasien dan risiko kontaminasi serta pembusukan sesuai

regulasi.

 Makanan yang dibawa keluarga atau orang lain disimpan secara benar untuk

mencegah kontaminasi

2.5 Terapi gizi terintegrasi

Pasien pada asesmen awal di skrining untuk risiko nutrisi. Pasien ini dikonsultasikan ke

ahli gizi untuk dilakukan asesmen lebih lanjut. Jika ditemukan risiko nutrisi, dibuat rencana

terapi gizi dan dilaksanakan. Kemajuan keadaan pasien dimonitor dan dicatat di rekam medis

pasien. DPJP, perawat, ahli gizi, dan keluarga pasien bekerjasama dlm konteks asuhan gizi

terintegrasi.

 Rumah Sakit menetapkan regulasi untuk terapi gizi terintegrasi.

 Ada bukti pemberian terapi gizi terintegrasi pada pasien risiko nutrisi.

 Asuhan gizi terintegrasi mencakup rencana, pemberian, dan monitor terapi gizi

 Evaluasi dan monitoring terapi gizi dicatat di rekam medis pasien.

2.6 Pengelolaan rasa nyeri

Nyeri dapat diakibatkan oleh kondisi, penyakit pasien, dari tindakan atau pemeriksaan

yang dilakukan. Sebagai bagian dari rencana asuhan, pasien diberi informasi tentang

kemungkinan timbulnya nyeri akibat dari tindakan, atau prosedur pemeriksaan, dan pasien

diberitahu pilihan yang tersedia untuk mengatasi nyeri. Apapun yg menjadi sebab timbulnya

30
nyeri, jika tidak dapat diatasi akan berpengaruh secara fisik maupun psikologis. Pasien

dengan nyeri dilakukan asesmen dan pelayanan untuk mengatasi nyeri yang tepat.

Berdasar cakupan asuhan yang diberikan, Rumah Sakit menetapkan proses untuk

melakukan skrining, asesmen dan pelayanan untuk mengatasi nyeri meliputi:

 identifikasi pasien untuk rasa nyeri pada asesmen awal dan asesmen ulang

 memberi informasi kepada pasien bahwa nyeri dapat disebabkan oleh tindakan

atau pemeriksaan

 melaksanakan pelayanan untuk mengatasi nyeri, terlepas dari mana nyeri berasal

 melakukan komunikasi dan edukasi kepada pasien & keluarga perihal pelayanan

untuk mengatasi nyeri sesuai dengan latar belakang agama, budaya, nilai-nilai

pasien & keluarga

 melatih PPA tentang asesmen dan pelayanan untuk mengatasi nyeri

 Rumah Sakit menetapkan regulasi pelayanan pasien untuk mengatasi nyeri.

 Pasien nyeri menerima pelayanan untuk mengatasi nyeri sesuai kebutuhan.

 Pasien & keluarga diberi edukasi tentang pelayanan untuk mengatasi nyeri sesuai

dengan latar belakang agama, budaya, nilai2 pasien & keluarga.

 Pasien & keluarga diberi edukasi tentang kemungkinan timbulnya nyeri akibat

tindakan yang terencana, prosedur pemeriksaan dan pilihan yang tersedia untuk

mengatasi nyeri.

 Rumah Sakit melaksanakan pelatihan pelayanan untuk mengatasi nyeri untuk staf.

2.7 Pelayanan pada tahap terminal

Asesmen dan asesmen ulang bersifat individual agar sesuai dengan kebutuhan pasien

dalam tahap terminal (dying) dan keluarganya. Asesmen dan asesmen ulang harus menilai

kondisi pasien, seperti:

31
a) gejala mual dan kesulitan pernapasan

b) faktor yg memperparah gejala fisik

c) manajemen gejala sekarang dan respons pasien

d) orientasi spiritual pasien & keluarga, keterlibatan dlm kelompok agama tertentu

e) keprihatinan spiritual pasien & keluarga, seperti putus asa, penderitaan, rasa bersalah

f) status psiko sosial pasien & keluarganya, seperti kekerabatan, kelayakan perumahan,

pemeliharaan lingkungan, cara mengatasi, reaksi pasien dan keluarganya menghadapi

penyakit

g) kebutuhan bantuan atau penundaan layanan untuk pasien dan keluarganya

h) kebutuhan alternatif layanan atau tingkat layanan

i) faktor risiko bagi yang ditinggalkan dalam hal cara mengatasi dan potensi reaksi

patologis atas kesedihan.

 Ada regulasi tentang asesmen awal dan ulang pasien dalam tahap terminal meliputi

a) s/d i) di maksud dan tujuan.

 Ada bukti skrining dilakukan pada pasien yang diputuskan dengan kondisi harapan

hidup yang kecil sesuai regulasi

 Pasien dalam tahap terminal dilakukan asesmen awal dan asesmen ulang

 Hasil asesmen menentukan asuhan dan layanan yg diberikan.

 Asuhan dalam tahap terminal memperhatikan rasa nyeri pasien

Pasien yang dalam tahap terminal membutuhkan asuhan dengan rasa hormat dan empati

yang terungkap dalam asesmen. Untuk melaksanakan ini, staf diberi pemahaman tentang

kebutuhan pasien yang unik saat dalam tahap terminal. Kepedulian staf terhadap kenyamanan

dan kehormatan pasien harus menjadi prioritas semua aspek asuhan pasien selama pasien

berada dlm tahap terminal.

32
Rumah Sakit menetapkan proses untuk mengelola asuhan pasien dalam tahap terminal.

Proses ini meliputi:

a) intervensi untuk pelayanan pasien untuk mengatasi nyeri

b) memberikan pengobatan sesuai gejala dan mempertimbangkan keinginan pasien &

keluarga

c) menyampaikan secara hati-hati soal sensitif sepeti otopsi atau donasi organ

d) menghormati nilai, agama dan budaya pasien & keluarga

e) mengajak pasien & keluarga dlm semua aspek asuhan

f) memperhatikan keprihatinan psikologis, emosional, spiritual dan budaya pasien &

keluarga

 Rumah Sakit menetapkan regulasi tentang pelayanan pasien dalam tahap terminal

meliputi a) s/d f) di maksud dan tujuan.

 Staf diedukasi tentang kebutuhan unik pasien dalam tahap terminal

 Pelayanan pasien dalam tahap terminal memperhatikan gejala, kondisi, kebutuhan

kesehatan atas hasil asesmen

 Pelayanan pasien dalam tahap terminal memperhatikan upaya mengatasi rasa nyeri

pasien.

 Pelayanan pasien dalam tahap terminal memperhatikan kebutuhan biopsikososial,

emosional, budaya dan spiritual.

 Pasien & keluarga dilibatkan dalam keputusan asuhan termasuk keputusan ttg do not

resuscitate (DNR).

33
BAB III

TATA LAKSANA

3.1 Pemberian pelayanan untuk semua pasien

3.1.1 Asuhan pasien yang seragam

PANDUAN PELAYANAN PASIEN YANG SERAGAM

A.DEFINISI

Pelayanan pasien yang seragam adalah asuhan yang menghormati dan responsif

terhadap pilihan, kebutuhan dan nilai-nilai pribadi pasien, serta memastikan bahwa nilai-nilai

pasien menjadi panduan bagi semua keputusan klinis yang memadai, tidak bergantung atas

kemampuan pasien untuk membayar atau sumber pembiayaan. Pelayanan pasien merupakan

proses kegiatan pemberian asuhan yang diberikan kepada pasien dilakukan oleh Profesi

Pemberi Asuhan, setiap pemberi asuhan kepada pasien memperlakukan semua pasiennya

sama dan seragam tidak membeda-bedakan atas dasar identitas sosial, budaya, agama, ras,

dan sebagainya. Pelayanan pasien yang seragam berlaku pada semua Instalasi dan Unit

pemberi pelayanan kepada pasien

Pelayanan Medis adalah pelayanan kesehatan individual yang dilandasi ilmu klinik,

merupakan upaya kesehatan perorangan yang meliputi aspek pencegahan primer, pencegahan

skunder meliputi deteksi dini dan pengobatan serta pembatasan cacat dan pencegahan tersier

berupa rehabilitasi medik yang secara maksimal dilakukan oleh dokter. (KepMenKes RI No.

666/MENKES/SK/VI/2007)

Rawat Inap adalah pelayanan kesehatan perorangan yang meliputi observasi, diagnosa,

pengobatan, keperawatan, rehabilitasi medik dengan menginap diruang rawat inap pada

sarana kesehatan yang oleh karena penyakitnya penderita harus menginap. (KepMenKes RI

No. 666/MENKES/SK/VI/2007)

34
B. RUANG LINGKUP

1. Kebijakan ini berlaku bagi semua staff rumah sakit: dokter, perawat, penunjang medik

dan staff lainnya yang memberikan pelayanan pada pasein

2. Pasien rawat inap dan rawat jalan

C. TATA LAKSANA

Asuhan pasien yang seragam meliputi :

1. Akses, ketepatan pelayanan dan pengobatan tidak tergantung pada kemampuan pasien

untuk membayar atau sumber pembiayannya.

 Semua pasien yang datang ke Unit Emergency harus melalui Triage dan segera

diberikan pertolongan pertama tanpa membedakan suku, agama dan status sosial

ekonomi

 Setiap pasien yang datang berobat ke Unit Emergency dengan kasus gawat

maupun tidak gawat harus diberikan pelayanan yang cepat, tepat dan efisien

 Terhadap pasien yang gawat dilakukan perawatan, tindakan dan observasi

kegawatan secara intensif oleh dokter dan perawat sampai dengan kondisi klinis

pasien stabil, tanpa mempertimbangkan biaya dan sumber pembiayaannya

 Pada pasien yang sudah dalam perawatan namun mengalami kesulitan dalam

pembiayaan perawatannya, maka yang bersangkutan dianjurkan untuk

berkonsultasi dengan bagian keuangan rumah sakit. Pada kondisi demikian

perawatan, tindakan dan observasi yang diberikan kepada pasien tetap sama seperti

kepada pasien lainnya.

2. Akses untuk asuhan dan pengobatan, yang memadai, yang diberikan oleh PPA yang

kompeten tidak tergantung harinya setiap minggu atau waktunya setiap hari (“3-24-

7”).

35
 Pada setiap unit pelayanan tersedia jadwal tugas yang mencerminkan jumlah, jenis

atau kategori serta penentuan penanggung jawab atau koordinator jaga pada setiap

hari dan shift jaga

 Diluar jam kerja kantor dan hari libur ada petugas (dokter, perawat, petugas

lainnya) yang bersedia di panggil untuk menangani pasien dan kebutuhannya

 Diluar jam kerja kantor dan hari libur ada petugas sebagai Duty Officer yang

bekerja untuk mengkoordinasikan semua kegiatan dan menjamin proses pelayanan

tetap berjalan baik

3. Penggunaan alokasi sumber daya yang sama, antara lain. staf klinis dan pemeriksaan

diagnostik, untuk memenuhi kebutuhan pasien pada populasi yang sama.

 Semua pasien yang datang ke Unit Emergency harus melalui Triage untuk

menentukan tingkat kegawatan dan pemberian pelayanan sesuai kategori pasien

 Pada setiap kategori ketergantungan pasien tersedia fasilitas / sumber daya yang

sesuai

 Penentuan petugas yang menangani pasien berdasarkan kompetensi yang dimiliki

dan tingkat ketergantungan pasien

4. Pemberian asuhan yang diberikan kepada pasien, contoh pelayanan anestesi, sama

di semua unit pelayanan di Rumah Sakit.

 Tersedia sistim dan prosedur yang berlaku sama diseluruh unit pelayanan di RS

 Semua pasien yang masuk ke rumah sakit untuk mendapatkan pelayanan

kesehatan mendapatkan pelayanan yang sesuai dengan kebutuhannya dan sesuai

dengan cakupan pelayanan yang di sediakan oleh rumah sakit

 Semua order pemeriksaan dan penunjang lain yang di order untuk pasien harus

dituliskan oleh dokter (mengacu pada kebijakan Medical record)

36
 Pada pasien yang memerlukan tindakan pelayanan anaestesi mendapat perlakukan

yang sama

 Proses asuhan pada pasien ditetapkan dengan pengkajian hingga evaluasi. Proses

perencanaan dibuat berdasarkan pengkajian data awal yang dibuat berdasarkan

kebutuhan pasien. Perencanaan asuhan dibuat tidak lebih dari 24 jam setelah

pasien masuk perawatan.

 Dalam pelayanan medis, pemantauan dilakukan oleh Case Manager, antara lain:

 Diagnosa harus ditegakan paling lama 24 jam setelah pasein masuk rawat

 Menyarankan dilakukannya peninjauan kasus (Case review) pada pasien yang

telah dirawat > 7 hari. Case review tersebut akan dihadiri oleh;

 DPJP,

 Dokter lain yang teribat,

 Sub Komite Mutu - Komite Medik

 Manager Medik

 DPJP harus membuat Rencana perawatan (care plan) untuk setiap pasien yang

dirawat

 DPJP harus melakukan pengkajian ulang (Re-assessment) pasien rawat inap sesuai

dengan Kebijakan Pengkajian & Pengkajian Ulang Pasien

 Perkembangan asuhan pasien dievaluasi dan direvisi sesuai dengan pengkajian

ulang yang dilakukan oleh setiap tenaga kesehatan yang memberikan pelayanan.

5. Pasien dengan kebutuhan asuhan keperawatan yang sama menerima asuhan

keperawatan yang setara diseluruh Rumh Sakit.

 Petugas dalam memberikan pelayanan keperawatan menghargai harkat dan

martabat manusia, keunikan klien, dan tidak terpengaruh oleh pertimbangan

37
kebangsaan, kesukuan, warna kulit, umur, jenis kelamin, aliran politik dan agama

yang dianut serta kedudukan sosial.

 Tersedia stándar pelayanan medik dan standar asuhan keperawatan yang sama

diseluruh unit pelayanan keperawatan

 Semua pelayanan yang diberikan kepada pasien baik pelayanan medis maupun

pelayanan perawatan terintegrasi dan di dokumentasikan dalam medical record

pasien yang dilakukan oleh tenaga kesehatan yang memberikan pelayanan.

6. Penerapan dan penggunaan regulasi dan form dalam bidang klinis antara lain.: metode

asesmen IAR (Informasi, Analisis, Rencana), form asesmen awal-asesmen ulang,

PPK, Alur Klinis terintegrasi, Pedoman Manajemen Nyeri, regulasi untuk berbagai

tindakan seperti antara lain. Water Sealed Drainage, pemberian transfusi darah, biopsi

ginjal, punksi lumbal dsb.

 Sebelum menentukan pelayanan yang akan dilakukan maka setiap petugas

mengumpulakan informasi kemuadian menganalisis dan merencanakan

menggunakan metode IAR.

 Adanya penggunaan form asessmen awal-asessmen ulang

 Setiap tindakan klinis dilakukan sesuai dengan panduan praktek klinis yang

berlaku di rumah sakit

 Penerapan pelayanan pasien sesuai dengan Adanya gambaran alur klinis

terintegrasi.

 Pelayan manajemen nyeri sesuai dengan pedoman dan penerapan penggunaan

form asessmen awal-ulang nyeri.

 Setiap tindakan klinik yang akan dilakukan harus menggunakan informconsent

denagan menggunakan form sesuai dengan panduan.

38
3.1.2 Pengintegrasi dan koordinasi

PANDUAN INTEGRASI DAN KOORDINASI

A. DEFINISI

Asuhan pasien terintegrasi dan pelayanan berfokus pada pasien (Patient Centered

Care-PCC) adalah istilah yang terkait, yang mengandung aspek pasien merupakan pusat

pelayanan, Profesional Pemberi Asuhan memberikan asuhan sebagai tim interdisplin/klinis

dengan DPJP sebagai ketua tim klinis - Clinical leader,PPA dengan kompetensi dan

kewenangan yang memadai, yang antra lain terdiri dari dokter, perawat, bidan

,nutrisionist/dietsien, apoteker, penata anestesi terapis fisik dsb.

Panduan pengintegrasian dan koordinasi aktivitas asuhan pasien suatu bentuk acuan di

Rumah Santa Anna merupakan salah satu layanan dan koordinasi aktivitas administrasi

asuhan pasien adalah proses asuhan pasien bersifat dinamis dan melibatkan banyak praktisi

pelayanan kesehatan yang dapat melibatkan berbagai unit kerja dan

pelayanan.Pengintegrasian dan koordniasi aktivitas asuhan pasien menjadi tujuan agar

menghasilakan proses proses asuhan yang efisien penggunaan yang lebih efektif sumber daya

lain dan dengan hasil asuhan pasien akan lebih baik di Rumah Sakit Santa Anna.

B. TUJUAN

Tujuan umum dari penyususnan Panduan Pengintegrasian dan koordinasi aktivitas asuhan

pasien adalah agar para pimpinan menggunakan perangkat dan teknik agar dapat

mengintegrasikan dan mengkoordinasi lebih baik asuhan pasien di Rumah Sakit Santa Anna.

Tujuan Khusus dari pedoman ini adalah:

1. Memfasilitasi dan menggambarkan integrasi dan koordinasi asuhan.

2. Meningkatkan Pencatatan observasi dan pengobatan praktisi kesehatan

39
C. RUANG LINGKUP

Panduan pengintegrasian dan koordinasi aktivitas asuhan pasien dilakukan di

pelayanan yang memberikan asuhan pelayanan di Rumah Sakit Santa Anna yang aplikasikan

didalam lembar rekam medis.

Konsep ini ( care concept) asuhan berfokus pada pasien terbagi dalam 2 perspektif :

 Persektif Pasien:

 Martabat dan Respek

a) Profesional pemberi asuhan mendengarkan,menghormati dan menghargai

pandangan serta pilihan pasien – keluarga.

b) Pengetahuan, nilai-nilai Kepercayaan, latar belakang kultural pasien dan

keluarga dimasukan dalam perencanaan pelayanan dan pemberian

pelayanan kesehatan.

 Berbagi informasi

a) Profesional pemberi asuhan mengkomunikasikan berbagai informasi

secara lengkap kepada pasien- keluarga.

b) Pasien- keluarga menerima informasi tepat waktu,lengkap dan akurat.

 Partisipasi

a) Pasien – keluarga didorong dan didukung untuk berpartisipasi dalam

asuhan ,pengambilan,keputusan dan pilihan mereka.

 Kolaborasi/ kerjasama

b) Rumah sakit berkerja sama dengan pasien- keluarga dalam

pengembangan,implementasi dan evaluasi kebijakan dab program paisen –

keluarga adalah mitra PPA.

 Persektif PPA:

 Tim Interdisiplin

40
 Profesional pemberi asuhan diposisikan mengelilingi pasien

 Kompetensi yang memadai

 Berkontribusi setara dalam fungsi profesinya.

 Tugas mandiri,kolaboratif,delegatif, bekerja satu kesatuan memberikan

asuhan yang terintegrasi.

 Interprofesionalitas

 Kolaborasi interprofesional

 Kompetensi pada praktik kolaborasi interprofesional

 Termasuk bermitra dengan pasien

 DPJP adalah ketua tim klinis clinical leader

 DPJP melakukan koordinasi, kolaborasi, interpretasi, review dan

mengintegrasikan asuhan pasien.

 Personalized Care

 Keputusan klinis selalu diproses berdasarkan juga nilai-nilai pasien.

 Setiap dokter memperlakukan pasiennya sebagimana ia sendiri ingin

diperlakukan.

D. SASARAN

Dokter dan perawat serta tenaga kesehatan lainya yang memberikan asuhan pelayanan

terhadap pasien.

E. TATA LAKSANA

Tata laksana pengintegrasian dan koordinasi asuhan pasien:

41
1. Rencana pelayanan di integrasikan dan dikoordinasikan diantara berbagai unit kerja dan

pelayanan dengan berkoordinasi antar unit tim kerja dan pelayanan terkait di rumah

sakit:

 Rumah Sakit Santa Anna merencanakan membuat asuhan pasien yang terintegrasi

dan terkoordinasi dalam satu lembar rekam medis pasien yaitu di lembar CPPT.

 Semua pasien yang mendapat pelayanan di rumah sakit dibuat pengintegrasikan

dan koordinasi sistem pelaporan asuhan pasien menjadi tujuan untuk

menghasilkan proses asuhan yang efisien, dan lebih efektif sumber daya manusia

dan sumber lainya.

 Semua unit pelayanan yang memberikan asuhan pasien telah meyediakan rekam

medis pasien yang terintegrasi.

 Hasil dari informasi, Analisis, Rencana yang di dapatkan oleh PPA di tulis di

lembar CPPT dalam bentuk SOAP dan ADIME untuk dietisen.

2. Pelaksanan pelayanan terintegrasi dan terkoordinasi antar unit kerja departemen dan

pelayanan.

 Pimpinan menggunakaan perangkat dan teknik agar dapat mengintegrasikan dan

mengkoordinasikan asuhan pasien.

 Pelaksanaan terintegrasi anatar unit kerja, departemen dan pelayanan di rumah

sakit.

 Membuat asuhan secara tim, multi departemen,dan kombinasi bentuk perencanaan

asuhan, rekam medis pasien terintegrasi.

 Proses asuhan pasien bersifat dinamis dan melibatkan banyak praktisi pelayanan

kesehtan dan dapat melibatkan berbagai unit kerja dan pelayanan.

42
 Hasil rekam medis merupakan data yang akan di tindaklanjuti untuk dapat

melakukan asuhan pasien pada tahap selanjutnya dengan cara SOAP dan ADIME

untuk dietisen.

 Hasil rekam medis ini sebagai acuan dalam melakukan tindakan asuhan pada

pasien.

3. Hasil atau kesimpulan rapat dari tim asuhan diskusi lain tentang kolaborasi di catat dalam

rekam medis pasien yang ada di Rumah Sakit Sakit Anna.

 Hasil rekam medis pasien dapat menjadi fasilitas dan menggambarkan integrasi

dan koordinasi asuhan.

 Hasil rekam medis pasien merupakan data milik Rumah Sakit Santa Anna hanya

dapat di buka jika di minta pengadilan.

3.2 Rencana pelayanan

3.2.1 Rencana asuhan

PANDUAN ASUHAN YANG DIRENCANAKAN

A. DEFINISI

Asuhan pasien ( patient care ) diberikan dengan pola pelayanan berfokus pasien (

Patient Centered Care ), dan DPJP merupakan ketua ( Team leader ) dari tim yang terdiri dari

para profesional pemberi asuhan pasien / staf klinis dengan kopetensi dan kewenangan yang

memadai, yang antara lain terdiri dari dokter, perawat, ahli gizi, apoteker, fisioterapis dsb.

B. RUANG LINGKUP

1. Pasien rawat inap

2. Pasien rawat jalan

3. Profesional pemberi asuhan

43
C. TATA LAKSANA

1. Asuhan untuk pasien direncanakan oleh Dokter Penanggung Jawab Pelayanan (DPJP),

perawat dan pemberi pelayanan kesehatan lain dalam waktu 24 jam sesudah pasien

rawat inap.PPA melaksanakan asuhan pasien dalam 2 proses, Assesmen Pasien dan

Implementasi rencana termasuk monitoring.

2. Rencana asuhan pasien harus individual dan berdasarkan data assesmen awal pasien,

masing-masing PPA memberikan asuhan melalui tugas mandiri, delegatif dan

kolaboratif dengan pola IAR dan penulisan SOAP.

3. Rencana asuhan dicatat dalam rekam medis dalam bentuk kemajuan terukur

pencapaian sasaran, semua rencana asuhan akan diberikan kepada pasien harus tertulis

di CPPT dengan menggunakan format SOAP, pada P tuliskan isi dari semua rencana

tindakan yang akan diberikan kepada pasien pada saat itu, hal ini untuk memudahkan

melakukan penilaian apakah target yang direncanakan tersebut tercapai atau tidak.

4. Kemajuan yang diantisipasi dicatat atau direvisi sesuai kebutuhan, berdasakan hasil

assesmen ulang atas pasien oleh praktisi pelayanan kesehatan, proses dilakukan oleh

DPJP dengan membaca rencana PPA dan memberikan catatan/ notasi pada CPPT

(Catatan Perkembangan Pasien T.erintegrasi).

3.2.2 Pemberian instruksi antar pelayan asuhan

PANDDUAN TATA CARA PEMBERIAN INSTRUKSI

A.DEFINISI

Komunikasi adalah sebuah proses penyampaian pikiran atau informasi dari seseorang

kepada orang lain melalui suatu cara tertentu sehingga orang lain tersebut mengerti betul apa

yang dimaksud oleh penyampai pikiran-pikiran atau informasi”. (Komaruddin,

1994;Schermerhorn, Hunt & Osborn, 1994; Koontz & Weihrich, 1988). Sedangkan

44
komunikasi efektif adalah komunikasi yang tepat waktu, akurat, jelas, dan mudah dipahami

oleh penerima, sehingga dapat mengurangi tingkat kesalahan (kesalahpahaman).

Komunikasi ada dua macam yaitu lisan dan telepon. Komunikasi antar perawat, antara

perawat dan dokter dan antar petugas kesehatan. Petugas kesehatan yang dimaksud adalah

semua petugas kesehatan yang berhubungan dengan pelayanan dan keselamatan pasien.

Semua petugas kesehatan harus mempunyai tehnik yang sama dalam komunikasi dan secara

konsisten harus melaksanakannya dalam pelayanan sehingga akan terwujud keselamatan

pasien dan kepuasan pasien.

Komunikasi dengan pasien saat memberi informasi dan edukasi adalah komunikasi

yang menyangkut keselamatan pasien. Cara penyampaian informasi yang salah akan

menyebabkan penerimaan informasi dan intepretasi yang salah juga. Oleh sebab itu

komunikasi efektif yang tepat waktu, akurat, lengkap, jelas dan dipahami oleh kedua belah

pihak harus dimengerti oleh petugas kesehatan di rumah sakit.

Informasi dapat didefenisikan sebagai keterangan, pemberitahuan atau berita yang

sifatnya dapat menambah pengetahuan dan wawasan seseorang atau memberitahukan sesuatu

dari orang kepada orang lain dalam hal ini petugas kesehatan yang satu kepada petugas

kesehatan lainnya.

B. TATA LAKSANA

1. Tata laksana komunikasi lisan

 Dokter saat kunjungan ke pasien harus menulis perkembangan pasien dengan SOAP

dan menuliskan secara lengkap hasil kolaborasi dan instruksi pada catatan

terintegrasi.

45
 Jika dalam penulisan pada catatan terintegrasi ada instruksi atau hasil kolaborasi

yang belum ditulis tapi disampaikan secara lisan maka perawat wajib menulis hasil

kolaborasi atau instruksi secara lisan dalam catatan keperawatan.

 Catatan dokter harus dibaca ulang oleh perawat pendamping dan dikonfirmasi

kembali sampai perawat mengerti hasil kolaborasi atau instruksi dokter.

 Tulisan dokter yang kurang jelas boleh ditulis ulang pada catatan keperawatan guna

memudahkan perawat menyampaikan hasil kolaborasi dan instruksi saat serah

terima antar perawat atau laporan pada dokter jaga ruangan.

2. Tata laksana komunikasi melalui telepon

 Pemberi pesan secara lisan atau melalui telepon memberikan pesan, setelah itu

dituliskan secara lengkap isi pesan tersebut oleh penerima pesan (write back).

 Isi pesan dibacakan kembali (Read Back) secara lengkap oleh penerima pesan.

 Penerima pesan mengkonfirmasi atau mengulang isi pesan kepada pemberi

pesan(repeat back atau reconfirm)

 Dalam menuliskan kalimat yang sulit, ,maka komunikan harus menjabarkan

hurufnya satu persatu dengan menggunakan alfabeth (terlampir)

 Hal diatas (write back, Read Back dan repeat back atau reconfirm) harus dimengerti

dan dilaksanakan secara konsisten oleh perawat saat menerima instruksi dokter,

kecuali pasien dalam keadaan gawat darurat, langkah terakhir yaitu repeat atau

reconfirm boleh tidak dilakukan misalnya di ruang ICU, ,OK dan UGD. Mengenai

hal ini akan diatur dalam kebijakan khusus yang akan dibuat oleh RS Santa Anna.

 Formulir komunikasi dengan telepon terdiri dari 5 kolom, di bawah ini akan

dijelaskan cara pengisian tiap kolom:

 Tanggal dan jam

46
Diisi oleh perawat, bidan atau petugas kesehatan lain seperti fisioterapis yang

melakukan komunikasi dengan telepon

 Diisi jam dan tanggal segera setelah komunikasi dengan telepon selesai

 Diisi dengan menggunakan tinta berwarna hitam atau biru.

 Jika ada kesalahan penulisan, coret, tanda tangan dan perbaiki, tulis tanggal

dan jam yang benar

 Instruksi atau isi perintah

 Diisi oleh perawat, bidan atau petugas kesehatan lain seperti fisioterapis yang

melakukan komunikasi dengan telepon

 Tulis situasi, background dan assessment pasien yang akan dilaporkan secara

ringkas, tulis isi perintah atau hasil kolaborasi secara lengkap, baca ulang isi

perintah, konfirmasi kembali dan lakukan pengejaan jika isi perintah merupakan

nama obat

 Pelaporan hasil laboratorium atau pemeriksaan diagnostik seperti hasil laboratorium

hasil rontgen, CT Scan, MRI, USG dan pemeriksaan penunjang lain, tulis hasil yang

menyimpang atau tidak normal saja catat hasil kolaborasi atau instruksi dokter, baca

ulang dan konfirmasi kembali.

 Jika isi pelaporan atau komunikasi adalah pemberitahuan terhadap dokter bahwa

pasien pindah ruangan, menanyakan jam kunjungan, atau dokter dihubungi tidak

bisa, tidak perlu dituliskan dalam form tersebut melainkan ditulis dalam buku

menghubungi dokter yang telah disediakan di setiap ruangan.

 Diisi dengan menggunakan tinta berwarna hitam atau biru

 Jika ada kesalahan penulisan, coret, tanda tangan dan perbaiki, tulis tanggal dan jam

yang benar.

 Tanda tangan dan nama dokter yang ditelepon

47
 Tanda tangan dokter harus diisi sesegera mungkin setelah dokter datang atau

dalam waktu maksimal satu kali dua puluh empat jam setelah komunikasi

berlangsung oleh dokter yang dihubungi.

 Tanda tangan dan nama penelepon

 Diisi nama jelas dan tanda tangan penelepon baik perawat maupun bidan.

 Keterangan

3.2.3 Pelayanan Tindakan klinik dan diagnostik

PANDUAN TINDAKAN KLINIK DAN DIAGNOSTIK

A. DEFINISI

Tindakan medik adalah tindakan professional oleh dokter terhadap pasien dengan

tujuan memelihara, meningkatkan, memulihkan kesehatan atau menghilangkan atau

mengurangi penderitaan.

Diagnostik adalah upaya untuk proses menemukan kelainan atau penyakit apa yang

dialami seseorang dengan memakai pengkajian dan studi yang sesksama meengenai gejala-

gejalanya.

B. RUANG LINGKUP

Tindakan klinik dan diagnostik di rumah sakit Santa Anna meliputi tindakan Biobsi dan WSD

dan yang tindakan klinik diagnostik lainnya belum ada.

1. Tindakan klinik dan diagnostic serta pencatatanya di tulis di rekam medis

2. Staf yang memintaa adalah dokter dan mencaantumkan apa alasan dilakukan tindakan

dicatat di rekam medis pasien

48
3. Hasil tindakan dicatat di rekam medis

C. TATA LAKSANA

1. Water Seal Drainage (WSD)

 Definisi

Water Seal Drainage (WSD) adalah Suatu sistem drainage yang menggunakan

water seal untuk mengalirkan udara atau cairan dari cavum pleura ( rongga pleura). Water

Seal Drainage ( WSD ) merupakan suatu intervensi yang penting untuk memperbaiki

pertukaran gas dan pernapasan pada periode pasca operatif yang dilakukan pada daerah

thorax khususnya pada masalah paru-paru.

WSD adalah suatu tindakan invansif yang dilakukan dengan memasukan suatu

kateter/ selang kedalam rongga pleura ,rongga thorax,mediastinum dengan maksud untuk

mengeluarkan udara, cairan termasuk darah dan pus dari rongga tersebut agar mampu

mengembang atau ekspansi secara normal.

Bedanya tindakan WSD dengan tindakan punksi atau thorakosintesis adalah

pemasangan kateter / selang pada WSD berlangsung lebih lama dan dihubungkan dengan

suatu botol penampung.

Semua pasien dengan indikasi untuk dilakukan tindakan WSD adalah:

 Pneumothoraks yang disebabkan oleh :

 Spontan > 20 % karena rupture bleb

 Luka tusuk tembus

 Klem dada yang terlalu lama

 Kerusakan selang dada pada sistem drainage

 Hemothoraks yang disebabkan oleh :

49
 robekan pleura

 kelebihan antikoagulan

 pasca bedah thoraks

 Empyema disebabkan oleh :

 Penyakit paru serius

 Kondisi inflamasi

 Bedah paru karena :

 Ruptur pleura sehingga udara dapat masuk kedalam rongga pleura

 Reseksi segmental. Misalnya : pada tumor paru , TBC

 Lobectomy. Missal : pada tumor paru, abses, TBC

 Pneumektomi.

 Efusi pleura yang disebabkan oleh :

 Post operasi jantung

 Persiapan Alat

 Kasa steril

 Sarung tangan steril dan masker

 Motor suction

 Duk steril

 Sumber cahaya

 Sedative ( jika siperlukan )

 Lidokain 1 % tanpa epinephrine ( 20 ml )

 Spuit ukuran 10 ml dengan needle no 18 dan 23

 Tube / selang WSD no 28 atau 36 french ( untuk dewasa ) steril

 Sistem drainage dan penyedot/suction ( pompa emerson )

 Botol penampung berisis cairan antiseptic ( jumlah botol tergantung dengan sistem

50
WSD

 yang akan dipakai )

 Tabung oksigen dan kanul oksigen

 mata pisau scalpel dan tangkainya no 10 dan no 11

 Naalpocdes,Klem,duk berlubang steril.

 Trocart

 Klem mosquito 6 buah

 Klem Kelly bengkok yang besar

 Gunting jaringan 2 buah

 Gunting jahitan 2 buah

 Gunting diseksi bengkok metsenbaum 2 buah

 Forsep jaringan dengan dan tanpa gigi 2 buah

 Plester / hipavik

 Benang jahitan

 no 2-0, 30 silk jarum kulit ( cutting needle )

 no 2-0, 30 silk dengan jarum jaringan ( taxen needle)

 bengkok / tempat sampah

 gunting plester dan betadine

 Persiapan Lingkungan

Persiapan lingkungan

 Selalu menjaga privacy klien

 Atur pencahayaan ruangan dan sirkulasi udara tempat tindakan

 Ciptakan suasana lingkungan yang bersih,nyaman dan tenang

 Persiapan klien

 Beritahu klien tentang tujuan tindakan dan prosedur tindakan pemasangan WSD

51
 Posisikan pasien pada posisi supinasi / fowler tergantung pada tempat yang akan

diinsisi

 untuk pemasangan WSD

 Prosedur kerja pemasangan WSD

 Kaji airway, breathing dan circulation klien

 Lakukan tindakan untuk melindungi airway, dengan membebaskan jalan napas

 Lakukan tindakan pemasangan O2 sesuai yang dibutuhkan’

 Pasang intravena line untuk menjaga sirkulasi

 Kaji klien terhadap kemungkinan adanya cidera pada dada seperti adanya :

 Memar pada dada / abdomen

 Tanda luka dalam atau luar

 Kesimetrisan dan bentuk dada

 Menggunakan otot Bantu napas

 Retraksi dada

 Suara napas.ada tidaknya Hipersonor

 Adanya nyeri

 Adanya emphysema subcutan

 Kaji adanya tanda-tanda komplikasi pernapasan

 Periksa nilai Analisa gas darah ( AGD )

 Hadirkan ahli terapi pernapasan jika diperlukan

 Kaji apakah klien ada allergi dengan obat-obatan atau betadine

 Jelaskan prosedur tindakan kepada klien dan keluarga

 Posisikan klien dengan posisi fowler atau supinasi atau miring dengan sisi yang

sehat

 mengarah ketempat tidur dan posisi tangan diangkat keatas kepala.

52
 Tentukan lokasi insisi tempat pemasangan selang,cuci tangan.

 Apikal

 Letak selang pada intercosta III midclavicula

 Dimasukan secara anterolateral

 Fungsi : Untuk mengeluarkan udara dari rongga pleura

 Basal

 Letak selang pada intercosta V-VI atau intercosta VIII-IX midaksilaler

 Fungsi : Untuk mengeluarkan cairan dan rongga pleura

 Lakukan tindakan asepsis dan anti sepsis pada daerah pemasangan WSD dengan

betadine

 Berikan anastesi local dengan lidokain 1 % tanpa epineprin 20 ml

 Lakukan sayatan/ insisi pada kulit yang telah ditentukan sampai batas subcutis

 Buatlah terowongan/lubang dengan spuit 110 ml diatas tepi iga/intercosta sampai

 menembus pleura,dengan tanda cairan akan menyemprot keluar

 Masukkan selang berukuran 28-36 french untuk mengeluarkan darah / nanah. Bila

 mengeluarkan udara maka ukuran selang akan lebih kecil

 Hubungkan selang WSD dengan sistem botol yang sudah diberi cairan antiseptik

 sebanyak ± 20 cm

 Lakukan penjahitan atau heating pada tempat insisi dan lakukan disinfeksi dengan

 betadin,fiksasi selang kekulit dengan kasa steril kemudian plester.

 Rapikan klien dan rapikan alat-alat

 Cuci tangan dengan teknik aseptic.

 Hal-hal yang perlu diperhatikan

 Kaji vital sign klien selama pemasangan WSD

 Gunakan selang berbahan karet dan harus tertutup dari kemungkinan masuknya

53
udara

 luar.

 Botol tidak boleh ditempatkan lebih tinggi dari tempat pemasangan selang kecuali

pada

 keaadan diklem

 Selang hanya boleh diklem dalam waktu beberapa menit untuk mencegah

terjadinya

 tekanan positif pada rongga pleura

 Pemasangan dilakukan dengan teknik steril

 Lakukan pendokumentasian yang meliputi waktu pemasangan WSD, jumlah

cairan yang

 dilkeluarkan, warna dan respon klien terhadap pemasangan WSD.

 Persiapan klien

 Beritahu klien tentang tujuan tindakan dan prosedur tindakan pemasangan WSD

 Posisikan pasien pada posisi supinasi / fowler tergantung pada tempat yang akan

diinsisi

 untuk pemasangan WSD

 Perawatan WSD

 Mengisi bilik water seal dengan air steril sampai batas ketinggian yang sama

dengan 2 cm

 H2O

 Jika digunakan penghisap,isi bilik control penghisap dengan air steril sampai

ketinggian 20 cm atau aesui yang diharuskan

 Pastikan bahwa selang tidak terlipat,menggulung atau mengganggu gerakan klien

 Berikan dorongan klien untuk mencari posisi yang nyaman dan pastikan selang

54
tidak tertindih.

 Lakukan latihan rentang gerak untuk lengan dan bahu dari sisi yang sakit

beberapa kali sehari

 Dengan perlahan pijat selang,pastikan adanya fluktuasi dari ketinggian cairan

dalam bilik WSD yang menandakan aliran masih lancer.

 Amati adanya kebocoran terhadap udara dalam sistem drainage sesuai yang

diindikasikan oleh gelembung konstan dalam bilik WSD

 Observasi dan laporkan adanya pernapasan cepat,dangkal,sianosis, adanya

emfisema subcutan, gejala-gejala hemoragi,dan perubahan yang signifikan pada

tanda-tanda vital

 Anjurkan klien mengambil napas dalam dan batuk pada interval yang teratur dan

efektif

 Jika klien harus dipindahkan kearea lain,letakkan botol dibawah ketinggian dada.

Jika selang terlepas,gunting ujung yang terkontaminasi dari selang dada dan

selang.Pasang konektor steril dalam selang dada dan selang ,sambungkan kembali

kesistem drainage.

 JANGAN mengklem WSD selama memindahkan klien.

 Ganti botol WSD setiap tiga hari atau bila sudah penuh,catat jumlah cairan yang

dibuang.

 Cara mengganti Botol :

 Siapkan set baru.Botol yang berisi aquabides ditambahkan dengan disinfektan

 Selang WSD diklem dulu

 Ganti botol WSD dan lepaskan klem

 Amati adanya undulasi dalam selang WSD

 Pelepasan Dan indikasi Pelepasan WSD

55
Pelepasan Selang WSD :

 Instruksikan klien untuk melakukan maneuver valsava dengan lambat dan

bernapas dengan tenang

 Selang dada diklem dan dengan cepat dilepas

 Secara bersamaan,pasangkan balutan kecil kedap udara dengan penutup kasa dan

difiksasi dengan plaster adesif/tahan air.

Indikasi Pelepasan Selang WSD :

 Paru-paru sudah reekspansi yang ditandai dengan :

 Tidak ada undulasi, namun perlu hati-hati karena tidak adanya undulasi

juga salah

 satu tanda yang menyatakan kondisi motor suction tidak jalan, selang

tersumbat /

 terlipat atau paru memang sudah benar-benar mengembang.

 Tidak ada cairan keluar

 Tidak ada gelembung udara yang keluar

 Tidak ada kesulitan bernapas

 Dari foto rontgent menunjukan tidak ada cairan atau udara

 Selang WSD tersumbat dan tidak dapat diatasi dengan spooling atau pengurutan

pada selang.

 Komplikasi pemasangan WSD

 Perdarahan intercosta

 Empisema

 Kerusakan pada saraf interkosta, vena, arteri

 Pneumothoraks kambuhan.

56
2. Biopsi

 Definisi

Biopsi adalah pengambilan sejumlah kecil jaringan dari tubuh manusia untuk

pemeriksaan patologis mikroskopik. Dilakukan apabila terdapat benjolan pada bagian

tubuh yang tidak diketahui penyebabnya. Banyak kondisi yang dapat didiagnosis dengan

biopsi, misalnya peradangan dalam organ dalam seperti hati, ginjal, yang dapat dilihat

dari sampel biopsi. Kita dapat mengetahui tingkat keganasan yang terjadi.

 Kegunaan Biopsi

Biopsi digunakan untuk mengidentifikasi sel-sel abnormal dan untuk membantu

mendiagnosa berbagai kondisi kesehatan yang berbeda atau untuk mengetahui jenis

penyakit tertentu atau penyebab penyakit. Dalam kasus di mana suatu kondisi yang telah

didiagnosis, biopsi dapat digunakan untuk mengukur seberapa parah kondisi itu atau apa

tahap kondisi itu. Sebagai contoh, biopsi sering dapat membantu untuk mendiagnosis atau

menyingkirkan:

 Tumor

 Kanker

 Tukak lambung - borok yang mempengaruhi sistem pencernaan

 Hepatitis - peradangan hati

 Penyakit ginjal

 Endometriosis - di mana sel-sel yang biasanya melapisi rahim yang ditemukan di

tempat lain di dalam tubuh

Biopsi biasanya digunakan untuk memeriksa apakah benjolan payudara merupakan

non-kanker (jinak) atau kanker (ganas).

57
 Jenis-jenis Biopsi

 Bentuk yang paling sederhana dari biopsi adalah pengambilan sebagian potongan

tumor yang viable seperti pads kulit atau permukaan lain yang mudah dijangkau

dengan tang pemotong yang sesuai. Prosedur semacam ini umumnya tidak

menimbulkan rasa sakit dan biasanya dilakukan tanpa pemberian Novocain selama

kanker tidak disuplai oleh saraf. Namun, kadang diperlukan biopsi yang melibatkan

jaringan sehat serta yang dicurigai sakit untuk mendapatkan sel yang hidup. Dalam

hal ini , tentu diperlukan anastesi lokal. Ada beberapa jenis biopsi yaitu:

 Biposi insisional yaitu pengambilan sampel jaringan melalui pemotongan dengan

pisau bedah. Anda akan dibius total atau lokal tergantung lokasi massa, lalu dengan

pisau bedah, kulit disayat hingga menemukan massa dan diambil sedikit untuk

diperiksa.

 Biopsi eksisional yaitu pengambilan seluruh massa yang dicurigai untuk kemudian

diperiksa di bawah mikroskop. Metode ini dilakukan di bawah bius umum atau

lokal tergantung lokasi massa dan biasanya dilakukan bila massa tumor kecil dan

belum ada metastase atau penyebaran tumor.

 Biopsi jarum yaitu pengambilan sampel jaringan atau cairan dengan cara disedot

lewat jarum. Biasanya cara ini dilakukan dengan bius lokal (hanya area sekitar

jarum) dan bisa dilakukan langsung atau dibantu dengan radiologi seperti CT scan

atau USG sebagai panduan bagi dokter untuk membuat jarum mencapai massa atau

lokasi yang diinginkan. Bila biopsi jarum menggunakan jarum berukuran besar

maka disebut core biopsi, sedangkan bila menggunakan jarum kecil atau halus

maka disebut fine needle aspiration biopsi.

 Biopsy jarum dengan bantuan endoskopi. Prinsipnya sama yaitu pengambilan

sampel jaringan dengan aspirasi jarum, hanya saja metode ini menggunakan

58
endoskopi sebagai panduannya. Cara ini baik untuk tumor dalam saluran tubuh

seperti saluran pernafasan, pencernaan dan kandungan. Endoskopi dengan kamera

masuk ke dalam saluran menuju lokasi kanker, lalu dengan jarum diambil sedikit

jaringan sebagai sampel.

 Punch biopsy. Biopsi ini biasa dilakukan pada kelainan di kulit. Metode ini

dilakukan dengan alat yang ukurannya seperti pensil yang kemudian ditekankan

pada kelainan di kulit, lalu instrument tajam di dalamnya akan mengambil jaringan

kulit yang ditekan. Anda akan dibius lokal saja dan bila pengambilan kulit tidak

besar maka tidak perlu dijahit.

 Cara Pengambilan dan Pengiriman Biopsi

 Teknik Biopsi

 FNAB (Fine Needle Aspiration Biopsy) atau Si Bajah (Sitologi Biopsi Aspirasi

Jarum. Halus) → Menggunakan alat yang terdiri dari tabung suntik plastik

ukuran 10 ml, jarum halus, gagang pemegang tabung suntik, kaca objek dan

desinfektan alkohol atau betadin. Tumor dipegang lembut lalu jarum diinsersi

segera ke dalam tumor. Piston di dalam tabung suntik ditarik ke arah proksimal;

tekanan di dalam tabung menjadi negatif; jarum manuver mundur-maju. Dengan

cara demikian sejumlah sel massa tumor masuk ke dalam lumen jarum suntik.

Piston dalam tabung dikembalikan pads posisi semula dengan cara melepaskan

pegangan. Aspirat dikeluarkan dan dibuat sediaan hapus, dikeringkan di udara dan

dikirimkan ke laboratorium. Sering terjadi false negative karena kemungkinan

jarum tidak tepat mengambil sel yang terkena kanker.

 Stereotactic Needle Biopsy (Core Biopsy) → Dilakukan pada suatu gumpalan

(bengkak) yang sulit untuk dilihat atau dirasakan. Jarum akan dituntun ke area

59
yang dicurigai dengan bantuan mammography atau ultrasound, dan X-ray akan

memastikan area yang ingin dibiopsi.

 Incisional Biopsy → Seperti operasi pembedahan pada umumnya. Pengambilan

irisan dari benjolan. Pada umumnya tipe ini dilakukan pada pembengkakan di

jaringan ikat seperti otot.

 Excisional Biopsy → Keseluruhan benjolan diambil. Sering dilakukan pada

benjolan di dada. False negative jarang terjadi.

 Pengiriman Biopsi

Jaringan harus dimasukkan ke dalam larutan fiksasi secepat mungkin setelah diambil dari

tubuh, apalagi bila organ tersebut mudah membusuk misalnya otak, hati, paru, usus dan

organ dalam lainnya; jangan ditunggu sampai operasi selesai. Fiksasi dapat dilakukan

dengan formalin 10% atau alkohol 70%.

Beberapa Cara Pengiriman

 Fiksasi Basah (Wet Fixation)

Sediaan segar yang baru saja diperoleh segera dicelupkan ke dalam fiksasi

selama 30-40 menit. Kemudian dikirim ke laboratorium Patologi Anatomi serta

botol perendamnya. Untuk mengatasi risiko pengiriman yang sulit dengan botol

yang berisi cairan yang mungkin tumpah, maka setelah sediaan tersebut difiksasi

selama 30 menit, dikeluarkan dari cairan dan dikeringkan di udara kamar.

Setelah kering sediaan dapat dimasukkan ke dalam tabung atau di dalam karton

yang telah disiapkan. Bahan fiksasi sebaiknya digunakan alkohol yang mudah

didapat.

 Fiksasi Pelapis (Coating Fixative)

60
Zat-zat ini adalah campuran dari alkohol basa yang memfiksasi sel-sel dan bahan

seperti lilin yang membentuk lapisan pelindung yang tipis di atas sel.

o Aerosol yang dipakai dengan cara menyemprotkannya pada sediaan

o Liquid basa diteteskan di atas sediaan sesegera mungkin

 Interprestasi hasil biopsi

 Posisif maligna disebut positif → "mandat" untuk melakukan tindakan lebih lanjut

antara lain survei metastasis, menentukan stadium, memilih alat diagnostik lain bila

diperlukan dan mendiskusikan pola pengobatan.

 Kelainan jinak disebut negatif → belum dapat menyingkirkan adanya kanker; perlu

dipikirkan kemungkinan negatif palsu.

 Mencurigakan maligna disebut suspek → mungkin memerlukan pemeriksaan lain

sebelum pengobatan antara lain pemeriksaan potongan beku ataupun sitologi

imprint atau kerokan durante operasionam.

 Tidak dapat diinterpretasi disebut inkonklusif → dapat terjadi karena kesalahan

teknik atau karena situasi tumor, misalnya mudah berdarah, reaksi jaringan ikat

banyak atau tumor terlalu kecil, sehingga sulit memperoleh sel tumor. Dalam

praktek, sitologi inkonklusif meningkatkan false negative.

 Pemeriksaan Biopsi

 Persiapan Biopsi

 Selama 1 minggu sebelumnya Anda harus menghentikan segala macam konsumsi

obat yang membuat pembekuan darah terganggu seperti aspirin, Coumadin dan

nonsteroidal anti-inflammatory Drugs (NSAIDs).

61
 Konsultasikan pada dokter apakah Anda harus tetap menkonsumsi obat-obatan

yang diresepkan untuk Anda

 Selama Pemeriksaan

 Anda akan dibaringkan di atas meja periksa dengan memakai gaun rumah sakit.

 X-ray, CT scan atau ultrasonografi mungkin akan dilakukan terlebih dahulu

untuk menentukan lokasi biopsi.

 Lokasi biopsi dibersihkan.

 Obat bius dimasukkan ke dalam tubuh. Anda akan merasakan sakit menyengat

ringan.

 Saat area biopsi sudah terbius, jarum kecil akan dimasukkan ke area yang akan

diteliti.

 Sebagian jaringan-jaringan atau sel-sel diambil. Dalam beberapa kasus,

pembedahan kecil dapat dilakukan agar jaringan atau benjolan dapat diambil

untuk diperiksa.

 Beritahu dokter anda jika Anda merasa tidak nyaman.

 Setelah itu jarum akan diangkat.

 Daerah biopsi akan ditekan lalu akan dipasang kassa kecil. Jika dilakukan

pembedahan , maka akan dilakukan penjahitan.

 Setelah Pemeriksaan

 Kemungkinan akan ada memar, rasa tidak nyaman ataupun bengkak di tempat

biopsi dilakukan.

 Jika perlu, pakailah obat penghilang rasa sakit yang tidak mengandung aspirin.

 Letakkan es batu secukupnya di atas luka untuk mengurangi memar dan bengkak.

62
 Hindari aktivitas berat ataupun mengangkat beban lebih dari 2,5 kg selama 24

jam. Perlahan-lahan Anda dapat melakukan aktivitas normal kecuali ada

pemberitahuan sebelumnya dari dokter.

 Hasil tes akan dikirim langsung ke dokter Anda. Dokter Anda akan

memberitahukan hasilnya kepada Anda.

 Lain-lain yang hendaknya diketahui.

 Bila anda dibawah pengaruh bius umum, maka tindakan biopsi tidak akan

menimbulkan rasa sakit. Tapi bila biopsi dilakukan dengan bius lokal seperti pada

biopsi jarum, maka anda mungkin akan merasakan sensasi nyeri tajam akibat

tusukan jarum sesaat saja.

 Biasanya dibutuhkan waktu 2-3 hari, tapi ini tergantung keadaan jaringan dan

teknologi laboratorium yang ada.

 Bila hasil biopsi dinyatakan normal, maka tidak ada kelainan atau keganasan pada

jaringan yang diambil. Tapi bila hasil biopsi dinyatakan abnormal, bukan berarti

anda terkena kanker. Hasil abnormal berarti ada kelainan pada jaringan yang bisa

berarti jinak atau ganas jadi tanyakan pada dokter anda intrepetasi yang lengkap.

Bila hasil biopsi anda adalah inconclusive atau tidak dapat disimpulkan, maka

kemungkinan sampel jaringan yang diambil tidak representative dan mungkin

biopsi harus diulang.

 Bila pengambilan sampel tepat dan pemeriksaan sampel jaringan dilakukan oleh

ahlinya, maka biopsi insisional dan biopsi eksisional hampir 100% tepat. Tetapi

khusus untuk biopsi jarum, maka kemungkinan meleset hanya 2-5 kasus dari 100

kasus kanker. Bila hasil biopsi jarum meragukan, maka dokter biasanya akan

mengambil tindakan biopsi jaringan.

63
 Efek samping yang mungkin timbul adalah perdarahan, lebam, dan infeksi. Bila

anda mengalami tanda-tanda tersebut segeralah ke dokter.

 Menurut penelitian, biopsi jaringan bila dilakukan oleh ahlinya maka

kemungkinan penyebaran sel kanker melalui darah menjadi minimal.

 Pemulihan Biopsi

Kebanyakan biopsi hanya akan membutuhkan anestesi lokal, yang berarti bahwa Anda

tidak perlu nginap di rumah sakit. Namun, anestesi umum mungkin diperlukan untuk

operasi, dalam hal ini Anda mungkin harus nginap di rumah sakit. Anda biasanya tidak

merasakan sakit setelah melakukan sebagian besar jenis biopsi, meskipun hal ini

tergantung pada di mana biopsi dari tubuh Anda diambil; Anda mungkin merasa nyeri.

Hal ini dapat diobati dengan obat penghilang rasa sakit atas saran dari dokter atau ahli

bedah. Beberapa jenis biopsi mungkin Anda akan berada di rumah sakit selama beberapa

jam atau memiliki jahitan atau memakai pembalut sebelum Anda meninggalkan rumah

sakit. Seberapa cepat Anda mendapatkan hasil biopsi akan tergantung pada urgensi kasus

Anda dan rumah sakit di mana Anda menjalani prosedur. Jika diduga kondisi serius, hasil

Anda mungkin akan di ketahui dalam beberapa hari. Namun, hal ini sulit untuk

memprediksi karena mungkin ada pemeriksaan lebih lanjut yang diperlukan setelah

pemeriksaan sampel pertama. Sebuah metode pengolahan yang berbeda digunakan ketika

dilakukan biopsi selama operasi. Ini berarti bahwa hasilnya dapat di ketahui dalam

beberapa menit, yang memungkinkan untuk memberikan perawatan yang tepat saat

operasi sedang berlangsung. Dokter Anda, konsultan rumah sakit atau perawat akan

memberikan hasil dan menjelaskan apa yang mereka maksud. Kadang-kadang, biopsi

bisa tidak meyakinkan, yang berarti bahwa hal itu tidak menghasilkan hasil yang

64
definitif. Jika hal ini terjadi, biopsi mungkin perlu diulang atau Anda mungkin harus

menjalani tes lainnya untuk memeriksa ulang diagnosis Anda.

3.2.4 Pelayanan edukasi dan pemberian informasi

PANDUAN EDUKASI DAN PEMBERIAN INFORMASI

A. DEFENISI

 Informasi

Adalah informasi kesehatan yang diberikan oleh dokter penanggung jawab pasien

(DPJP) kepada pasien dan atau keluarganya terhadap pasien yang dirawat inap.

 Edukasi

Adalah proses pembelajaran pasien terhadap kesehatannya yang diberikan kepada

pasien maupun keluarganya disesuaikan dengan penyakit yang diderita, keyakinan dari

keluarga, pendidikan dan keadaan kognitif.

Jenis edukasi yang diberikan dapat berupa :

 Edukasi Diagnosa dan Penyakit.

 Edukasi Penggunaan Obat.

 Edukasi Pemakaian Alat Medis

 Edukasi Teknik Rehabilitasi Medik.

 Edukasi Gizi / Nutrisi

 Edukasi Managemen Nyeri

B. RUANG LINGKUP

PPK memberikan pelayanan kepada pasien dalam bentuk pemberian edukasi medis yang

dibutuhkan secara individual tergantung keadaan pasien. Ruang lingkup pelayanan PPK

meliputi seluruh aspek edukasi yang dibutuhkan pasien yang memperoleh perawatan di RS

65
Santa Anna baik itu rawat jalan maupun rawat inap. Aspek edukasi yang diberikan oleh PPK

secara garis besar meliputi :

 Aspek asuhan keperawatan dan kebidanan

 Aspek farmasi

 Aspek gizi

 Aspek rehabilitasi medik

 Aspek Medis

Oleh karena itu, pelayanan PPK melibatkan segenap unsur pelayanan medis yang

mencakup aspek-aspek diatas yang saling berkolaborasi dengan fokus pada

peningkatan taraf kesehatan pasien dengan ikut melibatkan keluarga pasien.

 Unit Pelayanan Edukasi :

 Instalasi rawat inap.

Proses pemberian informasi oleh DPJP dilakukan terhadap pasien rawat inap di

ruangan rawat inap pasien.Pemberian edukasi pasien dilakukan oleh staf medis

sesuai bidangnya di ruang rawat inap apabila diperlukan.

 Instalasi Rawat Jalan

Apabila diperlukan oleh dokter yang memeriksa pasien di poliklinik untuk

memperoleh edukasi sesuai dengan penyakit pasiennya, dapat diminta staf medis

rumah sakit untuk memberikan edukasi.

 Rekam medis.

Proses pemberian informasi dan edukasi dicatat dan di dokumentasikan di dalam

catatan rekam medis pasien bersangkutan.

 Pemberian edukasi :

 Dokter (Dokter Umum dan Spesialis)

Melakukan proses edukasi di poliklinik rawat jalan dan ruang rawat inap.

66
 Perawat dan bidan

Melakukan proses edukasi di ruang poliklinik rawat jalan dan ruang rawat inap.

 Apoteker

Melakukan proses edukasi di instalasi farmasi.

 Ahli gizi

Melakukan proses edukasi di poliklinik rawat jalan dan ruang rawat inap.

 Fisioterapis

Melakukan proses edukasi di poliklinik rehabilitasi medis dan ruang rawat inap.

C. TATA LAKSANA

 Asesmen Kebutuhan Pendidikan Pasien dan Keluarga

 Pendahuluan

Dalam upaya meningkatkan taraf kesehatannya, setiap pasien membutuhkan

pengetahuan dan keterampilan yang spesifik untuk mereka. Untuk itu perlu

dilakukan pengkajian oleh staf rumah sakit untuk mengidentifikasi kebutuhan

pengetahuan yang diperlukan masing-masing pasien dan keluarganya.

 Tujuan

Asesmen yang dilakukan bertujuan untuk :

 Mengidentifikasi ketrampilan dan pengetahuan yang merupakan kekuatan dan

kelemahan pasien

 Sebagai dasar dalam membuat perencanaan pendidikan pasien

 Agar semua petugas yang ada di rumah sakit dapat berpartisipasi dalam proses

pendidikan

 Pelaksanaan

67
 Pasien atau keluarga pasien yang datang berobat ke rumah sakit mengisi form

assesment yang telah disediakan.

 Perawat melakukan pengkajian pasien sesuai kondisi pasien dan ditulis pada

form assesmen rekam medis yang telah disediakan oleh rumah sakit.

 Hasil pengkajian dimasukkan ke status rekam medis masing-masing pasien.

 Asesmen Kemampuan dan Kemauan Belajar Pasien dan Keluarga

 Pendahuluan.

 Pengetahuan dan keterampilan yang dimiliki oleh pasien dan keluarga dapat

menjadi kelebihan maupun kekurangan dalam melakukan edukasi. Untuk itu

perlu didindentifikasi sehingga dapat digunakan dalam melakukan proses

edukasi terhadap pasien dan keluarganya.

 Asesmen yang dilakukan meliputi elemen-elemen :

o Keyakinan dan nilai-nilai pasien dan keluarga.

o Tingkat pendidikan dan bahasa yang digunakan.

o Motivasi dan emosional pasien.

o Keterbatasan fisik dan kognitif.

o Kesediaan menerima informasi.

 Tujuan.

 Agar dapat dilakukan perencanaan yang baik dalam pemberian edukasi bagi

pasien dan keluarga.

 Agar edukasi dapat diterima dan dipahami oleh pasien dan keluarga sesuai

dengan situasi dan kondisinya.

 Pelaksanaan

68
 Rumah sakit melakukan asesmen elemen-elemen diatas terhadap pasien dan

keluarganya.

 Hasil pengkajian tersebut dicatat dan didokumentasikan di dalam rekam medis

pasien.

 Hasil pengkajian dipergunakan sebagai bahan dalam melakukan perencanaan

edukasi terhadap pasien dan keluarganya.

 Setiap edukasi yang diberikan kepada pasien dan keluarga didokumentasikan

dalam lembar edukasi pasien di rekam medis pasien.

 Pendidikan dan Pelatihan Berkelanjutan bagi Pasien

 Pendahuluan

Untuk peningkatan taraf kesehatan yang berkelanjutan, pasien membutuhkan

tindakan pelayanan selanjutnya sebagai tindak lanjut pelayanan kesehatan yang

diberikan di rumah sakit. Perlu dilakukan identifikasi sumber-sumber pendidikan

dan penanganan kesehatan lebih lanjut yang ada di komunitas. Rumah sakit

menyampaikan informasi hasil identifikasi kepada pasien dan keluarganya tentang

praktik pencegahan dan peningkatan kesehatan yang sesuai dengan kondisi pasien

maupun sasaran kesehatan yang hendak dicapai.

 Tujuan

 Pasien memperoleh pendidikan kesehatan sesuai kondisinya setelah keluar dari

rumah sakit.

 Peningkatan kesehatan pasien.

 Pelaksanaan

 Melakukan identifikasi sumber-sumber pendidikan dan pelatihan kesehatan

dikomunitas.

69
 Menyampaikan kepada pasien dan keluarganya tentang sumber-sumber

pendidikan dan pelatihan kesehatan dikomunitas yang dapat meningkatkan

taraf kesehatan pasien.

 Merujuk pasien kesumber-sumber komunitas untuk peningkatan taraf

kesehatannya.

 Pendidikan terhadap pelayanan beresiko tinggi pada pasien

 Pendahuluan

Rumah sakit memberikan pendidikan secara rutin kepada pasien yang berhubungan

dengan keamanan dalam pelayanan kesehatan terhadap pasien bersangkutan.

Pelayanan yang diberikan meliputi :

 Penggunaan obat yang aman

 Potensi interaksi antara obat dengan makanan

 Pedoman nutrisi

 Manajemen nyeri

 Penggunaan peralatan medis yang aman

 Teknik rehabilitasi

 Tujuan

 Agar pasien mengerti proses pelayanan kesehatan yang diberikan.

 Agar pasien memperoleh pelayanan kesehatan yang aman.

 Pelaksanaan

 Melakukan pendidikan pasien dan keluarga tentang keamanan dan efektifitas

penggunaan peralatan medis.

 Melakukan pendidikan pasien dan keluarga tentang penggunaan obat yang

aman.

70
 Melakukan pendidikan pasien dan keluarga tentang interaksi obat dengan

makanan.

 Melakukan pendidikan pasien dan keluarga tentang manajemen nyeri.

 Melakukan pendidikan pasien dan keluarga tentang diet dan nutrisi.

 Melakukan pendidikan pasien dan keluarga tentang teknik rehabilitasi.

 Verifikasi dan menilai pemahaman pasien dan keluarga

 Pendahuluan

Proses pembelajaran berlangsung dengan baik apabila pasien dan keluarga dapat

memahami dengan baik materi pendidikan yang diberikan. Untuk itu perlu ada

interaksi yang baik antara pendidik dengan yang diberi didikan, dalam hal ini

antara tenaga medis dengan pasien dan keluarga. Interaksi yang baik memerlukan

umpan balik dari pasien dan keluarga untuk menjamin bahwa informasi yang

diberikan dapat dimengerti dan dipahami sehingga bermanfaat dan dapat

digunakan.

 Tujuan

 Staf pendidik dapat memahami kebutuhan didikan yang diperlukan pasien dan

keluarga.

 Pasien dan keluarga mengerti dan memahami informasi yang disampaikan staf

medis.

 Pelaksanaan

 Staf pendidik memberikan pembelajaran pasien dan keluarga dengan materi

yang mudah dipahami.

71
 Staf pendidik memberi kesempatan pasien dan keluarga untuk berinteraksi

dalam proses pembelajaran sebagai umpan balik untuk menjamin informasi

dipahami.

 Staf pendidik melakukan verifikasi hasil pembelajaran bahwa materi yang

diberikan telah dipahami pasien dan keluarga.

 Kolaborasi dalam memberikan Pendidikan

 Pendahuluan

Dalam memberi didikan kepada pasien dan keluarga, diperlukan proses

pembelajaran yang efektif. Apabila dibutuhkan beberapa tenaga kesehatan dalam

memberikan didikan, maka proses pembelajaran dapat dilakukan beberapa tenaga

kesehatan secara berkolaborasi.

 Tujuan

 Pasien dan keluarga mendapat didikan yang sesuai dengan yang dibutuhkan

secara efektif.

 Staf pendidik dapat melakukan proses pembelajaran secara kolaboratif.

 Pelaksanaan

 Staf pendidik berkolaborasi dalam memberikan didikan pasien dan keluarga

apabila diperlukan.

 Staf pendidik memberikan didikan pasien dan keluarga dengan waktu yang

cukup dan cara komunikasi yang mudah dipahami.

 Kelayakan Pemateri .

Komunikasi ada dua macam yaitu lisan dan telepon. Komunikasi antar pasien

dan keluarga, antara perawat dan dokter.Mereka yang memberikan pendidikan

edukasi harus memiliki pengetahuan yang cukup dan mengikuti pelatihan

72
edukasi. Komunikasi dengan pasien saat memberi informasi dan edukasi

adalah komunikasi yang menyangkut mengenai pendidikan pasien. Oleh sebab

itu komunikasi efektif kelayakan pemateri, waktu edukasi,dan pelaksanaan

edukasi efektif.

 Waktu edukasi

Edukasi dilakukan sejak pasien masuk sampai pulang dari RS. Pihak – pihak

yang terlibat dalam pemberian edukasi kepada pasien dan keluarga harus

memberikan edukasi secara komperensif,konsisten dan seefektif mungkin, dan

berdasarkan kebutuhan pasien, karenanya mungkin tidak selalu diperlukan.

 Pelaksaanaan edukasi efektif.

Komunikasi dapat efektif apabila pasien dan keluarga menerima dan

dimengerti sebagaimana dimaksud oleh pemberi edukasi.

3.3 Pelayanan pasien resiko tinggi dan penyediaan pelayanan resiko tinggi

PANDUAN PASIEN RISIKO TINGGI DAN PELAYANAN RISIKO TNGGI

A. DEFINISI

Pelayanan yang memerlukan peralatan yang kompleks untuk pengobatan penyakit yang

mengancam jiwa, risiko bahaya pengobatan, potensi yang membahayakan pasien atau efek

toksik dari obat beresiko tinggi.

Pelayanan pada pasien beresiko tinggi berorientasi untuk dapat secara optimal

memberikan pelayanan dan perawatan pasien dengan menggunakan sumber daya,obat-obatan

dan peralatan sesuai standard dan pedoman yang berlaku.

B. RUANG LINGKUP

73
1. Pasien Rawat Jalan

 Pendampingan oleh petugas penerimaan pasien dan mengantarkan sampai tempat

periksa yang dituju dengan memakai alat bantu jika diperlukan.

 Perawat poli umum, spesialis dan gigi wajib mendampingi pasien untuk dilakukan

pemeriksaan sampai selesai

2. Pasien Rawat Inap

 Penempatan pasien di kamar inap sedekat mungkin dengan Nurse Station.

 Perawat memastikan dan memasang pengaman tempat tidur.

 Perawat memastikan bel pasien mudah dijangkau oleh pasien dan dapat

digunakan.

 Meminta keluarga untuk menjaga pasien baik oleh keluarga atau pihak yag

ditunjuk dan dipercaya.

C. TATA LAKSANA

1. Tata Laksana perlindungan terhadap penderita cacat:

 Petugas penerima pasien melakukan proses penerimaan pasien penderita cacat

baik rawat jalan maupun rawat inap dan wajib membantu serta menolong sesuai

dengan kecatacan yang disandang sampai proses selesai dilakukan.

 Bila diperlukan, perawat meminta pihak keluarga untuk menjaga pasien atau

pihak lain yang ditunjuj sesuai dengan kecacatan yang disandang.

 Memastikan bel pasien mudah dijangkau oleh pasien dan memastikan pasien

dapat menggunakan bel tersebut.

 Perawat memasang dan memastikan pengaman tempat tidur pasien.

2. Tata laksana perlindungan terhadap lansia dan anak-anak

74
 Ruang perinotologi harus dijaga minimal satu orang perawar atau bidan, ruangan

tidak boleh ditinggalkan tanpa ada perawat atu bidan yang menjaga.

 Perawat meminta surat pernyataan secara tertulis kepada orang tua apabila akan

dilakukan tindakan yang memerlukan pemaksaan.

 Perawat memasang pengaman tempat tidur pasien.

 Pemasangan CCTV di ruang perinotologi hanya kepada ibu kandung bayi bukan

kepada keluarga yang lain.

3. Tata laksana perlindungan terhadap pasien yang berisiko disakiti (risiko penyiksaan,

napi, korban, dan tersangka tindak pidana, korban kekerasan dalam rumah tangga)

 Pasien ditempatkan di kamar perawatan sedekat mungkin dnegan nurse stasion.

 Pengunjung maupun penjaga pasien wajib lapor dan mencatat identitas di kantor

perawat, berikut dengan penjaga maupun pengunjung pasien lain yang satu kamar

perawatan dengan pasien beresiko.

 Perawat berkoordinasi dengan satuan pengamanan untuk memantau lokasi

perawatan pasien, penjaga maupun pengunjung pasien.

 Koordinasi dengan pihak berwajib bila diperlukan.

4. Daftar Kelompok Pasien berisiko adalah sebagai berikut:

 Pasien dengan cacat fisik dan mental.

 Pasien usia lanjut

 Pasien bayi dan anak-anak.

 Pasien korban kekerasan dalam rumah tangga (KDRT)

 Pasien narapidana, korban dan tersangka tindak pidana

 Pasien dengan penyakit kronis seperti pasien dialisis, pasien stroke.

75
3.3.1 Deteksi (mengenali) Perubahan Kondisi Pasien

PANDUAN EARLY WARNING SYSTEM

A. DEFINISI

1. Early Warning System (EWS) adalah sistem peringatan dini yang dapat diartikan sebagai

rangkaian sistem komunikasi informasi yang dimulai dari deteksi awal, dan pengambilan

keputusan selanjutnya. Diteksi dini merupakan gambaran dan isyarat terjadinya gangguan

funsi tubuh yang buruk atau ketidakstabilitas fisik pasien sehingga dapat menjadi kode

dan atau mempersiapkan kejadian buruk dan meminimalkan dampaknya, penilaian untuk

mengukur peringatan dini ini menggunakan Early Warning Score.

2. National Early Warning Score (NEWS) adalah sebuah pendekatan sistematis yang

menggunakan skoring untuk mengidentifikasi perubahan kondisi sesorang sekaligus

menentukan langkah selanjutnya yang harus dikerjakan. Penilaian ini dilakukan pada

orang dewasa (berusia lebih dari 16 tahun), tidak untuk anak-anak dan ibu hamil.Sistem in

idikembangkan oleh Royal College of Physicians, the Royal College of Nursing, the

National Outreach Forum and NHS Training for Innovatio, London tahun 2012.

3. Sistem skoring NEWS menggunakan pengkajian yang menggunakan 7 (tujuh) parameter

fisiologis yaitu tekanan darah sistolik, nadi, suhu, saturasi oksigen, kebutuhan alat bantu

O2 dan status kesadaran untuk mendeteksi terjadinya perburukan/ kegawatan kondisi

pasien yang tujuannya adalah mencegah hilanya nyawa seseorang dan mengurangi

dampak yang lebih parah dari sebelumnya.

4. Pediatric Early Warning System (PEWS) adalah penggunaan skor peringatan dini dan

penerapan perubahan kompleks yang diperlukan untuk pengenalan dini terhadap pasien

anak di rumah sakit.

5. Sistem skoring PEWS menggunakan pengkajian yang menggunakan 10 (sepuluh)

parameter fisiologis yaitu warna kulit, upaya respirasi, penggunaan alat bantu O2, denyut

76
jantung, waktu pengisian capillary refill, tekanan darah sistolik, tingkat kesadaran dan

suhu kesadaran untuk mendeteksi terjadinya perburukan/ kegawatan kondisi pasien yang

tujuannya adalah mencegah hilangnya nyawa seseorang dan mengurangi dampak yang

lebih parah dari sebelumnya.

B. NATIONAL EARLY WARNING SISTEM

1. NEWS digunakan pada pasien dewasa (berusia 16 tahun atau lebih)

2. NEWS dapat digunakan untuk mengasesmen pengakit akut, mendeteksi penurunan

klinis, dan menginisiasi respon klinis yang tepat waktu dan sesuai.

3. NEWS tidak digunakan pada:

a. Pasien berusia kurang dari 16 tahun

b. Pasien hamil

c. Pasien dengan PPOK

4. NEWS juga dapat diimplementasikan untuk asesmen prehospital pada kondisi akut

oleh first responder seperti pelayanan ambulans, pelayanan kesehatan primer,

Puskesmas untuk mengoptimalkan komunikasi kondisi pasien sebelum diterima rumah

sakit tujuan.

77
5. NationalEarly Warning Score (NEWS)

Parameter 3 2 1 0 1 2 3

Pernafasan ≤8 9-11 12-20 21-24 ≥25

Saturasi ≤91 92-93 94-95 96

Oksigen

Penggunaan Ya Tidak

Alat Bantu

O2

Suhu ≤35 35.1-36.0 36.1- 38.1- ≥39.1

38.0 39.0

Tekanan ≤90 91- 101.110 111-219 ≥220

Darah 100

Sistolik

Denyut ≤40 41-50 51-90 91-110 111-130 ≥131

Jantung

Tingkat A V,P, atau

Kesadaran U

TOTAL :

78
6. Skor NEWS dan Respon Klinis yang Diberikan

Skor Klasifikasi ResponKlinis Tindakan Frekuensi

Monitoring

0 Sangat Dilakukan monitoring Melanjutkan Min 12 jam

Rendah monitoring

1-4 Rendah Harus segera dievaluasi oleh Perawat Min 4-6

perawat terdaftar yang kompeten mengassesmen jam

harus memutuskan apakah perawat/

perubahan frekuensi pemantauan meningkatkan

klinis atau wajib eskalasi frekuensi

perawatan klinis. monitoring

5-6 Sedang Harus segera melakukan Perawat Min 1 jam

tinjauan mendesak oleh klinisi berkolaborasid

yang terampil dengan engan tim/

kompetensi dalam penilaian pemberian

penyakit akut di bangsal assesmen

biasanya oleh dokter atau kegawatan/

perawat dengan meningkatkan

mempertimbangkan apakah perawatan

eskalasi perawatan ke tim dengan fasilitas

perawatan kritis diperlukan monitor yang

(yaitu tim penjangkauan lengkap.

perawatan kritis)

≥7 Tinggi harus segera memberikan Berkolaborasi Bad set

penilaian darurat secara dengan monitor/

79
klinisolehtim penjangkauan/ timmedis/ every time

critical care outreach dengan pemberian

kompetensi penanganan pasien assesmen

kritis dan biasanya terjadi kegawatan/

transfer pasienke area perawatan pindah ruang

dengan alat bantu. ICU

C. PEDIATRIK EARLY WARNING SYSTEM

1. PEWS digunakan pada pasien anak/ pediatrik ( berusia saat lahir-16 tahun)

2. PEWS dapat digunakan untuk mengasesmen penyakit akut, mendeteksi penurunan

klinis, dan menginisiasi respon klinis yang tepat waktu dan sesuai.

3. PEWS tidak digunakan pada:

a. Pasien dewasa lebih dari 16 tahun

b. Pasien anak dengan TOF (Tetralogi of Fallot), sindrom VACTERL

4. PEWS juga dapat diimplementasikan untuk asesmen prehospital pada kondisi akut

oleh first responder seperti pelayanan ambulans, pelayanan kesehatan primer,

Puskesmas untuk mengoptimalkan komunikasi kondisi pasien sebelum diterima

rumah sakit tujuan

80
a. Tabel klasifikasi Umur

Grafik Gambar Rentang usia Keterangan

insklusi

0-3 12 minggu Digunakan pada usia 12

bulan minggu atau koreksi pada

bayi prematur sampai 28

minggu.

4-11 12 minggu, 1 hari –

bulan 1 tahun

1-4 1 tahun – 5 tahun

tahun

5-12 5 tahun – 12 tahun

tahun

81
12+ 12 tahun – 16 tahun

tahun

82
b. Tabel parameter Pediatrik Eearly Warning Score

Parameter 3 2 1 0 1 2 3

Pernafasan ≤10 11-15 16-29 30-39 40-49 ≥50

Retraksi dinding Normal ringan Sedang Parah

dada

Alat bantu O2 No ≤2L >2L

Saturasi oksigen ≤85 86-89 90-93 >94

Denyut jantung ≤50 50-69 70-110 110- 130- ≥150

129 149

Kapilla reffil ≤2 >2

Tekanan sistolik ≤80 80-89 90-119 120- 130- >140

129 139

Tingkat A V P/ U

kesadaran

Suhu ≤35◦ 36◦-37◦ >38.5◦

TOTAL :

Keterangan :

0-2 : skor normal (hijau), penialain setiap 4 jam.

3 : skor rendah (hijau), penilaian setiap 1-2 jam

4 : skor menengah (orange) penilaian setiap 1 jam

≥ 5 : skor tinggi (merah) penilaian setiap 30 menit.

83
c. Parameter tambahan PEWS

Parameter Tambahan

1. Saturasi Oksigen Parameter tambahan dapat digunakan

2. Kapilla reffil (waktu) sebagai penilaian tambahan dan tindaklajut

3. Tekanan sistolik dari tindak klinik yang disesuaikan pada tiap

4. Warna kulit individu anak.

5. Suhu

d. Nilai normal tanda-tanda vital

Usia Heart rate Respiratory rate

Bayibarulahir (lahir-1 bulan) 100-180 40-60

Infant (1-12 bulan) 100-180 35-40

Tooddler (13 bulan-3 tahun) 70-110 25-30

Preschool (4-6 tahun) 70-110 21-23

Shool Age (7-12 tahu) 70-110 19-21

Dolescent (13-19 tahun) 55-90 16-18

e. Respon Klinis terhadap Pediatrik Early Warning System (EWS).

Monitoring Petugas Tindakan

Skor frekuensi

1 4 jam Perawat jaga Semua perubahan

2 2-4 jam harus dapat

meningkatkan

frekuensi monitor

untuktindakan klinis

84
yang tepat

3 Min 1 jam Perawat jaga dan Perawat jaga

dokter jaga melakukan monitoring

ulang

4- 30 menit Melapor ke dokter

5 jaga

6 berlanjutan Perawat jaga, dokter Melapor ke DPJP

jaga, DPJP

7+ berlanjutan Panggilan darurat Menghubungi Tim

Emergensi jaga

3.3.2 Pelayanan Resusitasi

PANDUAN RESUSITASI

A. DIAGNOSA

Tanda-tanda henti jantung :

1. Tak teraba denyut arteri besar (femoralis dan karotis pada orang dewasa atau

brakialis/femoralis pada bayi)

2. Henti nafas

B. RESUSITASI

Pada pasien datang dalam keadaan tidak sadar lakukan Cek Respon Cek Nadi, Jika tidak

ada Setelah itu panggil bantuan dan bawa alat emergency. Sampai bantuan dan alat datang

lakukan resusitasi. Prinsip : CAB

85
1. Circulation

Terdiri dari 2 tahap :

 Memastikan ada tidaknya denyut jantung korban/ pasien. Raba arteri karotis yang

terletak dikedua sisi laring diantara jakun. Raba selama 5 detik bila tidak ada

denyutan lakukan bantuan sirkulasi ( kompresi jantung luar ).

Jika teraba denyutan nadi, penolong harus kembali memeriksa pernapasan korban

dengan melakukan manuver tengadah kepala topang dagu untuk menilai

pernapasan korban / pasiendan pemberian bantuan pernapasan. Jika tidak bernapas

lakukan bantuan pernapasan, dan jika bernapas pertahankan jalan napas.

 Memberikan Bantuan Sirkulasi

Jika telah dipastikan tidak ada denyut jantung, selanjutnya dapat diberikan bantuan

sirkulasi (kompresi jantung luar) dengan cara :

 Jari telunjuk dan jari tengah menyusuri tulang iga kanan atau kiri sehingga bertemu

dengan tulang dada (sternum)

 Pada laki-laki diantara kedua palpila mamae, pada perempuan ½ jari diatas

procssesusximoid

 Letakan kedua tangan pada posisi tadi dengan cara menumpuk satu telapak tangan

diatas telapak tangan lain.

86
 Dengan posisi badan tegak lurus, penolong menekan dinding dada korban secara

teratur sebanyak 30 kali dengan kedalaman 5cm dan kecepatan minimal 100-

120x/menit.

 Tangan tidak boleh lepas dari permukaan dada atau merubah posisi tangan pada

saat melepaskan kompresi.

 Rasio bantuan sirkulasi dan pemberian napas adalah 30:2 ( setiap 30 kali kompresi

efektif,berikan 2 nafas buatan)

 Lakukan selama 5x siklus kompresi, setelah itu cek denyut arteri carotis selama

2menit.

Pijat jantung pada anak (1-8 Tahun) :

 Penolong berdiri disamping kanan pasien

 Letakkan telapak salah satu tangan tepat ditengah dada penderita ( 2 jari diatas

prosessus xyphoideus).

 Lakukan tekanan/kompresi sedalam sepertiga atau setengah ketebalan dinding

dada anak.

87
 Setelah setiap kompresi, hilangkan tekanan sepenuhnya tanpa melepaskan kontak

antara telapak tangan penolong dengan dada pasien, ulangi dengan kecepatan 100-

120kali permenit.

 Setelah 30 kali kompresi berikan 2 kali nafas buatan (bila 1 penolong). Bila 2

penolong kompresi 15 kali berikan 2 kali nafas buatan

 Lakukan selama 5x siklus, setelah itu cek pulsasi carotis.

Pijat jantung pada bayi :

 Penolong berdiri disamping kanan pasien

 Letakkan jari telunjuk dan jari tengah di tengah dada. (2 jari diatas diatas prosessus

xyphoideus).

 Berikan tekanan hingga dada tertekan sedalam sepertiga sampai setengah tebal

dinding bayi

 Setelah setiap kompresi, hilangkan tekanan sepenuhnya tanpa melepaskan kontak

antara telapak tangan penolong dengan dada pasien Ulangi dengan kecepatan 100

kali permenit.

 Setelah 30 kali kompresi berikan 2 kali nafas buatan (bila 1 penolong). Bila 2

penolong kompresi 15 kali berikan 2 kali nafas buatan

 Lakukan selama 5x siklus, setelah itu cek pulsasi brachialis

Hal-hal yang harus diperhatikan dalam melakukan RJP tersebut adalah,

 RJP jangan berhenti lebih dari 10 detik dengan alasan apapun

 Tidak perlu memindahkan penderita ke tempat yang lebih baik, kecuali bila ia

sudah stabil

 Diantara tiap kompresi, tangan harus melepas tekanan tetapi melekat pada

sternum, jari-jari jangan menekan iga korban

88
 Hindarkan gerakan yang menyentak. Kompresi harus lembut, teratur dan tidak

Terputus.

2. Airway

 Pemeriksaan jalan napas

Tindakan ini bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya sumbatan jalan napas

oleh benda asing. Jika terdapat sumbatan harus dibersihkan dahulu, kalau

sumbatan berupa cairan dapat dibersihkan dengan jari telunjuk atau jari tengah

yang dilapisi dengan sepotong kain, sedangkan sumbatan oleh benda keras dapat

dikorek dengan menggunakan jari telunjuk yang dibengkokkan. Mulut dapat

dibuka dengan tehnik Cross Finger, dimana ibu jari diletakkan berlawanan

dengan jari telunjuk pada mulut korban.

Membuka jalan napas: setelah bebas dari sumbatan benda asing lakukan cara

tengadah kepala topang dagu ( head tilt-chin lift) atau cara menekan rahang

bawah ke arah belakang/posterior ( jaw thrust ).

 HEAD TILT-CHIN LIFT(dorong kepala ke belakang sambil mengangkat

dagu) adalah sebagai berikut:

 Posisikan pasien dalam keadaan telentang, letakan satu tangan didahi dan

letakkan ujung jari yang lain dibawah daerah tulang pada bagian tengah

rahang bawah pasien.

89
 Tengadahkan kepala dengan menekan perlahan dahi pasien.

 Gunakan ujung jari untuk mengangkat dagu dan menyokong rahang

bagian bawah. Jangan menekan jaringan lunak dibawah rahang karena

dapat menimbulkan obstruksi jalan nafas.

 Usahakan mulut untuk tidak menutup . mendapatkan pembukaan mulut

yang adekuat, gunakan ibu jari untuk menahan dagu supaya bibir bawah

pasien tertarik ke belakang.

 Tidak disarankan bila curiga ada patah leher.

Gambar : Jaw Thrust

 JAW THRUST pada pasien dengan curiga cedera leher :

 Ambil posisi diatas kepala pasien,letakan lengan sejajar dengan

permukaan pasien terbaring.

 Pertahankan dengan hati-hati agar posisi kepala, leher dan tulang

belakang tetap satu garis .

 Perlahan letakkan tangan pada masing – masing sisi rahang bawah

pasien, pada sudut rahang dibawah telinga

 Stabilkan kepala pasien dengan lengan bawah anda.

90
 Dengan menggunakan jari telunjuk, dorong sudut rahang bawah pasien

ke arah atas dan depan

 Bila perlu dengan menggunakan ibu jari kita dorong bibir bawah sedikit

ke depan untuk mempertahankan bibir tetap terbuka.

 Jangan mendongakkan atau memutar kepala pasien ke sisi yang lain.

Setelah dilakukan tindakan membuka jalan nafas,langkah selanjutnya adalah

dengan pemberian nafas bantuan.Tindakan pembersihan jalan nafas serta maneuver

look,listen and feel( lihat,dengar dan rasakan)tidak dikerjakan lagi kecuali jika tindakan

pemberian nafas bantuan tidak menyebabkan paru berkembang secara baik.

3. Breathing/ bantuan jalan napas

Terdiri 2 tahap :

 Memastikan korban /pasien tidak bernapas

 Memberikan bantuan napas, dengan cara :

 Mouth to mouth ventilation.

Cara ini sudah tidak dianjurkan karena bahaya infeksi, karena itu harus

selalu memakai perantara yang terbuat dari plastik (sungkup) yang dapat

ditempatkan antara mulut penderita dan mulut penolong.Sungkup terbuat dari

plastic transparan sehingga muntahan dan warna bibir pasien dapat terlihat.

Caranya sebagai berikut:

 Petugas memakai sarung tangan sekali pakai

 Pakaikan sungkup melingkupi mulut dan hidung pasien, pegang dengan

kedua ibu jari dan telunjuk jari tangan kiri serta kanan.

 Lakukan Head Tilt Chin Lift/jaw thrust,tekan sungkup ke muka pasien

agar rapat.

91
 Tiupkan udara melalui pipa di ujung sungkup sampai dada terangkat.

 Hentikan tiupan dan amati turunnya pergerakan dinding dada.

 Air viva / ambu bag ( kantung pernafasan )

 Petugas memakai masker dan sarung tangan

 Evaluasi pernafasan tidak lebih dari 10 detik.

 Petugas mengambil posisi diatas kepala pasien

 Pilih masker / sungkup yang menutupi mulut dan hidung pasien

 Gunakan ibu jari dan jari telunjuk memegang masker. Jari tengah, jari

manis dan jari kelingking mengangkat rahang pasien

 Tangan yang lain memompa oksigen hingga dada pasien mengembang

 Lepaskan tekanan pada kantung dan biarkan pasien menghembuskan

nafasnya secara pasif

D. DEFIBRILATION

Defibrilation adalah suatu terapi dengan memberikan energi listrik yang dilakukan jika

penyebab henti jantung adalah kelainan irama jantung yang disebut fibrilasi ventrikel dan

ventrikel takikardi. Dimasa sekarang ini sudah tersedia alat untuk defibrilasi (defibrilator)

yang dapat digunakan oleh orang awam yang disebut Automatic External Defibrilation

(AED), dimana alat tersebut dapat mengetahui korban henti jantung ini harus dilakukan

defibrilasi atau tidak, jika perlu dilakukan defibrilasi alat tersebut dapat memberikan tanda

kepada penolong untuk melakukan defibrilasi atau melanjutkan bantuan napas dan bantuan

sirkulasi saja.

92
1. Bantuan Hidup Dasar Dengan 2 Penolong

Beberapa hal yang harus diperhatikan saat melakukan bantuan hidup dasar

dengan 2 penolong:

 Tiap penolong harus mengerti peranan masing masing.Satu orang penolong

memberikan pernafasan buatan sedangkan penolong yang lain melakukan

kompresi dada.Bila penolong kedua tiba di tempat kejadian saat pertolongan

sedang dilakukan oleh penolong pertama,maka penolong kedua memberikan

bantuan setelah penolong pertama melakukan satu siklus bantuan yang diakhiri

dengan 2 nafas bantuan.

 Penolong yang melakukan kompresi dada memberikan pedoman dengan cara

menghitung dengan suara yang kuat.

 Sebaiknya perputaran penolong dilakukan setiap 5 siklus.Sebelum melakukan

perpindahan tempat,penolong yang melakukan kompresi memberikan aba aba

bahwa akan melakukan perpindahan tempat setelah kompresi ke 30 dan

melanjutkan pemberian 2 nafas buatan.Sedangkan penolong yang memberikan

nafas buatan segera mengambil tempat disamping pasien untuk melakukan

kompresi.Hal tersebut terus berlanjut sampai bantuan dinyatakan boleh

dihentikan.

2. Penilaian Ulang

Sesudah 5 siklus ventilasi dan kompresi (+ 2Menit) kemudian korban dievaluasi

kembali,

 Jika tidak ada nadi dilakukan kembali kompresi dan bantuan napas dengan

rasio 30 : 2.

 Jika ada napas dan denyut nadi teraba letakkan korban pada posisi mantap.

93
 Jika tidak ada napas tetapi nadi teraba, berikan bantuan napas sebanyak 10-12

kali permenit dan monitor nadi setiap saat.

 Jika sudah terdapat pernapasan spontan dan adekuat serta nadi teraba, jaga agar

jalan napas tetap terbuka kemudian korban / pasien ditidurkan pada posisi sisi

mantap.

E. CODE BLUE

Pelayanan kesehatan gawat darurat sehari hari merupakan hak asasi manusia dan

merupakan kewajiban yang harus dimiliki oleh rumah sakit sebagai penyelengara pelayanan

ksehatan.Keadaan gawat darurat medik merupakan peristiwa yang dapat menimpa seseorang

atau sekelompok orang dengan tiba-tiba yang dapat membahayakan jiwa sehingga

memerlukan tindakan yang tepat dan cepat agar dapat meminimalkan angka kematian dan

mencegah terjadinya kecacatan yang tidak perlu. Konsep ini di sebut dengan CODE BLUE

merupakan suatu konsep penanganan darurat yang dapat di terapkan secara terpadu dengan

pengaturan dalam suatu sistem.

1. Sistem komunikasi code blue

Komunikasi dalam penangan kegawatdaruratan di rumah sakit merupakan hal yang

sangat penting. Untuk itu ada hal-hal yang harus di penuhi dalam komunikasi,

yaitu:

 Komunikasi dilakukan dengan singkat dan jelas

94
 Menggunakan kata sandi code blue dan menyebutkan lokasi ruangan dan

nomor kamar pasien.

Alat - alat komunikasi yang di gunakan yaitu telephone.

kegawat daruratan Tim code blue primer blue


Aktifasi code
Pos security
dilingkungan rumah yang pertama kali melalui telepon
(speaker) Tim
sakit. mengetahui kasus
code
blue
sekund
er di
uIGD
dan
HCU

2. Kerja tim Code blue

Bila ditemukan ada pasien dengan kondisi kegawat daruratan di rumah sakit baik

pasien anak maupun dewasa, maka petugas setempat melakukan BHD sambil

berteriak ( Code Blue), Perawat lain yang mendengar teriakan Code Blue

melakukan komunikasi ke pos security melalui telpon. Petugas security akan

mendeklarasikan situasi “Code Blue” pada pengeras suara dengan maksud tim

“Code Blue” respon cepat dapat mendengarkan panggilan tersebut untuk bergegas

menuju lokasi kejadian, Dokter dan team “Code Blue” yang akan mendapatkan

informasi tentang “Code Blue” akan hadir untuk memeriksa pasien dalam beberapa

saaat kemudian, untuk memberi tindakan selanjutnya, Bila kondisi pasien sudah

stabil, kemudian dialihkan ke pelayanan IGD agar dapat di observasi untuk

selanjutnya di rawat ke unit terkait ( HCU). Petugas satpam dan cleaning service

berkewajiban untuk membantu mengamankan jalur evakuasi / membuka akses jalan

untuk mempermudah pemindahan pasien ke tempat yang aman apabila diperlukan.

Peralatan yang diperlukan :

95
Personal kit :

Tensimeter 1 bh

Stetoskope 1 bh

Senter genggam 1 bh

Thermoter 1 bh

Emergency Medical Kit

Airway and Breathing Management support

Intubasi set lengkap ( anak, dewasa ) 1 set

Suction 1 bh

BVM resusitation 1 set (anak,dewasa )

Endotracheal tube 1 set(anak,dewasa )

Stylet ukuran besar-kecil 1 set

Magyl forcep 1 set

Circulation Support

Set infus mikro 1 bh

Set infus makro 1 bh

Venocatch 1bh

Minory Surgery Set 1 set lengkap

Obat-obatan

Lidokain inj 1 bh

Adrenalin inj 1 bh

Nalokson inj 1 bh

Phenobarbital inj 1 bh

Sulfas atropin inj. 1bh

Diltiazem iinj 1 bh

96
3.3.3 Pelayanan Darah

PANDUAN PELAYANAN DARAH

A. PENDAHULUAN

1. Latar belakang

Darah adalah suatu cairan tubuh yang terdapat di dalam pembuluh darah yang berfungsi

sebagai alat pengangkut yaitu, mengambil oksigen dari paru-paru untuk diedarkan ke seluruh

jaringan tubuh, mengangkut karbondioksida dari jaringan untuk dikeluarkan melalui paru-

paru, mengambil zat makanan dari usus halus untuk diedarkan dan dibagikan ke seluruh

jaringan tubuh, mengeluarkan zat-zat yang tidak berguna bagi tubuh untuk dikeluarkan

melalui kulit dan ginjal, sebagai pertahanan tubuh terhadap serangan penyakit, menyebarkan

panas ke seluruh tubuh.

Pada tubuh orang dewasa sehat terdapat darah kira-kira 1/13 dari berat badan atau empat

sampai lima liter. Bila terjadi kehilangan darah dalam jumlah banyak dan waktu singkat

akibat perdarahan, pembedahan ataupun komplikasi dari melahirkan, yang paling mendesak

adalah mengganti cairan yang hilang dengan segera. Transfusi sel darah merah dapat menjadi

penting karena akan mengembalikan kapasitas pengangkutan oksigen oleh darah.

Berdasarkan latar belakang di atas, dirasa perlu dibuat suatu sistem pencatatan dan

pelaporan dalam penggunaan darah di RS Santa Anna untuk menghindari kesalahan-

kesalahan dalam pemasangan transfusi kepada pasien.

2. Tujuan

Agar pemasangan transfusi berjalan dengan bai,tepat dan benar.

97
3. Definisi

Transfusi darah ialah pemindahan darah dari donor ke dalam peredaran darah

penerima ( resipien ).

Darah tersusun dari komponen-komponen eritrosit, leukosit, trombosit dan plasma yang

mengandung faktor pembekuan. Pemberian komponen darah yang diperlukan saja dapat

dibenarkan daripada pemberian whole blood yang lengkap. Prinsip ini lebih ditekankan

lagi pentingnya di bidang pediatri dikarenakan bayi maupun anak yang sedang tumbuh

tidak perlu diganggu sistem imunologisnya oleh antigen yang tidak diperlukan. Pemberian

whole blood hanya dilakukan atas indikasi anemia pasca perdarahan yang akut dan untuk

transfusi tukar.

Pemberian transfusi selain bermanfaat untuk pasien juga mempunyai efek samping

atau komplikasi yang harus dicegah dan ditangani bila terjadi.Komplikasi transfusi bisa

terjadi ringan sampai berat bahkan fatal dan meninggal bila tidak dilaksanakan dengan

aman.Untuk itu pemberian transfusi harus dilakukan secara aman dan rasional agar tidak

terjadi efek samping yang tidak diinginkan.

4. Darah Lengkap (Whole Blood)

Darah lengkap mempunyai komponen utama yaitu eritrosit, darah lengkap juga

mempunyai kandungan trombosit dan faktor pembekuan labil (V, VIII). Volume darah

sesuai kantong darah yang dipakai yaitu antara lain 250 ml, 350 ml, 450 ml. Dapat

bertahan dalam suhu 4°±2°C. Darah lengkap berguna untuk meningkatkan jumlah

eritrosit dan plasma secara bersamaan. Hb meningkat 0,9±0,12 g/dl dan Ht meningkat 3-4

% post transfusi 450 ml darah lengkap. Darah lengkap ada 3 macam. Yaitu :

 Darah segar

98
Yaitu darah yang baru diambil dari donor sampai 6 jam sesudah pengambilan.

Keuntungan pemakaian darah segar ialah faktor pembekuannya masih lengkap

termasuk faktor labil (V dan VIII) dan fungsi eritrosit masih relatif baik. Kerugiannya

sulit diperoleh dalam waktu yang tepat karena untuk pemeriksaan golongan, reaksi

silang dan transportasi diperlukan waktu lebih dari 4 jam dan resiko penularan

penyakit relatif banyak.

 Darah Baru

Yaitu darah yang disimpan antara 6 jam sampai 6 hari sesudah diambil dari donor.

Faktor pembekuan disini sudah hampir habis, dan juga dapat terjadi peningkatan

kadar kalium, amonia, dan asam laktat.

 Darah Simpan

Darah yang disimpan lebih dari 6 hari. Keuntungannya mudah tersedia setiap saat,

bahaya penularan lues dan sitomegalovirus hilang. Sedang kerugiaannya ialah faktor

pembekuan terutama faktor V dan VIII sudah habis. Kemampuan transportasi oksigen

oleh eritrosit menurun yang disebabkan karena afinitas Hb terhadap oksigen yang

tinggi, sehingga oksigen sukar dilepas ke jaringan. Hal ini disebabkan oleh penurunan

kadar 2,3 DPG. Kadar kalium, amonia, dan asam laktat tinggi.

 Sel Darah Merah

 Packed Red Cell ( PRC )

Packed red cell diperoleh dari pemisahan atau pengeluaran plasma secara

tertutup atau terbuka sedemikian rupa sehingga hematokrit menjadi 70-80%.

Volume tergantung kantong darah yang dipakai yaitu 150-300 ml. Suhu

simpan 4°±2°C. Lama simpan darah 24 jam dengan sistem terbuka.Packed

cells merupakan komponen yang terdiri dari eritrosit yang telah dipekatkan

dengan memisahkan komponen-komponen yang lain. Packed cells banyak

99
dipakai dalam pengobatan anemia terutama talasemia, anemia aplastik,

leukemia dan anemia karena keganasan lainnya. Pemberian transfusi bertujuan

untuk memperbaiki oksigenasi jaringan dan alat-alat tubuh. Biasanya tercapai

bila kadar Hb sudah di atas 8 g%.

Dosis transfusi darah didasarkan atas makin anemis seseorang resipien, makin

sedikit jumlah darah yang diberikan per kali di dalam suatu seri transfusi

darah dan makin lambat pula jumlah tetesan yang diberikan. Hal ini dilakukan

untuk menghindari komplikasi gagal jantung. Dosis yang dipergunakan untuk

menaikkan Hb ialah dengan menggunakan rumus empiris:

Kebutuhan darah (ml) = 6 x BB (kg) x kenaikan Hb yang diinginkan.

Penurunan kadar Hb 1-2 hari pasca transfusi, maka harus dipikirkan adanya

auto immune hemolytic anemia. Hal ini dapat dibuktikan dengan uji coombs

dari serum resipien terhadap eritrosit resipien sendiri atau terhadap eritrosit

donor. Keadaan demikian pemberian washed packed red cell merupakan

komponen pilihan disamping pemberian immuno supressive (prednison,

imuran) terhadap resipien.

 Red cell suspension

Dibuat dengan cara mencampur packed red cell dengan cairan pelarut dalam

jumlah yang sama.

 Washed Red Cell

Washed red cell diperoleh dengan mencuci packed red cell 2-3 kali dengan

saline, sisa plasma terbuang habis. Berguna untuk penderita yang tak bisa

diberi human plasma. Kelemahan washed red cell yaitu bahaya infeksi

sekunder yang terjadi selama proses serta masa simpan yang pendek (4-6 jam).

100
Washed red cell dipakai dalam pengobatan acquired hemolytic anemia dan

exchange transfusion.

 Darah merah pekat miskin leukosit

Kandungan utama eritrosit, suhu simpan 4°±2°C, berguna untuk meningkatkan

jumlah eritrosit pada pasien yang sering memerlukan transfusi. Manfaat

komponen darah ini untuk mengurangi reaksi panas dan alergi.

 Suspensi granulosit/leukosit pekat

Kandungan utama berupa granulosit dengan volume 50-80 ml. Suhu simpan

20°±2°C. Lama simpan harus segera ditransfusikan dalam 24 jam. Transfusi

granulosit diberikan bila penderita netropenia dengan panas tinggi telah gagal

diobati dengan antibiotik yang tepat lebih dari 48 jam. Transfusi granulosit

diberikan kepada para penderita leukemia, penyakit keganasan lainnya serta

anemia aplastik yang jumlah leukositnya 2000/mm3 atau kurang dengan suhu

39°C atau lebih.

Donor dari keluarga terdekat akan memperkecil kemungkinan reaksi transfusi.

Bila tidak diperoleh donor yang cocok golongan ABO-nya maka dapat dipilih

donor golongan O. Komponen suspensi granulosit harus diberikan segera setelah

pembuatan dan diberikan secara intravena langsung atau dengan tetesan cepat.

Efek pemberian transfusi granulosit ini akan tampak dari penurunan suhu, bukan

dari hitung leukosit penderita. Penurunan suhu terjadi sekitar 1-3 hari pasca

transfusi.

 Suspensi trombosit

Pemberian trombosit seringkali diperlukan pada kasus perdarahan yang

disebabkan oleh kekurangan trombosit. Pemberian trombosit yang berulang-ulang

dapat menyebabkan pembentukan thrombocyte antibody pada penderita.

101
Transfusi trombosit terbukti bermanfaat menghentikan perdarahan karena

trombositopenia. Indikasi pemberian komponen trombosit ialah setiap perdarahan

spontan atau suatu operasi besar dengan jumlah trombositnya kurang dari

50.000/mm3. misalnya perdarahan pada trombocytopenic purpura, leukemia,

anemia aplastik, demam berdarah, DIC dan aplasia sumsum tulang karena

pemberian sitostatika terhadap tumor ganas. Splenektomi pada hipersplenisme

penderita talasemia maupun hipertensi portal juga memerlukan pemberian

suspensi trombosit prabedah. Komponen trombosit mempunyai masa simpan

sampai dengan 3 hari.

Macam sediaan:

 Platelet Rich Plasma (plasma kaya trombosit)

Platelet Rich Plasma dibuat dengan cara pemisahan plasma dari darah segar.

Penyimpanan 34°C sebaiknya 24 jam.

 Platelet Concentrate (trombosit pekat)

Kandungan utama yaitu trombosit, volume 50 ml dengan suhu simpan 20°±2°C.

Berguna untuk meningkatkan jumlah trombosit. Peningkatan post transfusi pada

dewasa rata-rata 5.000-10.000/ul. Efek samping berupa urtikaria, menggigil,

demam, alloimunisasi Antigen trombosit donor.

Dibuat dengan cara melakukan pemusingan (centrifugasi) lagi pada Platelet Rich

Plasma, sehingga diperoleh endapan yang merupakan pletelet concentrate dan

kemudian memisahkannya dari plasma yang diatas yang berupa Platelet Poor

Plasma. Masa simpan ± 48-72 jam.

 Plasma

Plasma darah bermanfaat untuk memperbaiki volume dari sirkulasi darah

(hypovolemia, luka bakar), menggantikan protein yang terbuang seperti albumin

102
pada nephrotic syndrom dan cirhosis hepatis, menggantikan dan memperbaiki

jumlah faktor-faktor tertentu dari plasma seperti globulin. Plasma diperlukan

untuk penderita hiperbilirubinemia. Komponen albumin di dalam plasma yang

diperlukan untuk mengikat bilirubin bebas yang toksis terhadap jaringan otak

bayi. Tindakan ini biasanya mendahului suatu tindakan transfusi tukar. Dosis yang

diperlukan ialah 35 ml/kgbb. Penggunaan sebagai plasma expander pada renjatan,

substitusi protein pada kesulitan masukan oral jarang dilakukan.

Macam sediaan plasma adalah:

 Plasma cair

Diperoleh dengan memisahkan plasma dari whole blood pada pembuatan packed

red cell.

 Plasma kering (lyoplylized plasma)

Diperoleh dengan mengeringkan plasma beku dan lebih tahan lama (3 tahun).

 Fresh Frozen Plasma ( FFP )Dibuat dengan cara pemisahan plasma dari darah

segar dan langsung dibekukan pada suhu -60°C. Pemakaian yang paling baik

untuk menghentikan perdarahan (hemostasis). Kandungan utama berupa plasma

dan faktor pembekuan labil, dengan volume 150-220 ml. Suhu simpan -18°C atau

lebih rendah dengan lama simpan 1 tahun. Berguna untuk meningkatkan faktor

pembekuan labil bila faktor pembekuan pekat/kriopresipitat tidak ada.

Ditransfusikan segera setelah dicairkan. Efek samping berupa urtikaria,

menggigil, demam, hipervolemia.

 Cryopresipitate

Komponen utama yang terdapat di dalamnya adalah faktor VIII atau anti

hemophilic globulin (AHG), faktor pembekuan XIII, faktor Von Willbrand,

fibrinogen. Penggunaannya ialah untuk menghentikan perdarahan karena

103
kurangnya AHG di dalam darah penderita hemofili A. AHG tidak bersifat genetic

marker antigen seperti granulosit, trombosit atau eitrosit, tetapi pemberian yang

berulang-ulang dapat menimbulkan pembentukan antibodi yang bersifat inhibitor

terhadap faktor VIII. Karena itu pemberiannya tidak dianjurkan sampai dosis

maksimal, tetapi sesuai dosis optimal untuk suatu keadaan klinis.



Pembuatannya dengan cara plasma segar dibekukan pada suhu -60°C, kemudian

dicairkan pada suhu 4-6°C. Akibat proses pencairan terjadi endapan yang

merupakan cryoprecipitate kemudian dipisahkan segera dari supernatant plasma.

Setiap kantong kriopresipitat mengandung 100-150 U faktor VIII. Cara pemberian

ialah dengan menyuntikkan intravena langsung, tidak melalui tetesan infus,

pemberian segera setelah komponen mencair, sebab komponen ini tidak tahan

pada suhu kamar.

 Suhu simpan -18°C atau lebih rendah dengan lama simpan 1 tahun, ditransfusikan

segera setelah dicairkan. Efek samping berupa demam, alergi.

 Heated plasma

Plasma dipanaskan pada suhu 60°C selama 10 jam. Bahaya hepatitis berkurang.

Heated plasma mengandung albumin 88%, globulin 12%, NaCL 0,06%, coprylic

acid Na 0,02%, Na acetyl tuphtophen 0,02%, natrium cone 50 mEq/L

 Albumin

Dibuat dari plasma, setelah gamma globulin, AHF dan fibrinogen dipisahkan dari

plasma. Kemurnian 96-98%. Dalam pemakaian diencerkan sampai menjadi cairan

5% atau 20% 100 ml albumin 20% mempunyai tekanan osmotik sama dengan 400

ml plasma biasa

B. RUANG LINGKUP

104
Ruang lingkup panduan ini meliputi pembahasan tentang alur permintaan sediaan dan

komponen darah, indikasi transfusi darah, tata cara pemberian transfusi darah dan komponen

darah secara aman dan tata cara penanganan reaksi transfusi.

 Pelayanan transfusi darah di RS. Santa Anna di laksanakan sesuai indikasi dari hasil

asesmen pada pasien;

 Semua pasien dan keluarga yang akan diberikan pelayanan transfusi darah harus

mendapat penjelasan dan keluarga atau pasien memberikan persetujuan dalam form

informed consent

 Pengadaan darah dialakukan di instansi PMI dengan adanya hubungan kerja sama

MOU

 Setiap sebelum melakukan tindakan pelayanan transfusi darah harus dilakukan

identifikasi pasien yang benar

 Pemberian pelayanan transfusi darah dilakukan setelah poin 1-4 sudah dilaksanakan

 Semua paisen yang mendapat pelayanan transfuse darah tetap di monitoring,

diidentifikasi serta respon terhadap reaksi transfuse;

1. Alur Permintaan Sendian Dan Komponen Darah

Melakukan Informed Consent bahwa akan dilakukan transfusi darah terhadap pasien

dan atau keluarga pasien. Setelah menandatangani Informed Consent tindakan

transfusi, maka form permintaan transfusi PMI diisi sesuai kebutuhan. Sampel darah

pasien diambil dan kemudian dibawa ke Unit Transfusi Darah (UTD) PMI.

2. Indikasi Tranfusi Darah

Indikasi transfusi darah dan komponen-konponennya adalah :

 Anemia pada perdarahan akut setelah didahului penggantian volume dengan

cairan.

105
 Anemia kronis jika Hb tidak dapat ditingkatkan dengan cara lain.

 Gangguan pembekuan darah karena defisiensi komponen.

 Plasma loss atau hipoalbuminemia jika tidak dapat lagi diberikan plasma substitute

atau larutan albumin. Dalam pedoman WHO (Sibinga, 1995) disebutkan :

 Transfusi tidak boleh diberikan tanpa indikasi kuat.

 Transfusi hanya diberikan berupa komponen darah pengganti yang

hilang/kurang.

Berdasarkan pada tujuan di atas, maka saat ini transfusi darah cenderung

memakai komponen darah disesuaikan dengan kebutuhan. Misalnya kebutuhan akan

sel darah merah, granulosit, trombosit, dan plasma darah yang mengandung protein

dan faktor-faktor pembekuan. Diperlukan pedoman dalam pemberian komponen-

komponen darah untuk pasien yang memerlukannya, sehingga efek samping transfusi

dapat diturunkan seminimal mungkin. Lansteiner, perintis transfusi mengatakan :

“Transfusi darah tidak boleh diberikan,kecuali manfaatnya melebihi resikonya”. Pada

anemia, transfusi baru layak diberikan jika pasien menunjukkan tanda “Oxigen Need”

yaitu rasa sesak, mata berkunang, berdebar (palpitasi), pusing, gelisah atau Hb <6

gr/dl. Pemberian sel darah merah, sering digunakan apabila kadar Hb kurang dari 6

gr%, dan hampir tidak diperlukan bila Hb lebih dari 10 gr% dan kalau kadar Hb antara

6-10gr%, maka transfusi sel darah merah atas indikasi keadaan oksigenasi pasien.

Perlu diingat bahwa kadar Hb bukanlah satu-satunya parameter, tetapi harus

diperhatikan pula faktor-faktor fisiologi dan resiko pembedahan yang mempengaruhi

oksigenasi pasien tersebut. Kehilangan sampai 30% EBV umumnya dapat diatasi

dengan cairan elektrolit saja. Kehilangan lebih daripada itu, setelah diberi cairan

elektrolit perlu dilanjutkan dengan transfusi jika Hb<8 gr/dl.

106
Habibi dkk memberikan petunjuk bahwa dengan pemberian satu unit PRC akan

meningkatkan hematokrit 3-7%. Indikasinya adalah :

 Kehilangan darah >20% dan volume darah lebih dari 1000 ml.

 Hemoglobin < 8 gr/dl.

 Hemoglobin <10 gr/dl dengan penyakit-penyakit utama : (misalnya empisema,

atau penyakit jantung iskemik)

 Hemoglobin <10 gr/dl dengan darah autolog.

 Hemoglobin <12 gr/dl dan tergantung pada ventilator.

Dapat disebutkan bahwa :

Hb sekitar 5 adalah CRITICAL

Hb sekitar 8 adalah TOLERABLE

Hb sekitar 10 adalah OPTIMAL

Transfusi mulai diberikan pada saat Hb CRITICAL dan dihentikan setelah mancapai

batas TOLERABLE atau OPTIMAL.

Prinsip-prinsip dalam penggunaan transfusi menurut WHO ( 2002 ) antara lain :

 Transfusi hanya salah satu elemen dalam manajemen pasien

 Keputusan pemberian transfusi harus didasarkan pada pedoman klinis nasional

penggunaan transfusi darah

 Kehilangan darah harus diminimalisasi agar dapat mengurangi kebutuhan

transfusi

 Pasien dengan kehilangan darah akut harus memperoleh resusitasi efektif

(penggantian cairan intravena dan oksigenasi) dengan mempertimbangkan

kembali perlu tidaknya pemberian transfusi

 Kadar Hb pasien meskipun penting jangan menjadi pertimbangan tunggal

untuk memutuskan pemberian transfusi darah.Keputusan pemberian transfusi

107
harus didukung dengan pertimbangan gejala dan tanda serta dalam rangka

mencegah morbiditas dan mortalitas.

 Klinisi harus menyadari dan waspada terhadap resiko infeksi yang dapat

ditularkan melalui transfusi

 Pemberian transfusi dapat dilakukan hanya bila keuntungan yang diperoleh

melebihi resiko yang akan diterima

 Klinisi harus memperhatikan alasan secara tertulis atas keputusannya

memberikan transfusi

 Petugas yang sudah dilatih harus melakukan monitoring pasien yang sedang

memperoleh transfusi dan memberikan respon segera bila terjadi efek samping

transfusi.

3. Komplikasi Transfusi dan Penanganannya

Komplikasi transfusi terbagi menjadi lokal dan umum.

Komplikasi lokal yaitu :

 Kegagalan memilih vena.

 Fiksasi vena yang tidak baik.

 Problem ditempat tusukan.

 Vena pecah selama menusuk.

Komplikasi umum yaitu :

 Reaksi-reaksi transfusi.

 Penularan atau transmisi penyakit infeksi (HIV, hepatitis,malariadll ) Sensitisasi

imunologis

 Transfusi haemochromatosis.

Reaksi transfusi antara lain :

108
 Reaksi pyrogenik dapat timbul selama atau setelah transfusi, reaksi khas berupa

peningkatan temperatur antara 38°C-40°C. Bisa disertai dengan menggigil,

kemerahan, kegelisahan dan ketegangan, jika transfusi dihentikan reaksi dan

kegelisahan akan hilang.Pyrogen mungkin terdapat dalam material yang

ditransfusikan atau dari alat yang dipakai untuk transfusi. Pyrogen merupakan

produk metabolisme bakteri.

 Reaksi alergi terdiri dari 2 mekanisme yaitu antigen dari donor dan antibodi dalam

serum orang sakit bereaksi, antibodi dalam serum donor yang secara pasif

ditransfer pada pasien beredar dengan antigen yang ada pada pasien. Antigen

mungkin terdapat pada sel darah putih atau trombosit atau pada plasma donor.

Reaksi alergi :

 Anafilaksis dengan gejala syok disertai atau tanpa pireksia, dapat terjadi

kegagalan sirkulasi primer akut, nadi cepat, tekanan darah turun, pernapasan

berat.

 Urtikaria bersifat umum, reaksi berat dapat timbul asma, peningkatan temperatur,

menggigil, sakit kepala, nausea, muntah dan pernapasan berat.

 Pireksia sulit dibedakan dengan reaksi pirogen.

 Sirkulasi yang overload terjadi karena setelah pemberian yang cepat dan banyak

terutama karena tambahan cairan koloid dan seluler, terjadi terutama pada

penderita anemia, kelainan jantung atau degenerasi pembuluh darah. Reaksi

demam dapat mendahului reaksi muatan sirkulasi berlebih.

 Reaksi hemolitik terjadi setelah transfusi darah inkompatibel, reaksi yang

diakibatkan oleh transfusi darah yang sudah hemolisis invitro. Mekanisme

kerusakan sel darah merah non imunologis/kerusakan invitro.

109
 Reaksi darah yang terkontaminasi bakteri khas dengan tanda kenaikan temperatur

sampai 42°C, gangguan sirkulasi perifer, hypotensi dan nadi cepat.

 Intoksikasi citrat akibat pengumpulan citrat dalam darah dan pengurangan ion

calcium, citrat diekskresikan oleh ginjal dan dimetabolisme dalam hepar, dapat

terakumulasi dalam darah selama transfusi pasien dengan penyakit liver dan ginjal

yang berat dan dapat terjadi gagal jantung.

Penanganan Reaksi Transfusi dibagi antara lain.

Kategori 1.Reaksi Ringan

Gejala: reaksi kulit yang terbatas seperti gatal,urtikaria ringan.

Penanganan:

 Perlambat Transfusi

 Suntikkan Antihistamin IM(misal:Deladryl)

 Bila tidak ada perubahan dalam waktu 30 menit atau gejala memburuk

lakukanpenanganan seperti kategori 2.

Kategori 2. Reaksi Sedang

Gejala: Urtikaria,flushing,demam,menggigil,gelisah,cemas,palpitasi,sesak ringan.

Penanganan :

 Stop Transfusi,ganti dengan infus NaCl 0,9%.

 Hubungi segera dokter jaga ruangan, dokter yang merawat dan Petugas

BankDarah.

 Kirim sisa darah transfusi dan sampel darah baru yang diambil dari vena

yangberlawanan dengan tempat infus untuk pemeriksaan labor

 Suntikkan AntiHistamin IM dan parasetamol bila demam.Hindari Aspirin pada

pasien Trombositopenia.

 Suntikkan Steroid dan Bronkodilator jika timbul bronkospasme

110
 Kumpulkan Urine 24 jam untuk pemeriksaan hemoglobinuria (hemolisis ).

 Bila terjadi perbaikan klinis,mulai kembali transfusi secara perlahan dengan

unit darah yang baru dan observasi cermat

 Bila tak ada perbaikan dalam waktu 15 menit atau gejala bertambah parah

lakukanpenanganan seperti kategori 3.

Kategori 3: Reaksi yang mengancam jiwa pasien

Gejala: demam, gelisah, nyeri dada, hipotensi (penurunan TD Sistolik 20%), takikardi,

sesak nafas, hemoglobinuria (urin warna merah), perdarahan yang tidak diketahui

sebabnya (DIC)

 Penanganan:

 Stop transfusi. Infus NaCl 0,9%(20-30ml/kgBB)dan berikan dalam

waktu5menit bila terjadi hipotensi dan tinggikan kedua tungkai pasien.Jaga

jalan nafas dan berikan oksigen masking.Hubungi segera dokter jaga,dokter

yang merawat dan BDRS.

 Berikan Steroid dan Bronkodilator bila terjadi bronkospasme

 Berikan furosemide 1mg/kgBB IV

 Kumpulkan urin 24jam untuk pemeriksaan adanya hemoglobinuria (hemolisis)

 Kirim sampel darah dan sisa darah transfusi untuk pemeriksaan laboratorium.

 Evaluasi adanya perdarahan ditempat infus/luka.Bila terjadi DIC atasi sesuai

manajemen DIC

 Monitoring resiko hipotensi dan gagal ginjal akut.

 Jaga keseimbangan cairan, berikan diuretik, pertimbangkan pemberian

dopamin. Bila dicurigai Bakteremia (menggigil, Demam, kolaps tanpa ada

bukti reaksi hemolitik) berikan Antibiotik spektrum luas.

111
4. Pemberian Darah Dan Komponen

Hal- hal yang harus diperhatikan dalam pemberian transfusi antara lain :

 Pemberian darah dilakukan atas instruksi dokter dan dengan persetujuan keluarga

( informed consent ).

 Selalu mencocokkan identitas pasien dengan kantong darah

 Darah yang diberikan telah dilakukan uji saring dan uji cocok serasi.

 Darah yang diberikan belum kadaluarsa , tidak rusak, tidak berubah warna.

 Perhatikan waktu pemberian darah

Ada resiko terjadi proliferasi bakteri atau penurunan fungsi saat darah dikeluarkan

dari penyimpanan.WB dan PRC harus digunakan sebelum 30 menit setelah

dikeluarkan dari tempat penyimpanan dan diberikan dalam waktu < 4 jam.Darah

tidak perlu dihangatkan kecuali untuk transfusi cepat dan transfusi tukar.

Trombosit dan FFP pemberiannya harus habis dalam 20 menit agar tidak

kehilangan factor pembekuannya.

 Monitoring Pemberian Transfusi

Observasi pasien terhadap kemungkinan terjadi reaksitransfusi terutama 15 menit

pertama pemberian transfusi. Kemudian observasi tiap jam dan saat selesai.

Observasi suhu, tekanan darah, respirasi, keadaan umum pasien. Laporkan segera

ke dokter jaga ruangan bila terjadi reaksitransfusi. Catat waktu dimulainya

transfusi, waktu transfusi selesai, volume dan jenis darah yang diberikan.

 Sebelum dan sesudah pemberian transfusi, cairan infuse yang dipakai harus NaCl

0,9 % untuk mencegah hemolisis.

112
3.3.4 Pelayanan Pasien Koma Dan Yang Menggunakan Ventilator

PANDUAN VENTILAROR

A. PENDAHULUAN

1. Definisi

Ventilator adalah suatu alat yang digunakan untuk membantu sebagian atau seluruh

proses ventilasi untuk mempertahankan oksigenasi.Ventilasi mekanik adalah alat

pernafasan bertekanan negatif atau positif yang dapat mempertahankan ventilasi dan

pemberian oksigen dalam waktu yang lama. (Brunner dan Suddarth, 1996).

Ventilator adalah suatu alat yang digunakan untuk membantu sebagian atau seluruh

proses ventilasi untuk mempertahankan oksigenasi. (Carpenito, Lynda Juall 2000).

Ventilasi mekanik dengan alatnya yang disebut ventilator mekanik adalah suatu alat

bantu mekanik yang berfungsi memberikan bantuan nafas pasien dengan cara

memberikan tekanan udara positif pada paru-paru melalui jalan nafas buatan.

Ventilator mekanik merupakan peralatan “wajib” pada unit perawatan intensif atau

ICU. ( Corwin, Elizabeth J, 2001)

Ventilator adalah suatu system alat bantuan hidup yang dirancang untuk menggantikan

atau menunjang fungsi pernapasan yang normal. Tujuan utama pemberian dukungan

ventilator mekanik adalah untuk mengembalikan fungsi normal pertukaran udara dan

memperbaiki fungsi pernapasan kembali ke keadaan normal. (Bambang Setiyohadi,

2006)

Ventilator mekanik merupakan alat bantu pernapasan bertekanan positif atau negative

yang menghasilkan aliran udara terkontrol pada jalan napas pasien sehingga mampu

mempertahankan ventilasi dan pemberian oksigen dalam jangka waktu lama. Tujuan

pemasangan ventilator mekanik adalah untuk mempertahankan ventilasi alveolar

113
secara optimal dalam rangka memenuhi kebutuhan metabolic pasien, memperbaiki

hipoksemia, dan memaksimalkan transport oksigen. ( Iwan Purnawan, 2010)

B. RUANG LINGKUP

Mengarahkan asuhan pasien yg menggunakan peralatan alat bantu hidup dasar atau

ventilator

C. TATA LAKSANA

1. Indikasi Pemasangan Ventilator

 Pasien dengan respiratory failure (gagal napas)

 Pasien dengan operasi tekhik hemodilusi.

 Post Trepanasi dengan black out.

 Respiratory Arrest.

2. Penyebab Gagal Napas

 Penyebab sentral

 Trauma kepala : Contusio cerebri.

 Radang otak : Encepalitis.

 Gangguan vaskuler : Perdarahan otak, infark otak.

 Obat-obatan : Narkotika, Obat anestesi.

 Penyebab perifer

 Kelaian Neuromuskuler:

 Guillian Bare symdrom

 Tetanus

114
 Trauma servikal.

 Obat pelemas otot.

 Kelainan jalan napas.

 Obstruksi jalan napas.

 Asma broncheal.

 Kelainan di paru.

 Edema paru, atlektasis, ARDS

 Kelainan tulang iga / thorak.

 Fraktur costae, pneumothorak, haemathorak.

 Kelainan jantung.

 Kegagalan jantung kiri.

3. Kriteria Pemasangan Ventilator

Menurut Pontopidan seseorang perlu mendapat bantuan ventilasi mekanik (ventilator)

bila :

 Frekuensi napas lebih dari 35 kali per menit.

 Hasil analisa gas darah dengan O2 masker PaO2 kurang dari 70 mmHg.

 PaCO2 lebih dari 60 mmHg

 AaDO2 dengan O2 100 % hasilnya lebih dari 350 mmHg.

 Vital capasity kurang dari 15 ml / kg BB.

4. Macam-macam Ventilator

Menurut sifatnya ventilator dibagi tiga type yaitu:

 Volume Cycled Ventilator.

Perinsip dasar ventilator ini adalah cyclusnya berdasarkan volume. Mesin berhenti

bekerja dan terjadi ekspirasi bila telah mencapai volume yang ditentukan.

115
Keuntungan volume cycled ventilator adalah perubahan pada komplain paru

pasien tetap memberikan volume tidal yang konsisten.

 Pressure Cycled Ventilator

Perinsip dasar ventilator type ini adalah cyclusnya menggunakan tekanan. Mesin

berhenti bekerja dan terjadi ekspirasi bila telah mencapai tekanan yang telah

ditentukan. Pada titik tekanan ini, katup inspirasi tertutup dan ekspirasi terjadi

dengan pasif. Kerugian pada type ini bila ada perubahan komplain paru, maka

volume udara yang diberikan juga berubah. Sehingga pada pasien yang setatus

parunya tidak stabil, penggunaan ventilator tipe ini tidak dianjurkan.

 Time Cycled Ventilator

Prinsip kerja dari ventilator type ini adalah cyclusnya berdasarkan wamtu

ekspirasi atau waktu inspirasi yang telah ditentukan. Waktu inspirasi ditentukan

oleh waktu dan kecepatan inspirasi (jumlah napas permenit) Normal ratio I : E

(inspirasi : ekspirasi ) 1 : 2

5. Mode-Mode Ventilator

Pasien yang mendapatkan bantuan ventilasi mekanik dengan menggunakan ventilator

tidak selalu dibantu sepenuhnya oleh mesin ventilator, tetapi tergantung dari mode

yang kita setting. Mode mode tersebut adalah sebagai berikut:

 Mode Control.

Pada mode kontrol mesin secara terus menerus membantu pernafasan pasien. Ini

diberikan pada pasien yang pernafasannya masih sangat jelek, lemah sekali atau

bahkan apnea. Pada mode ini ventilator mengontrol pasien, pernafasan diberikan

ke pasien pada frekwensi dan volume yang telah ditentukan pada ventilator,

tanpa menghiraukan upaya pasien untuk mengawali inspirasi. Bila pasien sadar,

116
mode ini dapat menimbulkan ansietas tinggi dan ketidaknyamanan dan bila

pasien berusaha nafas sendiri bisa terjadi fighting (tabrakan antara udara inspirasi

dan ekspirasi), tekanan dalam paru meningkat dan bisa berakibat alveoli pecah

dan terjadi pneumothorax. Contoh mode control ini adalah: CR (Controlled

Respiration), CMV (Controlled Mandatory Ventilation), IPPV (Intermitten

Positive Pressure Ventilation)

 Mode IMV / SIMV: Intermitten Mandatory Ventilation/Sincronized Intermitten

Mandatory Ventilation.

Pada mode ini ventilator memberikan bantuan nafas secara selang seling dengan

nafas pasien itu sendiri. Pada mode IMV pernafasan mandatory diberikan pada

frekwensi yang di set tanpa menghiraukan apakah pasien pada saat inspirasi atau

ekspirasi sehingga bisa terjadi fighting dengan segala akibatnya. Oleh karena itu

pada ventilator generasi terakhir mode IMVnya disinkronisasi (SIMV). Sehingga

pernafasan mandatory diberikan sinkron dengan picuan pasien. Mode

IMV/SIMV diberikan pada pasien yang sudah bisa nafas spontan tetapi belum

normal sehingga masih memerlukan bantuan.

 Mode ASB / PS : (Assisted Spontaneus Breathing / Pressure Suport

Mode ini diberikan pada pasien yang sudah bisa nafas spontan atau pasien yang

masih bisa bernafas tetapi tidal volumnenya tidak cukup karena nafasnya

dangkal. Pada mode ini pasien harus mempunyai kendali untuk bernafas. Bila

pasien tidak mampu untuk memicu trigger maka udara pernafasan tidak

diberikan.

 CPAP : Continous Positive Air Pressure.

Pada mode ini mesin hanya memberikan tekanan positif dan diberikan pada

pasien yang sudah bisa bernafas dengan adekuat.

117
Tujuan pemberian mode ini adalah untuk mencegah atelektasis dan melatih otot-

otot pernafasan sebelum pasien dilepas dari ventilator.

6. Sistem Alarm

Ventilator digunakan untuk mendukung hidup. Sistem alarm perlu untuk

mewaspadakan perawat tentang adanya masalah. Alarm tekanan rendah menandakan

adanya pemutusan dari pasien (ventilator terlepas dari pasien), sedangkan alarm

tekanan tinggi menandakan adanya peningkatan tekanan, misalnya pasien batuk,

cubing tertekuk, terjadi fighting, dll. Alarm volume rendah menandakan kebocoran.

Alarm jangan pernah diabaikan tidak dianggap dan harus dipasang dalam kondisi

siap.

7. Kelembaban dan suhu.

Ventilasi mekanis yang melewati jalan nafas buatan meniadakan mekanisme

pertahanan tubuh unmtuk pelembaban dan penghangatan. Dua proses ini harus

digantikan dengan suatu alat yang disebut humidifier. Semua udara yang dialirkan

dari ventilator melalui air dalam humidifier dihangatkan dan dijenuhkan. Suhu udara

diatur kurang lebih sama dengan suhu tubuh. Pada kasus hipotermi berat, pengaturan

suhu udara dapat ditingkatkan. Suhu yang terlalu Tinggi dapat menyebabkan luka

bakar pada trachea dan bila suhu terlalu rendah bisa mengakibatkan kekeringan jalan

nafas dan sekresi menjadi kental sehingga sulit dilakukan penghisapan.

8. Fisiologi Pernapasan Ventilasi Mekanik

Pada pernafasan spontan inspirasi terjadi karena diafragma dan otot intercostalis

berkontrkasi, rongga dada mengembang dan terjadi tekanan negatif sehingga aliran

udara masuk ke paru, sedangkan fase ekspirasi berjalan secara pasif.

Pada pernafasan dengan ventilasi mekanik, ventilator mengirimkan udara dengan

memompakan ke paru pasien, sehingga tekanan sselama inspirasi adalah positif dan

118
menyebabkan tekanan intra thorakal meningkat. Pada akhir inspirasi tekanan dalam

rongga thorax paling positif.

9. Efek Ventilasi mekanik

Akibat dari tekanan positif pada rongga thorax, darah yang kembali ke jantung

terhambat, venous return menurun, maka cardiac output juga menurun. Bila kondisi

penurunan respon simpatis (misalnya karena hipovolemia, obat dan usia lanjut), maka

bisa mengakibatkan hipotensi. Darah yang lewat paru juga berkurang karena ada

kompresi microvaskuler akibat tekanan positif sehingga darah yang menuju atrium

kiri berkurang, akibatnya cardiac output juga berkurang. Bila tekanan terlalu tinggi

bisa terjadi gangguan oksigenasi. Selain itu bila volume tidal terlalu tinggi yaitu lebih

dari 10-12 ml/kg BB dan tekanan lebih besar dari 40 CmH2O, tidak hanya

mempengaruhi cardiac output (curah jantung) tetapi juga resiko terjadinya

pneumothorax.

10. Efek pada organ lain

Akibat cardiac output menurun; perfusi ke organ-organ lainpun menurun seperti

hepar, ginjal dengan segala akibatnya. Akibat tekanan positif di rongga thorax darah

yang kembali dari otak terhambat sehingga tekanan intrakranial meningkat

11. Komplikasi Ventilasi Mekanik (Ventilator)

Ventilator adalah alat untuk membantu pernafasan pasien, tapi bila perawatannya

tidak tepat bisa, menimbulkan komplikasi seperti:

 Pada paru

 Baro trauma: tension pneumothorax, empisema sub cutis, emboli udara

vaskuler.

 Atelektasis/kolaps alveoli diffuse

 Infeksi paru

119
 Keracunan oksigen

 Jalan nafas buatan: king-king (tertekuk), terekstubasi, tersumbat.

 Aspirasi cairan lambung

 Tidak berfungsinya penggunaan ventilator

 Kerusakan jalan nafas bagian atas

 Pada sistem kardiovaskuler

Hipotensi, menurunya cardiac output dikarenakan menurunnya aliran balik vena

akibat meningkatnya tekanan intra thorax pada pemberian ventilasi mekanik

dengan tekanan tinggi.

 Pada sistem saraf pusat

 Vasokonstriksi cerebral

Terjadi karena penurunan tekanan CO2 arteri (PaCO2) dibawah normal

akibat dari hiperventilasi

 Oedema cerebral

Terjadi karena peningkatan tekanan CO2 arteri diatas normal akibat dari

hipoventilasi.

 Peningkatan tekanan intra kranial

 Gangguan kesadaran

 Gangguan tidur.

 Pada sistem gastrointestinal

 Distensi lambung, illeus

 Perdarahan lambung.

 Gangguan psikologi

12. Prosedur Pemberian Ventilator

120
Sebelum memasang ventilator pada pasien, lakukan tes paru pada ventilator untuk

memastikan pemasangan sesuai pedoman standar. Sedangkan pemasangan awal

adalah sebagai berikut:

1) Fraksi oksigen inspirasi (FiO2) 100%

2) Volume Tidal: 4-5 ml/kg BB

3) Frekwensi pernafasan: 10-15 kali/menit

4) Aliran inspirasi: 40-60 liter/detik

5) PEEP (Possitive End Expiratory Pressure) atau tekanan positif akhir ekspirasi:0-

5 Cm, ini diberikan pada pasien yang mengalami oedema paru dan untuk

mencegah atelektasis. Pengesetan untuk pasien ditentukan oleh tujuan terapi dan

perubahan pengesetan ditentukan oleh respon pasien yang ditujunkan oleh hasil

analisa gas darah (Blood Gas)

3.3.5 Pelayanan Pasien Penyakit Menular Dan Penurunan Daya Tahan (Immuno-

suppressed)

PANDUAN PASIEN PENYAKIT MENULAR DAN PENURUNAN DAYA TAHAN

(IMMUNO-SUPPRESSED)

A. IMMUNNOSUPRESED

1. Latar Belakang

Sistem imun tubuh dapat membedakan antara antigen diri (self antigen) dengan

antigen asing(nonselfantigen). Dalam keadaan normal system imun mempertahankan

fungsifisiologis terhadap berbagai perubahan dari luar. Jika suatuan antigen asing masuk

kedalam tubuh akan timbul respons imun, tetapi pada keadaan tertentu dapat tidak timbul

respons imun. Suatu antigen disebut imunogen bila mampu membangkitkan respons imun,

121
jadi bersifat imunogenik. Sebaliknya kalau tidak menimbulkan respons imun disebut bersifat

tolerogenik dan menimbulkan imunotoleransi. Pada keadaan tertentu respons imun dapat

memberikan keadaan patologik misalnya pada keadaan hipersensitivitas, atau dapat juga

ditimbulkan oleh karena gangguan regulasi system imun, autoimunitas, dan defisiensi imun.

Imunomodulasi adalah usaha untuk mengembalikan dan memperbaiki keadaan patologik

tersebut menjadi normal kembali dengan cara menekan fungsi imun yang berlebihan

(imunosupresi), atau memperbaiki system imun dengan merangsang system imun

(imunopotensiasi).

2. Imunosupresi

Imunosupresi adalah usaha untuk menekan respons imun, jadi berfungsi sebagai

control negative atau regulasi reaktivitas imunologik. Dalam klinik kegunaannya adalah untuk

mencegah reaksi penolakan pada transplantasi organ tubuh, dan menekan serta menghambat

pembentukan antibody pada penyakit autoimun. Imunosupresi dapat dilakukan dengan obat

imunosupresan, globulin anti limfosit, radiasi, dan tindakan operasi.

3. Imunosupresan

Imunosupresan yang biasa diberikan adalah kortikosteroid, azatioprin, dan siklosporin.

 Kortikosteroid

Mekanisme kortikosteroid sebagai imunosupresan adalah melalui aktivitas anti

peradangan, menghambat metabolism asam arakidonat, menurunkan populasi

leukosit, menimbulkan limfopenia terutama selTh, dan dalam dosis tinggi menekan

pengeluaran sitokin dari sel T.

 Azathioprine dan siklosporin

Azatioprin adalah inhibitor mitosis, bekerja pada fase S, menghambat sintesis asami

nosinat, prekursorpurin, asam adenilat dan guanilat. Baiksel T maupun sel B akan

terhambat proliferasinya oleh azatioprin. Azatioprin menghambat sintesis purin sel

122
dan mengakibatkan hambatan penggandaan sel. Azatioprin berperan menekan

fungsi system imun selular yaitu menurunkan jumlah monosit dan fungsi sel K. Pada

dosis 1-5 mg/kgBB tidak berpengaruh pada system imun humoral. Dengan

menurunkan fungsi system selular ini maka penerimaan transplant dipermudah dan

timbul energi. Kerugiannya adalah meningkatnya kerentanan terhadap infeksi dan

kecenderung akan timbul keganasan. Siklosporin menghambat aktifasi sel T dengan

menghambat transkripsi gen yang menyandi IL-2 dan IL-2R. Siklosporin A adalah

suatu heksa-dekapeptida berasal dari jamur yang mempunyai khasiat menghambat

proliferasi dan transformasi selTh, menghambat sitotoksisitas sel Th, menghambat

produksi limfokin sel Th, dan meningkatkan aktivitas selTs. Pada transplantasi

organ, obat ini meningkatkan masa hidup transplan. Kerugiannya adalah

meningkatnya kerentanan terhadap infeksi dan kejadian penyakit limfo proliferatif.

 Globulin antilimfosit

Globulin antilimfosit merupakan antibody terhadap limfosit yang mempunyai

aktivitas menghambat sel T dan sel B, serta menimbulkan limfositopenia.

 Radiasi

Radiasi sinar X terutama digunakan karena sifatnya sebagai sitosida pada sel

neoplasma tertentu.

 Lactoferrin

Lactoferrin adalah kandungan air susuibu, dapat menghambat komplemen dan

produksi granulosit dan makrofag melalui pengendalian GM-CSA. Lysozyme,

menghambat kemotaksis neutrofil dan pengeluaran oksigen radikal.

 1,25-dihydroxy-vitamin D3

123
Zatinia dalah suatu analog vitamin D yang bersifat sinergis dengan deksametason

dalam menghambat Th-1 dalam produksi IFN-g. Hidrolisatkasein dengan

Lactobacillus menghambat proliferasilimfosit in vitro. Linomide Pada percobaan

binatang menghambat ekspresi gen sitokin Th-1 yaitu IFN-g, IL-2 dan TNF-b.

Rekombinan CD58 (rCD58) Rekombinan CD58 menghambat aktivasi dan adhesisel

T, serta menghambat sitotoksisitas sel NK.

Potential fifth-generation immunosuppressive strategies

Immunosuppressive agents could disrupt the antigen-presenting cell (APC) signal by

inhibition of uptake and presentation of antigen, activation and differentiation

 block co-stimulatory signals or agonize inhibitory molecules

 antagonize antigen signals or proximal activation mediators

 interrupt cytokine binding to its receptor at the cell surface

 or inhibit cytokine-signal transduction

APC, antigen-presenting cell; CTLA4, cytotoxic T lymphocyte antigen 4;

JAK3, Janus kinase 3; L, ligand; MTOR, mammalian target of rapamycin;

NFAT, nuclear factor of activated T cells; NF-kappaB, nuclear factor-kappaB;

124
PKB, protein kinase B; R, receptor; STAT5, signal transducer and activator of

transcription 5; TCR, T-cell receptor; TLR4, Toll-like receptor 4; ZAP70, zeta-

chain-associated protein 70.

125
4. Penggunaan Imunosupresi

Terapi Imunosupresi Pada Penderita Anemia Aplastik Terapi imunosupresi (IST)

merupakan terapi alternative utama pada pasien tanpa kesesuaian HLA. Kombinasi

dengan antithymocyte globulin (ATG) atau anti-lymphocyte globulin (ALG) dan

siklosporin memberikan respon sekitar 75%. Keberhasilan jangka panjang terapi IST

masih belum diketahui pasti. Meningkatnya risiko menjadi myelodysplastic syndrome

(MDS) dan acute myeloid leukemia (AML) dapat ditemukan pada anak penderita

anemia aplastik dengan terapi IST.

126
Terapi Imunosupresi pada Transplanstasi Ginjal. Pemeliharaan dengan terapi

imunosupresif pada transplanstasi ginjal biasanya menggunakan tiga jenis obat, setiap

obat bekerja pada tahapan yang berbeda dalam respon imun.

Inhibitor calcineurin, cyclosporine dan tacrolimus, merupakan terapi utama

imunosupresif. Inhibitor calcine urin merupakan agen oral yang paling poten dan telah

secara luas dikembangkan untuk ketahanan singkat terhadap reaksi Graft. Efek

samping dari cyclosporine termasuk hipertensi, hiperkalemi, tremor, hirsutisme,

hipertropi gingival, hiperlipidemi, hiperurikemi, dan kehilangan fungsi renal secara

perlahan dan progresif dengan karakteristik pola histopatologik (juga terlihat pada

resipien transplantasi jantung dan hati). Efek samping tracolimus umumnya sama

dengan cyclosporine, tetapi memiliki resiko lebih tinggi akan terjadinya hiperglikemi

dan resiko lebih rendah terhadap hipertensi.

Prednisone sering kali digunakan bersama dengan cyclosporine, setidaknya

padabulan-bulan pertama. Efek samping dari prednisone termasuk hipertensi,

intoleransi glukosa, tampilan Cushingoid, osteoporosis, hiperlipidemi, jerawat, dan

depresi dan gangguan mental lain.

Mycopheno latemofetil telah terbukti lebih efektif dibandingkan dengan azathioprine

pada terapi kombinasi dengan inhibitor calcineurin dan prednisone. Efek samping

utama dari mycophenol atemofetil adalah gastrointestinal (yang paling sering adalah

diare); leukopenia (dan kadang trombositopenia).

Sironimus adalah agen imunosupresif terbaru yang sering digunakan dengan

kombinasi bersama obat-obat lain, terutama saat inhibitor calcineurin tereduksi atau

tereliminasi. Efek samping termasuk hiperlipidemi dan ulserasi oral.

B. PENYAKIT MENULAR

127
1. Ruang lingkup

 Pasien HIV/ADS akan meneruskan pengobatan ditempat ( RS ) yang melayani

layanan untuk penyakit tersebut

 Penggunaan kamar isolasi diterapkan kepada semua pasien rawat inap yang

mengidap penyakit infeksi menular yang dianggap mudah menular dan berbahaya;

 Pelaksana Panduan ini adalah semua elemen rumah sakit beserta pasien dan

keluarga.

2. Prinsip

 Setiap pasien dengan penyakit Infeksi menular dan dianggap berbahaya dirawat di

ruang terpisah dari pasien lainnya yang mengidap penyakit bukan infeksi.

 Penggunaan Alat pelindung diri diterapkan kepada setiap pengunjung dan petugas

kesehatan terhadap pasien yang dirawat di kamar isolasi.

 Pasien yang rentan infeksi seperti pasien luka bakar, pasien dengan penurunan

sistem imun dikarenakan pengobatan atau penyakitnya, dirawat di ruang (terpisah)

isolasi rumah sakit.

 Pasien yang tidak termasuk kriteria diatas dirawat diruang rawat inap biasa.

 Pasien yang dirawat dirung isolasi, dapat di dipindahkaa keruang rawat inap biasa

apabila telah dinyatakan bebas dari penyakit atau menurut petunjuk dokter

penanggung jawap pasien.

3. Kewajiban dan Tanggung Jawab

 Seluruh Staf Rumah Sakit

Mematuhi peraturan yang ditetapkan di kamar isolasi

 Perawat Instalasi Rawat Inap

Melakukan pelayanan kesehatan terhadap pasien di kamar isolas;i

Menjaga terlaksananya peraturan ruang isolasi yang ditetapkan;

128
Mencegah terjadinya infeksi terhadap pengunjung kamar isolasi atau pasien yang

dirawat di kamar isolasi.

 Dokter Penanggung Jawab Pasien

Menetapkan diagnosa pasien dan menentukan apakah pasien memerlukan

perawatan di ruang Isolasi;

Memastikan pasien yang membutuhkan perawatan di ruang isolasi mendapat

perawatan secara benar

 Kepala Instalasi/ Kepala Ruangan

Memastikan peraturan di Ruang Isolasi terlaksana dengan baik

Mengidentifikasi setiap kelalaian yang timbul dalam Ruang Isolasi dan memastikan

terlaksananya suatu tindakan untuk mencegah terulangnya kembali insiden tersebut.

 Direktur

Memantau dan memastikan peraturan di Ruang Isolasi terlaksana dengan baik.

Menetapkan kebijakan untuk mengembangkan atau mengatasi setiap masalah yang

mungkin terjadi dalam pelaksanaan perawatan pasien di ruang Isolasi

C. RUANG ISOLASI

1. Pengertian Isolasi

Isolasi adalah segala usaha pencegahan penularan/ penyebaran kuman pathogen dari

sumber infeksi (petugas, pasien, pengunjung) ke orang lain.Sesuai dengan

rekomendasi WHO dan CDC tentang kewaspadaan isolasi untuk pasien dengan

penyakit infeksi airborne yang berbahaya seperti H5N1, kewaspadaan yang perlu

dilakukan meliputi:

 Kewaspadaan standar

129
 Perhatikan kebersihan tangan dengan mencuci tangan sebelum dan sesudah kontak

dengan pasien maupun alat-alat yang terkontaminasi sekret pernapasan

 Kewaspadaan kontak

 Gunakan sarung tangan dan gaun pelindung selama kontak dengan pasien Gunakan

peralatan terpisah untuk setiap pasien, seperti stetoskop, termometer, tensimeter,

dan lain-lain

 Perlindungan mata

 Gunakan kacamata pelindung atau pelindung muka, apabila berada pada jarak 1

(satu) meter dari pasien.

 Kewaspadaan airborne

 Tempatkan pasien di ruang isolasi airborne, Gunakan masker N95 bila memasuki

ruang isolasi.

2. Syarat Kamar lsolasi

 Lingkungan harus tenang

 Sirkulasi udara harus baik

 Penerangan harus cukup baik

 Bentuk ruangan sedemikian rupa sehingga memudahkan untuk observasi pasien

dan pembersihannya

 Tersedianya WC dan kamar mandi

 Kebersihan lingkungan harus dijaga

 Tempat sampah harus tertutup

 Bebas dari serangga

 Tempat alat tenun kotor harus ditutup

 Urinal dan pispot untuk pasien harus dicuci dengan memakai disinfektan.

 Ruang Perawatan isolasi ideal terdiri dari :

130
 Ruang ganti umum

 Ruang bersih dalam

 Stasi perawat

 Ruang rawat pasien

 Ruang dekontaminasi

 Kamar mandi petugas

3. Kriteria Ruang Perawatan Isolasi ketat yang ideal

 Perawatan Isolasi (Isolation Room)

 Zona Pajanan Primer / Pajanan Tinggi

 Pengkondisian udara masuk dengan Open Circulation System

 Pengkondisian udara keluar melalui Vaccum Luminar Air Suction System

 Air Sterilizer System dengan Burning & Filter

 Modular minimal = 3 x 3 m2

 Ruang Kamar Mandi / WC Perawatan Isolasi (Isolation Rest Room)

 Zona Pajanan Sekunder / Pajanan Sedang

 Pengkondisian udara masuk dengan Open Circulation System

 Pengkondisian udara keluar melalui Vaccum Luminar Air Suction System

 Modular minimal = 1,50 x 2,50 m2

 Ruang Bersih Dalam (Ante Room / Foyer Air Lock)

 Zona Pajanan Sekunder / Pajanan Sedang

 Pengkondisian udara masuk dengan AC Open Circulation System

 Pengkondisian udara keluar ke arah inlet saluran buang ruang rawat isolasi

 Modular minimal = 3 x 2,50 m2

 Area Sirkulasi (Circulation Corridor)

 Zona Pajanan Tersier / Pajanan Rendah / Tidak Terpajan

131
 Pengkondisian udara masuk dengan AC Open Circulation System

 Pengkondisian udara keluar dengan sistem exhauster

 Modular minimal lebar = 2,40 m

 Ruang Stasi Perawat (Nurse Station)

 Zona Pajanan Tersier / Pajanan Rendah / Tidak Terpajan

 Pengkondisian udara masuk dengan AC Open Circulation System.

 Pengkondisian udara keluar dengan sistem exhauster

 Modular minimal = 2 x 1,5 m2 / petugas (termasuk alat).

4. Syarat Petugas Yang Bekeja Di Kamar Isolasi

 Harus sehat

 Mengetahui prinsip aseptic/ antiseptic

 Pakaian rapi dan bersih

 Tidak memakai perhiasan

 Kuku harus pendek

 Cuci tangan sebelum masuk kamar isolasi

 Pergunakan barrier nursing seperti pakaian khusus, topi, masker, sarung tangan, dan

sandal khusus

 Cuci tangan sebelum dan sesudah kontak dengan pasien

 Berbicara seperlunya

 Lepaskan barrier nursing sebelum keluar kamar isolasi

 Cuci tangan sebelum meninggalkan kamar isolasi

5. Alat-alat

 Alat-alat yang dibutuhkan cukup tersedia

 Selalu dalam keadaan steril

 Dari bahan yang mudah dibersihkan

132
 Alat suntik bekas dibuang pada tempat tertutup dan dimusnahkan

 Alat yang tidak habis pakai dicuci dan disterilkan kembali

 Alat tenun bekas dimasukkan dalam tempat tertutup

6. Kategori Isolasi

Kategori isolasi yang dilakukan sesuai dengan patogenesis dancara penularan /

penyebaran kuman terdiri dari isolasi ketat, isolasi kontak, isolasi saluran pernafasan,

tindakan pencegahan enterik dan tindakan pencegahan sekresi. Secara umum, kategori

isolasi membutuhkan kamar terpisah, sedangkan kategori tindakan pencegahan tidak

memerlukan kamar terpisah.

 Isolasi Ketat

Tujuan isoasi ketat adalah mencegah penyebaran semua penyakit yang sangat

menular, balk melalui kontak langsung maupun peredaran udara. Tehnik ini

kontak langsung maupun peredaran udara. Tehnik ini mengharuskan pasien berada

di kamar tersendiri dan petugas yang berhubungan dengan pasien harus memakai

pakaian khusus, masker, dan sarung tangan Berta mematuhi aturan pencegahan

yang ketat. Alatalat yang terkontaminasi bahan infektsius dibuang atau dibungkus

dan diberi label sebelum dikirim untuk proses selanjutnya. Isolasi ketat diperlukan

pada pasien dengan penyakit antraks, cacar, difteri, pes, varicella dam herpes

Zoster diseminata atau pada pasien imunokompromis.

Prinsip kewaspadaan airborne harus diterapkan di setiap ruang perawatan isolasi ketat

yaitu:

 Ruang rawat harus dipantau agar tetap dalam tekanan negative dibanding tekanan

di koridor.

 Pergantian sirkulasi udara 6-12 kali perjam

133
 Udara harus dibuang keluar, atau diresirkulasi dengan menggunakan filter HEPA

(High-Efficiency Particulate Air)

Setiap pasien harus dirawat di ruang rawat tersendiri. Pasien tidak boleh membuang

ludah atau dahak di lantai - gunakan penampung dahak/ludah tertutup sekali pakai

(disposable).

 Isolasi Kontak

Bertujuan untuk mencegah penularan penyakit infeksi yang mudah ditularkan

melalui kontak langsung. Pasien perlu kamar tersendiri, masker perlu dipakai bila

mendekati pasien, jubah dipakai bila ada kemungkinan kotor, sarung tangan dipakai

setiap menyentuh badan infeksius. Cuci tangan sesudah melepas sarung tangan dan

sebelum merawat pasien lain. Alat-alat yang terkontaminasi bahan infeksius

diperlakukan seperti pada isolasi ketat. Isolasi kontak diperlukan pada pasien bayi

baru lahir dengan konjungtivitis gonorhoea, pasien dengan endometritis, pneumonia

atau infeksi kulit oleh streptococcus grup A, herpes simpleks diseminata, infeksi

oleh bakteri yang resisters terhadap antibiotika, rabies, rubella.

 Isolasi Saluran Pernafasan

Tujuannya untuk mencegah penyebaran pathogen dari saluran pernafasan dengan

cara kontak langsung dan peredaran udara. Cara ini mengharuskan pasien dalam

kamar terpisah, memakai masker dan dilakukan tindakan pencegahan khusus

terhadap buangan nafas / sputum, misalnya pada pasien pertusis, campak,

tuberkulosa paru, infeksi H. influenza.

 Tindakan Pencegahan Enterik

Tujuannya untuk mencegah infeksi oleh pathogen yang berjangkit karena kontak

langsung atau tidak langsung dengan tinja yang mengandung kuman penyakit

menular. Pasien ini dapat bersama dengan pasien lain dalam satu kamar, tetapi

134
dicegah kontaminasi silang melalui mulut dan dubur. Tindakan pencegahan enteric

dilakukan pada pasien dengan diare infeksius atau gastroenteritis yang disebabkan

oleh kolera, salmonella, shigella, amuba, campy/obacter, Crytosporidium, Ecoli

pathogen.

 Tindakan Pencegahan Sekresi

Tujuannya untuk mencegah penularan infeksi karena kontak langsung atau tidak

langsung dengan bahan purulen, sekresi atau drainase dari bagian badan yang

terinfeksi. Pasien tidak perlu ditempakan di kamar tersendiri. Petugas yang

berhubuangan langsung harus memakai jubah, masker, dan sarung tangan. Tangan

harus segera dicuci setelah melepas sarung tangan atau sebelum merawat pasien

lain. Tindakan pencegahan khusus harus dilakukan pada waktu penggantian

balutan. Tindakan pencegahan sekresi ini perlu untuk penyakit infeksi yang

mengeluarkan bahan purulen, drainasea atau sekresi yang infeksius.

 Isolasi Protektif

Tujuannya untuk mencegah kontak antara pathogen yang berbahaya dengan orang

yang daya rentannya semakin besar, atau melindungi seseorang tertentu terhadap

semua jenis pathogen, yang biasanya dapat dilawannya. Pasien harus ditempatkan

dalam lingkungan yang mempermudah terlaksananya tindakan pencegahan yang

perlu. Misalnya pada pasien yang sedang menjalani pengobatan sitoststika atau

imunosupresi.

7. Lama Isolasi

Lama isolasi tergantung pada jenis penyakit, kuman penyebab dan fasilitas laboratorium,

yaitu :

 sampai biakan kuman negative (misalnya pada difteri, antraks)

135
 sampai penyakit sembuh (misalnya herpes, limfogranuloma venerum,

khusus untuk luka atau penyakit kulit sampai tidak mengeluarkan bahan

menular)

 selama pasien dirawat di ruang rawat (misalnya hepatitis virusAdan B,

leptospirosis)

 sampai 24 jam setelah dimulainya pemberian antibiotika yang efektif

(misalnya pada sifilis, konjungtivitis gonore pada neonatus).

8. Prosedur keluar Ruang Perawatan isolasi

 Perlu disediakan ruang ganti khusus untuk melepaskan Alat Perlindungan Diri

(APD).

 Pakaian bedah / masker masih tetap dipakai.

 Lepaskan pakaian bedah dan masker di ruang ganti pakaian umum, masukkan

dalam kantung binatu berlabel infeksius.

 Mandi dan cuci rambut (keramas)

 Sesudah mandi, kenakan pakaian biasa.

 Pintu keluar dari Ruang Perawatan isolasi harus terpisah dari pintu masuk.

9. Kriteria pindah rawat dari ruang isolasi ke ruang perawatan biasa

 Terbukti bukan kasus yang mengharuskan untuk dirawat di ruang isolasi.

 Pasien telah dinyatakan tidak menular atau telah diperbolehkan untuk dirawat di

ruang rawat inap biasa oleh dokter.

 Pertimbangan lain dari dokter.

Alur Pasien perawatan di Ruang Isolasi

D. PENYAKIT IMMUNNOSUPRESED DAN PENYAKIT MENULAR

1. HIV DAN AIDS

136
 HIV

 Human Imunodeficiency Virus (HIV)adalah virus yang memperlemah kekebalan

pada tubuh manusia.Orang yang terkena virus ini akan rentan terhadap infeksi

oportunistik ataupun mudah terkena tumor.Meskipun penanganan yang telah ada

dapat memperlambat laju perkembangan virus, namun penyakit ini belum benar-

banar disembuhkan.

 Human Imunodeficiency Virus (HIV) adalah sejenis retrovirus yang termasuk

dalam family lintavirus, retrovirus memiliki kemampuan menggunakan RNA nya

dan DNA penjamu untuk membentuk virus DNA dan dikenali selama masa

inkubasi yang panjang. Seperti retrovirus lainnya HIV menginfeksi dalam proses

yang panjang (klinik laten), dan utamanya penyebab munculnya tanda dan gejala

AIDS. HIV menyebabkan beberapa kerusakan sistem imun dan

menghancurkannya. Hal ini terjadi dengan menggunakan DNA dari CD4+ dan

limfosit untuk mereplikasikan diri. Dalam proses itu, virus tersebut

menghancurkan CD4+ dan limfosit (Nursalam 2007).

 HIV (Human Immunodeficiency Virus) adalah sejenis virus yang menyerang

sistem kekebalan tubuh manusia dan dapat menimbulkan AIDS. HIV menyerang

salah satu jenis dari sel-sel darah putih yang bertugas menangkal infeksi. Sel

darah putih tersebut terutama limfosit yang memiliki CD4 sebagai sebuah marker

atau penanda yang berada di permukaan sel limfosit. Karena berkurangnya nilai

CD4 dalam tubuh manusia menunjukkan berkurangnya sel-sel darah putih atau

limfosit yang seharusnya berperan dalam mengatasi infeksi yang masuk ke tubuh

manusia. Pada orang dengan sistem kekebalan yang baik, nilai CD4 berkisar

antara 1400-1500. Sedangkan pada orang dengan sistem kekebalan yang

137
terganggu (misal pada orang yang terinfeksi HIV) nilai CD4 semakin lama akan

semakin menurun (bahkan pada beberapa kasus bisa sampai nol) (KPA, 2007).

 Virus HIV diklasifikasikan ke dalam golongan lentivirus atau retroviridae. Virus

ini secara material genetik adalah virus RNA yang tergantung pada enzim reverse

transcriptase untuk dapat menginfeksi sel mamalia, termasuk manusia, dan

menimbulkan kelainan patologi secara lambat. Virus ini terdiri dari 2 grup, yaitu

HIV-1 dan HIV-2. Masing-masing grup mempunyai lagi berbagai subtipe, dan

masing-masing subtipe secara evolusi yang cepat mengalami mutasi. Diantara

kedua grup tersebut, yang paling banyak menimbulkan kelainan dan lebih ganas

di seluruh dunia adalah grup HIV-1 (Zein, 2006).

 HIV adalah jenis parasit obligat yaitu virus yang hanya dapat hidup dalam sel

atau media hidup. Seorang pengidap HIV lambat laun akan jatuh ke dalam

kondisi AIDS, apalagi tanpa pengobatan. Umumnya keadaan AIDS ini ditandai

dengan adanya berbagai infeksi baik akibat virus, bakteri, parasit maupun jamur.

Keadaan infeksi ini yang dikenal dengan infeksi oportunistik (Zein, 2006)

 AIDS

 AIDS adalah singkatan dari Acquired Immuno Deficiency Syndrome, yang berarti

kumpulan gejala atau sindroma akibat menurunnya kekebalan tubuh yang

disebabkan infeksi virus HIV. Tubuh manusia mempunyai kekebalan untuk

melindungi diri dari serangan luar seperti kuman, virus, dan penyakit. AIDS

melemahkan atau merusak sistem pertahanan tubuh ini, sehingga akhirnya

berdatanganlah berbagai jenis penyakit lain (Yatim, 2006)

 AIDS adalah sindroma yang menunjukkan defisiensi imun seluler pada seseorang

tanpa adanya penyebab yang diketahui untuk dapat menerangkan tejadinya

138
defisiensi, tersebut seperti keganasan, obat-obat supresi imun, penyakit infeksi

yang sudah dikenal dan sebagainya (Laurentz, 2005).

 AIDS adalah singkatan dari acquired immunodeficiency syndrome dan

menggambarkan berbagai gejala dan infeksi yang terkait dengan menurunnya

sistem kekebalan tubuh yang disebabkan infeksi virus HIV (Brooks, 2009). Virus

HIV ini akan menyerang sel-sel sistem imun manusia, yaitu sel T dan sel CD4

yang berperan dalam melawan infeksi dan penyakit dalam tubuh manusia. Virus

HIV akan menginvasi sel-sel ini, dan menggunakan mereka untuk mereplikasi

lalu menghancurkannya. Sehingga pada suatu tahap, tubuh manusia tidak dapat

lagi mengatasi infeksi akibat berkurangnya sel CD4 dan rentan terhadap berbagai

jenis penyakit lain. Seseorang didiagnosa mengalami AIDS apabila sistem

pertahanan tubuh terlalu lemah untuk melawan infeksi, di mana infeksi HIV pada

tahap lanjut (AVERT, 2011)

 Etiologi

Human Immunodeficiency Virus (HIV) dianggap sebagai virus penyebab AIDS.

Virus ini termaksuk dalam retrovirus anggota subfamili lentivirinae. Ciri khas

morfologi yang unik dari HIV adalah adanya nukleoid yang berbentuk silindris

dalam virion matur. Virus ini mengandung 3 gen yang dibutuhkan untuk replikasi

retrovirus yaitu gag, pol, env. Terdapat lebih dari 6 gen tambahan pengatur

ekspresi virus yang penting dalam patogenesis penyakit. Satu protein replikasi fase

awal yaitu protein Tat, berfungsi dalam transaktivasi dimana produk gen virus

terlibat dalam aktivasi transkripsional dari gen virus lainnya. Transaktivasi pada

HIV sangat efisien untuk menentukan virulensi dari infeksi HIV. Protein Rev

dibutuhkan untuk ekspresi protein struktural virus. Rev membantu keluarnya

139
transkrip virus yang terlepas dari nukleus. Protein Nef menginduksi produksi

khemokin oleh makrofag, yang dapat menginfeksi sel yang lain (Brooks, 2005).

 Pathofiologi

Sel T dan makrofag serta sel dendritik / langerhans ( sel imun ) adalah sel-sel yang

terinfeksi Human Immunodeficiency Virus ( HIV ) dan terkonsentrasi dikelenjar

limfe, limpa dan sumsum tulang. Human Immunodeficiency Virus ( HIV )

menginfeksi sel lewat pengikatan dengan protein perifer CD 4, dengan bagian

virus yang bersesuaian yaitu antigen grup 120. Pada saat sel T4 terinfeksi dan ikut

dalam respon imun, maka Human Immunodeficiency Virus ( HIV ) menginfeksi

sel lain dengan meningkatkan reproduksi dan banyaknya kematian sel T4 yang

juga dipengaruhi respon imun sel killer penjamu, dalam usaha mengeliminasi virus

dan sel yang terinfeksi.

Virus HIV dengan suatu enzim, reverse transkriptase, yang akan melakukan

pemograman ulang materi genetik dari sel T4 yang terinfeksi untuk membuat

double-stranded DNA. DNA ini akan disatukan kedalam nukleus sel T4 sebagai

sebuah provirus dan kemudian terjadi infeksi yang permanen. Enzim inilah yang

membuat sel T4 helper tidak dapat mengenali virus HIV sebagai antigen. Sehingga

keberadaan virus HIV didalam tubuh tidak dihancurkan oleh sel T4 helper.

Kebalikannya, virus HIV yang menghancurkan sel T4 helper. Fungsi dari sel T4

helper adalah mengenali antigen yang asing, mengaktifkan limfosit B yang

memproduksi antibodi, menstimulasi limfosit T sitotoksit, memproduksi limfokin,

dan mempertahankan tubuh terhadap infeksi parasit. Kalau fungsi sel T4 helper

terganggu, mikroorganisme yang biasanya tidak menimbulkan penyakit akan

memiliki kesempatan untuk menginvasi dan menyebabkan penyakit yang serius.

140
Dengan menurunya jumlah sel T4, maka system imun seluler makin lemah secara

progresif. Diikuti berkurangnya fungsi sel B dan makrofag dan menurunnya fungsi

sel T penolong. Seseorang yang terinfeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV )

dapat tetap tidak memperlihatkan gejala (asimptomatik) selama bertahun-tahun.

Selama waktu ini, jumlah sel T4 dapat berkurang dari sekitar 1000 sel perml darah

sebelum infeksi mencapai sekitar 200-300 per ml darah, 2-3 tahun setelah infeksi.

Sewaktu sel T4 mencapai kadar ini, gejala-gejala infeksi ( herpes zoster dan jamur

oportunistik ) muncul, Jumlah T4 kemudian menurun akibat timbulnya penyakit

baru akan menyebabkan virus berproliferasi. Akhirnya terjadi infeksi yang parah.

Seorang didiagnosis mengidap AIDS apabila jumlah sel T4 jatuh dibawah 200 sel

per ml darah, atau apabila terjadi infeksi opurtunistik, kanker atau dimensia AIDS.

 Tanda dan Gejala

Menurut Komunitas AIDS Indonesia (2010), gejala klinis terdiri dari 2 gejala yaitu

gejala mayor (umum terjadi) dan gejala minor (tidak umum terjadi):

o Gejala mayor:

a. Berat badan menurun lebih dari 10% dalam 1 bulan

b. Diare kronis yang berlangsung lebih dari 1 bulan

141
c. Demam berkepanjangan lebih dari 1 bulan

d. Penurunan kesadaran dan gangguan neurologis

e. Demensia/ HIV ensefalopati

o Gejala minor:

a. Batuk menetap lebih dari 1 bulan

b. Dermatitis generalisata

c. Adanya herpes zoster multisegmental dan herpes zoster berulang

d. Kandidias orofaringeal

e. Herpes simpleks kronis progresif

f. Limfadenopati generalisata

g. Infeksi jamur berulang pada alat kelamin wanita

h. Retinitis virus Sitomegalo

i. Sakit kepala.

j. Sulit berkonsentrasi

k. Respon anggota gerak melambat

l. Sering nyeri dan kesemutan pada telapak tangan dan kaki

m. Kulit kering dengan bercak-bercak.

Menurut Mayo Foundation for Medical Education and Research (MFMER) (2008),

gejala klinis dari HIV/AIDS dibagi atas beberapa fase.

 Fase awal

Pada awal infeksi, mungkin tidak akan ditemukan gejala dan tanda-tanda infeksi.

Tapi kadang-kadang ditemukan gejala mirip flu seperti demam, sakit kepala, sakit

tenggorokan, ruam dan pembengkakan kelenjar getah bening. Walaupun tidak

mempunyai gejala infeksi, penderita HIV/AIDS dapat menularkan virus kepada

orang lain.

142
 Fase lanjut

Penderita akan tetap bebas dari gejala infeksi selama 8 atau 9 tahun atau lebih.

Tetapi seiring dengan perkembangan virus dan penghancuran sel imun tubuh,

penderita HIV/AIDS akan mulai memperlihatkan gejala yang kronis seperti

pembesaran kelenjar getah bening (sering merupakan gejala yang khas), diare,

berat badan menurun, demam, batuk dan pernafasan pendek.

 Fase akhir

Selama fase akhir dari HIV, yang terjadi sekitar 10 tahun atau lebih setelah

terinfeksi, gejala yang lebih berat mulai timbul dan infeksi tersebut akan berakhir

pada penyakit yang disebut AIDS. Gejala Minor

Menurut Anthony (Fauci dan Lane, 2008), gejala klinis HIV/AIDS dapat

dibagikan mengikut fasenya.

 Fase akut

Sekitar 50-70% penderita HIV/AIDS mengalami fase ini sekitar 3-6 minggu

selepas infeksi primer. Gejala-gejala yang biasanya timbul adalah demam,

faringitis, limpadenopati, sakit kepala, arthtalgia, letargi, malaise, anorexia,

penurunan berat badan, mual, muntah, diare, meningitis, ensefalitis, periferal

neuropati, myelopathy, mucocutaneous ulceration, dan erythematous

maculopapular rash. Gejala-gejala ini muncul bersama dengan ledakan plasma

viremia. Tetapi demam, ruam kulit, faringitis dan mialgia jarang terjadi jika

seseorang itu diinfeksi melalui jarum suntik narkoba daripada kontak seksual.

Selepas beberapa minggu gejala-gajala ini akan hilang akibat respon sistem imun

terhadap virus HIV. Sebanyak 70% dari penderita HIV akan mengalami

limfadenopati dalam fase ini yang akan sembuh sendiri.

 Fase asimptomatik

143
Fase ini berlaku sekitar 10 tahun jika tidak diobati. Pada fase ini virus HIV akan

bereplikasi secara aktif dan progresif. Tingkat pengembangan penyakit secara

langsung berkorelasi dengan tingkat RNA virus HIV. Pasien dengan tingkat RNA

virus HIV yang tinggi lebih cepat akan masuk ke fase simptomatik daripada

pasien dengan tingkat RNA virus HIV yang rendah.

 Fase simptomatik

Selama fase akhir dari HIV, yang terjadi sekitar 10 tahun atau lebih setelah

terinfeksi, gejala yang lebih berat mulai timbul dan infeksi tersebut akan berakhir

pada penyakit yang disebut AIDS.

 Penularan HIV/AIDS adalah :

o Hubungan Seks.

o Tranfusi darah

o Penggunaan jarum bekas penderita (Akupunktur, jarum Tatto, jarum tindik

o Antara ibu dan bayi selama hamil, kelahiran dan menyusui.

 Cara pencegahan adalah :

o Hindari seks bebas.

o Jangan berganti-ganti pasangan seksual

o Gunakan kondom terutama untuk kelompok prilaku resiko tinggi dan jangan

jadi donor darah.

o Seseorang ibu yang didiagnosa positif HIV sebaiknya jangan hamil

o Penggunaan jarum suntik sebaiknya satu kali

o Jauhi narkoba.

2. MORBILI

 Pengertian Morbili

144
Morbili adalah penyakit anak menular yang lazim biasanya ditandai dengan gejala-

gejala utama ringan, ruam serupa dengan campak ringan atau demam, scarlet,

pembesaran serta nyeri limpa nadi (Ilmu Kesehatan Anak vol 2, Nelson, EGC, 2000).

Morbili adalah penyakit infeksi virus akut, menular yang ditandai dengan 3 stadium,

yaitu stadium kataral, stadium erupsi, dan stadium konvalesensi. Penularan terjadi

secara droplet dan kontak langsung dengan pasien. Nama lain penyakit ini adalah

campak, measles, atau rubeola. (Arif mansjoer, 2000). Campak yang disebut juga

dengan measles atau rubeola merupakan suatu penyakit infeksi akut yang sangat

menular, disebabkan oleh paramixovirus yang pada umumnya menyerang anak-anak.

Penyakit ini ditularkan dari orang ke orang melalui percikan liur (droplet) yang

terhirup.

 Ruang lingkup

Pasien rawat jalan dan rawat inap dengan penyakit Morbili ( campak )

 Etiologi

Penyebabnya adalah virus morbili yaitu Rubeola yang terdapat dalam sekret

nasofaring dan darah selama masa prodromal sampai 24 jam setelah timbul bercak-

bercak. Virus ini berupa virus RNA yang termasuk famili Paramiksoviridae, genus

Morbilivirus. Virus ini memiliki RNA rantai tunggal, sampai saat ini hanya ada satu

serotipe yang diketahui dapat menimbulkan penyakit pada manusia. Cara penularan

dengan droplet infeksi.

 Factor Resiko Terkena Morbili

 Daya tahan tubuh yang lemah.

 Belum pernah terkena campak.

 Belum pernah mendapat vaksinasi campak.

 Pathofisiologi

145
Virus campak ditularkan lewat infeksi droplet lewat udara, menempel dan berkembang

biak pada epitel nasofaring. Tiga hari setelah invasi, replikasi dan kolonisasi berlanjut

pada kelenjar limfe regional dan terjadi viremia yang pertama.Virus menyebar pada

semua sistem retikuloendotelial dan menyusul viremia kedua setelah 5-7 hari dari

infeksi awal. Adanya giant cells dan proses keradangan merupakan dasar patologik

ruam dan infiltrat peribronchial paru. Juga terdapat udema, bendungan dan perdarahan

yang tersebar pada otak. Kolonisasi dan penyebaran pada epitel dan kulit

menyebabkan batuk, pilek, mata merah (3 C : coryza, cough and conjuctivitis) dan

demam yang makin lama makin tinggi. Gejala panas, batuk, pilek makin lama makin

berat dan pada hari ke 10 sejak awal infeksi (pada hari penderita kontak dengan

sumber infeksi) mulai timbul ruam makulopapuler warna kemerahan.Virus dapat

berbiak juga pada susunan saraf pusat dan menimbulkan gejala klinik encefalitis.

Setelah masa konvelesen pada turun dan hipervaskularisasi mereda dan menyebabkan

ruam menjadi makin gelap, berubah menjadi desquamasi dan hiperpigmentasi. Proses

ini disebabkan karena pada awalnya terdapat perdarahan perivaskuler dan infiltrasi

limfosit. Manusia merupakan satu-satunya inang alamiah untuk virus campak,

walaupun banyak spesies lain, termasuk kera, anjing, tikus, dapat terinfeksi secara

percobaan.Virus masuk ke dalam tubuh melalui system pernafasan, dimana mereka

membelah diri secara setempat, kemudian infeksi menyebar ke jaringan limfoid

regional, dimana terjadi pembelahan diri selanjutnya.Viremia primer menyebabkan

virus, yang kemudian bereplikasi dalam system retikuloendotelial. Akhirnya, viremia

sekunder bersemai pada permukaan epitel tubuh, termasuk kulit, saluran pernafasan,

dan konjungtiva, dimana terjadi replikaksi fokal. Campak dapat bereplikasi dalam

limfosit tertentu, yang membantu penyebarannya di seluruh tubuh. Sel datia berinti

banyak dengan inklusi intranuklir ditemukan dalam jaringan limfoid di seluruh tubuh

146
(limfonodus, tonsil, apendiks). Peristiwa tersebut di atas terjadi selama masa inkubasi,

yang secara khas berlangsung 9-11 hari tetapi dapat diperpanjang hingga 3 minggu

pada orang yang lebih tua. Mula timbul penyakit biasanya mendadak dan ditandai

dengan koriza (pilek), batuk, konjungtivitis, demam, dan bercak koplik dalam mulut.

Bercak koplik -patognomonik untuk campak- merupakan ulkus kecil, putih kebiruan

pada mukosa mulut, berlawanan dengan molar bawah. Bercak ini mengandung sel

datia, antigen virus, dan nukleokapsid virus yang dapat dikenali. Selama fase

prodromal, yang berlangsung 2-14 hari, virus ditemukan dalam air mata, sekresi

hidung dan tenggorokan, urin, dan darah. Ruam makulopopuler yang khas timbul

setelah 14 hari tepat saat antibody yang beredar dapat dideteksi, viremia hilang, dan

demam turun. Ruam timbul sebagai hasil interaksi sel T imun dengan sel terinfeksi

virus dalam pembuluh darah kecil dan berlangsung sekitar seminggu. Pada pasien

dengan cacat imunitas berperantara sel, tidak timbul ruam. Keterlibatan system saraf

pusat lazim terjadi pada campak. Ensefalitis simptomatik timbul pada sekitar 1:1000

kasus. Karena virus penular jarang ditemukan di otak, maka diduga reaksi autoimun

merupakan mekanisme yang menyebabkan komplikasi ini. Sebaliknya, ensefalitis

menular yang progresif akut dapat timbul pada pasien dengan cacat imunitas

berperantara sel. Ditemukan virus yang bereplikasi secara katif dalam otak dan hal ini

biasanya bentuk fatal dari penyakit.

Komplikasi lanjut yang jarang dari campak adalah peneesefalitis sklerotikkans

subakut. Penyakit fatal ini timbul bertahun-tahun setelah infeksi campak awal dan

disebabkan oleh virus yang masih menetap dalam tubuh setelah infeksi campak akut.

Jumlah antigen campak yang besar ditemukan dalam badan inklusi pada sel otak yang

terinfeksi, tetapi partikel virus tidak menjadi matang. Replikasi virus yang cacat adalah

akibat tidak adanya pembentukan satu atau lebih produk gen virus, sering kali protein

147
matriks. Tidak diketahui mekanisme apa yang bertanggung jawab untuk pemilihan

virus patogenik cacat ini. Adanya virus campak intraseluler laten dalam sel otak pasien

dengan panensefalitis sklerotikans subakut menunjukkan kegagalan system imun

untuk membasmi infeksi virus. Ekspresi antigen virus pada permukaan sel dimodulasi

oleh penambahan antibodi campak terhadap sel yang terinfeksi dengan virus campak.

Dengan menngekspresikan lebih sedikit antigen virus pada permukaan, sel-sel dapat

menghindarkan diri agar tidak terbunuh oleh reaksi sitotoksik berperantara sel atau

berperantara antibody tetapi dapat tetap mempertahankan informasi genetic virus.

Anak- anak yang diimunisasi dengan vaksin campak yang diinaktivasi kemudian

dipaparkan dengan virus campak alamiah, dapat mengalami sindroma yang disebut

campak atipik. Prosedur inaktivasi yang digunakan dalam produksi vaksin akan

merusak imunogenisitas protein F virus; walaupun vaksin mengembangkan respon

antibody yang baik terhadap protein H, tanpa adanya infeksi antibody F dapat dimulai

dan virus dapat menyebar dari sel ke sel melalui penyatuan. Keadaan ini akan cocok

untuk reaksi patologik imun yang dapat memperantarai campak atipik. Vaksin virus

campak yang diinaktifkan tampak digunakan lagi.

 Maifestasi klinis

Masa tunas/inkubasi penyakit berlangsung kurang lebih dari 10-20 hari dan kemudian

timbul gejala-gejala yang dibagi dalam 3 stadium 1.

 Stadium kataral (prodromal) Stadium prodromal berlangsung selama 4-5 hari

ditandai oleh demam ringan hingga sedang, batuk kering ringan, coryza,

fotofobia dan konjungtivitis. Menjelang akhir stadium kataral dan 24 jam

sebelum timbul enantema, timbul bercak koplik yang patognomonik bagi

morbili, tetapi sangat jarang dijumpai. Bercak koplik berwarna putih kelabu,

sebesar ujung jarum dan dikelilingi oleh eritema. Lokalisasinya dimukosa

148
bukalis berhadapan dengan molar dibawah, tetapi dapat menyebar tidak teratur

mengenai seluruh permukaan pipi. Meski jarang, mereka dapat pula ditemukan

pada bagian tengah bibir bawah, langit-langit dan karankula lakrimalis. Bercak

tersebut muncul dan menghilang dengan cepat dalam waktu 12-18 jam.

Kadang-kadang stadium prodromal bersifat berat karena diiringi demam tinggi

mendadak disertai kejang-kejang dan pneumoni.

 Stadium erupsi Coryza dan batuk-batuk bertambah. Timbul enantema/titik

merah dipalatum durum dan palatum mole. Terjadinya eritema yang berbentuk

makula papula disertai dengan menaiknya suhu tubuh. Eritema timbul

dibelakang telinga dibagian atas lateral tengkuk, sepanjang rambut dan bagian

belakang bawah. Kadang-kadang terdapat perdarahan primer pada kulit. Rasa

gatal, muka bengkak. Terdapat pembesaran kelenjar getah bening disudut

mandibula dan didaerah leher belakang. Juga terdapat sedikit splenomegali,

tidak jarang disertai diare dan muntah. Variasi dari morbili yang biasa ini

adalah “Black Measles” yaitu morbili yang disertai perdarahan pada kulit,

mulut, hidung dan traktus digestivus.

 Stadium konvalesensi Erupsi berkurang meninggalkan bekas yang berwarna

lebih tua (hiperpigmentasi) yang bisa hilang sendiri. Selain hiperpigmentasi

pada anak Indonesia sering ditemukan pula kulit yang bersisik.

Hiperpigmentasi ini merupakan gejala patognomonik untuk morbili. Pada

penyakit-penyakit lain dengan eritema atau eksantema ruam kulit menghilang

tanpa hiperpigmentasi. Suhu menurun sampai menjadi normal kecuali bila ada

komplikasi

3. TUBERCULOSIS

 Pengertian

149
 TBC adalah suatu infeksi kronik jaringan paru yang disebabkan Mycobacterium

tuberculosae (Herdin, 2005).

 TB Paru (tuberculosis) adalah penyakit menular yang langsung disebabkan oleh

kuman TB (Mycobaterium tuberculosa). Sebagian besar kuman TBC ini

menyerang paru, tetapi dapat juga mengenai organ tubuh lainnya ( Depkes RI,

2006 ).

 Tuberkulosis (TB) adalah penyakit infeksius, yang terutama menyerang

parenkim paru, dapat juga ditularkan kebagian tubuh yang lainnya (Brunner,

2002).

Gejala TB dapat dibagi menjadi gejala sistemik dan gejala respiratorik. Secara

sistemik pada umumnya penderita akan mengalami Demam tidak tinggi selama > 1

bulan, badan lemas, nafsu makan menurun, berat badan menurun, malaise,

berkeringat malam hari tanpa kegiatan fisik.

Adapun gejala repiratorik atau gejala saluran pernafasan adalah batuk. Batuk bisa

berlangsung secara terus-menerus selama 3 mingggu atau lebih. Hal ini terjadi

apabila sudah melibatkan brochus. Gejala respiratorik lainnya adalah batuk

produktif sebagai upaya untuk membuang ekskresi peradangan berupa dahak atau

sputum. Dahak ini kadang bersifat purulent.

Kadang gejala respiratorik ini ditandai dengan batuk berdarah. Hal ini disebabkan

karena pembuluh darah pecah, akibat luka dalam alveoli yang sudah lanjut. Batuk

darah inilah yang sering membawa penderita berobat ke dokter. Apabila kerusakan

sudah meluas, timbul sesak nafas dan apabila pleura sudah terkena, maka disertai

pula dengan rasa nyeri pada dada.

Gejala-gejala tersebut diatas dapat dijumpai pula pada penyakit paru selain TB,

seperti bronkiektasis, bronkitis kronis, asma, kanker paru, dan lain-lain. Mengingat

150
prevalensi TB di Indonesia saat ini masih tinggi, maka setiap orang yang datang ke

UPK dengan gejala tersebut diatas, dianggap sebagai seorang tersangka (suspek)

pasien TB, dan perlu dilakukan pemeriksaan dahak secara mikroskopis langsung.

Penentuan klasifikasi penyakit dan tipe pasien tuberculosis memerlukan suatu

“definisi kasus” yang meliputi empat hal , yaitu:

 Lokasi atau organ tubuh yang sakit: paru atau ekstra paru;

 Bakteriologi (hasil pemeriksaan dahak secara mikroskopis): BTA positif atau

BTA negatif;

 Tingkat keparahan penyakit: ringan atau berat.

 Riwayat pengobatan TB sebelumnya: baru atau sudah pernah diobati

Manfaat dan tujuan menentukan klasifikasi dan tipe adalah

 Menentukan paduan pengobatan yang sesuai

 Registrasi kasus secara benar

 Menentukan prioritas pengobatan TB BTA positif

 Analisis kohort hasil pengobatan

Kesesuaian paduan dan dosis pengobatan dengan kategori diagnostik sangat

diperlukan untuk:

 Menghindari terapi yang tidak adekuat (undertreatment) sehingga mencegah

timbulnya resistensi,

 Menghindari pengobatan yang tidak perlu (overtreatment) sehingga

meningkatkan pemakaian sumber-daya lebih biaya efektif (cost-effective)

 Mengurangi efek samping.

 Klasifikasi berdasarkan organ tubuh yang terkena:

151
 Tuberkulosis paru. Tuberkulosis paru adalah tuberkulosis yang menyerang

jaringan (parenkim) paru. tidak termasuk pleura (selaput paru) dan kelenjar

pada hilus.

 Tuberkulosis ekstra paru. Tuberkulosis yang menyerang organ tubuh lain selain

paru, misalnya pleura, selaput otak, selaput jantung (pericardium), kelenjar

lymfe, tulang, persendian, kulit, usus, ginjal, saluran kencing, alat kelamin, dan

lain-lain.

 Klasifikasi berdasarkan hasil pemeriksaan dahak mikroskopis Tuberkulosis paru

BTA positif.

 Sekurang-kurangnya 2 dari 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif.

 1 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan foto toraks dada menunjukkan

gambaran tuberkulosis.

 1 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan biakan kuman TB positif.

 1 atau lebih spesimen dahak hasilnya positif setelah 3 spesimen dahak SPS

pada pemeriksaan sebelumnya hasilnya BTA negatif dan tidak ada perbaikan

setelah pemberian antibiotika non OAT.

Tuberkulosis paru BTA negatif

 Kasus yang tidak memenuhi definisi pada TB paru BTA positif.

 Kriteria diagnostik TB paru BTA negatif harus meliputi:

 Paling tidak 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA negative

 Foto toraks abnormal menunjukkan gambaran tuberkulosis.

 Tidak ada perbaikan setelah pemberian antibiotika non OAT.

 Ditentukan (dipertimbangkan) oleh dokter untuk diberi pengobatan.

 Klasifikasi berdasarkan tingkat keparahan penyakit.

152
 TB paru BTA negatif foto toraks positif dibagi berdasarkan tingkat keparahan

penyakitnya, yaitu bentuk berat dan ringan. Bentuk berat bila gambaran foto

toraks memperlihatkan gambaran kerusakan paru yang luas (misalnya proses

“far advanced”), dan atau keadaan umum pasien buruk.

 TB ekstra-paru dibagi berdasarkan pada tingkat keparahan penyakitnya, yaitu:

 TB ekstra paru ringan, misalnya: TB kelenjar limfe, pleuritis eksudativa

unilateral, tulang (kecuali tulang belakang), sendi, dan kelenjar adrenal.

 TB ekstra-paru berat, misalnya: meningitis, milier, perikarditis, peritonitis,

pleuritis eksudativa bilateral, TB tulang belakang, TB usus, TB saluran

kemih dan alat kelamin.

Catatan:

 Bila seorang pasien TB paru juga mempunyai TB ekstra paru, maka untuk

kepentingan pencatatan, pasien tersebut harus dicatat sebagai pasien TB

paru.

 Bila seorang pasien dengan TB ekstra paru pada beberapa organ, maka

dicatat sebagai TB ekstra paru pada organ yang penyakitnya paling berat.

 Klasifikasi berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya

Klasifikasi berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya dibagi menjadi beberapa

tipe pasien, yaitu:

 Kasus baru

Adalah pasien yang belum pernah diobati dengan OAT atau sudah pernah

menelan OAT kurang dari satu bulan (4 minggu).

 Kasus kambuh (Relaps)

153
Adalah pasien tuberkulosis yang sebelumnya pernah mendapat pengobatan

tuberkulosis dan telah dinyatakan sembuh atau pengobatan lengkap,

didiagnosis kembali dengan BTA positif (apusan atau kultur).

 Kasus setelah putus berobat (Default )

Adalah pasien yang telah berobat dan putus berobat 2 bulan atau lebih

dengan BTA positif.

 Kasus setelah gagal (Failure)

Adalah pasien yang hasil pemeriksaan dahaknya tetap positif atau kembali

menjadi positif pada bulan kelima atau lebih selama pengobatan.

 Kasus Pindahan (Transfer In)

Adalah pasien yang dipindahkan dari UPK yang memiliki register TB lain

untuk melanjutkan pengobatannya.

 Kasus lain:

Adalah semua kasus yang tidak memenuhi ketentuan diatas. Dalam kelompok

ini termasuk Kasus Kronik, yaitu pasien dengan hasil pemeriksaan masih BTA

positif setelah selesai pengobatan ulangan.

Catatan:

TB paru BTA negatif dan TB ekstra paru, dapat juga mengalami kambuh,

gagal, default maupun menjadi kasus kronik. Meskipun sangat jarang, harus

dibuktikan secara patologik, bakteriologik (biakan), radiologik, dan

pertimbangan medis spesialistik.

3.3.6 Pelayanan Pasien Dialisis

PEDOMAN PELAYANAN DIALISIS

A. PENDAHULUAN

154
1. Latar Belakang

Penyakit ginjal kronik (PGK) merupakan masalah besar di Indonesia. Prevalensi PGK

di Indonesia dilaporkan sebanyak 12,5% dari populasi dewasa. Diperkirakan saat ini

terdapat sekitar 80.000 pasien yang memerlukan pengobatan pengganti ginjal di

Indonesia. Sedangkan tindakan hemodialisis di Indonesia baru mendekati angka

15.000 orang pada tahun 2010. Sehingga jumlah pasien yang belum terlayani

sangatlah besar.

Pada usia anak, belum ada data nasional mengenai angka kejadian PGK maupun

jumlah pasien yang memperoleh pengobatan pengganti ginjal. Data lokal di …….

Jakarta (tahun 1991-1995) menyebutkan angka kejadian PGK pada anak sebesar 4,9%

dari 668 penderita penyakit ginjal yang dirawat inap, dan 2,6% dari 865 penderita

penyakit ginjal yang berobat jalan. Belum semua anak yang terindikasi memperoleh

pengobatan pengganti ginjal, dapat menjalani dialisis atau transplantasi ginjal akibat

keterbatasan fasilitas dan sumber dana. Sementara studi epidemiologi di Jepang

melaporkan angka kesintasan yang cukup besar yaitu 77%, jika dialisis atau

transplantasi ginjal dapat dilakukan pada anak yang mengalami gagal ginjal terminal

(GGT). Terapi definitif pada kasus GGT adalah transplantasi ginjal, namun

pelaksanaan transplantasi tersebut memerlukan kesiapan orangtua baik secara

psikologis maupun finansial. Oleh sebab itu upaya pengadaan pelayanan hemodialisis

pada anak mutlak diperlukan, untuk memberikan angka kesintasan yang baik bagi

anak dengan GGT, sementara menanti kesiapan tindakan transplantasi ginjal.

Melihat besarnya jumlah tindakan dan kecenderungan peningkatan jumlah pasien yang

memerlukan dialisis, maka sangatlah penting bagi dokter untuk memperhatikan

kualitas pelayanan dengan cara menerapkan manajemen dan penatalaksanaan terpadu

yang dibantu oleh tenaga medik dan paramedik lainnya.

155
2. Tujuan

Buku panduan ini bertujuan untuk memberikan suatu pedoman dalam pelaksanaan

pelayanan hemodialisis sehingga didapatkan suatu pelayanan yang baku, berkualitas

dan komprehensif.

3. Ruang Lingkup

Unit kerja hemodialisis baik untuk pasien dewasa maupun anak yang sedang menjalani

hemodialisis rutin maupun akut.

4. Dasar Hukum

Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 812/Menkes/Per/VII/2010

tentang Penyelenggaraan Pelayanan Dialisis pada Fasilitas Pelayanan Kesehatan.

5. Pengertian Pelayanan Hemodialisis

Hemodialisis (HD) adalah salah satu terapi pengganti ginjal yang menggunakan alat

khusus dengan tujuan mengatasi gejala dan tanda akibat laju filtrasi glomerulus yang

rendah sehingga diharapkan dapat meningkatkan kualitas hidup pasien.

6. Tujuan

 Memperbaiki dan meningkatkan kualitas hidup pasien agar tetap aktif dan Produktif.

 Meningkatkan keterampilan perawat hemodialisis melalui pelatihan dan pendidikan

berkelanjutan.

 Memeberikan pelayanan hemodialisis secara profesional sesuai perkembangan

teknologi dan kebutuhan pasien hemodialisis termasuk masyarakat yang

berkekurangan.

156
7. Sasaran

 Prosedur pelayanan pada pasien baru

 Bila pasien belum terpasang akses vaskuler digunakan pungsi femoral atau

dianjurkan untuk pemasangan cateter double lumen (CDL) yang dilakukan

oleh dokter anastesi diruang operasi.

 Selama dialisis berlangsung semua operasional dibawah pengawasan dan

tanggung jawab dokter spesialis penyakit dalam konsultan ginjal dan hipertensi

ruang Hemodialisis.

 Pasien rutin

 Pembuatan akses vaskuler ditujukan kepada pasien pre dialisis yang sudah

dipersiapkan lama setelah mendapatkan penjelasan dari dokter spesialis

penyakit dalam konsultan ginjal dan hipertensi dan pasien menyatakan

persetujuannya dengan membuat informed consent.

 Pasien datang ke ruang hemodialisis sesuai jadwal dialisis atau sesuai

perjanjian sebelumnya.

 Perubahan jadwal dialisis harus ada pemberitahuan ke pasien atau keluarganya.

 Pasien Emergensi

 Penanganan emergensi dan pemberian terapi sesuai dengan petunjuk dan

kesepakatan dari dokter penanggung jawab

 Menghubungi segera keluarga pasien terdekat

 Perawat hemodialisis wajib mencatat ( dokumentasi ) secara lengkap dan rinci

setiap kejadian dan tindakan yang telah di lakukan pada pasien

 Pasien Cito ( pasien yang harus segera dilakukan terapi dialisis )

 Pasien rawat jalan yang akan melakukan cito hemodialisa dianjurkan melalui

ruang emergenci terlebih dahulu untuk dilakukan pemeriksaan oleh dokter IGD

157
apakah perlu dilakukan pemeriksaan laboratorium, rontgen, EKG, dll yang

hasilnya akan di laporkan ke dokter penanggung jawab hemodialisis.

 Petugas emergensi akan menghubungi perawat on call HD.

 Sesegera mungkin pasien di lakukan dialisis.

158
8. Struktur Organisasi

Direktur
dr. Mario Polo Widjaya,M.Kes.,Sp.OT

KABID MEDIS DAN PENUNJANG

KEPALA UNIT HEMODIALISA

dr. Adry Leonardy Tendean

KOORDINATOR UNIT HEMODIALISA

Satrina,Amd.Kep

Perawat Pelaksana

Sub Unit Pelayanan Medis Sub Unit Penunjang Medis

1. HCU 1. Radiologi
2. Rawat Jalan 2. Laboratorium
3. Rawat Inap 3. Fisioterapi
4. Kamar Operasi 4. Farmasi
5. IGD 5. Rekam Medik

159
9. Kompetensi

 Kepala Unit Hemodialisis adalah Dokter SpPD-KGH.

 Dokter penanggung jawab pelayanan (DPJP) hemodialisis adalah Dokter SpPD-

KGH yang telah mempunyai sertifikat pelatihan HD di pusat pendidikan yang

terakreditasi dan disahkan oleh PB PERNEFRI.

 Perawat mahir HD adalah Perawat yang bersertifikat pelatihan HD di pusat

pendidikan yang terakreditasi dan disahkan oleh PB PERNEFRI.

 Perawat Pelaksana dan SPS

10. Klasifikasi dan Uraian Tugas

 Penanggung jawab

Seorang Dokter Spesialis Penyakit Dalam Konsultan Ginjal Hipertensi (Dokter

SpPD-KGH) yang diakui oleh PB PERNEFRI yang bertugas sebagai dokter

penanggung jawab ruang Hemodialisis.

 Perawat Mahir

Perawat yang telah menempuh pendidikan khusus dialisis dan perawat ginjal

intensif di pusat pelatihan dialisis yang diakui PERNEFRI.

 Perawat Pelaksana

Seorang lulusan sarjana keperawatan dan lulusan akademi keperawatan yang

memberikan asuhan keperawatan dan membantu tugas perawat mahir HD.

 Teknisi

Petugas teknik khusus mesin HD yang disediakan oleh provider. Bertugas untuk

menyiapkan mesin dan perlengkapannya, menjalankan dan merawat mesin dialisis

dan pengolah air. ( Teknisi Produsen ).

160
11. Konsep Pelayanan Hemodialisis

 Dilakukan secara komprehensif

 Pelayanan dilakukan sesuai standar

 Peralatan yang tersedia harus memenuhi ketentuan

 Semua tindakan harus terdokumentasi dengan baik

 Harus ada sistem monitor dan evaluasi

12. Tata Laksana

 Pasien Baru

 Pasien

o Pasien membawa surat pengantar dari dokter internist dan hasil

laboratorium ( bila pasien rawat jalan )

o Pasien membawa hasil tertulis seperti : foto torak, USG abdomen, BNO-

IVP ( bila ada )

o Pada pasien baru pasien harus dilakukan pemeriksaan laboratorium HbsAg,

anti HCV, anti HIV dan darah rutin.

NB. Pada pasien baru kadar Hb dalam darah harus lebih dari 7, jika kurang

harus ada persediaan darah .

o Pada pasien baru harus mengisi informed consent setelah mendapatkan

penjelasan dari dokter internis atau dokter penanggung jawab HD.

 Dokter Internist

o Melakukan pemeriksaan keadaan umum pasien.

o Menjelaskan manfaat dan resiko tindakan.

 Perawat Hemodialisis

o Memberikan orientasi tempat dialisis.

161
o Menjelaskan proses dialisis berlangsung.

o Membuat perjanjian jadwal dialisis bersama pasien dan keluarga

o Menjelaskan biaya dialisis bila pasien bayar sendiri dan pemakaian obat-

obatan .

o Memberikan motivasi kepada pasien dan keluarga akan manfaat dan

pentingnya dialisis secara teratur

 Ahli Gizi

o Memberikan penyuluhan tentang diet pasien.

o Batasan cairan yang dianjurkan ( jumlah urine /24 jam + 500 cc air ).

o Batasan makanan dan buah yang harus dihindari dan dianjurkan

o Memberikan pamflet sesuai kebutuhan pasien .

 Pasien Rutin

 Dokter Internis konsultan ginjal hipertensi.

 Melakukan pemeriksaan fisik setiap hari pada pasien dialisis.

 Memberikan terapi obat- obatan yang dibutuhkan pada pasien dialisis.

 Memberikan keputusan terhadap perubahan terapi dialisis sehubungan dengan

peningkatan kualitas hidup pasien.

 Perawat Hemodialisis

 Melakukan anamnesa dengan benar dan tepat.

 Menjalankan proses dialisis sesuai dengan SOAP.

 Melakukan observasi ketat selama tindakan dialisis berlangsung.

 Kolaborasi dengan dokter yang bertanggung jawab di ruang Hemodialisis.

 Memindahkan pasien keruangan ICU jika mengalami kegawatan durante HD.

13. Prosedur Penerimaan Pasien

162
 Pasien baru/ lama dan keluarga harus melalui pendaftaran terlebih dahulu untuk

melakukan registrasi.

 Untuk kasus emergensi pada pasien rawat jalan harus melalui ruang IGD terlebih

dahulu.

 Pasien datang keruang HD.

 Untuk pasien baru di jelaskan tentang prosedur, indikasi dan komplikasi durante

HD.

 Bila pasien setuju pasien/ keluarga pasien harus menandatangi informed consent

untuk tindakan dialisis.

 Pasien mendapatkan tindakan dialisis.

 Pasien selesai dialisis bila tidak ada komplikasi pasien boleh pulang setelah

beristirahat terlebih dahulu.

14. Prosedur Pelayanan Hemodialisis

 Tindakan inisiasi hemodialisis (HD pertama) dilakukan setelah melalui

pemeriksaan/konsultasi dengan Konsultan Ginjal Hipertensi atau Konsultan

Nefrologi Anak atau Dokter Spesialis Penyakit Dalam (Dokter SpPD) yang telah

bersertifikat HD.

 Skrining infeksi: HBsAg, AntiHCV, HIV.

 Tindakan HD pertama kali pada dewasa maupun anak memerlukan waktu kurang

lebih 3-4jam.

 Setiap tindakan hemodialisis rutin pada dewasa dan anak terdiri dari:

 Persiapan pelaksanaan hemodialisis: 30 menit

 Pelaksanaan hemodialisis: 4 jam

 Evaluasi pasca hemodialisis: 30 menit

163
Sehingga untuk setiap pelaksanaan hemodialisis rutin diperlukan waktu mulai dari

persiapan sampai dengan waktu pasca hemodialisis minimal 6 jam.

 Tindakan hemodialisis akut pada dewasa dan anak mempertimbangkan kondisi

hemodinamik (kardiovaskular). Apabila tidak memungkinkan dilakukan HD maka

dapat dilakukan modalitas terapi lain seperti SLED ataupun CRRT.

 Setiap pasien HD rutin wajib dilakukan pemantauan hemodinamik minimal setiap

1 jam oleh perawat.

 Pasien dengan kondisi yang tidak stabil dilakukan monitoring yang lebih ketat.

 Harus memberikan pelayanan sesuai standar profesi dan memperhatikan hak

pasien termasuk membuat informed consent.

15. Alur Pasien dalam Pelayanan Hemodialisis

Pasien hemodialisis Rumah Sakit Santa Anna dapat berasal dari:

 Instalasi Rawat Jalan

 Instalasi Rawat Inap (termasuk ruang rawat intensif)

 Instalasi Gawat Darurat

 Rujukan dari Rumah Sakit/Institusi Kesehatan lainnya

Kegiatan selanjutnya adalah:

 Pemeriksaan/penilaian/asesmen

 Hemodialisis

 Bisa dikembalikan ke tempat semula/Dokter pengirim

 Diberikan discharge planning setiap akhir sesi dialisis

164
16. Persyaratan Minimal Obat dan Alat Kesehatan Habis Pakai

OBAT

No. Nama Obat Satuan Kekuatan

1 Adrenalin HCL Ampul 1 mg

2 Dexamethason Flacon 10 mg

3 Heparin 5.000 IU Vial 5.000 IU/ml

4 Anti Histamin Tablet

5 Clonidin Tablet 0

6 Diazepam Ampul 10 mg

7 Lidocain HCl 2% Ampul 20 mg/ml

8 NaCl 0,9% Kolf 500 ml

9 Nifedipin Tablet 5 mg

10 Captopril Tablet 12,5 mg

11 Paracetamol Tablet 500 mg

12 H2O2 Larutan 3%

13 Iodine Povidone Larutan 10%

14 Antiseptic (Salvon, Larutan

Hibiscrub, dll)

15 Alkohol 96% Larutan

165
17. Alat Kesehatan Habis Pakai

No. Nama Alat Kesehatan

1 Hollow fiber ( Dialyser )

2 Blood line ( AVBL)

3 Fistula ( AVF )

4 Disposable syringe

5 Kassa steril

6 HD set

7 Masker disposable

8 Sarung tangan steril

9 Infus Set

10 Plester

11 Oksigen tabung

12 Bayclin/ (untuk desinfektan mesin sesuai dengan petunjuk pabrik)

13 Citrit Acid (untuk desinfektan mesin sesuai dengan petunjuk

pabrik)

14 Formalin 40 % (untuk desinfektan mesin sesuai dengan petunjuk

pabrik)

18. Persyaratan Minimal Bangunan dan Prasarana

Unit Hemodialisis berada pada gedung lama rumah sakit dimana merupakan unit

pertama bila masuk melalui pintu masuk kedua gedung lama ( samping atm BCA ). Di

sebelah kanan terdapat ruang hemodialisis yang terbagi atas dua. Luas ruang

hemodialisis pertama yaitu ± 45 m² pada ruanga tersebut terdapat 10 tempat tidur dan

10 mesin hemodialisis. Terdapat ruang water treatment berukuran ± 9 m² dan WC

166
seluas ±4 m² disebelah barat ruangan. Sedangkan pada sebelah timur bersambungan

langsung dengan ruang kepla unit dengan luas ± 8 m² serta bersebelahan dengan ruang

penanggung jawab unit hemodialisis. Di depan ruang hemodialisis pertama terdapat

rua RESERFE OSMOSIS ( RO ) seluas ±4m². Luas ruang hemodialisis kedua yaitu

±30 m². Pada ruang tersebut terdapat 4 tempat tidur dan 4 mesin hemodialisis.Sebelah

selatan ruangan terdapat dapur dengan luas ± 10 m² serta ruang cuci alat luas ± 4 m²,

sedangkan pada sebelah timur terdapat kamar ganti seluas ± 6 m².

19. Persyaratan Minimal Peralatan

Satu unit hemodialisis mempunyai peralatan meliputi:

 Sekurang-kurangnya 4 mesin hemodialisis yang siap pakai dan jenis mesin

hemodialisis tersebut harus terdaftar di Departemen Kesehatan.

 Tempat tidur untuk tempat pasien yang sedang menjalani hemodialisis.

 Peralatan medik standar seperti stetoskop, tensimeter, timbangan berat badan, dan

sebagainya dengan jumlah sesuai kebutuhan.

 Peralatan resusitasi kardipulmoner yang sekurang-kurangnya terdiri dari ambu

viva, defibrillator, suction, endotracheal tube.

 Peralatan pengolahan air sehingga air untuk dialisis memenuhi standar Association

for the Advancement of Medical Instrumentation (AAMI).

 Peralatan sterilisasi alat medis.

 Generator listrik berkapasitas sekurang-kurangnya sebesar kebutuhan untuk

menjalankan mesin hemodialisis yang ada.

 Peralatan pemadam kebakaran.

 Peralatan komunikasi eksternal (telepon dan fax).

 Peralatan untuk kegiatan perkantoran.

 Perlengkapan dan peralatan lain sesuai kebutuhan.

167
B. PATIENT SAFETY

1. Pengendalian Infeksi

Unit dialisis wajib menyediakan dan memonitor kesehatan lingkungan untuk

meminimalkan transmisi agen infeksius didalam dan antar unit serta rumah sakit di

sekitarnya atau kawasan publik lainnya.

Pencegahan transmisi infeksi diantara pasien hemodialisis meliputi:

 Pengendalian infeksi di unit hemodialisis

 Pengendalian infeksi ditujukan untuk mencegah transmisi virus bloodborne

dan bakteri patogenik lainnya diantara pasien.

 Pemeriksaan serologik rutin untuk infeksi virus Hepatitis B, Anti HCV, HIV.

 Isolasi mesin untuk masing – masing pengidap virus hepatitis B, Virus hepatitis

C dan non Virus ( negatif ).

 Surveilans untuk mencari infeksi dan efek samping lainnya.

 Pelatihan dan edukasi pengendalian infeksi.

2. Kualitas Air dan Dialisat

Kondisi ini mengacu pada standar Association for the Advancement of Medical

Instrumentation (AAMI). Kemurnian air. Kadar maksimum kontaminan kimiawi yang

diperbolehkan dalam air yang dipakai untuk persiapan dialisat dan konsentrat cair di

fasilitas dialisis dan untuk proses dialisis disajikan pada tabel dibawah ini.

168
Pihak supplier water treatment ( RO ) system wajib merekomendasikan suatu

sistem yang mampu memenuhi standar tersebut pada saat instalasi diberikan

analisis air.

Setelah instalasi water treatment ( RO ), penyimpanan dan sistem distribusi, user

bertanggung jawab untuk monitoring kontinyu kadar kontaminan kimiawi di

dalam air dan harus memenuhi standar AAMI. Pemeriksaan kontaminan kimiawi

dilakukan setiap enam bulan.

Bakteriologi air. Air yang dipakai untuk persiapan dialisat atau konsentrat cair di

fasilitas dialisis dan untuk proses dialysis wajib memiliki kadar bakteri (total

viable microbial count) kurang dari 200 CFU/ml dan kadar endotoksin kurang dari

2 EU/ml.

169
Direktur operasional bertanggung jawab untuk menjamin supplier agar dapat

memenuhi persyaratan tersebut pada saat instalasi dilakukan baik pada water

treatment system, penyimpanan dan distribusi.

Pemeriksaan bakteri dan endotoksin wajib dilakukan satu bulan sekali.

Bakteriologi dialisat ultrapure. Dialisat ultrapure harus mengandung total viable

microbial count kurang dari 0.1 CFU/ml dan kadar endotoksin kurang dari 0.03

EU/ml.

User bertanggung jawab untuk monitoring bakteriologi dialisat setelah instalasi.

Prasarana. Fasilitas dialisis wajib mengembangkan rencana cadangan apabila

sistem pemurnian air dan distribusinya mengalami kegagalan.

Sistem pemurnian air. Sistem pemurnian air terdiri dari 3 bagian dasar: bagian pre-

treatment (sediment filter, cartridge filter, softener, dan carbon adsorption bed),

proses pemurnian primer (reverse osmosis) dan deionisasi dan ultrafiltrasi.

Lingkungan. Sistem pemurnian air dan penyimpanannya harus dilokasikan di area

yang aman yang mudah diakses untuk user. Lokasi yang dipilih harus

mempertimbangkan ruang untuk meminimalkan panjang dan kompleksitas sistem

distribusi. Akses ke sistem pemurnian air harus dibatasi hanya untuk staf yang

bertanggung jawab untuk monitoring dan pemeliharaan sistem.

Penyimpanan air dan distribusinya. Sistem penyimpanan air dan distribusinya

harus dirancang khusus untuk memudahkan kontrol bakterial, termasuk

pengukuran untuk mencegah kolonisasi bakteri dan memudahkan proses

desinfeksi rutin.

Bagian dasar tangki penyimpanan air berbentuk kerucut atau mangkuk dan harus

mengalir dari titik terendah dari dasar.

170
Sistem distribusi air berbentuk loop kontinyu dan dirancang untuk meminimalkan

proliferasi bakteri dan pembentukan biofilm. Sistem distribusi air dibuat dari

bahan yang tidak menambah unsur kimia seperti aluminium, tembaga, timah dan

seng atau kontaminan bakteri pada air yang telah dimurnikan.

3. Lingkungan Fisik

 Fasilitas dialisis dirancang, dibangun, dilengkapi dan dipelihara untuk menyediakan

lingkungan yang aman, fungsional dan nyaman untuk pasien, staf dan masyarakat.

 Fasilitas dialisis harus menerapkan proses dan prosedur untuk mengelola kedaruratan

medis dan non medis yang mungkin mengancam kesehatan atau keselamatan pasien,

staf, atau masyarakat. Kedaruratan yang dimaksud meliputi, namun tidak terbatas

pada, kebakaran, kegagalan peralatan atau daya, terkait perawatan, gangguan

pasokan air, dan bencana alam yang sering terjadi di wilayah geografis setempat.

4. Sistem Pembiayaan

 Sumber:

- Biaya sendiri (out of pocket)

- Jaminan: BPJS

- Perusahaan

- Lain-lain

 Pola tarif terdiri dari:

- Konsultasi dokter

- Tindakan:

a. Jasa medik

b. Jasa rumah sakit

c. Bahan dan alat

5. Pengendalian Limbah

171
Mengikuti pengendalian limbah di rumah sakit.

6. Kesehatan dan Keselamatan Kerja

Harus diperhatikan hal-hal sebagai berikut:

 Pelaksanaan kewaspadaan universal (universal precaution) yang ketat (pasien, staf,

penggunaan alat medik/non medik) merupakan kunci utama dalam pencegahan

transmisi.

 Penataan ruang, aksesibilitas, penerangan dan pemilihan material harus sesuai

dengan ketentuan yang mengacu pada patient safety.

 Isolasi mesin hemodialisis diharuskan pada pengidap virus Hepatitis B (VHB), pada

pengidap virus Hepatitis C (VHC), pengidap virus hepatitis B dan C, dan HIV.

 Untuk keselamatan kerja dalam memberikan pelayanan, petugas hemodialisis

membutuhkan APD, Sebagai berikut :

 Masker

 Handscoon

 Pakaian khusus Hemodialisis

 Sendal / Alat kaki khusus

 Topi khusus Hemodialisis

7. Pencatatan dan Pelaporan

 Dalam rekam medik dicatat diagnosis medik (berdasarkan ICD X dan ICD 9 CM)

untuk pelaporan ke manajemen RS.

 Mengirim laporan ke Indonesian Renal Registry PERNEFRI secara berkala tiap

bulan.

C. DOKUMENTASI

 Dokumentasi pelayanan pasien yang menjalani terapi Hemodialisa meliputi :

 Pengkajian, meliputi :

172
 Nama

 Umur

 Nomor rekam medik

 Status Rawat meliputi: Rawat jalan ( RJ )/ Rawat Inap ( RI )

 Rekening, yaitu : Pribadi ( P )/ Kantor ( K ) / BPJS.

 Dokter yang merawat

 Diagnosis Medis

 Berat Kering ( dry weight )

 Berat Badan pre dan post HD

 Keluhan Utama

 Penyakit Penyerta

 Mesin HD

 Jenis Dialiser

 Dialiser baru

 Mulai HD ( waktu )

 Selesai HD

 Lama HD ( jam )

 UF Goal/ UF Target ( kg/ cc )

 Volume Priming

 Dialisat

 Akses Vaskuler ( cimino/ cateter double lumen / pungsi femoral )

 Heparinisasi ( umum/ minimal ): Dosis Awal dan Dosis selama HD

 Pemeriksaan Fisik Pasien

 Tingkat Kesadaran pasien

 Tekanan darah ( mmHg )

173
 Suhu/ nadi

 Berat Badan ( kg )

 Penambahan Berat badan ( kg )

 Bila ada hasil laboratorium bisa di dokumentasikan

 Diagnosis Keperawatan

Biasa yang muncul pada pasien gagal ginjal adalah :

Resiko tinggi/ gangguan keseimbangan cairan / elektrolit lebih/ kurang berhubungan

dengan :

 Ketidakmampuan ginjal mengeluarkan cairan/ elektrolit

 Ketidak patuhan mengikuti jadwaal Hemodialisis

 Pengeluaran cairan yang tidak adekuat

Hasil yang di harapkan:

 Cairan dan elektrolit dalam batas normal

 Sesak, udema, ronchi dan efusi pleura tidak ada

 Elektrolit dan albumin dan tanda- tanda vital dalam batas normal

 UF Target sesuai rencana

 Intake dan output cairan sesuai yang diharapkan

 Intervensi

 Atur posisi pasien

 Auskultasi bunyi jantung dan paru ( biasa dilakukan oleh dokter internis atau

dokter penanggung jawab HD )

 Target dialisis ( kg )

 Kaji Kemampuan pasien dalam mengelola cairan

 Kolaborasi dengan dokter bila ada pemberian terapi obat, EKG, dan

laboratorium

174
 Berikan edukasi sesuai program

 Inisiasi, monitoring durante HD

 Pantau cairan masuk dan keluar

 Terminasi

 Implementasi

Meliputi kegiatan observasi pada pasien meliputi tanda- tanda vital dan akses vaskuler

yang di gunakan bisa dicatat pada lembar implentasi yan dilakukan tergantung pada

kondisi pasien ( bila pasien tidak ada komplikasi durante HD biasa 1 jam dilakukan

observasi pada pasien )

 Catatan Medik

Pada catatan ini dapat ditulis bila ada masalah pada pasien dan bila

ada menghubungi dokter.

 Evaluasi dan Pengendalian Mutu

Kegiatan evaluasi terdiri dari:

 Evaluasi internal: dinilai dari SDM, sarana dan prasarana hemodialisis.

Sumber daya manusia

 Unit dialisis bertanggungjawab untuk menjamin adanya proses

penyempurnaan berkesinambungan dan menetapkan prioritas strategi untuk

menilai kualitas dan perbaikan.

 Program peningkatan kualitas harus mewakili semua disiplin yang terlibat

dalam perawatan pasien HD, termasuk dokter, perawat, ahli gizi dan staf

administrasi.

Sarana dan prasarana hemodialisis

175
 Pemeliharaan sarana dan prasarana penunjang hemodialisis merupakan

tanggung jawab unit hemodialisis bersama-sama dengan provider dan

pimpinan rumah sakit.

 Evaluasi eksternal: dinilai dari kegiatan hemodialisis (jumlah pasien, adekuasi

hemodialisis, morbiditas dan mortalitas, tarif hemodialisis yang dimonitor oleh

Dinkes).

 Unit hemodialisis wajib melakukan monitoring kontinyu terhadap proses

yang berkaitan dengan pelaksanaan dialisis seperti Kt/V, standar reuse, dan

sebagainya.

 Harus dipertimbangkan untuk penyediaan sumber daya manusia dan

pelatihan untuk mendukung penilaian outcome klinis selain kematian

meliputi angka rawat inap, kualitas hidup, kepuasan pasien, dan angka

transplantasi ginjal.

3.3.7 Pelayanan Pasien Restrain

PANDUAN RESTRAINT

 PENDAHULUAN

Panduan ini dapat diaplikasikan pada semua sarana kesehatan yang mempunyai

layanan/fasilitas keperawatan. Panduan ini biasanya diterapkan oleh perawat

penanggungjawab pasien, mahasiswa keperawatan, dan asisten tenaga kesehatan. Panduan ini

diaplikasikan kepada pasien dewasa, geriatri, dan sebagainya. Pengambilan keputusan untuk

pengaplikasian restraint sebaiknya dibicarakan/didiskusikan bersama (kapanpun

memungkinkan) dengan pasien, kerabat, keluarga, dan dokter penanggungjawab pasien,

kecuali pada kondisi emergensi. Perlu diingat akan pentingnya melibatkan suatu tim

176
multidisiplin, termasuk profesional kesehatan lainnya yang terkait, yang dapat membantu dan

mendukung perawatan pasien.

 TUJUAN

1. Membantu staf untuk memahami akan arti restraint

2. Membantu memberikan layanan kesehatan yang terbaikuntuk pasien

3. Menyediakan pelayanan yang terpusat kepada pasien, memastikan keselamatan pasien

dan meminimalisasi penggunaan restraint

4. Memahami aspek etik dan hukum yang relevan dengan pengaplikasian restraint

5. Mengetahui langkah/tindakan apa yang sebaiknya dilakukan jika terdapat kecurigaan

terjadinya penyalahgunaan tindakan restraint

6. Memahami kondisi/situasi yang memperbolehkan penggunaan restraint legal dan etis

7. Memahami cara untuk meminimalisasi risiko yang dapat terjadi akibat penggunaan

restraint

 DEFINISI

Pengertian dasar restraint: ‘membatasi gerak’ atau ‘membatasi kebebasan’,,Pengertian

secara internasional: restraint adalah suatu metode / cara pembatasan / restriksi yang

disengaja terhadap gerakan / perilaku yang dimaksudkan adalah tindakan yang direncanakan,

bukan suatu tindakan yang tidak disadari / tidak disengaja / sebagai suatu refleks..Pengertian

lainnya: restraint adalah suatu tindakan untuk menghambat / mencegah seseorang

melakukan sesuatu yang diinginkan.Pada umumnya jika pasien dapat melepaskan suatu alat

dengan mudah, maka alat tersebut tidak dianggap sebagai suatu restraint.

 JENIS RESTRAINT

177
1. Pembatasan Fisik

 Melibatkan satu atau lebih staf untuk memegangi pasien, menggerakkan pasien, atau

mencegah pergerakan pasien.

 Jika pasien dapat dengan mudah meloloskan diri / melepaskan diri dari

pegangan staf, maka hal ini tidak dianggap sebagai suatu restraint

 Pemegangan fisik: biasanya staf memegangi pasien dengan tujuan untuk

melakukan suatu pemeriksaan fisik / tes rutin. Namun, pasien berhak untuk

menolak prosedur ini.

 Memegangi pasien dengan tujuan untuk membatasi pergerakan pasien dan

berlawanan dengan keinginan pasien termasuk suatu bentuk restraint.

 Pemegangan pasien secara paksa saat melakukan prosedur pemberian obat

(melawan keinginan pasien) dianggap suatu restraint. Sebaiknya, kalaupun

terpaksa memberikan obat tanpa persetujuan pasien, dipilih metode yang

paling kurang bersifat restriktif / sesedikit mungkin menggunakan

pemaksaan.

 Pada beberapa keadaan, dimana pasien setuju untuk menjalani prosedur

/medikasi tetapi tidak dapat berdiam diri / tenang untuk disuntik / menjalani

prosedur, staf boleh memegangi pasien dengan tujuan prosedur / pemberian

medikasi berjalan dengan lancar dan aman. Hal ini bukan merupakan

restraint.

 Pemegangan pasien, biasanya anak / bayi, dengan tujuan untuk

menenangkan / memberi kenyamanan kepada pasien tidak dianggap sebagai

suatu restraint

2. Pembatasan Mekanis

 Melibatkan penggunaan suatu alat.

178
 Misalnya:

 Penggunaan sarung tangan khusus di ruang rawat intensif (HCU)

 Peralatan sehari-hari: ikat pinggang / sabuk untuk mencegah pasien jatuh dari

kursi, penggunaan pembatas di sisi kiri dan kanan tempat tidur (bedrails) untuk

mencegah pasien jatuh/ turun dari tempat tidur.

 Penggunaan side rails dianggap berisiko, terutama untuk pasien geriatri dan

disorientasi. Pasien geriatri yang rentan berisiko terjebak diantara kasur dan

side rails. Pasien disorientasi dapat menganggap side rails sebagai

penghalang untuk dipanjati dan dapat bergerak ke ujung tempat tidur untuk

turun dari tempat tidur. Saat pasien berusaha turun dari tempat tidur dengan

menggunakan segala cara, pasien berisiko terjebak, tersangkut, atau jatuh

dari tempat tidur dengan kemungkinan mengalami cedera yang lebih berat

dibandingkan tanpa menggunakan side rails.

 Penggunaan side rails harus mempunyai keuntungan yang melebihi

risikonya.

 Namun, jika pasien secara fisik tidak mampu turun dari tempat

tidur,penggunaan side rails bukan merupakan restraint karena penggunaan

side rails tidak berdampak pada kebebasan bergerak pasien.

 Penggunaan side rails pada pasien kejang untuk mencegah pasien jatuh /

cedera tidak dianggap sebagai restraint

 Pengontrolan kebebasan gerak pasien: penggunaan kunci, penyekat, tombol

pengatur, dan sebagainya.

 Berikut adalah alat dan metode yang tidak termasuk sebagai restraint. Metode /

alat ini sering digunakan pada perawatan medis atau bedah.

179
 Penggunaan papan fiksasi infus di tangan pasien, bertujuan untuk stabilisasi

jalur intravena (IV). Namun, jika papan fiksasi ini diikat ke tempat tidur

atau keseluruhan lengan pasien diimobilisasi sehingga pasien tidak dapat

mengakses bagian tubuhnya secara bebas, maka penggunaan papan ini

dianggap sebagai restraint.

 Penggunaan alat pendukung mekanis untuk memperoleh posisi tubuh

tertentu pada pasien, membantu keseimbangan / kesegarisan sehingga

mempermudah mobilitas pasien. Misalnya: penyangga kaki, leher, kepala,

atau punggung.

 Alat untuk memposisikan atau mengamankan posisi pasien, membatasi

pergerakan pasien, atau secara temporer mengimobilisasi pasien selama

menjalani prosedur medis, gigi, diagnostik, atau bedah.

 Pemulihan dari pengaruh anestesia yang terjadi saat pasien berada dalam

perawatan HCU atau ruang perawatan pasca anestesi dianggap sebagai

bagian dari prosedur pembedahan sehingga penggunaan alat seperti bedrails

untuk kondisi pasien tidak dianggap bukan suatu restraint.

 Beragam jenis sarung tangan untuk pasien tidak dianggap sebagai suatu

restraint.Namun, jika sarung tangan ini diikat / ditempelkan ke tempat tidur

/ menggunakan fiksator pergelangan tangan bersamaan dengan sarung

tangan dapat dianggap sebagai suatu restraint. Jika sarung tangan tersebut

dipakai dengan cukup ketat/ kencang hingga menyebabkan tangan / jari

pasien tidak dapat bergerak, hal ini dapat dianggap sebagai restraint.

Penggunaan sarung tangan yang tabal / besar juga dianggap sebagai

restraint jika menghambat pasien dalam menggunakan tangannya.

180
3. Surveilans Teknologi

 Teknologi yang digunakan dapat berupa: balut tekan (pressure pads), gelang

pengenal,televisi sirkuit tertutup, atau alarm pada pintu. Kesemuanya ini sering

digunakan oleh staf untuk meningkatkan kewaspadaan terhadap pasien yang

mencoba untuk keluar /kabur atau untuk memantau pergerakan pasien.

 Metode ini sering diterapkan dalam program perencanaan keperawatan pasien, yang

disesuaikan dengan kebijakan organisasi dan mempunyai asesmen risiko serta

panduan yang jelas

4. Pembatasan Kimia

 Melibatkan penggunaan obat-obatan untuk membatasi pasien.

 Obat-obatan dianggap sebagai suatu restraint hanya jika penggunaan obat-obatan

tersebut tidak sesuai dengan standar terapi pasien dan penggunaan obat-obatan ini

hanya ditujukan untuk mengontrol perilaku pasien / membatasi kebebasan bergerak

pasien.

 Obat-obatan ini dapat merupakan obat-obatan yang secara rutin diresepkan, termasuk

obat yang dijual bebas

 Pemberian obat-obatan sebagai bagian dari tata laksana pasien tidak dianggap

sebagai restraint. Misalnya obat-obatan psikotik untuk pasien psikiatri, obat sedasi

untuk pasien dengan insomnia, obat anti-ansietas untuk pasien dengan gangguan

cemas, atau analgesik untuk mengatasi nyeri.

 Kriteria untuk menentukan suatu penggunaan obat dan kombinasinya tidak tergolong

restraint adalah:

 Obat-obatan tersebut diberikan dalam dosis yang sesuai dan telah disetujui oleh

Food and Drug Administration (FDA) dan sesuai dengan indikasinya.

181
 Penggunaan obat mengikuti / sesuai dengan standar praktik kedokteran yang

berlaku.

 Penggunaan obat untuk mengobati kondisi medis tertentu pasien didasarkan

pada gejala pasien, keadaan umum pasien, dan pengetahuan klinisi / dokter yang

merawat pasien.

 Penggunaan obat tersebut diharapkan dapat membantu pasien mencapai kondisi

fungsionalnya secara efektif dan efisien

 Jika secara keseluruhan efek obat tersebut menurunkan kemampuan pasien

untuk berinteraksi dengan lingkungan sekitarnya secara efektif, maka obat

tersebut tidak digunakan sebagai terapi standar untuk pasien.

 Tidak diperbolehkan menggunakan ‘pembatasan kimia’ (obat sebagai restraint)

untuk tujuan kenyamanan staf, untuk mendisiplinkan pasien, atau sebagai

metode untuk pembalasan dendam.

 Efek samping penggunaan obat haruslah dipantau secara rutin dan ketat.

 Contoh kasus: seorang pasien menjalani program detoksifikasi. Selama terapi

ini, pasien menjadi agresif dan agitatif. Staf meresepkan obat yang bersifat pro

re nata (kalau perlu) untuk mengatasi perilaku agitasi pasien. Penggunaan obat

ini membantu pasien untuk berinteraksi dengan orang lain dan berfungsi dengan

lebih efektif. Obat untuk mengatasi perilaku agitasi pasien ini merupakan standar

terapi untuk menangani kondisi medis pasien (misalnya: gejala withdrawal

akibat alkohol / narkotika). Dalam kasus ini, penggunaan obat tidak dianggap

sebagai restraint.

5. Pembatasan Psikologis

182
 Dapat meliputi: pemberitahuan secara konstan / terus-menerus kepada pasien

mengenai hal-hal yang tidak boleh dilakukan atau memberitahukan bahwa pasien

tidak diperbolehkan melakukan hal-hal yang mereka inginkan karena tindakan

tersebut berbahaya.

 Pembatasan ini dapat juga berupa pembatasan pilihan gaya hidup pasien, seperti:

memberitahukan kepada pasien mengenai waktu tidur dan waktu bangunnya.

 Contoh lainnya: pembatasan benda-benda / peralatan milik pasien, seperti:

mengambil alat bantu jalan pasien, kacamata, pakaian sehari-hari, atau mewajibkan

pasien menggunakan seragam rumah sakit dengan tujuan mencegah pasien untuk

kabur /keluar.

Jika suatu tindakan memenuhi definisi restraint, hal ini tidak secara otomatis

dianggap salah / tidak dapat diterima. Penggunaan restraint secara berlebihan dapat

terjadi, tetapi pengambilan keputusan untuk mengaplikasikan restraint bukanlah

suatu hal yang mudah. Suatu diskusi yang mendalam mengenai aspek etik, hukum,

praktik, dan profesionalisme dilakukan untuk membantu tenaga kesehatan (misalnya

perawat) memahami perbedaan antara penggunaan restraint yang salah / tidak dapat

ditolerir dengan kondisi yang memang memerlukan tindakan restraint.

Tidaklah memungkinkan untuk membuat suatu daftar mengenai jenis restraint apa

saja yang dapat diterapkan kepada pasien dikarenakan pengaplikasiannya bergantung

pada kondisi pasien saat itu.

Suatu pembatasan fisik / mekanis / kimia dapat diterapkan pada suatu kondisi

tertentu, tetapi tidak pada kondisi lainnya.

 RUANG LINGKUP

183
Ruang lingkup panduan ini meliputi pembahasan tentang pengertian, jenis restrain,

dampak negatif, indikasi, dan penatalaksksanaan restrain

 TATA LAKSANA PANDUAN PELAYANAN PASIEN DENGAN RESTRAINT

1. Indikasi

 Pasien menunjukkan perilaku yang beresiko membahayakan dirinya sendiri dan atau

orang lain

 Pasien yang membutuhkan tata laksana emergensi (segera) yang berhubungan

dengan kelangsungan hidup pasien

 Restraint digunakan jika intervensi lainnya yang lebih tidak restriktif tidak berhasil /

tidak efektif untuk melindungi pasien, staf, atau orang lain dari ancaman bahaya

2. Kriteria Pemilihan Restrain

Ada lima kriteria dalam memilih tindakan pemasangan Restraint :

 Membatasi gerak pasien sesedikit mungkin

 Paling masuk akal / bisa diterima oleh pasien dan keluarga

 Tidak mempengaruhi proses perawatan pasien.

 Mudah dilepas / diganti

 Aman untuk pasien

 DAMPAK NEGATIF PENGGUNAAN RESTRAINT

1. Dampak fisik

 Atrofi otot

 Hilangnya / berkurangnya densitas tulang

 Ulkus decubitus

184
 Infeksi nosocomial

 Strangulasi

 Penurunan fungsional tubuh

 Stress kardiak

 Inkontinensia

2. Dampak psikologis

 Depresi

 Penurunan fungsi kognitif

 Isolasi emosional

 Kebingungan (confusion) dan agitasi

3. Contoh perbandingan antara Restraint dan bukan Restraint

No. Contoh kasus Restraint / bukan

1 Saat dirawat dirumah sakit karena penyakit Bukan restraint karena

jantungnya, pasien tersebut mengalami sedasi tersebut diberikan

hipertensi emergensi. Sebagai bagian dari untuk mengobati

terapinya, pasien disedasi berat dan dirawat penyakitnya bukan untuk

HCU. mengontrol / membatasi

perilakunnya.

2 Saat dirawat di RS karena penyakit jantung, Dapat dianggap sebagai

pasien juga diketahui mengidap demensia dan restraint karena sedasi

sering berkeliaran di RS. Setelah 2 malam diberikan untuk

kurang tidur, kaki pasien mengalami edema mengontrol perilaku

yang cukup luas dan terdapat kekhawatiran pasien

bahwa pergerakan konstan tersebut dapat

mengekserbasi penyakit jantungnya sehingga

185
pasien diberi sedasi.

3 Pasien geriatri dirawat di panti jompo dan Sedasi dapat

mengalami susah tidur. Pasien sering didefinisikan sebagai

berkeliaran di rumah untuk mencari istrinya. restraintkarena ditujukan

Staf meminta dokter untuk memberikan sedasi. untuk mengontrol

perilaku pasien

4 Pasien geriatric dengan riwayat stroke Bukan restraint karena

berulang butuh bantuan untuk turun dari bedrails tidak mengontrol

tempat tidur dan melakukan aktivitas sehari- perilaku pasien atau

hari. Pasien juga tidak mampu untuk mencegah pasien untuk

mengkomunikasi kan kebutuhannya. Pasien melakukan perilaku yang

gelisah saat malam, mengalami spasme otot, diinginkan

dan beresiko jatuh dan tenpat tidur. Perawat

memutuskan untuk mengunakan bedrails

untuk mengurangi reisikojatuh

5 Pasien geriatric dirawat di panti jompo setelah Dapat dianggap restraint

mengalami fraktur panggul. Pasien tidak stabil karena mencegah

saat bergerak dan sering lupa menggunakan keinginan pasien untuk

alat bantu jalannya. Keluarga sangat khawatir turun dari tempat tidur.

terjadi fraktur panggul berulang dan meminta

perawat untuk menggunakan bedrails untuk

mencegah pasien turun sendirian dari tempat

tidur saat malam hari.

 Persetujuan ( Informed Consent )

186
 Persetujuan harus diberikan oleh seseorang yang kompeten dalam segi mental /

kejiwaan.

 Individu yang membuat persetujuan harus memperoleh informasi yang

memadai mengenai kondisinya, risiko dan implikasi penggunaan restraint.

 Persetujuan ini harus dibuat tanpa adanya paksaan.

 Penatalaksanaan

 Yang berwenang untuk membuat keputusan mengenai penggunaan restraint

adalah Dokter Penanggung Jawab Pasien. Jika dokter penanggungjawab pasien

tidak hadir saat dibutuhkan instruksi, maka tanggung jawab ini harus

didelegasikan kepada dokter lainnya. Dokter yang menerima delegasi nantinya

akan mengkonsultasikan pasien kepada dokter penangunggjawab via telepon.

 Restraint merupakan suatu hal yang tidak terjadi setiap waktu,bukanlah hal

yang rutin terhadap kondisi / perilaku tertentu pasien.

 Setiap pasien harus dinilai dan intervensi yang diberikan haruslah sesuai

dengan kebutuhan dan kepentingan pasien

 Restraint ini berperan sebagai cara / alternatif terakhir jika metode yang kurang

restriktif lainnya tidak berhasil / tidak efektif untuk memastikan keselamatan

pasien,staf, atau orang lain. Oleh karena itu, restraint ini tidak boleh dianggap

sebagai prosedur / respons standar dalam penanganan pasien.

 Instruksi mengenai penggunaan restraint ini tidak boleh diberlakukan sebagai

instruksi pro re nata (jika perlu).

 Setiap episode penggunaan restraint harus dinilai dan dievaluasi serta

berdasarkan instruksi dokter.

187
 Jika pasien akhir-akhir ini baru terbebas dari penggunaan restraint dan

kemudian menunjukkan perilaku yang membahayakan dan hanya dapat

diatasi oleh re-aplikasi restraint, diperlukan instruksi baru untuk melakukan

re-aplikasi.

 Staf tidak boleh memberhentikan penggunaan restraint dan kemudian

reaplikasikannya kembali di bawah instruksi yang sama (sebelumnya)

 Pengecualian:

 penggunaan side rails yang diindikasikan di rekam medis pasien. Jika status

pasien memerlukan penggunaan keempat side rails selama pasien di tempat

tidur, tidak diperlukan instruksi pro re nata. Tidak diperlukan instruksi baru

setiap kali pasien keluar / kembali ke tempat tidurnya.

 Perilaku membahayakan diri sendiri. Jika pasien mengalami kondisi medis dan

psikiatri kronis, seperti Sindrom Lesch-Nyham, dimana pasien menunjukkan

perilaku membahayakan diri sendiri, suatu instruksi penggunaan restraint

tidak perlu diperbaharui setiap kalinya. Tujuan penggunaan restraint ini adalah

untuk mencegah cedera/bahaya pada diri sendiri.

 Tidak terdapat kriteria mengenai perilaku apa saja yang dianggap membahayakan.

Keputusan mengenai perilaku berbahaya ini dibuat berdasarkan penilaian oleh dokter

(clinical judgement).

 Instruksi penggunaan restraint yang bertujuan untuk manajemen perilaku destruktif

/membahayakan harus dievaluasi dalam kurun waktu tertentu sesuai batas waktu

(durasi) berlakunya restraint seperti tercantum di bawah ini:

 4 jam untuk dewasa ≥ 18 tahun ke atas

 2 jam untuk anak dan remaja usia 9-17 tahun

 1 jam untuk anak < 9 tahun

188
 untuk restraint jenis kimia : batas waktu hingga 24 jam

 Perlu diketahui: batas waktu evaluasi seperti yang disebutkan di atas tidak berlaku

pada kasus penggunaan restraint dengan tujuan manajemen perilaku non-destruktif.

 Staf harus menilai dan memantau kondisi pasien secara berkala untuk memastikan

bahwa pasien dapat dibebaskan dari restraint pada waktu yang sedini mungkin.

 Restraint hanya boleh dilanjutkan selama kondisi membahayakan tersebut masih

berlangsung.

 Jika kondisi membahayakan tersebut telah teratasi, penggunaan restraint harus

segera dihentikan.

 Keputusan untuk menghentikan restraint harus berdasarkan pada pertimbangan

bahwa restraint tidak lagi dibutuhkan atau bahwa kebutuhan pasien dapat dipenuhi

dengan metode yang kurang restriktif.

 Suatu kondisi pembebasan restraint sementara yang diawasi secara langsung oleh

staf dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan pasien (seperti pergi ke kamar mandi,

makan, atau latihan gerak tubuh) tidak dianggap sebagai pemberhentian

restraint.Selama pasien berada dalam pengawasan langsung oleh staf, tidaklah

dianggap sebagai pemberhentian restraint karena pengawasan staf secara langsung

dianggap memiliki tujuan serupa dengan penggunaan restraint.

 Penggunaan restraint disesuaikan dengan kebutuhan pasien, kondisi medis, riwayat

penyakit,faktor lingkungan, dan preferensi pasien.

 Dalam mengaplikasikan restraint, terdapat beberapa persyaratan yang harus

dipenuhi, yaitu:

 Pengunaan restraint harus mempunyai batas waktu pemberlakuannya

(maksimal 24 jam).

189
 Pasien harus dievaluasi mengenai kondisi dan perlunya penggunaan restraint

ini untuk dilanjutkan atau tidak. Batas waktu berlakunya restraint ini

ditetapkan oleh Dokter Penanggung Jawab Pasien

 Jika batas waktu berlakunya instruksi restraint hampir berakhir, perawat yang

bertugas harus menghubungi dokter untuk melaporkan mengenai keadaan / kondisi

klinis serta hasil asesmen dan evaluasi terkini pasien, sekaligus menanyakan apakah

instruksi restraint ini akan dilanjutkan atau tidak (diperbaharui).

 Untuk kasus aplikasi restraint pada pasien dengan perilaku destruktif:

 Pasien harus ditemui dan dievaluasi secara langsung dalam waktu 1 jam setelah

diberlakukannya instruksi restraint

 Dokter yang bertanggungjawab terhadap pasien harus menemui pasien secara

langsung dan melakukan asesmen dan evaluasi terhadap pasien sebelum

menulis instruksi baru mengenai penggunaan restraint (dalam 24 jam).

Evaluasi ini berupa:

 Kondisi umum pasien saat itu

 anamnesis: riwayat penyakit pasien, riwayat obat-obatan

 Pemeriksaan fisik

 Hasil pemeriksaan penunjang

 Reaksi / respon pasien terhadap restraint

 Kondisi medis dan perilaku pasien

 Perlu atau tidaknya untuk menghentikan / melanjutkan tindakan restraint

 Evaluasi ini dilakukan untuk menentukan apakah restraint perlu dilanjutkan

atau tidak, faktor-faktor apa saja yang berkontribusi terhadap perilaku

destruktif pasien (misalnya interaksi obat, ketidakseimbangan elektrolit,

hipoksia, sepsis), dan apakah aplikasi restraint ini telah sesuai dengan indikasi.

190
 jika dalam suatu kondisi tidak tersedia dokter, maka evaluasi ini dapat

dilakukan oleh perawat yang terlatih. Setelah evaluasi dilakukan, perawat harus

segera menghubungi dokter yang bertanggungjawab terhadap pasien.pelaporan

ini harus meliputi (minimal):

 Hasil evaluasi pasien

 Temuan-temuan terbaru mengenai kondisi pasien

 Diskusi mengenai perlu atau tidaknya untuk melanjutkan aplikasi restraint

 Diskusi mengenai perlunya intervensi / tata laksana lainnya

 Kesemuanya ini harus dicatat dalam rekam medis pasien, termasuk hasil asesmen

dan evaluasi pasien dan alasan penggunaan restraint.

 Aplikasi restraint harus sejalan / sesuai dengan modifikasi tertulis dalam rencana

asuhan keperawatan pasien.

 Penggunaan restraint (termasuk obat dan alat) harus didokumentasikan dalam

rencana perawatan / tata laksana pasien

 Keputusan untuk menggunakan restraint haruslah dicatat berikut alasan yang

mendasarinya. Pengambilan keputusan ini didasarkan pada asesmen dan

evaluasi pasien.

 Rencana perawatan pasien harus ditinjau ulang dan diperbaharui dalam rekam

medis sesuai dengan tanggal spesifik diberlakukannya suatu restraint

 Penggunaan restraint harus diimplementasikan dengan teknik yang benar dan aman.

 Penggunaan restraint ini tidak boleh menjadi penghalang / penghambat dalam

pemberian penanganan / intervensi lain yang juga diperlukan oleh pasien.

 Penggunaan restraint harus sesuai dengan instruksi dari dokter yang

bertanggungjawab terhadap pasien. Pada kondisi emergensi dimana penggunaan

restraint diperlukan segera sehingga akan terlalu lama jika menunggu instruksi/izin

191
dari dokter terlebih dahulu, instruksi tersebut harus diperoleh segera (dalam hitungan

menit) selama / setelah restraint diaplikasikan.

 Sebaiknya dipilih metode yang paling tidak restriktif dalam pengaplikasikan

restraint, tetapi harus tetap menjamin keselamatan pasien, staf, dan orang lain dari

ancaman bahaya.

 Penggunaan restraint untuk mengontrol perilaku pasien tidak boleh dianggap sebagai

bagian dari pelayanan yang bersifat rutin

 Penggunaan restraint untuk pencegahan jatuh tidak boleh dianggap sebagai bagian

yang rutin dalam program pencegahan jatuh.

 Pemberian obat sedasi (sebagai restraint) dengan tujuan untuk kenyamanan staf

bukanlah alasan yang dapat diterima untuk melakukan restraint terhadap pasien.

 Restraint tidak boleh dianggap sebagai pengganti pemantauan pasien.

 Untuk menentukan perlu atau tidaknya menggunakan restraint, diperlukan suatu

asesmen pada setiap individu secara komprehensif untuk menentukan kebutuhan

restraint berikut jenis yang dipilih. Asesmen ini harus meliputi pertanyaan di bawah

ini (minimal):

 Apakah terdapat intervensi / tindakan pencegahan yang aman (selain

restraint) yang dapat dilakukan untuk mengurangi risiko pasien mengalami

cedera / berada dalam kondisi yang ‘membahayakan (misalnya terpeleset,

tersandung, atau jatuh jika pasien turun dari tempat tidur) ?

 Apakah terdapat cara yang memungkinkan pasien untuk dapat bergerak

dengan aman?

 Apakah terdapat alat bantu yang dapat mengingkatkan kemampuan pasien

untuk mandiri?

192
 Apakah terdapat kondisi / obat-obatan pada pasien yang menyebabkan

ketidakseimbangan berjalan?

 Apakah pasien bersedia untuk berjalan sambil dipapah / ditemani oleh staf?

 Dapatkah pasien ditempatkan di kamar yang lebih dekat dengan pos perawat

dimana pasien tersebut dapat diobservasi dengan lebih baik?

 Jika dalam asesmen terdapat suatu kondisi medis yang mengindikasikan perlunya

intervensi untuk melindungi pasien dari ancaman bahaya, sebaiknya menggunakan

metode yang paling tidak restriktif tetapi efektif.

 Penggunaan restraint harus sesuai dengan prinsip etis seperti di bawah ini:

 Beneficence: bertujuan untuk kepentingan pasien (bersifat menguntungkan

pasien)

 Non-maleficence: tidak membahayakan pasien / merugikan pasien

 Justice: memperlakukan semua pasien dengan setara dan adil

 Autonomy: menghargai hak pasien dalam mengambil keputusan terhadap

dirinya sendiri

 Dalam menggunakan restraint, harus dipertimbangkan antara risiko yang dapat

timbul akibat penggunaan restraint dengan risiko yang dapat timbul akibat perilaku

pasien.

 Permintaan keluarga / pasien untuk menggunakan restraint (yang dianggap

menguntungkan) bukanlah suatu hal yang dapat mendasari diaplikasikannya

restraint. Permintaan ini haruslah mempertimbangkan kondisi pasien dan asesmen

pasien.

193
 Jika telah diputuskan bahwa restraint diperlukan, dokter harus menentukan jenis

restraint apa yang akan dipilih dan dapat memenuhi kebutuhan pasien dengan risiko

yang paling kecil dan pilihan yang paling menguntungkan untuk pasien.

 Staf harus mencatat di rekam medis pasien mengenai keputusan penggunaan

restraint dan jenisnya. Dituliskan juga bahwa restraint yang digunakan merupakan

intervensi yang paling tidak restriktif namun efektif untuk melindungi pasien dan

penggunaan restraint diputuskan berdasarkan asesmen per-individu.

 Selama penggunaan restraint, pasien harus dipastikan memperoleh asesmen,

pemantauan, tata laksana, dan perawatan yang sesuai dengan kebutuhan pasien.

 Prosedur yang harus diobservasi sebelum dan setelah aplikasi restraint:

 Inspeksi tempat tidur, tempat duduk, restraint, dan peralatan lainnya yang akan

digunakan selama proses restraint mengenai keamanan penggunaannya.

 Edukasi kepada pasien dan keluarga mengenai alasan penggunaan restraint

dan kapan restraint tidak lagi diperlukan.

 Semua objek / benda yang berpotensi membahayakan (seperti sepatu,

perhiasan, selendang, ikat pinggang, tali sepatu, korek api) harus disingkirkan

sebelum restraint diaplikasikan.

 Setelah aplikasi restraint, pasien diobservasi oleh staf.

 Kebutuhan pasien, seperti makan, minum, mandi, dan penggunaan toilet akan

tetap dipenuhi. Tawarkan asupan cairan / makanan dan penggunaan kamar

mandi setiap jam (saat pasien bangun).

 Restraint dilepas / dilonggarkan setiap 2 jam selama 15 menit atau lakukan

pijatan bertekanan lembut setiap 2 jam selama 15 menit.

 Untuk restraint kasus medis / bedah, periksa pasien setiap 2 jam.

194
 Nilai ulang dan re-evaluasi pasien oleh perawat setiap 2 jam dan kapanpun

terdapat perubahan kondisi yang signifikan. Nilai tanda vital pasien, posisi

tubuh pasien, keamanan restraint, dan kenyamanan pasien.

 Dokter harus diberitahu jika terdapat perubahan signifikan mengenai perilaku

pasien.

 Pada pasien dengan perilaku destruktif, evaluasi dilakukan oleh dokter atau

perawat yang bertugas dalam waktu 1 jam setelah aplikasi restraint. Lakukan

observasi secara terus-menerus setiap 15 menit dan dicatat. Jika restraint

berlangsung lebih dari 12 jam atau terdapat 2 episode restraint dalam 12

jam,laporkan pada dokter penanggung jawab pasien

3.3.8 Pelayanan Pasien Populasi Khusus

PANDUAN PELAYANAN PASIEN ANAK-ANAK DENGAN KETERGANTUNGAN

BANTUAN

A. PENGERTIAN

Definisi Anak adalah seseorang yang berusia kurang dari 12 tahun termasuk bayi dalam

kandungan.Dewasa ini perawatan anak telah mengalami pergeseran yang sangat mendasar.

Anak sebagai klien tidak lagi dipandang sebagai miniatur orang dewasa, melainkan sebagai

mahluk unik yang memiliki kebutuhan spesifik dan berbeda dengan orang dewasa.Setiap

perawat perlu memahami perspektif keperawatan anak sehingga dalam melaksanakan asuhan

keperawatan pada anak selalu berpegang pada prinsip perawatan anak. Perspektif

keperawatan anak merupakan landasan berpikir bagi seorang perawat anak dalam

melaksanakan pelayanan keperawatan terhadap klien anak maupun keluarganya.

B. RUANG LINGKUP

195
Ruang Lingkup Panduan Pelayanan pada pasien anak meliputi pembahasan Filosofi

Keperawatan Anak, Prinsip-Prinsip Keperawatan Anak, Lingkup Praktek keperawatan Anak,

Hal yang perlu diperhatikan saat anak dirawat. Pembahasan hal hal tersebut sebagai dasar

dalam pemberian pelayanan pada pasien anak.

C. FILOSOFI KEPERAWATAN ANAK

Filosofi keperawatan anak merupakan keyakinan atau pandangan yang dimiliki perawat

dalam memberikan pelayanan keperawatan pada anak yang berfokus pada keluarga (family

centered care), pencegahan terhadap trauma (atraumatic care) dan manajemen kasus.

1. Perawatan berfokus pada keluarga

Keluarga merupakan unsur penting dalam perawatan anak mengingat anak bagian dari

keluarga. Dalam Pemberian Askep diperlukan keterlibatan keluarga karena anak selalu

membutuhkan orang tua di Rumah Sakit seperti aktivitas bermain atau program

perawatan lainnya. Pentingnya keterlibatan keluarga ini dapat mempengaruhi proses

kesembuhan anak. Program terapi yang telah direncanakan untuk anak bisa saja tidak

terlaksana jika perawat selalu membatasi keluarga dalam memberikan dukungan

terhadap anak yang dirawat, hal ini hanya akan meningkatkan stress dan

ketidaknyamanan pada anak. Perawat dengan menfasilitasi keluarga dapat membantu

proses penyembuhan anak yang sakit selama dirawat. Kebutuhan keamanan dan

kenyamanan bagi orang tua pada anaknya selama perawatan merupakan bagian yang

penting dalam mengurangi dampak psikologis anak sehingga rencana keperawatan

dengan berprinsip pada aspek kesejahteraan anak akan tercapai.

2. Atraumatic care

Atraumatic care adalah perawatan yang tidak menimbulkan trauma pada anak dan

keluarga. Atraumatik care sebagai bentuk perawatan terapeutik dapat diberikan kepada

196
anak dan keluarga dengan mengurangi dampak psikologis dari tindakan keperawatan

yang diberikan., seperti memperhatikan dampak psikologis dari tindakan keperawatan

yang diberikan dengan melihat prosedur tindakan atau aspek lain yang kemungkinan

berdampak adanya trauma. Untuk mencapai perawatan tersebut beberapa prinsip yang

dapat dilakukan oleh perawat antara lain:

 Menurunkan atau mencegah dampak perpisahan dari keluarga.

 Dampak perpisahan dari keluarga akan menyebabkan kecemasan pada anak sehingga

menghambat proses penyembuhan dan dapat mengganggu pertumbuhan dan

perkembangan anak.

 Meningkatkan kemampuan orang tua dalam mengontrol perawatan pada anak.

 Kemampuan orang tua dalam mengontrol perawatan pada anak dapat meningkatkan

kemandirian anak dan anak akan bersikap waspada dalam segala hal.

 Mencegah atau mengurangi cedera (injuri) dan nyeri (dampak psikologis)

 Proses pengurangan rasa nyeri sering tidak bisa dihilangkan secara cepat akan tetapi

dapat dikurangi melalui berbagai teknik misalnya distraksi, relaksasi dan imaginary.

Apabila tindakan pencegahan tidak dilakukan maka cedera dan nyeri akan

berlangsung lama pada anak sehingga dapat mengganggu pertumbuhan dan

perkembangan anak.

 Tidak melakukan kekerasan pada anak

 Kekerasan pada anak akan menimbulkan gangguan psikologis yang sangat berarti

dalam kehidupan anak, yang dapat menghambat proses kematangan dan tumbuh

kembang anak.

 Modifikasi lingkungan

197
 Melalui modifikasi lingkungan yang bernuansa anak dapat meningkatkan keceriaan

dan nyaman bagi lingkungan anak sehingga anak selalu berkembang dan merasa

nyaman dilingkungan.

3. Manajemen kasus

Pengelolaan kasus secara komprehensif adalah bagian utama dalam pemberian asuhan

keperawatan secara utuh, melalui upaya pengkajian, penentuan diagnosis,

perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi dari berbagai kasus baik yang akut maupun

kronis. Kemampuan perawat dalam mengelola kasus secara baik akan berdampak pada

proses penyembuhan. Pendidikan dan ketrampilan mengelola kasus pada anak selama

di RS akan mampu memberikan keterlibatan secara penuh bagi keluarga.

D. PRINSIP-PRINSIP KEPERAWATAN ANAK

Terdapat prinsip atau dasar dalam keperawatan anak yang dijadikan sebagai pedoman

dalam memahami filosofi keperawatan anak. Prinsip dalam asuhan keperawatan anak

adalah:

1. Anak bukan miniatur orang dewasa tetapi sebagai individu yang unik, dimana tidak

boleh memandang anak dari ukuran fisik saja melainkan anak sebagai individu yang

unik yang mempunyai pola pertumbuhan dan perkembangan menuju proses

kematangan.

2. Anak adalah sebagai individu yang unik dan mempunyai kebutuhan yang sesuai

dengan tahap perkembangan. Kebutuhan tersebut meliputi kebutuhan fisiologis

(seperti nutrisi, dan cairan, aktivitas, eliminasi, istirahat, tidur dan lain-lain),

kebutuhan psikologis, sosial dan spiritual.

3. Pelayanan keperawatan anak berorientasi pada upaya pencegahan dan peningkatan

derajat kesehatan, bukan hanya mengobati anak yang sakit.

198
4. Keperawatan anak merupakan disiplin ilmu kesehatan yang berfokus pada

kesejahteraan anak sehingga perawat bertanggung jawab secara komprehensif dalam

memberikan asuhan keperawatan anak. Anak dikatakan sejahtera jika anak tidak

merasakan ganggguan psikologis, seperti rasa cemas, takut atau lainnya, dimana upaya

ini tidak terlepas juga dari peran keluarga.

5. Praktik keperawatan anak mencakup kontrak dengan anak dan keluarga untuk

mencegah, mengkaji, mengintervensi dan meningkatkan kesejahteraan hidup, dengan

menggunakan proses keperawatan yang sesuai dengan aspek moral (etik) dan aspek

hukum (legal). Sebagai bagian dari keluarga anak harus dilibatkan dalam pelayanan

keperawatan, dalam hal ini harus terjadi kesepakatan antara keluarga, anak dan tim

kesehatan.

6. Tujuan keperawatan anak dan remaja adalah untuk meningkatkan maturasi atau

kematangan yang sehat bagi anak dan remaja sebagai makhluk biopsikososial dan

spritual dalam kontek keluarga dan masyarakat

7. Pada masa yang akan datang kecendrungan perawatan anak berfokus pada ilmu

tumbuh kembang, sebab ilmu tumbuh kembang ini akan mempelajari aspek kehidupan

anak.

E. LINGKUP PRAKTEK KEPERAWATAN ANAK

Dalam memberikan askep pada anak harus berdasarkan kebutuhan dasar anak yaitu:

kebutuhan untuk pertumbuhan dan perkembangan seperti asuh, asih dan asah

1. Kebutuhan Asuh

Kebutuhan dasar ini merupakan kebutuhan fisik yang harus dipenuhi dalam

pertumbuhan dan perkembangan. Kebutuhan ini dapat meliputi kebutuhan akan nutrisi

atau gizi, kebutuhan pemberian tindakan keperawatan dalam meningkatkan dan

199
mencegah terhadap penyakit, kebutuhan perawatan dan pengobatan apabila anak sakit,

kebutuhan akan tempat atau perlindungan yang layak dan lain-lain.

2. Kebutuhan Asih

Kebutuhan ini berdasarkan adanya pemberian kasih sayang pada anak atau

memperbaiki psikologi anak.

3. Kebutuhan Asah

Kebutuhan ini merupakan kebutuhan yang harus dipenuhi pada anak, untuk mencapai

pertumbuhan dan perkembangan secara optimal dan sesuai dengan usia tumbuh

kembang.

F. HAL YANG PERLU DIPERHATIKAN SAAT ANAK DIRAWAT

1. Berpisah dari keluarga adalah aspek rawat inap yang paling menimbulkan stress.Anak

kecil sering tidak mengerti mengapa kakak atau ibunya harus selalu pulang dan

kembali lagi.

2. Pikiran dan perasaan anak tentang penyakit,cedera,nyeri,operasi dan rumah sakit bisa

sukar diselami.Anak sering menafsirkan penyakit atau pengobatan sebagai suatu

hukuman.

3. Beberapa anak yang kelihatannya baik mungkin sebenarnya berada dalam keadaan

depresi,menarik diri atau kesakitan.Banyak anak yang bereaksi berlebihan meskipun

hanya terhadap tindakan yang relative tidak membuat stress.

4. Menarik diri ke pola perilaku usia yang lebih muda biasa dijumpai bila anak

diimobilisasi, lemah, atau membutuhkan pengobatan jangka panjang.

5. Jarum suntik umumnya ditakuti/dibenci oleh anak.

200
6. Jangan meremehkan kecemasan orangtua. Naluri seorang ibu bahwa anaknya sakit

serius harus ditafsirkan sebagai “tanda bahaya” sekalipun si anak tidak terlihat sakit

keras oleh anda.

7. Jumlah tindakan minimal (suntikan,pengambilan darah,kateterisasi dll).Dibutuhkan

ketrampilan tinggi dalam mengerjakan tindakan ini sehingga bisa meminimalkan rasa

takut.

8. Analgesia yang cukup untuk tindakan yang menimbulkan nyeri.

9. Pemilihan tes dan penatalaksanaan yang seksama sehingga mempersingkat lama

perawatan.

10. Dibutuhkan upaya untuk meminimalkan perasaan dipisahkan,nyeri, isolasi,kesepian

dan kebosanan yang sering menyertai penyakit yang membutuhkan rawat

inap.Usahakan rawat inap sesingkat mungkin.

11. Mencegah perasaan dipisah dari orangtua memiliki manfaat a,l: mempercepat masa

penyembuhan,mempererat hubungan ibu dan anak,mengurangi stress anak dan

orangtua.

12. Orangtua harus selalu diberitahu tentang perkembangan keadaan anak mereka dan

dibuat merasakan peran sertanya dihargai dan dipertimbangkan.

13. Bagi seorang anak kecil bermain adalah kerja, pikiran, seni dan relaksasi.Memberi

kesempatan untuk bermain adalah memenuhi banyak kebutuhan seperti membantu

anak menghadapi lingkungan di rumah sakit.

PANDUAN PELAYANAN PASIEN DENGAN RENTAN LANJUT USIA DENGAN

KETERGANTUNGAN BANTUAN

A. PENGERTIAN

201
Lanjut usia (lansia) adalah setiap warga negara Indonesia pria atau wanita yang telah

mencapai usia 60 tahun ke atas, baik potensial maupun tidak potensial. Sedangkan batasan

lanjut usia menurut WHO South East Asia Regional Office (Organisasi Kesehatan Dunia

untuk Regional Asia Selatan dan Timur) adalah usia usia lebih dari 60 tahun. Dilihat dari ciri-

ciri fisiknya, manusia lanjut usia memang mempunyai karakteristik yang spesifik. Secara

alamiah, maka manusia yang mulai menjadi tua akan mengalami berbagai perubahan, baik

yang menyangkut kondisi fisik maupun mentalnya. Proses menua mengakibatkan

berkurangnya fungsi berbagai organ tubuh sehingga seringkali berbagai masalah kesehatan

terjadi pada satu individu usia lanjut.

Lansia dengan ketergantungan bantuan adalah lansia yang keadaan fisiknya banyak

memerlukan bantuan orang lain . Pasien lemah adalah pasien dengan kondisi fisik yang lemah

yang memerlukan bantuan orang lain dalam aktivitasnya.Pasien lemah dan lansia dengan

ketergantungan bantuan memerlukan perhatian khusus dalam perawatannya.

B. RUANG LINGKUP

Ruang lingkup panduan ini melingkupi pembahasan deteksi permasalahan yang sering

dijumpai pada pasien lemah dan manula dengan ketergantungan bantuan dan perawatannya di

ruang rawat inap.

C. TATA LAKSANA

1. Deteksi Masalah Yang Sering Dijumpai

 Gangguan keseimbangan dan jatuh

Penurunan aktifitas fisik menyebabkan kemunduran dan kelemahan otot-otot, sendi

menjadi lebih sulit digerakkan, dan kewaspadaan terhadap lingkungan juga

berkurang. Semua ini akan memperburuk disfungsi sosial. Gangguan keseimbangan

202
yang dapat membawa akibat jatuh, sangat mahal nilainya baik dari segi

ketergantungan dan gangguan fungsi fisik maupun biaya.

 Nutrisi pada lanjut usia

Orang lanjut usia dapat mempunyai risiko malnutrisi karena terjadi penurunan

asupan makanan akibat perubahan fungsi saluran cerna, metabolisme yang tidak

efektif, defek utilisasi nutrien dan kegagalan organ. Keadaan tersebut diperberat

dengan koinsidensi dari penyakit akut atau kronik, trauma, keadaan hiperkatabolik,

dan terapi obat yang dapat mempengaruhi status nutrisi.

 Demensia

Demensia adalah gangguan fungsi intelektual dan memori didapat, yang disebabkan

oleh penyakit otak, dan tidak disertai dengan gangguan tingkat kesadaran.Demensia

merujuk sindroma klinis yang mempunyai bermacam penyebab. Penderita dengan

demensia harus mempunyai gangguan memori selain kemampuan mental lain seperti

berpikir abstrak, penilaian, kepribadian, bahasa, praksis dan visuospasial. Defisit

yang terjadi harus cukup berat sehingga mempengaruhi aktifitas kerja dan sosial

secara bermakna. Jenis terbanyak dari demensia adalah penyakit Alzheimer.

 Pernafasan

Kemungkinan aspirasi adalah suatu resiko tambahan yang dapat menyebabkan

radang paru. Pasien tidak dapat memberitahukan jika ada masalah dengan

pernafasannya.

 Eliminasi

Baik konstipasi maupun retensi urine dapat saja timbul tanpa adanya pemberitahuan

dari pasien.Inkontinensia urine dan feses akan timbul secara terus menerus,kadang-

kadang karena tidak adanya kamar mandi,tapi juga karena tidak lagi merasakan

203
dorongan-dorongan untuk melakukannya.Pakaian dapat mengganggu pasien untuk

secara mandiri ke kamar mandi.

 Regulasi Suhu

Pengalaman yang lain akan unsur panas dan dingin dapat menjadi sebab dari cara

bereaksi yang salah terhadap keadaan sekeliling.Pasienpun sering tidak mampu

memilih pakaian yang cocok dengan keadaan iklim /musim dalam tahunan.

 Ambulasi

Pada kelompok pasien-pasien ini,disamping timbul hambatan gerak juga timbul

hambatan berjalan.Pada hambatan berjalan timbul bahaya dapat jatuh,ini juga terjadi

karena dia tidak dapat melihat atau menafsirkan hambatan-hambatan yang

ada.Hambatan-hambatan dalam gerak bisa menyebabkan timbulnya resiko atrofi dan

kontraktur.

 Istirahat,Keteraturan dan Aktivitas

Pasien psikogeriatrik biasanya mengalami gangguan sirkadian malam dan

siang.Keseimbangan antara aktivitas dan istirahat sering akan mengarah pada salah

satu bidang secara berlebihan.Pemakaian obat-obatan dapat memberi pengaruh

negatif terhadap istirahat pasien tersebut.

 Perawatan Pribadi

Pada umumnya pasien masih tergantung pada bimbingan dan bantuan yang diberikan

pengasuhnya dalam perawatan diri mereka walaupun secara naluri pasien sebenarnya

menolak ketergantungan ini .Karena mereka kehilangan pandangan tentang

kemampuan jasmani mereka maka pasien mempunyai masalah dengan melakukan

kebiasaan mereka.Oleh karena kurangnya reaksi terhadap tekanan pada tubuh dalam

waktu yang lama,maka hal ini dapat menimbulkan dekubitus.

 Keamanan perlindungan dan Keintiman

204
Pasien akan senantiasa merasa dirinya berada dalam suatu lingkungan yang

asing,suatu situasi yang tidak memberi rasa aman baginya.Ia akan selalu mencari

lingkungan yang aman,yang mungkin hanya ada dalam angan-angannya.Selain itu

lingkungan di dalam ruang perawatan dapat memberikan bahaya yang nyata bagi

pasien (adanya kursi atau kursi roda,tempat tidur yang tinggi,dan lain sebagainya)

 Komunikasi dan Interaksi

Komunikasi dengan orang lain selalu membawa masalah,baik gangguan dalam daya

ingat maupun proses berpikirnya,serta cara menggunakan bahasa yang dapat

dimengerti orang lain.Hal ini adalah masalah-masalah dalam kekurangan komunikasi

 Memenuhi dan Mengatur Kehidupan

Pada pasien psikogeriatrik,pemenuhan pengaturan kehidupannya hanya tertuju pada

saat sedang berlangsung.Waktu lampau dan akan datang tidak dapat dipakai sebagai

pedoman untuk menentukan pemenuhan dan pengaturan hidupnya.

2. Perawatan Pasien Lemah dan Lansia :

 Pemenuhan Kebutuhan Nutrisi

 Penyebab

 Penurunan alat penghiduan dan pengecapan

 Organ pengunyah kurang sempurna

 Rasa penuh pada perut dan susah BAB

 Melemah otot-otot lambung dan usus

 Masalah gizi: berlebihan, berkurang, kekurangan/kelebihan vitamin

 Kebutuhan nutrisi

 Kalori : 2100 kal pada laki-laki, 1700 kal pada wanita

 Karbohidrat, 60% dari jumlah kalori yang dibutuhkan

 Lemak tidak dianjurkan, 15-20% dari total kalori yang dibutuhkan

205
 Protein 20-25% dari total protein yang dibutuhkan

 Vitamin dan mineral sama dengan usia muda

 Air 6-8 gelas/hari

 Rencana tindakan

 Berikan makanan porsi kecil tapi sering

 Banyak minum dan kurangi makanan yang terlalu asin

 Berikan makanan yang mengandung serat

 Batasi pemberian makanan yang tinggi kalori

 Batasi minum kopi dan teh

 Peningkatan keamanan dan keselamatan

 Penyebab

 Fleksibilitas kaki yang berkurang

 Fungsi penginderaan dan pendengaran yang menurun

 Pencahayaan yang berkurang

 Lantai licin dan tidak rata

 Tangga tidak ada pengaman

 Kursi/ tempat tidur yang mudah bergerak

 Tindakan mencegah kecelakaan

 Klien :

o Anjurkan klien menggunakan alat bantu (sesuai indikasi)

o Latih untuk pindah dari tempat tidur ke kursi atau sebaliknya

o Biasakan gunakan pengaman tempat tidur jika tidur

o Bantu klien bila ke kamar mandi

o Usahakan ada yang menemani ketika bepergian

 Lingkungan :

206
o Tempatkan di tempat khusus yang mudah diobservasi

o Letakkan bel di bawah bantal & ajarkan cara menggunakannya

o Tempat tidur tidak terlalu tinggi

o Letakkan meja dekat tempat tidur, atur peralatan mudah pakai

o Lantai bersih, rata, tidak licin dan basah serta pasang pegangan kamar

Mandi

o Kunci semua peralatan yang menggunakan roda

o Hindarkan lampu redup dan menyilaukan

o Gunakan sandal atau sepatu yang beralaskan karet

3. Memelihara kebersihan diri

 Penyebab

 Penurunan daya ingat

 Kurangnya motivasi

 Kelemahan dan ketidak mampuan fisik

 Rencana tindakan

 Mengingatkan/membantu melakukan personal hygiene

 Menganjurkan gunakan sabun lunak mengandung minyak/skin lotion

4. Memelihara keseimbangan istirahat/tidur

 Penyebab

 Gatal-gatalPersonal hygiene kurang

 InsomsiaGgn psikologis

 Kebisingan, ventilasi dan sirkulasi, Kelemahan dan ketidakmampuan

fisikfaktor lingkungan

 Rencana tindakan

 Menyediakan tempat/ waktu tidur yang nyaman

207
 Mengatur lingkungan yang adekuat

 Latihan fisik ringan memperlancar sirkulasi dan melenturkan otot

 Minum hangat sebelum tidur

5. Meningkatkan hubungan interpersonal melalui komunikasi

 Penyebab

Daya ingat menurun, depresi, lekas marah, mudah tersinggung dan curiga

 Rencana tindakan :

 Berkomunikasi dengan mempertahankan kontak mata

 Mengingatkan terhadap kegiatan yang akan dilakukan

 Menyediakan waktu untuk berkomunikasi dengan klien

 Memberi kesempatan untuk mengekspresikan diri

 Melibatkan klien dalam kegiatan sesuai kemampuan

 Menghargai pendapat klien

6. Pencegahan Dekubitus

Lansia dan pasien lemah potensial mengalami decubitus

 Penyebab: immobilisasi, defisit jaringan lemak, defisit jaringan kolagen

 Faktor intrinsic: status gizi, anemia, hipoalbuminemia, penyakit neurologik,

penyakit pemb. Darah, dehidrasi

 Faktor extrinsic: kurang bersih tempat tidur, alat tenun yang kusut dan kotor,

defisit personal hygiene

 Hindari dekubitus dengan miring kanan dan kiri tiap 1 hingga 2 jam pada

pasien lansia yang koma,dan gunakan matras yang dapat dikembangkan

dengan angin dan pelindung tumit.

D. DOKUMENTASI

208
Pelayanan Pasien Manula oleh perawat dan dokter dicatat dalam form catatan

terintegrasi. Pemberian Informasi dan edukasi oleh DPJP dan perawat di catat dalamForm

Pemberian Informasi dan edukasi.

PANDUAN POPULSI BERRISIKO LAINNYA

A. PENDAHULUAN

Rumah sakit sering kali harus melayani komunitas dengan berbagai keragaman.Terdapat

pasien-pasien yang mungkin telah berusia tua, atau menderita cacat, bahasa atau dialeknya

beragam, juga budayanya, atau ada hambatan lainnya yang membuat proses mengakses dan

menerima perawatan sangat sulit. Rumah sakit mengidentifikasi hambatan hambatan tersebut

dan menerapkan proses untuk mengeliminasi atau mengurangi hambatan bagi pasien yang

berupaya mencari perawatan. Rumah sakit juga mengambil tindakan untuk mengurangi

dampak dari hambatan hambatan yang ada pada saat memberikan layanan.

Hambatan dapat diartikan sebagai halangan atau rintangan yang dialami (Badudu-Zain,

1994:489), Dalam konteks komunikasi dikenal pula gangguan (mekanik maupun semantik),

Gangguan ini masih termasuk ke dalam hambatan komunikasi (Effendy, 1993:45), Efektivitas

komunikasi salah satunya akan sangat tergantung kepada seberapa besar hambatan

komunikasi yang terjadi.

Didalam setiap kegiatan komunikasi, sudah dapat dipastikan akan menghadapai berbagai

hambatan. Hambatan dalam kegiatan komunikasi yang manapun tentu akan mempengaruhi

efektivitas proses komunikasi tersebut. Karena pada komunikasi, massa jenis hambatannya

relatif lebih kompleks sejalan dengan kompleksitas komponen komunikasi massa. Dan perlu

diketahui juga, bahwa komunikan harus bersifat heterogen.

Disabilitas adalah kelainan fisik atau mental yang dapat mengganggu atau menghambat

bagi yang menderitanya untuk melakukan kegiatan secara normal.

209
B. IDENTIFIKASI HAMBATAN

1. Hambatan Fisik Dalam Proses Komunikasi (Disabilitas)

Merupakan jenis hambatan berupa fisik, misalnya cacat pendengaran (tuna rungu),

tuna netra, tuna wicara. Maka dalam hal ini baik komunikator maupun komunikan harus

saling berkomunikasi secara maksimal. Bantuan panca indera juga berperan penting

dalam komunikasi ini.

Contoh: Apabila terdapat seorang perawat dengan pasien berusia lanjut. Dalam hal ini

maka perawat harus bersikap lembut dan sopan tapi bukan berarti tidak pada pasien lain.

Perawat harus lebih memaksimalkan volume suaranya apabila ia berbicara pada pasien

tuna rungu. Begitu pula halnya dengan si pasien. Apabila si pasien menderita tuna wicara

maka sebaiknya ia mengoptimalkan panca inderanya (misal: gerakan tangan, gerakan

mulut) agar si komunikan bisa menangkap apa yang ia ucapkan. Atau pasien tuna wicara

bisa membawa rekan untuk menerjemahkan pada si komunikan apa yang sebetulnya ia

ucapkan.

Disabilitas dilihat dari aspek fisiknya dapat dibagi menjadi beberapa kategori, yaitu :

 Tuna Netra

Seseorang dikatakan tuna netra apabila mereka kehilangan daya lihatnya sedemikian

rupa sehingga tidak dapat menggunakan fasilitas pada umumnya. Menurut Kaufman

& Hallahan, tuna netra adalah individu yang memiliki lemah penglihatan atau

akurasi penglihatan kurang dari 6/60 setelah dikoreksi atau tidak lagi memiliki

penglihatan.

Tuna netra dibagi menjadi dua, yaitu :

210
 Kurang awas (low vision), yaitu seseorang dikatakan kurang awas bila masih

memiliki sisa penglihatan sedemikian rupa sehingga masih sedikit melihat atau

masih bisa membedakan gelap atau terang.

 Buta (blind), yaitu seseorang dikatakan buta apabila ia sudah tidak memiliki

sisa penglihatan sehingga tidak dapat membedakan gelap dan terang.

Ciri-ciri fisik :

 Memiliki daya dengar yang sangat kuat sehingga dengan cepat pesan-pesan

melalui pendengaran dapat dikirim ke otak

 Memiliki daya pengobatan yang sensitif sehingga apa yang dirasakan dapat

dikirim langsung ke otak.

 Kadang-kadang mereka suka mengusap-usap mata dan berusaha

membelalakkannya.

 Kadang-kadang mereka memiliki perilaku yang kurang nyaman bisa dilihat

oleh orang normal pada umumnya atau dengan sebutan blindism (misalnya :

mengkerut-kerutkan kening, menggeleng-gelengkan kepala secara berulang-

ulang dengan tanpa disadarinya )

 Tuna Daksa

Seseorang dikatakan mengalami ketunadaksaan apabila terdapat kelainan anggota

tubuh sebagai akibat dari luka, penyakit, pertumbuhan yang salah bentuk sehingga

mengakibatkan turunnya kemampuan normal untuk melakukan gerakan-gerakan

tubuh tertentu dan untuk mengoptimalkan potensi kemampuannya diperlukan

layanan khusus. Tuna daksa ada dua kategori, yaitu :

 Tuna daksa orthopedic (orthopedically handicapped), yaitu mereka yang

mengalami kelainan, kecacatan tertentu sehingga menyebabkan terganggunya

211
fungsi tubuh. Kelainan tersebut dapat terjadi pada bagian tulang-tulang, otot-

otot tubuh maupun pada daerah persendian, baik yang dibawa sejak lahir

maupun yang diperoleh kemudian. Contoh : anak polio

 Tuna daksa syaraf (neurologically handicapped), yaitu kelainan yang terjadi

pada anggota tubuh yang disebabkan gangguan pada syaraf. Salah satu kategori

penderita tuna daksa syaraf dapat dilihat pada anak cerebral palsy

Ciri-ciri fisik :

 Memiliki kecerdasan normal bahkan ada yang sangat cerdas

 Derpresi , kemarahan dan rasa kecewa yang mendalam disertai dengan

kedengkian dan permusuhan.

 Penyangkalan dan penerimaan atau suatu keadaan emosi

 Meminta dan menolak belas kasihan dari sesama, ini merupakan fase

dimana seseorang akan mencoba menyesuaikan diri untuk dapat hidup

dengan kondisinya yang sekarang.

Ciri-ciri sosial :

Kelompok ini kurang memiliki akses pergaulan yang luas karena keterbatasan

aktivitas geraknya. Dan kadang-kadang menampakkan sikap marah-marah

(emosi) yang berlebihan tanpa sebab yang jelas.

 Tuna Rungu

Seseorang dikatakan tuna rungu apabila mereka kehilangan daya dengarnya.Tuna

rungu dikelompokkan menjadi :

 Ringan (20-20 dB)

212
Umunya mereka masih dapat berkomunikasi dengan baik, hanya kata-kata

tertentu saja yang tidak dapat mereka dengar langsung, sehingga pemahaman

mereka menjadi sedikit terhambat.

 Sedang (40-60 dB)

Mereka mulai mengalami kesulitan untuk dapat memahami pembicaraan orang

lain, suara yang mampu terdengar adalah suara radio dengan volume maksimal.

 Berat/parah (di atas 60 dB)

Kelompok ini sudah mulai sulit untuk mengikuti pembicaraan orang lain, suara

yang mampu terdengar adalah suara yang sama kerasnya dengan jalan pada

jam-jam sibuk. Biasanya memerlukan bantuan alat bantu dengar,

mengandalkan pada kemampuan membaca gerak bibir atau bahasa isyarat

untuk berkomunikasi.

Ciri-ciri fisik :

 Berbicara keras dan tidak jelas

 Suka melihat gerak bibir atau gerak tubuh teman bicaranya

 Telinga mengeluarkan cairan

 Menggunakan alat bantu dengar

 Bibir sumbing

 Suka melakukan gerakan tubuh

 Cenderung pendiam

 Suara sengau

 Cadel

Ciri-ciri mental :

Pada umumnya sering menaruh curiga terhadap orang-orang yang ada di

sekitarnya

213
 Tuna Wicara

Seseorang dikatakan tuna wicara apabila mereka mengalami kesulitan berbicara. Hal

ini disebabkan kurang atau tidak berfungsinya alat-alat bicara seperti rongga mulut,

lidah, langit-langit dan pita suara. Selain itu, kurang atau tidak berfungsinya organ

pendengaran, keterlambatan perkembangan bahasa, kerusakan pada sistem syaraf

dan struktur otot serta ketidakmampuan dalam kontrol gerak juga dapat

mengakibatkan keterbatasan dalam berbicara. Diantara individu yang mengalami

kesulitan berbicara, ada yang sama sekali tidak dapat berbicara, dapat mengeluarkan

bunyi tetapi tidak mengucapkan kata-kata dan ada yang dapat berbicara tetapi tidak

jelas.

Masalah yang utama pada diri seorang tuna wicara adalah mengalami

kehilangan/terganggunya funsi pendengaran (tuna rungu) dan atau fungsi bicara

(tuna wicara), yang disebabkan oleh bawaan lahir, kecelakaan maupun penyakit.

Umumnya seseorang dengan gangguan dengar/wicara yang disebabkan oleh faktor

bawaan (keturunan/genetik) akan berdampak pada kemampuan bicara. Sebaliknya

seseorang yang tidak/kurang dapat bicara umumnya masih dapat menggunakan

fungsi pendengarannya walaupun tidak selalu.

2. Hanbatan Semantik Dalam Proses Komunukasi

Semantik adalah pengetahuan tentang pengertian atau makna kata (denotatif). Jadi

hambatan semantik adalah hambatan mengenai bahasa, baik bahasa yang digunakan

oleh komunikator, maupun komunikan. Hambatan semantik dibagi menjadi 3,

diantaranya:

 Salah pengucapan kata atau istilah karena terlalu cepat berbicara.

contoh: partisipasi menjadi partisisapi

214
 Adanya perbedaan makna dan pengertian pada kata-kata yang

pengucapannya sama.

Contoh: bujang (Sunda: sudah; Sumatera: anak laki-laki)

 Adanya pengertian konotatif

Contoh: secara denotative, semua setuju bahwa anjing adalah binatang berbulu,

berkaki empat. Sedangkan secara konotatif, banyak orang menganggap anjing

sebagai binatang piaraan yang setia, bersahabat dan panjang ingatan.

Jadi apabila ini disampaikan secara denotatif sedangkan komunikan menangkap

secara konotatif maka komunikasi kita gagal.

3. Hambatan Psikologi Dalam Proses Komunikasi

Disebut sebagai hambatan psikologis karena hambatan-hambatan tersebut merupakan

unsur-unsur dari kegiatan psikis manusia. Hambatan psikologi dibagi menjadi 4 :

 Perbedaan kepentingan atau interest

Kepentingan atau interest akan membuat seseorang selektif dalam menanganggapi

atau menghayati pesan. Orang hanya akan memperhatikan perangsang (stimulus)

yang ada hubungannya dengan kepentingannya. Effendi (1981: 43) mengemukakan

secara gamblang bahwa apabila kita tersesat dalam hutan dan beberapa hari tak

menemui makanan sedikitpun, maka kita akan lebih memperhatikan perangsang-

perangsang yang mungkin dapat dimakan daripada yang lain. Andaikata dalam

situasi demikian kita dihadapkan pada pilihan antara makanan dan sekantong berlian,

maka pastilah kita akan memilih makanan. Berlian baru akan diperhatikan kemudian.

Lebih jauh Effendi mengemukakan, kepentingan bukan hanya mempengaruhi kita

saja tetapi juga menentukan daya tanggap, perasaan, pikiran dan tingkah laku kita.

215
Sebagaimana telah dibahas sebelumnya, komunikan pada komunikasi massa bersifat

heterogen. Heterogenitas itu meliputi perbedaan usia, jenis kelamin, pendidikan,

pekerjaan yang keseluruhannya akan menimbulkan adanya perbedaan kepentingan.

Kepentingan atau interest komunikan dalam suatu kegiatan komunikasi sangat

ditentukan oleh manfaat atau kegunaan pesan komunikasi itu bagi dirinya. Dengan

demikian, komunikan melakukan seleksi terhadap pesan yang diterimanya.

Kondisi komunikan seperti ini perlu dipahami oleh seorang komunikator.

Masalahnya, apabila komunikator ingin agar pesannya dapat diterima dan dianggap

penting oleh komunikan, maka komunikator harus berusaha menyusun pesannya

sedemikian rupa agar menimbulkan ketertarikan dari komunikan.

 Prasangka

Menurut Sears, prasangka berkaitan dengan persepsi orang tentang seseorang atau

kelompok lain, dan sikap serta perilakunya terhadap mereka. Untuk memperoleh

gambaran yang jelas mengenai prasangka, maka sebaiknya kita bahas terlebih dahulu

pengertian persepsi.

Persepsi adalah pengalaman objek pribadi, peristiwa faktor dari hambatan : personal

dan situasional.

Untuk mengatasi hambatan komunikasi yang berupa prasangka pada komunikan,

maka komunikator yang akan menyampaikan pesan melalui media massa sebaiknya

komunikator yang netral, dalam arti ia bukan orang controversial, reputasinya baik

artinya ia tidak pernah terlibat dalam suatu peristiwa yang telah membuat luka hati

komunikan. Dengan kata lain komunikator itu harus acceptable. Disamping itu

memiliki kredibilitas yang tinggi karena kemampuan dan keahliannya.

 Stereotip

216
Adalah gambaran atau tanggapan mengenai sifat atau watak bersifat negatif

(Gerungan,1983:169). Jadi stereotip itu terbentuk pada dirinya berdasarkan

keterangan-keterangan yang kurang lengkap dan subjektif. Contoh: Orang Batak itu

berwatak keras sedangkan orang Jawa itu berwatak lembut.

Seandainya dalam proses komunikasi massa ada komunikan yang memiliki stereotip

tertentu pada komunikatornya, maka dapat dipastikan pesan apapun tidak dapat

diterima oleh komunikan.

 Motivasi

Merupakan suatu pengertian yang melingkupi semua penggerak, alasan-alasan atau

dorongan-dorongan dalam diri manusia yang menyebabkan manusia berbuat sesuatu

(Gerungan 1983:142).

Motif adalah sesuatu yang mendasari motivasi karena motif memberi tujuan dan arah

pada tingkah laku manusia. Tanggapan seseorang terhadap pesan komunikasi pun

berbeda sesuai dengan jenis motifnya.

Motif dibagi menjadi 2 macam, yaitu:

 Motif Tunggal

Contoh: Motif seseorang menonton acara “Seputar Indonesia” yang disiarkan

Stasiun TV adalah untuk memperoleh informasi.

 Motif Bergabung

Contoh: (kasus yang sama dengan motif tunggal) tetapi bagi orang lain motif

menonton televisi adalah untuk memperolh informasi sekaligus mengisi waktu

luang

4. Jenis-jenis Hambatan Lain

217
Ada delapan hambatan penting untuk komunikasi lintas budaya dalam pelayanan

kesehatan :

 Kurangnya pengetahuan

Petugas rumah sakit yang tidak belajar tentang perilaku diterima dalam budaya yang

berbeda dapat atribut perilaku pasien (misalnya diam, penarikan) untuk alasan yang

salah atau penyebab mengakibatkan penilaian yang salah dan intervensi.

 Ketakutan dan ketidakpercayaan

Rothenburg (1990) telah mengidentifikasi tujuh tahap penyesuaian bahwa individu

melewati selama pertemuan awal mereka dengan orang dari budaya yang berbeda

yang mereka tidak tahu atau mengerti. Tahap-tahap ini adalah :

 Ketakutan

Setiap orang memandang orang lain sebagai berbeda dan oleh karena itu

berbahaya. Biasanya ketika orang-orang menjadi lebih baik mengenal satu

sama lain, ketakutan secara bertahap menghilang, hanya untuk digantikan oleh

kata disukai.

 Tidak menyukai

Orang-orang dari budaya yang berbeda sering curiga dari masing-masing orang

lain akan tindakan dan motif mereka karena mereka kurang memiliki

informasi.

 Penerimaan

Biasanya jika dua orang dari berbagai budaya yang berbeda pengalaman cukup

baik selama periode waktu

 Respect

Jika individu dari beragam budaya berpikiran terbuka, akan memungkinkan

mereka untuk melihat dan mengagumi kualitas dalam satu sama lain

218
 Percaya

Orang dari beragam budaya telah menghabiskan cukup waktu bersama yang

berkualitas, mereka biasanya mampu saling percaya

 Menyukai

Untuk tahap akhir, individu-individu dari beragam budaya harus mampu

berkonsentrasi pada kualitas manusia yang mengikat orang bersama-sama,

bukan perbedaan yang menarik orang menjadi terpisah

 Rasisme

Penghalang transkultural komunikasi antara petugas kesehatan dan pasien, dan antara

petugas kesehatan dan penyedia perawatan kesehatan lainnya.

Tipe-tipenya :

 Rasisme individu : diskriminasi karena karakteristik biologis

 Rasisme budaya : menganggap budaya sendiri lebih superior

Kelembagaan rasisme: Lembaga (universitas, bisnis, rumah sakit, sekolah

keperawatan) memanipulasi atau mentolerir kebijakan yang tidak adil membatasi

peluang ras tertentu, budaya, atau kelompok

 Bias dan etnosentrisme

Apapun latar belakang budaya mereka memiliki kecenderungan untuk menjadi bias

terhadap nilai-nilai budaya mereka sendiri, dan merasa bahwa nilai-nilai mereka

benar dan nilai-nilai dari orang lain adalah salah atau tidak baik.

 Stereotip perilaku

Sebuah stereotip budaya adalah asumsi beralasan bahwa semua orang dari kelompok

ras dan etnis tertentu yang sama. Sindrom tempat budaya adalah bentuk stereotip

yang masalah untuk banyak petugas kesehatan (dokter dan perawat). Sindrom tempat

budaya berkeyakinan bahwa “ hanya karena klien terlihat dan berperilaku dengan

219
cara yang anda lakukan, anda berasumsi bahwa tidak ada perbedaan budaya atau

hambatan potensia untuk perawatan “

(Buchwald, 1994)

 Ritual

Adalah prosedur dalam mengerjakan tugas.

 Hambatan bahasa

Bahasa menyediakan alat-alat (kata) yang memungkinkan orang untuk

mengekspresikan pikiran dan perasaan mereka

 Bahasa asing, merupakan hambatan dalam berkomunikasi yang banyak terjadi dalam

praktik kedokteran. Adanya masalah hambatan berbahasa asing dapat menjadikan

penghalang terjadinya komunikasi yang efektif antar petugas kesehatan, antar

petugas kesehatan dengan pasien, ataupun pihak-pihak terkait lainnya.

 Berbeda dialek dan regionalism

 Idiom dan "berbicara jalanan."

Bahasa asing, dialek dan regionalism. Bahkan ketika petugas kesehatan dan pasien

berbicara bahasa yang sama, kesalah pahaman dapat muncul. Namun ketika pasien

datang dari negara atau rumah tangga dimana bahasa inggris bukan asli bahasa

mereka, hambatan bahasa yang dihasilkan dapat membawa komunikasi berhenti,

menghasilkam frustasi dan konflik.

Untuk berkomunikasi secara efektif dengan pasien yang tidak mahir dalam bahasa

asing, diperlukan adanya seorang penerjemah bahasa asing. Seorang juru terampil

dapat membantu petugas kesehatan, pasien dan keluarga pasien dalam mengatasi

kecemasan dan frustasi yang dihasilkan oleh hambatan bahasa

 Perbedaan dalam persepsi dan harapan

220
Ketika orang-orang dari budaya yang berbeda mencoba untuk berkomunikasi, upaya

terbaik mereka dapat digagalkan oleh kesalahpahaman dan konflik bahkan hal serius.

Di bidang kesehatan situasi perawatan, sering terjadi kesalahpahaman ketika petugas

kesehatan dan pasien memiliki persepsi dan harapan yang berbada, akibatnya terjadi

salah penafsiran antara satu sama lain.

Harapan bahwa pasien memiliki perawat dan dokter juga dapat menyebabkan

masalah komunikasi lintas budaya. Sebagai contoh, pasien Jepang pada umumnya

melihat anggota keluarga mereka untuk sebagian besar perawatan mereka, daripada

kepada perawat.

C. TATA LAKSANA MENGATASI HAMBATAN

Untuk dapat memberikan kenyamanan dan kemudahan dalam memberikan pelayanan

bagi pasien difabel, Rumah Sakit Santa Anna, memiliki sarana dan prasarana yang

mendukung, seperti :

1. Kursi roda

Kursi roda merupakan alat yang digunakan oleh orang yang mengalami kesulitan

berjalan menggunakan kaki, baik dikarenakan penyakit, cedera maupun cacat

2. Brankar

Brankar merupakan tempat tidur pasien yang dapat didorong

Pelayanan umum yang diberikan oleh Rumah Sakit Santa Anna Kendari untuk pasien

difable :

1. Hambatan fisik dari pasien atau keluarga pasien di bantu oleh seorang perawat

2. Jam kerja perawat 24 jam di RS Santa Anna

3. Jika seorang perawat mengalami kesulitan dalam membantu pasien atau keluarga

pasien maka dapat dibantu oleh petugas security yang bertugas

221
4. Jika terdapat pasien atau keluarga pasien yang memiliki hambatan fisik diluar

jangkauan perawat , maka yang bertindak dalam melakukan bantuan adalah security

yang sedang bertugas

5. Pasien difabel yang masih mampu berjalan

Pada saat masuk Rumah Sakit Santa Anna, seorang perawat menggandeng /

memapah / mengarahkan pasien difabel ke registrasi rawat jalan/ admission rawat

inap sesuai dengan kebutuhannya. Setelah selesai proses pendaftaran, perawat akan

mengantarkan kembali pasien difabel ke poliklnikik / ruang rawat inap / instansi

yang dituju

6. Pasien difabel dengan kondisi tubuh pasien lemah

Pada saat masuk rumah sakit, seorang perawat menjemput dan mengantarkan pasien

difable dengan menggunakan kursi roda atau brankar. Untuk kondisi yang darurat ,

maka pasien difabel akan langsung diantarkan ke instalasi gawat darurat dengan

menggunakan kursi roda atau brankar

Untuk mengetahui hambatan tersebut dapat ditanggulangi dengan cara sebagai berikut :

1. Mengecek arti atau maksud yang disampaikan

Bertanya lebih lanjut pada si komunikan apakah ia sudah mengerti apa yang

komunikator bicarakan. Contoh: Perawat bertanya pada pasien “Apakah sudah

mengerti, Pak?”

2. Meminta penjelasan lebih lanjut

Sama halnya dengan poin pertama hanya saja disini komunikator lebih aktif berbicara

untuk memastikan apakah ada hal lain yang perlu ditanyakan lagi. Contoh: “Apa ada

hal lain yang kurang jelas, Bu?”

3. Mengecek umpan balik atau hasil

222
Memancing kembali, komunikator dengan mengajukan pertanyaan mengenai hal atau

pesan yang telah disampaikan kepada komunikan. Contoh: “Tadi obatnya sudah

diminum , Pak?” Sebelumnya si komunikator telah berpesan pada komunikan untuk

meminum obat.

4. Mengulangi pesan yang disampaikan memperkuat dengan bahasa isyarat Contoh:

“Obatnya diminum 3 kali sehari ya” sambil menggerakkan tangan.

5. Mengakrabkan antara pengirim dan penerima

Dalam hal ini komunikator lebih mendekatkan diri dengan berbincang mengenai hal-

hal yang menyangkut keluarga, keadaannya saat ini (keluhan tentang penyakitnya).

6. Membuat pesan secara singkat, jelas dan tepat komunikator sebaiknya menyampaikan

hanya hal-hal yang berhubungan pasien (atau yang ditanyakan pasien) sehingga lebih

efisien dan tidak membuang-buang waktu.

1. Cara mengatasai hambatan komunikasi dengan pasien difabel

 Tuna Netra

Tuna netra memiliki keterbatasan dalam indera penglihatan sehingga untuk

melakukan kegiatan sehari-harinya menekankan pada alat indera yang lain yaitu

indera peraba dan indera pendengaran. Untuk mempermudah dan melancarkan

penanganan pasien difabel maka petugas Rumah Sakit Santa Anna melakukan

komunikasi dengan pasien difabel dengan menggunakan :

 Melakukan komunikasi efektif secara normal (lihat panduan komunikasi

efektif). Penyandang tuna netra memiliki daya dengar yang sangat kuat, pesan-

pesan yang diterima melalui pendengarannya dapat dengan cepat dikirim ke

otak sehingga petugas dan tenaga medis di Rumah Sakit Santa Anna dapat

berkomunikasi secara verbal dengan pasien difabel (tuna netra).

223
 Membicarakan dan menjelaskan kepada keluarga pasien (bila didampingi)

mengenai data pasien, hasil pemeriksaan pasien dan tindakan lanjut yang harus

dilakukan.

 Tuna Rungu dan Tuna Wicara

Karena memiliki hambatan dalam pendengaran, tuna rungu memiliki hambatan dalam

berbicara sehingga mereka biasa disebut tuna wicara. Cara berkomunikasi dengan

pasien tuna rungu dan tuna wicara.

 Berbicara harus jelas dengan ucapan yang benar.

 Menggunakan kalimat sederhana dan singkat.

 Menggunakan komunikasi non verbal seperti gerak bibir atau gerakan tangan.

 Menggunakan pulpen dan kertas untuk menyampaikan pesan.

 Berbicara sambil berhadapan muka.

 Memberikan leaflet dan brosur untuk menambahkan informasi.

 Membicarakan dan menjelaskan kepada keluarga pasien (bila didampingi)

mengenai data pasien, hasil pemeriksaan pasien dan tindakan lanjut yang harus

dilakukan.

2. Cara mengatasi hambatan bahasa asing

 Dalam hal mengatasi hambatan dalam bahasa asing adalah dengan diperlukannya

seseorang yang mahir dalam berbahasa asing (translatter)

 Jam dinas dari petugas translatter adalah bersifat on call

 Jika dalam hal petugas translatter tidak dapat datang dalam waktu cepat, maka staf

Rumah Sakit Stella Maris Makssar yang memiliki kemampuan berbahasa asing yang

baik dapat sementara membantu menangani hambatan tersebut

224
 Jika terdapat pasien atau keluarga pasien yang dalam berbahasa menggunakan

bahasa asing, staf terkait menghubungi seorang translatter

 Seorang translatter mendampingi staf terkait yang membutuhkan selama

berkomunikasi dengan pasien / keluarga pasien

 Seorang translatter membuat laporan dari hasil kerjanya pada buku kerja translatter

(tanggal dan jam permintaan, nama petugas dan unit peminta, nama dan unit serta

nomor kamar pasien, tanda tangan petugas translate

D. DOKUMENTASI

Keadaan pasien merupakan alat perekam terhadap masalah.Banyak faktor yang

merupakan hambatan dalam melaksanakan kegiatan keperawatan yang akan kita laksanakan.

Oleh karena itu semua hambatan yang terjadi dilapangan kita jadikan acuan untuk memberi

pelayanan yang lebih terarah kepada pasien yang kita hadapi dan semua terdokumentasi

dengan baik dalam lembar Rekam medis.

3.4 Penyediaan Makanan

PEDOMAN PELAYANAN INSTALASI GIZI

A. LATAR BELAKANG

Memasuki era globalisasi yang ditandai dengan adanya persaingan pada berbagai aspek,

diperlukan sumber daya manusia ( SDM ) yang berkualitas tinggi agar mampu bersaing

dengan negara lain. Kesehatan dan gizi merupakan factor penting karena secara langsung

berpengaruh terhadap kualitas SDM di suatu negara, yang di gambarkan melalui pertumbuhan

ekonomi, umur harapan hidup dan tingkat pendidikan. Tngkat pendidikan yang tinggi hanya

dapat di capai oleh orang yang sehat dan berstatus gizi baik. Untuk itu di perlukan upaya

perbaikan gizi yang bertujuan untuk meningkatkan status gizi masyarakat melalui upaya

225
perbaikan gizi dalam keluarga maupun pelayanan gizi pada individu yang karena suatu hal

meraka harus tinggal di suatu institusi kesehatan, di antaranya Rumah Sakit.

Masalah gizi klinis adalah masalah gizi yang di tinjau secara individual mengenai apa

yang terjadi dalam tubuh seseorang, yang seharusnya di tanggulangi secara individu.

Demikian pula masalah gizi pada berbagai keadaan sakit yang secara langsung ataupun tidak

langsung mempengaruhi proses penyembuhan, harus diperhatikan secara individual. Adanya

kecendrungan peningkatan kasus penyakit yang terkait dengan gizi, nutrition related disese

pada semua kelompok rentan dari ibu hamil, bayi, anak, remaja, dewasa dan lanjut usia,

semakin dirasakan perlunya penanganan khusus. Semua ini memerlukan pelayanan gizi yang

bermutu untuk mempertahankan status gizi yang optimal, sehingga tidak terjadi kurang gizi

dan untuk mempercepat penyembuhan.

Resiko kurang gizi akan muncul secara klinis pada orang sakit, terutama pada penderita

anoreksia, kondisi mulut/gigi geligi buruk serta kesulitan menelan, penyakit saluran cerna di

setai mual, muntah, diare, infeksi berat, usia tidak sadar dalam waktu lama, kegagalan fungsi

saluran pencernaan dan pasien yang mendapatkan kemoterapi. Hasil peneliatian yang

dilakukan oleh Sunita Almatsier di beberapa rumah sakit umum di Jakarta tahun 1991

menunjukkan 20%-60% pasien menderita kurang gizi pada saat dirawat di rumah sakit.

Oleh karena itu pelayanan gizi di rumah sakit yang merupakan hak setiap orang,

memerlukan adanya sebuah pedoman agar di peroleh hasil pelayanan yang bermutu.

Pelayanan gizi yang bermutu di rumah sakit akan membantu mempercepat proses

penyembuhan pasien, yang berarti pula memperpendek lama hari rawat sehingga dapat

menghemat biaya pengobatan. Hal ini sejalan dengan perkembangan iptek di bidang

kesehatan, dimana telah berkembang terapi gizi medis yang merupakan kesetuan dari asuhan

medis, asuhan keperawatan dan asuhan gizi.

226
B. TUJUAN PEDOMAN

Tujuan umum :

Tujuan umum pelayanan gizi rumah sakit adalah terciptanya system pelayanan gizi di

rumah sakit dengan memperhatikan berbagai aspek gizi dan penyakit, serta merupakan

bagian dari pelayanan kesehatan secara menyeluruh untuk meningkatkan dan

mengembangkan mutu pelayanan gizi di rumah sakit.

Tujuam Khusus :

Tujuan khusus yang ingin dicapai adalah adanya peningkatan pelayanan gizi yang

mencakup :

1. Penegakan diagnosis gangguan gizi dan metabolisme zat gizi berdasarkan anamnesis,

antropometri, gejala klinis, dan biokimia tubuh ( laboratorium)

2. Penyelanggaraan pengkajian dietetic dan pola makan berdasarkan anamnesis diet dan

pola makan

3. Penentuan kebutuhan gizi sesuai keadaan pasien

4. Penentuan bentuk pembelian bahan makanan, pemilihan bahan makanan, jumlah

pemberian serta cara pengolahan bahan makanan.

5. Penyelenggaraan evaluasi terhadap preskripsi diet yang diberikan sesuai perubahan

klinis, status gizi dan status laboratorium

6. Penterjemahan preskripsi diet, penyediaan dan pengolahan sesuai dengan kebutuhan

dan keadaan pasien

7. Penyelenggaraan penelitian aplikasi di bidang gizi dan dietik.

8. Penciptaan standar diet khusus sesuai perkembangan ilmu pengetahuan dan tehnologi

yang dapat membantu penyembuhan penyakit

227
9. Penyelenggaraan penyuluhan dan konseling tentang pentingnya diet pada klien/ pasien

dan keluarganya.

C. RUANG LINGKUP PELAYANAN

Ruang lingkup kegiatan pokok pelayanan gizi di rumah sakit terdiri dari :

1. Asuhan gizi pasien rawat inap

2. Penyelenggaraan makanan

D. BATASAN OPERASIONAL

Untuk membantu lebih mengarahkan pemahaman tentang isi bahasan perlu di buat

batasan istilah penting yang terkait dengan kerangka pelayanan gizi rumah sakit. Batasan

operasional dibawah ini merupakan batasan istilah, baik bersumber dari buku pedoman

maupun dari sumber lain yang di pandang sesuai dengan kerangka konsep pelayanan

yang terurai dalam buku ini.

1. Pelayanan Gizi Rumah Sakit : adalah kegiatan pelayanan gizi di rumah sakit untuk

memenuhi kebutuhan gizi pasien rawat inap, untuk keperluan metabolisme tubuh,

peningkatan kesehatan, maupun mengoreksi kelainan metabolisme, dalam rangkaian

upaya preventif, kuratif, rehabilitative dan promotif.

2. Tim Asuhan Gizi : adalah sekelompok petugas rumah sakit yang terkait dengan

pelayanan gizi terdiri dari dokter/ dokter spesialis, nutrition/ dietisien, perawat dan

farmasis dari setiap unit pelayanan, bertugas menyelenggarakan asuhan gizi ( nutrition

care ) untuk mencapai pelayanan paripurna yang bermutu

3. Masyarakat Rumah Sakit : adalah sekelompok orang yang berada dalam lingkungan

rumah sakit dan terkait dengan aktifitas rumah sakit, terdiri dari pegawai atau

karyawan dan pasien rawat inap.

228
4. Terapi gizi : adalah pelayanan gizi yang diberikan kepada klien / pasien berdasarkan

pengkajian gizi, yang meliputi terapi diet, konseling gizi dan atau pemberian makanan

khusus dalam rangka penyembuhan penyakit pasien.

5. Perskripsi diet atau rencana diet : adalah kebutuhan zat gizi klien / pasien yang

terhitung berdasarkan satatus gizi, degenerasi penyakit dan kondisi kesehatannya.

Preskripsi diet dibuat oleh dokter sedangkan rencana diet dibuat oleh nutrisionis /

dietisien.

6. Konseling gizi : adalah serangkaian kegiatan sebagai proses komunikasi 2 ( dua ) arah

untuk menanamkan dan meningkatkan pengertian, sikap, dan perilaku sehingga

membantu klien / pasien mengenali dan mengatasi masalah gizi, dilaksanakaan oleh

nutrisionis / dietisien.

7. Nutrisionis : seseorang yang diberi tugas, tanggung jawab dan wewenang secara penuh

oleh pejabat berwewenang untuk melakukan kegiatan teknis fungsional di bidang

pelaynan gizi, makanan, dan dietetic, baik di masyarakat maupun rumah sakit, dan unit

pelaksana kesehatan lainnya, berpendidikan dasar akademi gizi.

8. Diatisien : adalah seseorang nutrision yang telah mendalami pengetahuan dan

keterampilan dietetic, baik melalui lembaga pendidikan formal maupun pengalaman

bekerja dengan masa kerja minimal satu tahun, atau yang mendapat sertifikasi dari

persatuan Ahli Gizi Indonesia (PERSAGI ), dan bekerja diunit pelayanan yang

menyelenggarakan terapi dietik

9. Food model : adalah bahan makanan atau contoh makanan yang terbuat dari bahan

sintetis atau asli yang diawetkan, dengan ukuran dan satuan tertentu sesuai dengan

kebutuhan, yang di gunakan untuk konseling gizi, kepada pasien rawat inap maupun

pengunjung rawat jalan.

229
10. Nutrition related disease : penyakit-penyakit yang berhubungan dengan masalah gizi

dan dalam tindakan serta pengobatan memerlukan terapi gizi.

11. Mutu pelayanan gizi : suatu kondisi dinamis yang berhubungan dengan pelayanan gizi

sesuai dengan standard dan memuaskan baik kualitas dari petugas maupun sarana serta

prasarana untuk kepentingan klien / pasien.

E. LANDASAN HUKUM

Sebagai acuan dan dasar pertimbangan dalam penyelenggaraan pelayanan gizi di rumah

sakit di perlukan peraturan perundang – undangan pendukung ( legal aspect ). Beberapa

ketentuan perundang – undangan yang di gunakan adalah sbb :

1. Undang – undang No. 23 tahun 1992 tentang Kesehatan

2. Undang – undang No. 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen

3. Undang – undang Nomor 22 tahun1999 tentang Otonomi Daerah

4. Undang – undang Nomor 25 tahun 1999 tentang Perimbangan keuangan pusat dan

daerah

5. Peraturan Pemerintah Nomor 32 tahun 1996 tentang Tenaga Kesehatan

6. Peraturan Pemerintah Nomor 25 tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan

Kewenangan Propinsi sebagai Daerah Otonomi

7. Peraturan Pemerintah Nomor 102 tahun 2000 tentang Standarisasi Nasional

8. Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 1333 tahun 1999 tentang Standar Pelayanan

Rumah Sakit

9. Keputusabn bersama Menteri Kesehatan RI No. 894/Menkes/SKB/VIII/2001 dan

Kepala Badan Kepegawaian Negara No.35 Tahun 2001 tentang Petunjuk Pelaksanaan

Jabatan Fungsional Nutrisionis dan Angka Kreditnya

230
10. Keputusan Menteri Penertiban Aparatur Negara nomor 23/Kep/M.PAN/4/2001

tentang Jabatan Fungsional Nutrisionis dan Angka Kreditnya

11. Hasil Rapat Konsultasi pejabat Rumah Sakit ke I,II,dan III tahun 1980-1983

12. Hasil Pertemuan Berkelanjutan Tentang Evaluasi Pedoman PGRS dari tahun 2002 –

2003

STANDAR KETENAGAAN

A. Kualifikasi Sumber Daya Manusia

1. Kepala Instalasi Gizi

Di Rumah Sakit Santa Anna Instalasi Gizi di kepalai oleh seorang Suster dengan pendidikan

D3 Tata Boga. Kepala Instalasi Gizi ditetapkan oleh pimpinan rumah sakit dengan

berdasarkan ketentuan dan peraturan kepegawaian yang berlaku. Kepala Instalasi Gizi

Rumah Sakit bertugas memimpin penyelenggaraan pelayanan gizi dirumah sakit, yang

pada umumnya bertanggung jawab kepada Bidang Penunjang Medis.

Sesuai dengan tujuan dan kegiatan pelayanan gizi rumah sakit, uraian tugas dan

wewenang Kepala Instalasi Gizi adalah :

1. Uraian Tugas

 Bertanggung jawab atas perencaan kebutuhan makanan sesuai dengan

permintaan dan penyusunan menu rumah sakit bagi pasien dan karyawan.

 Bertanggung jawab atas pengelolaan dan penyajian makanan untuk pasien dan

karyawan sesuai dengan kebutuhan.

231
 Bertanggung jawab atas terselenggaranya administrasi di Instalasi Gizi dan

tersedianya laporan bulanan / tahunan logistic bahan makanan, baik makanan

basah/segar ataupun kering.

 Bertanggung jawab dan mengawasi tata tertib, disiplin dan kebersihan,

keamanan dan kelancaran tugas di Instalasi Gizi rumah sakit.

 Bertanggung jawab dan mengawasi logistic yang ada di Instalasi Gizi dan

menyiapkan data/daftar barang – barang inventaris yang ada di unit kerjanya.

 Melaksanakan bimbingan, latihan kerja dalam bidang pelayanan gizi untuk

para karyawan baru di gizi.

2. Wewenang

 Menandatangani permintaan bahan makanan dan sarana/prasarana instalasi gizi

yang diperlukan.

 Mengatur system kerja guna kelancaran pelayanan gizi rumah sakit.

 Meningkatkan kualitas karyawan di instalasi gizi agar dapat di manfaatkan

secara optimal dan efektif sesuai dengan kemampuannya.

 Mengadakan pertemuan secara periodic dengan staf yang ada di unit kerjanya.

 Mewakili pertemuan yang diselenggarakan oleh unit/bagian lain.

 Membuat penilaian kerja bagi karyawan yang ada dibawah tanggung jawabnya

untuk mengusulkan pengangkatan, pemindahan, pemberhentian dan kenaikan

pangkat.

 Mengusulkan kebutuhan sarana prasarana yang dibutuhkan.

 Membuat perubahan penyusunan menu yang di sesuaikan dengan

kondisi/situasi yang ada.

2. Pelaksana

232
Pelaksana yang dimaksud adalah Ahli Gizi, Gudang/Logistik, Juru masak dan

Pramusaji.

 Ahli Gizi

Ahli gizi yang saat ini bertugas di Rumah Sakit Santa Anna sebanyak 1 orang

dengan kualifikasi pendidikan D3 - Gizi. Tugassan wewenang ahli gizi adalah :

3. Uraian Tugas

 Bertanggung jawab atas mutu makanan yang dihidangkan kepada pasien

dan karyawan.

 Bertanggung jawab terhadap penyajian makanan pasien khususnya pasien

yang sedang menjalankan diet.

 Bertanggung jawab terhadap perilaku pasien dan karyawan terhadap

makanan, terutama yang sedang menjalankan terapi pengobatan.

 Bertanggung jawab terhadap rujukan konsultasi gizi rawat inap.

4. Wewenang

 Mengadakan konsultasi dengan unit lain guna kelancaran gizi Rumah Sakit

Santa Anna.

 Menetapkan standar diet bagi pasien yang sedang dalam perawatan sesuai

dengan rujukan dokter.

 Menetapkan standar porsi makanan yang ada di Rumah Sakit Santa Anna.

 Mengadakan penyuluhan gizi baik perorangan maupun kelompok.

 Mengusulkan perubahan – perubahan penyelenggaraan makanan guna

meningkatkan pelayanan gizi di unit rawat inap.

 Gudang / Logistik

 Tugas Pokok :

233
Bertugas untuk memenuhi dan menambah semua kebutuhan logistik dapur gizi di

Rumah Sakit Santa Anna sesuai dengan standar yang telah ditentukan.

 Uraian Tugas :

 Bertanggug jawab terhadap ketersediaan bahan-bahan kebutuhan logistik

yang ada di gudang dapur gizi.

 Bertanggung jawab terhadap proses pemesanan bahan makanan setelah

mendapat persetujuan kepala instalasi bahan makanan kepada rekanan.

 Bertanggung jawab terhadap kualitas bahan makanan yang di terima dari

rekanan dan memberitahukan kepada instalasi bila ada penyimpangan.

 Bertanggung jawab terhadap keluar masuknya bahan logistik baik hrian

atau bulanan yang ada di dapur gizi.

 Bertanggung jawab terhadap laporan bulanan logistik baik harian atau

bulanan yang ada di dapur gizi.

 Wewenang :

 Menerima/menolak bahan makanan yang datang.

 Menanyakan kegunaan bahan makanan yang akan dikeluarkan dari gudang.

 Menentukan jumlah bahan makanan yang akan dikeluarkan dari gudang.

 Menggantikan bahan makanan apabila bahan makanan yang akan digunakan

tidak ada atau belum datang setelah melalui persetujuan kepala instalasi

gizi.

 Pengolahan Makanan / Juru Masak

Juru masak yaitu tenaga pengelolah bahan makanan yang bertugas mulai dari

persiapan bahan makanan, pengolahan/produksi sampai pencucian alat masak.

234
Jumlah Juru masak di Rumah Sakit Santa Anna ada 9 orang dengan kualifikasi

pendidikan SMP dan SMA.

 Pramusaji

Pramusaji yang ada di Rumah Sakit Santa Anna berjumlah 6 orang dengan

kualifikasi pendidikan SMP dan SMA yang bertugas untuk mendistribusikan

makanan pasien sesuai dengan ruang rawat dan diet pasien.

B. Distribusi Ketenagaan

1. Dinas Pagi

Terdapat 8 orang petugas dengan kategori :

 1 orang Kepala Instalasi Gizi

 1 orang Ahli Gizi

 1 orang bagian gudang / logistic

 2 orang Juru masak

 3 orang Pramusaji

2. Dinas Sore

Terdapat 4 orang petugas dengan kategori :

 2 orang Juru masak

 2 orang pramusaji

3. Terdapat 4 orang petugas dengan kategori :

 2 orang Juru masak

 2 orang Pramusaji

C. Pengaturan Jaga

235
Pengaturan jaga pada Instalasi Gizi di sesuaikan dengan beban kerja yang ada pada tiap

shif, untuk saat ini di lakukan tiga shif

 Shif pagi jam 07.00 s/d 14.30 :

 Menyelenggarakan penyediaan bahan makanan, pengolahan dan penyaluran

makanan pasien untuk shif pagi mulai jam 08.00 s/d 10.30

 Menyiapkan bahan untuk menu shif sore.

 Shif sore jam 14.00 s/d 21.00

 Melanjutkan penyelenggaraan pengolahan bahan makanan dengan menu dan

diit pasien sesuai dengan penyakitnya.

 Menyiapkan pengolahan bahan makanan untuk dinas malam ( sarapan pagi

pasien )

 Shif malam jam 20.30 s/d 07.30

 Menyiapkan bahan makanan sesuai menu dan

 Pengolahan bahan makanan di lakukan mulai pkl 03.00 dan penyalurannya

dilakukan pada pkl 05.30 untuk di antar ke unit

236
STANDAR FASILITAS

A. Denah Ruangan

A
B
C

E D

K J I H G F

Keterangan :

A = Loket Pengambilan makanan G = Meja Pengolahan Makanan

B = Meja Penyiapan Makanan Siap Saji H = Tempat Memasak

C = Meja Penyiapan Makanan Siap Saji I = Gudang Kering

D = Tempat Pencucian alat masak J = Gudang Basah

E = Kantor Instalasi Gizi K = Tempat Pencucian

F = Tempat Penyimpanan Peralatan Masak

237
B. Standar Fasilitas

1. Sarana Fisik

Letak dapur Rumah Sakit Santa Anna, di lantai dasar sehingga mudah dijangkau

sesuai dengan standarnya, memiliki lantai yang kuat dan penerangan yang cukup.

Luas bangunan belum sesuai standar, namun semua ruangan yang dibutuhkan telah

dilengkapi sesuai standarnya walaupun ukuran belum standar.

Ruangan yang diperlukan di instalasi gizi dapat dibagi menjadi :

 Ruang Penerimaan Bahan Makanan

Ruangan ini digunakan untuk penerimaan bahan makanan dan mengecek kualitas

dan kuantitas bahan makanan. Letaknya mudah dicapai kendaraan, dekat ruang

penyimpanan serta persiapan bahan makanan

 Ruang Penyimpanan Bahan Makanan (gudang dan pendingin)

Ada dua jenis tempat penyimpanan bahan makanan yaitu penyimpanan bahan

makanan kering ( rak ) dan penyimpanan bahan makanan segar (pendingin).

Luas tempat pendingin atau gudang tergantung pada jumlah bahan makanan yang

akan disimpan, cara pembelian bahan, frekuensi pemesanan bahan makanan. Lantai

harus kuat, kedap air, mudah dibersihkan, sirkulasi udara baik atau dapat

diatur.Untuk penyimpanan bahan makanan kering diperlukan suhu 19 - 20 °C.

Gudang harus dilengkapi rak-rak bertingkat dan tempat-tempat bahan makanan yang

sesuai dengan macam dan jumlah bahan makanan. Ruang penyimpanan dingin dapat

berbentuk refrigerator, freezer ataupun ruang dingin.

 Ruang Persiapan Bahan Makanan

Sebagai tempat untuk mempersiapkan bahan makanan dan bumbu meliputi kegiatan

membersihkan, mencuci, mengupas, menumbuk, menggiling, memotong, merendam

238
dan lain-lain, sebelum bahan makanan dimasak. Ruang ini dekat dengan ruang

penyimpanan dan pengolahan.

 Ruang Pengolahan dan Pendistribusian Makanan

Tempat ini di kelompokkan atas tempat pengolahan makanan biasa dan dan

makanan khusus. Tempat pendistribusian makanan juga dilengkapi dengan alat

pemanas.

 Ruang Pencucian dan Penyimpanan alat

Tempat ini khusus untuk mencuci dan menyimpan alat-alat dapur besar dan kecil,

sehingga mudah bagi pengawas untuk meneliti pemakaian alat..

 Perkantoran :

Ruang ini terletak berdekatan dengan ruangan kegiatan kerja, sehingga mudah untuk

komunikasi dan pengawasan. Ruang ini terdiri dari :

 Ruang Kepala Instalasi Gizi

2. Peralatan dan Perlengkapan Instalasi Gizi

Adapun peralatan dan perlengkapan di instalasi gizi adalah :

 Ruang Penyelenggaraan Makanan

Ruangan ini terbagi atas :

 Ruang Penerimaan Bahan Makanan

 Luas 1,7 x 2 m²

 Peralatan terdiri dari :

o Timbangan kapasitas 20 kg dan 2 kg

o Meja tulis dan kursi

 Ruang Penyimpanan Bahan Makanan

. Ruang penyimpanan bahan makanan kering

239
 Luas : 4 x 4,5 m²

 Peralatan terdiri dari :

o Timbangan kapasitas 20 kg, dan 2 kg

o Meja tulis dan kursi

o Meja kayu untuk timbangan 20 dan 2 kg

o Rak besi ber tingkat

o Pisau stainless

o Keranjang plastic besar, sedang dan kecil

o Gelas ukur 2 liter

Ruang penyimpanan bahan makanan basah

 Luas : 2 x 4,5 m²

 Peralatan terdiri dari :

o Freezer

o Rak kayu

o Keranjang besar dan kecil

 Ruang Persiapan Bahan Makanan

 Luas 1,7 x 3 m²

 Peralatan terdiri dari :

o 1. Meja persiapan terbuat dari kayu dan dilapisi dengan tehel

o 2. Bangku kerja kayu

o 3. Saringan

o 4. Telenan plastik besar segi empat

o 5. Washtafel

o 6. Parang besi

o 7. Pisau pengupas wortel

240
o 8. Timbangan 20 kg

o 9. Mesin Penggiling cabe, bumbu

o 10. Pisau pemotong wortel bergerigi

o 11. Pisau pemotong buah

o 12. Gerobak tempat bahan makanan

o 13. Tempat sampah sementara

o 14. Tampi

o 15. Pisau pemotong bumbu

 Ruang Pengolahan dan Distribusi Makanan

. Ruang Pemasakan dan Distribusi Makanan (Luas 5 x 19 m²)

Peralatan di ruang pemasakan dan distribusi makanan khusus dan biasa :

 Panci alumunium 50 liter dan 25 liter

 Tungku Gas

 Oven listrik

 Oven Gas

 Penggorengan Alumunium

 Sendok sayur

 Sodet besar dan kecil stainless

 Gelas ukur 2 liter dan 1 liter

 Saringan kelapa

 11. Serok

 12. Mixer

 13. Blender

 15. Meja penyajian dilapisi tehel

 16. Meja kayu

241
 17. Gelas ukur

 18. Cetakan kue

 19. Pisau stainless

 20. Pisau Roti

 21. Panci-panci untuk mengolah makanan diet

 Pencucian dan Penyimpanan Alat

Tempat Pencucian Alat

 Luas 5 x 6 m²

 Peralatan terdiri dari :

o Kran air dingin

o Alat pembersih : sabun, deterjen, dll

Tempat Penyimpanan Alat

 Luas 5 x 5 m²

 Peralatan terdiri dari :

o Rak stainless

o Lemari kayu gantung

o Lemari kayu

 Ruang Persiapan Karyawan

 Luas 1 x 1,5 m²

 Peralatan terdiri dari :

o Rak sepatu

o Cermin

o Lemari Kayu

o Tempat tidur

 Ruang Perkantoran

242
 Luas 2 x 2,5 m²

 Peralatan terdiri dari :

o Meja tulis dan kursi

o 1 Unit AC

o 1 Unit Komputer

o Kulkas show case

o Lemari buku dan file

o Papan pengumuman

o Kalkulator.

243
TATALAKSANA PELAYANAN

A. PENYELENGGARAAN MAKANAN

Penyelenggaraan makanan Rumah Sakit merupakan rangkaian kegiatan mulai dari

perencanaan menu, perencanaan anggaran belanja, pengadaan bahan makanan, penerimaan

dan penyimpanan, pemasakan bahan makanan bahan makanan, distribusi dan pencatatan,

pelaporan dan evaluasi yang bertujuan untuk menyediakan makanan yang berkualitas sesuai

kebutuhan gizi, biaya, aman dan dapat diteriman oleh konsumen guna mencapai status gizi

yang optimal.

Sasaran penyelenggaraan makana di Rumah Sakit adalah pasien rawat inap dan karyawan

Rumah Sakit. Ruang lingkup penyelenggaraan makanan di Rumah Sakit meliputi produksi

dan distribusi makanan.

Adapun alur penyelenggaraan makanan sebagai berikut :

Pelayanan Perencanaan Pengadaan Barang Penerimaan &


Makanan Pasien & Menu Penyimpanan
Karyawan Bahan

Penyajian Persiapan &


Distribusi Makanan
Makanan Pengolahan
Makanan

253
1. Bentuk Penyelenggaraan Makanan di Rumah Sakit

Bentuk penyelenggaraan makanan di RS Santa Anna adalah Sistem Swakelola,

dimana pada system penyelenggaraan makanan ini Instalasi Gizi bertanggung jawab

terhadap pelaksanaan seluruh kegiatan penyelenggaraan makanan dan seluruh sumber

daya yang diperlukan ( tenaga, dana, metode, sarana dan prasarana ) disediakan oleh

Rumah Sakit.

2. Kegiatan Penyelenggaraan Makanan

Kegiatan penyelenggaraan makanan di Rumah Sakit meliputi :

 Penetapan Peraturan Pemberian Makanan Rumah Sakit ( PPMRS )

Suatu pedoman yang ditetapkan pimpinan rumah sakit sebagai acuan dalam

memberikan pelayanan makanan pada pasien dan karyawan yang sekurang –

kurangnya mencakup :

 Ketentuan macam konsumen yang dilayani

 Kandungan gizi

 Pola menu dan frekuensi makan sehari

 Jenis menu

 Tujuan PPMRS adalah tersedianya ketentuan tentang macam konsumen, standar

pemberian makanan, macam dan jumlah makanan konsumen sebagai acuan yang

berlaku dalam penyelenggaraan makanan RS. Penyusunan penentuan pemberian

makanan RS ini berdasarkan :

 Kebijakan RS

 Macam konsumen yang dilayani

 Angka Kecukupan Gizi yang mutakhir dan kebutuhan gizi untuk diet khusus

 Standar makanan sehari untuk makanan biasa dan diet khusus

 Penentuan menu dan pola makan

253
 Penetapan kelas perawatan

 Pedoman Pelayanan Gizi Rumah Sakit yang berlaku

3. Penyusunan Standar Bahan Makanan Rumah Sakit

Standar bahan makanan sehari adalah acuan / patokan macam dan jumlah bahan

makanan ( berat kotor ) seorang sehari, disusun berdasarkan kecukupan gizi pasien

yang tercantum dalam Penuntun Diet dan disesuaikan dengan kebijakan rumah sakit.

Tujuannya adalah tersedianya acuan macam dan jumlah bahan makanan seorang

sehari sebagai alat untuk merancang kebutuhan dan jumlah bahan makanan dalam

penyelenggaraan makanan.

 Langkah – langkah Penyusunan Standar Bahan Makanan Seorang Sehari :

 Menetapkan kecukupan gizi atau standar gizi pasien di rumah sakit dengan

memperhitungkan ketersediaan dana di rumah sakit.

 Terjemahkan standar gizi menjadi item bahan makanan dalam berat kotor.

 Seluruh sumber daya yang diperlukan Seluruh sumber daya yang diperlukan

(tenaga, dana, metoda, sarana dan prasarana) disediakan oleh pihak RS

4. Perencanaan Menu

Suatu kegiatan penyusunan menu yang akan diolah untuk memenuhi kebutuhan zat

gizi seimbang dan memenuhi selera konsumen. Perencanaan menu untuk pasien dan

dokter di Rumah Sakit Santa Anna menggunakan siklus menu 7 hari, sedangkan untuk

karyawan menggunakan siklus menu 10 hari.

Langkah – langkah perencanaan menu:

 Bentuk tim kerja

253
 Bentuk tim kerja untuk menyusun menu terdiri dari dietisien, kepala masak ( chef

cook ), dan pengawas makanan.

 Membuat rincian macam dan jumlah konsumen yang akan dilayani

 Memperhatikan kebiasaan makan daerah setempat, musim, iklim dan pasar.

 Menetapkan siklus menu yang dipakai yaitu siklus menu 7 hari.

 Menetapkan standar porsi.

 Mengumpulkan berbagai jenis hidangan (kelompok lauk hewani, nabati dan sayuran)

 Menyesuaikan penyusunan menu dengan macam dan jumlah tenaga.

 Menyusun pola menu dan master menu yang memuat garis besar frekuensi

penggunaan bahan makanan harian dan siklus menu yang berlaku.

 Masukkan hidangan hewani yang serasi warna, kompisisi, konsistensi, rasa, aroma,

ukuran, bentuk potongan, variasi dan pengulangan menu, demikian untuk sayuran,

buah dan snack.

5. Perhitungan Kebutuhan Bahan Makanan

Perhitungan kebutuhan bahan makanan adalah kegiatan penyusunan kebutuhan

bahan makanan yang diperlukan untuk pengadaan bahan makanan.

Langkah – langkah Perhitungan Kebutuhan Bahan Makanan :

 Menentukan jumlah karyawan dan pasien menurut kelas perawatan.

 Menentukan standar porsi tiap bahan makanan ke dalam berat kotor

 Menghitung indeks harga makanan perorang perhari sesuai dengan kelas perawatan

pasien dan karyawan yang mendapat makan.

 Menghitung jumlah total kebutuhan bahan makanan.

6. Perencanaan Anggaran Bahan Makanan

253
Suatu kegiatan penyusunan biaya yang diperlukan untuk pengadaan bahan bagi pasien

dan karyawan yang dilayani agar tersedia rancangan anggran belanja makanan sesuai

dengan standar yang ditetapkan.

Langkah – langkah Perencanaan Anggaran Belanja :

 Mengumpulkan data tentang macam dan jumlah pasien dan karyawan dari tahun

sebelumnya.

 Menetapkan macam dan jumlah pasien/karyawan.

 Mengumpulkan harga bahan makanan dari tahun sebelumnya dari harga tertinggi

dari terendah kemudian ditentukan harga rata – rata bahan makanan.

 Membuat standar kecukupan gizi ( standar porsi ) kedalam berat kotor.

 Menghitung indeks harga makanan perorang perhari sesuai dengan kelas perawatan

pasien dan klien yang mendapat makanan.

 Menghitung anggaran makan setahun untuk masing – masing kelas perawatan pasien

dank lien yang mendapat makan.

7. Pembelian Bahan Makanan

Pembelian bahan makanan adalah kegiatan membeli langsung bahan makana sesuai

dengan daftar pesanan dan spesifikasi yang diminta.

 Syarat Pembelian Bahan Makanan :

 Kebijakan pimpinan Rumah Sakit

 Spesifikasi bahan makanan

 Ketersediaan bahan makanan dipasar

 Ketersediaan dana.

 Langkah – langkah pembelian bahan makanan :

 Menetapkan bahan makanan yang akan dibeli

253
 Menimbang bahan makanan sesuai dengan daftar pesanan

 Melakukan pembayaran

 Membawa langsung bahan makanan yang telah dibayar ke Rumah Sakit Santa

Anna.

8. Penerimaan Bahan Makanan

Penerimaan bahan makanan adalah kegiatan yang meliputi pemeriksaan, meneliti dan

mencatat macam dan jumlah bahan makanan yang sesuai dengan pesanan yang telah

ditetapkan.

Langkah – langkah penerimaan bahan makanan :

 Bahan makanan diperiksa sesuai dengan pesanan bahan makanan yang dipesan

 Bahan makanan disimpan ke gudang penyimpanan sesuai dengan jenis barang atau

dapat langsung ke tempat pengolahan makanan.

9. Penyimpanan dan Penyaluran Bahan Makanan

Penyimpanan bahan makanan adalah suatu tata cara menata, menyimpan, memelihara

keamanan bahan makanan basah dan kering baik kualitas maupun kuantitas digudang

bahan makanan kering basah serta pencatatan dan pelaporannya.

Syarat penyimpanan bahan makanan :

 Tersedia fasilitas ruang penyimpanan bahan makanan sesuai peraturan.

 Tersedia kartu stok bahan makanan / buku catatan keluar masuknya bahan makanan.

 Bahan makanan diatur menurut macam, golongan ataupun urutan pemakaian.

 Suhu ruangan gudang kering berkisar 19 – 21° C

 Suhu kulkas 10 °C, sedangkan freezer < 0 °C

 Gudang dibersihkan setiap hari, freezer dan kulkas dibersihkan setiap dua hari sekali.

253
 Gudang dibuka pada waktu yang ditentukan, dan harus selalu terkunci pada saat

tidak ada kegiatan.

 Ruang penyimpanan bebas dari serangga, tikus dan lain – lain, dan bebas dari lubang

keluar masuknya serangga dan tikus.

Langkah – langkah penyimpanan bahan makanan :

 Setelah bahan makanan diterima , petugas gudang langsung

memeriksa bahan makanan yang telah dibeli dan memisahkan

bahan makanan menurut jenisnya.

 Bahan makanan langsung akan digunakan, langsung dibawa ke

ruang peersiapan bahan makanan.

 Untuk bahan makanan basah disimpan dalam plastik lalu disusun

secara rapi menurut macam, golongan ataupun urutan pemakaian.

 Untuk bahan makanan kering dilihat masa kadaluarsanya lalu

disimpan dalam rak atau lemari penyimpanan dan dicatat dalam

kartu stok dan diletakkan dibagian yang paling dalam.

 Menggunakan system FIFO ( First In First Out )

10. Persiapan Bahan Makanan

Persiapan bahan makanan adalah serangkaian kegiatan dalam mempersiapkan bahan

makanan yang siap diolah ( mencuci, memotong, menyiangi, meracik, dan

sebagainya) sesuai dengan menu, standar resep, standar porsi, standar bumbu dan

jumlah pasien yang dilayani.

Syarat persiapan bahan makanan :

 Tersedia bahan makanan yang akan dipersiapkan

 Tersedia tempat dan peralatan pesiapan

253
 Tersedia prosedur tetap persiapan

 Tersedia standar porsi, standar resep, standar bumbu, jadwal persiapan dan jadwal

pemasakan.

11. Pengolahan Bahan Makanan

Pengolahan bahan makanan adalah suatu kegiatan mengubah ( memasak ) bahan

makanan mentah menjadi bahan makanan yang siap dimakan, berkualitas, dan aman

untuk dikonsumsi.

Tujuan dari pengolahan bahan makanan yaitu :

 Mengurangi resiko kehilangan zat –zat gizi bahan makanan.

 Meningkatkan nilai cerna.

 Meningkatkan dan mempertahankan warna, rasa, keempukan dan penampilan

makanan.

 Bebas dari organisme dan zat yang berbahaya untuk tubuh.

Syarat Pengolahan Bahan Makanan :

 Tersedianya menu, pedoman menu, dan siklus menu

 Tersedianya bahan makanan yang akan diolah

 Tersedianya peralatan pengolahan bahan makanan

 Tersedianya aturan dalam menilai hasil pengolahan

 Tersedianya prosedur tetap pengolahan.

Macam – macam Proses Pengolahan (Pemasakan)

 Pemasakan dengan medium udara, seperti :

 Memanggang / mengoven

Memasak bahan makanan dalam oven sehingga masakan menjadi kering

atau kecoklatan.

253
 Membakar

Memasak bahan makanan langsung diatas bara api sampai kecoklatan dan

mendapat lapisan yang kuning.

 Pemasakan dengan menggunakan medium air, seperti :

 Merebus

Memasak dengan banyak air, pada dasarnya ada 3 cara dalam merebus,

yaitu :

o Api besar untuk mendidihkan cairan dengan cepat dan untuk merebus

sayuran.

o Api sedang untuk memasak santan dan berbagai masakan sayur.

o Api kecil untuk membuat kaldu juga dipakai untuk masakan yang

memerlukan waktu lama.

 Menyetup

Memasak dengan sedikit air

o Mengetim : memasak dalam tempat yang dipanaskan dengan air

mendidih

o Mengukus : memasak dengan uap air mendidih. Air pengukus tidak

boleh mengenai bahan yang dikukus.

o Steam Cooking : memasak dengan menggunakan tekanan uap, panasnya

lebih tinggi dari pada merebus.

 Pemasakan dengan menggunakan lemak

Menggoreng adalah memasukkan bahan makanan kedalam minyak banyak

atau dalam mentega / margarine sehingga bahan menjadi kering dan berwarna

kuning kecoklatan.

253
 Pemasakan langsung melalui dinding panic

Menyangrai : menumis tanpa minyak, biasa dilakukan untuk kacang, kelapa,

ketumbar dan sebagainya.

 Pemasakan dengan kombinasi

Menumis : memasak dengan sedikit minyak atau margarine untuk membuat

layu atau setengah masak dan ditambah air sedikit dan ditutup.

12. Distribusi Makanan

Distribusi makanan adalah serangkaian proses kegiatan penyampaian makanan sesuai

dengan jenis makanan dan jumlah porsi pasien / karyawan yang dilayani yang

bertujuan agar konsumen mendapatkan makanan sesuai diet yang ketentuan yang

berlaku. System pendistribusian makanan yang berlaku di Rumah Sakit Santa Anna

adalah system makanan yang dipusatkan atau Sentrilisasi dimana makanan dibagi

langsung dialat makan diruang penyajian instalasi gizi dan pramu saji kemudian

mendistribusikannya kepada pasien menurut kelas perawatan dan dietnya.

 Syarat distribusi makanan

 Tersedianya standar pemberian makanan rumah sakit.

 Tersedianya standar porsi yang ditetapkan rumah sakit.

 Adanya peraturan pengambilan makanan.

 Adanya form permintaan makanan.

 Tersedianya makanan sesuai ketentuan diet pasien/kebutuhan konsumen

 Tersedianya peralatan makan

 Tersedianya sarana pendistribusian makanan

 Tersedianya tenaga pramu saji

 Adanya jadwal pensdistribusian makanan di dapur pengolahan.

253
2. KEAMANAN MAKANAN

Keamanan makanan adalah kondisi dan upaya yang diperlukan untuk mencegah makanan

dan dari kemungkinan cemaran biologis, kimiawi dan benda lain yang dapat mengganggu,

merugikan, dan membahayakan kesehatan sehingga menjadi hal yang mutlak harus dipenuhi

dalam proses pengolahan makanan di rumah sakit. Makanan yang tidak aman dapat

menyebabkan penyakit yang disebut foodborne disease, yaitu gejalan penyakit yang timbul

akibat mengkonsumsi makanan yang mengandung atau tercemar bahan senyawa beracun atau

organism pathogen.

Upaya untuk menjamin keamanan makanan adalah dengan menerapkan jaminan mutu

yang berdasarkan keamanan makanan. Prinsip keamanan makanan meliputi:

A. Good Manufacturing Practices ( GMP )

B. Hygiene dan Sanitasi Makanan

C. Penggunaan Bahan Tambahan Makanan

Upaya tersebut merupakan program dan prosedur proaktif yang bersifat antisipasi dan

preventif, perlu didokumentasikan secara teratur agar dapat menjamin keamanan

makanan.

A. Good Manufacturing Practices ( GMP )

Good Manufacturing Practices ( GMP ) adalah cara pengolahan makanan yang baik

dan benar untuk menghasilka makanan / produk akhir yang aman, bermutu dan sesuai

selera konsumen. Tujuan dari kaidah ini adalah :

- Melindungi konsumen dari produksi makanan yang tidak aman dan memenuhi

syarat.

- Memberikan jaminan kepada konsumen bahwa makanan yang di produksi sudah

aman dan layak dikonsumsi.

253
- Mempertahankan dan meningkatkan keparcayaan terhadap makanan yang

disajikan.

Penerapan kaidah tersebut dilakukan mulai dari pemilihan bahan makanan sampai

penyajian makanan ke konsumen.

o Pemilihan Bahan Makanan

 Memilih dan ciri – ciri bahan makanan yang berkualitas

Bahan makanan mentah menjadi rusak dan busuk karena beberapa penyebab,

tetapi yang paling utama adalah kerusakan atau kebusukan karena mikroba.

Mutu dan keamanan suatu produk makanan sangat tergantung pada mutu dan

keamanan bahan bakunya. Dalam pemilihan bahan makanan, terutama bahan

makanan mentah (segar), ada beberapa hal yang perlu diperhatikan,

diantaranya adalah :

- Mutu bahan makanan yang terkait nilai gizi

- Kebutuhan bahan makanan

- Kebersihan

- Keamanan / bebas dari unsur yang tidak diharapkan

Bahan makanan yang baik dan berkualitas memiliki cirri –ciri dan bentuk yang

baik dan menarik, ukuran / besar hampir seragam warna, aroma dan rasa khas,

segar dan tidak rusak, atau berubah warna dan rasa, tidak berlendir.

 Tanda kerusakan bahan makanan

Berbagai kelompok bahan makanan memiliki tanda – tanda spesifik jika sudah

mengalami kerusakan. Berbagai tanda – tanda kerusakan yang dimaksud

adalah sebagai berikut :

 Daging dan produk olahannya

253
Kerusakan pada daging dapat dikenal karena tanda – tanda sebagai

berikut :

- Adanya perbahan bau menjadi tengik atau bau busuk.

- Terbentuknya lender

- Adanya perubahan warna dan rasa

- Tumbuhnya kapang pada daging kering ( dendeng )

 Ikan dan produk olahannya

Tanda – tanda kerusakan ikan karena mikroba adalah :

- Adanya bau busuk karena gas amonia, sulfida, atau senyawa

busuk lainnya

- Terbentuknya lender pada permukaan ikan

- Adanya perubahan warna yaitu kulit dan daging dan ikan

menjadi kusam atau pucat

- Adanya perubahan daging ikan yang tidak kenyal lagi

- Tumbuhnya kapang pada ikan kering

 Susu dan produk olahannya

Tanda – tanda kerusakan telur adalah :

- Adanya perubahan fisik seperti penurunan berat karena airnya

menguap

- Pembesaran kantung telur karena sebagian isi telur berkurang

- Timbulnya bintik – bintik berwarna hijau, hitam atau merah

karena tumbuhnya bakteri

- Tumbuhnya kapang perusak telur

- Timbulnya bau busuk

 Sayuran dan buah- buahan serta produk olahannya

253
Tanda kerusakan sayuran dan buah – buahan serta olahannya adalah :

- Menjadi memar karena benturan fisik

- Menjadi layu karena penguapan air

- Timbulnya noda-noda warna karena spora kapang yang tumbuh

pada permukaannya

- Timbulnya bau alcohol atau rasa asam

- Menjadi lunak karena sayuran dan buah-buahan menjadi berair.

 Biji - bijian, kacang – kacangan dan umbi –umbian

Meskipun sudah dikeringkan, biji –bijian, kacang – kacangan dan umbi

– umbian dapat menjadi rusak jika pengeringannya tidak cukup atau

kondisi penyimpanannya salah, misalnya suhu tinggi atau terlalu

lembab. Tanda kerusakan pada biji – bijian, kacang – kacangan dan

umbi – umbian adalah adanya perubahan warna dan timbulnya bintik –

bintik berwarna karena pertumbuhan kapang pada permukaannya.

 Minyak goreng

Tidak menggunakan minyak goreng daur ulang atau minyak yang telah

digunakan lebih dari dua kali proses penggorengan. Tanda minyak daur

ulang komersial adalah harganya murah, ada kemungkinan sudah

diputihkan, dan makanan hasil penggorengannya akan menyebabkan

tenggorokan gatal jika dikonsumsi.

Minyak goreng yang lebih dari dua kali penggorengan biasanya

warnanya sudah hitam kecoklatan. Selain itu, waspadai pula

penggunaan bahan plastic oleh penjaja gorengan yang digunakan untuk

meningkatkan kerenyahan gorengan. Tandanya makanan gorengan

253
tampak tersalut lapisan putih dan gorengan akan tetap renyah meskipun

telah dingin.

 Saos

Saos yang rendah mutunya dan tidak aman dicirikan oleh harga yang

amat murah, warna merah yang mencolok, dijual dalam kemasan tidak

bermerek, cita rasa yang tidak asli ( bukan rasa cabe dan tomat ) dan

rasa pahit setelah dikonsumsi.

o Penyimpanan Bahan Makanan

Cara penyimpanan bahan makanan adalah suatu tata cara menata, menyimpan,

memelihara keamanan makanan ( kering atau basah ), baik kualitas maupun

kuantitas ( termasuk standar mutu gizi ) pada tempat yang sesuai dengan

karakteristik bahan makanannya. Bahan makanan harus segera disimpan diruang

penyimpanan, gudang atau ruang pendingin setelah bahan makanan yang

memenuhi syarat diterima. Apabila bahan makanan langsung akan digunakan,

maka bahan makanan tersebut harus ditimbang dan dicek/diawasi oleh bagian

penyimpanan bahan makanan setempat kemudian langsung dibawa keruang

persiapan pengolahan / pemasakan makanan.

Ruang penyimpanan memilikin peran yang pentimg untuk menjaga kondisi,

kualitas dan keamanan bahan makanan tetap terjaga. Oleh sebab itu instalasi gizi

harus mempunyai ruang penyimpanan untuk bahan makanan kering (gudang

bahan makanan) dan ruang pendingin, serta ruang pembeku (freezer).

Penyimpanan bahan makanan dapat berjalan baik jika sudah memenuhi

prasyarat penyimpanan yaitu :

- Adanya system penyimpanan makanan.

253
- Tersedianya fasilitas ruang penyimpanan bahan makanan sesuai peraturan

- Tersedia buka cacatan untuk keluar masuknya bahan makanan.

Secara umum tempat penyimpanan harus memenuhi persyaratan –

persyaratan sebagai berikut :

- Tempat penyimpanan bahan makanan harus terhindar dari kemungkinan

kontaminasi baik oleh bakteri, serangga, tikus, dan hewan lainnya maupun

bahan berbahaya.

- Penyimpanan harus memperhatikan prinsip First In First Out (FIFO) dan

First Expired First Out (FEFO) bahan makanan yang disimpan terlebih

dahulu dan yang mendekati masa kadaluarsa digunakan terlebih dahulu.

- Tempat atau wadah penyimpanan harus sesuai dengan jenis bahan makanan,

contohnya bahan makanan yang cepat rusak disimpan dalam lemari

pendingin dan bahan makanan kering disimpan ditempat yang kering dan

tidak lembab.

- Ketebalan dan bahan padat tidak lebih dari 10 cm

- Kelembaban penyimpanan dalam ruangan 80% - 90%

- Makanan dalam kemasan tertutup disimpan pada suhu 10° C

- Penyimpanan bahan makanan harus memperhatikan suhu sebagai berikut :

Suhu dan Lama Penyimpanan Bahan Makanan Mentah dan Segar

Lama Waktu Penyimpanan

< 3 hari ≤ 1 minggu >1


No Jenis Bahan Makanan
mingg

1. Daging, ikan, udang & hasil -5 - 0° C -10 - -50° C < -10° C

253
olahannya

2. Telur, buah & hasil olahannya 5 - 7° C -5 - 0° C < -5° C

3. Sayur, buah & minuman 10° C 10° C 10° C

4. Tepung & biji – bijian 25° C 25° C 25° C

- Tidak menempel pada lantai, dinding atau langit – langit dengan ketentuan

sebagai berikut :

 Jarak bahan makanan dengan lantai 15 cm

 Jarak bahan makanan dengan dinding 5 cm

 Jarak bahan makanan dengan langit – langit 60 cm

Syarat – syarat penyimpanan bahan makanan berdasarkan jenis bahan

makanannya :

13. Penyimpanan bahan makanan kering

- Bahan makanan harus ditempatkan secara teratur menurut macam

golongan ataupun urutan pemakaian bahan makanan.

- Menggunakan bahan makanan yang diterima terlebih dahulu ( FIFO =

First In First Out ). Untuk mengetahui bahan makanan yang diterima

diberi tanggal penerimaan.

- Pemasukan dan pengeluaran bahan makanan serta berbagai pembukuan

dibagian penyimpanan bahan makanan ini, termasuk kartu stok bahan

makanan harus segera diisi tanpa ditunda, letakkan pada tempatnya,

diperiksa dan diteliti secara kontinyu.

- Buku atau kartu stok dan pengeluaran bahan makanan harus segera

diisi dan diletakkan pada tempatnya.

- Gudang dibuka pada waktu yang telah ditentukan.

253
- Semua bahan makanan ditempatkan dalam tempat tertutup, terbungkus

rapat dan tidak berlobang. Diletakkan diatas rak bertingkat yang cukup

kuat dan tidak menempel pada dinding.

- Pintu harus selalu terkunci pada saat tidak ada kegiatan serta dibuka

pada waktu – waktu yang ditentukan. Pegawai yang keluar masuk

gudang hanya pegawai yang ditentukan.

- Suhu ruangan harus kering hendaknya berkisar antara 19 – 21°C

- Pembersihan ruangan secara periodic yakni 2 kali seminggu

- Penyemprotan ruangan dengan insektisida hendaknya dilakukan secara

periodic dengan mempertimbangkan keadaan ruangan.

- Semua lubang yang ada digudang harus berkasa, bila terjadi perusakan

oleh binatang pengerat harus segera diperbaiki.

14. Penyimpanan bahan makanan segar

- Suhu tempat harus betul – betul sesuai dengan keperluan bahan

makanan, agar tidak menjadi rusak.

- Pengecekan terhadap suhu dilakukan dua kali sehari dan pembersihan

lemari es / ruangan pendingin dilakukan setiap hari.

- Pencairan es pada lemari es harus segera dilakukan setelah terjadi

pengerasan. Pada berbagai tipe lemari es tertentu pencairan terdapat alat

otomatis didalam alat pendingin tersebut.

- Semua bahan yang akan dimasukkan ke lemari / ruang pendingin

sebaiknya dibungkus plastic atau kertas timah.

- Tidak menempatkan bahan makanan yang berbau keras bersama bahan

makanan yang tidak berbau.

253
- Khusus untuk sayuran, suhu penyimpanan harus betul – betul

diperhatikan. Untuk buah – buahan, ada yang tidak memerlukan

pendingin. Perhatikan sifat buah tersebut sebelum dimasukkan ke

dalam ruang /lemari pendingin.

o Pengolahan Makanan

Cara pengolahan makanan yang baik dan benar dapat menjaga mutu dan

keamanan hasil olahan makanan. Sedangkan cara pengolahan yang salah dapat

menyebabkan kandungan gizi dalam makanan hilang secara berlebihan. Secara

alamiah beberapa jenis vitamin (B dan C) rentan rusak akibat pemanasan.

Bahan makanan yang langsung terkena air rebusan akan menurun nilai gizinya

terutama vitamin – vitamin larut air (B kompleks dan C), sedangkan vitamin

larut lemak (ADEK) kurang terpengaruh. Makanan menjadi tidak aman

dikonsumsi jika dalam pengolahannya ditambahkan BTP yang melampaui

batas yang diperbolehkan sehingga berbahaya bagi kesehatan.

Pengolahan bahan makanan yang baik adalah pengolahan makanan yang

mengikuti kaidah prinsip –prinsip hygiene dan sanitasi atau cara produksi

makanan yang baik yaitu :

 Tempat makanan atau dapur harus memenuhi persyaratan teknis hygiene

sanitasi untuk mencegah resiko pencemaran terhadap makanan dan dapat

mencegah masuknya lalat, kecoa, tikus dan hewan lainnya.

 Pemilihan bahan ( sortir )untuk memisahkan / membuang bagian bahan

yang rusak / afkir dan untuk menjaga mutu dan keawetan makanan serta

mengurangi resiko pencemaran makanan.

253
 Peracikan bahan, persiapan bumbu, persiapan pengolahan dan prioritas

dalam memasak harus dilakukan sesuai harapan dan harus higienis dan

semua bahan yang siap dimasak harus dicuci dengan air mengalir.

 Peralatan

Peralatan yang kontak dengan makanan :

- Peralatan masak dan peralatan makan harus terbuat dari bahan food

grade yaitu peralatan yang aman dan tidak berbahaya bagi kesehatan.

- Lapisan permukaan peralatan tidak larut dalam suasana asam/basa atau

garam yang lazim terdapat dalam makanan dan tidak mengeluarkan

bahan berbahaya dan logam berat beracun seperti Timah Hitam (Pb),

Arsenikum (As), Tembaga (Cu), Seng (Zn), Cadmiun ( Cd), Antimon

(Stibium) dan lain – lain.

- Talenan terbuat dari bahan selain kayu, kuat dan tidak melepas bahan

beracun.

- Perlengkapan pengolahan seperti kompor, tabung gas, lampu, kipas

angin harus bersih, kuat dan berfungsi dengan baik, tidak menjadi

sumber pencemaraan dan tidak menyebabkan sumber bencana

(kecelakaan).

- Peralatan bersih yang siap pakai tidak boleh dipegang dibagian yang

kontak langsung dengan makanan atau yang menempel di mulut.

- Kebersihan alat airnya tidak boleh mengandung Eschericia coli dan

kuman lainnya.

- Keadaan peralatan harus utuh, tidak cacat, tidak retak, tidak gompal dan

muntah dibersihkan.

Wadah penyimpanan makanan

253
- Wadah yang digunakan harus mempunyai tutup yang dapat menutup

sempurna dan dapat mengeluarkan udara panas dari makanan untuk

mencegah pengembunan (kondensasi)

- Terpisah untuk setiap jenis makanan, makanan jadi/masak serta

makanan basah dan kering.

 Persiapan pengolahan harus dilakukan dengan menyiapkan semua peralatan

yang akan digunakan dan bahan makanan yang akan diolah sesuai denga

prioritas.

 Pengaturan suhu dan waktu perlu diperhatikan karena setiap bahan makanan

mempunyai waktu kematangan yang berbeda. Suhu pengolahan minimal 90

°C agar kuman pathogen mati dan tidak boleh terlalu lama agar kandungan

zat gizi tidak hilang akibat penguapan .

 Prioritas dalam memasak :

- Dahulukan memasak makananyang tahan lama seperti goreng –

gorengan yang kering.

- Makanan rawan seperti makanan berkuah dimasak paling akhir.

- Simpan bahan makanan yang belum waktunya dimasak dikulkas/lemari

es.

- Simpan makanan jadi/ masak yang belum waktunya dihidangkan dalam

keadaan panas.

- Perhatikan uap makanan jangan sampai masuk kedalam makanan

karena akan menyebabkan kontaminasi ulang.

- Tidak menjamah makanan jadi/masak dengan tangan tetapi harus

menggunakan alat seperti penjepit atau sendok.

- Mencicipi makanan menggunakan sendok khusus yang selalu dicuci.

253
 Hygiene penanganan makanan

- Memperlakukan makanan secara hati –hati dan seksama sesuai dengan

prinsip hygiene sanitasi makanan.

- Menempatkan makanan dalam wadah tertutup dan menghindari

penempatan makanan terbuka dengan tumpah tindih karena akan

mengotori makanan dalam wadah di bawahnya.

o Penyimpanan Makanan Masak

 Makanan tidak rusak, tidak busuk atau basi yang ditandai dengan rasa, bau,

berlendir, berubah warna, berjamur, berubah aroma atau adanya cemaran

lain.

 Memenuhi persyaratan bakteriologis berdsarkan ketentuan yang berlaku.

- Angka kuman E.coli pada makanan harus 0/gr contoh makanan.

- Angka kuman E.coli pada minuman harus 0/gr contoh manuman.

 Jumlah kandungan logam berat atau residu pestisida, tidak boleh melebi

ambang batas yang diperkenankan menurut ketentuan yang berlaku.

 Penyimpanan harus memperhatikan prinsip first in first out (FIFO) dan first

expired first out (FEFO) yaitu makanan yang disimpan terlebih dahulu dan

yang mendekati masa kadaluarsa harus dikonsumsi lebih dahulu.

 Tempat atau wadah penyimpanan harus terpisah untuk setiap jenis makanan

jadi dan mempunyai tutup yang dapat menutup sempurna tetapi berventilasi

yang dapat mengeluarkan uap air.

 Makanan jadi tidak dicampur dengan bahan makanan mentah.

 Penyimpanan makanan jadi harus memperhatikan suhu sebagai berikut :

253
Suhu dan Lama Penyimpanan Bahan Makanan Mentah dan Segar

Suhu Penyimpanan

No Jenis Makanan Disajikan dalam Akan segera Belum segera

waktu lama disajikan disajikan

1. Makanan kering 25° C s/d 30° C

2. Makanan basah (berkuah) > 60° 𝐶 -10° C

3. Makanan cepat basi (santan,


≥ 65.5° C -5° C s/d -1°C
telur, susu)

4. Makanan disajikan dingin 5° C s/d 10° C <10° C

o Pengangkutan Makanan

Makanan masak sangat disukai oleh bakteri karena cocok untuk

berkembangnya bakteri. Oleh karena itu cara penyimpanan dan

pengangkutannya harus memperhatikan wadah penyimpanan makanan masak,

setiap makanan masak memiliki wadah yang terpisah, pemisahan didasarkan

pada jenis makanan dan setiap wadah harus memiliki tutup tetapi berventilasi

setiap wadah harus memiliki tutup tetapi tetap berventilasi serta alat

pengangkutan yang khusus.

 Pengangkutan bahan makanan:

 Tidak bercampur dengan bahan berbahaya dan beracun (B3).

 Menggunakan kendaraan khusus pengangkut bahan makanan yang

higienis

 Bahan makanan tidak boleh diinjak, dibanting dan diduduki.

 Bahan makanan yang selama pengangkutan harus selalu dalam

keadaan dingin, diangkut dengan menggunakan alat pendingin

253
sehingga bahan makanan tidak rusak sperti daging, susu cair dan

sebagainya.

b. Pengangkutan makanan jadi / masak / siap santap

 Tidak bercampur dengan bahan berbahaya dan beracun (B3)

 Menggunaan kendaraan khusus pengangkut makanan jadi/masak

dan harus selalu higienis.

 Setiap jenis makanan jadi mempunyai wadah masing – masing dan

bertutup. Hindari perlakuan makanan yang ditumpuk, diduduki,

diinjak dan dibanting.

 Wadah harus utuh, kuat, tidak karatan dan ukurannya memadai

dengan jumlah makanan yang ditempatkan. Wadah tidak dibuka

tutup selama perjalanan.

 Isi tidak boleh penuh untuk menghindari terjadi uap makanan yang

mencair ( kondensasi ).

 Pengangkutan untuk waktu lama, suhu harus diperhatikan dan

diatur agar makanan tetap panas pada suhu 60°C atau tetap dingin

pada suhu 40°C.

o Penyajian Makanan

Penyajian makanan merupakan rangkaian akhir dari perjalanan makanan.

Makanan yang disajikan adalah makanan yang siap dan layak disantap.

Hal – hal yang perlu diperhatikan pada tahap penyajian makanan antara lain

sebagai berikut :

A. Tempat penyajian

253
Perhatikan jarak dan waktu tempuh dari tempat pengolahan makanan

ketempat penyajian serta hambatan yang mungkin terjadi selama

pengangkutan karena akan mempengaruhi kondisi penyajian. Hambatan

diluar dugaan sangat mempengaruhi keterlambatan penyajian.

B. Prinsip penyajian makanan

 Wadah yang terpisah dan memiliki tutup untuk mencegah

kontaminasi silang.

 Prinsip kadar air yaitu makanan yang mengandung kadar air tinggi

baru dicampur menjelang penyajian untuk menghindari makanan

cepat basi.

 Prinsip edible part yaitu setiap bahan yang disajikan merupakan

bahan bahan yang dapat dimakan, hal ini bertujuan untuk

menghindari kecelakaan saat makan.

 Prinsip pemisah yaitu makanan yang disajikan dalam dus harus

dipisah satu sama lain.

 Prinsip panas yaitu penyajian makanan yang harus disajikan dalam

keadaan panas, hal ini bertujuan untuk mencegah pertumbuhan

bakteri dan meningkatkan selera makan. Panas yaitu makanan yang

harus disajikan panas diusahakan tetap dalam keadaan panas

dengan memperhatikan suhu makanan, sebelum ditempatkan dalam

alat saji panas (food warmer/bean merry) makanan harus berada

pada suhu >60°C.

 Prinsip bersih yaitu setiap peralatan/wadah yang digunakan harus

higienis, utuh, tidak cacat atau rusak.

253
 Prinsip handling yaitu setiap penanganan makanan tidak boleh

kontak langsung dengan anggota tubuh.

 Prinsip tepat penyajian disesuaikan dengan kelas pelayanan dan

kebutuhan. Tepat penyajian yaitu tepat menu, tetap waktu, tepat tata

hidangan dan tepat volume (sesuai jumlah).

 Hygiene dan Sanitasi Makanan

A. Pengertian Umum Hygiene & Sanitasi

Pada hakekatnya “ hygiene dan Sanitasi “ mempunyai pengertian dan tujuan yang

hampir sama yaitu mencapai kesehatan yang prima. Hygiene adalah usaha kesehatan

preventif yang menitik beratkan kegiatannya kepada usaha kesehatan individu.

Sedangkan sanitasi adalah usaha kesehatan lingkungan lebih banyak memperhatikan

masalah kebersihan untuk mencapai kesehatan.

Sanitasi makanan merupakan salah satu upaya pencegahan yang menitik beratkan

pada kegiatan dan tindakan yang perlu untuk membebaskan makanan dan minuman

dari segala bahaya yang dapat mengganggu atau merusak kesehatan mulai dari

sebelum makanan diproduksi, selama proses pengolahan, penyiapan, pengangkutan,

pendistribusian sampai pada saat makanan dan minuman tersebut siap untuk

dikonsumsi kepada pasien.

B. Tujuan

Kegiatan penyehatan makanan dan minuman di Rumah Sakit ditujukan untuk :

 Tersedianya makanan yang berkualitas baik dan

aman bagi kesehatan konsumen.

 Menurunnya kejadian resiko penularan penyakit atau gangguan kesehatan melalui

makanan.

253
 Terwujudnya perilaku kerja yang sehat dan benar dalam penanganan makanan.

Kegiatan penyehatan makanan minuman di Rumah Sakit menekankan terwujudnya

kebersihan dan keamanan makanan dalam alur perjalanan makanan sebelum

dikonsumsi oleh manusia. Karena itu alur tersebut perlu dipahami agar diperoleh

gambaran yang jelas dimana titik – titik rawan dalam jalur yang dapat menimbulkan

resiko bahaya.

Langkah penting dalam mewujudkan hygiene dan sanitasi makanan, adalah :

 Mencapai dan mempertahankan hasil produksi yang sesuai dengan suhu hidangan

(panas atau dingin).

 Penyajian dan penanganan yang layak terhadap makanan yang dipersiapkan lebih

awal.

 Memasak tepat waktu dan suhu.

 Dilakukan oleh pegawai / penjamah makanan yang sehat mulai penerimaan

hingga distribusi.

 Memantau setiap waktu suhu makanan sebelum dibagikan.

 Memantau secara teratur bahan makanan mentah dan bumbu – bumbu sebelum

dimasak.

 Panaskan kembali sisa makana menurut suhu yang tepat (74°C).

 Menghindari kontaminasi silang antara bahan makanan mentah, makanan masak

melalui orang (tangan), alat makan dan alat dapur.

 Bersihkan semua permukaan alat / tempat setelah digunakan untuk makanan.

3. Hygiene Tenaga Penjamah Makanan

Kebersihan diri dan kesehatan penjamah makanan merupakan kunci keberhasilan

dalam pengolahan makanan yang aman dan sehat. Karena penjamah makanan juga

253
merupakan salah satu vector yang dapat mencemari bahan pangan baik berupa

pencemaran fisik, kimia maupun biologis.

Upaya yang dapat dilakukan adalah dengan penerapan prinsip – prinsip personal

hygiene.

 Mengetahui sumber cemaran dan tubuh

Tubuh manusia selain sebagai alat kerja juga merupakan sumber cemaran bagi

manusia lain dan lingkungannya termasuk makanan dan minuman. Sumber

cemaran tersebut antara lain :

 Sumber cemaran dari tubuh manusia yaitu tangan, rambut, mulut, hidung,

telinga, organ pembuangan (dubur dan organ kemaluan).

Cara – cara menjaga kebersihan diri adalah sebagai berikut :

 Mandi secara teratur dengan sabun dan air bersih dengan cara yang

baik dan benar.

 Menyikat gigi dengan pasta gigi dan sikat gigi. Sebelum tidur,

bangun tidur dan sehabis makan.

 Berpakaian yang bersih.

 Membiasakan diri selalu membersihkan lubang hidung, lubang

telinga, kuku secara rutin, kuku selalu pendek agar mudah

dibersihkan.

 Membuang kotoran ditempat yang baik sesuai dengan persyaratan

kesehatan, setelah buang air besar maupun kecil selalu mencuci

tangan dengan sabun dan air bersih.

 Menjaga kebersihan kulit dari bahan – bahan kosmetik yang tidak

perlu.

253
2. Sumber cemaran lain yang penting yaitu luka terbuka / koreng, bisul atau nanah

dan ketombe / ketombe lain dari rambut. Hal –hal yang perlu diperhatikan

dalam upaya pengamanan makanan yaitu :

- Luka teriris segera ditutup dengan plester tahan air.

- Koreng atau bisul tahap dini ditutup dengan plester tahan air.

- Rambut ditutup dengan penutup kepala yang menutup bagian depan

sehingga tidak terurai.

3. Sumber cemaran karena perilaku yaitu tangan yang kotor, batuk, bersin atau

percikan ludah, menyisir rambut dekat makanan, perhiasan yang dipakai.

4. Sumber cemaran karena ketidaktahuan. Ketidaktahuan dapat terjadi karena

pengetahuan yang rendah dan kesadarannya pun rendah. Hal tersebut

menyebabkan terjadi penyalahgunaan bahan makanan yang dapat

menimbulkan bahaya seperti :

 Pemakaian bahan palsu.

 Pemakaian bahan pangan rusak / rendah kualitasnya.

 Tidak bias membedakan bahan pangan dan bukan bahan pangan.

 Tidak bisa membedakan jenis pewarna yang aman untuk bahan

makanan.

b. Menerapkan perilaku – perilaku untuk mencegah pencemaran, seperti yang

disajikan pada table berikut.

Syarat Higiene Penjamah Makanan

Paramater Syarat

253
A. Tidak menderita
K penyakit mudah menular : batuk, pilek, influenza,

diare, penyakit
o menular lainnya.

n (luka terbuka, bisul, luka lainnya)


Menutup luka

Kesehatan

B. MenjaMandi teratur dengan sabun dan air bersih

Menggosokggigi dengan pasta dan sikat gigi secara teratur, paling

a dalam sehari, yaitu setelah makan dan sebelum tidur


sedikit dua kali

kebersihan diri

C. Sebelum menjamah
K atau memegang makanan

e
Sebelum memegang peralatan makan

b dari WC atau kamar kecil


Setelah keluar
i
Setelah meracik bahan mentah seperti daging, ikan, sayuran dan lain
a
– lain
s
Setelah mengerjakan pekerjaan lain seperti bersalaman,
a
memperbaiki peralatan, memegang uang dan lain –lain
a

cuci tangan

253
D. Tidak menggaruk
P – garuk rambut, lubang hidung atau sela – sela

jari kuku e

r
Tidak merokok

i saat bersin atau batuk


Menutup mulut
l
Tidak meludah sembarangan diruangan pengolahan makanan
a
Tidak menyisir rambut sembarangan terutama diruangan persiapan
k
dan pengolahan makanan
u
Tidak memegang, mengambil, memindahkan dan mencicipi

makanan langsung dengan tangan (tanpa alat)


penjamah makanan
Tidak memakan permen dan sejenisnya pada saat mengolah
dalam melakukan
makanan
kegiatan pelayanan

penanganan

E.Penampilan Selalu bersih dan rapi, memakai celemek

penjamah Memakai tutup kepala

makanan Memakai alas kaki yang tidak licin

Tidak memakai perhiasan

253
Memakai sarung tangan, jika diperlukan

4.Higiene Peralatan Pengolahan Makanan

Peralatan pengolahan pangan yang kotor dapat mencemari pangan, oleh karena itu

peralatan harus dijaga agar selalu tetap bersih. Upaya untuk menghindari pangan

dari peralatan yang kotor, perlu dilakukan hal – hal sebagai berikut :

 Gunakan peralatan yang mudah dibersihkan. Peralatan yang terbuat dari

stainless stell umumnya mudah dibersihkan. Karat dari peralatan logam dapat

njadi bahaya kimia dan lapisan logam yang terkelupas dapat menjadi bahaya

fisik jika masuk kedalam pangan.

 Bersihkan permukaan meja tempat pengolahan pangan dengan deterjen/sabun

dan air bersih dengan benar.

 Bersihkan semua peralatan termasuk pisau, sendok, panci, piring setelah

dipakai dengan menggunakan deterjen/sabun dan air panas.

 Letakkan peralatan yang tidak dipakai dengan menghadap kebawah, bilas

kembali peralatan dengan air bersih sebelum mulai memasak.

 Kebersihan peralatan pengolahan dapat dijaga dengan menerapkan cara

pencucian peralatan yang benar dan tepat.

Cara – cara pencucian peralatan yang benar meliputi :

 Prinsip Pencucian

Upaya pencucian peralatan makan dan masak meliputi beberapa prinsip dasar

yaitu :

 Tersedianya sarana pencucian

 Dilaksanakannya teknik pencucian yang benar

 Mengetahui dan memahami teknik pencucian

2) Sarana Pencucian

253
Sarana pencucian terdiri dari 2 jenis yaitu :

 Perangkat keras, yaitu bagian untuk persiapan, bagian pencucian

yang terdiri dari 1 sampai 3 bak/bagian (bak pencucian, bak

pembersihan dan bak desinfeksi) dan bagian pengeringan atau

penirisan. Ukuran bak minimal 75 x 75 x 45 cm.

 Perangkat lunak yaitu air bersih, zat pembersih, bahan penggosok

dan desinfektan.

3) Teknik Pencucian

Tahap – tahap pencucian adalah sebagai berikut :

 Scraping atau membuang sisa kotoran.

 Flushing atau merendam dalam air.

 Washing atau mencuci dengan detergen.

 Rinsing atau membilas dengan air bersih.

 Sanitizing / disinfection atau membebaskan dari kuman.

 Toweling atau mengeringkan.

4) Bahan – bahan Pencuci

Jenis – jenis bahan pencuci yang sesuai digunakan untuk mencuci peralatan

makan / masak antara lain detergen, detergen sintesis, sabun dan pencuci

abrasive. Jenis – jenis desinfektan yang biasa digunakan dalam pencucian

antara lain hypochlorite, odophor, QACs (Quarternary Ammonium

Compounds), amphoteric surfactans dan penolik desinfektan.

5. Sanitasi Air dan Lingkungan

Bahan baku termasuk air dan es dapat terkontaminasi oleh mikroba pathogen dan

bahan kimia berbahaya. Lingkungan yang kotor dapat menjadi sumber bahaya yang

253
mencemari pangan, baik bahaya fisik, kimia maupun biologis. Sebagai contoh

bahaya fisik berupa pecahan gelas yang berserakan dimana – mana dapat masuk

kedalam pangan. Demikian juga obat nyamuk yang disimpan tidak pada tempatnya

dapat tercampur dalam pangan secara tidak sengaja. Mikroba yang tumbuh dengan

baik ditempat yang kotor mudah sekali masuk kedalam pangan. Berikut adalah upaya

sanitasi air dan lingkungan yang dapat diterapkan :

 Menggunakan air yang tidak berwarna, tidak berbau dan tidak berasa. Air harus

bebas dari mikroba dan bahan kimia yang dapat membahayakan kesehatan.

 Air yang digunakan harus memenuhi persyaratan kualitas air bersih dan air

minum. Air yang akan digunakan untuk memasak atau mencuci bahan pangan

harus memenuhi persyaratan bahan baku air minum.

 Air yang disimpan dalam ember selalu tertutup, jangan dikotori dengan

mencelupkan tangan. Gunakan gayung bertangkai panjang untuk mengeluarkan

air dari ember/ wadah air.

 Menjaga kebersihan ketika memasak sehingga tidak ada peluang untuk

pertumbuhan mikroba.

 Menjaga dapur dan tempat pengelolaan makanan agar bebas dari tikus, kecoa,

lalat, serangga dan hewan lain.

 Tutup tempat sampah (terpisah antara sampah kering dan sampah basah) dengan

rapat agar tidak dihinggapi lalat dan tidak meninggalkan bau busuk serta buanglah

sampah secara teratur ditempat pembuangan sampah sementara (TPS).

 Membersihkan lantai dan dinding secara teratur.

 Pastikan saluran pembuangan air limbah (SPAL) berfungsi dengan baik.

 Sediakan tempat cuci tangan yang memenuhi syarat.

253
 Penggunaan Bahan Tambahan Pangan

Bahan Tambahan Pangan (BTP) merupakan bagian dari bahan baku pangan, yang

ditambahkan kedalam makanan untuk mempengaruhi sifat atau bentuk pangan. BTP

yang biasa digunakan untuk makanan antara lain bahan pengawet, pemanis, pewarna,

penyedap rasa dan aroma, bahan antigumpal, bahan pemucat, anti oksidan dan

pengental.

Pemakaian BTP dapat dibenarkan apabila memenuhi persyaratan :

 Dapat mempertahankan kualitas gizi bahan makanan.

 Peningkatan kualitas atau stabilitas simpan sehingga mengurangi kehilangan

bahan pangan.

 Membuat bahan pangan lebih menarik bagi konsumen.

 Bagi konsumen yang memerlukan diet khusus mendapatkan bahan makanan yang

dikehendaki.

 Tidak bereaksi dengan bahan makanan.

Bahan – bahan kimia yang tidak merupakan komponen alamiah dari makanan dapat

diklarifikasikan sebagai :

- Additive

- Adulterans

- Preservative

- Bahan kontaminans

Yang dikelompokkan sebagai additife antara lain vitamin, mineral, asam amino atau

bahan factor pelengkap organic pertumbuhan untuk meningkatkan nilai makanan

produk dasar atau produk yang sudah diproses.

Bahan kimia preservative ditambahkan ke berbagai produk makanan yang sudah

diproses. Bahan kimia ini membantu mengurangi pertumbuhan mikroorganisme

253
yang menyebabkan kerusakan makanan dan dapat membantu mempertahankan

aroma dan kesegaran makanan. Diantara preservative yang paling umun digunakan

adalah gula dan garam. Preservative kimia lainnya yang mungkin dapat digunakan

untuk menghalangi perkembangan mikroorganisme perusak makanan tertentu adalah

asm asetat, asam propionate, asam benzoate, asam sorbet dan asam askorbat.

3. ASUHAN DAN TERAPI GIZI

A. Asuhan Gizi

Serangkaian kegiatan yang terorganisir / terstruktur yang memungkinkan untuk

identifikasi kebutuhan gizi dan penyediaan asuhan untuk memenuhi kebutuhan

tersebut.

B. Terapi Gizi

Pelayanan gizi yang diberikan kepada klien / Pasien berdasarkan pengkajian gizi, yang

meliputi terapi diet, konseling gizi dan atau pemberian makanan khusus dalam rangka

penyembuhan penyakit pasien.

Mekanisme Asuhan dan Terapi Gizi adalah sebagai berikut :

1. Skrining Gizi

Tahapan pelayanan gizi rawat inap diawali dengan skrining/penapisan gizi oleh

perawat ruangan dan penetapan diit awal oleh dokter. Skrining gizi bertujuan untuk

mengidentifikasi pasien yang berisiko, tidak berisiko malnutrusi atau kondisi khusus.

Kondisi khusus yang dimaksud adalah pasien dengan kelainan metabolik,

253
hemodialisis, anak, geriatrik, kanker dengan kemoterapi/radiasi, luka bakar, pasien

dengan imunitas menurun, sakit kritis dan sebagainya.

Idealnya skrining awal dilakukan pada pasien baru 1 x 24 jam setelah pasien masuk

RS. Metoda skrining sebaiknya singkat, cepat dan disesuaikan dengan kondisi rumah

sakit. Contoh metoda skrining antara lain Malnutrition Universal Screening Tools

(MUST), Malnutrition Screening Tools (MST), Nutrition Risk Screening (NRS).

Skrining untuk pasien anak 1 -18 tahun dapat digunakan Paediatric Yorkhill

Malnutrition Score (PYMS), Screening Tool for Assesment of Malnutrition (STAMP),

Strong Kids.

Bila hasil skrining gizi menunjukkan pasien berisiko malnutrisi, maka dilakukan

pengkajian/assesmen gizi dan dilakukan dengan langkah-langkah Proses Asuhan Gizi

Terstandar oleh Dietisien. Pasien dengan status gizi baik atau tidak berisiko malnutrisi,

dianjurkan dilakukan skrining ulang setelah 1 minggu. Jika hasil skrining ulang

berisiko malnutrisi maka dilakukan Proses Asuhan Gizi Terstandar.

Pasien sakit klinis atau kasus sulit yang beresiko gangguan gizi berat akan lebih baik

bila ditangani secara tim. Bila rumah sakit mempunyai Tim Asuhan Gizi / Nutrition

Suport Tim (NST)/ Tim Terapi Gizi (TTG)/ Tim Dukungan Gizi / Panitia Asuhan

Gizi, maka berdasarkan pertimbangan DPJP pasien tersebut dirijuk kepada tim.

2. Proses Asuhan Gizi Terstandar ( PAGT )

Proses Asuhan Gizi Terstandar dilakukan pada pasien yang berisiko kurang gizi,

mengalami kurang gizi atau kondisi khusus dengan penyakit tertentu, proses ini

merupakan serangkaian kegiatan yang berulang. Proses Asuhan Gizi Terstandar

(PAGT) harus dilaksanakan secara berurutan dimulai dari langkah Assesmen,

Diagnosis, Intervensi, Monitoring dan Evaluasi Gizi ( ADIME ). Langkah – langkah

253
tersebut saling berkaitan satu dengan yang lainnya dan merupakan siklus yang

berulang terus sesuai respon / perkembangan pasien. Apabila tujuan tercapai maka

proses ini akan dihentikan, namun bila tujuan tidak tercapai atau tujuan awal tercapai

tetapi terdapat masala gizi baru maka proses berulang kembali mulai dari assessment

gizi.

15. Alur dan Proses PAGT rawat inap

Pasien Masuk

Tidak Beresiko Tujuan Tercapai


Skrining Gizi Diit Biasa Pasien Pulang
STOP

Beresiko malnutrisi / sudah malnutrisi Tujuan Tercapai

Pengkajian Diagnosis Intervensi Monitoring dan


Gizi Gizi Gizi Evaluasi Gizi

Tujuan tercapai

253
Langkah – langkah PAGT terdiri dari :

a. Assesmen/Pengkajian gizi

Assesmen gizi dikelompokkan dalam 5 kategori yaitu:

1) Anamnesis riwayat gizi

Anamnesis riwayat gizi adalah data meliputi asupan makanan termasuk komposisi,

pola makan, diet saat ini dan data lain yang terkait. Selain itu diperlukan data

kepedulian pasien terhadap gizi dan kesehatan, aktifitas fisik dan olahraga dan

ketersediaan makanan di lingkungan pasien / klien. Gambaran asupan makanan dapat

digali melalui anamnesis kualitatif dan kuantitatif. Anamnesis riwayat gizi secara

kualitatif dilakukan untuk memperoleh gambaran kebiasaan makan / pola makan

sehari berdasarkan frekuensi penggunaan bahan makanan. Anamnesis secara

kuantitatif dilakukan untuk mendapatkan gambaran asupan zat gizi sehari “recall”

makanan 24 jam dengan alat bantu “food model”. Kemudian dilakukan anlisis zat gizi

yang merujuk kepada daftar makanan penukar, atau daftar komposisi zat gizi

makanan. Contoh formulir anamnesis riwayat gizi kualitatif dan kuantitatif

diterjemahkan ke dalam jumlah bahan makanan dan komposisi zat gizi.

2) Biokimia

Meliputi pemeriksaan laboratorium, pemeriksaan yang berkaitan dengan status gizi,

status metabolik dan gambaran fungsi organ yang berpengaruh terhadap timbulnya

masalah gizi. Pengambilan kesimpulan dari data laboratorium terkait masalah gizi

harus selaras dengan data assesmen gizi lainnya seperti riwayat gizi yang lengkap,

termasuk penggunaan suplemen, pemeriksaan fisik dan sebagainya. Disamping itu

proses penyakit, tindakan, pengobatan, prosedur dan status hidrasi ( cairan ) dapat

253
mempengaruhi perubahan kimiawi darah dan urin, sehingga hal ini perlu menjadi

pertimbangan.

3) Antropometri

Merupakan pengukuran fisik pada individu yang dilakukan dengan berbagai cara,

antara lain pengukutan tinggi badan (TB), berat badan (BB). Pada kondisi tinggi badan

tidak dapat diukur dapat digunakan Panjang Badan, Tinggi Lutut (TL), Rentang

Lengan atau separuh rentang lengan. Pengukuran lain seperti Lingkar Lengan Atas

(LiLA), Tebal lipatan kulit, Lingkar kepala, dan lain sebagainya dapat dilakukan.

Penilaian status gizi dilakukan dengan membandingkan beberapa ukuran tersebut

misalnya Indeks Massa Tubuh (IMT). Pemeriksaan fisik yang paling sederhana untuk

melihat status gizi pada pasien rawat inap adalah BB. Pasien sebaiknya ditimbang

dengan menggunakan timbangan yang akurat / terkalibrasi dengan baik. Berat badan

akurat sebaiknya dibandingkan dengan BB ideal pasien atau BB pasien sebelum sakit.

Pengukuran BB sebaiknya mempertimbangkan hal – hal diantaranya kondisi

kegemukan dan edema. Kegemukan dapat dideteksi dengan perhitungan IMT. Namun,

pada pengukuran ini terkadang terjadi kesalahan yang disebabkan oleh adanya edema.

BB pasien sebaiknya dicatat pada saat pasien masuk dirawat dan dilakukan

pengukuran BB secara periodic selama pasien dirawat minimal setiap 7 hari.

4) Pemeriksaan Fisik/Klinis

Pemeriksaan dilakukan untuk mendeteksi adanya kelainan klinis yang berkaitan

dengan gangguan gizi atau dapat menimbulkan masalah gizi. Cotoh beberapa data

pemeriksaan fisik terkait gizi antara lain edema, asites, kondisi gigi geligi, massa otot

yang hilang, lemak tubuh yang menumpuk.

5) Riwayat Personal

253
Data riwayat personal meliputi:

a) Riwayat obat-obatan yang digunakan dan suplemen yang dikonsumsi.

b) Sosial budaya, meliputi status sosial ekonomi, budaya, kepercayaan/agama, situasi

rumah, dukungan pelayanan kesehatan dan social serta hubungan social.

c) Riwayat penyakit, meliputi keluhan utama terkait masalah gizi, riwayat penyakit

dahulu dan sekarang, riwayat pembedahan, penyakit kronik atau resiko komplikasi,

riwayat penyakit keluarga, status kesehatan mental / emosi serta kemampuan

kognitif separti pada pasien stroke.

d) Data umum pasien antara lain umur, pekerjaan, dan tingkat pendidikan.

b. Diagnosis Gizi

Pada langkah ini dicari pola dan hubungan antar data yang terkumpul dan

kemungkinan penyebabnya. Kemudian memilah masalah gizi yang spesifik dan

menyatakan masalah gizi secara singkat dan jelas menggunakan terminologi yang ada.

Penulisan diagnosa gizi terstruktur dengan konsep PES atau Problem-Etiologi dan

Signs/Symptoms.

Diagnosis gizi dikelompokkan menjadi tiga domain, yaitu:

a. Domain Asupan

Adalah masalah aktual yang berhubungan dengan asupan energi, zat gizi, cairan,

substansi bioaktif dari makanan baik yang melalui oral maupun perenteral dan

enteral.

Contoh :

253
Asupan protein yang kurang (P) berkaitan dengan perubahan indra perasa dan

nafsu makan (E) ditandai dengan asupan protein rata – rata sehari kurang dari 40

% kebutuhan (S)

b. Domain Klinis

Adalah masalah gizi yang berkaitan dengan kondisi medis atau fisik/fungsi organ.

Contoh :

Kesulitan menyusui (P) berkaitan dengan (E) kurangnya dukungan keluarga

ditandai dengan penggunaan susu formula bayi tambahan (S)

c. Domain Perilaku/Lingkungan

Adalah masalah gizi yang berkaitan dengan pengetahuan, perilaku/kepercayaan,

lingkungan fisik dan akses keamanan makanan.

Contoh :

Kurangnya pengetahuan tentang makanan dan gizi (P) berkaitan dengan mendapat

informasi yang salah dari lingkungannya megenai anjuran diet yang dijalaninya

(E) ditandai dengan memilih bahan makanan / makanan yangtidak dianjurkan dan

akrivitas fisik yang tidak sesuai anjuran (S)

c. Intervensi Gizi

Terdapat dua komponen intervensi gizi, yaitu:

1) Perencanaan Intervensi

Intervensi gizi dibuat merujuk pada diagnosis gizi yang ditegakkan. Tetapkan

tujuan dan prioritas intervensi berdasarkan masalah gizinya (Problem), rancang

strategi intervensi berdasarkan penyebab masalahnya (Etiologi) atau bila penyebab

253
tidak dapat diintervensi, maka strategi intervensi ditujukan untuk mengurangi

gejala / tanda (Sign & Symptom). Tentukan pula jadwal dan frekuensi asuhan.

Output dari intervensi ini adalah tujuan yang terukur, preskripsi diet dan strategi

pelaksanaan ( implementasi ).

Perencanaan intervensi meliputi :

a) Penetapan tujuan intervensi

Penetapan tujuan harus dapat diukur, dicapai dan ditentukan waktunya.

b) Preskripsi diit

Preskripsi diet secara singkat menggambarkan rekomendasi mengenai

kebutuhan energi dan zat gizi individual, jenis diit, bentuk makanan, komposisi

zat gizi, frekuensi makan.

1. Perhitungan kebutuhan gizi

Penentuan kebutuhan zat gizi yang diberikan kepada pasien / klien atas

dasar diagnosis gizi, kondisi pasien dan jenis penyakitnya.

2. Jenis Diet

Pada umumnya pasien masuk ke ruang rawat sudah dibuat permintaan

makanan berdasarkan pesanan / order diet awal dari dokter jaga /

penanggung jawab pelayanan (DPJP), Dietisien bersama tim atau secara

mandiri akan menetapkan jenis diet berdasarkan diagnosis gizi. Bila jenis

diet tidak sesuai akan dilakukan usulan perubahan jenis diet dengan

mendiskusikannya terlebih dahulu bersama (DPJP).

3. Modifikasi Diet

Modifikasi diet merupakan perubahan dari makanan biasa (normal).

Pengubahan dapat berupa perubahan dalam konsistensi; meningkatkan /

menurunkan nilai energy ; menambah / mengurangi jenis bahan makanan

253
atau zat gizi yang dikonsumsi ; membatasi jenis atau kandungan makanan

tertentu ; menyesuaikan komposisi zat gizi ( protein, lemak, KH, cairan dan

zat gizi lain); mengubah jumlah, frekuensi makanan dan rute makanan.

Makanan di RS umumnya berbentuk makanan biasa, lunak, saring dan cair.

4. Jadwal Pemberian Diet

Jadwal pemberian diet / makanan dituliskan sesuai dengan pola makanan,

contoh :

Makan Pagi : 500 kalori, Makan siang: 600 kalori, Makan malam : 600

kalori, Snack pagi: 200 kalori, Snack sore : 200 kalori

5. Jalur makanan

Jalur makanan yang diberikan dapat melalui oral dan enteral atau parenteral

2) Implementasi Intervensi

Implementasi adalah bagian dari kegiatan intervensi gizi dimana dietisien

melaksanakan dan mengkomunikasikan rencana asuhan kepada pasien dan tenaga

kesehatan atau tenaga lain yang terkait. Suatu intervensi gizi harus menggambarkan

dengan jelas : “ apa, dimana, kapan, dan bagaimana “ intervensi itu dilakukan.

Kegiatan ini juga termasuk pengumpulan data kembali, dimana data tersebut dapat

menunjukkan respons pasien dan perlu atau tidaknya modifikasi intervensi gizi.

Untuk kepentingan dokumentasi dan persepsi yang sama, intervensi dikelompokkan

menjadi 4 domain yaitu pemberian makanan atau zat gizi , edukasi gizi, konseling

gizi dan koordinasi pelayanan gizi. Setiap kelompok mempunyai terminologinya

masing – masing.

253
3) Monitoring dan Evaluasi Gizi

Kegiatan monitoring dan evaluasi gizi dilakukan untuk mengetahui respon pasien /

klien terhadap intervensi dan tingkat keberhasilannya.

Tiga langkah kegiatan dan monitoring dan evaluasi gizi, yaitu :

1) Monitor perkembangan yaitu kegiatan mengamati perkembangan kondisi

pasien/klien yang bertujuan untuk melihat hasil yang terjadi sesuai yang

diharapkan oleh pasien maupun tim. Kegiatan yang berkaitan dengan monitor

perkembangan antara lain :

a) Mengecek pemahaman dan ketaatan diet pasien.

b) Mengecek asupan makan pasien.

c) Menentukan apakah intervensi dilaksanakan sesuai dengan rencana / preskripsi

diet.

d) Menentukan apakah status gizi pasien tetap atau berubah.

e) Mengidentifikasi hasil lain baik yang positif maupun negatif.

f) Mengumpulkan informasi yang menunjukkan alasan tidak adanya

perkembangan dari kondisi pasien.

2) Mengukur hasil

Kegiatan ini adalah mengukur perkembangan / perubahan yang terjadi sebagai

respon terhadap intervensi gizi. Perameter yang harus diukur berdasarkan tanda

dan gejala dari diagnosis gizi.

3) Evaluasi hasil

Berdasarkan ketiga tahapan kegiatan diatas akan ditetapkan 4 jenis hasil, yaitu :

253
a) Dampak perilaku dan lingkungan terkait gizi yaitu tingkat pemahaman,

perilaku, akses dan kemampuan yang mungkin mempunyai pengaruh pada

asupan makanan dan zat gizi.

b) Dampak asupan makanan dan zat gizi merupakan asupan makanan dan atau zat

gizi dari berbagai sumber, misalnya makanan, minuman, suplemen, dan

melalui rate enteral maupun parenteral.

c) Dampak terhadap tanda dan gejala fisik yang terkait gizi yaitu pengukuran

yang terkait dengan antropometri, biokimia, dan parameter pemeriksaan

fisik/klinis.

d) Dampak terhadap pasien terhadap intervensi gizi yang diberikan pada kualitas

hidupnya.

4) Pencatatan pelaporan

Pencatatan dan laporan kegiatan asuhan gizi merupakan bentuk pengawasan dan

pengendalian mutu pelayanan dan komunikasi. Terdapat berbagai cara dalam

dokumentasi antara lain Subjective, Objective, Assessment, Planing (SOAP) dan

Assessment, Diagnosis, Intervensi, Monitoring & Evaluasi (ADIME). Format

ADIME merupakan model yang sesuai dengan langkah PAGT.

4) Koordinasi Pelayanan

Koordinasi antara disiplin ilmu sangat diperlukan untuk memberikan asuhan yang

terbaik bagi pasien. Sebagai bagian dari tim pelayanan kesehatan, dietisien harus

berkolaborasi dengan dokter, perawat, farmasi dan tenaga kesehatan lainnya yang

terkait dalam memberikan pelayanan asuhan gizi. Oleh karenanya perlu mengetahui

peranan masing – masing tenaga kesehatan tersebut dalam memberikan pelayanan.

1. Dokter Penanggung Jawab Pelayanan

253
- Bertanggung jawab aspek gizi yang terkait dengan keadaan klinik pasien.

- Menentukan preskripsi diet awal (order diet awal)

- Bersama dietisien menetapkan preskripsi diet definitive.

- Memberikan edukasi kepada pasien dan keluarganya mengenai peranan terapi

gizi.

- Merujuk klien / pasien yang membutuhkan asuhan gizi atau konseling gizi.

- Melakukan pemantauan dan evaluasi terkait masalah gizi secara berkala

bersama dietisien, perawat dan tenaga kesehatan lain selama klien / pasien

dalam masa perawatan.

2. Perawat

- Melakukan skrining gizi pasien pada asesmen awal perawatan.

- Merujuk pasien yang beresiko maupun sudah terjadi malnutrisi dan atau

kondisi khusus ke dietisien.

- Melakukan pengukuran antropometri yaitu penimbangan berat badan, tinggi

badan/panjang badan secara berkala.

- Melakukan pemantauan, mencatat asupan makanan dan respon klinis pasien

terhadap diet yang diberikan dan menyampaikan informasi kepada dietisien

bila terjadi perubahan kondisi pasien.

- Memberikan motivasi kepada pasien dan keluarga terkait pemberian makanan

melalui oral / enteral dan parenteral.

3. Dietisien

- Mengkaji hasil skrining gizi perawat dan order diet awal dari dokter.

- Melakukan asesmen/pengkajian gizi lanjut pada pasien yang beresiko

malnutrisi, malnutrisi atau kondisi khusus meliputi pengumpulan, analisa dan

253
interpretasi data riwayat gizi, riwayat personal, pengukuran antropometri, hasil

laboratorium terkait gizi dan hasil pemeriksaan fisik terkait gizi.

- Mengidentifikasi masalah / diagnosa gizi berdasarkan hasil asesmen dan

menetapkan prioritas diagnosa gizi.

- Merancang intervensi gizi dengan menetapkan tujuan dan preskripsi diet yang

lebih terperinci untuk penetapan diet definitive serta merencanakan edukasi /

konseling.

- Melakukan koordinasi dengan dokter terkait dengan diet definitive.

- Koordinasi dengan dokter, perawat, farmasi dan tenaga lain dalam pelaksanaan

intervensi gizi.

- Melakukan monitoring respon pasien terhadap intervensi gizi.

- Melakukan evaluasi proses maupun dampak asuhan gizi.

- Memberikan penyuluhan, motovasi dan konseling gizi pada pasien dan

keluarganya.

- Mencatat dan melaporkan hasil asuhan gizi kepada dokter.

- Melakukan asesmen gizi ulang (reasesmen) apabila tujuan belum tercapai.

- Berpartisipasi aktif dalam pertemuan atau diskusi dengan dokter, perawat,

anggota tim asuhan gizi lain, pasien dan keluarganya dalam rangka evaluasi

keberhasilan pelayanan gizi.

4. Farmasi

- Mempersiapkan obat dan zat gizi terkait seperti vitamin, mineral, elektrolit dan

nutrisi parenteral.

- Menentukan kompabilitaszat gizi yang diberikan kepada pasien.

- Membantu mengawasi dan mengevaluasi penggunaan obat dan cairan

parenteral oleh pasien bersama perawat.

253
- Berkolaborasi dengan dietisien dalam pemantauan interaksi obat dan makanan.

- Memberikan edukasi kepada pasien dan keluarga mengenai interaksi obat dan

makanan.

5) Konseling

Tujuan konseling adalah memberikan edukasi untuk memahami dan mampu

mengubah perilaku diet pasien sesuai dengan yang dianjurkan. Konseling diberikan

kepada pasien dan atau keluarganya yang membutuhkan untuk mendapatkan

penjelasan tentang diet yang harus dilaksanakan oleh pasien sesuai dengan penyakit

dan kondisinya. Konseling dilakukan oleh anggota tim sesuai dengan kompetensinya.

BAB V

LOGISTIK

Bedasarkan arus kerja maka macam bahan dan peralatan yang di butuhkan adalah :

A. Alat tulis kantor / ATK :

 1 unit komputer

 Buku tulis, pulpen, pensil, tipex dan penghapus

 Kertas catatan dan nota

 Meja dan kursi

B. Peralatan dapur :

253
 Timbangan ( kue dan gelas ukur )

 Lemari es showcase

 Lemari es ( freezer )

 Penggiling daging

 Mixer dan Blender

 Kompor gas

 Perlengkapan memasak ( panci , dandang, dll )

 Telenan, pisau

 Alat pemanggang

C. Alat Habis Pakai ( BAHP ) :

 Gas

 Sabun cuci ( mama lemon )

 Minyak goreng

 Bumbu masakan

 Sapu ijuk dan sapu lidi

 Kain pel

 Ember dan gayung.

BAB VI

KESELAMATAN PASIEN

253
Keselamatan Pasien yang terkait dengan instalasi gizi adalah sanitasi makanan.

1. Pengertian

Sanitasi makanan merupakan salah satu upaya pencegahan yang menitikberatkan pada

kegiatan dan tindakan yang perlu untuk membebaskan makanan dan minuman dari segala

bahan yang dapat mengganggu atau merusak kesehatan, mulai dari sebelum makanan

diproduksi selama proses pengolahan, penyiapan pengangkutan, penjualan sampai pada

saat makanan dan minuman tersebut siap dikonsumsi kepada konsumen.

Salah satu kegiatan dari sanitasi makanan adalah penyehatan makanan dan minuman.

Kegiatan ini merupakan upaya untuk mengendalikan faktor- faktor yang mempengaruhi

pertumbuhan kuman pada makanan dan minuman. Faktor-faktor tersebut berasal dari

proses penanganan makanan, minuman, lingkungan, dan orangnya; sehingga makanan dan

minuman yang disajikan rumah sakit tidak menjadi mata rantai penularan penyakit.

2. Tujuan

Kegiatan penyehatan makanan dan minuman di Rumah Sakit ditujukan untuk:

- Tersedianya makanan yang berkualitas baik dan aman bagi kesehatan konsumen

- Menurunnya kejadian risiko penularan penyakit atau gangguan kesehatan melalui

makanan

- Terwujudnya perilaku kerja yang sehat dan benar dalam penanganan makanan.

3. Pelaksanaan Sanitasi Makanan dalam penyelenggaraan makanan

a. Ruang Pengolahan (Dapur)

253
- Tersedianya fasilitas kamar toilet khusus bagi pegawai dapur, locker untuk

menyimpan pakaian kerja dan ruang untuk ganti pakaian

- Ruang dalam dapur harus bersih, tersedia tempat sampah sementara yang diberi

kantong plastik yang kemudian dibuang dengan plastiknya ke tempat

pengumpulan sampah diluar. Diruang ruangan dapur terdapat fasilitas tempat

pengumpulan sampah yang tertutup.

1. Bangunan

 Pintu-pintu tempat ruang persiapan dan masak harus dibuat

membuka/menutup sendiri (self closing door), dilengkapi peralatan anti lalat

seperti kasa, tirai, dan pintu

 Fasilitas Cuci Tangan:

- Terletak di luar ruang ganti pakaian, wc/kamar mandi

- Tersedia air yang mengalir

- Tersedia sabun dan kain lap pengering

- Terbuat dari bahan yang mudah dibersihkan, kuat, antikarat dan

permukaan halus

 Saluran limbah, sebagai pembuangan limbah pengolahan makanan yang

aman dari binatang.

2. Sarana dan peralatan untuk pelaksanaan sanitasi makanan

 Air Bersih

Standar mutu air bersih yang memenuhi syarat menurut Peraturan Mentri

Kesehatan RI Nomor 01/Birhukmas/I/1975 adalah :

- Standar bersih, yaitu suhu, warna, baud an rasa.

253
- Standar Biologi, yaitu kuman – kuman parasit, kuman – kuman

pathogen dan bakteri E.coli

- Standar kimiawi, yaitu derajat keasaman (pH) jumlah zat padat dan

bahan – bahan kimia lainnya.

- Standar radio aktif meliputi benda – benda radioaktif yang mungkin

terkandung dalam air.

 Alat pengangkut/roda/kereta makanan dan minuman harus tertutup semua,

dibuat dari bahan kedap air, permukaannya halus dan mudah dibersihkan.

 Rak – rak penyimpanan bahan makanan /makanan harus mudah dipindah –

pindahkan dengan menggunakan roda – roda penggerak untuk kepentingan

proses pembersihan .

 Peralatan yang kontak dengan makanan harus memenuhi syarat sebagai

berikut :

- Permukaan utuh (tidak cacat), dan mudah dibersihkan.

- Lapisan permukaan tidak mudah rusak akibat asam/basah, atau garam –

garaman yang lazim dijumpai.

- Tidak terbuat dari logam berat yang dapat menimbulkan keracunan,

misalnya : timah hitam (Pb), Arsenium (As), Tembaga (Cu), seng (Zn),

Cadmium (Cd), dan Antimoni (Stibium).

- Wadah makanan, alat penyajian dan distribusi makanan harus tertutup.

4 Prinsip Penyehatan Makanan dalam Penyelenggaraan Makanan

253
Prinsip penyehatan makanan menggunakan teknik HACCP (Hazard Analysis Critical

Control Point) meliputi bahan makanan, penjamah makanan dan cara kerja yang dilakukan

serta upaya pengendalian pertumbuhan kuman berbahaya.

a. Bahan makanan (sumber, mutu cara penanganan)

- Sumber bahan makanan

Harus diketahui asal lokasinya secara pasti, tidak tercemar dari sampah atau pupuk

yang dipakai, bebas dari insektisida, peptisida atau bahan kimia lainnya.

- Mutu bahan makanan

Harus dipilih bahan makanan yang bermutu baik,yaitu bahan makanan segar, yang

aman, utuh, baik dan bergizi, misalnya: utuh, tidak berlubang/berulat, besar dan

bentuk seragam, tidak busuk, tidak kotor dan tidal layu, cukup masak/matang (untuk

buah)

- Cara penanganan bahan makanan

Harus memperhatikan cara penanganan yang tepat dan baik, misalnya dengan

menggunakan kemasan yang memenuhi syarat dan memperhatikan pengangkutan

yang layak.

b. Hygiene tenaga penjamah makanan

 Syarat

Untuk mewujudkan penyehatan perorangan yang layak dalam penyelenggaraan

makanan, diperlukan tenaga penjamah yang memenuhi syarat:

- Bukti sehat diri dan bebas dari penyakit.

- Tidak menderita penyakit kulit, penyakit menular, scabies ataupun luka bakar.

- Bersih diri, pakaian dan seluruh bahan.

- Mengikuti pemeriksaan kesehatan secara periodic.

- Mengetahui proses kerja dan pelayanan makanan yang benar dan tepat.

253
- Mengetahui teknik dan cara menerapkan hygiene dan sanitasi dalam

penyelenggaraan makanan.

- Berperilaku yang mendukung terwujudnya penyehatan makanan.

 Perilaku, kebiasaan dan sikap bekerja

Hal – hal yang harus dilakukan tenaga penjamah makanan adalah :

- Cuci tangan dengan sabun sebelum mulai/sesudah bekerja, setiap keluar dari WC,

sesudah menjamah bahan yang kotor.

- Sebelum dan selama bekerja tidak boleh menggaruk kepala, muka, hidung dan

bagian tubuh lain yang dapat menimbulkan kuman.

- Alihkan muka dari makanan dan alat – alat makan dan minum bila batuk atau

bersin.

- Pergunakan masker/tutup hidung dan muka bila diperlukan.

 Proses pembersihan makanan

Pada proses ini hendaknya tidak ada makanan dan minuman yang membusuk setelah

proses pembersihan bahan.

 Proses persiapan bahan makanan.

Pada proses ini hendaknya :

- Tersedianya air bersih yang cukup

- Kran – kran air dan saluran ruangan persiapan dalam keadaan bersih

- Tersedia tempat penampungan sampah sementara yang kuat dan mudah

dibersihkan/dilapisi kantong plastic

 Proses penyimpanan

Proses ini tidak akan mengalami kerawanan bila :

- Dalam penyimpanan bahan mentah

253
Bahan mentah disimpan dalam ruangan/tempat yang terpisah dari ruang makanan

terolah yang suhunya diatur sesuai dengan yang seharusnya

- Penyimpanan bahan terolah

Bahan mentah disimpan dalam ruangan/tempat yang terpisah dari ruang makan

terolah yang suhunya diatur sesuai dengan yang seharusnya

 Penyimpanan makanan terolah yang tidak cepat membusuk dan dalam

keadaan tertutup dilakukan pada suhu 10°C

 Penyimpanan makanan terolah yang cepat membusuk harus disimpan pada

suhu 4°C selama 6 jam, jika > 6 jam harus disimpan pada suhu -5°C

sampai -1°C

 Proses pemasakan dan penghangatan makanan

Untuk kepentingan pengolahan biasanya bahan makanan diproses dengan

bantuan panas dengan teknik/cara pemasakannya, sehingga tidak

memungkinkan kuman tumbuh dan berkembang biak

 Proses pembersihan ruang dan pencucuian alat masak

- Pembersihan ruang dilakukan segera setelah proses pekerjaan/penanganan selesai,

proses pembersihan meliputi ruang, lantai, dan langit – langit.

- Pencucian alat masak dilakukan setiap kali selesai masak, dengan langkah sebagai

berikut: membuang sisa makanan yang melekat pada alat, bila perlu rendam

dengan air panas, disabun, dibilas dengan air/air Panas dan dikeringkan.

 Proses pengangkutan makanan ke ruangan

Alat pengangkutan makanan dan minuman yang dipakai dilengkapi dengan tutup untuk

menghindari debu diluar gedung dapur. Alat dibersihkan secara periodic

253
 Proses penyajian makan diruang rawat

- Alat – alat makan yang akan dipakai untuk menyajikan makanan harus dalam

keadaan bersih (sudah dicuci dengan sabun/desinfektan dan dibilas/direbus dengan

air panas)

- Tidak ada tanda – tanda vector (lalat,lipas,tikus), ataupun bekas jejaknya

diruangan dapur.

- Penyajian makanan kepada pasien harus dalam keadaan tertutup.

5 Pengawasan Sanitasi dalam penyelenggaraan Makanan

- Penjamah makanan, dengan melakukan pemeriksaan kesehatan dan usap

dubur/kulit secara berkala.

- Bahan makanan dan makanan meliputi pemeriksaan kualitas bahan makanan dan

makanan melalui berbagai uji, post control serta penilaian kualitas makanan

melalui metode HACCP.

- Peralatan dengan melakukan uji sanitasi peralatan, misalnya : uji usap meja kerja

dan peralatan masak.

- Lingkungan dengan melakukan uji sanitasi lingkungan misalnya dengan uji

sanitasi lantai dan dinding.

253
253
BAB VII

KESELAMATAN KERJA

Kesehatan dan keselamatan kerja merupakan bagian dari kegiatan yang berkaitan erat

dengan kejadian yang disebabkan oleh kelalaian petugas, yang dapat mengakibatkan

kontaminasi bakteri terhadap makanan. Kondisi yang dapat mengurangi bahaya dan

terjadinya kecelakaan dalam proses penyelenggaraan makanan antara lain karena pekerjaan

yang terorganisir, di kerjakan sesuai dengan prosedur, tempat kerja yang aman dan terjamin

kebersihannya, istirahat yang cukup. Kecelakaan tidak terjadi dengan sendirinya, biasanya

terjadi dengan tiba – tiba dan tidak direncanakan ataupun tidak diharapkan, serta dapat

menyebabkan kerusakan pada alat – alat, makanan dan “ melukai “ karyawan / pegawai.

1. Pengertian

Keselamatan kerja ( safety ) adalah segala upaya atau tindakan yang harus di terapkan

dalam rangka menghindari kecelakaan yang terjadi akibat kesalahan kerja petugas ataupun

kelalaian / kesengajaan

2. Tujuan

Menurut Undang – undang Keselamatan Kerja Tahun 1970, syarat – syarat keselamatan

kerja melputi seluruh aspek pekerjaan yang berbahaya, dengan tujuan :

a. Mencegah dan mengurangi kecelakaan

b. Mencegah, mengurangi dan memadamkan kebakaran

c. Mencegah, mengurangi bahaya ledakan

d. Memberi kesempatan atau jalan menyelamatkan diri pada waktu kebakaran atau

kejadian lain yang berbahaya.

e. Memberi pertolongan pada kecelakaan

f. Memberi perlindungan pada pekerja

253
g. Mencegah dan mengendalikan timbul atau menyebar luasnya suhu, kelembaban,

debu, kotoran, asap, uap, gas. Hembusan angin, cuaca, sinar atau radiasi, suara dan

getaran.

h. Mencegah dan mengendalikan timbulnya penyakit akibat kerja, baik fisik/ psikis,

keracunan, infeksi dan penularan.

i. Menyelenggarakan penyegaran udara yang cukup

j. Memelihara kebersihan, kesehatan dan ketertiban

k. Memperoleh kebersihan antara tenaga kerja, alat kerja, lingkungan, cara dan

proses kerjanya

l. Mengamankan dan memperlancar pengangkutan orang, binatang, tanaman atau

barang.

m. Mengamankan dan memelihara segala jenis bangunan

n. Mengamankan dan memelihara pekerjaan bongkar muat, perlakuan dan

penyimpanan barang

o. Mencegah terkena aliran listrik

p. Menyesuaikan dan menyempurnakan pengamanan pada pekerjaan yang bahaya

kecelakaannya menjadi bertambah tinggi.

Upaya – upaya tersebut juga berlaku bagi karyawan / pegawai yang bekerja

pada penyelenggaraan makanan atau pelayanan gizi di rumah sakit.

3. Prinsip Keselamatan Kerja Pegawai Dalam Proses Penyelenggaraan

a. Pengendalian teknis mencakup :

1) Letak bentuk dan kontruksi alat sesuai dengan kegiatan dan memenuhi syarat

yang telah ditentukan.

253
2) Ruangan dapur cukup luas, denah sesuai dengan arus kerja dan dapur di buat

dari bahan – bahan atau konstruksi yang memenuhi syarat

3) Perlengkapan alat kecil yang cukup, memenuhi syarat

4) Tersedianya ruang istirahat untuk pegawai

b. Adanya pengawasan kerja yang dilakukan oleh penanggung jawab dan

terciptanya kebiasaan kerja yang baik oleh pegawai

c. Pekerjaan yang di tugaskan hendaknya sesuai dengan kemampuan kerja dari

pegawai

d. Volume kerja yang di bebankan hendaknya sesuai dengan jam kerja yang telah

ditetapkan. Dan pegawai diberi waktu untuk istirahat setelah 3 jam bekerja,

karena kecelakaan kerja sering terjadi setelah pegawai bekerja > 3 jam

e. Maintenance ( perawatan ) alat di lakukan secara kontinyu agar peralatan tetap

dalam kondisi yang layak pakai

f. Adanya pendidikan mengenai keselamatan kerja bagi pegawai

g. Adanya fasilitas / peralatan pelindung dan peralatan petolongan pertama yang

cukup.

h. Petunjuk penggunaan alat keselamatan kerja

4. Prosedur Keselamatan Kerja

a. Ruang penerimaan dan penyimpanan bahan makanan

Keamanan kerja di ruangan ini terlaksana bila :

1) Menggunakan alat pembuka peti / bungkus bahan makanan menurut cara yang

tepat dan jangan melakukan dan meletakkan posisi tangan pada tempat kearah

bagian alat yang tajam ( berbahaya ).

253
2) Barang yang berat selalu di tempatkan di bagian bawah dan angkatlah dengan

alat pengangkut yang tersedia untuk barang tersebut.

3) Pergunakan tutup kotak / tutup panci yang sesuai dan hindari tumpahan bahan.

4) Tidak di perkenankan merokok di ruangan penerimaan dan penyimpanan

bahan makanan.

5) Lampu harus dimatikan bila tidak di pergunakan / di perlukan.

6) Tidak mengangkat barang berat, bila tidak sesuai dengan kemampuan anda.

7)Tidak mengangkat barang dalam jumlah yang besar, yang dapat

membahayakan badan dan kualitas barang.

8) Membersihkan bahan yang tumpah atau keadaan licin di ruangan penerimaan

dan penyimpanan

b. Diruang persiapan dan pengelolahan makanan

Keamanan dan keselamatan kerja di ruangan ini akan tercapai bila :

1) Menggunakan peralatan yang sesuai dengan cara yang baik,misalnya gunakan

pisau, golok, parutan kelapa dengan baik, dan jangan bercakap – cakap selama

menggunakan alat tersebut.

2) Tidak menggaruk, batuk, selama mengerjakan / mengolah bahan makanan.

3) Menggunakan berbagai alat yang tersedia sesuai dengan petunjuk

pemakaiannya.

4) Bersihkan mesin menurut petunjuk dan matikan mesin sebelumnya.

5) Menggunakan serbet sesuai dengan macam dan peralatan yang akan

dibersihkan.

6) Berhati – hatilah bila membuka dan menutup, menyalakan atau mematikan

mesin, lampu, gas / listrik dan lain – lainnya.

7) Meneliti dulu semua peralatan sebelum di gunakan.

253
8) Pada saat selesai menggunakannya, teliti kembali apakah semua alat sudah di

matikan mesinnya.

9) Mengisi panci – panci menurut ukuran semestinya, dan jangan melebihi porsi

yang di tetapkan.

10) Tidak memuat kereta makan melebihi kapasitasnya.

11) Meletakkan alat menurut tempatnya dan di atur dengan rapi.

12) Bila alat pemanas atau baki perhatiakn cara penggunaan dan pengisiannya.

13) Bila membawa air panas, tutuplah dengan rapat dan jangan mengisi terlalu

penuh.

14) Perhatikanlah, bila membawa makanan pada baki, jangan sampai tertumpah

atau makanan tersebut tercampur.

15) Perhatikan posisi tangan sewaktu membuka dan mengeluarkan isi kaleng

c. Di Ruang Pembagian Makanan di Unit Pelayanan Gizi

1) Tidak mengisi panci / piring terlalu penuh

2) Tidak mengisi kereta makanan melebihi kapasitas kereta makan.

3) Meletakkan alat dengan teratur dan rapi.

4) Bila ada alat pemanas, perhatikan sewaktu menggunakannya.

5) Bila membawa air panas, tutuplah dengan rapat atau tidak mengisi tempat

tersebut sampai penuh.

d. Di Dapur Ruang Rawat Inap

Keamanan dan keselamatan kerja didapur ruangan dapat tercapai apabila :

1) Menggunakan peralatan yang bersih dan kering.

2) Menggunakan dengan baik peralatan sesuai dengan fungsinya.

3) Menggunakan alat pelindung kerja selama di dapur ruangan seperti celemek,

topi dan lain –lainnya.

253
4) Tidak menggaruk, batuk selama menjamah makanan.

5) Menggunakan serbet sesuai dengan macam dan peralatan yang dibersihkan.

6) Berhati – hati dan teliti bila membuka dan menutup atau menyalakan dan

mematikan kompor, lampu, gas, listrik (misalnya alat yang menggunakan

listrik seperti blender, toaster dan lain –lain)

7) Meneliti dulu semua peralatan sebelum digunakan.

8) Menata makanan sesuai dengan prosedur yang telah ditetapkan.

9) Mengikuti petunjuk / prosedur kerja yang ditetapkan. Sebelum mulai bekerja

dan bila akan menggunakan ruangan harus cuci tangan dengan menggunakan

sabun atau desinfektan.

10) Membersihkan / mencuci peralatan makan / dapur / kereta makan sesuai

dengan prosedur.

11) Membuang / membersihkan sisa makanan / sampah segera setelah alat makan

/ alat dapur setelah digunakan.

12) Tidak meninggalkan dapur ruangan sebelum yakin bahwa kompor, lampu,

gas, listrik sudah dimatikan dan kemudian pintu dapur harus ditinggalkan

dalam keadaan tertutup / terkunci.

e. Alat pelindung kerja

1) Baju kerja, celemek dan topi terbuat dari bahan yang tidak panas, tidak licin

dan enak di pakai, sehingga tidak mengganggu gerak pegawai sewaktu kerja

2) Menggunakan sandal yang tidak licin bila berada di lingkungan dapur (

jangan menggunakan sepatu yang berhak tinggi )

3) Menggunakan cempal / serbet pada tempatnya

4) Tersedia alat sanitasi yang sesuai, misalnya air dalam keadaan bersih dan

jumlah yang cukup, sabun, alat pengering dsb

253
5) Tersedia alat pemadam kebakaran yang berfungsi baik di tempat yang mudah

di jangkau

6) Tersedia alat / obat P3K.

BAB VIII

PENGENDALIAN MUTU

A. PENGERTIAN

1. Pengendalian

253
Pengendalian merupakan bentuk atau bahan untuk melakukan perbaikan yang terjadi

sesuai dengan tujuan arah pengawasan dan pengendalian bertujuan agar semua kegiatan –

kegiatan dapat tercapai secara berdayaguna dan berhasilguna sesuai dengan rencana,

pembagian tugas, rumusan kerja, pedoman pelaksanaan dan peraturan perundang –

undangan yang berlaku.

Pengawasan dan pengendalian (wasdal) merupakan unsur penting yang harus dilakukan

dalam proses manajemen. Fungsi manajemen :

a. Mengarahkan kegiatan yang telah ditetapkan dalam mencapai tujuan.

b. Identifikasi Penyimpangan.

c. Dapat dicapai hasil yang efisien dan efektif.

2. Evaluasi / penilaian

Evaluasi merupakan salah satu implementasi fungsi manajemen. Evaluasi ini bertujuan

untuk menilai pelaksanaan kegiatan sesuai dengan rencana dan kebijaksanaan yang di

susun sehingga dapat mencapai sasaran yang di kehendaki. Melalui penilaian, pengelola

dapat memperbaiki rencana yang lalu bila perlu, ataupun membuat rencana program yang

baru. Pada kegiata evaluasi, tekanan penilaian di lakukan terhadap masukan, proses,

luaran, dampak untuk menilai relevansi kecukupan, kesesuaian dan kegunaan. Dalam hal

ini di utamakan luaran atau hasil yang dicapai.

Pengawasan dan pengendalian mutu merupakan suatu kegiatan dalam mengawasi dan

mengendalikan mutu untuk menjamin hasil yang diharapkan sesuai dengan standar.

Strategi pengawasan dan pengendalian berupa pemantauan dan pengendalian melalui

proses – proses atau teknik – teknik statistic untuk memelihara mutu produk yang telah

ditetapkan sebelumnya. Metode – metode yang sering digunakan dalam pengawasan dan

253
pengendalian mutu adalah menilai mutu akhir, evaluasi terhadap output, control mutu,

monitoring terhadap kegiatan sehari – hari.

Pada dasarnya terhadap 4 langkah yang dapat dilakukan dalam pengawasan dan

pengendalian mutu pelayanan, yaitu :

a. Penyusunan standar, baik standar biaya, standar performance mutu, standar kualitas

keamanan produk, dan sebagainya.

b. Penilaian kesesuaian, yaitu membandingkan dari produk yang dihasilkan atau

pelayanan yang ditawarkan terhadap standar tersebut.

c. Melakukan koreksi bila diperlukan, yaitu dengan mengoreksi penyebab dan factor –

factor yang mempengaruhi kepuasan.

d. Perencanaan peningkatan mutu, yaitu membangun upaya – upaya yang berkelanjutan

untuk memperbaiki standar yang ada.

B. TUJUAN PENGENDALIAN MUTU

Pengendalian mutu pelayanan gizi di rumah sakit, ditujukan untuk menjamin ketepatan dan

keamanan pelayanan gizi. Fungsi dari kegiatan pengendalian mutu dalam pelayanan gizi di

rumah sakit adalah:

- Menjamin keamanan pelayanan yang dihasilkan

- Menghasilkan pelayanan yang bermutu

C. INDIKATOR MUTU PELAYANAN

Pelayanan gizi di rumah sakit dapat dikatakan berkualitas, bila hasil pelayanan mendekati

hasil yang diharapkan dan dilakukan sesuai dengan standar dan prosedur yang berlaku.

Indikator mutu pelayanan gizi mencerminkan mutu kinerja instalasi gizi dalam ruang

lingkup kegiatannya (pelayanan asuhan gizi, pelayanan makanan, dsb), sehingga

253
manejemen dapat menilai apakah organisasi berjalan sesuai jalurnya atau tidak dan sebagai

alat untuk mendukung pengambilan keputusan dalam rangka perencanaan kegiatan untuk

masa yang akan datang.

Beberapa indikator yang dapat digunakan untuk menilai atau mengukur mutu pelayanan

gizi adalah :

1. Indikator berdasarkan kegawatan

a. Kejadian sentinel (sentinel event), merupakan indicator untuk mengukur suatu

kejadian tidak diharapkan yang dapat mengakibatkan kematian atau cedera yang

serius.

Misalnya : kejadian keracunan makanan, adanya benda asing dalam makanan,

pesien menerima diet yang salah, dsb

b. Reted Based, merupakan indicator untuk mengukur proses pelayanan pasien atau

keluaran dengan standar yang diharapkan dapat berkisar 0 – 100%

Misalnya : % pasien yang diare atau kurang gizi karena mendapat dukungan

enteral, % diet yang dipesan sesuai dengan preskripsi.

2. Indicator berdasarkan pelayanan yang diberikan

a. Indicator proses, merupakan indicator yang mengukur elemen pelayanan yang

disediakan oleh institusi yang bersangkutan.

Misalnya : % pasien beresiko gizi yang mendapat asesmen gizi, % makanan yang

tidak dimakan, % pasien yang di asesmen gizi ditindaklanjuti dengan asuhan gizi

oleh dietisien dalam waktu 48jam setelah masuk rumah sakit, dsb

b. Indicator struktur, merupakan indicator yang menilai ketersediaan dan penggunaan

fasilitas, peralatan, kualifikasi professional, struktur organisasi, dsb yang berkaitan

dengan pelayanan yang diberikan.

253
Misalnya : % penilaiandan evaluasi status gizi oleh ahli gizi, % hygiene sanitasi

dan keselamatan kerja yang sesuai standar, dsb

c. Indicator outcome, merupakan indicator untuk menilai keberhasilan intervensi gizi

yang diberikan, indicator ini paling sulit dibuat tetapi paling berguna dalam

menjelaskan efektifitas pelayanan gizi. Agar benar – benar berguna, maka indicator

ini haruslah berhubungan langsung dengan kegiatan pelayanan gizi. Misalnya %

pasien obesitas yang turun berat badannya 2kg/bulan setelah konseling gizi.

3. Indicator yang mencirikan arah dari penampilan

a. Indicator yang diinginkan, merupakan indicator untuk menilai penampilan yang

diinginkan mendekati 100 %. Dalam pelayanan gizi dan dietetic, banyak kondisi

yang memerlukan kepatuhan sampai mendekati 100 %.

Misalnya : dokumentasi asuhan gizi lengkap, akurat & relevan, kunjungan awal

dietisien pada pasien baru 24 – 48 jam setelah pasien masuk rumah sakit,

memberikan konseling gizi pada pasien berdiet, dsb

b. Indicator yang tidak diharapkan, yaitu indicator untuk menilai suatu kondisi yang

kadang – kadang tidak diharapkan. Ambang batas untuk indicator dibuat 0%

sebagai upaya agar kondisi tersebut tidak terjadi.

Misalnya : keluhan pasien rawat inap terhadap kesalahan pemberian diet. Tidak ada

etiket/ barkode identitas pasien (nama, tanggal lahir, No. RM) pada makanan yang

diberikan, dsb

D. BENTUK – BENTUK PENGAWASAN DAN PENGENDALIAN

1. Pencatatan dan Pelaporan

Pencatatan dan pelaporan adalah serangkaian kegiatan pengumpulan data dan

pengolahan data kegiatan pelayanan gizi rumah sakit dalam jangka waktu tertentu,

253
untuk menghasilakan bahan bagi penilaian kegaiatan pelayanan gizi rumah sakit

maupun untuk pengambilan keputusan. Pencatatan ini dilakukan pada setiap langkah

kegiatan yang dilakukan. Pelaporan dilakukan berkala sesuai dengan kebutuhan rumah

sakit.

Kegiatan pencatatan dan pelaporan di instalasi gizi :

a. Pencatatan dan Pelaporan Pengadaan Makanan

1. Formulir pemesanan bahan makanan harian

2. Pencatatan bahan makanan yang diterima oleh bagian gudang instalasi gizi

pada hari itu

3. Pencatatan sisa bahan makanan ( harian / bulanan ), meliputi bahan makanan

basah dan bahan makanan kering.

4. Pencatatan data permintaan / pemesanan bahan makanan berdasarkan bon –

bon pemesanan dari masing – masing unit kerja.

b. Pencatatan dan Pelaporan Tentang Penyelenggaraan Makanan

1. Buku laporan timbang terima antara pergantian rotasi ( berisi pesan – pesan

yang penting)

2. Buku laporan pasien baru / berdiet khusus

3. Buku laporan pasien baru makanan biasa

4. Buku laporan pergantian / pertukaran diet pasien

c. Pencatatan dan Pelaporan Tentang Perlengkapan Peralatan Instalasi Gizi

1. Membuat kartu inventaris peralatan masak

2. Membuat kartu inventaris peralatan makan

3. Membuat kartu inventaris peralataan kantor

4. Buku besar tentang peralatan keseluruhan ( untuk simpan pinjam )

5. Formulir untuk pelaporan alat – alat

253
6. Laporan jumlah pasien pada pagi hari setiap harinya.

7. Laporan jumlah petugas yang dilayanai instalasi gizi ( misalnya ekstra

foeding untuk pegawai di ruang rontgen, dll)

d. Pencatatan dan Pelaporan Anggaran Belanja Bahan Makanan

1. Pencatatan tentang pemasukan dan pemakaian bahan makanan harian selama

1 kali putaran menu.

2. Perhitungan tentang rencana kebutuhan bahan makanan untuk yang akan

datang selama triwulan / tahunan.

3. Rekapitulasi tentang pemasukan dan pemakaian bahan makanan

4. Perhitungan harga rata – rata pemakaian bahan makanan perorang perhari

dalam satu kali putaran menu

5. Pencatatan tentang penggunaan bahan bakar perbulan

e. Pencatatan dan Pelaporan Pelayanan Gizi di Ruang Rawat Inap

1. Buku catatan harian pasien tentang perkembangan diet, termasuk catatan

makanan sisa yang tidak dihabiskan

2. Formulir permintaan makanan untuk pasien baru

3. Formulir pembatalan makanan untuk pasien pulang

4. Formulir perubahan diet

5. Formulir permintaan makan pagi, siang dan sore

6. Laporan harian tentang kegiatan penyuluhan

2. Pengawasan Standar Porsi

1. Untuk bahan makanan ( padat ) pengawasan porsi dilakukan dengan penimbangan

2. Untuk bahan makanan yang cair atau setengah cair seperti susu dan bumbu dipakai

gelas ukuran / liter matt, sendok ukuran atau alat ukur lain yang sudah distandarisasi

atau bila perlu di timbang.

253
3. Untuk pemotongan bentuk bahan makanan yang sesuai untuk jenis hidangan, dapat

dipakai alat – alat pemotong atau di potong menurut petunjuk

4. Untuk memudahkan persiapan sayur dapat di ukur dengan container / panic yang

standard dan bentuk sama.

5. Untuk mendapatkan porsi yang tetap ( tidak berubah – ubah ) harus digunakan

standar porsi dan standar resep.

3. Pengawasan Harga

Langkah – langkah yang perlu dilakukan :

a. Tetapkan policy / kebijakan keuangan yang ingin dicapai

b. Buat format isian pelaksanaan pencatatan pelaporan yang baku untuk pengawasan :

1) Pencatatan pemasukan, penerimaan bahan makanan, harian tiap putaran menu,

bulanan, triwulan dan tahunan

2) Kalkulasi harga pemasukan bahan makanan, harga pemakaian bahan makanan

untuk setiap putaran menu, bulanan, triwulan dan tahunan

3) Perhitungan stock bahan makanan akhir

4) Kumpulkan data klien harian, satu putaran menu, bulanan, triwulan dan tahunan

5) Biaya overhead ( dalam hal ini penyusutan ) di catat harian, setiap putaran menu,

bulanan, triwulan dan tahunan

c. Kalkulasi pemasukan dan pengeluaran bahan makanan berikut nilai rupaihnya setiap

saat dan pada periode tertentu yang telah ditentukan.

d. Hitung biaya perporsi atau biaya perorang perhari.

253
4 Pengendalian Biaya

Pengendalian biaya adalah suatu proses dimana pimpinan atau pengelola mencoba

mengatur biaya guna mencegah pemborosan dari biaya yang dikeluarkan. Biaya yang

dimaksud di sisni yaitu biaya makan

Biaya bahan maknan dapat meningkat atau menurun dari harga yang diperkirakan. Oleh

karena itu biaya makanan dapat di kendalikan melalui berbagai cara : seperti menukar,

dan mengubah atau mengganti bahan makanan dengan bahan makanan lain.

Pengendalian biaya ini merupakan prose yang berkelanjutan dan melibatkan aktifitas –

aktifita seperti perencanaan menu, pembelian (pemesanan), penerimaan, pengolahan

dan juga tenaga atau personilnya.

a. Tujuan Pengendalian Biaya Makanan

1) Menganalisa biaya yang di rencanakan di bandingkan dengan harga yang

sesungguhnya di gunakan untuk penyelenggaraan makanan

2) Menilai harga penawaran bahan makanan

3) Mencegah sisa bahan makanan yang tidak efisien

4) Menyediakan data untuk laporan penyelenggaraan institusi

5) Membandingkan dua atau lebih kegiatan pelaksanaan penyelenggaraan makanan

b. Cara Penegndalian Biaya Makan

1) Kembangkan kebijakan keuangan bagi institusi. Hal ini tergantung pada tujuan

dan bentuk kegiatan, target keuntungan dan presentase dari makanan, tenaga dan

biaya overhead lainnya yang dapat di capai

2) Kembangkan pengendalian secara rutin. Pengendalian kegiatan harus mencakup

prosedur kerja karyawan dan pemeriksaan menyeluruh mulai dari perencanaan

253
menu, pembelian, penerimaan, penyimpanan, pengeluaran, produksi, distribusi

serta penyajian / penjualan

3) Pengendalian pada pos kegiatan. Hal ini berkaitan dengan laporan biaya makan,

perhitingan hasil dan mengambil tindakan perbaikan jika di perlukan

c. Kendala Dalam Pengendalian Biaya Makan

1) Banyak menggunakanbahan makanan yang mudah rusak

2) Banyaknya volume kegiatan yang tidak dapat diperkirakan sehingga sulit

membuat perkiraan jumlah makanan ( secara tepat ) yang harus di siapkan

3) Tidak stabilnya kondisi pasar sehingga dapat mempengaruhi harga bahan

makanan

4) Banyaknya variasi makanan yang harus di produksi

d. Langkah – langkah Dalam Proses Pengendalian

Empat langkah dasar yang harus di lakukan :

1) Membuat standar untuk pelaksanaan yaitu :

a) Standar kualitas adalah suatu mutu dari bahan jadi dan pelayanan serta jasa

yang harus di tentukan atau di buat patokan ( tolak ukur ). Untuk memudahkan

pelaksanaan pengendalian, standar ini dapat berupa peraturan, pembakuan

instruksi yang di tuangkan dalam bentuk kebijakan istitusi.

b) Standar kuantitas adalah ukuran berat, jumlah dan volume yang di wujudkan

dalam ukuran bentuk.

c) Standar biaya harga taksiran dari suatu barang atau jasa yang digunakan untuk

mengukur biaya lain. Hal ini berguna dalam menghitung daya guna dari suatu

pelaksanaan yang dibandingkan dengan biaya sebenarnya . Juga merupakan

petunjuk dari apa yang sedang seharusnya di kerjakan

253
d) Standar prosedur. Berkenaan dengan cara / tehnik yang ditetapkan sebagai cara

yang benar untuk kegiatan sehari – hari dalam proses penyelenngaraan

makanan.

2) Melatih tenaga penyelenggaraan makanan untuk memahami dan melaksanakan

standar – standar yang telah di tetapkan

3) Memonitor, melihat, mengukur, mengecek pelaksanaan yang dilakukan kemudian

membandingkan antara pelaksanaan kegiatan yang benar – benar di lakukan dengan

standar yang telah di buat sebelumnya. Bila terjadi ketidak samaan atau

penyimpanagan – penyimpangan yang merupakan umpan balik ( feed back ) yang

harus di perbaiki

4) Menetapkan tindakan perbaikan / koreksi untuk mengatasi penyimpangan dengan

melaksanakan cara – cara yang telah di sepakati berdasarkan data kegiatan terdahulu.

SKEMA PROSES PENGENDALIAN

Menetapkan Standar
Performance

Mengukur Performance

Bandingkan Performance Performance > dari


dengan Standar Standar

Performance < dari


Standar

253
Mengadakan Tindakan Perbaikan

INDIKATOR KEBERHASILAN PELAYANAN GIZI RUMAH SAKIT

 Terselenggaranya diagnosis terhadap gangguan gizi dan metabolisme zat gizi

berdasarkan anamnesis, antropometri, gejala klinis dan biokimia tubuh ( laboratorium )

 Terselenggaranya pengkajian dietik dan pola makan berdasarkan anamnesis diet dan

pola makan

 Terwujudnya penentuan kebutuhan gizi sesuai keadaan pasien

 Terwujudnya bentuk pembelian bahan makanan, pemilihan bahan makanan, jumlah

pemberian serta cara pengelolahan bahan makanan

 Terselenggaranya evaluasi terhadap preskripsi diet yang di berikan sesuai perubahan

keadaan klinis, status gizi dan status laboratorium

 Terwujudnya penterjemahan preskripsi diet, penyediaan dan pengolahan sesuai dengan

kebutuhan dan keadaan pasien

 Terselenggaranya penyelenggaraan penelitian aplikasi di bidang gizi dan dietik

 Terwujudnya standar diet khusus sesuai perkembangan ilmu pengetahuan dan

tehnologi yang dapat membantu penyembuhan penyakit

253
 Diselenggarakannya penyuluhan dan konseling tentang pentingnya diet pada klien /

pasien dan keluarganya.

BAB IX

PENUTUP

Berkembangnya ilmu pengetahuan tehnologi di bidang kesehatan dan kedokteran, berdampak

pula pada bidang gizi dan dietetic. Pelayanan gizi yang dilaksanakan di rumah sakit tentunya

perlu senantiasa di sesuaikan dengan perkembangan tersebut. Dalam rangka menyongsong era

globalisasi dan menghadapi persaingan bebas di berbagai bidang, maka pelayanan gizi rumah

sakit juga harus di siapkan secara professional.

253
Pelayanan Gizi Rumah Sakit ( PGRS ) merupakan bagian integral dari pelayanan kesehhatan

lainnya di rumah sakit dan secara menyeluruh merupakan salah satu upaya dalam rangka

meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan bagi pasien rawat inap maupun pasien rawat jalan

di rumah sakit.

Pedoman Pelayanan Gizi Rumah Sakit bertujuan untuk memberikan acuan jelas dan

professional dalam mengelolah dan melaksanakan pelayanan gizi di rumah sakit yang tepat

bagi klien / pasien sesuai tuntutan dan kebutuhan masyarakat. Selain itu pedoman ini juga

akan bermanfaat bagi pengelola gizi rumah sakit dalam mengimplementasikan dan

mengevaluasi kemajuan dan perkembangan pelayanan gizi yang holistic.

Pedoman Pelayanan Gizi Rumah Sakit ini di lengkapi dengan lampiran tentang materi, model

/ format pencatatan dan pelaporan, formulir lain yang diperlukan yang mendukung kegiatan

pelayanan gizi di ruang rawat inap, ruang rawat jalan dan pengelolaan penyelenggaraan

makanan rumah sakit yang mutakhir di rumah sakit.

3.5 Tarapi gizi terintegrasi

BAB I

PENDAHULUAN

Pelayanan gizi yang baik menjadi salah satu penunjang rumah sakit dalam penilaian

standar akreditasi untuk menjamin keselamatan pasien yang mengacu pada The Joint

Internasional (JCI) for hospital Accreditation. Semakin baik pelayanan gizi yang diberikan

oleh rumah sakit, maka semakin baik pula standar akreditasi rumah sakit tersebut. Hal ini

dapat terlaksana bila tersedia tenaga gizi yang professional dalam memberikan pelayanan gizi.

253
Profesionalisme tenaga gizi dalam memberikan pelayanan gizi diatur berdasarkan

Permenkes no 26 tahun 2013, tentang Penyelenggaraan Pekerjaan dan Praktek Tenaga Gizi.

Dalam upaya menjamin pelaksanaan pelayanan gizi yang optimal di rumah sakit diperlukan

adanya standar kebutuhan tenaga gizi secara lebih rinci yang memuat jenis dan jumlah tenaga

gizi. Dalam melaksanakan pelayanan gizi di rumah sakit selain tenaga gizi, dibutuhkan juga

tenaga pendukung meliputi tenaga jasa boga, logistic dan pranata computer agar seluruh

kegiatan di Instalasi Gizi dapat terlaksana dengan lancar.

Pada SK Menkes No.134 tahun 1978, di nyatakan bahwa wadah yang menangani

kegiatan gizi di rumah sakit di sebut Instalasi Gizi. Instalasi adalah sarana penunjang kegiatan

Unit Pelaksana Fungsional, yang berada dibawah dan bertanggung jawab kepada Direktur.

Instalasi gizi dipimpin oleh seorang kepala yang mempunyai tugas pengolahan, penyediaan,

penyaluran makanan dan penyuluhan gizi yang dilakukan oleh tenaga / pegawai dalam

jabatan fungsional.SK Menkes No.134 tahun 1978 ini kemudian disempurnakan dalam rapat

konsultasi Pejabat Rumah Sakit yang I, II dan III tahun 1980 dan 1981, yang menjabarkan

bahwa kegiatan pelayanan gizi rumah sakit di kelompokkan sebagai berikut :

- Kegiatan Pengadaan Penyediaan Makanan

- Kegiatan Pelayanan Gizi di ruang rawat Nginap

- Kegiatan Penyuluhan / Konsultasi dan Rujukan Gizi

- Kegiatan penelitian dan Pengembangan Gizi Terapan

Tiga kegiatan yang disebut terdahulu dianjurkan untuk dapat dilakukan disemua rumah sakit,

dan kegiatan keempat diharapkan dijalankan di rumah sakit kelas A dan B.

253
BAB II

GAMBARAN UMUM

A. GAMBARAN UMUM RS. SANTA ANNA

Secara umum, perumahsakitan dipahami sebagai suatu usaha berbentuk organisasi

jasa yang memproses input dan menghasilkan jasa pelayanan kesehatan. Dalam

penyelenggaraannya, Rumah Sakit mengalami berbagai dinamika yang dipengaruhi oleh

kebijakan politik dari Pemerintah baik secara langsung maupun tidak langsung.

Tetapi seiring dengan terjadinya perubahan dalam dinamika lingkungan, maka

pada saat ini Rumah Sakit melaksanakan fungsinya di bidang kuratif, promotif, preventif

dan rehabilitatif sebagaimana telah diatur dalam Undang-Undang No. 44 Tahun 2009

tentang Rumah Sakit. Dengan demikian, perubahan yang terjadi di lingkungan industri

Rumah Sakit Indonesia berdampak pada kelembagaan Rumah Sakit itu sendiri.

Rumah Sakit Santa Anna Kendari,merupakan salah satu Rumah Sakit Sakit umum

swasta yang ada di kota Kendari yang didirikan oleh seorang Misionaris asal Belgia

yakni Pastor Dokter Lemens Clemens pada 10 Agustus tahun 1968.

Tujuan berdirinya Rumah Sakit Santa Anna Kendari pada mulanya adalah

sebagai sebuah balai pengobatan/poliklinik dan BKIA dengan jumlah tempat tidur yang

sangat terbatas yakni 10 tempat tidur. Fungsi utama dari berdirinya Rumah Sakit ini

adalah guna melayani masyarakat umum yang sangat membutuhkan pelayanan

kesehatan, dimana pada masa ini fasilitas kesehatan di kota Kendari masih sangat

terbatas.

Melihat dengan perkembangan selama setahun, akhirnya pada tahun 1969

Poliklinik Santa Anna ini di resmikan oleh bapak Gubernur Sulawesi Tenggara H.Eddy

Sabara yang sekaligus merubah status dari poliklinik menjadi Rumah Sakit Umum Santa

253
Anna. Pada saat diresmikan tahun 1969,fasilitas di Rumah Sakit ini sudah semakin

berkembang dan jumlah bad juga bertambah menjadi 52 tempat tidur.

Dari tahun ke tahun jumlah fasilitas semakin bertambah dan jumlah kunjungan

pasien juga semakin meningkat akhirnya pada tahun 1970 Pastor Dokter Lemens

Clemens meminta bantuan dari suster-suster tarekat JMJ yang bergerak di bidang

kesehatan untuk berkarya secara permanen di Rumah Sakit Santa Anna.Di sini beberapa

suster JMJ mulai mengembangkan misi pelayanan kesehatan untuk wilayah Sulawesi

Tenggara disamping mereka sebagai pelayan umat di bidang pastoral. Ada beberapa

Suster JMJ yang mengembangkan misi pelayanan kesehatan di wilayah kota Kendari dan

Sulawesi Tenggara pada umumnya yaitu : Sr.Betranda JMJ,Sr.Cristophora

JMJ,Sr.Guisepha.L JMJ. Tahun pun terus berganti terjadilah rotasi suster-suster JMJ,ada

yang datang dan ada yang meninggalkan Rumah Sakit Santa Anna.Selanjutnya ada

beberapa suster JMJ yang masuk menggantikan suster yang datang di tahun 1970,antara

lain : Sr.Theodora Kaunang JMJ, Sr.Beatrix Umboh JMJ, Sr.Josephi Kaparang JMJ,

Sr.Asumtiah JMJ.

Awal tahun 1973, Pastor Dokter Lemmens Clemens di dampingi oleh seorang

dokter lainnya yaitu Dokter John Manupassa dan di tambah lagi dengan beberapa tenaga

para medis,yang secara bersama-sama dan bahu membahu membangun Rumah sakit dan

meningkatkan kualitas dan sumber dayayang dimiliki,untuk semakin memperbaiki

pelayanan kesehatan khususnya bagi masyarakat kota kendari dan bahkan Sulawesi

Tenggara pada umumnya. Akhirnya Rumah Sakit Santa Anna ini mulai berkembang dan

namanya semakin terkenal di seluruh wilayah Sulawesi Tenggara.

Bukti Keprihatinan dan kecintaannya terhadap masyarakat Sulawesi Tenggara,

Pastor Dokter Lemmens Clemens telah menyiapkan sebuah Rumah Sakit Umum Swasta

yang beliau berinama Rumah Sakit Umum Santa Anna,yang akhirnya pada 11 Agustus

253
tahun 1974 Pastor Dokter Lemmens Clemens meninggal dunia akibat serangan jantung.

Mulai saat itu sebagai penanggung jawab di Rumah Sakit Santa Anna di angkatlah dokter

John Manupassa sebagai Dierktur Rumah Sakit Santa Anna.Selanjutnya Dokter John

Manupassa Mengembangkan tugasnya sebagai Direktur Rumah Sakit Santa Anna sampai

tahun 1978.

Pada tahun 1978, Kepemimpinan di Rumah Sakit ini pun di ganti dari pimpinan

sebelumnya Dokter John Manupassa ke Pimpinan yang baru yaitu Dokter Robby

Waelan.Di tangan kepemimpinan dokter Robby Waelan, Rumah Sakit Santa Anna pun

semakin berkembang,sehingga pada tanggal 31 Maret tahun 1982 Rumah Sakit Santa

Anna menerima suster Joseo Mandagi JMJ utusan dari keuskupan Agung Ujung

Pandang sebagai pengelola yayasan Sentosa Ibu yang akan menyerahkan Rumah Sakit

Santa Anna ke yayasan Yoseph milik tarekat JMJ,untuk mengelola Rumah Sakit Santa

Anna selanjutnya. Pada saat yang bersamaan kepemimpinannya pun di ganti dari

Direktur sebelumnya dokter Robby Waelan ke direktur yang baru yaitu dokter Johanes

Tendean.

Pada masa kepemimpinan dokter Johanes Tendean, Rumah Sakit Santa Anna

berada di bawah naungan Yayasan Yoseph, yang semakin berbenah dan memperlihatkan

sistem pelayanan yang sangat baik, sehingga setiap saat Rumah Sakit Santa Anna pun

menerima rujukan dari setiap daerah yang ada di Sulawesi Tenggara. Pembenahan dari

waktu ke waktu membuat Rumah Sakit Santa Anna menambahkan beberapa fasilitas

tempat tidur yakni menjadi 63 Tempat tidur di masa kepemimpinan dokter Johanes

Tendean. Seiring dengan perjalanan waktu kepemimpinan dokter Johanes pun berakhir di

tahun 1999.

Selanjutnya di tahun 1999 terjadi serah terima jabatan Direktur baru dari direktur

sebelumnya dokter Johanes Tendean ke direktur yang baru Letkol CKM (Purn)dokter

253
Aloysius Unggul Pribadi, pada masa kepemimpinan dokter AL Unggul Pribadi status

pengelolaan Rumah Sakit Santa Anna diserahkan ke Yayasan Citra Ratna Nirmala.

Dimasa kepemimpinan dokter AL.Unggul Pribadi, Fasilitaspun semakin di benahi seperti

pembangunan ruang ICU, hingga meningkatkan jumlah tempat tidur dari 63 menjadi 67

tempat tidur. Beliau menjabat sebagai Direktur RS Santa Anna hingga tahun 2011 yang

akhirnya beliau mendapat serangan jantung dan meninggal dunia.

Setelah dokter Al.Unggul Pribadi meninggal dunia, tongkat kepemimpinan di

Rumah Sakit Santa Anna pun di serahkan ke dokter Mario Polo Widjaya,M.Kes,Sp.OT

dan status pengelolaan Rumah Sakit inipun beralih ke PT.Citra Ratna Nirmala. Dalam

mengemban tugasnya sebagai direktur, beliau banyak membenahi Rumah Sakit ini,

merenovasi UGD, Laboratorium, pengadaan peralatan poliklinik gigi dsb. Dokter Mario

Polo Widjaya,M.Kes,Sp.OT memimpin Rumah Sakit Santa Anna dari tahun 2011 sampai

saat ini.

Dalam perkembangan pelayanannya, RS. Santa Anna Kendari telah melakukan

berbagai upaya pembenahan, baik dari aspek Sumber Daya Manusia (SDM), Sarana &

Prasarana, maupun Sistem Tata Kelola untuk meningkatkan kualitas pelayanan yang

diberikan sesuai dengan perkembangan kebutuhan masyarakat.

1. Data Dasar Rumah Sakit :

 Nama Rumah Sakit : RS. Santa Anna

 Pemilik : Tarekat Soc. JMJ – Indonesia

 Badan Hukum : PT. Citra Ratna Nirmala

 Status Kepemilikan : Swasta Katolik

 Kategori : Rumah Sakit Umum

 Tipe / Kelas : C / Utama

253
 Nomor Kode RS : 7403044

 Tgl. diresmikan : 10 Agustus 1969

 Surat Ijin Operasional Tetap dari Walikota Kendari

Nomor : 29/IZN/VI/2016/001

Tanggal : 14 Juni 2016 s/d 14 Juni 2021

Oleh : WaliKota Kendari

Status : Ijin Tetap - Perpanjangan (5 tahun)

 Sertifikat Penetapan Kelas Rumah Sakit

Nomor : HK.03.05/1/665/12

Tanggal : 19 April 2012

Oleh : Menteri Kesehatan RI

Masa Berlaku : 5 (Lima) Tahun

Ditetapkan sebagai : Rumah Sakit Umum Kelas C

 Izin Lolos AMDAL/UKL/UPL

Nomor : 666/106/2011

Tanggal : 22 Maret 2011

Dari : Badan Lingkungan Hidup Kota Kendari-Sultra

 Pengolahan Limbah

Limbah Cair : Disalurkan Ke Unit IPAL

Limbah Medik : Kerjasama Dengan PT.Mitra Hijau Asia

Limbah Domestik : Dikumpulkan di TPS, Diangkut Ke TPA oleh

Dinas Kebersihan

Akreditasi RS : Perdana (Bintang 1)

 Alamat : Jl. DR. Moh. Hatta No. 65 A Kelurahan Sanua

Kecamatan Kendari, Kota Kendari, Sul-Tra.

253
 Telepon : (0401) 3123092

Faksimile : (0401) 3124872

E-mail : rs_santa_anna@yahoo.co.id

Website : www.rssantaanna.com

 Luas Tanah & Bangunan :

Luas Tanah : 5.318 m2

Luas Bangunan : 3.340 m2

 Kapasitas Tempat Tidur : 66 Tempat Tidur

(Termasuk HCU = 5 TT)

 Direktur : dr.Mario Polo Widjaya,M.Kes,Sp.OT

2. Jenis Pelayanan Rumah Sakit Santa Anna

Sejak didirikan dan beroperasional pada tanggal 10 Agustus 1969, Rumah Sakit

Santa Anna telah melakukan berbagai pengembangan fasilitas dan pelayanan

kesehatan bagi kebutuhan masyarakat, sebagai berikut:

a. Pelayanan Rawat Jalan

1) Poliklinik Umum

2) Poliklinik Spesialis :

 Poli Interna

 Jantung

 Anak

 Bedah

 Orthopedy

 THT

 Obgyn

253
 Kulit & Kelamin

 Saraf

 Gigi & Mulut.

b. Pelayanan Gawat Darurat 24 Jam

c. Pelayanan Rawat Inap :

Pelayanan Rawat Inap RS. Santa Anna mencakup pelayanan kesehatan : Interna,

Kesehatan Anak, Obgyn, Syaraf, THT, dan Jantung.

d. Pelayanan Intensif

ICU : 4 Tempat Tidur

e. Pelayanan Bedah

Dilengkapi dengan 1 Ruang Operasi.

f. Instalasi Laboratorium, melayani pemeriksaan diagnostik : Pemeriksaan Feases

(Tinja), Urine, Mikrobiology, Lemak Darah, Glucose, Imunologi, Fungsi Hati

& Fungsi Ginjal.

g. Instalasi Radiologi, melayani pemeriksaan diagnostik : Radiography (Foto denan

/ tanpa bahan kontras), dan USG.

h. Instalasi Farmasi menyediakan pelayanan Obat Generik dan Obat Paten selama

24 Jam.

i. Pelayanan Penunjang Khusus, mencakup : Electro Kardiografi (EKG).

j. Pelayanan Fisioteraphi

k. Pelayanan Medical Check-Up RS. Santa Anna.

253
253
BAB III

VISI, MISI dan MOTTO

A. VISI, MISI dan MOTTO Rumah Sakit Santa Anna

1. Visi Rumah Sakit Santa Anna :

"Menjadi Rumah Sakit Umum Pilihan di Wilayah Sulawesi Tenggara melalui

pelayanan yang Prima dan Terpercaya"

2. Misi Rumah Sakit Santa Anna :

1. Tetap memperhatikan golongan masyarakat lemah.

2. Memberikan pelayanan kesehatan professional yang dilandasi oleh cinta kasih.

3. Pelayanan kesehatan dengan standar kedokteran sesuai dengan tuntutan zaman.

3. Motto Rumah Sakit Santa Anna :

“Melayani Dengan Cinta Kasih”

B. VISI, MISI dan MOTTO Instalasi Gizi

1. Visi Instalasi Gizi

“Pelayanan gizi melalui sumber daya manusia yang berkualitas dengan berorientasi

pada kepuasan pasien yang bermutu”

2. Misi Instalasi Gizi

1. Menyelenggarakan pelayanan gizi yang berorientasi pada kebutuhan dan kepuasan

klien/pasien untuk meningkatkan kualitas hidup

253
2. Meningkatkan pelayanan gizi dengan penerapan kegiatan pelayanan asuhan gizi

dan penyelenggaraan makanan sesuai prosedur dan standar.

3. Motto Instalasi Gizi

BAB V

STRUKTUR ORGANISASI UNIT KERJA

INSTALASI GIZI

DIREKTUR

KASIE MEDIS &


PENUNJANG MEDIK

KEPALA
INSTALASI GIZI

253
Pramusaji PJ.Pengelolahan & PJ. Makanan Diet Logistik
Penyajian Makanan
(Ahli Gizi)

1. PJ.Pengadaan
1. PJ. Makanan/Snack
Bahan dan
Pasien
Logistik
2. PJ.Distribusi Makanan
2. PJ.Pencatatan
3. PJ.Distribusi Makanan
dan Pelaporan
Karyawan
gudang kering
dan basah

BAB VI

URAIAN JABATAN

A. Kepala Instalasi Gizi

Tugas Pokok :

Bertugas menyelenggarakan koordinasi, mengawasi dan bertanggung jawab atas

kelancaran kegiatan pelayanan gizi rumah sakit.

 Uraian Tugas

253
a. Bertanggung jawab atas perencaan kebutuhan makanan sesuai dengan

permintaan dan penyusunan menu rumah sakit bagi pasien dan karyawan.

b. Bertanggung jawab atas pengelolaan dan penyajian makanan untuk pasien dan

karyawan sesuai dengan kebutuhan.

c. Bertanggung jawab atas terselenggaranya administrasi di Instalasi Gizi dan

tersedianya laporan bulanan / tahunan logistic bahan makanan, baik makanan

basah/segar ataupun kering.

d. Bertanggung jawab dan mengawasi tata tertib, disiplin dan kebersihan,

keamanan dan kelancaran tugas di Instalasi Gizi rumah sakit.

e. Bertanggung jawab dan mengawasi logistic yang ada di Instalasi Gizi dan

menyiapkan data/daftar barang – barang inventaris yang ada di unit kerjanya.

f. Melaksanakan bimbingan, latihan kerja dalam bidang pelayanan gizi untuk para

karyawan baru di gizi.

 Wewenang

a. Menandatangani permintaan bahan makanan dan sarana/prasarana instalasi gizi

yang diperlukan.

b. Mengatur system kerja guna kelancaran pelayanan gizi rumah sakit.

c. Meningkatkan kualitas karyawan di instalasi gizi agar dapat di manfaatkan

secara optimal dan efektif sesuai dengan kemampuannya.

d. Mengadakan pertemuan secara periodic dengan staf yang ada di unit kerjanya.

e. Mewakili pertemuan yang diselenggarakan oleh unit/bagian lain.

f. Membuat penilaian kerja bagi karyawan yang ada dibawah tanggung jawabnya

untuk mengusulkan pengangkatan, pemindahan, pemberhentian dan kenaikan

pangkat.

g. Mengusulkan kebutuhan sarana prasarana yang dibutuhkan.

253
h. Membuat perubahan penyusunan menu yang di sesuaikan dengan kondisi/situasi

yang ada.

B. Ahli Gizi

Tugas Pokok :

Mengadakan penjajakan mengenai peningkatan pelayanan penyelengaraan makanan,

pelayanan makanan khususnya pasien untuk menunjang kesembuhan pasien serta

mengadakan penyuluhan tentang gizi, baik perorangan maupun kelompok tentang gizi.

 Uraian Tugas :

- Bertanggung jawab atas mutu makanan yang dihidangkan kepada pasien dan

karyawan.

- Bertanggung jawab terhadap penyajian makanan pasien khususnya pasien yang

sedang menjalankan diet.

- Bertanggung jawab terhadap perilaku pasien dan karyawan terhadap makanan,

terutama yang sedang menjalankan terapi pengobatan.

- Bertanggung jawab terhadap rujukan konsultasi gizi rawat inap.

 Wewenang

- Mengadakan konsultasi dengan unit lain guna kelancaran gizi Rumah Sakit

Santa Anna.

- Menetapkan standar diet bagi pasien yang sedang dalam perawatan sesuai

dengan rujukan dokter.

- Menetapkan standar porsi makanan yang ada di Rumah Sakit Santa Anna.

- Mengadakan penyuluhan gizi baik perorangan maupun kelompok.

- Mengusulkan perubahan – perubahan penyelenggaraan makanan guna

meningkatkan pelayanan gizi di unit rawat inap.

253
C. Penanggung Jawab Gudang /Logistik

Tugas Pokok :

Bertugas untuk memenuhi dan menambah semua kebutuhan logistik dapur gizi di

Rumah Sakit Santa Anna sesuai dengan standar yang telah ditentukan.

Uraian Tugas :

1. Bertanggug jawab terhadap ketersediaan bahan-bahan kebutuhan logistik yang ada di

gudang dapur gizi.

2. Bertanggung jawab terhadap proses pemesanan bahan makanan setelah mendapat

persetujuan kepala instalasi bahan makanan kepada rekanan.

3. Bertanggung jawab terhadap kualitas bahan makanan yang di terima dari rekanan dan

memberitahukan kepada instalasi bila ada penyimpangan.

4. Bertanggung jawab terhadap keluar masuknya bahan logistik baik hrian atau bulanan

yang ada di dapur gizi.

5. Bertanggung jawab terhadap laporan bulanan logistik baik harian atau bulanan yang

ada di dapur gizi.

Wewenang :

1. Menerima/menolak bahan makanan yang datang.

2. Menanyakan kegunaan bahan makanan yang akan dikeluarkan dari gudang.

3. Menentukan jumlah bahan makanan yang akan dikeluarkan dari gudang.

4. Menggantikan bahan makanan apabila bahan makanan yang akan digunakan tidak ada

atau belum datang setelah melalui persetujuan kepala instalasi gizi.

D. Penanggung Jawab Pengolahan / Juru Masak

253
Tugas Pokok :

Bertugas mulai dari persiapan bahan makanan, pengolahan/produksi sampai pencucian

alat masak.

Uraian Tugas :

16. Bertanggung jawab atas proses persiapan bahan makanan yang akan dimasak.

17. Bertanggung jawab terhadap jumlah kulitas makanan yang disajikan.

18. Bertanggung jawab atas proses pengolahan makanan.

Wewenang :

1. Melakukan percobaan standar resep yang ada.

2. Melakukan variasi dalam penyajian makanan.

3. Mengusulkan tentang cara-cara pengolahan bahan makanan supaya tidak terjadi

pemborosan.

4. Membuat pembagian tugas karyawan dapur agar penyelenggaraan makanan dapat

berjalan dengan lancar.

5. Mengusulkan kepada instalasi gizi tentang pengolahan/penyajian makanan.

6. Meningkatkan mutu kerja karyawan bagian pengolahan/penyajian makanan.

253
BAB VII

TATA HUBUNGAN KERJA

Tata hubungan kerja yang ada keterkaitannya dengan Instalasi Gizi :

o Pimpinan rumah sakit dan staf

Agar kegiatan asuhan gizi berjalan dengan optimal, maka perlu dukungan pimpinan

rumah sakit, komite medic dan staf serta adanya koordinasi dan komunikasi antar

anggota tim.

2. Nutrisionis / dietisien :

253
 Mengkaji status gizi klien/pasien

 Melakukan anamneses riwayat diet pasien

 Memantau masalah yang berkaitan dengan asupan gizi pasien

 Melakukan kunjungan keliling ( vicite )

 Memberikan penyuluhan, motivasi dan konseling gizi pada pasien dan keluargannya

 Mengevaluasi status gizi pasien secara berkala, asupan makanan, dan bila perlu

melakukan perubahan diet pasien berdasarkan hasil diskusi dengan Tim Asuhan

Gizi.

3. Perawat :

 Melakukan kerja sama dengan dokter dan nutrision dalam memberikan pelayanan

gizi kepada klien / pasien.

 Membantu pasien / klien pada waktu makan

 Melakukan pengukuran antropometri untuk menentukan dan mengevaluasi status

gizi klien / pasien

 Bersama dengan nutrision memantau masalah – masalah yang berkaitan dengan

asuhan gizi kepada klien / pasien

 Melakukan pemantauan, mencatat dan melaporkan asupan makanan dan respon

klinis klien / pasien terhadap diet yang diberikan.

19. Farmasi :

 Mendiskusikan keadaan atau hal – hal yang dianggap perlu termasuk pemberian

cairan parenteral, obat yang digunakan oleh pasien

BAB VIII

POLA KETENAGAAN DAN KUALIFIKASI PERSONIL

253
A. Pola Ketenagaan

No Nama Jabatan Kualifikasi Pendidikan Jumlah Tenaga

1. Ka. Instalasi Gizi D3 Tata Boga 1 Orang

2. Ahli Gizi / Nutrisionis D3 Gizi 1 Orang

3. Juru Masak SMA & SMP 9 Orang

4. Pramusaji SMA & SMP 6 Orang

B. Kualifikasi Personal

3. Kepala Instalasi Gizi

Di Rumah Sakit Santa Anna Instalasi Gizi di kepalai oleh seorang Suster dengan

pendidikan D3 Tata Boga. Kepala Instalasi Gizi ditetapkan oleh pimpinan rumah

sakit dengan berdasarkan ketentuan dan peraturan kepegawaian yang berlaku. Kepala

Instalasi Gizi Rumah Sakit bertugas memimpin penyelenggaraan pelayanan gizi

dirumah sakit, yang pada umumnya bertanggung jawab kepada Bidang Penunjang

Medis.

Sesuai dengan tujuan dan kegiatan pelayanan gizi rumah sakit, uraian tugas dan

wewenang Kepala Instalasi Gizi adalah :

 Uraian Tugas

g. Bertanggung jawab atas perencaan kebutuhan makanan sesuai dengan

permintaan dan penyusunan menu rumah sakit bagi pasien dan karyawan.

h. Bertanggung jawab atas pengelolaan dan penyajian makanan untuk pasien dan

karyawan sesuai dengan kebutuhan.

253
i. Bertanggung jawab atas terselenggaranya administrasi di Instalasi Gizi dan

tersedianya laporan bulanan / tahunan logistic bahan makanan, baik makanan

basah/segar ataupun kering.

j. Bertanggung jawab dan mengawasi tata tertib, disiplin dan kebersihan,

keamanan dan kelancaran tugas di Instalasi Gizi rumah sakit.

k. Bertanggung jawab dan mengawasi logistic yang ada di Instalasi Gizi dan

menyiapkan data/daftar barang – barang inventaris yang ada di unit kerjanya.

l. Melaksanakan bimbingan, latihan kerja dalam bidang pelayanan gizi untuk para

karyawan baru di gizi.

 Wewenang

i. Menandatangani permintaan bahan makanan dan sarana/prasarana instalasi gizi

yang diperlukan.

j. Mengatur system kerja guna kelancaran pelayanan gizi rumah sakit.

k. Meningkatkan kualitas karyawan di instalasi gizi agar dapat di manfaatkan

secara optimal dan efektif sesuai dengan kemampuannya.

l. Mengadakan pertemuan secara periodic dengan staf yang ada di unit kerjanya.

m. Mewakili pertemuan yang diselenggarakan oleh unit/bagian lain.

n. Membuat penilaian kerja bagi karyawan yang ada dibawah tanggung jawabnya

untuk mengusulkan pengangkatan, pemindahan, pemberhentian dan kenaikan

pangkat.

o. Mengusulkan kebutuhan sarana prasarana yang dibutuhkan.

p. Membuat perubahan penyusunan menu yang di sesuaikan dengan kondisi/situasi

yang ada.

4. Pelaksana

253
Pelaksana yang dimaksud adalah Ahli Gizi, Gudang/Logistik, Juru masak dan

Pramusaji.

 Ahli Gizi

Ahli gizi yang saat ini bertugas di Rumah Sakit Santa Anna sebanyak 1 orang

dengan kualifikasi pendidikan D3 - Gizi. Tugassan wewenang ahli gizi adalah :

 Uraian Tugas

- Bertanggung jawab atas mutu makanan yang dihidangkan kepada pasien

dan karyawan.

- Bertanggung jawab terhadap penyajian makanan pasien khususnya pasien

yang sedang menjalankan diet.

- Bertanggung jawab terhadap perilaku pasien dan karyawan terhadap

makanan, terutama yang sedang menjalankan terapi pengobatan.

- Bertanggung jawab terhadap rujukan konsultasi gizi rawat inap.

 Wewenang

- Mengadakan konsultasi dengan unit lain guna kelancaran gizi Rumah Sakit

Santa Anna.

- Menetapkan standar diet bagi pasien yang sedang dalam perawatan sesuai

dengan rujukan dokter.

- Menetapkan standar porsi makanan yang ada di Rumah Sakit Santa Anna.

- Mengadakan penyuluhan gizi baik perorangan maupun kelompok.

- Mengusulkan perubahan – perubahan penyelenggaraan makanan guna

meningkatkan pelayanan gizi di unit rawat inap.

 Gudang / Logistik

Tugas Pokok :

253
Bertugas untuk memenuhi dan menambah semua kebutuhan logistik dapur gizi di

Rumah Sakit Santa Anna sesuai dengan standar yang telah ditentukan.

Uraian Tugas :

6. Bertanggug jawab terhadap ketersediaan bahan-bahan kebutuhan logistik yang ada di

gudang dapur gizi.

7. Bertanggung jawab terhadap proses pemesanan bahan makanan setelah mendapat

persetujuan kepala instalasi bahan makanan kepada rekanan.

8. Bertanggung jawab terhadap kualitas bahan makanan yang di terima dari rekanan dan

memberitahukan kepada instalasi bila ada penyimpangan.

9. Bertanggung jawab terhadap keluar masuknya bahan logistik baik hrian atau bulanan

yang ada di dapur gizi.

10. Bertanggung jawab terhadap laporan bulanan logistik baik harian atau bulanan yang

ada di dapur gizi.

Wewenang :

5. Menerima/menolak bahan makanan yang datang.

6. Menanyakan kegunaan bahan makanan yang akan dikeluarkan dari gudang.

7. Menentukan jumlah bahan makanan yang akan dikeluarkan dari gudang.

8. Menggantikan bahan makanan apabila bahan makanan yang akan digunakan tidak ada

atau belum datang setelah melalui persetujuan kepala instalasi gizi.

 Pengolahan Makanan / Juru Masak

Juru masak yaitu tenaga pengelolah bahan makanan yang bertugas mulai dari

persiapan bahan makanan, pengolahan/produksi sampai pencucian alat masak. Jumlah

Juru masak di Rumah Sakit Santa Anna ada 9 orang dengan kualifikasi pendidikan

SMP dan SMA.

253
 Pramusaji

Pramusaji yang ada di Rumah Sakit Santa Anna berjumlah 6 orang dengan kualifikasi

pendidikan SMP dan SMA yang bertugas untuk mendistribusikan makanan pasien

sesuai dengan ruang rawat dan diet pasien.

BAB IX

KEGIATAN ORIENTASI

253
Kegiatan orientasi pada instalasi gizi dilakukan pada :

a. Semua pegawai baru yang dinas pada Instalasi Gizi

Khusus pengawai baru kegiatan orientasi dimulai pada pengenalan ruang lingkup

kerja (tempat penerimaan bahan makanan, penyimpanan bahan makanan, tempat

persiapan bahan makanan, tempat pemasakan dan distribusi makanan, tempat

pencucian dan penyimpanan alat, tempat pembuangan sampah, ruang pegawai,

ruang pengawas.) serta tugas – tugas yang harus dikerjakan, sehingga usaha ini

diharapkan dapat mengurangi keluar masuknya pegawai.

Dalam orientasi pegawai ini, termasuk penjelasan tentang hal-hal berikut :

 Gambaran umum mengenai instalasi gizi

 Fungsi instalasi gizi

 Peran pegawai masing- masing dalam menunjang fungsi instalsi gizi serta

partisipasinya terhadap pelayanan fungsi instalasi kesehatan rumah sakit

 Penjelasan tugas yang harus dijalankan pegawai

 Pengawasan serta peraturan yang berlaku di instalsi gizi

b. Penyuluhan / konsultasi dan rujukan gizi pada pasien rawat jalan dan rawat inap.

Mekanisme kerja kegiatan ini pada dasarnya mengikuti langkah-langkah kegiatan

yang terteradalam mekanisme kerja PGRS. Kegiatan ini di lakukan secara

bertahap. Untuk menjalankan dan mengembangkan kegiatan ini diperlukan hal-

hal berikut :

 Persetujuan dan dukungan Direktur Rumah Sakit

 Persetujuan dan dukungan kepala bagian unit pelayanan kesehatan yang

ada di rumah sakit tersebut

 Persetujuan dan dukungan dari bagian pendidikan dan latihan rumah sakit

253
 Dukungan dan partisipasi bagian perawatan serta bagian yang terkait

 Tersedia konsep Program Penyulujhan /Konsultasi Gizi yang mantap dan

jelas oleh kepala instalasi Gizi Rumah Sakit

 Kesiapan tenaga Gizi untuk melatih dan memeberiakn penyuluahan

konsultasi serta rujukan gizi

 Dukungan rumah sakit di bidang sarana kegiatan bila memungkinkan.

Dengan demikian Kepala Instalasi Gizi dituntut untuk dapat mengadakan

pendekatan dengan unsure- unsure terkait, dan dapat menyakinkan Direktur

rumah sakit akan pentingnya kegiatan inin dalam peningkatan pelayanan

rumah sakit serta menciptakan pelayanan kesehatan paripurna bagi pasien.

Kegiatan tersebut dimulai pada tempat – tempat yang sangat membutuhkan

dari aspek pelayanan medis dan gizinya seperti :

 Bagian Kebidanan dan Pengyakit Kandungan

 Bagian Ilmu KesehatanAnak

 Bagian Penyakit Dalam

 Bagian lain yang ada dirumah sakit yang memungkinkan pelaksanaannya

 Mendirikan khusus poli gizi rumah sakit.

Pelaksanaan kegiatan penyuluhan pasien rawat inap :

 Setiap saat digunakan kesempatan yang baik selama pasien dirawat

 Secara berkala misalnya seminggu atau sebulan sekalai secara kelompok

 Waktu pasien akan pulang setelah masa perawatan dirumah sakit berakhir.

Konsultasi dilakukan 1-2 hari sebelum pasien pulang.

253
BAB X

PERTEMUAN / RAPAT

Kegiatan pertemuan / rapat pada instalasi gizi dilakukan :

1. Brifing dilakukan setiap pergantian shif ( 3 kali dalam sehari )

- Mengingatkan tata cara penyajian makanan harus sesuai dengan alur yang telah ada

- Memperhatikan persiapan makanan diet

- Mempersiapkan makanan harus dalam keadaan hangat

- Jangan lupa melakukan handhygine sesudah dari wc, sebelum dan sesudah

melakukan pekerjaan, sarung tangan rumah tangga di biasakan untuk dipakai.

- Kebersihan alat setelah pemakanan dan kebersihan ruangan dan lantai

2. Rapat dilakukan 3-4 kali dalam setahun ( mengikut sertakan Kasie Medis &

Penunjang Medik )

253
BAB XI

LAPORAN

A. Laporan Harian

Meliputi :

 Jumlah pasien rawat inap sesuai kelas

 Jumlah pasien makan diet ( diet cair, saring, sonde, diet jantung, diet ginjal, diet DM,

diet rendah garam, dll )

B. Laporan Bulanan

Meliputi :

 Stok barang bulanan ( bahan makanan kering, bumbu kue dan makanan )

253
 Total jumlah pasien perbulan, sesuai kelas

 Total pembelanjaan dalam sebulan

C. Laporan Tahunan

Meliputi :

 Penggunaan alat / kerusakan ( kompor, mikxer, blender, panci, dandang dll )

 Renovasi / cet ruangan yang kotor

 Laporan bulanan secara keseluruhan

3.6 Pengelolaan rasa nyeri

PANDUAN MANAJEMEN NYERI

BAB I

DEFINISI

Nyeri merupakan suatu pengalaman sensorik dan emosional yang tidak

menyenangkan, yang berkaitan dengan kerusakan jaringan yang nyata atau yang berpotensi

untuk menimbulkan kerusakan jaringan. Dan bersifat subyektif dimana individu mempelajari

apa itu nyeri, melalui pengalaman yang langsung berhubungan dengan luka, yang dimulai

dari awal masa kehidupannya.

Skala nyeri sering digunakan para praktisi umum untuk mengevaluasi tingkat rasa

nyeri yang dialami orang sakit. Skala ini membantu dalam membedakan tingkat beratnya

suatu penyakit, durasi nyeri dan nyeri yang ditimbulkan apabila diam atau bergerak. Dan juga

digunakan untuk membuat diagnosis yang akurat, mengetahui rencana pengobatannya dan

mengevaluasi efektivitas pengobatannya.

253
BAB II

RUANG LINGKUP

Panduan manajemen nyeri ini membahas tata cara asesmen dan tatalaksana nyeri pada

semua pasien yang mengeluh nyeri.

BAB III

TATA LAKSANA

A. ASESMEN NYERI

 Perawat atau dokter melakukan skrining mengenai nyeri terhadap semua pasien yang

dating kebagian IGD, poliklinik, ataupun pasien rawat inap. Bila ada nyeri lakukan

asesmen nyeri lebih lanjut. Tentukan metode skala nyeri yang akan digunakan sesuai

umur dan kondisi pasien.

 Asesmen nyeri menggunakan WONG BAKER FACES PAIN SCALE (gambar

wajah tersenyum – cemberut – menangis)

253
1. Indikasi: Digunakan pada pasien 3-7 tahun , pasien dewasa yang tidak kooperatif

, pasien manula, pasien lemah , pasien dengan gangguan konsentrasi, pasien

nyeri hebat, pasien kritis .

2. Instruksi: Perawat menilai intensitas nyeri pasien dengan cara melihat mimik

wajah pasien dan diberi score antara 0-10.

 Asesmen nyeri menggunakan FLACC (Face, Legs, Activity, Cry, Consolability)

1. Indikasi: Digunakan pada pasien anak berusia 6 bulan – 3 tahun.

2. Instruksi: Perawat menilai intensitas nyeri dengan cara melihat mimik wajah,

gerakan kaki, aktivitas, menangis dan berbicara atau bersuara.

 Asesmen nyeri menggunakan Skala Nyeri Menangis ( Cries Pain Scale )

1. Indikasi : digunakanuntukusia 0-6bulan

2. Instruksi : Perawatmenilaiintensitasnyeridengancaramengobservasi

Neonatus terhadap reaksi menangis, kebutuhan O2, peningkatan tanda vital, ekspresi

wajah dan tidur.

 Setelah selesai menentukan score intensitas nyeri ,lanjutkan dengan menentukan tipe

nyeri apakah termasuk nyeri ringan, sedang, atau berat.

 Perawat menanyakan mengenai faktor yang memperberat dan memperingan nyeri

kepada pasien.

 Tanyakan juga mengenai deskripsi nyeri :

a. Lokasi nyeri.

b. Kualitas dan atau penjalaran/penyebaran.

c. Onset, durasi, dan factor pemicu.

d. Riwayat penanganan nyeri sebelumnya dan efektifitasnya.

e. Efek nyeri terhadap aktivitas sehari – hari.

253
f. Obat- obatan yang dikonsumsi pasien.

 Pada pasien dalam pengaruh obat anastesi atau dalam kondisi sedasi sedang, asesmen

dan penanganan nyeri dilakukan saat pasien menunjukkan respon berupa ekspresi

tubuh atau verbal akan rasa nyeri.

 Asesmen ulang nyeri : dilakukan pada pasien yang dirawat lebih dari beberapa jam

dan menunjukkan adanya rasa nyeri, sebagai berikut :

a. Lakukan asesmen nyeri yang komprehensif setiap kali melakukan pemeriksaan

fisik pada pasien.

b. Dilakukan pada : pasien yang mengeluh nyeri, 1 jam setelah tata laksana nyeri,

setiap empat jam (pada pasien yang sadar/bangun), pasien yang menjalani

prosedur menyakitkan, sebelum transfer pasien, dan sebelum pulang dari

rumah sakit.

c. Pada pasien yang mengalami nyeri kardiak (jantung), lakukan asesmen ulang

setiap 5 menit setelah pemberian nitrat atau obat – obat intravena.

d. Pada nyeri akut lakukan asesmen ulang tiap 30 menit – 1 jam setelah

pemberian obat.

Gambar Dan Skala Penilaian Nyeri

A. Gambar Skala Wong Baker Faces

253
0 2 4 6 8 10

Tidak Nyeri Nyeri Yang Nyeri Yang Nyeri Nyeri

Nyeri Ringan Mengganggu Menyusahkan Hebat Sangat

Hebat

0 1 2 3 4 5 6 7

8 9 10

Tidak Nyeri Nyeri Nyeri

Nyeri Ringan Sedang

Berat

253
B. Gambar Lokasi Nyeri

C.Skala Penilaian

1. SkalaNyeri Wong Baker FACES Pain

0 Nyeri tidak dirasakan.

1. Nyeri dirasakan sedikit saja.

2. Nyeri dirasakan hilang timbul.

3. Nyeri dirasakan anak lebih banyak.

4. Nyeri yang dirasakan anak secara keseluruhan.

5. Nyeri sekali dan anak menjadi menangis.

InterpretasiScore :

1. 0 : Tidak ada nyeri

2. 1-3 : Nyeri Ringan ( sedikit mengganggu aktivitas sehari-hari)

3. 4-6 : NyeriSedang (gangguan nyata terhadap aktivitas sehari-hari)

253
4. 7-10 :NyeriBerat (tidak dapat melakukan aktivitas sehari-hari)

2. SkalaNyeri FLACC ( untukusia 6 bulan – 3 tahun )

KATEROGI SCORE

0 1 2

WAJAH Ekspresi wajah Ekspresi wajah, kadangSering meringis,

normal meringis menahan sakitmenggertakkan gigi menahan

sakit

ANGGOTA Posisi anggota Anggota gerak bawah Anggota gerak bawah (lower

GERAK gerak bawah (lower(lower ekstremitas) ekstremitas) menendang –

BAWAH ekstremits) normal kaku, gelisah nendang

(LOWER atau rileks

EXTREMITAS)

AKTIVITAS Berbaring tenang, Gelisah, berguling- Kaku, gerakan abnormal

posisi normal, guling (posisi tubuh melengkung

gerakan normal atau gerakan menyentak)

MENANGIS Tidak menangis Mengerang atau Menangis terus-menerus,

(tenang) merengek, kadang- menjerit, sering kali

kadang mengeluh mengeluh

BICARA ATAU Bicara atau Tenang setelah Sulit ditenangkan dengan

253
BERSUARA bersuara dipegang, dipeluk, kata-kata atau pelukan

normal,sesuai usia digendong atau diajak

bicara

InterpretasiScore :

1. 0 : Rileks dan nyaman

2. 1-3 : Nyeri ringan / Kurang nyaman

3. 4-6 : Nyeri sedang

4. 7-10 : Nyeri berat / tidak nyaman atau kedua – duanya

3. Skala Nyeri Menangis ( Cries Pain Scale ) untuk usia 0- 6 bulan

Menangis

0 : Tidak menangis atau menangis tidak dengan nada tinggi

1 : Menangis dengan nada tinggi namun bayi mudah ditenangkan

2 : Menangis dengan nada tinggi tetapi bayi tidak dapat ditenangkan

Kebutuhan 02 untuk Sa02 > 95 %

0 : Tidak memerlukan oksigen

1 : Oksigen yang diperlukan < 30%

2 : Oksigen yang diperlukan > 30%

253
Peningkatantanda vital (TD dan HR)

0 : Nadi atau tekanan darah tidak berubah atau dibawah nilai normal

1 : Nadi atau tekanan darah meningkat tetapi masih dibawah < 20 %

nilai dasar

2 : Nadi atau tekanan darah meningkat diatas> 20 % nilai dasar

Ekspresi Wajah

0 : Tidak ada ekspresi wajah meringis

1 : Wajah meringis

2 : Wajah meringis dengan bersuara

Tidur

0 : Bayi tidur nyenyak

1 : Bayi sering terbangun

2 : Bayi terus menerus terbangun

TOTAL SCORE

InterpretasiScore :

1. 0 : Rileks dan Nyaman

2. 1 – 3 : Nyeri Ringan / Kurang Nyaman

3. 4 – 6 : Nyeri Sedang

4. 7 – 10 :Nyeri Berat atau Tidak Nyaman atau Kedua-duanya.

B. TATALAKSANA NYERI

253
 Nyeri Ringan

Untuk nyeri ringan dengan interval skala 1-3 yang telah didapatkan melalui hasil

asesmen, dalam pengelolaanya dapat diberikan tekhnik nonfarmakologi, antara

lain pemberian edukasi kepada pasien dan keluarga mengenai hal- hal yang

meliputi, :

- Faktor psikologis yang dapat menjadi penyebab nyeri

- Posisi tubuh sebagai penyebab nyeri

- Diet kalau ada

- Faktor ketakutan pasien

Dan untuk asesmen ulang untuk skala nyeri ini, dilakukan setiap 1x/ shift sampai

skala nyeri 0.

 Nyeri Sedang

Untuk nyeri sedang dengan interval skala 4-6 yang telah didapatkan melalui hasil

asesmen, dalam pengelolaanya dapat diberikan tata laksana non-farmakologi yang

meliputi :

- Melakukan reposisi,mobilisasi yang dapat ditoleransi oleh pasien

- Melakukan relaksasi, seperti tarik napas dalam.

- Distraksi / pengalihan perhatian, misalnya dengan membaca, menonton TV,

mendengar musik, humor,menyalurkan hobi,bermain, dll.

Untuk asesmen ulang nyeri pada skala nyeri sedang dilakukan rutin setiap tiga

jam. Dan tata laksana ini dihentikan ketika pada asesmen telah didapatkan skala

nyeri 0.

 Nyeri Berat

Pada hasil asesmen nyeri yang didapatkan dengan interval skala nyeri 7-10 atau

ketika didapatkan keluhan pasien dengan nyeri hebat, tata laksananya dapat

253
diberikan terapi farmakologi, dengan ketentuan telah melaporkan keluhan dan

hasil asesmen nyeri tersebut kepada dokter yang merawat atau dokter jaga, dimana

protap pemberian terapi farmakologinya telah mendapat kordinasi dari dokter

anastesi.

Dan sebisa mungkin dilakukan penilaian efektivitas pengobatan. Dan pengkajian

ulang terhadap nyeri ini dilakukan setiap satu jam.

253
BAB IV

DOKUMENTASI

Semua pasien dilakukan skrining nyeri dan dicatat dalam rekam medis pasien pada

tempat penilaian nyeri yang disediakan. Pada pasien rawat inap yang memerlukan evaluasi

penanganan nyeri dicatat dalam form instrument intensitas nyeri. Form Instrumen Intensitas

Nyeri dipakai sebagai alat untuk membantu melakukan asesmen intensitas nyeri dan untuk

memantau / evaluasi nyeri pada pasien setelah mendapat penanganan nyeri. Form Instrumen

Intensitas Nyeri bisa dipakai untuk pasien rawat jalan ( poliklinik ) dan pasien rawat inap.

Pada pasien rawat jalan pengisian Form Instrument Intensitas Nyeri cukup sampai kesan

penilaian tipe nyeri ( untuk asesmen nyeri saja ).

3.7 Pelayanan pada tahap terminal

PANDUAN PASIEN TERMINAL

BAB I

DEFINISI

Penyakit Terminal adalah penyakit progresif yang sulit disembuhkan, seperti Kanker

std.akhir, multiple organ failure dll. Penyakit terminal ini dapat dikatakan harapan untuk

253
hidup tipis, tidak ada lagi obat-obatan, tim medis sudah give up (menyerah) dan perjalanan

penyakit menuju kematian.

Kondisi Terminal adalah suatu proses yang progresif menuju kematian, berjalan melalui

suatu tahapan proses penurunan fisik, psikososial dan spiritual bagi individu (Carpenito,

1995). Suatu kondisi dimana seseorang mengalami sakit atau penyakit yang tidak

mempunyai harapan untuk sembuh dan menuju pada proses kematian dalam 6 bulan atau

kurang.

Kematian (death) merupakan kondisi terhentinya pernapasan, nadi, dan tekanan darah

serta hilangnya respons terhadap stimulus eksternal, ditandai dengan terhentinya aktivitas

otak atau terhentinya fungsi jantung dan paru secara menetap.

Perawat memiliki peran untuk memenuhi kebutuhan biologis, sosiologis, psikologis,

dan spiritual klien. Aspek spiritual sangat penting diperhatikan terutama untuk pasien

yang didiagnosa harapan sembuhnya sangat tipis dan mendekati sakaratul maut , karena

pasien terminal seperti yang dikatakan Dadang Hawari (1977) “orang yang mengalami

penyakit terminal dan menjelang sakaratul maut lebih banyak mengalami penyakit

kejiwaan, krisis spiritual,dan krisis kerohanian sehingga pembinaan kerohanian saat klien

menjelang ajal perlu mendapatkan perhatian khusus”. Sehingga pasien terminal biasanya

bereaksi menolak, depresi berat, perasaan marah akibat ketidakberdayaan dan

keputusasaan. Oleh sebab itu, peran perawat sangat dibutuhkan untuk mendampingi pasien

yang dapat meningkatkan semangat hidup klien meskipun harapannya sangat tipis dan

dapat mempersiapkan diri pasien untuk menghadapi kehidupan di dunia ini yang tidak

kekal selamanya.

253
.

BAB II

RUANG LINGKUP

Ruang lingkup panduan pelayanan pasien tahap terminal ini melingkupi pembahasan

asesmen kebutuhan dan masalah yang terjadi pada pasien tahap terminal , tahapan respon

pasien terhadap kondisi terminal, tanda tanda klinis menjelang kematian,dan

penatalaksanaannya.

BAB III

TATA LAKSANA

A. Tujuan Perawatan Pasien Terminal antara lain :

1 Mempertahankan kenyamanan pasien terminal dan bebas dari nyeri.

2. Membuat hari-hari akhir pasien sebaik mungkin untuk pasien maupun keluarga

dengan sedikit mungkin penderitaan.

3. Membantu pasien meninggal dengan damai

4. Memberikan kenyamanan bagi keluarga.

B. Masalah yang berkaitan dengan pasien terminal

1. Problem fisik, berkaitan dengan kondisi /penyakit terminalnya : nyeri, perubahan

berbagai fungsi sistem tubuh, perubahan tampilan fisik

2. Problem psikologis, Ketidakberdayaan , kehilangan kontrol, ketergantungan,

kehilangan diri dan harapan.

3. Problem sosial, isolasi dan keterasingan, perpisahan

4. Problem spiritual, faith ,hope, fear of unknown

253
5. Ketidaksesuaian, antara kebutuhan dan harapan dengan perlakuan yang didapat

C. Tahapan Respon Klien terhadap Dying Process/ Proses Terminal

( Kubler – Ross,1969 )

1. Respon penolakan

Respon dimana klien tidak percaya atau menolak terhadap apa yang dihadapi/ sedang

terjadi. Yang bersangkutan tidak siap terhadap kondisi yang dihadapi dan

dampaknya. Denial berfungsi sebagai buffer setelah mendengar sesuatu yang tidak

diharapkan. Ini memungkinkan bagi pasien untuk membenahi diri.

2. Respon marah

Fase marah terjadi saat tidak lagi bisa dipertahankan. Rasa kemarahan ini sering

sulit dipahami oleh keluarga/orang terdekat oleh karena dapat terpicu oleh hal-hal

yang secara normal tidak menimbulkan kemarahan. Rasa marah ini sering terjadi

karena rasa tidak berdaya ,bisa terjadi kapan saja dan kepada siapa saja tetapi

umumnya terarah kepada orang-orang yang secara emosional punya kedekatan

hubungan

3. Respon tawar – menawar dengan Tuhan

Klien mencoba untuk melakukan tawar menawar dengan Tuhan agar terhindar dari

kehilangan yang akan terjadi, ini bisa dilakukan dalam diam atau dinyatakan secara

terbuka. Secara psikologis tawar - menawar dilakukan untuk memperbaiki kesalahan

atau dosa masa lalu

4. Depression – kesedihan mendalam

Rasa kesedihan yang mendalam sebagai akibat kehilangan ( past loss & impending

loss ), ekspresi kesedihan ini – verbal/non verbal merupakan persiapan terhadap

kehilangan/perpisahan abadi dengan apapun dan siapapun.

253
5. Acceptance – menerima

Pada tahap menerima ini, klien memahami dan menerima keadaannya, yang

bersangkutan mulai kehilangan interest dengan lingkungannya, dapat menemukan

kedamaian dengan kondisinya, dan beristirahat untuk menyiapkan dan memulai

perjalanan panjang.

Pada fase ini terjadi proses penerimaan secara sadar oleh klien dan keluarga tentang

kondisi yang terjadi dan hal-hal yang akan terjadi yaitu kematian. Fase ini sangat

membantu apabila kien dapat menyatakan reaksi-reaksinya atau rencana-rencana

yang terbaik bagi dirinya menjelang ajal. Misalnya: ingin bertemu dengan keluarga

terdekat, menulis surat wasiat.

D. Tanda-tanda Klinis Menjelang Kematian

Kehilangan Tonus Otot, ditandai:

a. Relaksasi otot muka sehingga dagu menjadi turun.

b. Kesulitan dalam berbicara, proses menelan dan hilangnya reflek menelan.

c. Penurunan kegiatan traktus gastrointestinal, ditandai: nausea, muntah, perut

kembung, obstipasi, dsb

d. Penurunan kontrol spinkter urinari dan rectal.

e. Gerakan tubuh yang terbatas.

Kelambatan dalam Sirkulasi, ditandai:

a. Kemunduran dalam sensasi.

b. Cyanosis pada daerah ekstremitas.

c. Kulit dingin, pertama kali pada daerah kaki, kemudian tangan, telinga dan hidung.

Perubahan-perubahan dalam tanda-tanda vital :

a. Nadi lambat dan lemah.

b. Tekanan darah turun.

253
c. Pernafasan cepat, dangkal dan tidak teratur.

Gangguan Sensoris:

a. Penglihatan kabur.

b. Gangguan penciuman dan perabaan.

Tanda-tanda Klinis Saat Meninggal

1) Pupil mata melebar.

2) Tidak mampu untuk bergerak.

3) Kehilangan reflek.

4) Nadi cepat dan kecil.

5) Pernafasan cheyne-stoke dan ngorok.

6) Tekanan darah sangat rendah.

7) Mata dapat tertutup atau agak terbuka.

E. Tanda-tanda Meninggal secara klinis

Secara tradisional, tanda-tanda klinis kematian dapat dilihat melalui perubahan-perubahan

nadi, respirasi dan tekanan darah. Pada tahun 1968, World Medical Assembly, menetapkan

beberapa petunjuk tentang indikasi kematian, yaitu:

a. Tidak ada respon terhadap rangsangan dari luar secara total.

b. Tidak adanya gerak dari otot, khususnya pernafasan.

c. Tidak ada reflek.

d. Gambaran mendatar pada EKG.

F. Tindakan pada pasien tahap terminal atau menjelang kematian :

1. A (airways) : memastikan bahwa jalan nafas pasien paten

 Posisi head tilt chin lift

 Pasang oropharyngeal tube

253
 Pasang nasopharyngeal tube

 Pasang endotracheal tube

2. B (breating) : memastikan bahwa dada bisa mengembang simetris dan adekuat.

 Pemberian oksigen lewat selang maupun masker

 Memberikan nafas bantuan bila apneu

3. C (circulation) : memastikan bahwa sirkulasi cukup, akral hangat, produksi urine

cukup.

 Pemberian cairan infus

 Pemberian obat-obatan jantung

 Pemberian obat-obatan vasokontrictor

 Pemantauan produksi urine lewat kateter urine

F. Macam Tingkat Kesadaran/Pengertian Pasien dan Keluarganya Terhadap

Kematian.

Strause et all (1970), membagi kesadaran ini dalam 3 type:

a. Closed Awareness/Kesadaran Tertutup/Tidak Mengerti

Dalam hal ini klien dan keluarga tidak menyadari datangnya kematian, tidak tahu

mengapa sakit dan percaya akan sembuh.

Pada situasi seperti ini, dokter biasanya memilih untuk tidak memberitahukan tentang

diagnosa dan prognosa kepada pasien dan keluarganya. Tetapi bagi perawat hal ini

sangat menyulitkan karena kontak perawat lebih dekat dan sering kepada pasien dan

keluarganya. Perawat sering kalut dihadapkan dengan pertanyaan-pertanyaan langsung,

kapan sembuh, kapan pulang, dsb.

b. Mutual Pretense/Kesadaran/Pengertian yang Ditutupi.

253
Dalam hal ini klien,keluarga,team kesehatan tahu bahwa kondisinya terminal tetapi

merasa tidak nyaman untuk dan menghindari membicarakan kondisi yang dihadapi

klien. Ini berat bagi klien karena tdk dapat mengekspresikan ketakutannya

Pada fase ini memberikan kesempatan kepada pasien untuk menentukan segala sesuatu

yang bersifat pribadi walaupun merupakan beban yang berat baginya.

c. Open Awareness/Sadar akan keadaan dan Terbuka

Pada kondisi ini klien dan orang disekitarnya tahu bahwa ia berada diambang kematian

sehingga tidak ada kesulitan untuk membicarakannya. Pada tahap ini klien dapat

dilibatkan untuk proses intervensi keperawatan .

Pada situasi ini, klien dan orang-orang disekitarnya mengetahui akan adanya ajal yang

menjelang dan menerima untuk mendiskusikannya, walaupun dirasakan getir. Keadaan

ini memberikan kesempatan kepada pasien untuk berpartisipasi dalam merencanakan

saat-saat akhirnya, tetapi tidak semua orang dapat melaksanaan hal tersebut.

G. Hak-Hak Pasien Terminal

Dalam memberikan pelayanan kita harus memperhatikan hak-hak pasien a,l :

a.Hak diperlakukan sebagaimana manusia yang hidup sampai ajal tiba.

b.Hak mempertahankan harapannya, tidak peduli apapun perubahan yang terjadi.

c.Hak mendapatkan perawatan yang dapat mempertahankan harapannya, apapun

yang terjadi.

d.Hak mengekspresikan perasaan dan emosinya sehubungan dengan kematian yang

sedang dihadapinya.

e. Hak berpartisipasi dalam pengambilan keputusan berkaitan dengan perawatan.

f. Hak memperoleh perhatian dalam pengobatan dan perawatan secara

berkesinambungan, walaupun tujuan penyembuhannya harus diubah menjadi

253
tujuan memberikan rasa nyaman.

g. Hak untuk tidak meninggal dalam kesendirian

h. Hak untuk bebas dari rasa sakit

i. Hak untuk memperoleh jawaban atas pertanyaannya secara jujur

j. Hak untuk memperoleh bantuan dari perawat atau medis untuk keluarga yang

ditinggalkan agar dapat menerima kematiannya

k. Hak untuk meninggal dalam damai dan bermartabat

l. Hak untuk tetap dalam kepercayaan atau agamanya dan tidak diambil keputusan

yang bertentangan dengan kepercayaan yang dianut

m. Hak untuk memperdalam dan meningkatkan kepercayaannya, apapun artinya bagi

orang lain

n. Hak untuk mengharapkan bahwa kesucian raga manusia akan dihormati setelah

yang bersangkutan meninggal

o. Hak untuk mendapatkan perawatan dari orang yang profesional, yang dapat

mengerti kebutuhan dan kepuasan dalam menghadapi kematian

H. Intervensi Keperawatan Pada Respon Pasien

1) Tahap Penolakan.

Beri dukungan pada fase awal karena ini berfungsi protektif dan memberi waktu bagi

klien untuk melihat kebenaran. Bantu untuk melihat kebenaran dengan konfirmasi

kondisi antara lain melalui second opinion

2) Tahap Marah.

Bantu klien untuk memahami bahwa marah adalah respon normal akan kehilangan

dan ketidakberdayaan..siapkan bantuan berkesinambungan agar klien merasa aman

3) Tahap Tawar-menawar dengan Tuhan.

253
Asah kepekaan perawat bila fase tawar menawar ini dilakukan secara diam-diam..

Bargaining sering dilakukan klien karena rasa bersalah atau ketakutan terhadap

bayang-bayang dosa masa lalu. Bantu agar klien mampu mengekspresikan apa yang

dirasakan apabila perlu refer ke pemuka agama untuk pendampingan

4) Tahap Depresi.

Klien perlu untuk merasa sedih dan beri kesempatan untuk mengekspresikan

kesedihannya. Perawat hadir sebagai pendamping dan pendengar

5) Tahap Menerima.

Klien merasa damai dan tenang dampingi klien untuk mempertahankan rasa berguna

(self worth) berdayakan pasien untuk melakukan segala sesuatu yang masih mampu

dilakukan dengan pendampingan fasilitasi untuk menyiapkan perpisahan abadi.

I. Penanganan nyeri pasien terminal

Pada pasien yang berada pada tahap akhir penyakit, penting untuk mengingat bahwa

salah satu tujuan utama perawatan adalah menghilangkan atau meredakan penderitaan.

Pedoman berikut akan membantu :

1) Selalu percaya apa yang pasien katakan tentang nyeri mereka. Jangan pernah

membuat keputusan anda sendiri tentang seberapa nyeri yang mereka rasakan.

2) Banyak pasien takut bahwa mereka akan meninggal dalam penderitaan yang

dalam. Bersikap baik ketika orang mengekspresikan atau menunjukkan rasa

takut. Tenangkan mereka dan beritahu mereka bahwa anda dapat merawat nyeri

tersebut dan bahwa mereka tidak perlu merasa takut.

3) Berikan dosis medikasi nyeri yang memberikan pengendalian nyeri paling besar

dengan efek samping paling kecil.

253
4) Berikan pereda obat nyeri sepanjang siang dan malam hari (dua puluh empat

jam) untuk meyakinkan bahwa pasien mendapatkan peredaan nyeri yang cukup.

5) Obat nyeri paling baik untuk pasien menjelang ajal adalah morfin. Dosis morfin

dapat ditingkatkan sesuai dengan meningkatnya toleransi pasien dan menurunnya

efektivitas obat.

6) Memberikan beberapa obat secara bersamaan (dalam kombinasi) akan

meningkatkan efektifitas obat. misalnya obat anti-inflamasi non-steroid

meningkatkan keefektifan opioid seperti morfin.

7) Gunakan rute paling sederhana untuk memberikan obat, berikan peroral selama

pasien dapat menelan. Jika pasien tidak dapat menelan, bolus opioid berulang

dapat diberikan di bawah kulit (rute subkutan).

8) Gunakan cara lain untuk mengendalikan nyeri, termasuk masase, musik, dan

memposisikan pasien dengan nyaman. Kadang bantalan panas atau botol air

panas berguna untuk mengatasi nyeri.

9) Prediksi terhadap medikasi tidak pernah menjadi masalah penting untuk

pasien menjelang ajal.

10) Penurunan pernapasan (depresi pernapasan) tidak penting untuk pasien

menjelang ajal.

J. Pertahankan Kenyamanan Pasien

1) Pasien mungkin menderita ketidaknyamanan lain, sebagian karena medikasi

nyeri.

2) Bila pasien konstipasi, Laksatif mungkin membantu. Juga dorong pasien untuk

meminum jus buah.

3) Sebanyak mungkin, beri pasien diet tinggi kalori dan tinggi vitamin. Jangan

253
paksa pasien untuk makan. Pasien harus makan hanya makanan yang dia ingin

makan.

4) Dorong pasien untuk minum cairan.

5) Pertahankan pasien bersih; mandikan dengan sering, beri perawatan mulut bila

mulut kering, dan bersihkan kelopak mata bila ada sekresi.

6) Bantu pasien turun dari tempat tidur dan duduk di kursi bila Ia mampu. Jika

tidak, ganti posisi setiap dua jam dan coba untuk mempertahankan pasien dalam posisi

apapun yang paling nyaman.

7) Jika pasien mengalami kesulitan bernapas, Bantu ia duduk.

8) Jika jalan napas tersumbat, Anda mungkin perlu melakukan penghisapan pada

tenggorokan pasien.

9) Jika pasien merasakan napas pendek atau kekurangan udara, berikan oksigen.

10) Bahkan ketika pasien hampir meninggal, mereka dapat mendengar, sehingga

jangan berbicara dengan berbisik, tapi bicaralah dengan jelas. Pasien juga masih

merasakan sentuhan anda.

K. Membantu Pasien Meninggal Dengan Damai

Penting untuk menanyakan kepada pasien dan keluarga apakah pasien ingin tinggal di

rumah sakit atau pulang untuk hari terakhirnya. Kadang keluarga tidak dapat merawat

pasien di rumah, tetapi itu merupakan pilihan. Bila pasien ingin pulang, ajarkan keluarga

bagaimana merawat pasien. Terutama, tunjukkan pada keluarga cara memberikan obat

untuk nyeri. Yakinkan bahwa mereka memahami bahwa sangat penting memberikan obat

dalam dosis dan waktu yang tepat. Juga jelaskan pada mereka bagaimana membuat

pasien nyaman, seperti disebutkan di atas.

1) Bila pasien tinggal di rumah sakit, cobalah sebanyak mungkin untuk melakukan

253
apa yang diinginkan pasien dan keluarga. Penting untuk memberikan kenyamanan

fisik. Juga penting untuk membuat pasien merasa aman sampai tenang terhadap

rasa takut, dan memberi pasien harapan.

2) Buat pasien merasa aman dan terlindungi dengan menunjukkan bahwa ia akan

dirawat, dan tidak akan ditinggalkan sendiri.

3) Tenangkan rasa takut dengan meyakinkan pasien bahwa ia akan dirawat, dan tidak

akan ditinggalkan sendiri.

4) Berikan harapan, jangan memberikan keyakinan palsu. Berikan target yang lebih

kecil. Bicara tentang kebaikan di masa yang akan datang, atau mengingatkan

bahwa anak-anaknya akan segera berkunjung.

5) Bila pasien memiliki urusan yang belum selesai, berikan bantuan apa yang ia

lakukan. Pasien mungkin perlu bantuan dalam mengatur anak-anak atau

rumahnya.

6) Berikan perawatan spiritual bila pasien menginginkan, atau berbicara kepada

keluarga untuk memanggil rohaniawan berkunjung.

7) Lebih dari semua itu, hargai keputusan pasien. Terima perasaan pasien, bila ia tidak

ingin makan, atau turun dari tempat tidur, atau membalikkan badan di

tempat tidur, terima hal ini. Dengarkan dan biarkan pasien bicara tentang

bagaimana perasaannya. Bila pasien atau keluarga marah, coba untuk

menerimanya.

8) Permudah bagi keluarga untuk tinggal dengan pasien sebanyak mungkin yang

mereka inginkan. Tunjukkan pada mereka bagaimana merawat pasien dan

mempertahankan pasien tetap nyaman dan bersih.

9) Pertahankan keluarga untuk mendapatkan informasi tentang bagaimana perasaan

pasien. Ketika kematian mendekat, biarkan mereka mengetahui, sehingga mereka

253
dapat bersama pasien pada saat kematian bila mereka menginginkan.

10) Tempatkan keluarga dan pasien menjelang kematian di kamar tersendiri ( 1

orang ) dengan persetujuan keluarga agar keluarga bisa bersama pasien selama

mungkin dan pasien bisa meninggal dengan tenang dan damai.

L. Pencegahan Kesepian dan Isolasi

Untuk mencegah kesepian dan penyimpangan sensori, perawat mengintervensi untuk

meningkatkan kualitas lingkungan. Klien menjelang ajal tidak harus secara rutin

ditempatkan dalam ruang tersendiri di lokasi yang sangat jauh. Klien merasakan

keterlibatan ketika dirawat bersama dan memperhatikan aktivitas perawat. Klien

menjelang ajal dapat merasa sangat kesepian terutama pada malam hari dan mungkin

merasa lebih aman jika seseorang tetap menemaninya di samping tempat tidur. Perawat

harus mengetahui cara menghubungi anggota keluarga jika kunjungan diperlukan atau

kondisi klien memburuk. Klien harus ditemani oleh seseorang ketika terjadi kematian.

Perawat tidak boleh merasa bersalah jika tidak dapat selalu memberikan dukungan ini.

Perawat harus mencoba untuk berada bersama klien menjelang kematian ketika diperlukan

dan memperlihatkan perhatian dan keharuan.

M. Peningkatan Ketenangan Spiritual.

Memberikan ketenangan spiritual mempunyai arti lebih besar dari sekedar kunjungan

rohaniawan. Perawat dapat memberi dukungan kepada klien dalam mengekspresikan

filosofi kehidupan. Ketika kematian mendekat, klien sering mencari ketenangan dengan

menganalisis nilai dan keyakinan yang berhubungan dengan hidup dan mati. Perawat dan

keluarga dapat membantu klien dengan mendengarkan dan mendorong klien untuk

253
mengekspresikan tentang nilai dan keyakinan. Perawat dan keluarga dapat memberikan

ketenangan spiritual dengan menggunakan ketrampilan komunikasi, mengekspresikan

simpati, berdoa dengan klien, membaca literatur yang memberi inspirasi, dan memainkan

musik.

N. Dukungan untuk Keluarga yang Berduka

Anggota keluarga harus didukung melewati waktu menjelang ajal dan kematian dari orang

yang mereka cintai dan, waktu yang bersamaan, siap sedia untuk memberikan dukungan.

Perawat harus mengenali nilai anggota keluarga sebagai sumber dan membantu mereka

untuk tetap berada dengan klien menjelang ajal.

O. Perawatan Setelah Kematian.

1) Bila keluarga ada pada saat kematian, biarkan mereka tinggal bersama pasien

setelah kematian untuk mengucapkan perpisahan.

2) Jika keluarga tidak ada, tetapi ingin melihat jenazah setelah kematian, buat

jenazah terlihat sealamiah mungkin. Buat lingkungan bersih. Penting untuk

melakukan ini dengan segera, karena mayat akan mulai kaku (rigor mortis) kira-kira

dua sampai empat jam setelah kematian.

3) Tempatkan jenazah dalam posisi datar, lengan pada sisi tubuh. Tempatkan bantal atau

gulungan handuk di bawah kepala sehingga darah tidak mengubah warna wajah.

Tutup kelopak mata selama beberapa detik sehingga mata tetap menutup. Tutup mulut.

Bersihkan daerah yang kotor. Singkirkan semua peralatan dan bahan yang dipakai dari

tempat tidur.

4) Tenangkan keluarga dan biarkan mereka berduka.

253
BAB IV

DOKUMENTASI

Pemberian informasi dan edukasi oleh DPJP dan perawat tentang penyakit tahap

terminal dicatat dalam form catatan terintegrasi.

BAB IV

DOKUMENTASI

1. SPO pelayanan

2. Form CPPT

3. Form pelayanan darah

4. Inform Consent

5. Panduan pelayana

253

Anda mungkin juga menyukai