Anda di halaman 1dari 26

PANDUAN

MANAJEMEN NYERI

RUMAH SAKIT UMUM BANYUMANIK 2

SEMARANG
2021
KATA PENGANTAR

Undang-Undang RI No. 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit pasal 9 menyebutkan bahwa
Rumah Sakit Umum Banyumanik 2 Semarang berkewajiban untuk memenuhi hak pasien dan
mengedepankan patient satisfaction. Oleh sebab itu disusunlah buku Panduan Manajemen Nyeri
yang bertujuan mengevaluasi data pasien baik subyektif maupun obyektif secara seragam di
rumah sakit dalam penanganan nyeri.

Panduan Manajemen Nyeri ini adalah prosedur rumah sakit dalam mengevaluasi nyeri
pasien dengan standar baku yang telah ditetapkan oleh manajemen rumah sakit, dimana prosedur
ini harus dipatuhi oleh semua instalasi/unit pelayanan di lingkungan Rumah Sakit Umum
Banyumanik 2 Semarang. Panduan ini bertujuan meningkatkan kepuasan pasien serta
meningkatkan mutu pelayanan dan menangani nyeri yang dialami pasien.

Akhir kata semoga buku ini dapat digunakan sebagaimana mestinya, sehingga bermanfaat
bagi seluruh tenaga medis, perawat, dalam memberikan pelayanan penanganan nyeri yang aman
dan bermutu menuju kepuasan pasien. Kritik dan saran untuk perbaikan buku panduan ini akan
menambah kesempurnaan penyusunan panduan dimasa mendatang.

Semarang, 31 Desember 2018

Editor

PANDUAN MANAJEMEN NYERI ii


SAMBUTAN DIREKTUR

Assalamu’alaikum Wr. Wb.

Rumah Sakit Umum Banyumanik 2 Semarang merupakan rumah sakit rujukan tipe D,
rumah sakit non pendidikan selalu menjaga dan meningkatkan mutu pelayanan. Oleh karenanya
kita sambut dengan hangat penerbitan buku Panduan Manajemen Nyeri tahun 2021.

Proses penyempurnaan buku Panduan Manajemen Nyeri ini terus menerus dilakukan,
sehingga dapat memenuhi kebutuhan dalam proses asesmen nyeri terkini. Panduan ini menjadi
pegangan bagi seluruh tenaga medis, perawat, yang bertugas memberikan pelayanan nyeri di
Rumah Sakit Umum Banyumanik 2 Semarang.

Semoga buku Panduan Manajemen Nyeri ini bermanfaat dan digunakan dengan baik,
sehingga dapat meningkatkan mutu pelayanan, meningkatkan keselamatan pasien serta
meningkatkan kepuasan pasien terutama dalam pengelolaan nyeri.

Penghargaan kami berikan kepada editor yang telah menyelesaian penyusunan buku ini
dengan sebaik-baiknya.

Wasalamu’alaikum Wr. Wb.

Semarang : 31 Desember 2018


Rumah Sakit Umum Banyumanik 2
Semarang
Direktur,

Drg. Endang Nuriyati


NIK. 2020.01
DAFTAR ISI

Kata Pengantar ........................................................................................................................... i


Sambutan Direktur ..................................................................................................................... ii
Daftar Isi ................................................................................................................................. iii
BAB I Pendahuluan ............................................................................................................ 1
A. Latar Belakang ................................................................................................. 1
B. Defenisi ............................................................................................................ 1
C. Pengkajian Nyeri ............................................................................................. 1
1. Skala intensitas nyeri numerik..................................................................... 2
2. Skala intensitas nyeri FLACC..................................................................... 3
3. Skala intensitas nyeri wong baker............................................................... 3
D. Pemeriksaan Fisik ............................................................................................ 4
E. Manajemen Nyeri Akut ................................................................................... 6
F. Manajemen Nyeri Kronik ................................................................................ 7
BAB II Ruang Lingkup ....................................................................................................... 10
BAB III Tata Laksana ........................................................................................................... 11
A. Tujuan Penatalaksanaan Nyeri ........................................................................ 11
B. Strategi Terapi ................................................................................................. 11
1. Nyeri sedang................................................................................................ 11
2. Nyeri sedang ............................................................................................... 13
3. Nyeri berat................................................................................................... 14
C. Alur Tatalaksana Nyeri .................................................................................... 16
D. Tatalaksana Nyeri Ulang ................................................................................. 16
E. Komunikasi dan edukasi Pasien ...................................................................... 17
F. Bagan Alur Tatalaksana Nyeri ......................................................................... 22
G. Lampiran........................................................................................................... 23

PANDUAN MANAJEMEN NYERI iii


BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Nyeri merupakan suatu kondisi yang lebih dari sekedar sensasi tunggal yang
disebabkan oleh stimulus tertentu. Nyeri bersifat subyektif dan sangat besifat individual.
Stimulus nyeri dapat berupa stimulus yang bersifat fisik dan/atau mental, sedangkan
kerusakan dapat terjadi pada jaringan actual atau pada fungsi ego seorang individu
(Mahon, 1994). Setiap individu pernah mengalami nyeri dalam tingkat tertentu, dan setiap
individu juga memilki cara masing-masing utuk mengatasi rasa nyeri yang dirasakan. Oleh
karena itu, sering kali nyeri menganggu hubungan personal mempengaruhi makna
kehidupan klien dalam berinteraksi baik di lingkungan kerja dan sosial. Apabila seseorang
merasakan nyeri maka perilakunya akan berubah. Hal ini dipengaruhi oleh faktor-faktor
seperti usia, jenis kelamin, persepsi dan kebudayaan yang berbeda-beda.
Perawat sebagai tenaga yang profesional mempunyai kesempatan paling besar untuk
memberikan pelayanan kesehatan khususnya asuhan keperawatan yang komprehensif
dengan membantu pasien memenuhi kebutuhan dasar dan holistic. Untuk menjalankan
perannya dengan baik, perawat perlu memiliki keterampilan dalam mengklarifikasi nilai,
konseling dan komunikasi.

B. Definisi
1. Nyeri adalah sensori subyektif dan emosional yang tidak menyenangkan yang didapat
terkait dengan kerusakan jaringan aktual maupun potensial, atau menggambarkan
kondisi terjadinya kerusakan.
2. Komunikasi terapeutik adalah komunikasi yang direncanakan dan dilakukan bertujuan
untuk membantu penyembuhan atau pemulihan pasien.

C. Pengkajian Nyeri
1. Riwayat Nyeri
Dalam hal ini perawat membiarkan klien untuk menjelaskan rasa nyeri dan situasinya
dengan menggunakan bahasa klien sendiri. Data yang harus dikumpulkan dalam
riwayat nyeri komprehensif meliputi:
a. Lokasi
Pengkajian lokasi nyeri mencakup 2 dimensi:
1) tingkat nyeri, nyeri dalam atau superficial dan
2) posisi atau lokasi nyeri.

PANDUAN MANAJEMEN NYERI 1


Nyeri dapat pula dijelaskan menjadi empat kategori, yang berhubungan dengan
lokasi :
1) nyeri terlokasir adalah nyeri dapat jelas terlihat pada awal rasanya.
2) nyeri terproyeksi adalah nyeri sepanjang saraf atau serabut saraf spesifik.
3) nyeri radiasi adalah penyebaran area asal yang tidak dapat dilokalisir.
4) reffered pain (nyeri alih) adalah nyeri dipresepsikan pada area yang jauh
dari area rangsang nyeri.
b. Intensitas Nyeri
Beberapa factor yang mempengaruhi nyeri:
1) distraksi atau konsentrasi dari klien pada suatu kejadian,
2) status kesadaran pasien,
3) harapan pasien.
Nyeri dapat berupa: ringan, sedang, berat atau tak tertahankan. Penggunaan skala
intensitas nyeri adalah rasa nyeri klien. Sebagian besar skala menggunakan
rentang 0-10 dengan mengidentifikasikan 0 itu tidak nyeri dan nomor tertinggi itu
kemungkinan nyeri hebat bagi klien.

c. Pengukuran Intensitas Nyeri


a) Skala Intensitas Nyeri Numerik scale:
 Indikasi : digunakan pada pasien dewasa dan anak berusia > 3 tahun dapat
menggunakan angka untuk melambangkan intensitas nyeri yang
dirasakannya.
 Instruksi : pasien akan ditanya mengenai intensitas nyeri yang
dirasakan dan dilambangkan dengan angka antara 0 – 10.

 0 = Tidak nyeri

 13 = Nyeri ringan

 46 = Nyeri sedang


 7–9 = Nyeri berat terkontrol
 10 = Nyeri berat tidak terkontrol

PANDUAN MANAJEMEN NYERI 2


b) Skala intensitas Nyeri FLACC ( face,legs, activity, cray, consolability )
Indikasi : untuk bayi dan pasien tidak sadar

Pengkajian 0 1 2 Nilai
Wajah Tersenyum Terkadang Sering
tidak ada meringis/menarik menggetarkan dagu
ekspresi khusus diri dan mengatupkan
rahang.

Kaki Gerakan Tidak tenang/ Kaki dibuat


normal/ tegang menendang/
relaksasi menarik diri

Aktifitas Tidur posisi Gerakan Melengkungkan


normal, mudah menggeliat punggung/
bergerak berguling-guling kaku/menghentak

Menangis Tdk menangis Mengerang Menangis terus


(bangun/tidur) merengek rengek menerus, terisak,
menjerit

Bersuara Bersuara Tenang bila Sulit untuk


normal/tenang dipeluk, menenangkan
digendong/diajak
bicara

Jumlah Skor :
Skala : 0 = nyaman 4-6 = nyeri sedang
= Nyeri Sedang
1 – 3 = kurang nyaman 7 - 10 = nyeri berat
Nyeri berat

Face, legs, activity, cry, consolability (FLACC)


 Skala 0 : Tidak Nyeri
 Skala 1 – 3 : kurang nyaman / nyeri ringan
 Skala 4 – 6 : Nyeri Sedang
 Skala 7 – 10 : Nyeri Berat

c) Skala intensitas Nyeri Wong Baker :


 Indikasi : Pada pasien (dewasa dan anak > 3 tahun) yang tidak
dapat menggambarkan intensitas nyerinya dengan angka.
 Instruksi: pasien diminta untuk menunjuk/memilih gambar mana yang paling
sesuai dengan yang ia rasakan. Tanyakan juga lokasi dan durasi nyeri.

0 2 4 6 8 10

PANDUAN MANAJEMEN NYERI 3


 0–1 : Sangat bahagia karena tidak merasa nyeri sama sekali
 2–3 : Sedikit nyeri
 4–5 : Cukup nyeri
 6–7 : Lumayan nyeri
 8–9 : Sangat nyeri
 10 : Amat sangat nyeri (tak tertahankan)

2. Observasi langsung terhadap pasien respons perilaku dan psikologis klien.Tujuan dari
pengkajian adalah mendapatkan pemahaman objektif dari pengalaman yang subyektif.

D. Pemeriksaan Fisik
1. Pemeriksaan Umum
a. Tanda vital: tekanan darah, nadi, pernapasan, suhu tubuh
b. Ukurlah berat badan dan tinggi badan pasien
c. Periksa apakah terdapat lesi/luka di kulit seperti jaringan parut akibat operasi,
hiperpigmentasi, ulserasi, tanda bekas jarum suntik.
d. Perhatikan juga adanya ketidaksegarisan tulang (malalignment), atrofi
otot fasikulasi, diskolorasi dan edema.
2. Status Mental
a. Nilai orientasi pasien
b. Nilai kemampuan mengingat jangka panjang, pendek, dan segera.
c. Nilai kemampuan kognitif
d. Nilai kondisi emosional pasien, termasuk gejala-gejala depresi, tidak ada harapan,
atau cemas.

3. Pemeriksaan Sendi
a. Selalu periksa kedua sisi untuk menilai kesimetrisan
b. Nilai dan catat pergerakan aktif semua sendi, perhatikan adanya keterbatasan gerak,
diskinesis raut wajah meringis atau simetris 
c. Nilai dan catat pergerakan pasif dari sendi yang terlihat normal/dikeluhkan oleh
pasien (saat menilai pergerakan aktif). Perhatikan adanya limitasi gerak, raut
wajah meringis atau asimetris
d. Palpasi setiap sendi untuk menilai adanya nyeri
e. Pemeriksaan stabilitas sendi untuk mengidentifikasi adanya cedera ligamen.

PANDUAN MANAJEMEN NYERI 4


4. Pemeriksaan Motorik
Nilai  dan  catat  kekuatan motorik  pasien  dengan menggunakan kriteria di bawah ini.
Derajat Definisi
5 Tidak terdapat keterbatasan gerak, mampu melawan tahanan kuat
4 Mampu melawan tahanan ringan
3 Mampu bergerak melawan gravitasi
2 Mampu bergerak/bergeser ke kiri dan kanan tetapi tidak mampu
melawan gravitasi
1 Terdapat kontraksi otot (inspeksi/palpasi), tidak menghasilkan pergerakan
0 Tidak terdapat kontraksi otot

5. Pemeriksaan Sensorik
Lakukan pemeriksaan: sentuhan ringan, nyeri (tusukan jarum pin prick), getaran dan
suhu.

6. Pemeriksaan Neurologis Lainnya


a. Evaluasi nervus kranial I – XII, terutama jika pasien mengeluh nyeri wajah atau
sevikal dan sakit kepala
b. Periksa refleks otot, nilai adanya asimetris dan klonus.Untuk mencetuskan klonus
membutuhkan kontraksi > 4 otot.
Refleks Segmen spinal
Biseps C5
Brakioradialis C6
Triseps C7
Tendon patella L4
Hamstring medial L5
Achilles S1
c. Nilai adanya refleks Babinski dan Hoffman (hasil positif menunjukkan lesi
upper  motor  neuron)

7. Pemeriksaan Sensorik (Radiologi)


a. Indikasi
1) Pasien nyeri dengan kecurigaan penyakit degeneratif tulang belakang
2) Pasien dengan kecurigaan adanya neoplasma, infeksi tulang belakang
penyakit, nflamatorik, dan penyakit vascular.

PANDUAN MANAJEMEN NYERI 5


3) Pasien dengan defisit neurologis motorik, kolon, kandung kemih, atau
ereksi

4) Pasien dengan riwayat pembedahan tulang belakang
5) Gejala nyeri yang menetap > 4 minggu
b. Pemilihan Pemeriksaan Radiologi : bergantung pada lokasi dan karakteristik nyeri
1) Foto polos: untuk skrining inisial pada tulang belakang (fraktur,ketidak
segarisan, vertebra, spondilolistesis, spondiliosis, neoplasma).
2) MRI: gold standard dalam mengevaluasi tulang belakang
(herniasi diskus, stenosis spinal, osteomyelitis, infeksi ruang diskus,
keganasan, kompresi tulang belakang, infeksi).
3) CT-scan: evaluasi trauma tulang belakang, herniasi diskus, stenosis spinal
4) Radionuklida bone-scan: sangat bagus dalam mendeteksi perubahan
metabolisme tulang (mendeteksi osteomyelitia dini, fraktur kompresi yang
kecil/minimal, keganasan primer, metastasis tulang).

E. Manajemen Nyeri Akut


1. Nyeri akut merupakan nyeri yang terjadi < 6 minggu.
2. Lakukan asesmen nyeri: mulai dari anamnesis hingga pemeriksaan penunjang.
3. Tentukan mekanisme nyeri:
a. Nyeri Somatik
1) Diakibatkan adanya kerusakan jaringan yang menyebabkan
pelepasan zat kima dari sel yang cedera dan memediasi
inflamasi dan nyeri melalui nosiseptor kulit.
2) Karakteristik :  onset  cepat, terlokalisasi  dengan  baik, dan  nyeri bersifat tajam
menusuk, atau seperti ditikam
Contoh: nyeri akibat laserasi, sprain, fraktur, dislokasi.
b. Nyeri Viscelar
1) Nosiseptor visceral lebih setikit dibandingkan somatic,
sehingga jika terstimulasi akan menimbulkan nyeri yang kurang
bisa  dilokalisasi, bersifat difus, tumpul, seperti  ditekan benda berat.
2) Penyebab: iskemi/nekrosis, inflamasi, peregangan ligament, spasme otot
polos, distensi organ berongga/lumen
3) Biasanya disertai dengan gejala otonom, seperti mual, muntah, hipotensi,
bradikardi, berkering
c. Nyeri Neuropatik
1) Berasal dari cedera jaringan saraf

PANDUAN MANAJEMEN NYERI 6


2) Sifat nyeri: rasa terbakar, nyeri menjalar, kesemutan, alodinia (nyeri saat
disentuh) hiperalgesia.
3) Gejala nyeri biasanya dialami pada bagian distal dari tempat cedera (sementara
pada nyeri nosiseptif, nyeri dialami pada tempat cederanya)
4) Biasanya diderita oleh pasien dengan diabetes, multiple sclerosis
herniasi diskus, AIDS, pasien yang menjalani kemoterapi/radioterapi.

F. Manajemen Nyeri Kronik

1. Lakukan asesmen nyeri


a. Anamnesis dan pemeriksaan fisik (karakteristik nyeri, riwayat
manajemen nyeri sebelumnya)
b. Pemeriksaan penunjang: radiologi
c. Asesmen fungsional:
1) Nilai aktivitas hidup dasar (ADL), identifikasi kecacatan/disabilitas
2) Buatlah tujuan fungsional spesifik dan rencana perawatan pasien
3) Nilai efektifitas rencana perawatan dan manajemen pengobatan.
2. Tentukan mekanisme nyeri
a. manajemen bergantung pada jenis/klasifikasi nyerinya.
b. Pasien sering mengalami > 1 jenis nyeri.
c. Terbagi menjadi 4 jenis:
1) Nyeri neuropatik
Disebabkan oleh kerusakan/disfungsi sistem somatosensorik.
Contoh :  neuropati DM, neuralgia trigeminal, neuralgia.
Karakteristik : nyeri persisten, rasa terbakar, terdapat
penjalaran nyeri sesuai dengan persarafannya, baal,
kesemutan, alodinia.
2) Nyeri Otot
Tersering adalah nyeri miofasial, mengenai otot leher, bahu, lengan,
punggung bawah, panggul, dan ekstremitas bawah. Nyeri dirasakan akibat
disfungsi pada 1 lebih jenis otot, berakibat kelemahan, keterbatasan gerak.
Biasanya muncul akibat pekerjaan repetitif. Tatalaksana mengembalikan
fungsi otot dengan fisioterapi, identifikasi dengan manajemen faktor yang
memperberat.

3) Nyeri Inflamasi

PANDUAN MANAJEMEN NYERI 7


Contoh : Artritis, infeksi, cedera jaringan (luka), nyeri pasca operasi.
Karakteristik : Pembengkekan, kemerahan, panas pada tempat nyeri.
Tatalaksana : Manajemen proses inflamasi dengan anti biotik/anti rematik,
OAINS, Kortikosteroid.
4) Nyeri Mekanis/Kompresi
Diperberat dengan aktifitas, dan nyeri berkurang dengan istirahat.
Contoh : Nyeri punggung dan leher (berkaitan dengan strain/sprain
ligament/otot).
Tatalaksana : Memerlukan dekompresi atau stabilisasi.

PANDUAN MANAJEMEN NYERI 8


BAB II
RUANG LINGKUP

A. Instalasi Gawat Darurat (IGD)


B. Instalasi Rawat Jalan
C. Instalasi Rawat Inap
D. Instalasi bedah
E. Instalasi laborat
F. Instalasi Radiologi

PANDUAN MANAJEMEN NYERI 10


BAB III
TATA LAKSANA

A. TUJUAN PENATALAKSANAAN NYERI


1. Mengurangi intensitas dan durasi keluhan nyeri
2. Menurunkan kemungkinan berubahnya nyeri akut menjadi gejala kronis yang persisten
3. Mengurangi penderitaan dan ketidakmampuan akibat nyeri
4. Meminimalkan reaksi tak diinginkan atau intoleransi terhadap terapi nyeri
5. Meningkatkan kualitas hidup pasien dan mengoptimalkan kemampuan pasien untuk
menjalankan aktivitas sehari-hari.

B. STRATEGI TERAPI
1. NYERI RINGAN
a. Terapi Nonfarmokologi
Intervensi nonfarmakologis cocok untuk pasien dengan kriteria :
(1) pasien merasa intervensi tersebut menarik,
(2) pasien yang mengekspresikan kecemasan/ketakutan,
(3) pasien yang memperoleh manfaat dari upaya mengurangi/menghindari terapi
obat, atau
(4) pasien yang mengalami nyeri ringan sampai sedang setelah menggunakan
terapi farmakologis.
1) Distraksi
Mengalihkan perhatian pasien ke hal yang lain sehingga menurunkan
kewaspadaan dan toleransi terhadap nyeri. Beberapa teknik distraksi antara
lain:
(1) nafas lambat, berirama
(2) massage and slow, rhythmic breathing
(3) rhythmic singing dan tapping
(4) active listening
(5) guide imagery.
Jenis-jenis distraksi yakni :
(1) distraksi visual seperti menonton tv
(2) distraksi auditori seperti music atau humor
(3) distraksi taktil seperti menarik nafas dan mengelus binatang dan
(4) distraksi intelektual seperti bermain teka teki silang atau melakukan
hobi.
(5) Imajinasi Terbimbing seperti membayangkan hal yang indah

PANDUAN MANAJEMEN NYERI 11


2) Relaksasi
Relaksasi merupakan kebebasan mental dan fisik dari ketegangan dan
stress. Teknik relaksasi akan memberikan ibdividu control diri ketika terjadi
nyeri, rasa tidak nyaman, dan emosi pada nyeri. Teknik ini meliputi meditasi,
yoga dan tidur, teknik imajinasi, zen dan latihan relaksasi progresif. Teknik
relaksasi terutama efektif untuk nyeri kronik dan memberikan beberapa
keuntungan atara lain:
 relaksasi untuk menurunkan ansietas yang berhubungan dengan
nyeri atau stress,
 menurunkan nyeri otot,
 menolong individu untuk melupakan nyeri,
 meningkatkan periode istirahat,
 meningkatkan keefektifan terapi nyeri lain, dan
 menurunkan perasaan tak berdaya dan depresi yang timbul akibat
nyeri.
Stewart (1976;1959) menganjurkan beberapa teknik relaksasi berikut:
1. Pasien menarik nafas dalam
2. Menahannya di dalam paru
3. Secara perlahan-lahan keluarkan udara dan rasakan tubuh menjadi
kendor dan rasakan betapa nyaman hal tersebut.
4. Pasien bernafas dengan irama normal dalam beberapa waktu
5. Pasien mengambil nafas dalam kembali dan keluarkan secara
perlahan-lahan pada saat ini biarkan telapak kaki rileks. Perawat
meminta kepada pasien mengkonsentrasikan fikiran kepada
kakinya yang terasa ringan dan hangat.
6. Ulangi langkah ke 4 dan konsentrasikan fikiran pada lengan, perut,
punggung, dan kelompok otot-otot lain.
7. Setelah pasien merasa rileks, pasien dianjurkan bernafas secara
perlahan. Bila nyeri terjadi hebat pasien dapat bernafas secara
dangkal dan cepat.
3) Kompres Air Hangat dan Dingin
Terapi es dapat menurunkan prostaglandin, yang memperkuat sensivitas
resptor nyeri dan subkutan lain ada tempat cedera dengan menghambat proses
inflamasi. Agar efektif, es harus diletakkan pada tempat cedera segera setelah
cedera terjadi. Penggunaan panas mempunyai keuntungan meningkatkan aliran
darah ke suatu area dan kemungkinan dapat turut menurunkan nyeri dengan
mempercepat penyembuhan.

PANDUAN MANAJEMEN NYERI 12


b. Terapi Farmakologi
1) Parasetamol
Efek analgesik untuk nyeri ringan-sedang dan anti-piretik. Dapat
dikombinasika dengan opioid untuk memperoleh efek analgesik yang
lebih besar. Dosis: 10 mg/kgBB/kali dengan pemberian 3-4 kali sehari,
untuk dewasa dapat diberikan dosis 3-4 kali 500 mg perhari.
2) Obat Anti Inflamasi Non Steroid (OAINS)
Efek analgesic pada nyeri akut dan kronik dengan intensitas ringan –sedang,
anti piretik.
Kontra indikasi : pasien dengan triad franklin (polip hidung, angioedema,
dan urtikaria) karena sering terjadi reaksi anafilaktoid.
Efek Samping : Gastrointestinal (erosi/ulkus gaster), disfungsi renal,
peningkatan enzim hati.
Ketorolak merupakan satu-satunya OAINS yang tersedia untuk parenteral
efektif untuk nyeri sedang – berat bermanfaat jika terdapat kontra indikasi
opioid atau dikombinasikan dengan opioid untuk mendapat efek sinergistik
dan efek samping opioid. (depresi pernapasan, sedasi, stasis gastrointestinal).
Sangat baik untuk terapi multi – analgetik.

2. NYERI SEDANG
a. Terapi Farmakologi
1) Obat Narkotika dan Obat Anti Inflamasi NSAID
Penggunaan analgesik merupakan metode yang paling umum dalam
mengatasi pada pasien yang mengalami nyeri sedang dan berat. Ada 3 jenis
analgesic, yakni :
1. non narkotik
2. obat antiinflamasi nonsteroid (NSAID),
3. analgesic narkotik (opiat).
Dan obat tambahan atau koanalgesik. Jenis non analgesic dan NSAID
umumnya menghilangkan nyeri ringan dan sedang, seperti disminore atau
nyeri pasca operasi ringan. Kedua jenis analgesic ini mengurangi nyeri
dengan bekerja di ujung saraf perifer daerah luka dan menurunkan tingkat
mediator inflamasi yang dihasilkan di daerah yang luka. Contoh obat
analgesic non narkotik yakni astaminofen, sedangkan NSAID yakni
ibuprofen, narproksen dan indomeasin.
Analgesic opiat umumnya digunakan untuk menghilangkan nyeri sedang
sampai berat, sperti pascaoperasi dan maligna. Bekerja pada system saraf
pusat untuk menghasilkan kombinasi efek yang mendepresik dan

PANDUAN MANAJEMEN NYERI 13


menstimulasi. Efek samping opiat: kantuk, mual, muntah, konstipasi, depresi
pernafasan. Sedangkan jenis adjuvant menghilangkan gejala lain yang terkait
dengan nyeri. Contohnya amitriptilin untuk cemas. Hidroksin untuk depresi,
Diazepan untuk muntah, Klorpromazin untuk mual.
2) Tramadol
- Merupakan analgetik yang lebih poten daripada OAINS oral, dengan efek
samping yang lebih sedikit/ringan. Berefek sinergistik dengan medikasi
OAINS.
- Indikasi : efektif untuk nyeri akut dan kronik intensitas sedang nyeri
kanker, osteoaethritis, yeri punggung bawah neuropati DM,
fibromyalgia, neuralgia pasca herpetic, nyeri pasca operasi
- Efek Samping : Pusing, mual, muntah, letargi, konstipasi
- Jalur pemberian : intravena, epidural, rectal, dan oral
- Dosis tramadol oral : 3-4 kali 50-100 mg/hari
Dosis maksimal : 400 mg dalam 24 jam
- Titrasi : terbukti meningkatkan toleransi pasien terhadap medikasi,
terutama digunakan pada pasien nyeri kronik dengan
riwayat toleransi yang buruk terhadap pengobatan atau
memiliki resiko jatuh.
b. Terapi Fisik
1) SSET (Stimulasi Saraf Elektrik Transkutaneus)
Tujuan SSET mengurangi nyeri kronisdan akut (pasca operasi) menurunkan
kebutuhan opiate dan memungkinkan depresi fungsi pernafasan karena
penggunaan narkotik serta memfasilitasi keterlibatan pasien dalam
penatalaksanaan nyeri
2) Stimulasi Kutaneus
Adalah stimulasi kulit yang dilakukan untuk menghilangkan nyeri meliput
masase, kompres hangat dan dingin, akupuntur dan akupresur, stimulus
kontralateral (stimulasi kulit pada area yang berlawanan dengan area nyeri),
serta plester penghangat
3) Immobilisasi
Pembatasan gerak bagian tubuh yang nyeri sehingga dapat membantu
mengatasi episode nyeri akut.
3. NYERI BERAT
Opioid
a. Merupakan analgesik poten (tergantung-dosis) dan efeknya dapat
ditiadakan oleh nalokson
b. Contoh Opioid yang sering digunakan : Morfin, sufentanil, meperin

PANDUAN MANAJEMEN NYERI 14


c. Dosis opioid disesuaikan pada setiap individu, gunakanlah titrasi
d. Adikasi terhadap opioid sangat jarang terjadi bila digunakan untuk penatalaksanaan
nyeri akut
e. Pemberian Oral :
1) sama  efektifnya  dengan pemberian parenteral pada dosis yang sesuai.
2) Digunakan segera setelah pasien dapat mentoleransi medikasi oral.
f. Injeksi Intramuscular
1) Merupakan rute parenteral standar yang sering digunakan.
2) Namun, injeksi menimbulkan nyeri dan efektifitas penyerapannya
tidak dapat diandalkan.
3) Hindari pemberian via intramuscular sebisa mungkin.
g. Injeksi Subkutan
h. Injeksi Intravena
1) Pilihan perenteral utama setelah pembedahan major.
2) Dapat digunakan sebagai bolus atau pemberian terus-menerus(melalui infus).
3) Terdapat risiko depresi pernapasan pada pemberian  yang tidak sesuai dosis
i. Injeksi Supraspinal
1) Lokasi mikroinjeksi terbaik: mesencephalic periaqueductal gray (PAG)
2) Mekanisme kerja: memblok respons nosiseptif di otak.
3) Opioid intraserebroventrikular  digunakan sebagai pereda  nyeri
pada pasien kanker.
j. Injeksi Spinal (epidural, intratekal)
1) Secara selektif mengurangi keluarnya neurotransmitter di neuron kornu
dorsalis spinal.
2) Sangat efektif sebagai analgesik.
3) Harus dipantau dengan ketat
k. Injeksi Perifer
1) Pemberian opioid secara langsung ke saraf perifer menimbulkan efek anestesi
lokal (pada konsentrasi tinggi)
2) Sering digunakan pada: sendi lutut yang mengalami inflamasi
l. Efek Samping
1) Depresi pernafasan, dapat terjadi pada : overdosis, pemberian sedasi bersamaan
(benzodiazepin, antihistamin, antiemetik tertentu), adanya gangguan elektrolit,
hipolemia, uremia, gangguan respirasi dan peningkatan intrakranial. Obstructive
jalan nafas intermitten.
2) Sedasi:  adalah  indikator  yang baik  untuk  dan  dipantau dengan menggunakan
skor sedasi, Yaitu :

PANDUAN MANAJEMEN NYERI 15


 0 = Sadar Penuh
 1 = Sedasi Ringan, kadang mengantuk, mudah dibangunkan
 2 = Sedasi Sedang, sering secara konstan mengantuk, mudah
dibangunkan
 3 = Sedasi Berat, Samnolen, sukar dibangunkan
 4 = Tidur Normal
3) Sistem Saraf Pusat: euphoria, halusinasi, miosis, kekuatan otot. Pemakaian
MAOI : pemberian petidin dapat menimbulkan koma.
4) Toksisitas metabolik : petidin menimbulkan tremor, kejang. Petidin tidak boleh
digunakan lebih dari 72 jam untuk nyeri pasca bedah. Pemberian morfin
kronik : menimbulkan gangguan fungsi ginjal, pada usia pasien lebih 70 tahun.
5) Efek kardiovaskular : morfin menimbulkan vasodilatasi, petidin menimbulkan
tachycardi
6) Gatrointestinal : menimbulkan mual muntah

C. ALUR TATALAKSANA NYERI


Penanganan pasien yang mengalami nyeri dapat dilakukan dengan tiga strategi yang
penatalaksanaannya terdiri :
Pada pasien yang mengalami nyeri penanganannya dapat di lakukan oleh perawat
ruangan masing-masing. Pada pasien dengan nyeri sedang perawat dapat menghubungi
dengan dokter jaga. Pada pasien yang mengalami nyeri berat perawat menghubungi DPJP
untuk menjelaskan situasi pasien pada saat itu dan menyampaikan rencana untuk
menghubungi Tim Nyeri

D. TATALAKSANA NYERI ULANG


a) Perawat menanyakan mengenai faktor yang memperberat dan
memperingan nyeri kepada pasien.
b) Tanyakan juga mengenai deskripsi nyeri :
- Lokasi nyeri
- Kualitas dan atau pola penjalaran/penyebaran
- Onset, durasi, dan faktor pemicu
- Riwayat penanganan nyeri sebelumnya dan efektifitasnya
- Efek nyeri terhadap aktivitas sehari-hari
- Obat-obatan yang dikonsumsi pasien
c) Pada pasien dalam pengaruh obat anestesi atau dalam kondisi sedang,
asesmen dan penanganan nyeri dilakukan saat pasien menunjukkan respon
berupa ekspresi tubuh atau verbal akan rasa nyeri.

PANDUAN MANAJEMEN NYERI 16


d) Asesmen ulang nyeri: dilakukan pada pasien yang dirawat lebih dari
beberapa jam dan menunjukkan adanya rasa nyeri.
Asesmen ulang nyeri adalah prosedur menilai ulang derajat nyeri pada
pasien yang bertujuan untuk mengevaluasi intervensi yang telah dilakukan
terkait penatalaksanaan nyeri yang telah diberikan, dengan interval waktu
sesuai kriteria sebagai berikut :
- 15 menit setelah intervensi obat injeksi
- 1 jam setelah intervensi obat oral atau lainnya
- 1x/shift bila skor nyeri 1 – 3
- Setiap 3 jam bila skor 4 -6
- Setiap 1 jam bila skor nyeri 7 – 10
- Dihentikan bila skor nyeri 0
e) Tatalaksana nyeri:
- Berikan analgesik sesuai dengan anjuran dokter
- Perawat secara rutin (setiap 4 jam) mengevaluasi tatalaksana nyeri
kepada pasien yang sadar/bangun
- Tatalaksana nyeri diberikan pada intensitas nyeri ≥4. Asesmen
dilakukan 1 jam setelah tatalaksana nyeri sampai intensitas nyeri ≤3
- Sebisa mungkin, berikan analgesik melalui jalur yang paling tidak
menimbulkan nyeri
- Nilai ulang efektifitas pengobatan
- Tatalaksana non-farmakologi
 Berikan heat/cold pack
 Lakukan reposisi, mobilisasi yang dapat ditoleransi oleh pasien
 Latihan relaksasi, seperti tarik napas dalam, bernapas dengan
irama/pola teratur, dan atau meditasi pernapasan yang
menenangkan
 Distraksi / pengalih perhatian
f) Berikan edukasi kepada pasien dan keluarga mengenai:
- Faktor psikologis yang dapat menjadi penyebab nyeri
- Menenangkan ketakutan pasien
- Tatalaksana nyeri
- Anjurkan untuk segera melaporkan kepada petugas jika merasa nyeri
sebelum rasa nyeri tersebut bertambah parah

PANDUAN MANAJEMEN NYERI 17


E. Komunikasi dan edukasi Pasien
1. Teknik Komunikasi Terapeutik
Teknik komunikasi terapeutik dengan menggunakan referensi dari Stuart dan Sundeen,
dalam Ernawati (2009) yaitu:
a. Mendengarkan (lestening)
Mendengar (listening) merupakan dasar utama dalam komunikasi terapeutik
(Keliat 1992). Mendengarkan adalah proses aktif dan penerimaan informasi serta
penelaahan reaksi seseorang terhadap pesan yang diterima, Hubson, S dalam
Suryani, (2005).
Ketrampilan mendengarkan penuh perhatian adalah dengan:
1) Pandang klien ketika sedang bicara
2) Pertahankan kontak mata yang memancarkan keinginan untuk mendengarkan
3) Sikap tubuh yang menunjukan perhatian dengan tidak menyilangkan kaki
atau tangan
4) Hindarkan gerakan yang tidak perlu
5) Angkat kepala jika klien membicarakan hal penting atau memerlukan umpan
balik
6) Condongkan tubuh kearah lawan bicara (pasien).
b. Bertanya
Bertanya (question) merupakan teknik yang dapat mendorong klien untuk
mengungkapkan perasaan dan pikirannya.
Teknik berikut sering digunakan pada tahap orientasi:
1) Pertanyaan fasilitatif (fasilitatif question)
Pertanyaan fasilitatif (facilitative question) terjadi jika pada saat bertanya
perawat sensitive terhadap pikiran dan perasaan serta secara langsung
berhubungan dengan masalah klien, sedangkan pertanyaan non fasilitatif (non
facilitative question) adalah pertanyaan yang tidak efektif karena memberikan
pertanyaan yang tidak fokus pada masalah atau pembicaraan, bersifat
mengancam, dan tampak kurang pengertian terhadap klien Gerald, D dalam
Suryani, (2005).
2) Pertanyaan terbuka atau tertutup
Pertanyaan terbuka (open question) digunakan apabila perawat
membutuhkan jawaban yang banyak dari klien. Dengan pertanyaan terbuka,
perawat mampu mendorong klien mengekspresikan dirinya Antai-Otong
dalam Suryani, (2005).
Pertanyaan tertutup (closed question) digunakan ketika perawat
membutuhkan jawaban yang singkat.

PANDUAN MANAJEMEN NYERI 18


c. Penerimaan
Yaitu mendukung dan menerima informasi dengan tingkah laku yang
menunjukkan ketertarikan dan tidak menilai. Penerimaan bukan berarti
persetujuan. Penerimaan berarti bersedia untuk mendengarkan orang lain tanpa
menunjukan keraguan atau tidak setuju. Perawat sebaiknya menghindarkan
ekspresi wajah dan gerakan tubuh yang menunjukkan tidak setuju, seperti
mengerutkan kening atau menggelengkan kepala seakan tidak percaya.
d. Mengulangi (restating)
Mengulangi (restating) yaitu mengulang pokok pikiran yang diungkapkan
klien maksudnya adalah mengulangi pokok pikiran yang diungkapkan klien
dengan menggunakan kata-kata sendiri. Gunanya untuk menguatkan ungkapan
klien dan memberi indikasi perawat mengikuti pembicaraan atau memperhatikan
klien dan mengharapkan komunikasi berlanjut klien (Keliat, Budi Anna, 1992).
e. Klarifikasi (clarification)
Klasifikasi (clarification) adalah penjelasan kembali ke ide atau pikiran
klien yang tidak jelas atau meminta klien untuk menjelaskan arti dari
ungkapannya Gerald, d dan Suryani, (2005). Dilakukan bila perawat ragu, tidak
jelas, tidak mendengar atau klien malu mengemukakan informasi, informasi yang
diperoleh tidak lengkap atau mengemukakannya berpindah-pindah. Pada saat
klarifikasi perawat tidak boleh menginterpretasikan apa yang dikatakan klien,
juga tidak boleh menambahkan informasi Gerald, D dalam Suryani, (2005). Fokus
utama klarifikasi adalah pada perasaan, karena pengertian terhadap perasaan klien
sangat penting dalam memahami klien.
f. Refleksi (reflection)
Refleksi (reflection) adalah mengarahkan kembali ide, perasaan, pertanyaan,
dan isi pembicaraan kepada klien. Hal ini digunakan untuk memvalidasi
pengertian perawat tentang apa yang diucapkan klien dan menekankan empati,
minat, dan penghargaan terhadap klien Antai-Otong dalam Suryani, (2005).
Refleksi menganjurkan klien untuk mengungkapkan dan menerima ide dan
perasaannya sebagai bagian dari dirinya sendiri. Apabila klien bertanya apa yang
harus ia pikirkan dan kerjakan atau rasakan maka perawat dapat menjawab;
bagaimana menurutmu? Dengan demikian perawat mengindikasikan bahwa
pendapat klien adalah berharga dank lien mempunyai hak untuk mampu
melakukan hal tersebut, maka iapun akan berpikir bahwa dirinya adalah manusia
yang mempunyai kapasitas dan kemampuan sebagai individu yang terintegrasi
dan bukan sebagai bagian dari orang lain.
g. Memfokuskan (focusing)

PANDUAN MANAJEMEN NYERI 19


Memfokuskan (focusing) adalah bertujuan memberikan kesempatan kepada
klien untuk membahas masalah inti dan mengarahkan komunikasi klien pada
pencapaian tujuan Stuart, G.W dalam Suryani, (2005). Metode ini dilakukan
dengan tujuan membatasi bahan pembicaraan sehingga pembahasan masalah lebih
spesifik dan dimengerti dan mengarahkan komunikasi klien pada pencapaian
tujuan.
h. Diam (silence)
Teknik diam digunakan untuk memberikan kesempatan pada klien sebelum
menjawab pertanyaan perawat. Diam akan memberikan kesempatan kepada
perawat dan klien untuk Mengorganisasi pikiran masing-masing Stuart dan
Sundeen, dalam Suryani, (2005).
i. Memberikan Informasi (informing)
Memberikan informasi tambahan merupakan tindakan penyuluhan
kesehatan untuk klien. Teknik ini sangat membantu dalam mengajarkan kesehatan
atau pendidikan pada klien tentang aspek-aspek yang relevan dengan perawatan
diri dan penyembuhan klien. Informasi tambahan yang diberikan pada klien harus
dapat memberikan pengertian dan pemahaman yang lebih baik tentang masalah
yang dihadapi klien serta membantu dalam memberikan alternative pemecahan
masalah, (Suryani 2005).
j. Menyimpulkan (summerizing)
Menyimpulkan adalah teknik komunikasi yang membantu klien
mengeksporasi point penting dari interaksi perawat-klien. Teknik ini membantu
perawat dank lien untuk memiliki pikiran dan ide yang sama saat mengakhiri
pertemuan.
k. Mengubah Cara Pandang (reframing)
Teknik ini digunakan untuk memberikan cara pandang lain sehingga klien
tidak melihat sesuatu atau masalah dari aspek negatifnya saja Gerald, D dalam
Suryani, (2005) sehingga memungkinkan klien untuk membuat perencanaan yang
lebih baik dalam mengatasi masalah yang dihadapinya.
l. Eksplorasi
Teknik ini bertujuan untuk mencari atau menggali lebih dalam masalah yang
dialami klien, Antai-Otong dalam suryani, (2005) supaya masalah tersebut bias
diatasi. Teknik ini bermanfaat pada tahap kerja untuk mendapatkan gambaran
yang detail tentang masalah yang dialami klien.
m. Membagi Persepsi (Sharing perception)
Stuart G.W. dalam Suryani, (2005), menyatakan membagi persepsi (sharing
perception) adalah meminta pendapat klien tentang hal yang perawat rasakan atau

PANDUAN MANAJEMEN NYERI 20


pikirkan. Teknik ini digunakan ketika perawat merasakan atau melihat ada
perbedaan antara respons verbal atau respons nonverbal dari klien.
n. Identifikasi tema
Perawat harus tanggap terhadap cerita yang disampaikan klien dan harus
mampu menangkap tema dari seluruh pembicaraan tersebut. Gunanya untuk
meningkatkan pengertian dan menggali masalah penting. (Stuart dan Sundeen,
dalam Suryani, 2005).teknik ini sangat bermanfaat pada tahap awal kerja untuk
memfokuskan pembicaraan pada awal masalah yang benar-benar dirasakan klien.
o. Menganjurkan untuk Melanjutkan Pembicaraan
Teknik ini menganjurkan klien untuk mengarahkan hampir seluruh
pembicaraan yang mengidentifikasikan bahwa klien sedang mengikuti apa yang
dibicarakan dan tertarik dengan apa yang dibicarakan selanjutnya. Perawat lebih
berusaha untuk menaksirkan dari pada mengarahkan diskusi/pembicaraan.

p. Humor
Sullivan dan Deane dalam Suryani, (2005), melaporkan bahwa humor
merangsang produksi catecholamine dan hormone yang menimbulkan perasaan
sehat, meningkatkan toleransi terhadap rasa sakit, mengurangi anxietas,
memfasilitasi relaksasi pernafasan dan menggunakan humor untuk menutup rasa
takut dan tidak enak atau menutupi ketidak mampuannya untuk berkomunikasi
dengan klien.
q. Memberikan Pujian
Memberikan pujian (reinforcement) merupakan keuntungan psikologis yang
didapatkan klien ketika berinteraksi dengan perawat. Reinforcement berguna
untuk meningkatkan harga diri dan menguatkan perilaku klien Gerald, D dalam
Suryani, (2005). Reinforcement bisa diungkapkan dengan kata-kata ataupun
melalui isyarat nonverbal.

2. Edukasi Pasien dan Keluarga


Pasien mendapatkan penjelasan mengenai:
a. Kemungkinan penyebab rasa nyerinya
b. Obat yang telah diberikan untuk mengurangi nyeri
c. Metode alternative untuk mengurangi nyeri
d. Skala penilaian nyeri dan kewajibannya untuk melapor bila intensitas nyeri
bertambah sebelum menjadi terlalu parah sehingga lebih mudah ditangani
e. Kemungkinan keterbatasan terapi dan efek samping

PANDUAN MANAJEMEN NYERI 21


Keluarga mendapatkan penjelasan mengenai nyeri dari perawat dapat berupa leaflet
dan audio visual yang telah di sediakan oleh rumah sakit.

F. Bagan Alur Tatalaksana Nyeri

PASIEN

NYERI

RINGAN SEDANG BERAT

PERAWAT DOKTER JAGA/ TIM NYERI


RUANGAN DPJP

PANDUAN MANAJEMEN NYERI 22


BAB IV
LAMPIRAN
1. Asesmen Awal Pasien Umum Rawat Inap
2. Asesmen Awal Pasien Kebidanan Rawat Inap
3. Asesmen Awal Anak Rawat Inap
4. Asesmen Awal Gawat Darurat
5. Asesmen pasien Rawat Jalan
6. Catatan Perkembangan Pasien Terintegrasi
7. Catatan Edukasi Pasien Terintegrasi
8. Form Asesmen Nyeri Lanjutan

PANDUAN MANAJEMEN NYERI 23

Anda mungkin juga menyukai