Anda di halaman 1dari 28

ANALISIS PETA KABUPATEN PATI

Makalah Ini Disusun Untuk Memenuhi Tugas Geomorfologi Terapan


Dosen Pengampu: Dr. Kuswaji Dwi Priyono, M.Si

Disusun oleh :
NOVIKA ADI WIBOWO
S881808006

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GEOGRAFI


PASCASARJANA
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2019
BAB I
PENDAHULUAN

Peta adalah gambaran permukaan bumi yang diproyeksikan ke dalam


bidang datar dengan skala tertentu. Kartografi merupakan ilmu yang khusus
mempelajari segala sesuatu tentang peta. Mulai dari sejarah, perkembangan,
pembuatan, pengetahuan, penyimpanan, hingga pengawetan serta cara-cara
penggunaan peta. peta bukan hanya berguna dalam menentukan lokasi namun juga
dalam berbagai bidang.
Secara umum Peta didefinisikan sebagai gambaran dari unsur-unsur alam
maupun buatan manusia yang berada diatas maupun dibawah permukaan bumi
yang digambarkan pada suatu bidang datar dengan skala tertentu (PP Nomor 10
Tahun 2000). Menurut Imran (2009), Peta merupakan kalibrasi dari bidang
permukaan bumi 3 dimensi menjadi sebuah gambaran utuh yang lebih sederhana
ke dalam selembar kertas media yang datar dengan penyesuaian baik ukuran
maupun bentuknya disertai pula dengan informasi dan detaildetailnya.
Pembuatan Peta mempunyai peranan yang sangat penting di dalam
kehidupan manusia, dapat digunakan dalam proses perencanaan wilayah, alat yang
membantu dalam kegiatan penelitian, alat peraga untuk proses pembelajaran di
kelas, dan sebagai media untuk belajar secara mandiri. Adapun penggunaan yang
paling utama adalah untuk mengetahui tempat-tempat di permukaan bumi, pada
proses perencanaan wilayah peta sangat diperlukan untuk survei lapangan, sebagai
alat penentu desain perencanaan, dan sebagai alat untuk melakukan analisis secara
keruangan.
BAB II
PEMBAHASAN

A. Profil Kabupaten Pati

Kabupaten Pati merupakan salah satu kabupaten di Jawa Tengah bagian


timur, terletak diantara 110°,50’- 111°,15’ Bujur Timur dan 6°, 25’ - 7°,00 Lintang
Selatan. Kabupaten Pati memiliki semboyan yaitu PATI BUMI MINA TANI yang
mempunyai akronim BERDAYA UPAYA MENUJU IDENTITAS PATI.
Kabupaten Pati mempunyai luas wilayah 150.368 Ha yang terdiri dari 58.448 Ha
lahan sawah dan 91.920 Ha lahan bukan sawah. Sedangkan secara administrasi
Kabupaten Pati sebelah utara berbatasan dengan Kabupaten Jepara dan Laut Jawa,
sebelah barat berbatasan dengan Kabupaten Kudus dan Kabupaten Jepara, sebelah
selatan berbatasan dengan Kabupaten Grobogan dan Kabupaten Blora dan sebelah
timur berbatasan dengan Kabupaten Rembang dan Laut Jawa.

B. Analisis Peta Administrasi Kabupaten Pati


Kabupaten Pati memiliki 21 Kecamatan, yaitu Kecamatan Batangan,
Kecamatan Cluwak, Kecamatan Dukuhseti, Kecamatan Gabus, Kecamatan
Gembong, Kecamatan Gunungwungkal, Kecamatan Jaken, Kecamatan Jakenan,
Kecamatan Juwana, Kecamatan Kayen, Kecamatan Margoyoso, Kecamatan
Margorejo, Kecamatan Pati, Kecamatan Pucakwangi, Kecamatan Sukolilo,
Kecamatan Tambakromo, Kecamatan Tayu, Kecamatan Tlogowungu, Kecamatan
Trangkil, Kecamatan Wedarijaksa, Dan Kecamatan Winong. Sumber untuk
membuat Peta Administrasi yaitu citra IKONOS geogle earth tahun 2018 dan
kumpulan data shp administrasi kabupaten pati.
Sumber: Kabupaten Pati Dalam Angka 2018 (BPS)
Kabupaten Pati mempunyai luas wilayah 150.368 Ha yang terdiri dari 58.448
Ha lahan sawah dan 91.920 Ha lahan bukan sawah. Dari tabel diatas dapat
dijelaskan bahwa Kecamatan Sukolilo memiliki luas daerah yang paling besar yaitu
15.874 Ha, berupa luas lahan sawah 7.253 Ha, 4.825 Ha Lahan Pertanian dan 3.796
Ha lahan bukan pertanian. Sedangkan Kecamatan Wedarijaksa memiliki luasan
lahan paling kecil yaitu 4.085 Ha, berupa luas lahan sawah 2.178 Ha, 874 Ha Lahan
Pertanian dan 1033 Ha Lahan Bukan Pertanian.
C. Analisis Peta Kontur Kabupaten Pati
Menurut Rahmat Kusnadi (2013) peta kontur adalah peta yang menggambarkan
sebagian bentuk-bentuk permukaan bumi yang bersifat alami dengan menggunakan
garis-garis kontur. Menurut Rosana (2003:99) garis kontur adalah garis yang
menghubungkan tempat-tempat atau titik-titik pada peta yang mempunyai
ketinggian sama di atas atau di bawah suatu datun plane.
Kontur adalah kontinyu (bersinambung). Sejauh mana pun kontur berada, tetap
akan bertemu kembali di titik awalnya. Perkecualiannya adalah jika kontur masuk
ke suatu daerah kemiringan yang curam atau nyaris vertikal, karena ketiadaan ruang
untuk menyajikan kontur-kontur secara terpisah pada pandangan horisontal, maka
lereng terjal tersebut digambarkan dengan simbol. Selanjutnya, kontur-kontur akan
masuk dan keluar dari simbol tersebut. Jika kontur-kontur pada bagian bawah
lereng merapat, maka bentuk lereng disebut konveks (cembung), dan memberikan
pandangan yang pendek. Jika sebaliknya, yaitu merenggang, maka disebut dengan
konkav (cekung), dan memberikan pandangan yang panjang. Jika pada kontur-
kontur yang berbentuk meander tetapi tidak terlalu rapat maka permukaan
lapangannya merupakan daerah yang undulasi. Kontur-kontur yang rapat dan tidak
teratur menunjukkan lereng yang patah-patah. Kontur-kontur yang halus
belokannya juga menunjukkan permukaan yang teratur (tidak patah-patah), kecuali
pada peta skala kecil pada umumnya penyajian kontur cenderung halus akibat
adanya proses generalisasi yang dimaksudkan untuk menghilangkan detil-detil
kecil (minor). Peta Kontur Kabupaten Pati disusun dari 3 sumber yaitu:
a) Peta Administrasi Kabupaten Pati Skala 1:250.000
b) Kumpulan Data Garis Kontur Peta RBI Kabupaten Pati
c) Citra IKONOS Geogle Earth Tahun 2018
Seperti yang dijelaskan oleh teori dimana kerapatan kontur pada peta
menggambarkan tingkat kemiringan lerengnya. Ada beberapa contoh
menggunakan Google Earth yaitu melihat kemiringan lerengnya.
1. Titik Merah ( Kerapatan Kontur Dilihat Dari Lereng Muria hingga Dataran
Rendah Kabupaten Pati)
Dari gambar dan Peta Kontur Kabupaten Pati dibawah ini dapat
dijelaskan bahwa Kecamatan Margorejo, Kecamatan Pati, Kecamatan
Wedarijaksa, Kecamatan Trangkil, Kecamatan Margoyoso, Kecamatan
Tayu, Kecamatan Dukuhseti, Kecamatan Cluwak, Kecamatan Gunung
Wungkal, Kecamatan Gembong dan Kecamatan Tlogowungu memiliki
tingkat kontur yang sangat rapat.

Sumber : Google Earth


2. Titik Kuning (Kerapatan Kontur Dilihat Dari Dataran Rendah hingga
Dataran Pantai)
Dari gambar dan Peta Kontur Kabupaten Pati dapat dijelaskan
bahwa Kecamatan Juwana, Kecamatan Jakenan, Kecamatan Batangan,
kecamatan Gabus, Kecamatan Winong, Kecamatan Jaken, Kecamatan
Kayen dan kecamatan Tambakromo merupakan dataran rendah sehingga
memiliki kontur yang relatif tidak rapat.
Sumber : Google Earth
3. Titik Biru ( Kerapatan Kontur Dilihat Dari Dataran Rendah Hingga Lereng
Karst)
Apabila dilihat dari gambar dan Peta Kontur Kabupaten Pati dapat
dijelaskan bahwa Kecamatan Sukolilo dan Kecamatan Pucakwangi
memiliki kontur yang sangat rapat dan menunjukkan bahwa merupakan
dataran tinggi.

Sumber : Google Earth


D. Analisis Peta Lereng Kabupaten Pati
Peta Lereng Kabupaten Pati diperoleh apabila Peta Kontur dan Peta
Administrasi sudah terpetakan dengan sempurna. Pada Peta Lereng Kabupaten Pati
bersumber dari 3 sumber yaitu :
a) Peta Administrasi Kabupaten Pati Skala 1:250.000
Peta administrsi digunakan untuk menggambarkan wilayah-wilayah atau
kecamatan-kecamatan yang terdapat di Kabupaten Padang. Pada peta
administrasi memberi informasi mengenai legenda atau keterangan pada
peta seperti kantor Administrasi yaitu Kantor Kabupaten, Batas
Administrasi yaitu Batas kecamatan, Batas Kabupaten, Jenis Jalan yaitu
jalan arteri/utama, jalan kolektor, jalan lain dan jalan lokal, tubuh air yaitu
sungai utama, sungai musim dan laut jawa. Peta administrasi Kabupaten
Pati ini disusun berdasarkan data yang bersumber data kumpulan SHP
administrasi Kabupaten pati dan Citra IKONOS Google Earth.
b) Peta Garis Kontur Kabupaten Pati dari Peta RBI.
SRTM atau Shuttle Radar Topography Mission merupakan suatu
bentuk data yang menyediakan informasi tentang ketinggian tempat atau
biasa disebut DEM (Digital elevation Model). Peta Garis Kontur
Kabupaten Pati memiliki 2 kerapatan garis kontur yang berbeda, yaitu
memiliki kontur yang rapat dan tidak rapat.
c) Analisis DEM Garis Kontur Kabpuaten Pati
DEM (digital elevation model) digunakan untuk memetakan daerah yang
memiliki lereng datar, landai, agak curam, curam dan sangat curam.
Pada Peta Lereng Kabupaten Pati dapat dijelaskan bahwa terdapat 5 klasifikasi
lereng yaitu lereng datar, lereng landau, lereng agak curam, lereng curam dan sangat
curam.
1. Datar (0-8%)
Daerah yang memiliki lereng datar dengan tingkat kemiringan 0-8% yaitu
di Kecamatan Gabus, Kecamatan Pati, Kecamatan wedarijaksa, kecamatan
Trangkil, kecamatan Margoyoso, Kecamatan Tayu, kecamatan dukuhseti,
kecamatan juwana, kecamatan jakenan, kecamatan jaken, dan kecamatan
batangan.
2. Landai (>8-15%)
Daerah yang memiliki lereng landai dengan tingkat kemiringan >8-15%
yaitu di bagian selatan Kabupaten Pati lebih tepatnya di sebagian
Kecamatan Pucakwangi, kecamatan Winong, kecamatan Tambakromo,
kecamatan Kayen dan Kecamatan Sukolilo.
Dan di sebelah utara Kabupaten Pati yaitu lebih tepatnya pada sebagian
kecamatan gembong, kecamatan tlogowungu, Kecamatan gunung wungkal,
dan kecamatan cluwak.
3. Agak Curam (>15-25%)
Daerah yang memiliki lereng agak curam dengan tingkat kemiringan >15-
25% yaitu di bagian selatan Kabupaten Pati lebih tepatnya di sebagian
Kecamatan Pucakwangi, kecamatan Winong, kecamatan Tambakromo,
kecamatan Kayen dan Kecamatan Sukolilo.
Dan di sebelah utara Kabupaten Pati yaitu lebih tepatnya pada sebagian
kecamatan gembong, kecamatan tlogowungu, Kecamatan gunung wungkal,
dan kecamatan cluwak.
4. Curam (>15-25%)
Daerah yang memiliki lereng curam dengan tingkat kemiringan >15-25%
yaitu di bagian selatan Kabupaten Pati lebih tepatnya di sebagian
Kecamatan Pucakwangi, kecamatan Winong, kecamatan Tambakromo,
kecamatan Kayen dan Kecamatan Sukolilo.
Dan di sebelah utara Kabupaten Pati yaitu lebih tepatnya pada sebagian
kecamatan gembong, kecamatan tlogowungu, Kecamatan gunung wungkal,
dan kecamatan cluwak.
5. Sangat Curam (>45%)
Daerah yang memiliki lereng sangat dengan tingkat kemiringan >45% yaitu
di bagian selatan Kabupaten Pati lebih tepatnya di sebagian Kecamatan
Pucakwangi, kecamatan Winong, kecamatan Tambakromo, kecamatan
Kayen dan Kecamatan Sukolilo.
Dan di sebelah utara Kabupaten Pati yaitu lebih tepatnya pada sebagian
kecamatan gembong, kecamatan tlogowungu, Kecamatan gunung wungkal,
dan kecamatan cluwak.
E. Analisis Peta Geologi Kabupaten Pati
Kabupaten Pati memiliki 13 formasi geologi yaitu, aluvial, anggota ngrayong,
anggota selorejo, batuan gunungapi genuk, formasi bulu, formasi ledok, formasi
lidah, formasi mundu, formasi ngrayong. formasi paciran, formasi wonocolo, lava
muria dan tufa muria.
1. Aluvial
Tanah Aluvial atau tanah endapan banyak terdapat di dataran rendah
di sekitar muara sungai, rawa-rawa, lembah, atau kanan kiri terdapat aliran
sungai besar. Pada umumnya banyak mengandung pasir dan liat. Tidak
banyak mengandung unsur-unsur zat hara. Kesuburannya sedang hingga
tinggi. Di seluruh Indonesia tanah-tanah ini merupakan tanah pertanian
yang baik dan dimanfaatkan untuk tanaman pangan musiman hingga
tahunan.
2. Anggota Ngrayong
Pada umur Miosen Tengah, dijumpai adanya batupasir kuarsa yang
berukuran halus pada bagian bawah dan cenderung mengkasar pada bagian
atas dan terkadang gampingan. Batupasir ini sebelumnya disebut sebagai
anggota Ngrayong dari formasi Tawun, namun kemudian disebut sebagai
formasi Ngrayong. Lokasi formasi Ngrayong adalah di desa Ngrayong.
yang terletak kurang lebih 30 km di sebelah utara kota Cepu. Pada
umumnya, satuan batuan ini dicirikan oleh pasir kuarsa, berseling dengan
serpih karbonat, serpih dan batu lempung. Ke arah atas dijumpai sisipan
batugamping bioklastik yang mengandung fosil Orbitoid. Pasir Ngrayong
diendapkan dalam fase regresif dari lingkungan laut dangkal pada waktu
Miosen Tengah. Ketebalan keseluruhan pasir Ngrayong adalah sangat
beragam, di sebelah utara mencapai 800-1000 meter, sedangkan di sebelah
selatan mencapai 400 meter
3. Anggota Selorejo
Anggota Selorejo, merupakan bagian termuda Formasi Kawengan
Cekungan Jawa Timur Utara. Batuannya umumnya terdiri dari pasir
‘coquina’ dan gamping pasiran, dengan ketebalan antara 100-300 m (Jalur
Utara) dan 0-50 m (Jalur Selatan). Perubahan fasies Jalur Utara, dimulai dari
barat berupa gamping pasiran dan berubah menjadi napal ke arah timur.
Pada Jalur Selatan berkembang pasir ‘coquina’ dengan selingan gamping
pasiran yang ke arah timur menjadi pasir ‘coquina’. Anggota Selorejo
berumur Pliosen Atas (N21, Blow 1969) dan diendapkan pada lingkungan
litoral sampai neritik tepi, dengan pengaruh energi sedang sampai kuat
4. Batuan Gunung Api Genuk
Gunung Api Genuk terletak di luar busur gunung api Kuarter Jawa,
tepatnya terletak di dalam cekungan busur belakang yang biasanya
merupakan tempat pengendapan batuan sedimen. Menurut Edwards, drr.
(1991) batuan kelompok Gunung Api Muria, Gunung Api Genuk dan
Gunung Api Rahtau saat ini telah padam, merupakan hasil dari proses
bersama antara proses supra tunjaman(suprasubduction processes) dan
proses dalam lempeng (within plate processes) yang aktif saat ini di selatan
Pulau Jawa. Pemunculan gunung api ini diduga dan dikontrol oleh struktur
geologi yang dalam. Kedalaman Benioff di busur gunung api Kuarter Jawa
berkisar 100-200 km, sedangkan di daerah Gunung Api Muria
kedalamannya kurang lebih 400 km (Hamilton, 1979)
Batuan Gunung Api Genuk terdiri atas lava, breksi gunung api dan
tuf dimana lava bersusunan basal dan andesit hasil pentarikan K-Ar dari
andesit-trakit menunjukkan umur 0,75 - 0,11 juta tahun atau Plistosen
Tengah- Plistosen Akhir dan sebarannya terdapat di sekitar Gunung Api
Genuk.
5. Formasi Bulu
Formasi Bulu secara selaras berada di atas Formasi Tawun. Dasar
penamaan Formasi Bulu berasal dari Desa Bulu, Kabupaten Rembang
dimana lokasi tipe ini pertama ditemukan. Formasi Bulu semula dikenal
dengan nama Platen Complex (Trooster, 1937).Ciri pengenal dari Formasi
Bulu yaitu batugamping hingga batugamping pasiran, berwarna putih
kekuningan, kecoklatan hingga keabu-abuan, keras, kompak, berlapis tipis
(berpelat) hingga pejal, banyak mengandung foraminifera besar, koral,
ganggang, dan foraminifera kecil (Pringgoprawiro, 1983).
Formasi bulu mempunyai penyebaran yang sangat luas sekali di
Kabpaten Pati yaitu tepat berada pada 3 Kecamatan yaitu Kecamatan Jaken,
Kecamatan Pucakwangi dan Kecamatan Tambakromo. Pada lokasi tipe,
Formasi Bulu berkembang sebagai batugamping klastik berlapis tipis-tipis
hingga berpelat dan kearah timur di lokasi Kali Kemadu formasi ini
berkembang sebagai batugamping terumbu yang masif. Perubahan tersebut
terjadi secara berangsur. Semakin kearah timur Formasi Bulu semakin
menipis dan menghilang di bawah Formasi Paciran. Kearah utara formasi
ini juga menipis dan berkembang sebagai batugamping terumbu yang
masif. Formasi ini mempunyai ketebalan terbesar yaitu 248 meter di
Gunung Gendruwo, Bulu. Formasi Bulu berumur Miosen Akhir yang
dibuktikan dari foraminifera plankton yang ada pada formasi ini.
Lingkungan pengendapan formasi ini pada suatu paparan dangkal dengan
kedalaman berkisar antara 50 meter hingga 100 meter (zona neritik tengah).
Kondisi litologi dan kandungan fosilnya menunjukkan bahwa
Formasi Bulu diendapkan pada lingkungan pengendapan shelf margin/slope
(Wilson, 2002) pada kala Miosen Tengah – Awal Miosen Akhir (N13–N15)
berdasarkan kehadiran Cycloclypeus annulatus (Ardhana, et.al.,1993; Lunt,
et.al.,2000, dalam Sharaf, et.al.,2005). Penelitian lain melaporkan Formasi
Bulu diendapkan pada inner shelf beradasarkan kehadiran fosil bentonik
Elphidium gunteri (Syawal, dkk.,2012).
6. Formasi Ledok
Formasi Ledok secara selaras berada di atas Formasi Wonocolo.
Dasar penamaan Formasi Ledok diambil dari Desa Ledok yang pertama kali
digunakan oleh Trooster (1937). Formasi ini sebelumnya dikenal sebagai
Ledok Stage (Trooster, 1937), Ledok Beds (Van Bemmelen, 1949), Ledok
Member, Karren Limestone (Marks, 1957), Ledok Member, Kawengan
Formation (Brouwer, 1957), Anggota Ledok, Globigerina Formation
(Hartono, 1961). Ciri pengenal dari formasi ini adalah perulangan antara
napal pasiran. Ciri khas dari formasi ini adalah konsentrasi glaukonit yang
tinggi terutama pada batupasir di bagian atas dari formasi ini. Setempat
kalkarenit dan napal sering memperlihatkan struktur silang siur.
Umur dari formasi ini yaitu Miosen Akhir bagian atas yang
didasarkan atas kandungan foraminifera plankton dengan fosil petunjuk
Globorotalia plesiotumida. Formasi ini terendapkan pada lingkungan laut
terbuka, jauh dari pantai dengan kedalaman sekitar 200 meter pada zona
netitik luar
7. Formasi Lidah
Penamaan pertama kali formasi ini diajukan oleh Brouwer (1957).
Formasi ini sebelumnya dikenal dengan nama Margel Ton (Trooster, 1937)
dan terbagi menjadi dua bagian, yaitu Tambakromo dan Turi –Domas.
Hartono (1983) kemudian meresmikan satuan ini menjadi berstatus formasi,
yaitu Formasi Lidah.
Ciri pengenal dari formasi ini adalah batulempung kebiruan, napal
berlapis dengan sisipan batupasir dengan lensa-lensa coquina
(Pringgoprawiro, 1983). Penyebaran dari formasi ini berkembang di
sepanjang depresi Randublatung, mulai sekitar Purwodadi hingga Antiklin
Lidah di daerah Surabaya.
8. Formasi Mundu
Penamaan formasi ini diberikan oleh Klein (1918). Formasi ini
sebelumnya dikenal sebagai Mondoe Stage (Van Bemmelen, 1949), Mundu
Member, Karren Limestone (Marks, 1957), Mundu Member, Kawengan
Formation (Brouwer, 1957), Mundu Member, Globigerina Formation
(Hartono, 1961). Ciri pengenal dari formasi ini adalah napal kehijauan,
berwarna kuning jika kondisi lapuk, masif, kaya sekali akan foraminifera
plankton, dan tidak belapis. Pada bagian atas dari formasi ini yang
merupakan Anggota Selorejo terdiri dari perselingan antara batugamping
pasiran dengan pasir napalan setebal 1 – 1,5 meter (Pringgoprawiro, 1983).
9. Formasi Ngrayong
Formasi Ngrayong mempunyai kedudukan selaras di atas Formasi
Tawun. Formasi Ngrayong disusun oleh batupasir kwarsa dengan
perselingan batulempung, lanau, lignit, dan batugamping bioklastik. Pada
batupasir kwarsanya kadang-kadang mengandung cangkang moluska laut.
Lingkungan pengendapan Formasi Ngrayong di daerah dangkal dekat
pantai yang makin ke atas lingkungannya menjadi littoral, lagoon, hingga
sublittoral pinggir. Tebal dari Formasi Ngrayong mencapai 90 meter.
Karena terdiri dari pasir kwarsa maka Formasi Ngrayong merupakan batuan
reservoir minyak yang berpotensi pada cekungan Jawa Timur bagian Utara.
Berdasarkan kandungan fosil yang ada, Formasi Ngrayong diperkirakan
berumur Miosen Tengah.
10. Formasi Paciran
Dasar penamaan formasi ini diambil dari Kota Paciran dimana
formasi ini tersingkap dengan baik. Formasi Paciran sebelumnya dikenal
sebagai Karren Limestone (Trooster, 1937), Formasi Madura (Brouwer,
1957), Formasi Kalibeng (Hartono, 1973).
Ciri pengenal dari formasi ini adalah batugamping terumbu,
berwarna putih abu-abu, masif, seringkali dolomitan, terdiri dari jalinan
ganggang, koral, foraminifera besar, dan organisme pembentuk terumbu
lainnya. Ciri khas dari batugamping ini adalah hilangnya kandungan fosil
Lepydocyclina, sehingga dapat dibedakan dengan batugamping di
bawahnya (Pringgoprawiro, 1983) .
Umur dari Formasi Paciran adalah Pliosen – Pleistosen, yang
didasarkan dengan dijumpainya Alveolinella quoyi yang merupakan fosil
yang sering muncul di Pliosen. Lingkungan terbentuknya formasi ini yaitu
di laut dangkal, dekat pantai, beriklim hangat, jernih, kedalaman < 50 meter,
zona littoral – sublittoral pinggir dimana lingkungan yang memungkinkan
tumbuhnya terumbu.
11. Formasi Wonocolo
Formasi Wonocolo secara selaras berada di atas Formasi Bulu.
Dasar penamaan Formasi Wonocolo diberikan oleh Trooster (1937) yang
berasal dari Desa Wonocolo, Kawengan, Cepu dimana lokasi tipe ini
pertama kali ditemukan. Formasi ini sebelumnya dikenal dengan nama
Wonotjolo Beds (Van Bemmelen, 1949), Wonotjolo Formation (Marks,
1957), Wonotjolo Member, Globigerina Formation (Hartono, 1961). Ciri
pengenal dari formasi ini adalah napal, napal lempungan hingga napal
pasiran, kaya akan fosil foraminifera plankton, berwarna abu-abu kehijauan
hingga abu-abu kecoklatan dengan perselingan kalkarenit berwarna putih
kekuningan setebal 5 - 20 cm (Pringgoprawiro, 1983).
Formasi ini berumur Miosen Akhir bagian bawah hingga bagian
tengah. Penentuan umur didasarkan pada kandungan foraminifera plankton
yang ditemukan dalam formasi ini. Formasi ini terdendapakan pada laut
terbuka, jauh dari pantai, kedalaman 100 – 500 meter, terletak pada neritik
luar hingga bathyal atas.
12. Lava Muria
Lava Muria terdiri atas lava basal, andesit, leusit-teprit, leusitit,
trakit dan sienit. Batuan ini secara umum memperlihatkan tekstur porfiritik
dengan fenokris dari mineral piroksin, plagioklas dan biotit dengan masa
dasar dibentuk oleh mikrolit felspar dan kaca gunung api. Lava basal,
porfiritik, dengan fenokris terdiri atas augit, diopsit, hipersten dan biotit
dalam masadasar mikrolit felspar, piroksin dan kaca gunung api. Lava
andesit berkomposisi mineral augit, hipersten, hornblende, biotit,
plagioklas, ortoklas dan bijih sedangkan batuan leusit-teprit dan leusitit
komposisinya hampir sama. Leusitit mengandung plagioklas lebih sedikit
sedangkan leusit-teprit terdapat fenokris plagioklas. Trakit bersusunan
mineral plagioklas, sanidin, ortoklas, sedikit hornblenda atau biotit sienit
bersusunan plagioklas, ortoklas, augit dan biotit. Batuan beku ini dijumpai
cukup banyak baik berupa lava maupun kepingan dalam breksi
13. Tufa Muria
Tufa Muria berwarna kuning berlapis kurang baik, tebal 5 m dan tuf
pasiran sampai lempungan ukuran lapili sampai halus sering dijumpai
lapisan bersusun sebagai sisipan dalam tuf dengan ketebalan antara 0,1 - 3,0
m. Umur satuan ini diperkirakan sama dengan Lava Gunung Api Muria
Plistosen-Holosen
F. Analisis Peta Bentuk Lahan Kabupaten Pati
Berdasarkan interpretasi citra satelit, peta topografi, dan peta geologi diperoleh
14 satuan bentuklahan (Verstappen, 1983). Bentuklahan adalah kenampakan medan
yang dibentuk oleh proses-proses alam dan mempunyai komposisi serangkaian,
karateristik fisik dan visual tertentu di manapun bentuklahan ditemui (Way, 1973
dalam Van Zuidam, 1979). Bentuklahan (landform) mempunyai arti bentuk dan
sifat dari kenampakan tertentu dipermukaan bumi. Terdapat tiga bentukan asal
dominant yang membentuk morfologi Kabupaten Pati:
1. Bentkan Asal vulkan
Bentukan asal vulkan yang ada pada Kabupaten pati, merupakan bagian
Gunung Muria yang berada pada wilayah sebelah sebelah Barat Lat seperti
Kecamatan Gembong, Tlgowungu, Gunung Wungkal Cluwak Dan Dukuhseti.
Pada Prinsipnya terdapat tiga bentuklahan dari bentukan asal vulkan, yaitu Lereng
gunung Api (V3), Kaki Gunung Api (V4), Dataran Kaki Gunung Api (V5) dan
dataran fluvial gunung api (V6). Penampakan profil dari bentukan vulkan dapat
diamati dengan melihat kerapatan Garis Kontur, atau penurunan tingkat
prosentase lereng dari bagian puncak lereng hingga dataran vluvial gunungapi.
Perbedaan lereng pada gunung muria ditarik garis penampang A1, maka dapat
digambarkan sebagai berikut:

V3
V4
V5
V6
Sumber : Google Earth
Geomorfologi dengan bentukan asal vulkan berupa Lereng gunungapi,
ditandai dengan proses material berupa pengangkutan bahan material secara
gravitatid oleh tenaga air, yang kemudian menghasilkan endapan material erupsi
secarar bertahap. Batas anatara bentuklahan vulkanik dengan bentukan asal fluvial
pada wilayah kabupaten pati dapat dilihat dari tingkat kelerengannya, seperti pada
V6 dicirikan dengan lereng yang agak curam sampai dengan landai, material
penyusun sudah didominasi oleh hasil pengendapan material gunung api muria
melalui lembah-lembah sungai.
Selain lereng pada wilayah kabupaten pati, bentukan asal vulkan dapat
ditelaah dengan menggunakan asal keterbentukan dari aktivitas vulkan yang dapat
dilihat pada peta geologi kabupaten pati, persebaran hasil aktivitas vulkan dapat
ditarik garis linier dengan formasi Muria lava, Muria tuff kemudian endapan hasil
dari Fluvio-vulkan pada kemiringan lereng landai terhitung dari kaki dunung api.
2. Bentuk Lahan Fluvial
Berdasarkan proses terbentuknya wilayah dataran pada wilayah kabupaten
pati, awal pembentukan aktivitas Fluvial terbentuk pada era era kenozoikum yaitu
pada periode Kuarter. Keterbentukan Gunung Muria yang awalnya terpisah
dengan pulau utama dan dipengaruhi oleh aktivitas subduction yang terus
mengarah pada wilayah utara jawa, membuat sedimentasi kearah utara dapat
menyatukan dataran antara Gunung Muria dengan Pulau Jawa.
Sedimentasi yang tersusun berlangsung khususnya pada bentukan asal
fluvial dipengaruhi oleh aktivitas sungai yang ada diwilayah Kabupaten Pati
seperti Kali Silugonggo dan Kali Godi.
Gambar : Kali Silugonggo (Wilayah Kecamatan Jakenan)
Ciri utama dari dataran berbentuk Fluvial yaitu letak keberadaannya yang
tidak jauh dari jalur sungai yang dapat ditengarai dengan bentang lahan berupa
sawah, atau jika dilihat dari Peta Geologi merupakan bagian dari formasi bentuk
utama berupa Alluvium.
Pada prinsipnya terdapat beberapa bentukan lahan minor seperti Dataran
Alluvial (F1), Dataran Banjir (F7) atau Tanggul Alam (F8) namun kedetailan
tingkat luasan wilayah mempengaruhi kenampakan bentukan minor tersebut
sehingga hanya ditampilkan bentukan lahan berupa bentukanlahan Fluvial (F).

3. Bentukan Asal Karst


Wilayah bagian selatan Kabupaten Pati jika dilihat dari Kerapatan Garis
Kontur atau Peta Lereng, memiliki tingkat prosentase lereng landai hingga
curam. Berdasarkan fisiografinya, pegunungan tersebut merupakan bagian dari
jajaran Antiklinorium rembang -Madura (Bammelen, 1949) atau yang biasa
disebut dengan Jajaran Pegunungan Kendeng Utara. Pegunungan kendeng utara,
merupakan hamparan perbukitan batukapur yang terbentuk pada Era
Kenozoikum periode Miosen.
Berdasarkan pada Peta Geologi wilayah Kabupaten Pati berada pada
beberpa formasi seperti Formasi Bulu, Ngrayong, Wundu, Tuban dan Wuncolo.
Kerapatan Kontur atau peta Lereng dapat dijadikan acuan utama dari batasan
dari pegunungan Karst dengan bentukan asal Fluvial.
Bentukan asal karst ditandai dengan adanya perbukitan dengan bentang
lahan utama yang tersusun dari karst baik berupa kerucut karst, lambah karst
ataupun kubah karst yang terlihat dari kenampakan medan berupa pegunungan.
Kenampakan Dataran Tinggi Karts (K1)
Pegunungan Karst (Kecamatan Balong)
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Geomorfologi mempelajari bentuk lahan dan unsure-unsur di dalamnya
serta cara terbentuknya, perkembangannya dan komposisi material yang ada
di dalamnya. Pada pembahasan diatas maka dapat disimpulkan sebagai
berikut :
1. Kabupaten Pati merupakan salah satu kabupaten di Jawa Tengah bagian
timur, terletak diantara 110°,50’- 111°,15’ Bujur Timur dan 6°, 25’ -
7°,00 Lintang Selatan. Kabupaten Pati memiliki 21 Kecamatan, yaitu
Kecamatan Batangan, Kecamatan Cluwak, Kecamatan Dukuhseti,
Kecamatan Gabus, Kecamatan Gembong, Kecamatan Gunungwungkal,
Kecamatan Jaken, Kecamatan Jakenan, Kecamatan Juwana, Kecamatan
Kayen, Kecamatan Margoyoso, Kecamatan Margorejo, Kecamatan Pati,
Kecamatan Pucakwangi, Kecamatan Sukolilo, Kecamatan
Tambakromo, Kecamatan Tayu, Kecamatan Tlogowungu, Kecamatan
Trangkil, Kecamatan Wedarijaksa, Dan Kecamatan Winong.
2. Peta Garis Kontur Kabupaten Pati memiliki 2 kerapatan garis kontur
yang berbeda, yaitu memiliki kontur yang rapat dan tidak rapat. Peta
Kontur Kabupaten Pati disusun dari 3 sumber yaitu: Peta Administrasi
Kabupaten Pati Skala 1:250.000, Kumpulan Data Garis Kontur Peta
RBI Kabupaten Pati, Citra IKONOS Geogle Earth Tahun 2018.
3. Pada Peta Lereng Kabupaten Pati dapat dijelaskan bahwa terdapat 5
klasifikasi lereng yaitu lereng datar, lereng landau, lereng agak curam,
lereng curam dan sangat curam.
4. Kabupaten Pati memiliki 13 formasi geologi yaitu, aluvial, anggota
ngrayong, anggota selorejo, batuan gunungapi genuk, formasi bulu,
formasi ledok, formasi lidah, formasi mundu, formasi ngrayong. formasi
paciran, formasi wonocolo, lava muria dan tufa muria.
5. Terdapat tiga bentukan asal dominant yang membentuk morfologi
Kabupaten Pati yaitu Bentuk Asal Vulkan, Bentuk Lahan Fluvial dan
Bentuk Lahan Karst
DAFTAR PUSTAKA

Badan Pusat Statistik. Kabupaten Pati Dalam Angka 2018. Pati


Hamilton, W. 1979. Tectonic of Indonesian Region, Geo. Survey. Prof. Paper, U.S.
Govt. Print. Office, Washington D.C.
Panjaitan dan Subagio. 2009. IndikasiFenomena Struktur Geologi Bwah
Permukaan Daerah Rencana Tapak Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir
Gunung Api Genuk dan Sekitarnya, Jepara, Jawa Tengah. Jurnal Geo-
Environment. Vol. 19 No. 1
Pringgoprawiro, H., 1983, Biostratigrafi dan Paleogeografi Cekungan Jawa Timur
Utara ”Suatu Pendekatan Baru”, Disertasi Doktor, Institut Teknologi
Bandung, 239 hal, tidak diterbitkan
Sharaf, E.F., BouDagher-Fadel, M.K., Simo, J.A., and Carroll, A.R.. 2005,
Biostratigraphy and strontium isotope dating of Oligocene-Miocene strata,
East Java, Indonesia, Stratigraphy vol.2 no.3
Syawal, R., Maliki, J., Chrishartyanto, G.A., dan Guzman, D., 2012, Karakteristik
Endapan Batugamping Formasi Bulu Pada Daerah Sukolilo dan
Tambakromo, Pati, Jawa Tengah, Prosiding IAGI 2012-SS-41, Yogyakarta
Verstappen H. Th. and R.A. Van Zuidarn 1968. lTC System of Geomorphological
Survey. Delf: lTC The Netherland.
Verstappen H. Th. 1977. Remote Sensing In geomorphology. Amsterdam: Elsivler.
Verstappen H. Th. 1983. Applied Geomorphology, Geomorphological Surveys for
Environmental Development. Amsterdam: Elsivler.

Anda mungkin juga menyukai