Anda di halaman 1dari 27

JURNAL TUGAS AKHIR

KAPASITAS LENTUR BALOK BETON BERTULANG


SISTEM RANGKA DENGAN VARIASI JARAK SPASI

DISUSUN OLEH :
ASNI TANDILINO
D 111 13 025

JURUSAN SIPIL
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2018
KAPASITAS LENTUR BALOK BETON BERTULANG SISTEM RANGKA
DENGAN VARIASI JARAK SPASI

Asni Tandilino
D111 13 025
Mahasiswa S1 Jurusan Sipil
Fakultas Teknik Universitas Hasanuddin
Jl. Poros Malino Km. 6
Bontomarannu, Gowa 92172, Sulawesi Selatan
Email: asnitandilino@gmail.com

Prof. Dr. Eng. Rudy Djamaluddin, S.T., M.Eng. Dr.Eng. Hj. Rita Irmawaty, S.T., M.T.
Pembimbing I Pembimbing II
Fakultas Teknik Universitas Hasanuddin Fakultas Teknik Universitas Hasanuddin
Jl. Poros Malino Km. 6 Jl. Poros Malino Km. 6
Bontomarannu Bontomarannu
Gowa 92172, Sulawesi Selatan Gowa 92172, Sulawesi Selatan

ABSTRAK

Balok beton bertulang pada umumnya menggunakan tulangan lentur yang


dipasang secara horizontal dan tulangan geser yang dipasang secara vertikal
terhadap sumbu balok. Perubahan geometrik tulangan geser vertikal menjadi
tulangan geser miring telah banyak dikembangkan untuk meningkat kapasitas
lentur. Penggunaan tulangan miring atau tulangan sistem rangka dapat
meningkatkan kapasitas lentur balok karena dapat menjaga lengan momen akibat
lendutan pada saat pembebanan. Salah satu faktor yang mempengaruhi
peningkatan kapasitas lentur pada balok tulangan sistem rangka adalah jarak spasi
tulangan sistem rangka yang digunakan. Dalam penelitian ini digunakan benda uji
balok beton bertulang dengan dimensi 15 cm x 20 m x 330 cm. Terdapat empat
variasi benda uji yang digunakan yaitu Balok Normal sebagai balok kontrol,
BTR25 yaitu balok tulangan sistem rangka dengan jarak spasi 0.25d, BTR50 yaitu
balok tulangan sistem rangka dengan jarak spasi 0.50d, dan BTR75 yaitu balok
tulangan sistem rangka dengan jarak spasi 0.75d. Dimana d adalah tinggi efektif
balok. Data yang diamati adalah beban, lendutan, regangan pada tulangan dan
beton, serta pola retak. Apabila dibandingkan dengan Balok Normal, hasil
penelitian menunjukkan variasi spasi tulangan sistem rangka mempengaruhi
peningkatan kapasitas lentur, dimana balok spasi 0.25d (BTR25) meningkat
sebesar 11,20%, untuk balok spasi 0.50d (BTR50) meningkat sebesar 6.76%, dan
balok spasi 0.75d (BTR75) meningkat sebesar 6.02%. Pengamatan pola retak
menunjukkan balok beton tulangan rangka mengalami retak lentur. Benda uji
BTR25 dan BTR50 mengalami kegagalan yang menyerupai perilaku balok dalam
kondisi balance sedangkan benda uji BTR75 dan BN mengalami kegagalan yang
menyerupai perilaku balok dalam kondisi under-reinforced.

Kata kunci : Kapasitas Lentur, Tulangan Sistem Rangka, jarak spasi.


ABSTRACT

Reinforced concrete beam commonly use longitudinal rebars which are mounted
horizontally and shear rebars which are mounted vertically to the axis of the
beam. The geometrical changes of vertical stirrups into a diagonal stirrup have
been developed to increase the bending capacity. The utilization of diagonal
stirrups or reinforcement truss system can increase the bending capacity of beam
as it is able to keep the moment arm due to the deflection during the loading test.
One of the factor that affects the increasing bending capacity on the beam with
truss system reinforcement is spacing of truss system reinforcement. The
specimens used are reinforced concrete beam with dimensions of 15 cm x 20 cm x
330 cm. There are four variations of the specimens. Normal beam as a control
beam, BTR25 is beam with truss system reinforcement with spacing of 0.25d,
BTR50 is beam with truss system reinforcement with spacing of 0.50d, and
BTR75 is beam with truss system reinforcement with spacing of 0.75d, where d
is the effective depth of the beam. The observed data were load, deflection,
reinforcement and concrete strain, as well the crack patterns. If compared with
normal beam, variant of the truss system reinforcement affects the increasing of
bending capacity, where the beam with spacing of 0.25d (BTR25) increased by
11.20%, beam with spacing of 0.50d (BTR50) increased by 6.76%, and the beam
with spacing of 0.75d (BTR75) increased by 6.02%. Observations of crack
patterns showed that reinforced concrete beam failed in flexural. BTR25 and
BTR50 failed similar with beam failed in balance condition, while BTR75 and
BN failed similar with beam failed in under-reinforced.

Keywords: Bending Capacity, Truss System Reinforcement, Spacing.


1

1. PENDAHULUAN disebabkan tulangan sistem rangka


1.1. Latar Belakang dapat menjaga lengan momen akibat
Beton bertulang merupakan lendutan pada saat pembebanan.
material komposit antara beton dan Dengan perubahan geometrik ini
baja tulangan. Beton berfungsi untuk maka ada penambahan kapasitas
menahan gaya tekan dan tulangan momen dari tulangan sistem rangka.
baja untuk menahan gaya tarik. Dibandingkan sistem tulangan
Tulangan yang digunakan untuk vertikal, penggunaan tulangan sistem
balok beton pada saat ini umumnya rangka terjadi peningkatan kekuatan
berupa tulangan memanjang dan balok dibanding dengan tulangan
tulangan geser. Kekuatan beton vertikal. Namun untuk mencegah
bertulang bergantung pada mutu keretakan yang berlebihan dan juga
beton yang digunakan dan keruntuhan dini dari balok beton
penulangan baja di dalamnya. Pada maka perlu dilakukan kajian lebih
kondisi pembebanan tertentu lanjut terkait spasi tulangan sistem
kekuatan suatu beton bertulang rangka.
sangat dipengaruhi oleh model
tulangan beton itu sendiri. Berdasarkan latar belakang di
Seiring perkembangan atas, judul penelitian yang diangkat
teknologi dan pengetahuan, berbagai penulis yaitu “Kapasitas Lentur
inovasi dikembangkan untuk Balok Beton Bertulang Sistem
meningkatkan kuat lentur balok Rangka Dengan Variasi Jarak
beton bertulang. Pada umumnya Spasi”.
penulangan balok beton terdiri dari
tulangan lentur dan tulangan geser. 1.2. Rumusan Masalah
Tulangan lentur dipasang secara Berdasarkan latar belakang
horizontal dari sumbu balok dan yang dikemukakan di atas, maka
berfungsi menahan beban momen dirumuskan permasalahan penelitian
lentur, sedangkan tulangan geser atau yaitu
begel dipasang secara tegak lurus 1. Bagaimana pengaruh spasi
terhadap sumbu balok beton dan tulangan sistem rangka
berfungsi sebagai penahan beban terhadap kapasitas lentur balok
gaya geser. Hal ini kemudian beton bertulang sistem rangka.
dikembangkan lebih lanjut ke dalam 2. Bagaimana pengaruh spasi
konsep perubahan geometri tulangan tulangan sistem rangka
sengkang untuk meningkatkan terhadap lendutan balok beton
kapasitas lentur. Salah satu metode bertulang sistem rangka.
yang dikembangkan yaitu dengan 3. Bagaimana pengaruh spasi
mengubah konfigurasi tulangan geser tulangan sistem rangka
vertikal menjadi tulangan miring. terhadap pola retak balok beton
Penggunaan tulangan geser bertulang sistem rangka.
miring telah direkomendasikan oleh 4.
banyak peneliti untuk meningkatkan 1.3. Tujuan Penelitian
kapasitas lentur. Perubahan Mengacu pada rumusan
geometrik tulangan begel vertikal masalah di atas, maka tujuan
menjadi tulangan sistem rangka penelitian ini adalah:
dapat meningkatkan kekuatan geser 1. Menganalisa pengaruh spasi
dan kekuatan lentur. Hal ini tulangan sistem rangka balok
2

beton bertulang terhadap 1.6. Sistematika Penulisan


kapasitas lentur. Sistematika penulisan dalam
2. Menganalisa pengaruh spasi penelitian ini terdiri dari lima bab
tulangan sistem rangka balok yaitu:
beton bertulang terhadap BAB I
lendutan. Bab ini menyajikan latar belakang
3. Menganalisa pengaruh spasi masalah, maksud dan tujuan
tulangan sistem rangka balok penulisan, rumusan masalah, ruang
beton bertulang terhadap pola lingkup dan batasan masalah serta
retak. sistematika penulisan yang berisi
tentang penggambaran secara garis
1.4. Manfaat Penelitian besar mengenai hal-hal yang dibahas
Penelitian ini diharapkan dapat dalam bab-bab berikutnya.
memberi manfaat sebagai BAB II
berikut: Bab ini menguraikan tentang
1. Memberi informasi mengenai kerangka konseptual yang memuat
kapasitas lentur balok beton beberapa penulisan sebelumnya yang
tulangan sistem rangka. berkaitan dengan beton tulangan
2. Dapat dijadikan sebagai acuan sistem rangka, karakteristik lentur
dan informasi para peneliti beton, dan batasan spasi pada balok
dalam mengembangkan beton bertulang.
penelitian mengenai pengaruh BAB III
jarak spasi tulangan sistem Bab ini memuat jenis penelitian dan
rangka. tahap-tahap penelitian, lokasi dan
waktu penelitian, alat dan bahan
1.5. Batasan Masalah yang digunakan dalam penelitian ini,
Agar penelitian ini dapat variasi benda uji dan setup benda uji,
berjalan dengan baik dan sesuai serta prosedur penelitian.
dengan sasaran yang ingin dicapai, BAB IV
maka penelitian ini diberikan batasan Bab ini merupakan pembahasan dari
masalah sebagai berikut: hasil pengujian yang diperoleh
1. Benda uji yang digunakan pada menegnai kapasitas lentur balok
penelitian ini berupa balok beton yang menggunakan tulangan sistem
tulangan sistem rangka dengan rangka.
ukuran 330 cm x 15 cm x 20 cm. BAB V
2. Menggunakan bahan beton Bab ini memuat kesimpulan dari
normal dengan mutu f’c = 18 hasil analisis masalah dan disertai
MPa dengan saran-saran.
3. Jenis tulangan yang digunakan
adalah tulangan rangkap yang
terdiri atas tulangan tekan Ø6, 2. TINJAUAN PUSTAKA
tulangan tarik D12, dan tulangan 2.1. Hasil Penelitian Sebelumnya
geser Ø8. Peningkatan kapasitas lentur
4. Pembebanan yang digunakan pada balok beton bertulang telah
adalah two point load yang banyak diteliti. Salah satu metode
diletakkan di atas dua tumpuan peningkatan kapasitas lentur yaitu
sederhana. dengan mengubah geometrik
tulangan begel.
3

Yasser dkk (2015) meneliti menunjukkan bahwa kapasitas lentur


kapasitas lentur balok beton dengan balok tanpa beton pada penampang
atau tanpa styrofoam sebagai beton tarik mengalami penurunan. Namun
pengisi (Styrofoam Filled Concrete) dengan penggunaan tulangan
pada daerah tarik yang menunjukan rangka terjadi peningkatan
bahwa hubungan beban dan kekuatan dibanding dengan tulangan
lendutan pada balok dengan SFC-30 vertikal yang disebabkan
(SFC 30%) menggunakan sistem penggunaan tulangan rangka dapat
rangka beton bertulang menjaga lengan momen akibat
menunjukkan daktilitas lebih baik terjadinya lendutan pada saat
daripada balok beton normal serta pertambahan aplikasi beban.
kapasitas lentur beton komposit Rudy Djamaluddin dkk (2014)
balok menghasilkan perpanjangan meneliti pengaruh sistem rangka
lebih tinggi dari beton normal. pada perilaku lentur bagian luar
Variasi balok yang digunakan yakni balok beton bertulang yang
balok BN (balok normal), balok menunjukkan bahwa sistem rangka
BTL (balok beton terbuka dengan diperlukan untuk bagian luar balok
tulangan transversal), balok BTR beton bertulang. Sistem rangka balok
(balok beton terbuka dengan beton tanpa beton di daerah tarik
tulangan sistem rangka), balok BSC (BR) bisa meningkatkan kapasitas
(balok beton styrofoam dengan yang hampir sama dengan balok
tulangan transversal), dan balok normal (BN). Hal ini dapat diamati
BSCTR (balok beton styrofoam juga bahwa benda uji BR memiliki
dengan tulangan sistem rangka). jumlah retak yang lenih sedikit
dibandingkan benda uji BN akibat
pengaruh ikatan pada tulangan tarik
a. Balok BN pada benda uji BR untuk
mendistribusikan retak.
b. Balok BTL

c. Balok BTR

d. Balok BSC

e. Balok BSCTR

Gambar 2.1. Arah Perambatan


Retak
Gambar 2.1 menunjukan pola
Gambar 2.2. Tipikal Pola Retak
retak benda uji. Semua benda uji
Benda Uji
mengalami retak lentur. Pada benda
uji BSCTR pola retak yang terjadi
2.2. Karakteristik Lentur Balok
lebih rapat disbanding benda uji BN.
Beban-beban yang bekerja
Yasser (2014) melakukan studi
pada sebuah stuktur, baik itu beban
pengaruh tulangan sistem rangka
gravitasi, beban angin, beban gempa
terhadap kekuatan lentur yang
4

maupun yang disebabkan susut dan pertama kali (Δy). Hal tesebut
suhu, mengakibatkan lentur dan dinyatakan secara matematis dalam
deformasi elemen-eleman struktural persamaan berikut ini (Kim, 2007).
penyusunnya. Lentur elemen balok μ=
adalah akibat dari regangan
deformasi yang disebabkan oleh dimana : μ = daktilitas
tegangan-tegangan lentur akibat struktur
beban eksternal. Seiring peningkatan Δ80 = perpindahan
beban, balok tersebut menahan saat 0,80 Pmaks
regangan dan defleksi tambahan, Δy = perpindahan
mengakibatkan pembentukan retak- saat leleh pertama kali
retak lentur sepanjang bentang dari Hubungan antara beban dan
balok tersebut. Penambahan- lendutan pada beton bertulang
penambahan terus menerus terhadap sampai melampaui beban maksimum
tingkat beban mengakibatkan untuk balok daktail dan getas tampak
kegagalan elemen struktural ketika pada Gambar 2.3.
beban eksternal mencapai kapasitas Beban
elemen tersebut (Nawy, 1998). Pu
Kuat lentur beton adalah 20%
kemampuan balok beton untuk  drop in
menahan gaya dengan arah tegak Pu
lurus sumbu yang diberikan padanya
sampai balok beton patah dan Displacement
dinyatakan dalam Mega Pascal ducility indeks, μ =
𝑑𝑢
(MPa). Kuat tarik dalam lentur 𝑑𝑦
dikenal sebagai modulus runtuh y u Lendutan
(Moduluss of Rupture). Untuk batang Gambar 2.3. Hubungan Pendekatan
yang mengalami lentur yang dipakai Beban-Lendutan
dalam desain adalah besarnya (Tahwil dan Deierlein, 1999)
modulus runtuh (fr).
2.2.2. Retak Pada Balok
2.2.1. Daktilitas Retak terjadi pada umumnya
Daktilitas menyatakan menunjukkan bahwa lebar celah
kemampuan struktur untuk retak sebanding dengan besarnya
berdeformasi secara signifikan tanpa tegangan yang terjadi pada batang
mengalami penurunan kekuatan yang tulangan baja tarik dan beton pada
berarti. Daktilitas merupakan salah ketebalan tertentu yang menyelimuti
satu aspek penting dalam batang baja tersebut. Meskipun retak
perencanaan suatu elemen struktur tidak dapat dicegah, namun
disamping aspek kekuatan dan ukurannya dapat dibatasi dengan
kekakuan. Besarnya daktilitas cara menyebar atau mendistribusikan
didapatkan dari grafik hubungan tulangan.
beban dan perpindahan. Daktilitas Pada dasarnya ada tiga jenis
suatu struktur didefenisikan sebagai keretakan pada balok (Gilbert, 1990):
perbandingan antara perpindahan 1. Retak lentur (flexural crack),
saat terjadi penurunan beban sebesar terjadi akibat kegagalan balok
20% dari beban maksimum (Δ20) dalam menahan beban lentur,
dengan perpindahan saat leleh sehingga biasanya terjadi pada
5

daerah lapangan (bentang retakan dan pertambahan retakan


tengah) balok, karena pada yang baru.
daerah ini timbul momen lentur
paling besar. Arah retak terjadi 2.2.3. Keruntuhan Pada Balok
hampir tegak lurus pada sumbu Tipe keruntuhan balok sangat
balok (lihat Gambar 2.4.(a)). tergantung pada kelangsingan balok.
2. Retak geser pada bagian balok Kelangsingan balok dinyatakan
(web shear crack), terjadi dengan a/d (untuk beban terpusat),
akibat kegagalan balok dalam dimana a adalah shear span, yaitu
menahan beban geser, sehingga jarak antara titik pembebanan ke
biasanya terjadi pada daerah tumpuan.
ujung (dekat tumpuan) balok, Keruntuhan pada balok dapat
karena pada daerah ini timbul terjadi menurut salah satu dari tiga
gaya geser/gaya lintang paling mode keruntuhan ini, (Nawy, 1998):
besar. Retak yang terjadi yaitu 1. Keruntuhan lentur (flexural
arah keretakan miring, failure), yaitu keruntuhan yang
membentuk sudut sekitar 45o terjadi dengan arah retaknya
(lihat Gambar 2.4.(b)). vertikal ditengah bentang
3. Retak geser-lentur (flexural sepanjang kira-kira 1/3
shear crack), terjadi pada bentang. Pada mode
bagian balok yang sebelumnya keruntuhan ini, retak-retak
telah terjadi keretakan lentur. halus vertikal mulai terjadi di
Retak geser lentur merupakan tengah bentang pada tingkat
perambatan retak miring dari beban ± 50% dari beban
retak lentur yang sudah terjadi keruntuhan lentur. Seiring
sebelumnya (lihat Gambar 2.4 meningkatnya beban, retak
(c)). tambahan menyebar di daerah
pusat bentang dan retak awal
mulai melebar dan merambat
kearah garis netral disertai
a. Retak Lentur
peningkatan lendutan. Bila
penulangan memanjang balok
under-reinforced, keruntuhan
terjadi secara daktail yang
diawali oleh lelehnya tulangan
b. Retak Geser lentur. keruntuhan geser.

c. Retak Geser Lentur

Gambar 2.4. Jenis Retakan pada


Beton (Gilbert, 1990)

Beton hanya mampu memikul


regangan tarik yang relatif rendah
sebelum retak, setelah retak beton
mengalami perpanjangan Gambar 2.5. Ragam Keruntuhan
(elongation) dengan melebarnya Balok (Nawy, 1998)
6

2. Keruntuhan tarik diagonal dikelompokkan ke dalam 3


(diagonal tension failure), yaitu kelompok sebagai berikut
keruntuhan yang terjadi segera (Dipohusodo, 1999):
setelah keretakan miring tanpa 1. Penampang balanced.
peringatan yang cukup, yang Tulangan tarik mulai leleh
terjadi karena kuat tarik tepat pada saat beton mencapai
diagonal lebih kecil dari kuat regangan batasnya dan akan
lentur. Keruntuhan ini terjadi hancur karena tekan = 0,003
pada balok dengan a/d sekitar dan = = I .
2,5 - 5,5. Keretakan dimulai 2. Penampang over-reinforced.
dengan terbentuknya retak- Kondisi ini terjadi apabila
retak lentur vertikal halus tulangan yang digunakan lebih
ditengah bentang, yang akan banyak dari yang diperlukan
menyebar akibat meningkatnya dalam keadaan seimbang.
beban ke daerah dengan Keruntuhan ditandai dengan
momen lebih kecil dan gaya hancurnya beton yang tertekan.
geser besar, sehingga terjadi Pada awal keruntuhan, <
keretakan lentur geser. Dengan dan < .
meningkatnya gaya geser, retak 3. Penampang under-reinforced.
akan melebar dan merambat Kondisi ini terjadi apabila
sampai kesisi balok sehingga tulangan tarik yang dipakai
balok runtuh. Keruntuhan pada balok kurang dari yang
bersifat getas dan lendutan diperlukan untuk kondisi
yang terjadi relatif kecil. seimbang. Keruntuhan ditandai
3. Keruntuhan geser tekan (shear dengan lelehnya tulangan baja.
compression failure), yaitu Regangan baja melebihi
keruntuhan yang terjadi setelah regangan lelehnya, > .
retak lentur geser terjadi,
kemudian retak merambat ke c=0,003
belakang sepanjang tulangan
c<0,003
lentur. Keretakan ini akan
melepaskan lekatan tulangan
memanjang dan balok akan g.n. penulangan kurang
berkekakuan seperti busur dua garis netral
sendi, yang diakhiri dengan g.n. penulangan lebih penulangan
hancurnya beton tekan disisi seimbang
atas balok. Keruntuhan ini
terjadi pada balok dengan rasio
a/d antara 1,0 - 2,5, keruntuhan
relatif kurang getas karena
terjadi redistribusi tegangan, <
𝑠 𝑦
tapi secara umum masih 𝑓 𝑦
tergolong getas dengan =𝑦
𝐸𝑠
peringatan batas. Gambar 2.6 Distribusi Regangan
Berdasarkan jenis keruntuhan Penampang Balok
yang dialami, apakah akan terjadi Ultimit (Dipohusodo,
leleh tulangan tarik atau hancurnya 1999)
beton yang tertekan, balok dapat
7

2.3. Balok Tulangan Sistem tulangan geser dikatakan berperilaku


Rangka seperti rangka batang sejajar statis
Li dkk (2008) melaporkan tertentu dengan sambungan sendi.
suatu metode desain untuk balok Beton tekan lentur dianalogikan
beton bertulang menggunakan model sebagai batang atas rangka batang,
rangka yang dimodifikasi dengan sedangkan tulangan tarik sebagai
strut diagonal pada berbagai sudut. batang bawah. Web rangka batang
Dalam menganalisis kekuatan dan tersusun dari sengkang sebagai
deformasi menggunakan desain batang tarik vertikal dan bagian
dalam ACI 318-02. Berdasarkan beton antara retak tarik diagonal
konsep analogi rangka mendekati 45° bekerja sebagai
memanfaatkan blok beton sebagai batang tekan diagonal. Tulangan
struts kompresi untuk menahan gaya geser yang digunakan berperilaku
tekan dan memperkuat tulangan seperti batang web dari suatu rangka
sebagai hubungan ketegangan untuk batang.
menahan gaya tarik, dimana tulangan
diagonal untuk menahan gaya tarik
vertikal kemudian bergabung dengan
tulangan longitudinal yang
berdekatan.

Gambar 2.8. Analogi Rangka


Batang (McCormac,
Gambar 2.7 Model Rangka dengan 2005)
Struts pada Variasi
Sudut (Li dkk, 2011) Dengan menggunakan prinsip
keseimbangan statika besaran
Untuk mengetahui perilaku momen dan geser yang terjapada
lentur dimana gaya tarik internal setiap penampang balok dapat
yang bekerja pada lengan momen ditentukan dan menganalisis
konstan dari titik ke titik di kemampuan baok tersebut. Pada
sepanjang balok dalam pemodelan perhitungan momen nominal
balok beton bertulang kinerja balok digunakan konsep kopel momen
(beam action) dan kinerja yang bersifat umum dan dapat
lengkungan (arch action) harus digunakan baik utnuk bahan balok
dipertimbangkan. Dari hasil homogen ataupun tidak dan juga
pengujian ini disimpulkan bahwa dapat dipakai untuk balok yang
dalam praktek desain saat ini yang mempunyai distribusi tegangan
mengharuskan bahwa kegagalan linear ataupun nonlinear. Momen
terjadi ketika beton hancur, sebelum ultimate dan momen nominal dapat
tulangan meleleh terjadi dengan dihitung dengan persamaan rumus :
menggunakan pendekatan model C =T
truss dalam framework umum yang Mu = ØMn
daktail. Mn = T (d - ½ a)
Analogi rangka merupakan
konsep lama dari struktur beton Dengan :
bertulang. Konsep ini menyatakan Mu = kuat lentur balok (Nmm)
bahwa balok beton bertulang dengan ØMn = momen nominal (Nmm)
8

d = tinggi efektif balok (mm) dalam suatu lapis harus sebesar


a = tinggi blok tegangan (mm) db, tetapi tidak kurang dari 25
T = aksial horizontal (N) mm. Ukuran maksimum
C = aksial horizontal (N) nominal agregat kasar harus
tidak melebihi:
a. 1/5 jarak terkecil antara sisi
cetakan, ataupun
b. 1/3 ketebalan slab, ataupun
c. 3/4 jarak bersih minimum
antara tulangan atau kawat,
Gambar 2.9. Penampang Persegi bundel tulangan, atau
untuk Balok Normal tendon prategang, atau
selongsong.
2. Bila tulangan sejajar tersebut
diletakkan dalam dua lapis atau
lebih, tulangan pada lapis atas
harus diletakkan tepat di atas
tulangan di bawahnya dengan
Gambar 2.10. Penampang Persegi spasi bersih antar lapis tidak
untuk Balok Sistem Tulangan boleh kurang dari 25 mm.
Rangka 3. Pada komponen struktur tekan
bertulangan spiral atau
Gambar 2.10 menunjukkan pengikat, jarak bersih antar
diagram tegangan- regangan untuk tulangan longitudinal tidak
balok sistem tulangan rangka. boleh kurang dari 1,5db atau
Perubahan geometrik tulangan begel kurang dari 40 mm.
vertikal menjadi tulangan sistem 4. Batasan jarak bersih antar
rangka dapat meningkatkan kekuatan batang tulangan harus juga
geser dan kekuatan lentur. Hal ini berlaku pada jarak bersih antara
disebabkan tulangan sistem rangka sambungan lewatan
dapat menjaga lengan momen akibat bersentuhan dan sambungan
lendutan pada saat pembebanan. lewatan batang tulangan yang
Dengan perubahan geometrik ini berdekatan.
maka ada penambahan kapasitas 5. Pada dinding dan slab selain
momen dari tulangan sistem rangka. dari konstruksi balok jois
2.4. Batasan Spasi Tulangan beton, tulangan lentur utama
Batasan spasi tulangan pada harus berspasi tidak lebih jauh
struktur beton bertulang termuat dari tiga kali tebal dinding atau
dalam persyaratan-persyaratan slab, ataupun tidak lebih jauh
umum serta ketentuan teknis dari 450 mm.
perencanaan dan pelaksanaan
struktur beton untuk bangunan 3. METODOLOGI
gedung berdasarkan SNI 2847-2013 PENELITIAN
tentang Persyaratan Beton Struktural 3.1. Jenis Penelitian
Untuk Bangunan Gedung sebagai Penelitian yang dilakukan
berikut: adalah kajian pustaka dan uji
1. Spasi bersih minimum antara eksperimental tentang kapasitas
batang tulangan yang sejajar
9

lentur balok beton bertulang sistem kapasitas 100 ton dengan


rangka dengan variasi jarak spasi. beberapa alat tambahan.
Penelitian ini dilaksanakan dengan 5. Pengujian lentur balok beton
tahapan-tahapan sebagai berikut: bertulang
1. Pengujian material baja a. Pengujian dilakukan diatas
tulangan loading frame yang terbuat
Pengujian ini dilakukan untuk dari profil baja yang didesain
mengetahui tegangan leleh (fy) dengan perletakan sederhana
dan modulus elastisitas (εs) baja (sendi-rol) untuk menguji
tulangan ∅6 sebagai tulangan kekuatan lentur balok
tekan, tulangan D12 sebagai dengan panjang bentang 330
tulangan tarik, dan tulangan ∅8 cm dan penampang
sebagai tulangan geser. berbentuk persegi empat
2. Perakitan tulangan berdimensi 15 cm x 20 cm.
Metode sambungan untuk b. Pengujian lentur pada balok
tulangan dilakukan dengan cara beton bertulang
dilas dengan jarak sesuai dilaksanakan pada sampel
dengan gambar desain yang yang telah berumur diatas 28
telah ditentukan. Untuk balok hari.
normal menggunakan tulangan c. Pengujian balok beton
geser arah vertikal, sedangkan bertulang ini dilakukan
untuk balok tulangan rangka untuk mengetahui
menggunakan tulangan geser kemampuan balok dalam
diagonal dengan variasi jarak memikul beban. Pembacaan
spasi sesuai desain. load cell untuk pengujian
3. Pembuatan benda uji balok dilaksanakan setiap
Benda uji yang digunakan pembebanan 1 kN. Untuk
berbentuk balok persegi dengan mencatat lendutan yang
ukuran 15 cm x 20 cm x 330 terjadi pada balok dipasang
cm. Sebelum pengecorn tiga buah LVDT yang
dilakukan persiapan bekisting. ditempatkan pada bagian
Pengecoran benda uji bawah balok.
menggunakan ready mix 6. Pengolahan data membahas
dengan kuat tekan ƒ’c sebesar hubungan antara beban dan
18 MPa atau K225. lendutan dan hubungan antara
beban dan regangan.
4. Pengujian material beton
normal 3.2. Lokasi Dan Waktu Penelitian
Pengujian material beton yang Penelitian ini dilaksanakan di
akan dilakukan meliputi; Laboratorium Bahan dan Struktur
pengujian kuat tekan, uji lentur, Program Studi Teknik Sipil
dan modulus elastisitas. Setiap Universitas Hasanuddin Gowa dalam
jenis pengujian dilakukan kurung waktu sekitar tiga bulan,
terhadap tiga spesimen. Untuk dimulai dengan persiapan,
pengujian kuat tekan, kuat pencampuran, pengujian
lentur serta modulus elastisitas karakteristik, perendaman,
digunakan alat Concrete pengetesan, dan pengelohan data.
Compression Testing Machine
10

3.3. Alat Dan Bahan Penelitian yang dilekatkan pada


Peralatan yang digunakan pada permukaan atas balok, daerah
penelitian ini adalah sebagai ½ tinggi balok, serta pada
berikut: daerah ¼ tinggi balok. Perekat
1. Alat ukur lendutan yang digunakan untuk
Untuk mengukur besar dan merekatkan strain gauge pada
arah lendutan yang terjadi pada permukaan beton adalah CN-E
balok uji selama pembebanan Adhesive.
digunakan LVDT (Linier
Variable Displacement
Tranducer) kapasitas 50 mm
dengan ketelitian 0,01 mm.

(a) (b)
Gambar 3.3. Alat Ukur Regangan
Beton. (a) Strain
gauge beton tipe PL
60-11-5L. (b) CN-E
Gambar 3.1. LVDT. Adhesive.
4. Alat uji pembebanan
2. Alat ukur regangan baja Balok uji yang akan dibebani
tulangan diletakkan pada loading frame.
Pada tulangan longitudinal Di atas balok uji di tengah
bawah dipasang strain gauge bentang diletakkan seperangkat
tipe FLK-6-11-5L (gauge alat pembebanan balok, yaitu :
factor 2,12±1%), ditempatkan a. Actuator, untuk memberi
pada tengah bentang (momen beban dengan kapasitas
maksimum). Perekat yang 1500 kN.
digunakan untuk merekatkan b. Load cell, kapasitas 200 kN
strain gauge pada permukaan untuk mengetahui besar
tulangan adalah CN Adhesive. beban yang diberikan
Actuator.
c. Data logger, untuk
merekam secara serempak
dan otomatis data yang
diukur oleh strain gauge,
(a) (b) LVDT, dan load cell.

Gambar 3.2. Alat Ukur Regangan


Baja Tulangan. (a)
Strain gauge baja tipe
FLK-6-11-5L.
(b) CN Adhesive.
(a) (b)
3. Alat ukur regangan beton
adalah strain gauge tipe PFL- Gambar 3.4. (a) Load Cell (b) Data
60-11 (gauge factor 2,09±1%), Logger
11

5. Bahan tulangan geser yang digunakan


Bahan yang digunakan pada adalah 0,25 dari tinggi efektif
penelitian ini adalah sebagai berikut : balok. Nilai tinggi efektif balok
a. Semen Porland Komposit diperoleh dari selisih tinggi balok
(Portland Composite dengan jarak tulangan tekan serat
Cement, PCC). luar. Sehingga :
b. Agregat halus dan kasar =
(pasir dan batu pecan), =
berasal dari Bili-Bili (sesuai =
standar SII.0052-80). Jarak Spasi : 0.25d = 0.25 x 17.5
c. Kawat dan tulangan = 4.37 cm
produksi PT. Barawaja. Jumlah Sampel : 4 buah
d. Air yang digunakan untuk Unit : cm

campuran adalah air bersih. 20

LVDT (0.01 mm)


15 120 30 30 120 15

3.4. Variasi Benda Uji 330

Jumlah benda uji dalam : Strain Gauge Baja Tulangan


: Strain Gauge Beton

penelitian ini sebanyak 15 buah, 2


15

11 2

dengan variabel penelitian balok


lentur yang akan diteliti sebagai 2Ø6

berikut: 20 12.60
ØD8–0.25d
= 4.2
12.6

1. BN (Balok Beton Normal) 4.37 4.37

Balok normal merupakan balok 3ØD12

kontrol, dimana benda uji ini


menggunakan tulangan geser
vertikal. 3. BTR50 (Balok Beton Tulangan
Jarak spasi = 11 cm Rangka dengan Jarak Spasi
Jumlah sampel = 3 buah 0,50d)
Unit : cm
BTR50 merupakan balok dengan
20

LVDT (0.01 mm)


tulangan geser menggunakan
120
15 120 30 30 15
sistem rangka atau diagonal,
330

: Strain Gauge Baja Tulangan dimana jarak spasi antara


: Strain Gauge Beton
tulangan geser yang digunakan
15
adalah 0,5 dari tinggi efektif
2 11 2
balok. Nilai tinggi efektif balok
2
diperoleh dari selisih tinggi balok
2Ø6
dengan jarak tulangan tekan serat
20 16
Ø8–22 cm
12.6 cm
luar. Sehingga :
=
=
2 3ØD12
11 cm

=
2. BTR25 (Balok Beton Tulangan Jarak spasi : 0.50d = 0.50 x 17.5
Rangka dengan Jarak Spasi = 8.75 cm
0,25d)
Jumlah sampel : 4 buah
BTR25 merupakan balok dengan
tulangan geser menggunakan
sistem rangka atau diagonal,
dimana jarak spasi antara
12

Unit : cm
mengetahui kemampuan balok dalam
20

LVDT (0.01 mm)


memikul beban. Pembacaan load cell
15 120 30 30 120 15
untuk pengujian balok dilaksanakan
330

: Strain Gauge Baja Tulangan


setiap pembebanan 1 kN. Untuk
: Strain Gauge Beton
mencatat lendutan yang terjadi pada
15 balok dipasang tiga buah LVDT
2 11 2
(Linear Variable Displacement
2Ø6
Transducer) yang ditempatkan pada
20 12.60 Ø8–0.50d 12.6
bagian bawah balok. Nilai regangan
= 8.30

diukur dengan menggunakan alat


3ØD12
8.75 8.75
strain gauge. Kemudian pembacaan
direkam melalui data logger TDS
530.
4. BTR75 (Balok Beton Tulangan
Rangka dengan Jarak Spasi Unit : cm
LOAD CELL

0,75d) 20

BTR75 merupakan balok 15 120 30 30


LVDT
120 15

tulangan geser menggunakan 330

sistem rangka atau diagonal,


(a)
dimana jarak spasi antara
tulangan geser yang digunakan
adalah 0,75 dari tinggi efektif
balok. Nilai tinggi efektif balok
diperoleh dari selisih tinggi balok LOAD CELL
dengan jarak tulangan tekan serat LVDT
luar. Sehingga :
=
=
= (b)
Jarak spasi: 0.75d = 0.75 x 17.5 Gambar 3.5. (a) Desain setup benda
= 13.13 cm uji. (b) Setup benda uji di
Jumlah sampel: 4 buah laboratorium
Unit : cm

20
3.6. Kerangka Prosedur
15 120
LVDT (0.01 mm)
30 30 120 15
Penelitian
: Strain Gauge Baja Tulangan
330
Adapun kerangka prosedur
: Strain Gauge Beton

15
penelitian ini adalah sebagai
2 11 2
berikut:
2Ø6

Ø8–0.75d
20 12.60 = 12.50 12.6

13.13 13.13
3ØD12

3.5. Setup Benda Uji


Gambar 3.5. menunjukkan
kondisi setup benda uji untuk
13

Mulai
Tabel 4.1. Karakteristik beton umur
Kaiian Pustaka 28 hari
Teori Dasar dan Jurnal serta pengembangan model Kuat Modulus
balok beton dengan spasi tulangan sistem rangka Beban
Sampel Tekan Elastis
kN Mpa Mpa
Persiapan
Desain, Bahan dan Alat Pengujian 1 139.89 17.81 18470.74
2 146.24 18.62 19080.39
Beton 3 140.27 17.87 20097.52
Uji karakteristik Baja Tulangan
material, Mix design / Menentukan : fy, Es 4 155.99 19.86 19318.13
buat sampel
5 144.60 18.41 18811.20
Rata-
145.40 18.51 19155.60
Uji kuat tekan benda uji rata
silinder
Standar Deviasi (S) 0.83
Mutu Beton (f'c) 17.40
Desain / Pembuatan Balok Beton dengan
tulangan sistem rangka dan Perawatan
4.1.2. Hasil Pengujian Kuat Tarik
Baja
Pengujian Lentur Balok Tabel 4.2 menyajikan
· Setup Benda Uji
· Pengukuran Lendutan, Retak dan Regangan rekapitulasi hasil pengujian kuat
tarik tulangan baja yang dilakukan di
Hasil Tes dan
Pengolahan Data
Laboratorium Stuktur dan Bahan
Jurusan Sipil FT-UH. Berdasarkan
Pembahasan dan
Kesimpulan
Tabel 4.2 kuat tarik leleh rata-rata
baja tulangan polos diameter 8 mm
Selesai
(∅8) sebesar 384,82 MPa dan baja
tulangan ulir diameter 12 mm (D12)
sebesar 469 MPa.
Gambar 3.6. Kerangka Prosedur Tabel 4.2. Hasil Pengujian Kuat
Penelitian Tarik Baja

4. HASIL DAN PEMBAHASAN Rega


4.1 hasil Pengujian Bahan Tula L0 L1 ΔL Pleleh Pultimate fleleh fmax ngan
ngan
4.1.1.Hasil Pengujian mm mm mm kN kN Mpa Mpa %
Karakteristik Beton ∅8 -
Pengujian kuat tekan beton 1 100 126 26 19.8 28.4 394.11 565.29 0.26
dilakukan setelah umur 28 hari sesaat ∅8 -
sebelum melakukan pengujian lentur 2 100 132 32 18.4 24.6 366.24 489.65 0.32

beton. Hal ini dimaksudkan agar ∅8 -


3 100 130 29 19.8 28.2 394.11 561.31 0.29
dapat mengetahui kuat tekan beton
yang lebih aktual. Sampel beton Rata-rata 329.33 29 19.33 27.07 384.82 538.75 0.29
berupa silinder dengan dimensi 10
cm x 20 cm berjumlah 5 buah.
Pengujian ini menggunakan alat D12-
1 100 141 41 38 52.7 336.16 466.21 0.41
Tokyo Testing Machine (TTM) di
D12-
Laboratorium Struktur dan Bahan 2 100 141 40 37.4 52.94 330.86 468.33 0.40
Fakultas Teknik, Universitas D12-
Hasanuddin, Gowa. Hasil pengujian 3 100 142 42 38.8 53.49 343.24 473.20 0.42
ditunjukkan dalam Tabel 4.1.
Rata-rata 339.33 41.00 38.07 53.04 336.75 469.24 0.41
14

Dimana : 27.91 kN dengan Myield sebesar 17.55


L0= panjang mula-mula (mm) kNm, dan beban maksimum balok
L1= panjang setelah pengujian (mm) sebesar 28.84 kN dengan Multimate
ΔL= pertambahan panjang (mm) sebesar 18.11 kNm. Pada BN-03,
Pleleh= beban tulangan meleleh (kN) kondisi retak awal Pcrack tejadi pada
Pultimate= beban maksimum (kN) beban 5.14 kN dengan Mcrack sebesar
fleleh= tegangan tulangan leleh (MPa) 3.89 kNm, kemudian kondisi
fmax= tegangan maksimum (MPa) tulangan leleh Pyield sebesar 23.17 kN
dengan Myield sebesar 14.71 kNm,
Berdasarkan hasil pengujian dan beban maksimum balok sebesar
kuat tarik, baja tulangan yang 25.70 kN dengan Multimate sebesar
digunakan menurut SNI 2052-2004 16.23 kNm. Dari ketiga benda uji
untuk baja tulangan ∅8 termasuk BN diperoleh nilai rata-rata pada
BjTP 24 dan untuk baja tulangan kondisi retak awal Pcrack sebesar 5.21
D12 termasuk BjTS 30. kN dengan Mcrack sebesar 3.93 kNm,
kemudian kondisi tulangan leleh
4.2. KAPASITAS LENTUR pada Pyield sebesar 25.46 kN dengan
BALOK BETON Myield sebesar 16.08 kNm, dan beban
BERTULANG maksimum balok sebesar 27.06 kN
Pelaksanaan uji lentur dengan Multimate sebesar 17.05 kNm.
dilakukan di Laboratorium Struktur
dan Bahan Jurusan Sipil Fakultas Tabel 4.3. Kapasitas Beban dan
Teknik Universitas Hasanuddin. Momen BN Berdasarkan Hasil
Pada setiap balok diberi 2 titik Pengujian
pembebanan secara bertahap.
Tipe
Pengujian balok beton bertulang ini Uraian Satuan
Rata-
BN- BN- BN- rata
untuk mengetahui kemampuan balok 01 02 03
dalam memikul beban. Hasil Pcrack kN 5.21 5.27 5.14 5.21
pengujian kapasitas momen dan
Mcrack kNm 3.93
beban diamati pada kondisi awal 3.93 3.97 3.89
retak, leleh, dan ultimit pada balok Pyield kN 25.30 27.91 23.17 25.46
beton bertulang. Myield kNm 16.08
15.99 17.55 14.71
Pultimate kN 26.64 28.84 25.70 27.06
4.2.1. Benda Uji BN
Tabel 4.3 menunjukkan hasil Multimate kNm
16.79 18.11 16.23
17.05
pengujian balok normal dimana, BN-
01, kondisi retak awal Pcrack tejadi 4.2.2. Benda Uji BTR25
pada beban 5.21 kN dengan Mcrack Tabel 4.4 menunjukkan hasil
sebesar 3.93 kNm, kemudian kondisi pengujian BTR25 dimana, BTR25-
tulangan leleh pada beban Pyield 01, kondisi retak awal Pcrack tejadi
sebesar 25.30 kN dengan Myield pada beban 9.35 kN dengan Mcrack
sebesar 15.99 kNm, dan beban sebesar 6.42 kNm, kemudian kondisi
maksimum balok sebesar 26.64 kN tulangan leleh pada beban Pyield
dengan Multimate sebesar 16.79 kNm. sebesar 23.77 kN dengan Myield
Pada BN-02, kondisi retak awal Pcrack sebesar 15.07 kNm, dan beban
tejadi pada beban 5.27 kN dengan maksimum balok (Pultimate) sebesar
Mcrack sebesar 3.97 kNm, kemudian 30.78 kN dengan Multimate sebesar
kondisi tulangan leleh Pyield sebesar 19.28 kNm. Pada BTR25-02, kondisi
15

retak awal Pcrack tejadi pada beban Hasil pengujian menunjukkan


8.08 kN dengan Mcrack sebesar 5.66 perbedaan yang signifikan pada
kNm, kemudian kondisi tulangan beban retak awal. Dimana benda uji
leleh pada Pyield sebesar 27.51 kN BTR25-04 retak pada saat beban
dengan Myield sebesar 17.31 kNm, 5.50 kN sedangkan benda uji
dan beban maksimum balok sebesar BTR25-01 retak awal pada beban
29.84 kN dengan Multimate sebesar sebesar 9.35, benda uji BTR25-02
18.72 kNm. Pada BTR25-03, kondisi retak awal pada beban sebesar 8.08
retak awal Pcrack tejadi pada beban kN, dan benda uji BTR25-03 retak
7.28 kN dengan Mcrack sebesar 5.18 awal pada beban sebesar 7.28 kN.
kNm, kemudian kondisi tulangan Hal ini dapat disebabkan oleh
leleh pada Pyield sebesar 29.24 kN perlakuan terhadap benda uji saat
dengan Myield sebesar 18.35 kNm, pembuatan benda uji atau pengujian,
dan beban maksimum balok sebesar seperti pada saat pengangkatan
30.38 kN dengan Multimate sebesar benda uji yang kurang hati-hati
19.04 kNm. Pada BTR25-04, kondisi sehingga menyebabkan benda uji 04
retak awal Pcrack tejadi pada beban retak lebih awal dibanding ketiga
5.50 kN dengan Mcrack sebesar 4.11 sampel lainnya.
kNm, kemudian kondisi tulangan
leleh pada Pyield sebesar 28.84 kN 4.2.3. Benda Uji BTR50
dengan Myield sebesar 18.11 kNm, Tabel 4.5. menunjukkan hasil
dan beban maksimum balok sebesar pengujian BTR50 di mana, balok
29.37 kN dengan Multimate sebesar BTR50-01, kondisi retak awal Pcrack
18.43 kNm. Dari keempat benda uji tejadi pada beban 5.67 kN dengan
BTR25 diperoleh nilai rata-rata pada Mcrack sebesar 4.22 kNm, kemudian
kondisi retak awal Pcrack sebesar 7.55 kondisi tulangan leleh pada beban
kN dengan Mcrack sebesar 5.34 kNm, Pyield sebesar 26.17 kN dengan Myield
kemudian kondisi tulangan leleh sebesar 16.51 kNm, dan beban
pada Pyield sebesar 27.34 kN dengan maksimum balok (Pultimate) sebesar
Myield sebesar 17.21 kNm, dan beban 28.44 kN dengan Multimate sebesar
maksimum balok sebesar 30.09 kN 17.87 kNm. Pada balok BTR50-02,
dengan Multimate sebesar 18.87 kNm. kondisi retak awal Pcrack tejadi pada
beban 5.34 kN dengan Mcrack sebesar
Tabel 4.4. Kapasitas Beban dan 4.01 kNm, kemudian kondisi
Momen BTR25 Berdasarkan Hasil tulangan leleh pada Pyield sebesar
Pengujian 26.04 kN dengan Myield sebesar 16.43
Tipe
kNm, dan beban maksimum balok
Rat (Pultimate) sebesar 28.24 kN dengan
Urai Satu BTR BTR BTR BTR a-
an an 25- 25- 25- 25- Multimate sebesar 17.75 kNm. Pada
rata
01 02 03 04
7.5
balok BTR50-03, kondisi retak awal
Pcrack kN 9.35 8.08 7.28 5.50 Pcrack tejadi pada beban 5.34 kN
5
Mcrac kN
6.42 5.66 5.18 4.11
5.3 dengan Mcrack sebesar 4.01 kNm,
k m 4
27. kemudian kondisi tulangan leleh
Pyield kN 23.77 27.51 29.24 28.84
34 pada Pyield sebesar 26.90 kN dengan
Myiel kN 17.
d m
15.07 17.31 18.35 18.11
21
Myield sebesar 16.95kNm, dan beban
Pultim
kN 30.78 29.84 30.38 29.37
30. maksimum balok (Pultimate) sebesar
09
ate
29.31 kN dengan Multimate sebesar
Multi kN 18.
19.28 18.72 19.04 18.43 18.39 kNm. Pada balok BTR50-04,
mate m 87
16

kondisi retak awal Pcrack tejadi pada 26.57 kN dengan Multimate sebesar
beban 5.81kN dengan Mcrack sebesar 16.75 kNm. Pada balok BTR75-02,
4.29 kNm, kemudian kondisi kondisi retak awal Pcrack tejadi pada
tulangan leleh pada Pyield sebesar beban 4.80 kN dengan Mcrack sebesar
27.51 kN dengan Myield sebesar 17.31 3.69 kNm, kemudian kondisi
kNm, dan beban maksimum balok tulangan leleh pada Pyield sebesar
(Pultimate) sebesar 29.57 kN dengan 27.91 kN dengan Myield sebesar 17.55
Multimate sebesar 18.55 kNm. Dari kNm, dan beban maksimum balok
keempat benda uji BTR50 diperoleh (Pultimate) sebesar 29.17 kN dengan
nilai rata-rata pada kondisi retak Multimate sebesar 18.31 kNm. Pada
awal Pcrack sebesar 5.54 kN dengan balok BTR75-03, kondisi retak awal
Mcrack sebesar 4.13 kNm, kemudian Pcrack tejadi pada beban 4.20 kN
kondisi tulangan leleh pada Pyield dengan Mcrack sebesar 3.33 kNm,
sebesar 26.65 kN dengan Myield kemudian kondisi tulangan leleh
sebesar 16.80 kNm, dan beban pada Pyield sebesar 26.97 kN dengan
maksimum balok (Pultimate) sebesar Myield sebesar 16.99 kNm, dan beban
28.89 kN dengan Multimate sebesar maksimum balok (Pultimate) sebesar
18.14 kNm. 30.24 kN dengan Multimate sebesar
18.95 kNm. Pada balok BTR75-04,
Tabel 4.5. Kapasitas Beban dan kondisi retak awal Pcrack tejadi pada
Momen BTR50 beban 4.28 kN dengan Mcrack sebesar
Berdasarkan Hasil 3.38 kNm, kemudian kondisi
Pengujian tulangan leleh pada Pyield sebesar
27.04 kN dengan Myield sebesar 17.03
Tipe
Urai Satu
Rat kNm, dan beban maksimum balok
BTR BTR BTR BTR a-
an an
50- 50- 50- 50- rata (Pultimate) sebesar 28.77 kN dengan
01 02 03 04 Multimate sebesar 18.07 kNm. Dari
Pcrack kN 5.67 5.34 5.34 5.81
5.5 keempat benda uji BTR75 diperoleh
4
nilai rata-rata pada kondisi retak
Mcrac kN 4.1
k m
4.22 4.01 4.01 4.29
3 awal Pcrack sebesar 4.12 kN dengan
26.
Mcrack sebesar 3.28 kNm, kemudian
Pyield kN 26.17 26.04 26.90 27.51
65 kondisi tulangan leleh pada Pyield
Myiel kN
16.51 16.43 16.95 17.31
16. sebesar 26.64 kN dengan Myield
d m 80 sebesar 16.79 kNm, dan beban
Pultim 28. maksimum balok (Pultimate) sebesar
kN 28.44 28.24 29.31 29.57
ate 89
28.69 kN dengan Multimate sebesar
Multi kN 18.
mate m
17.87 17.75 18.39 18.55
14 18.02 kNm.

4.2.4. Benda Uji BTR75


Tabel 4.6. menunjukkan hasil
pengujian BTR75 di mana, balok
BTR75-01, kondisi retak awal Pcrack
tejadi pada beban 3.20 kN dengan
Mcrack sebesar 2.73 kNm, kemudian
kondisi tulangan leleh pada beban
Pyield sebesar 24.63 kN dengan Myield
sebesar 15.59 kNm, dan beban
maksimum balok (Pultimate) sebesar
17

Tabel 4.6. Kapasitas Beban dan Pcrack sebesar 4.48 kN dan Mcrack
Momen BTR75 Berdasarkan Hasil sebesar 3.50 kNm, sedangkan rata-
Pengujian rata hasil pengujian menunjukkan
Pcrack sebesar 6.95 kN dan Mcrack
Tipe
Rat
sebesar 4.98 kNm. Kemudian hasil
Urai Satu
an an BTR BTR BTR BTR a- analisis pada kondisi tulangan leleh
rata
75- 75- 75- 75- Pyield sebesar 37.02 kN dengan Myield
01 02 03 04
sebesar 23.02 kNm sedangkan rata-
4.1
Pcrack kN 3.20 4.80 4.20 4.28 rata hasil pengujian menunjukkan
2

Mcrac kN 3.2
Pyield sebesar 28.53 kN dengan Myield
2.73 3.69 3.33 3.38
k m 8 sebesar 17.93 kNm. Selanjutnya
26. pada saat beban maksimum, hasil
Pyield kN 24.63 27.91 26.97 27.04
64 analisis menujukkan Pultimate sebesar
Myiel kN 16. 41.81 kN dengan Multimate sebesar
15.59 17.55 16.99 17.03
d m 79 25.89 kNm, sedangkan rata-rata hasil
Pultim
kN 26.57 29.17 30.24 28.77
28. pengujian menunjukkan Pultimate
ate 69 sebesar 29.86 kN dengan Multimate
Multi kN
16.75 18.31 18.95 18.07
18. sebesar 18.73 kNm.
m 02
mate
Pada balok BTR50, hasil
analisis saat kondisi retak awal
4.2.5. Perbandingan Analisa dan menunjukkan Pcrack sebesar 4.48 kN
Hasil Pengujian dan Mcrack sebesar 3.50 kNm,
Tabel 4.7 menyajikan sedangkan rata-rata hasil pengujian
rekapitulasi hasil pengujian dan menunjukkan Pcrack sebesar 5.54 kN
analisis. Detail perhitungan analisis dan Mcrack sebesar 4.13 kNm.
diperlihatkan pada lampiran. Hasil Kemudian hasil analisis pada kondisi
analisa balok BN menunjukkan pada tulangan leleh Pyield sebesar 37.02 kN
kondisi retak awal Pcrack sebesar 4.48 dengan Myield sebesar 23.02 kNm
kN dan Mcrack sebesar 3.50 kNm, sedangkan rata-rata hasil pengujian
sedangkan rata-rata hasil pengujian menunjukkan Pyield sebesar 26.65 kN
menunjukkan Pcrack sebesar 5.21 kN dengan Myield sebesar 16.80 kNm.
dan Mcrack sebesar 3.93 kNm. Selanjutnya pada saat beban
Kemudian hasil analisis pada kondisi maksimum, hasil analisis
tulangan leleh Pyield sebesar 37.02 kN menujukkan Pultimate sebesar 41.20
dengan Myield sebesar 23.02 kNm kN dengan Multimate sebesar 25.53
sedangkan rata-rata hasil pengujian kNm, sedangkan rata-rata hasil
menunjukkan Pyield sebesar 25.46 kN pengujian menunjukkan Pultimate
dengan Myield sebesar 16.08 kNm. sebesar 28.89 kN dengan Multimate
Selanjutnya pada saat beban sebesar 18.14 kNm.
maksimum, hasil analisis Pada balok BTR75, hasil
menujukkan Pultimate sebesar 37.38 analisis saat kondisi retak awal
kN dengan Multimate sebesar 23.24 menunjukkan Pcrack sebesar 4.48 kN
kNm sedangkan rata-rata hasil dan Mcrack sebesar 3.50 kNm,
pengujian menunjukkan Pultimate sedangkan rata-rata hasil pengujian
sebesar 27.06 kN dengan Multimate menunjukkan Pcrack sebesar 4.43 kN
sebesar 17.05 kNm. dan Mcrack sebesar 3.47 kNm.
Pada balok BTR25, hasil analisis Kemudian hasil analisis pada kondisi
saat kondisi retak awal menunjukkan tulangan leleh Pyield sebesar 37.02 kN
18

dengan Myield sebesar 23.02 kNm


Tipe
sedangkan rata-rata hasil pengujian Uraian Satuan
menunjukkan Pyield sebesar 27.30 kN BN BTR25 BTR50 BTR75

dengan Myield sebesar 17.19 kNm. Pcrack kN 3.60 3.60 3.60 3.60
Selanjutnya pada saat beban Mcrack kNm
maksimum, hasil analisis 2.97 2.97 2.97 2.97

menujukkan Pultimate sebesar 40.40 Pyield kN 24.49 24.98 24.98 24.98


Analisa
kN dengan Multimate sebesar 25.05 Myield kNm
15.51 15.80 15.80 15.80
kNm, sedangkan rata-rata hasil Pultimate kN 24.98 27.47 26.94 26.32
pengujian menunjukkan Pultimate
sebesar 29.40 kN dengan Multimate Multimate kNm
15.80 17.29 16.97 16.60
sebesar 18.45 kNm. Pcrack kN 5.21 7.55 5.54 4.12
Dari Tabel 4.7 dapat
Mcrack kNm 3.93 5.34 4.13 3.28
diketahui rasio hasil pengujian
dengan analisis. Dimana rasio nilai Hasil
Pyield kN 25.46 27.34 26.65 26.64

Multimit untuk benda uji BN sebesar Pengujian


Myield kNm 16.08 17.21 16.80 16.79
107.92 %, pada benda uji BTR25
Pultimate kN 27.06 30.09 28.89 28.69
sebesar 109.11 %, pada benda uji
BTR50 sebesar 106.90 %, dan pada Multimate kNm 17.05 18.87 18.14 18.02
benda uji BTR75 sebesar 108.55 %. Mcr % 132.48 179.86 139.22 110.51
Hasil pengujian menunjukkan bahwa Rasio My % 103.73 108.98 106.37 106.31
Pcrack, Pyield, dan Pultimate BTR25 lebih
Mu % 107.92 109.11 106.90 108.55
tinggi dibandingkan dengan BN,
BTR50 dan BTR75, sedangkan hasil
pengujian pada BTR75 lebih Tabel 4.8. dapat dijelasakan
mendekati nilai hasil pengujian BN. bahwa beban maksimum rata- rata
untuk BTR25 yaitu sebesar 30.09
Tabel 4.7. Perbandingan Kapasitas kN dengan persentasi peningkatan
Beban dan Momen kekuatan balok terhadap BN sebesar
Berdasarkan Analisa 11.20 %. Sedangkan beban
dengan Rata-rata Hasil maksimum rata-rata BTR50 yaitu
Pengujian sebesar 28.89 kN dengan persentasi
peningkatan terhadap BN sebesar
6.76 %. Namun, pada BTR75 retak
awal lebih rendah dibanding BN,
dimana terjadi penurunan sebesar
20.88 % dan beban maksimum rata-
rata BTR75 yaitu sebesar 28.69 kN
dengan persentasi peningkatan
terhadap BN sebesar 6.02 %. Dengan
demikian dapat disimpulkan bahwa
untuk BTR25 lebih besar dalam
menahan terjadinya lentur
dibandingkan BTR50, BTR75 dan
BN. Ini karena pengaruh jarak spasi
tulangan diagonal pada balok BTR.
Dimana pada BTR25 menggunakan
jarak spasi 4.37 cm, sedangkan pada
19

BTR50 menggunakan jarak spasi 35


8.75 cm, dan pada BTR75 Pyield
30
menggunakan jarak spasi 13.13 cm. 25
20

Beban (kN)
Table 4.8. Persentase Peningkatan
𝑃 𝑃
Kapasitas Beban BTR terhadap BN 15
10 Pcrack
Persentase
Beban (kN) 5
Peningkatan (%) LV
Sampel
0
Pcr Py Pu Pcr Py Pu 0 10 20 30 40 50
Lendutan (mm)
BN 5.21 25.46 27.06 - - - BN BTR25 BTR50 BTR75

Gambar 4.1. Grafik Hubungan


BTR25 7.55 27.34 30.09 45.04 7.39 11.20
Beban-Lendutan
BTR50 5.54 26.65 28.89 6.41 4.70 6.76
Pada balok normal (BN)
- lendutan yang terjadi sebesar 43.07
BTR75 4.12 26.64 28.69 4.63 6.02
20.88 mm pada saat beban maksimum
Dari persentase peningkatan sebesar 25.70 kN. Pada balok
kapasitas beban, BTR50 mungkin BTR25, beban maksimum dan
dapat dijadikan sebagai jarak lendutan yang terjadi lebih besar
tulangan efektif dibanding jarak dibanding balok normal dengan
tulangan BTR25 dan BTR75. beban maksimum sebesar 30.78 kN
dan lendutan yang terjadi sebesar
4.3. PERILAKU LENTUR 43.39 mm. Sedangkan pada balok
BALOK BETON BTR50 beban maksimum dan
BERTULANG lendutan yang terjadi lebih kecil dari
4.3.1. Hubungan Beban dan balok BTR25 tetapi lebih besar dari
Lendutan balok normal (BN) dimana lendutan
Gambar 4.1 menunjukkan yang terjadi sebesar 42.42 mm pada
hubungan beban dan lendutan yang saat beban maksimum sebesar 28.24
terjadi pada tiap variasi benda uji. kN. Kemudian pada balok BTR75,
Data pengukuran lendutan yang lendutan dan beban maksimum yang
digunakan pada pengujian ini adalah terjadi lebih mendekati balok normal
data hasil output dari LVDT yang (BN) di mana lendutan yang terjadi
dipasang di tengah bentang. Secara sebesar 40.28 mm pada saat
umum, keempat benda uji maksimum sebesar 26.57 kN. Hal ini
menunjukkan perilaku yang sama. menunjukkan bahwa perubahan
Pada saat terjadi retak awal (Pcrak), geometrik pada tulangan geser
grafik beban-lendutan mengalami vertikal menjadi tulangan geser
penurunan. Kemudian pada saat diagonal (sistem rangka) dapat
mencapai regangan leleh (Pyield), meningkatkan kekuatan balok.
kekakuan beban-lendutan menurun Kemudian dari Gambar 4.1 juga
drastis. Setelah itu, penambahan terlihat bahwa dengan nilai lendutan
beban cenderung konstan sementara yang sama, BTR25 mampu memikul
lendutan terus meningkat hingga beban yang lebih besar dibanding
mencapai beban maksimum. dengan BTR50, BTR75, dan BN.
Sedangkan beban yang mampu
20

dipikul BTR75 hampir sama dengan sebesar 27.23 kN dengan regangan


BN. Artinya, dengan nilai lendutan sebesar 1887 με. Pada balok BTR75
yang sama, dimensi balok dapat kondisi leleh terjadi pada beban
diperkecil atau menambah panjang sebesar 26.97 kN dengan regangan
bentang pada balok yang sebesar 2035 με. Hasil ini
mengunakan tulangan diagonal menunjukkan bahwa benda uji
(sistem rangka). BTR25 yang memiliki jarak spasi
terkecil memiliki nilai beban leleh
4.3.2. Hubungan Beban dan terbesar dibanding benda uji lainnya.
Regangan Baja Sedangkan untuk ketiga benda uji
Nilai regangan baja pada lainnya memiliki nilai beban leleh
penilitian ini diukur dengan relatif sama.
menggunakan alat strain gauge tipe
FLK-6-11-5L (gauge factor 4.3.3. Hubungan Beban dan
2,12±1%). Peningkatan regangan Regangan Beton
direkam melalui data logger TDS Nilai regangan beton pada
530. Pencatatan data regangan baja penilitian ini diukur dengan
pada benda uji dilakukan setiap menggunakan alat strain gauge tipe
perubahan beban oleh hydraulic PL-60-11-5L (gauge factor 2,13 ±
pump yang diukur oleh load cell 1%). Peningkatan regangan direkam
yang ditransfer ke benda uji. melalui data logger TDS 530.
Pencatatan data regangan betonpada
35 benda uji dilakukan setiap perubahan
30 beban oleh hydraulic pump yang
25 diukur oleh load cell yang ditransfer
𝑃 𝑃
ke benda uji.
Beban (kN)

20
15
35
10
30
5 Strain
Gauge 25
0
0 2000 4000 6000
20 𝑃 𝑃
Beban (kN)

15
Regangan (x10-6)
10 C
BN BTR25 BTR50 BTR75
5
Gambar 4.2. Grafik Hubungan 0
Beban-Regangan Baja 0 1000 2000 3000
Regangan ()
Pada Gambar 4.2 BN BTR25 BTR50 BTR75
menunjukkan hubungan beban-
Gambar 4.3. Grafik Hubungan
regangan baja antara benda uji BN,
Beban-Ragangan Beton
BTR25, BTR50, dan BTR75. Balok
BN mengalami kondisi leleh pada
Pada Gambar 4.3
beban sebesar 27.91 kN dengan
menunjukkan grafik hubungan
regangan sebesar 2051 µε.
beban-regangan beton pada balok
Sedangkan pada balok BTR25
BN, BTR25, BTR50, dan BTR75.
mengalami kondisi leleh pada beban
Pada balok BN beban ultimit sebesar
sebesar 29.24 kN dengan regangan
28.84 kN dengan regangan sebesar
sebesar 1948 µε. Pada balok BTR50
2655 µε. Pada balok BTR25 beban
mengalami kondisi leleh pada beban
21

ultimit sebesar 30.78 kN dengan Berdasarkan pola retak pada


regangan sebesar 2025 µε. Pada Gambar 4.4 menunjukkan bahwa
balok BTR50 beban ultimit sebesar benda uji BN mengalami retak awal
29.71 kN dengan regangan sebesar pada beban sebesar 5.14 kN. Seiring
2445 µε. Pada balok BTR75 beban pembebanan yang terus berlanjut,
ultimit sebesar 29.67 kN dengan retakan pada sisi tarik terus
regangan sebesar 2049 µε. merambat sampai pada beban
ulitimit 26,37 kN kemudian beton
4.4. Pola Retak dan Mode pada sisi tekan retak, sehingga
Keruntuhan disimpulkan bahwa benda uji
Pengamatan pola retak mengalami retak lentur (flexural
dilakukan terhadap benda uji pada crack) dan benda uji BN mengalami
saat beban retak pertama sampai kegagalan yang menyerupai perilaku
beban retak maksimum. Pengamatan under-reinforced, dimana balok
pola retak hanya pada satu sisi balok gagal pada sisi tarik yang
dengan asumsi bahwa pola retak menunjukkan tulangan sudah leleh
yang terjadi sama setiap sisinya. sebelum beton hancur.
Dari keempat variasi balok masing-
masing terdapat 4 benda uji. Dalam 4.4.2. Balok Tulangan Rangka
tulisan ini, pola retak yang diamati spasi 0.25d (BTR25)
merupakan representatif dari setiap
variasi benda uji.
Hasil pengujian menunjukan
bahwa semua benda uji mengalami 1 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50 55 60 65

retak lentur, hal ini dilihat dengan Retak Awal


adanya retak-retak yang arah
rambatannya vertikal dari sisi tarik
menuju ke sisi tekan benda uji. Retak Gambar 4.5. Pola Retak BTR25
awal terjadi di sekitar daerah tengah
bentang balok yang terus mengalami Berdasarkan pola retak pada
perambatan retak sampai tercapainya Gambar 4.5 menunjukkan bahwa
beban puncak, dimana beban tidak benda uji BTR25 mengalami retak
lagi bertambah tetapi lendutan terus pertama pada saat beban sebesar 7.28
bertambah terutama pada bagian kN. Seiring dengan pembebanan
retak yang cukup lebar dan yang terus berlanjut, retakan terus
selanjutnya secara tiba-tiba menurun merambat pada sisi tarik sampai pada
drastis. beban ulitimit 30.97 kN dan beton
pada sisi tekan hancur, sehingga
4.4.1. Balok Normal (BN) disimpulkan bahwa benda uji BTR25
mengalami kegagalan yang
menyerupai perilaku balok dalam
kondisi balance, dimana balok gagal
1 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50 55 60 65
pada sisi tarik dan sisi tekan yang
Retak Awal
menunjukkan tulangan tarik mulai
leleh pada saat beton mencapai
regangan batasnya dan akan hancur
Gambar 4.4. Pola Retak BN
karena tekan.
22

4.4.3. Balok tulangan rangka failure) dan benda uji BN mengalami


spasi 0.50d (BTR50) kegagalan yang menyerupai perilaku
under-reinforced, dimana balok
45 50 55 60
gagal pada sisi tarik yang
1 5 10 15 20 25 30 35 40 65

menunjukkan tulangan sudah leleh


Retak Awal
sebelum beton hancur. Pola retak
benda uji BTR75 hampir sama
Gambar 4.6. Pola Retak BTR50 dengan pola retak benda uji BN.

Berdasarkan pola retak pada


5. PENUTUP
Gambar 4.6 menunjukkan bahwa
benda uji BTR50-03 mengalami 5.1. KESIMPULAN
retak awal pada saat beban sebesar Berdasarkan hasil penelitian
6.34 kN. Seiring dengan dan pembahasan, maka disimpulkan
pembebanan yang terus berlanjut, sebagai berikut :
retakan terus merambat pada sisi 1. Balok beton bertulang yang
tarik sampai pada beban ulitimit menggunakan tulangan sistem
28.91 kN dan beton pada sisi tekan rangka dapat meningkatkan
hancur, sehingga disimpulkan bahwa kapasitas lentur balok.
benda uji BTR50 mengalami Persentasi peningkatan
kegagalan yang menyerupai perilaku kekuatan balok BTR25 (jarak
balok dalam kondisi balance, dimana spasi 4.37 cm) terhadap BN
balok gagal pada sisi tarik dan sisi sebesar 11.20 %, sedangkan
tekan yang menunjukkan tulangan BTR50 (jarak spasi 8.75 cm)
tarik mulai leleh pada saat beton yaitu sebesar 6.76 %, dan
mencapai regangan batasnya dan BTR75 (jarak spasi 13.13 cm)
akan hancur karena tekan. sebesar 6.02 %. Dengan
demikian, kapasitas beban
4.4.4. Balok tulangan rangka BTR25 lebih besar
spasi 0.75 (BTR75) dibandingkan BTR50, BTR75
dan BN.
1 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50 55 60 65
2. Pada nilai lendutan yang sama,
Retak Awal
BTR25 mampu memikul beban
yang lebih besar dibanding
dengan BTR50, BTR75, dan
Gambar 4.7. Pola Retak BTR75
BN. Sedangkan beban yang
mampu dipikul BTR75 hampir
Berdasarkan pola retak pada Gambar sama dengan BN.
4.7 menunjukkan bahwa benda uji 3. Hasil pengujian menunjukkan
BTR75-03 mengalami retak pertama bahwa benda uji BTR25 yang
pada saat beban sebesar 4.2 kN. memiliki jarak spasi terkecil
Seiring dengan pembebanan yang memiliki nilai beban leleh
terus berlanjut, retakan terus terbesar dibanding benda uji
merambat sampai pada beban lainnya. Sementara itu, untuk
ulitimit 30.24 kN kemudian beton ketiga benda uji lainnya
pada sisi tekan retak, sehingga memiliki nilai beban leleh yang
disimpulkan bahwa benda uji relatif sama.
mengalami retak lentur (flexural
23

4. Pola retak yang terjadi pada Environmental, Structural,


balok beton tulangan rangka Construction and Architectural
umumya retak lentur. Pada Engineering Vol. 8, No. 6.
benda uji BTR25 dan BTR50 Diambil dari:
mengalami kegagalan yang http://respository.unhas.ac.id/bi
menyerupai perilaku balok tstream/
dalam kondisi balance handle/123456789/12129/Effec
sedangkan benda uji BTR75 t_of_the_Truss_System_to_the
dan BN mengalami kegagalan _Flexural_Behavior_of
yang menyerupai perilaku _the_E.pdf;sequence=1 (6
balok dalam kondisi under- Agustus 2017)
reinforced. El Tawil,S., and Deierlein, G.G.,
1999, Strength and Ductility of
5.2. SARAN Concrete Coloumns. Journal of
Adapun saran-saran yang dapat Structural Engineering, Vol.
diberikan dapat digunakan sebagai 125, No.9.
pertimbangan dalam melakukan Gilbert, R. I. dan Mickleborough, N.
penelitian selanjutnya sebagai C. 1990. Design of Prestressed
berikut: Concrete. Sydney: Unwin
1. Perlu dikembangkan metode Hyman Ltd.
perakitan tulangan rangka yang Li, Bing, Cao Thanh Ngoc Tran
lebih efektif untuk hasil (2008). Reinforced Concrete
penelitian yang lebih akurat. Beam Analysis Supplementing
2. Perlu dilakukan penelitian lebih Concrete Contribution In Truss
lanjut dengan mengambil Model, Engineering Structures
variasi benda uji yang lebih 30 (2008) 3285-3294. Diambil
banyak. dari:
3. http://www.sciencedirect.com/s
cience/article/pii/S0141029608
DAFTAR PUSTAKA 001600 (6 Agustus 2017)
Lourens, Piether Frans, Herman
McCormac, Jack C, 2005. Beton Parung,Rudy Djamaluddin,
Bertulang Dasar 1. Bandung: Rita Irmawaty. (2017).
PT Penerbit Erlangga. Perilaku Lentur Balok Beton
Dipohusodo, Istimawan. 1999. Bertulang Rangka. Seminar
Struktur Beton Bertulang Nasional Teknologi Cerdas
berdasarkan SK SNI T-15- “Smartech” Solusi Menghadapi
1991-03 Departemen Bencana (2017) Paper_(S-06).
Pekerjaan Umum RI. Jakarta: Nawy, E. G. 2010. Beton Bertulang;
Gramedia Pustaka Utama. Suatu Pendekatan Dasar.
Djamaluddin, Rudy, Yasser Bachtiar, Surabaya: ITS Press
Rita Irmawaty, Abd. Madjid Saju, Sooryaprabha, S Usha. (2016).
Akkas, Rusdi Uman Latief. Study on Flexural Strength of
(2014). Effect of the Truss Truss Reinforced Concrete
System to the Flexural Beams. International Research
Behavior of the External Journal of Engineering and
Reinforced Concrete Beams. Technology (IRJET).
International Journal of Civil,
24

Standard Nasional Indonesia


(SNI).2002. Baja Tulangan
Beton, SK SNI 07-2052-2002.
Standard Nasional Indonesia
(SNI).2013. Tata Cara
Perhitungan Struktur Beton
untuk Bangunan Gedung, SK
SNI 03-2847-2013.
Syahril. (2014). Perilaku Lentur
Balok Styrofoam Menggunakan
Sistem Tulangan Rangka
(Skripsi). Makassar:
Universitas Hasanuddin.
Yasser, Herman Parung, M. Wihardi
Tjaronge, Rudy Djamaluddin.
2013. Perilaku Mekanik Balok
Beton Bertulang Beragregat
Limba Styrofoam. Konferensi
Nasional Teknik Sipil 7
(KoNTeKS 7) 090S.
Universitas Sebelas Maret:
Surakarta.

Anda mungkin juga menyukai