Anda di halaman 1dari 23

MODUL I PBL

KESADARAN MENURUN

Skenario Kasus II :
Laki- laki 48 tahun dibawa ke puskesmas dalam keadaan tidak sadar. Setelah di
letakkan di tempat tidur dan diperiksa, penderita tidak memberikan respond an tetap
mendengkur dengan irama napas 32 kali/ menit, nadi 100 kali/ menit, lemah. Menurut
keterangan keluarga yang mengantar, penderita tidak mengalami trauma.

Kata Kunci :
• ♂ 48 tahun
• Tidak sadar
• Tidak memberi respon
• Mendengkur
• Irama napas 32 x / menit
• Nadi 100 x / menit, lemah
• Tidak mengalami trauma

Klarifikasi Kata Kunci


• Tidak memberi respon
Tidur → ada respon
Tidak ada respon → Tidak sadar
• Mendengkur
Disebut juga snoring, terjadi karena adanya sumbatan pada jalan napas bagian atas
oleh benda padat, misalnya pangkal lidah pada orang tidak sadar
• Irama napas 32 x / menit
N → 16 – 24 x / menit
Interpretasi pada kasus → 32 x / menit → takipneu
• Nadi 100 x / menit
N → 60 – 100 x / menit
Interpretasi pada kasus → normal, bisa juga gejala awal untuk mewaspadai kelainan
karena nadi cepat walau masih dalam batas normal, serta lemah.
Pertanyaan
1. Bagaimana penanganan awal pada pasien?
2. Bagaimana mekanisme gejala :
a. Penurunan kesadaran
b. Pernapasan cepat
c. Nadi lemah
3. Keadaan apa sajakah yang dapat menyebabkan terjadinya penurunan kesadaran?
4. Bagaimana penanganan lanjutan dari penyakit primernya?

PENANGANAN AWAL
A. AIRWAY
Menilai jalan nafas dan pernafasan :
Berhasilnya resusitasi tergantung dari cepatnya pembukaan jalan nafas
Bila penderita sadar dapat berbicara kalimat panjang : Airway baik, Breathing baik
Bila penderita tidak sadar bisa menjadi lebih sulit
Lakukan penilaian Airway-Breathing dengan cara : Look – Listen - Feel
Obstruksi jalan nafas
a. Obstruksi total
Pada obstruksi total mungkin penderita ditemukan masih saar atau dalam keadaan
tidak sadar. Pada obstruksi total yang akut, biasanya disebabkan tertelannya benda
asing yang lalu menyangkut dan menyumbat di pangkal larink, bila obstruksi total
timbul perlahan (insidious) maka akan berawal dari obstruksi parsial menjadi total.
b. Obstruksi parsial
Disebabkan beberapa hal, biasanya penderita masih dapat bernafas sehingga timbul
beraneka ragam suara, tergantung penyebabnya (semuanya saat menarik nafas,
inspirasi)
- Cairan (darah, sekret, aspirasi lambung dsb), bunti kumur-kumur (gargling)
- Lidah yang jatuh kebelakang-mengorok (snoring)
- Penyempitan di larink actau trakhea-stridor
Pengelolaan Jalan nafas
a. Penghisapan (suction) – bila ada cairan
b. Menjaga jalan nafas secara manual
Bila penderita tidak sadar maka lidah dapat dihindarkan jatuh kebelakang dengan memakai :
= Angkat kepala-dagu (Head tilt-chin manouvre), prosedur ini tidak boleh dipakai bila ada
kemungkinan patah tulang leher.
= Angkat rahang (jaw thrust)
Head tilt-chin lift maneuver
Tekniknya dengan meletakan salah satu tangan dibawah leher penderita dan tangan
yang lainnya pada dahi, kemudian lakukan ekstensi. Head tilt akan memposisikan kepala
pasien pada “posisi sniffing” dengan lubang hidung menghadap ke atas. Kemudian pindahkan
tangan yang menyangga leher, letakan dib bawah simfisis mandibula, sehingga tidak
menekan jaringan lunak dari submental triangel dan pangkal lidah. Mandibula kemudian
didorong ke depan dan ke atas hingga gigi atas dan bawah bertemu. Ini disebut dengan chin
lift, yang akan menyokong rahang dan membantu memiringkan kepala belakang.
Jaw-thrust maneuver
Jaw-thrust maneuver merupakan teknik membuka jalan napas yang paling aman jika
diperkirakan terdapat cedera servikal. Teknik ini memungkinkan servikal tetap pada posisi
netral selama resusitasi. Penolong berada diatas kepala penderita, letakan kedua tangan
disamping pipi penderita, pegang rahang pada sudutnya, kemudian angkat mandibula ke arah
depan. Siku penolong dapat diletakan diatas permukaan dimana penderita berbaring. Teknik
ini akan mengangkat rahang dan membuka jalan nafas dengan gerakan minimal kepala

B. BREATHING DAN PEMBERIAN OKSIGEN


Bila Airway sudah baik, belum tentu pernafasan akan baik sehingga perlu selalu
dilakukan pemeriksaan apakah ada pernafasan penderita sudah adekuat atau belum.
Pada saat memeriksa gunakan tehnik (Look , Listen, and Feel )
- gerakan dada waktu membesar dan mengecil (LOOK)
- dengan suara dan rasakan udara yang keluar waktu ekspirasi.(LISTEN)
- merasakan tahanan waktu meniup dan isi paru korban waktu mengembang(FEEL)
1. Pemeriksaan Fisik penderita.
a. Pernafasan Normal, kecepatan bernafas manusia adalah :
Dewasa : 12-20 kali/menit (20)
Anak-anak : 15-30 kali/menit (30)
Pada orang dewasa abnormal bila pernafasan >30 atau <10 kali/menit
b. Sesak Nafas (dyspnoe)
Bila penderita sadar, dapat berbicara tetapi tidak dapat berbicara kalimat panjang :
Airway baik, Breathing terganggu, penderita terlihat sesak. Sesak nafas dapat terlihat
atau mungkin juga tidak. Bila terlihat maka akan ditemukan :
- Penderita mengeluh sesak
- Bernafas cepat (tachypnoe)
- Pemakaian otot pernafasan tambahan
- Penderita terlihat ada kebiruan
2. Pemberian Oksigen
a. Kanul hidung (nasal canule)
b. Masker oksigen (face mask)

C. CIRCULATION
1. Umum
a. Frekuensi denyut jantung
Frenkuensi denyut jantung pada orang dewasa adalah 60-80/menit.
b. Penentuan denyut nadi
pada orang dewasa dan anak-anak denyut nadi diraba pada a.radialis (lengan bawah,
dibelakang ibu jari) atau a.karotis, yakni sisi samping dari jakun.
2. Penanganan
a. Lakukan Tredelenburg manuver (angkat kaki pasien 45˚ ke atas)
b. Lakukan resusitasi cairan

D.DISABILITY
Disability (Neurologic Status) - Nilai Keadaan Neurologis secara cepat
Parameter : tingkat kesadaran, ukuran dan reaksi pupil, tanda-tanda lateralisasi, dan
tingkat (level) cedera spinal.
Tingkat kesadaran dinilai dengan AVPU scoring atau GCS scoring. Penurunan
kesadaran dapat disebabkan penurunan oksigenasi dan/atau penurunan perfusi ke
otak, atau disebabkan trauma langsung pada otak. Penurunan kesadaran menuntut
dilakukannya re-evaluasi terhadap keadaan oksigenasi, ventilasi dan perfusi.
Alkohol dan obat-obatan dapat mengganggu tingkat kesadaran penderita. Walaupun
demikian, bila sudah disingkirkan kemungkinan hipoksia atau hipovolemia sbg sebab
penurunan kesadaran, maka trauma kapitis dianggap sebagai penyebab
penurunan kesadaran dan bukan alkoholisme, sampai terbukti
sebaliknya.
E. EXPOSURE
Buka pakaian penderita untuk melakukan pemeriksaan secara menyeluruh. Periksa
hal-hal yg mungkin terlewat pada pemeriksaan sebelumnya, misal perlukaan pada tubuh yg
tertutup pakaian, darah yg keluar dari MUE atau anus, dll. Setelah pakaian dibuka, penderita
harus segera diselimuti untuk mencegah hipotermi.

Cara pemakaian obat-obat darurat sesuai dengan penyebab penurunan kesadaran


Tujuan utama dari perawatan intensif ini adalah mencegah terjadinya cedera sekunder
terhadap otak yang telah mengalami cedera. Prinsip dasarnya adalah apabila sel saraf otak
diberikan suasana yang optimal untuk pemulihan maka diharapkan dapat berfungsi normal
kembali, sebaliknya apabila saraf dalam keadaan tak memadai maka sel akan kehilangan
kehilangan fungsi sampai mengalami kematian. Adapun obat-obatan yang dapat digunakan
Cairan intravena.
Cairan intravena diberikan untuk resusitasi penderita agar tetap normovolemia. Cairan yang
dianjurkan, yaitu cairan larutan garam fisiologis atau ”RL” (Ringer’s Lactate). Kadar natrium
dan serum juga harus dipertahankan dalam batas normal.
Manitol
Manitol digunakan untuk menurunkan tekanan intrakranial (TIK), biasanya dengan
konsentrasi cairan 20%. Manitol juga diberikan pada penderita-penderita dengan pupil
dilatasi bilateral dan reaksi cahaya pupil negatif namun tidak hipotensi
Furosemid
Obat ini diberikan bersama manitol untuk menurunkan TIK. Dosis : 0,3-0,5 mg/kg BB,
secara intravena.
Barbiturat
Barbiturat bermanfaat untuk menurunkan TIK yang refrakter terhadap obat-obat atau
prosedur yang biasa. Namun obat ini tidak boleh diberikan bila terdapat hipotensi, karena
barbiturat sendiri juga menurunkan tekanan darah. Karen itu obat barbiturat tidak boleh
diberikan pada fase akut resusitasi.

Obat-obatan yang digunakan untuk pasien gawat darurat


1.Adrenalin (epinephrine)
Farmakodinamik:
Pada syok anafilaktik digunakan untuk mengatasi gangguan sirkulasi dan menghilangkan
bronkospasme.
Pada jantung paru, adrenalin merangsang reseptor α agar terjadi vasokonstriksi perifer dan
merangsang reseptor  di jantung agar pembuluh darah koroner mengalami dilatasi sehingga
aliran darah ke miokard menjadi lebih baik. Adrenalin mengubah “fine ventricular
fibrillation” menjadi “corse ventricular fibrillation” yang lebih mudah disembuhkan dengan
defibrilasi (DC syok).
Sediaan:
Pada pasien dengan syok ringan, dosis diberikan 0.3-0.5 mg secara subkutan dalam larutan
1:1000. Pada pasien dengan syok berat, dosis dapat diulang atau ditingkatkan 0.5-1 mg.
Inhalasi ephinephrin adalah larutan tidak steril 1% HCl tu 2% epi bitartat dalam air untuk
inhalasi oral (bukan nasal) untuk mengatasi bronkonstriksi (bronkospasme)
Pada RJP, dosis yang dianjurkan adalah 0.5-1 mg dalam larutan 1:1000, dapat diulang tiap 5
menit karena masa kerjanya pendek.
2.Ephedrine
Farmakodinamik:
Efeknya sama dengan adrenalin, tetapi efektif pada pemberian oral, potensinya lebih lemah
tetapi masa kerjanya 7-10 kali lebih panjang. Ephedrine merupakan obat simpatomimetik
yang bekerja ganda, secara langsung pada reseptor adrenergic dan secara tidak langsung
dengan merangsang pengeluaran katekolamin.
Sediaan:
Untuk mengatasi hipotensi akibat blok spinal selama anesthesia atau depresi halotan
diberikan ephedrin dengan dosis 10-50 mg IM atau 10-20 mg IV.
3. Dopamin
Farmakodinamik:
Dopamin dipakai untuk mempertahankan tekanan darah dan perfusi pada syok septik, syok
kardiogenik, dan pasca resusitasi jantung. Sebelum diberikan pada penderita syok,
hipovolemia harus dikoreksi terlebih dahulu.
Sediaan:
Dosis dopamin dimulai dari 2-5 g/kgBB/menit, 5-10 g/kgBB/menit, sampai >10
g/kgBB/menit. Dosis tersebut memberikan efek yang berbeda.
4. Atropin
Farmakodinamik:
Atropin menghambat pengaruh N.Vagus pada SA node. Dapat meningkatkan denyut nadi
pasien sinus bradikardia atau blok AV derajat 1 atau 2.
Sediaan:
Sediaan atropin yaitu 0.25 dan 0.5 mg tablet dan suntikan. Untuk bayi dan anak-anak
diberikan 0.01 mg/kgBB karena mudah mengalami intoksikasi dan overdosis.
5. Lidokain
Farmakodinamik:
Lidokain merupakam obat pilihan aritmia ventrikuler, efeknya segera dan masa kerjanya
pendek.
Sediaan:
Dosis untuk penyuntikan intravena 1-1.5 mg kemudian dilanjutkan dengan dosis
pemeliharaan dalam tetesan infus 15-50 g/kgBB/menit.
6. Cedilanid
Farmakodinamik:
Obat ini digunakan untuk pasien tachyarythmia supraventricular dan kegagalan jantung
kongestif.
Sediaan:
Dosis digitalisasi jumlah totalnya 0.8-1.6 mg IV, dibagi 4 kali pemberian selang 6 jam,
diikuti dosis pemeliharaan 0.2 mg IM tiap 12 jam.

Secondary Survey
‡ Survey sekunder adalah pemeriksaan kepala-sampai-kaki (head to toe examination),
termasuk pemeriksaan tanda vital. Survey sekunder baru dilaksanakan setelah primary survey
selesai, resusitasi sudah dilakukan, dan ABC-nya penderita dipastikan membaik.
‡ Pada survey sekunder ini dilakukan pemeriksaan neurologi lengkap, termasuk
mencatat skor GCS bila belum dilaksanakan dlm survey primer. Pada survey sekunder ini
juga dilakukan pemeriksaan radiologi yg diperlukan.
‡ Prosedur khusus seperti DPL,evaluasi radiologis dan pemeriksaan laboratorium juga
dikerjakan padakesempatan ini evaluasi lengkap dari penderita memerlukan pemeriksaan
berulang-ulang

Pemeriksaan pada Secondary Survey


A. Anamnesis
A-Alergi
M-Medikasi (obat yg diminum saat ini)
P-Past Illness (penyakit penyerta) / Pregnancy
L-Last Meal
E-Event / Environment yg berhubungan dg kejadian perlukaan
a. Trauma Tumpul
b. Trauma Tajam
c. Perlukaan karena suhu/panas

d. Bahan berbahaya(HAZMAT-Hazardous Material)

B.Pemeriksaan Fisik
1.Kepala
2.Maksilo-fasial
3.Vertebra Servikalis dan Leher
4.Thoraks
5.Abdomen
6.Perineum
7.Muskulo-skeletal
8.Neurologis

Pemeriksaan Fisik pd Secondary Survey


Head:
observasi dan palpasi, ukuran dan respon pupil, telinga, membran thympani diperiksa

untukmelihat adanya darah atau CSF. Battle’s sign (ecchymosis di mastoid) yg menunjukkan

adanyaFraktur Basis Cranii. Serta diperiksa dan dicari Cedera di daerah Maxillofacial dan
cervical spine.
Neck:
harus diimobilisasi jika dicurigai ada cedera cervical. Rontgen cervical lateral (C1-C7) harus
dikerjakan.
Chest:
inspeksi, palpasi, perkusi dan auskultasi serta thoraks foto. Diperiksa dan dicari Pelebaran
mediastinum, fractur costae, flail segment, haemothorax, pneumothorax, dan contusio paru.
Abdomen:
fokus pada pemeriksaan untuk mencari kondisi akut yang membutuhkan intervensi bedah.
Keputusan untuk segera melaksanakan DPL, Ct-Scan, atau laparotomi cito harus segera
diambil.
Rectal:
adanya darah menunjukkan perforasi rektum, prostat letaktinggi menandakan adanyaruptur
uretra, terabanya fragmen tulang di dinding rektum menunjukkan adanya frakturpelvis.
Examination of Extremities:
Dicari adanya cedera vaskular dan musculoskeletal. Hilangnya denyut nadi perifer
merupakan
indikasi dilakukannya aortografi.
Neurologic examination:
Pemeriksaan untuk menentukan fungsi cerebralhemispheric, brainstem dan spinallevels

Re-Evaluasi
‡ Penurunan keadaan dapat dikenal apabila dilakukan evaluasi ulang terus menerus,
sehingga gejala yg baru timbul segera dapat dikenali dan dapat ditangani
secepatnya.
‡ Monitoring tanda vital dan produksi urin penting. Produksi urin org dewasa
sebaiknya dijaga ½ cc/kgBB/jam, pd anak 1 cc/kgBB/jam. Bila penderita
dalam keadaan kritis dapat dipakai pulse oximeter dan end tidal CO2 monitoring.
Penanganan rasa nyeri merupakan hal yang penting. Golongan opiat atau anxiolitika harus
diberikan secara i.v dan sebaiknya jangan i.m.

Terapi Definitif
‡ Terapi definitif dimulai setelah primary dan secondary survey selesai. Untuk
keputusan merujuk penderita dapat dipakai Interhospital Triage Criteria. Apabila keputusan
merujuk penderita telah diambil, maka harus dipilih rumah sakit terdekat yang cocok untuk
penanganan pasien.

Rujukan
‡ Bila cedera penderita terlalu sulit untuk dapat ditangani, penderita harus dirujuk.
Proses rujukan ini harus dimulai saat alasan untuk merujuk ditemukan, karena menunda
rujukan akan meninggikan morbiditas dan mortalitas penderita. Tentukan : indikasi rujukan,
prosedur rujukan, kebutuhan penderita selama perjalanan, dan cara komunikasi dg dokter yg
akan dirujuk.
Transportasi
Syarat Transportasi Penderita
Memenuhi syarat

- Gangguan Pernapasan & CV telah ditanggulangi; Resusitasi bila perlu

- Perdarahan dihentikan
- Luka ditutup
- Patah tulang difiksasi

Selama Tranportasi
Monitor:
- Kesadaran
- Pernapasan
- Tekanan Darah dan Denyut nadi
- Daerah perlukaan

Syarat Alat Transportasi


Kendaraan
- Darat (Ambulance,Pick up, truck,gerobak,dll)
- Laut (perahu,rakit,kapal,perahu motor dll)
- Udara (Pesawat terbang,helikopter)
Yang terpenting adalah:
-Penderita dapat terlentang
-Cukup luas minimal untuk 2 penderita & petugas dapat bergerak leluasa
- Cukup tinggi sehingga petugas dapat berdiri dan infus dapat jalan
- Dapat melakukan komunikasi ke sentral komunikasi dan rumah sakit
- Identitas yang jelas sehingga mudah dibedakan dari ambulan lain
Patofisiologi gejala
a. Penurunan kesadaran

Kesadaran merupakan fungsi utama susunan saraf pusat. Untuk mempertahankan


fungsikesadaran yang baik, perlu suatu interaksi yang konstan dan efektif antara hemisfer
serebri yangintak dan formasio retikularis di batang otak. Gangguan pada hemisfer serebri
atau formasioretikularis dapat menimbulkan gangguan kesadaran.Bergantung pada beratnya
kerusakan, gangguan kesadaran dapat berupa apati, delirium,somnolen, sopor atau
koma.Lintasan asendens dalam susunan saraf pusat yang menyalurkan impuls sensorik
protopatik,propioseptik dan perasa pancaindra dari perifer ke daerah korteks perseptif primer
disebutlintasan asendens spesifik atau lintasan asendens lemniskal.Ada pula lintasan asendens
aspesifik yakni formasio retikularis di sepanjang batang otak yangmenerima dan
menyalurkan impuls dari lintasan spesifik melalui koleteral ke pusat kesadaranpada batang
otak bagian atas serta meneruskannya ke nukleus intralaminaris talami yangselanjutnya
disebarkan difus keseluruh permukaan otak Pada manusia pusat kesadaran terdapat
didaerah pons, formasio retikularis daerah mesensefalondan diensefalon. Lintasan aspesifik
ini disebut diffuse ascending reticular activating system (ARAS). Melalui lintasan aspesifik
ini, suatu impuls dari perifer akan menimbulkan rangsanganpada seluruh permukaan korteks
serebri.Dengan adanya 2 sistem lintasan tersebut terdapatlah penghantaran asendens yang
pada pokok-nya berbeda.Lintasan spesifik menghantarkan impuls dari satu titik pada alat
reseptor ke satu titik pada korteks perseptif primer. Sebaliknya lintasan asendens aspesifik
menghantarkan setiapimpuls dari titik manapun pada tubuh ke seluruh korteks serebri.
Neuron-neuron di korteksserebri yang digalakkan olehimpuls asendens aspesifik itu
dinamakan neuron pengembankewaspadaan, sedangkan yang berasal dari formasio retikularis
dan nuklei intralaminaris talamidisebut neuron penggalak kewaspadaan. Gangguan pada
kedua jenis neuron tersebut oleh sebabapapun akan menimbulkan gangguan kesadaran.

b. Pernapasan cepat
Gejala objektif sesak napas termasuk juga penggunaan otot otot pernpasan tambahan
seperti sternocleidomastoidseus, scalenus, trapezius, dan pectoralis mayor, adanya
pernapasan cuping hidung, tachypnea dan hiperventilasi. Tachypnea adalah frekuensi
pernapasan yang cepat, yaitu lebih dari 20 kali permenit yang dapat muncul dengan atau
tanpa dispnea. Hiperventilasi adalah ventilasi yang lebih besar daripada jumlah yang
dibutuhkan untuk mempertahan kan pengeluaran CO2 normal, hal ini dapat diidentifikasi kan
dengan memantau tekanan parsial CO2 arteri, atau tegangan pa CO2 yaitu lebih rendah dari
angka normal yaitu 40mmHg.
Jika kemampuan mengembang dinding toraks atau paru menurun sedang tahanan saluran
napas meningkat, maka tenaga yang diperlukan oleh otot pernapasan guna memberikan
perubahan volume serta tenaga yang diperlukan kerja pernapasan akan bertambah. Hal ini
berakibat kebutuhan oksigen juga bertambah atau meningkat. Jika paru tidak mampu
memenuhi kebutuhan oksigen, akhirnya akan menimbulkan sesak napas. Mekanisme sesak
napas seperti yang dijelaskan tersebut sebenarnya berasal dari dua teori yaitu pertama, teori
kerja pernapasan dari Marshall yang menekankan pada peningkatan energi jika kerja
pernapasan bertambah dan selanjutnya menyebabkan sesak napas dan kedua, teori oxygen
cost of breathing yang dikemukakan oleh Harrison pada tahun 1950. menurut Harrison,
gangguan mekanik dari alat pernapasan yang disebabkan oleh beberapa penyakit paru akan
meningkatkan kerja otot pernapasan yang melebihi pemasokan energi aliran darah dengan
akibat terjadi penumpukan bahan-bahan metabolik. Bahan metabolik merangsang reseptor
sensoris yang terdapat di dalam otot dan akan menimbulkan sensasi sesak napas.
Otot Pernapasan yang Abnormal
Kelainan otot pernapasan dapat berupa kelelahan, kelemahan dan kelumpuhan.monod
Scherrer melakukan penelitian pada otot diagfragma yang mengalami kelelahan. Simpulnya,
bahwa kelelahan yang terjadi dan berkembang pada otot tergantung dari jumlah energi yang
tersimpan di dalam otot serta kecepatan pemasokan energi, pemakaian otot yang tepat guna,
serta kecepatan kerja otot. Otot-otot yang lelah ini tidak mampu memenuhi kebutuhan
ventilasi dalam jangka panjang, akibatnya timbul sesak napas. Kelemahan dan kelumpuhan
seperti yang terjadi pada penyakit miastenia gravis, tirotoksikosis, poliomelitis dan sindroma
guillain barre dapat menyebabkan sesak napas.
Dahulu mekanisme yang dapat menimbulkan sesak napas ini diduga melalui hipoksia dan
hiperkapnia yang terjadi sebagai akibat dinding toraks dan paru tidak dapat mengenbang
maupun mengepis dengan baik. Hal ini disebabkan otot-otot diagfragma dan otot-otot
interkostalis mengalami kelemahan atau kelumpuhan. Tetapi penelitian Patterson dan kawan-
kawan (1962) menunjukkan bahwa sensasi sesak napas telah timbul pada lebih dari 20
mmHg, malahan Noble (1970) pada penderita poliomelitis yang memakai ventilator, sensasi
sesak napas tidak terjadi walaupun telah dinaikkan dari 36 hingga 64 mmHg.
Percobaan yang dilakukan oleh Douglas & Haldane yang kemudian diulang dengan cara yang
sama oleh Godfrey & Cambell membuktikan bahwa perasaan tidak menyenangkan sewaktu
bernapas akan bertambah sesuai dengan lama menahan napas serta perubahan dan yang
terjadi. Dengan kata lain, hipoksia dan hiperkapnia ikut berperan dalam hal timbulnya sensasi
sesak napas. Jadi, rangsang terhadap kemoreseptor sentral maupun perifer akan
meningkatkan aktivitas eferen neuron medula. Aktivitas ini akan diteruskan ke pusat yang
lebih tinggi sehingga menimbulkan sensasi sesak napas. Karena itu mereka menyimpulkan
bahwa perubahan oksigenasi, dan konsentrasi ion H sendiri tidak langsung menyebabkan
sensasi sesak napas.
Sumber penyebab dispnea termasuk :
1. Reseptor reseptor mekanik pada otot otot pernapasan, paru, dinding dada dalam teoti
tegangan panjang, elemen elemen sensoris, gelendong otot pada khususnya berperan penting
dalam membandingkan tegangan otot dengan drjat elastisitas nya. Dispnea dapat terjadi jika
tegangan yang ada tidak cukup besar untuk satu panjang otot.
2. Kemoreseptor untuk tegangan CO2 dan O2.
3. Peningkatan kerja pernapasan yang mengakibatkan sangat meningkat nya rasa sesak napas.
4. Ketidak seimbangan antara kerja pernapasan dengan kapasitas ventilasi
Besarnya tenaga fisik yang dikeluarkan untuk menimbulkan dispnea bergantung pada
beberapa hal berikut :
1. Usia
2. Jenis kelamin
3. Ketinggian tempat
4. Jenis latihan fisik
5. Dan terlibatnya emosi dalam melakukan kegiatan tersebut.
Dispnea nokturna paroksismal menyatakan timbulnya dispnea pada malam hari dan
memerlukan posisi duduk dengan segera utnuk bernapas, atau dengan kata lain terbangun
dari tidur untuk melakukan usaha bernapas agar tidak terasa sesak.
Pasien denagn gejala dispnea biasanya memiliki satu dari beberapa keadaan seperti berikut
yaitu :
Penyakit kardiovaskular
Emboli paru
Penyakit paru interstisial atau alveolar
Gangguan dinding dada atau otot otot dada
Penyakit obstruktif paru
Kecemasan
Dispnea adalah gejala utama dari edema paru, gagal jantung kongestif dan penyakit katup
jantung. Emboli paru ditandai oleh dispnea mendadak. Dispnea adalah gejala yang paling
nyata pada penyakit yang menyerang percabangan trakeo bronchial, parenkim paru dan
rongga pleura.
Dispnea biasanya juga dikaitkan dengan penyakit restriktif yaitu terdapat peningkatan kerja
pernapasan akibat meingkt nya resistensi elastic paru seperti padapneumonia, atelektasis
kongestif atau dinding dada seperti obesitas dan kifoskoliosis. Atau penyakitjalan napas
obstruktif dengan meningkat nya resistensi non elastic bronchial seperti emfisema bronchitis
dan asma. Dispnea juga dapat terjadi jika otot pernapasan lemah seperti pada penyakit
miastenia gravis, lumpuh, seperti pada polio mielitis. Letih akibat meningkat nya kerja
pernapasan kurang mampu melakukan kerja mekanis seperti pada penderita emfisema yang
berat dan obesitas.
Mekanisme terjadinya sesak napas
Dispnea atau sesak napas bisa terjadi dari berbagai mekanisme seperti jika ruang fisiologi
meningkat maka akan dapat menyebab kan gangguan pada pertukaran gas antara O2 dan
CO2 sehingga menyebabkan kebutuhan ventilasi makin meningkat sehingga terjadi sesak
napas. Pada orang normal ruang mati ini hanya berjumlah sedikit dan tidak terlalu penting,
namun pada orang dalam keadaan patologis pada saluran pernapasn maka ruang mati akan
meningkat.
Begitu juga jika terjadi peningkatan tahanan jalan napas maka pertukaran gas juga akan
terganggu dan juga dapat menebab kan dispnea.
Dispnea juga dapat terjadi pada orang yang mengalami penurnan terhadap compliance paru,
semakin rendah kemampuan terhadap compliance paru maka makinbesar gradien tekanan
transmural yang harusdibentuk selama inspirasi untuk menghasilkan pengembangan paru
yang normal. Penyebab menurunnya compliance paru bisa bermacam salah satu nya adalah
digantinya jaringan paru dengan jaringan ikat fibrosa akibat inhalasi asbston atau iritan yang
sama.

c. Nadi Lemah
Nadi radial yang biasa teraba lemah menunjukkan terjadinya syok. Syok sirkulasi dianggap
sebagai rangsang paling hebat dari hipofisis adrenalis sehingga menimbulkan akibat fisiologi
dan metabolisme yang besar. Syok didefinisikan juga sebagai volume darah sirkulasi tidak
adekuat yang mengurangi perfusi, pertama pada jaringan non vital (kulit, jaringan ikat,
tulang, otot) dan kemudian ke organ vital (otak, jantung, paru-paru, dan ginjal).
Keadaan syok akan melalui tiga tahapan mulai dari tahap kompensasi (masih dapat ditangani
oleh tubuh), dekompensasi (sudah tidak dapat ditangani oleh tubuh), dan ireversibel (tidak
dapat pulih).
Tahap kompensasi adalah tahap awal syok saat tubuh masih mampu menjaga fungsi
normalnya. Tanda atau gejala yang dapat ditemukan pada tahap awal seperti kulit
pucat,peningkatan denyut nadi ringan, tekanan darah normal, gelisah, dan pengisian
pembuluh darah yang lama. Gejala-gejala pada tahap ini sulit untuk dikenali karena biasanya
individu yang mengalami syok terlihat normal.
Tahap dekompensasi dimana tubuh tidak mampu lagi mempertahankan fungsi-fungsinya.
Yang terjadi adalah tubuh akan berupaya menjaga organ-organ vital yaitu dengan
mengurangi aliran darah ke lengan, tungkai, dan perut dan mengutamakan aliran ke otak,
jantung, dan paru. Tanda dan gejala yang dapat ditemukan diantaranya adalah rasa haus yang
hebat, peningkatan denyut nadi, penurunan tekanan darah, kulit dingin, pucat, serta kesadaran
yang mulai terganggu.
Tahap ireversibel dimana kerusakan organ yang terjadi telah menetap dan tidak dapat
diperbaiki. Tahap ini terjadi jika tidak dilakukan pertolongan sesegera mungkin, maka aliran
darah akan mengalir sangat lambat sehingga menyebabkan penurunan tekanan darah dan
denyut jantung. Mekanisme pertahanan tubuh akan mengutamakan aliran darah ke otak dan
jantung sehingga aliran ke organ-organ seperti hati dan ginjal menurun. Hal ini yang menjadi
penyebab rusaknya hati maupun ginjal. Walaupun dengan pengobatan yang baik sekalipun,
kerusakan organ yang terjadi telah menetap dan tidak dapat diperbaiki.
PENYEBAB KESADARAN MENURUN
A. Ketoasidosis
• Definisi
– Keadaan dekompensasi – kekacauan metabolik yang ditandai dengan trias
hiperglikemia, asidosis, dan ketosis, terutama karena defisiensi insulin absolut
maupun relatif.
• Etiologi
– IMA
– Pankreatitis akut
– Obat Steroid
– Mengehentikan atau mengurangi dosis insulin
• Patofisiologi:
– Terjadi karena adanya defisiensi insulin absolut atau relatif dan peningkatan
hormon kontra regulator. Salah satu hormon kontra regulator (epinefrin)
mengaktivasi hormon lipase sensitif pada jaringan lemak, sehingga lipolisis
meningkat dan produksi benda keton meningkat. Penurunan insulin juga
mengakibatkan glukoneogenesis pada hati meningkat, dan memperparah
ketosis.
– Terjadinya penurunan kesadaran pada pasien ketoasidosis diakibatkan karena
diuresis osmotik yang mengakibatkan hipovolemia sehingga terjadi syok.
• Gejala Klinis:
– Pernafasan cepat dan dalam (kussmaul)
– Dehidrasi sampai syok
– Bau keton
• Diagnosis
– Diharapkan hasil pemeriksaan pada pasien:
• Kadar glukosa >250 mg%
• pH <7,35
• HCO3 rendah
• Anion Gap Positif
• Keton serum positif
• Penatalaksanaan
– Penggantian cairan dan garam yang hilang
– Menekan lipolisis dan glukoneogenesis dengan pemberian insulin
– Mengatasi stress pencetus KAD
– Mengembalikan keadaan fisiologis normal
B. Hiperosmolaritas Hiperglikemik Non-Ketotik
• Definisi
▫ Komplikasi akut dari DM yang ditandai dengan keadaan hiperosmolar tanpa
adanya ketosis
• Etiologi
▫ Penyakit Penyerta
▫ Infeksi
▫ Pengobatan
• Patofisiologi
▫ Yang memulai timbulnya HHNK adalah diuresis glukosuria. Diuresis
glukosuria inilah yang mengakibatkan terjadinya syok hipovolemik pada
pasien yang mengakibatkan penurunan kesadaran. Penyebab tidak terjadinya
ketoasidosis yang membedakan penyakit ini dengan Ketoasidosis Diabetik
belum diketahui.
• Gejala Klinis:
▫ Sama dengan Ketoasidosis, tapi pada HHNK tidak ditemukan bau keton
• Diagnosis
▫ Ditegakkan apabila:
• Glukosa Plasma >600 mg/dL
• pH >7,3
• Osmolaritas serum >320 mOsm/kg
• Penatalaksanaan
▫ Serupa dengan KAD, tapi pada HHNK, cairan yang diberikan adalah cairan
hipotonis
• Rehidrasi intravena agresif
• Penggantian elektrolit
• Pemberian insulin itravena
• Diagnosis & manajemen faktor pencetus
C. Syok Hipovolemik
• Definisi
– Sindrom klinis yang terjadi akibat gangguan hemodinamik dan metabolik
yang ditandai dengan kegagalan sistem sirkulasi untuk mempertahankan
perfusi adekuat ke organ – organ vital tubuh
• Etiologi
– Pendarahan
– Kehilangan Plasma
– Kehilangan cairan ekstraseluler
• Gejala Klinis
– Tekanan darah menurun drastis & tak stabil walau berbaring
– Penurunan kesadaran
• Diagnosis
– Ditegakkan bila ditemukan tanda ketidakstabilan hemodinamik & adanya
sumber kehilangan volume darah
• Penatalaksanaan
– Posisi Trendelenburg
– Resusitasi cairan dengan akses IV atau CVP (central venous pressure) atau
intraarterial
• Koloid 2 – 4 L dalam 20 – 30 menit
• Infus dengan cepat larutan kristaloid atau kombinasi larutan kristaloid
dan koloid sampai vena (v. jugularis) yang kolaps terisi. Sementara,
bila diduga syok karena perdarahan, ambil contoh darah dan mintakan
darah. Bila telah jelas ada peningkatan isi nadi dan tekanan darah,
infus harus dilambatkan. Bahaya infus yang cepat adalah udem paru,
terutama pasien tua. Perhatian harus ditujukan agar jangan sampai
terjadi kelebihan cairan.
D. Syok Hipoglikemia
• Defenisi: keadaan dimana gula darah <40mg/dl
 DIAGNOSIS
GEJALA DAN TANDA KLINIS ;
• Stadium parasimpatik ; lapar,mual,tekanan darah turun
• Stadium gangguan otak ringan ; lemah lesu ,sulit bicara ,kesulitan menghitung
sementara
• Stadium simpatik; keringat dingin pada muka ,bibir atau tangan gemetar
• Stadium gangguan otak berat ;tidak sadar,dengan atau tanpa kejang
 ANAMNESIA ;
• Penggunan preparat insulin atau obat hipoglemik oral ; dosis terakhir ,waktu
pemakaian terakhir ,perubahan dosis.
• Waktu makan terakhir ,jumlah asupan gizi
• Riwayat jenis pengobatan dan dosis sebelumnya
• Lama menderita DM ,komplikasi DM
• Penyakit penyerta :ginjal ,hati, dll.
• Penggunaan obat sistematik lainnya ;penghambat adrenergikB ,dll
Pemeriksaan fisik ; pucat,diaphoresis,tekanan darah ,frekuensi denyut jantung,
penurunan kesadaran ,deficit neurologik fokal transient.
 PEMERIKSAAN PENUNJANG
Kadar glukosa darah (GD) ,tes fungsi ginjal ,tes fungsi hati ,C- peptide
 TERAPI
Stadium permulaan ( sadar )
• Berikan gula murni 30 gram ( 2 sendok makan ) atau sirop /permen atau gula murni
( bukan pemanis pengganti gula atau gula diit /gula diabetes ) dan makanan yang
mengandung karbohidrat
• Hentikan obat hipoglikemik sementara
• Pantau glukosa darah sewaktu tiap 1-2 jam
• Pertahankan GD sekitar 200 mg/dL ( bila sebelumnya tidak sadar)
• Cari penyebab
 Stadium lanjut (koma hipoglikemia atau tidak sadar dan curiga hipoglikemia );
 Diberikan larutan destrosa 40% sebanyak 2 flakon (=50 mL)bolus intra vena ,
D. Stroke
• Stroke adalah sindrom klinis yang awal timbulnya mendadak, progresi cepat, berupa
defisit neuologis fokal dan/atau global , yang berlangsung 24 jam atau lebih atau
langsung menimbulkan kematian, dan semata-mata disbabkan oleh gangguan
peredaran darah otak non traumatik
• Presentasi klinis stroke akut
– Kelumpuhan wajah atau anggota badan (biasanya hemiparese) yang timbulnya
mendadak
– Gangguan sensibilitas pada satu atau lebih anggota badan
– Perubahan mendadak status mental (konfusi, delirium, letargi, stupor, atau koma)
– Afasia (bicara tdk lancar, kurangnya ucapan, atau kesulitan memahami ucapan)
– Disartria (bicara pelo atau cadel)
– Gangguan penglihatan (hemianopia atau monokuler) atau diplopia
– Ataksia
– Vertigo, mual dan muntah, atau nyeri kepala.
Penyebab
• Infark otak (80%)
• Perdarahan intraserebral (15%)
• Perdarahan subarakhnoid (5%)
• Penyebab lain (dapat menimbulkan infark atau perdarahan)
Faktor resiko
• Yang tidak dapat diubah: usia yg meningkat, jenis kelamin pria, ras, riwayat keluarga,
riwayat TIA, atau stroke, PJK, fibrilasi atrium, heterozigot atau homozigot untuk
homosistinuria.
• Yang dapat diubah: hipertensi, DM, merokok, penyalahgunaan alkohol dan obat,
kontrasepsi oral, hematorit meningkat, hoperurisemia, dislipidemia.
Diagnosis
• Anamnesis dan pem.fisik-neurologis
• Sistem skoring untuk membedakan jenis stroke (skor stroke Gajah mada, skor stroke
Allen, skor stroke Siriraj)
• Scan tomografik (pem. Baku emas untuk memebedakan infark dengan perdarahan)
• Scan resonansi magnetik (lebih sensitif dalam mendeteksi infark serebri dini dan
infark batang otak)
Penatalaksanaan stroke akut
• Stabilisasi pasien dengan tindakan ABC
• Pertimbangan intubasi bila kesadaran stupor, koma, atau gagal napas
• Pasang jalur infus IV dengan larutan salin normal, 20 ml/jam, jangan memakai cairan
hipotonis mis.dextrosa 5% dalam air dan salin 0,45%, krn dapat memperberat edema
otak
• Berikan Oksigen 2-4 ltr/mnit via kanul hidung
• Jangan memberikan makanan atau minuman lewat mulut
• EKG dan foto rontgen toraks
• Pem. Darah ( hitung darah lengkap & trombosit, kimia darah (glukosa, elektrolit,
ureum, kreatinin), masa protrombin, tromboplastin parsial
• Jika ada indikasi, lakukan tes kadar alkohol, fungsi hati, gas darah arteri, skrining
toksikologi
• Diagnosis brdasarkan anamnesis dan pem.fisik
• Konsul segera ke dokter ahli saraf
• Scan tomografik, atau resonansi magnetik atau dengan skor siriraj/skor gajah mada
untuk menentukan jenis stroke
E. Syok Sepsis
• Defenisi
Sepsis merupakan respon sistemik pejamu terhadap infeksi dimana patogen atau
toksin dilepaskan ke dalam sirkulasi darah sehingga terjadi aktivasi proses inflamasi.
Sepsis dengan hipotensi (tekanan darah sistolik <90mmHg atau penurunan tekanan
sistolik >40mmHg)
• Gejala Klinis :
• Diagnosis :
• Sindrom respon inflamasi sistemik (mencakup 2 atau lebih keadaan berikut) :
 Suhu > 38°C atau < 36°C
 Frekuensi jantung >90 x/menit
 Frekuensi napas >20x/menit atau PaCO2 <32 mmHg
 Leukosit darah >12.000 /mm3, <4.000/mm3 atau batang >10%
• Penatalaksanaan :
• Eliminasi patogen
• Drainase atau bedah
• Terapi anti-mikroba yang sesuai
• Terapi cairan
• Vasopressor dan inotropik
• Terapi imunologi (bila respon imun maladaptif terhadap infeksi)
• Early Goal Directed Treatment (Buku Ajar Ilmu penyakit Dalam Edisi V
sumber Rivers 2001)

F. Syok Kardiogenik
– Syok kardiogenik adalah gangguan yang disebabkan oleh penurunan curah janyung
sistemik pada keadaan volume intravaskular yang cukup, dan dapat menyebabkan
hipoksia jaringan.
– Patofisiologi
Pada pasien pasca IM, diduga terdapat aktivasi sitokin inflamasi yang menyebabkan
peninggian kadar iNOS, NO dan peroksinitrit, dimana semuanya mempunyai efek
buruk antara lain :
- Inhibisi langsung kontraktilitas miokard
- Supresi respirasi mitokondria pada miokard non iskemik
- Efek terhadap metabolisme glukosa
- Efek proinflamasi
- Penurunan responsivitas katekolamin
- Merangsang vasodilatasi sistemik
– Manifestasi Klinis
Anamnesis :
- Pasien dgn IMA dtg dgn keluhan tipikal nyeri dada yg akut, dan kemungkinan sudah
mempunyai riwayat penyakit jantung koroner sebelumnya
- Palpitasi
- Sinkop
Pemeriksaan fisis :
- Pd pemeriksaan awal akan ditemukan tekanan darah sistolik yg menurun sampai <90
mmHg
- Pemeriksaan dada akan menunjukkan adanya ronki
– Penatalaksanaan
• Volume pengisian ventrikel kiri harus dioptimalkan, dan pada keadaan tanpa adanya
bendungan paru, pemberian cairan sekurang-kurangnya 250 ml dapat dilakukan dalam
10 menit.
• Tindakan resusitasi segera
• Menentukan secara dini anatomi koroner
• Melakukan revaskularisasi dini
G. Acute Respiratory Distress Syndrome (ARDS)
• Ditandai oleh peningkatan permeabilitas membran alveolar kapiler terhadap air,
larutan, protein plasma disertai kerusakan alveolar difusn dan akumulasi cairan yang
mengandung protein dalam parenkim paru.
• Patogenesis
– Fase Inisiasi
o Sel-sel imun dan non imun melepaskan mediator dan modulator inflamasi dari
paru ke sistemik
– Fase Amplifikasi
o Neutrofil teraktivasi dan tertarik ke dalam paru dan tertahan
– Fase Injury
o Neutrofil melepaskan oksidan dan protease yang merusak paru dan
mendorong proses inflamasi selanjutnya
• Fase Kerusakan Alveolar
– Fase Eksudatif
Edema interstisial dan alveolar, nekrosis pneumosit I, lepasnya membran basalis.
– Fase Proliferatif
Proliferasi sel epitel pneumosit II
– Fase Fibrosis
Peningkatan kolagen dan pemadatan paru karena fibrosis
• Pemeriksaan Fisis
– Takipnea
– Retraksi intercostal
– Ronki basah kasar
– Hipotensi
– Febris
– Hipoksia yang refrakter terhadap pemberian oksigen (PaO2 / FiO2 < 200 mmHg)
• Pemeriksaan Penunjang
– Laboratorium
o Analisa Gas Darah
o Darah
– Radiologi
o Infiltrat bilateral
• Penatalaksanaan
– Oksigen ventilasi tekanan positif dengan volume tidal rendah
– iNO inhalasi
– PGI2

Anda mungkin juga menyukai