Sampai datang suatu ketika, ketika tangan tuhan ikut intervensi dalam
masalahnya, memberikan kesempatan baginya untuk meneruskan
mimpinya. Memang benar, tidak ada yang tidak mungkin jika tuhan
berkehendak. Sampai kemudian, tepat di hari sabtu 10 Oktober 2015 ia
resmi melepas sandangan mahasiswa serta atribut kebanggannya
tersebut.
Ia tak kuasa membendung betot magis Yanti yang ketika itu menjadi
salah seorang peserta kegiatan tersebut.
“ Nggak. Nggak perlu, biar begitu saja!” sahut Rholin setengah hati.
Ibunya tak bertanya lagi setelah itu.
Saya akan ke mana, saya tidak tahu, batin Rholin. Jejak-jejak sepak
terjang semasa menjadi aktivis mahasiswa tinggal kenangan manis
belaka. Rholin mengigit bibir. Mendadak ia kepingin bermimpi menjadi
mahasiswa lagi . Dan ternyata ia membuktikannya dengan sukses.
Esok harinya, Ayah dan Ibu Rholin yang telah berpakain rapi yakni jas
hitam dan kebaya ungu berdiri melongo ke depan pintu kamar Rholin
yang terkunci rapat. Pada pintu yang terbuat dari tripleks itu tertempel
tulisan di atas secarik kertas lusuh. Isinya: Buat Ayah dan Bundaku
tersayang. Maafkan ananda tak bisa ikut wisuda sekarang. Karena
ananda ingin tidur dan bermimpi jadi mahasiswa lagi.