MK . PENDIDIKAN
KEWARGANEGARAAN
Skor Nilai :
PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN
NIM : 2172111006
MEDAN, 2018
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT. yang senantiasa memberikan rahmat, hidayah, serta karunia-Nya
sehingga Penulis dapat menyelesaikan tugas Critical Jurnal Report mata kuliah “Pendidikan
Kewarganegaraan” ini dengan tepat waktu.
Makalah ini ditulis guna memenuhi tugas mata kuliah tersebut. Semoga dengan terselesaikannnya
tugas ini dapat bermanfaat bagi pembaca sekalian. Penulis mengucapkan banyak terimakasih kepada
semua pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan tugas ini, khususnya kepada :
1. Orang tua, keluarga serta saudara-saudari penulis yang tetap menjadi penyemangat bagi penulis
yang telah memberikan dorongan dan motivasi dalam penyelesaian makalah ini.
2. Bapak Joko Suharianto, S.Pd., M.Si. selaku dosen pengampu mata kuliah “Pendidikan
Kewarganegaraan” jurusan Pendidikan Bahasa Dan Sastra Indonesia Universitas Negeri Medan,
yang selalu memotivasi dalam mata kuliah ini.
3. Kepada rekan-rekan kelas Reguler E program studi pendidikan bahasa indonesia, yang telah
menemani perjalanan perkuliahan penulis.
4. Serta seluruh pihak yang tidak dapat disebutkan satu-persatu yang telah membantu penulis
dalam penyelesaian makalah ini.
Penulis menyadari bahwa tugas ini masih jauh dari kata sempurna, maka kritik dan saran yang
membangun sangat diharapkan guna penyempurnaan makalah ini.
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ................................................................................................................... i
A. Jurnal I .................................................................................................................... 2
B. Jurnal II ................................................................................................................... 6
A. Jurnal I .................................................................................................................... 9
B. Jurnal II ................................................................................................................... 15
C. Kelebihan dan Kekurangan.................................................................................... 22
A. Kesimpulan ............................................................................................................ 24
B. Rekomensi .............................................................................................................. 25
D. Identitas jurnal
Jurnal I
A. Ringkasan Jurnal I
Dewasa ini Indonesia dihadapkan pada beberapa persoalan seperti krisis identitas, konflik
horizontal, konflik multikultur, disintegrasi bangsa, instabilitas politik, kekerasan, dan
kriminalitas sebagai gejala krisis multidimensional. Hal yang tak kalah penting adalah
lunturnya nilai-nilai kebangsaan, nilai-nilai kebudayaan dan nilai-nilai moral dikalangan
generasi muda. Gejala kemerosotan moral dapat dilihat dari beberapa fenomena sosial
seperti kenakalan remaja, penyalahgunaan narkoba, seks bebas, tawuran pelajar, kebiasaan
merokok, aksi kriminal dan kasus kenakalan remaja lainnya. Badan Narkotika Nasional
menunjukkan data bahwa tersangka narkoba kategori pelajar pada tahun 2013 mengalami
kenaikan dengan persentase 61,29% yaitu dari 695 orang yang ditangkap pada tahun 2012
menjadi 1.121 orang pada tahun 2013 (BNN, 2014).
Hal yang krusial lainnya adalah lunturnya nilai-nilai kebangsaan dan nilai-nilai budaya
bangsa. Fenomena sosial menunjukkan bahwa saat ini kegiatan gotong royong, musyawarah
untuk mufakat, dan rasa saling menghargai semakin hilang dikalangan generasi muda dan
masyarakat secara luas. Budaya sopan santun, tolong menolong, kerukunan, toleransi,
solidaritas sosial, saling menghargai semakin hanyut dilanda derasnya arus modernisasi dan
globalisasi.
Gejala disintegrasi bangsa juga tampak dari adanya konflik multikultural berbau SARA
seperti konflik etnis tionghoa dan pribumi, konflik agama, konflik Sampit dan sebagainya.
Hal tersebut mengakibatkan terjadinya pergeseran pola pikir dan gaya hidup dari pola pikir
dan gaya hidup masyarakat ketimuran menjadi pola pikir dan gaya hidup kebarat-baratan
yang ditandai dengan perilaku individualistik, hedonis, konsumtif, apatis, sekuler, bebas dan
eksklusif. Beberapa persoalan di atasmenunjukkan bahwa Indonesia berada pada kondisi
yang mengakhawatirkan dan berpotensi menimbulkan disintegrasi bangsa serta mereduksi
makna identitas nasional. Oleh karena itu, dibutuhkan suatu upaya untuk memperkuat
identitas nasional.
B. Ringkasan Jurnal II
Nilai-nilai intergritas dan nilai-nilai identitas bangsa itu dengan sangat cerdas oleh the
founding fathers (para pendiri bangsa-negara), diangkat dan mengkristal menjadi dasar
negara Pancasila. Pancasila disepakati karena dapat menampung kemajemukan bangsa.
Pancasila lahir karena diinspirasi oleh ide-ide besar dunia dan menyuarakan kepentingan
harkat martabat manusia, serta keadilan serta pentingnya kesadaran dalam hidup berbangsa
dan bernegara. Pancasila dijadikan idealisme dalam
berbangsa dan bernegara karena meletakkan kehidupan keberagaman yang penuh
toleransi.
Kini sudah 65 tahun Indonesia merdeka. Dunia berubah demikian cepat dan dinamis,
ditandai revolusi teknologi informasi komunikasi yang membawa dampak pada perubahan
sosial yang luar biasa, termasuk dalam tatanan hidup antar bangsa dan goyahnya tatanan
value (nilai-nilai) dan masyarakat. Alvin Tofler, seorang futurolog terkenal menggunakan
istilah “kejutan masa depan” (future shock) untuk menggambarkan situasi sekarang yang
membuat kita terlempar pada suatu kondisi di mana kita mengalami tekanan–tekanan yang
menggun-cangkan dan hilangnya orientasi individu disebabkan kita dihadapkan dengan
terlalu banyak perubahan dalam waktu yang terlalu singkat. Itulah situasi yang dialami juga
oleh masyarakat dan bangsa Indonesia. Perubahan-perubahan berskala besar dan cepat
ternyata kita respon secara lambat (Soyomukti, 2008: 41).
Realitas global tersebut yang kemudian populer dengan istilah “globalisasi” mau tidak mau,
suka tidak suka, kita harus hadapi karena kita tidak bisa menghindar dari arus besar
globalisasi. Globalisasi adalah arus utama yang membawa dampak mahahebat terhadap
ruang waktu yang mengalami percepatan atau terjadinya dalam bahasa Anthony Giddens –
time space distenziation. Tentu saja interaksi manusia dengan teknologi, manusia dengan
manusia lain, semakin intensif: makna baru didapat dari obyektivitas baik rasional maupun
irasional karena perkembangan baris material, IPTEK, yang terus berubah (Soyomukti,
2008: 43).
Bagaimanakah perubahan yang besar dan cepat tersebut bila dikaitkan dengan nilai-nilai
inter-gritas dan identitas nasional Indonesia? Kemudian bagaimanakah kita harus
menghadapi dan menyikapi, adalah pertanyaan besar kita saat ini. Yang jelas sebagaimana
disampaikan Sztompka (2007:112), globalisasi menimbulkan bahaya dan harapan. Proses
globalisasi yang meliputi semua aspek kehidupan modern (ekonomi, politik, dan kultural)
tercermin dalam kesadaran sosial. Cara orang memahami dunia, dunia lokal mereka sendiri
dan dunia keseluruhan, mengalami perubahan sangat besar.
Integritas dapat dipahami sebagai penggabungan dari beberapa kelompok yang terpusat
menjadi satu kesatuan yang mempunyai tujuan dan cita-cita yang sama (Andisuhandi,
2008). Dalam hukum internasional, setiap negara yang berdaulat memiliki integritas
teritorial, artinya wilayah negara itu tidak boleh diganggu gugat oleh negara-negara lain.
Setiap negara yang berdaulat mempunyai hak sepenuhnya untuk menuntut agar negara-
negara asing tidak mecoba melakukan pelanggaran terhadap kedaulatannya baik di bidang
kehakiman, maupun militer, pemerintahan dan sebagainya.
Sedangkan identitas nasional, secara etimologis berasal dari kata “identitas” dan “nasional”.
Kata identitas (Inggris: identity) secara harfiah artinya ciri, tanda atau jatidiri yang melekat
pada seseorang, kelompok atau sesuatu sehingga membedakan dengan yang lain. Dengan
demikian, identitas berarti ciri-ciri, tanda-tanda atau jati diri yang dimiliki seseorang,
kelompok, masyarakat bahkan suatu bangsa sehingga identitas itu bisa mem-bedakan
dengan yang lain. Kata nasional merujuk pada konsep kebangsaan. Nasional menunjuk pada
kelompok-kelompok persekutuan hidup manusia yang lebih besar dari sekedar
pengelompokan berdasarkan ras, agama, budaya, bahasa, dan sebagainya. Oleh karena itu,
identitas nasional lebih merujuk pada identitas bangsa dalam pengertian politik (political
unity).
BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Jurnal I
Identitas Nasional Bangsa Indonesia
Identitas nasional berasal dari kata identity yang berarti ciri, tanda atau jati diri yang melekat
pada sesuatu yang membedakan dengan yang lain dan kata nasional yang berarti kelompok
lebih besar yang diikat oleh kesamaan fisik seperti budaya, agama, dan bahasa dan kesamaan
non fisik seperti keinginan, cita-cita dan tujuan (Widodo, dkk. 2015: 2-3). Pada hakikatnya
identitas nasional merupakan manifestasi nilai-nilai budaya yang tumbuh dan berkembang
dalam berbagai aspek kehidupan dengan suatu ciri khas yang menjadikannya berbeda dengan
bangsa lain (Monteiro, 2015: 27). Dengan demikian, identitas nasional menunjuk pada jati diri
yang bersumber dari nilai-nilai budaya suatu bangsa sehingga identitas nasional memiliki
hubungan yang erat dengan kebudayaan nasional.
Pada konteks ke-Indonesiaan, identitas nasional bangsa Indonesia adalah identitas yang
bersumber dari nilai luhur Pancasila yang aktualisasinya tercermin dalam penyelenggaraan
kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Identitas tersebut menunjuk pada lambang,
simbol atau identitas yang bersifat nasional seperti bahasa Indonesia, bendera merah putih, lagu
Indonesia Raya, Garuda Pancasila, dan Bhineka Tunggal Ika. Guna menjaga identitas nasional,
maka rasa cinta tanah air dan integrasi nasional menjadi satu hal yang penting.
1. Suku bangsa yaitu kelompok sosial dan kesatuan hidup yang mempunyai sistem interaksi,
sistem norma, kontinuitas, dan rasa identitas yang mempersatukan semua anggota dan
memiliki sistem kepemimpinan sendiri.
2. Agama yang tumbuh dan berkembang di Indonesia antara lain Islam, Kristen, Katolik,
Hindu, Buddha dan Kong Hu Cu.
3. Bahasa yaitu anak kebudayaan yang menjadi sarana manusia untuk meneruskan nilai-nilai
budaya dari generasi ke generasi.
4. Budaya nasional. Kebudayaan adalah kegiatan dan penciptaan batin manusia berisi nilai
yang dijadikan sebagai rujukan hidup.
5. Wilayah nusantara yaitu wilayah Indonesia yang terdiri dari beribu-ribu pulau yang
terbentang dikhatulistiwa.
6. Ideologi Pancasila sebagai ideologi dan dasar negara.
1. Identitas fundamental, yaitu Pancasila sebagai falsafah bangsa, dasar negara dan ideologi
negara.
2. Identitas instrumental, yaitu UUD 1945 dan tata perundangannya, bahasa Indonesia,
lambang negara, bendera negara, lagu kebangsaan“Indonesia Raya”.
3. Identitas alamiah, yaitu ruang hidup bangsa sebagai negara kepulauan yang pluralis dalam
suku, bahasa, agama, dan kepercayaan (Rahayu, 2007: 68-69).
Kemajemukan dalam bidang budaya, ras, suku, agama, bahasa, sumber daya merupakan
tantangan bagi identitas nasional Indonesia. Jika dapat dikelola dengan baik, maka
kemajemukan akan mendatangkan kemakmuran dan memperkokoh persatuan dan kesatuan.
Akan tetapi, jika tidak dapat dikelola dengan baik, maka kemajemukan berpotensi
menimbulkan disintegrasi bangsa dan instabilitas multidimensional. Oleh karena itu,
kemajemukan menuntut sikap dan perilaku masyarakat Indonesia yang berwawasan
multikultural dan bertoleransi tinggi.
Paul C. Gorski (dalam Amirin, 2012: 4) menekankan bahwa tujuan utama pendidikan
multikultural adalah 1) meniadakan diskriminasi pendidikan dan memberi peluang sama bagi
setiap anak untuk mengembangkan potensinya (tujuan instrumental); 2) menjadikan anak bisa
mencapai prestasi akademik sesuai potensinya (tujuan terminal
internal); 3) menj
adikan anak sadar sosial dan aktif sebagai warga masyarakat lokal,
nasional, dan global (tujuan terminal akhir ekstern). Dengan demikan, dapat diidentifikasi
bahwa tujuan pendidikan multikultural adalah mempromosikan pemerataan kesempatan
belajar, mendoron
g pemberdayaan seluruh siswa untuk meraih prestasi akademik, dan
menumbuhkan kesadaran peserta didik untuk berpartisipasi secara aktif sebagai warga
masyarakat. Hal inisesuai dengan ketentuan Pasal 3 Undang
-
Undang Nomor 20 Tahun
2003 tentang Sistem Pendidi
kan Nasional yang menyebutkanpendidikan nasional
berfungsi untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman
dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap,
kreatif, mandiri, dan menjadi warga nega
ra yang demokratis serta bertanggung jawab.
Kearifan Lokal Sebagai Jati Diri Bangsa
Kebudayaan lokal yang dimiliki setiap daerah merupakan pilar kebudayaan nasional.
Kebudayaan lokal atau yang disebut kearifan lokal (local wisdom) adalah usaha manusia
dengan menggunakan akal budinya (kognisi) untuk bertindak dan bersikap terhadap sesuatu,
objek, atau peristiwa yang terjadi dalam ruang tertentu (Ridwan, 2007: 28). Sementara itu,
Wagiran (2012: 330) mendefinisikan kearifan lokal diantaranya: 1) kearifan lokal adalah
sebuah pengalaman panjang, yang diendapkan sebagai petunjuk perilaku seseorang; 2)
kearifan lokal tidak lepas dari lingkungan pemiliknya; dan 3) kearifan lokal bersifat dinamis,
lentur, terbuka, dan senantiasa menyesuaikan dengan zamannya. Dengan demikian, dapat
disimpulkan bahwa kearifan lokal adalah kemampuan manusia menggunakan akal budi sesuai
dengan lingkungannya sebagai pedoman hidup yang bersifat dinamis dan fleksibel dalam
berinteraksi untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.
Secara luas, kearifan lokal mencakup beberapa substansi yaitu: 1) pemikiran, sikap, dan
tindakan berbahasa, berolah seni, dan bersastra, misalnya karya-karya sastra yang bernuansa
filsafat dan niti (wulang); 2) pemikiran, sikap, dan tindakan dalam berbagai artefak budaya,
misalnya keris, candi, dekorasi, lukisan, dan sebagainya; dan 3) pemikiran, sikap, dan tindakan
sosial bermasyarakat, seperti unggah-ungguh, sopan santun, dan udanegara (Wagiran, 2012:
332). Subtansi tersebut kemudian menjadi akar kebudayaan nasionalyang merupakan bagian
dari identitas nasional. Sebagai bagian identitas nasional maka kearifan lokal berfungsi dalam
membangun kepribadian bangsa berdasarkan nilai-nilai leluhur. Melestarikan nilai-nilai
kearifan lokal berarti menghayati
dan melaksanakan gagasan
-
gagasan lokal daerah setempat yang bersifat bijaksana, penuh
kearifan, bernilai baik dan tertanam serta diikuti oleh anggota. Hal ini bertujuan untuk
memberikan arah bagi perwujudan identitas nasional dan jati diri bangsa sesuai nilai
-
nilai
Pancasila dan u
ntuk menciptakan iklim yang kondusif dan harmonis untuk merespon
modernisasi secara produktif dan positif sesuai nilai
-
nilai kebangsaan (Muchsin, 2015:
541).
Kesadaran terhadap urgensi kearifan lokal dapat digali melalui proses pendidikan yang disebut
pendidikan berbasis kearifan lokal. Pendidikan berbasis kearifan lokal adalah pendidikan yang
mengajarkan peserta didik untuk selalu lekat dengan situasi konkret yang mereka hadapi. Pilar
pendidikan kearifan lokal menurut Suwito (dalam Wagiran, 2012: 333) meliputi: 1)
membangun manusia berpendidikan harus berlandaskan pengakuan eksistensi manusia sejak
dalam kandungan; 2) pendidikan harus berbasis kebenaran dan keluhuran budi; (3) pendidikan
harus mengembangkan ranah moral, spiritual bukan sekedar kognitif dan ranah psikomotorik;
dan (4) sinergitas budaya, pendidikan dan pariwisata perlu dikembangkan secara sinergis
dalam pendidikan yang berkarakter.
Sistem pendidikan yang berakar pada kebudayaan nasional adalah sistem pendidikan yang
dinilai tepat untuk mengajarkan ilmu pengetahuan tentang kemajemukan bangsa.Integrasi
pendidikan dan kebudayaan nasional akan memperkokoh identitas nasional yang dapat
menumbuhkan rasa kebanggaan, sikap nasionalisme dan sikap patriotisme terhadap bangsa
dan negara. Hal ini tentu akan memperkuat persatuan dan kesatuan dalam bingkai satu nusa,
satu bangsa, dan satu bahasa. Oleh karena itu, integrasi pendidikan multikultural dan
pendidikan berbasis kearifan lokal memiliki kontribusi yang penting karena kearifan lokal atau
local wisdom adalah pilar dari kebudayaan nasional yang diadopsi menjadi nilai-nilai luhur
Pancasila.
Berkaca pada persoalan moralitas dan tereduksinya nilai-nilai kebangsaan, maka kesadaran
terhadap urgensi pendidikan multikultural berbasis kearifan lokal adalah premis yang penting.
Hanyutnya nilai-nilai Pancasila dalam arus globalisasi yang ditandai dengan berbagai
fenomena sosial menimbulkan kekhawatiran dan keprihatinan terhadap masa depan Indonesia.
Oleh karena itu, penguatan identitas nasional melalui aktualisasi nilai-nilai kearifan lokal
dalam pendidikan multikultural diharapkan dapat menumbuhkan optimisme baru bagi masa
depan generasi Indonesia yang lebih baik. Selaras dengan
pernyataan Amirin (2012: 5) bahwa implementasi pendidikan multikultural di Indonesia
harus berpondasi pada realitas bang
sa Indonesia dan kearifan local
(local
wisdom atau
indigenous knowledge) dalam makna luas dengan memperhatikan karakterist
ik bangsa
dan budaya Indonesia.
Penguatan identitas nasional melalui pendidikan multikultural berbasis kearifan lokal
bertujuan untuk mewujudkan warga negara yang memiliki kesadaran kewarganegaraan
multikultural yaitu warga negara yang sadar terhadap arti penting identitas nasional,
persamaan harkat dan martabat manusia, serta penghargaan terhadap keberagaman dan
kebhinekaan dengan tetap mengakui, melindungi dan memelihara nilai-nilai kearifan lokal
dalam penyelenggaraan kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Hal ini dapat
dilakukan melalui beberapa cara, diantaranya:
Pada konteks pembelajaran, pendidikan multikultural harus terintegrasi pada semua bidang
ilmu baik secara implisit maupun secara eksplisit. Integrasi tersebut dapat dilakukan dengan
mengadopsi teori Banks (dalam Hanum dan Rahmadonna, 2010: 96-97) tentang pendekatan
dalam pengintegrasian pendidikan multikultural dalam kurikulum yaitu:
a) Pendekatan kontribusi (the contributions approach). Tahap ini paling sering dilakukan
dan paling luas dipakai dalam fase pertama dari gerakan kebangkitan etnis. Cirinya adalah
memasukkan pahlawan/pahlawan dari suku bangsa/etnis dan benda-benda budaya ke dalam
pelajaran yang sesuai.
b) Pendekatan aditif (aditif approach). Pada tahap ini dilakukan penambahan materi,
konsep, tema, perspektif terhadap kurikulum tanpa mengubah struktur, tujuan dan
karakteristik dasarnya. Pendekatan aditif sering dilengkapi dengan buku, modul, atau
bidang bahasan terhadap kurikulum tanpa mengubah secara substansif.
d) kompetensi dasar siswa dalam melihat konsep, isu, tema, dan problem dari beberapa
perspektif dan sudut pandang etnis.
e) Pendekatan aksi sosial (the sosial action approach) mencakup semua elemen dari
pendekatan transformasi, namun menambah komponen yang mempersyaratkan
siswa membuat aksi yang berkaitan dengan konsep, isu, atau masalah yang dipelajari
dalam unit.
B. Jurnal II
a. Sektor-sektor Integrasi Nasional
Apabila
2. Optimalisasi
kita analisis,
pendidikan
ada beberapa
kewarganegaraan
faktor yang dapat
berbasis
menjadi
multikultural
pendorongdan
dankearifan
penopanglokal.
integrasi nasional :
Indonesia adalah negara multikultur dengan berbagai keberagaman yang salah satunya
adalah keragaman budaya daerah. Budaya daerah adalah bagian dari nilai-nilai kearifan
1) Sektor sosial-budaya
lokal yang menunjukkan identitas suatu wilayah. Pada satu sisi keragaman budaya daerah
menjadi sumber kekayaan budaya nasional. Akan tetapi disisi lain keragaman budaya daerah
Bagijuga
bangsa Indonesia,
berpotensi sektor sosial
menimbulkan merupakan
konflik. sektor utama
Oleh karena dalam letak
itu, disinilah meningkatkan integrasi
penting Pendidikan
nasional. Secara historis
Kewarganegaraan ada faktor-faktor
berwawasan pentingdan
multikultural bagi pembentukan
kearifan bangsadisiplin
lokal sebagai Indonesia,
ilmuyaitu
untuk:
mengajarkan wawasan kebangsaan yang digali dari nilai-nilai budaya daerah dan kearifan
lokal kemudian didukung dengan pengajaran ilmu pengetahuan tentang toleransi,
kerukunan, hak asasi manusia, konstitusi, hukum, dan penghargaan terhadap budaya bangsa.
Dengan
Adanya demikian, PKN
persamaan berfungsi
nasib, sebagai sarana
yaitu penderitaan managemen
bersama konflik
di bawah, secara terstruktur
penjajahan bangsa asing
melalui proses pembelajaran untuk
yang lebih kurang selama 350 tahun. mencegah konflik antar budaya daerah.
Adanya keinginan bersama untuk merdeka, melepaskan diri dari belenggu penjajahan.
Adanya kesatuan tempat tinggal, yaitu wilayah nusantara yang mem-bentang dari Sabang
sampai Merauke.
Adanya cita-cita bersama untuk mencapai kemakmuran dan keadilan sebagai suatu
3. Penempatan pendidikan multikultural sebagai falsafah pendidikan, pendekatan
bangsa.
pendidikan, bidang kajian dan bidang studi.
Budaya bangsa yang sangat majemuk dengan berbagai adat-istiadat, suku, ras, bahasa daerah
Penempatan pendidikan multikultural sebagai falsafah pendidikan memiliki arti bahwa
dan lain-lain juga menjadi kekayaan yang luar biasa, bisa dikelola dengan baik.
pandangan terhadap kekayaan keberagaman budaya Indonesia hendaknya dimanfaatkan
sebaik-baiknya untuk mengembangkan dan meningkatkan sistem pendidikan dan kegiatan
belajar-mengajar di Indonesia. Pendidikan multikultural sebagai pendekatan pendidikan
berarti penyelenggaraan dan pelaksanaan pendidikan yang kontekstual dan memperhatikan
2) Sektor Ekonomi
keragaman budaya Indonesia. Pendidikan multikultural sebagai bidang kajian dan bidang
studi berarti disiplin ilmu yang dibantu oleh sosiologi dan antropologi pendidikan untuk
menelaah
Persoalan dan mengkaji
ekonomi aspek-aspek
merupa-kan kebudayaan,
sektor utama terutama
yang sangat nilai-nilai
sensitif. budaya
Banyaknya dan
ketimpangan
ekonomi baik kemiskinan, penggangguran, ke-timpangan modal menjadi titik rawan(Amirin,
perwujudannya untuk atau dalam penyelenggaraan dan pelaksanaan pendidikan yang bisa
2012: integrasi
merusak 6). nasional. Gejolak-gejolak sosial yang muncul di masyarakat seringkali dipicu
oleh kecemburuan sosial yang meningkat dan menimbulkan eskalisi politik yang mudah
disusupi.
3) Sektor Politik
Perkembangan politik di tanah air mengalami pasang surut yang begitu dinamis. Seiring
dengan reformasi 1998, kehidupan politik Indonesia telah mengalami lompatan yang seringkali
justru menjadikan kita sendiri tidak siap menjalankan demokrasi yang
dilandasi
oleh etika politik. Hingar
-
bingar politik telah melahirkan politikus yang
seringkali hanya bernilai kepentingan golongan, kelompok, bahkan pribadi yang jauh dari
kepentingan negara dan bangsa. Bisa jadi kita telah melahirkan politikus
-
politikus, tetapi
mi
skin negarawan.
4) Sektor Keamanan
Faktor keamanan begitu penting dalam rangka men-ciptakan stabilitas bangsa dan negara.
Negara yang sama juga merupakan salah satu faktor pertimbangan investor untuk me-
nanamkan modalnya di Indonesia. Politik tentara yang menjaga mutu dan berdiri di atas
kepentingan masyarakat, bangsa dan negara adalah suatu pilihan tepat untuk terus
diaktualisasikan sesuai tuntutan zaman.
Beberapa bentuk identitas nasional Indonesia yang perlu terus dipelihara dan ditingkatkan
adalah sebagai berikut :
Bahasa Indonesia berawal dari rumpun bahasa Melayu yang di-pergunakan sebagai bahasa
pergaulan yang kemudian diangkat sebagai bahasa persatuan pada tanggal 28 Oktober 1928.
Bangsa Indonesia sepakat bahwa bahasa Indonesia merupakan bahasa nasional sekaligus
sebagai identitas nasional Indonesia.
Berisi lima nilai dasar yang dijadikan sebagai dasar filsafat dan ideologi dari negara Indonesia.
Pancasila merupakan identitas nasional yang berkedudukan sebagai dasar negara dan ideologi
nasional Indonesia.
Indonesia Raya sebagai lagu kebangsaan pada tanggal 28 Oktober 1928 dinyanyikan untuk
pertama kali sebagai lagu kebangsaan negara.
Warna merah berarti berani dan putih berarti suci. Lambang merah putih sudah dikenal pada
masa kerajaan di Indonesia yang kemudian diangkat sebagai bendera negara. Bendera warna
merah putih dikibarkan pertama kali pada tanggal 17 Agustus 1945, namun telah
ditunjukkan pada peristiwa Sumpah Pemuda.
Merupakan hukum dasar tertulis yang menduduki tingkat-an tertinggi dalam tata urutan
perundangan dan dijadikan sebagai pedoman penye-lenggaraan bernegara.
Bentuk negara adalah kesatuan, sedang bentuk pemerintahan adalah Republik. Sistem
politik yang digunakan adalah sistem demokrasi (kedaulatan rakyat). Saat ini identitas
Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat disepakati untuk tidak ada
perubahan.
Sebagai cara pandang bangsa Indonesia mengenai diri dan lingkungannya yang serba
beragam dan memiliki nilai strategis dengan mengutamakan persatuan dan kesatuan bangsa,
kesatuan wilayah dalam penyelenggaraan kehidupan bermasyarakat, ber-bangsa, dan
bernegara untuk mencapai tujuan nasional.
Berbagai kebudayaan dari kelompok-kelompok bangsa Indonesia yang dimiliki cita rasa
tinggi, dapat dinikmati dan diterima oleh masyarakat luas merupakan kebudayaan nasional.
Kebudayaan nasional pada dasarnya adalah puncak dari kebudayaan daerah.
Tumbuh dan disepakatinya be
-
berapa ident
itas nasional Indonesia itu
sesungguhnya telah diawali dengan adanya kesadaran politik bangsa Indonesia sebelum
bernegara. Hal demikian sesuai dengan ciri dari pembentukan negara model mu
-
takhir.
Kesadaran politik itu adalah tumbuhnya semangat nasionalisme
(semangat kebangsaan)
sebagai
gerakan me
-
nentang penjajahan dan mewujudkan negara Indonesia. Dengan
demikian, nasionalisme yang tumbuh kuat dalam diri bangsa Indonesia turut mem
-
permudah terbentuknya identitas nasional Indonesia.
Peran Pendidikan
Dikaitkan dengan meningkatkan nilai-nilai integritas dan identitas nasional jelas bahwa
pendidikan mempunyai peran yang sangat strategis. Dalam hal ini peran pendidikan harus
dipandang baik dari sudut pendidikan informal, pendidikan formal, maupun pendidik-an
non formal.
Secara kasat mata dapat kita lihat bahwa Indonesia dan dunia sedang menghadapi
permasalahan lingkung-an yang akut. Kerusakan hutan yang begitu parah, fenomena banjir,
dan tanah longsor, serta pemanasan global akan menjadi per-masalahan serius Indonesia dan
dunia. Indonesia sebagai salah satu paru-paru dunia sudah seharusnya menunjukkan jati diri
sebagai bangsa yang mencintai lingkungan. Identitas kita sebagai bangsa seharusnya tidak
tergerus oleh perilaku tamak dengan melakukan pembalakan liar dan illegal loging.
Kita semua merasakan betapa permasalahan moral dan budi pekerti akhir-akhir ini sangat
memprihatin-kan. Gejala dekonsensi moral tumbuh subur seiring melemahnya ikatan-ikatan
moral dalam masyarakat. Zuriah (2007:10) mengatakan lebih-lebih lagi di era globalisasi
yang berada dalam dunia yang terbuka, ikatan-ikatan nilai-nilai moral mulai melemah.
Masya-rakat mengalami multikrisis yang dimensional, dan krisis yang dirasakan sangat
parah adalah krisis nilai-nilai moral.
Setidaknya ada 4 (empat) pertimbangan utama mengapa penguatan pendidikan moral dan
budi pekerti begitu mendesak: (1) Melemahnya ikatan keluarga, keluarga yang secara
tradisional merupakan guru pertama dari sikap enak, mulai kehilangan fungsinya; (2)
Kecenderungan negatif kehidupan remaja dewasa ini. Fenomena tawuran pelajar,
keterlibatan dalam NAPZA, seks bebas, dan tingkah laku menyimpang lainnya menjadi
bukti bahwa kehidupan remaja kita sangat mengkhawatirkan; (3) Minimnya
tokoh panutan dalam masyarakat.
Gaya ke
-
hidupan pemimpin masyarakat yang
cenderung hedonis, korupsi, dan kolutif turut mem
-
berikan andil ambruknya nilai
-
nilai
moral dalam masyarakat dan (4) Kesadaran tidak seimbangan ke
-
hidupan antara
kemajuan dan kedamaian tampaknya mulai disadari oleh
banyak bangsa.
e. Pentingnya pendidikan multi-kultural
Sudah menjadi kodrat bahwa kita adalah bangsa yang majemuk, baik dari sisi agama, adat
istiadat, etnik, bahasa daerah, dan budaya daerah. Suatu persoalan serius yang dihadapi
Indonesia hingga hari ini ialah benturan dan konflik yang disebabkan oleh faktor pluralitas
multikultural Contoh aktual ialah kasus Mbah Priok di Jakarta, munculnya aliran-aliran
sesat dalam masyarakat, kasus Pilkada di Mojokerto.
Dalam konteks Indonesia yang sarat kamajemukan itulah, menurut Masa Asy’arie (dalam
Suwandi, 2010) pendidikan multikultural menjadi sangat strategis untuk dapat mengelola
kemajemukan secara kreatif sehingga konflik yang muncul sebagai dampak dari
transformasi dan reformasi sosial dapat dikelola secara cerdas dan menjadi bagian dari
pencerahan kehidupan bangsa ke depan.
Menurut Naim & Sauqi (2008:191) pendidikan pluralis multikultural adalah pendidikan
yang memberikan penekanan terhadap proses penanaman cara hidup yang saling
menghormati, tulus, dan toleran terhadap keanekaragaman budaya yang hidup di tengah-
tengah masyarakat dengan tingkat pluralitas yang tinggi. Dengan pendidikan pluralitas
multikultural dihadapkan akan lahir kesadaran dan pemahaman secara luas yang
diwujudkan dalam sikap yang toleran, bukan sikap yang kaku, eksklusif dan menafikan
eksistensi kelompok lain maupun mereka yang berbeda, apapun bentuk perbedaan-nya.
Dalam pengembangan nilai-nilai integritas dan identitas nasional pada era globalisasi peran
pendidik (guru-dosen) menjadi amat penting. Pendidik sebagai ujung tombak dalam
pendidikan dituntut mempunyai kompetensi yang komprehensif yang meliputi: kompetensi
pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial dan kompetensi profesional.
Menurut Mery Field (dalam Suryo Mukti, 2008:53) ada tiga syarat yang harus dimiliki guru
dalam mengembangkan pendidikan yang berperspektif
global: kemampu
-
an konseptual, pengalaman lintas budaya, dan keterampilan
pedagogis.
Kemampuan konsseptual ber-kenaan dengan peningkatan penge-tahuan guru dalam konteks
isu-isu global. Guru harus memiliki wawasan tentang isu, dinamika, sejarah, dan nilai-nilai
global agar mereka memiliki keterampilan mengapresiasi persamaan dan perbedaan budaya
dalam masyarakat dunia sekaligus membangun suasana belajar yang dinamis agar siswa
mampu merespon isu-isu lokal dalam kaitannya dengan masalah global.
Syarat berikutnya ialah peng-alaman lintas budaya. Syarat ini belum banyak dimiliki oleh
guru Indonesia. Di kalangan dosen kondisinya masih lebih baik. Sedangkan syarat ketiga
keterampil-an pedagogis dalam perspektif global menyangkut metode mengajar yang tepat
agar peserta didik dapat memahami suatu masalah dalam konteks yang luas dan
komprehensif.
Dalam konteks pendidikan moral, maka seorang pendidik atau guru haruslah menjadi
model, sekaligus menjadi mentor dari peserta didik dalam mewujudkan nilai-nilai moral
pada kehidupan disekolah dan masyarakat. Dalam hal ini banyak yang bisa dilakukan guru
seperti: menciptakan suasana demokratis, mengembangkan refleksi moral, mengajarkan
resolusi konflik dan tentu juga menumbuh-kan budaya kerjasama (Zuriah, 2008:107-108).
Jurnal II
- Mencakup banyak aspek yang dibahas tentang pengguanaan bahasa
- identitas jurnal II lebih lengkap daripada jurnal I
- Pemaparannya lengkap, berserta contoh pada pembahasan
- Mudah dipahami, karena menggunakan tanda baca yang sesuai
2. Kekurangan
Jurnal I
- tidak adanya hasil pemaparan.
- tidak ada metode yang di cantumkan
- pemaparan yang sangat sedikit, jika dibandingkan pada jurnal II
Jurnal II
- Tidak ada metode yang dicantumkan
- Pemaparan yang sangat banyak, membuat bosan para pembaca.
- terdapat banyak sekakli sub judul yang membuat penjabaran sukar di pahami.
BAB IV
PENUTUP
A. Simpulan
Pada jurnal pertama dapat disimpulkan bahwasannay Berdasarkan pemaparan di atas, dapat
direduksi beberapa konklusi dalam karya tulis ini, bahwa penguatan identitas nasional melalui
pendidikan multikultural berbasis kearifan lokal dapat dilakukan melalui beberapa cara,
diantaranya:1) Integrasi pendidikan multikultural berbasis kearifan lokal dalam desain
kurikulum yang dilakukan melalui 4 pendekatan yaitu pendekatan kontribusi, aditif,
transformasi, dan aksi sosial; 2) Optimalisasi pendidikan kewarganegaraan berbasis
multikultural dan kearifan lokal melalui pengajaran wawasan kebangsaan berdasarkan nilai-nilai
kearifan lokal yang didukung dengan ilmu pengetahuan sebagaialat pengendali konflik antar
budaya daerah; 3) Penempatan pendidikan multikultural sebagai falsafah pendidikan,
pendekatan pendidikan, bidang kajian dan bidang studi.
a. historis masyarakat dan bangsa Indonesia telah memiliki nilai-nilai integritas dan identitas
nasional. Nilai-nilai itu terimplementasi dalam kehidupan bermasyarakat, ber-bangsa dan
bernegara serta di-matangkan oleh pengalaman sejarah perjuangan bangsa yang begitu
panjang.
b. Pada era globalisasi, nilai-nilai integritas dan identitas nasional Indonesia mengalami
tantangan yang berat baik dari pengaruh eksternal maupun internal, sektor-sektor integrasi baik
dalam bidang sosial budaya, ekonomi, politik dan keamanan seringkali mengalami pasang
surut seiring dengan dinamika nasional dan global. Nilai-nilai identitas nasional dalam dekade
belakang-an juga menghadapi erosi dan degradasi yang begitu serius.
c. Peran dunia pendidikan, termasuk para pendidik amat strategis dalam mempertahankan
sekaligus mengem-bangkan nilai-nilai integritas dan identitas nasional yang kita miliki.
Karena itu, pendidikan dengan perspektif globalisasi lingkungan, moral dan multikultural
dalam koridor paradigma baru pendidikan tentu amat diperlukan. Terkait dengan guru, maka
diperlukan guru-guru yang mempunyai kompetensi yang baik dan komprehensif.
Jadi, dapat disimpulkan dari kedua jurnal adalah bahwasannya kedua jurnal
tersebut sama
-
sama membahas tentang inti Pembahasan Mengenai Identitas Nasional
yaitu
melalui Pendidikan Kewarganegaraan. Maka Sebab itu Pendidikan
Kewarganegaraan sangat penting bagi kehidupan, karena salah satunya mempelajari
Identitas Nasional yaitu jati diri sebuh bangsa.
B. Rekomendasi
Sebaiknya pembaca yang mengkritisi sebuah jurnal, haruslah mencari referensi yang saling
berkaitan. Maka dari itu, dari kedua jurnal yang telah di susun sedemikian rupa pada
pengerjaan critikal jurnal report ini, semoga dapat bermanfaat, karena dari pembahasannya
di sini sangat lengkap sekali dengan panduan bahan bacaan yang mudah dipahami mengenai
Pendidikan Kewarganegaraan Tentang Identitas Nasional, dan juga marilah kita sebagai
calon guru sebaiknya bijak dalam Memahami dan menerangkan Pengetahuan Terhadap anak
didik nantinya apabila adakalanya memaparkan mengenai Pendidikan Kewarganegaraan
Tentang Identitas Nasional karena, materi ini sangatlah baik bagi anak didik dalam
mengetahui Jati diri Bangsanya.
DAFTAR PUSTAKA
http://repository.upy.ac.id/1242/1/5.%20Ari%20Setiarsih.pdf
http://e-journal.unipma.ac.id/index.php/JA/article/view/706