Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN

KONSEP PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN SEBAGAI


LANDASAN PEMBENTUKAN WARGA NEGARA YANG
BERTANGGUNG JAWAB

Dosen Pengampu:

Dr. Mansyur Radjab, M.Si.

Disusun Oleh:

Serafim Hadel Tangko

B011231025

UNIVERSITAS HASANUDDIN

MAKASSAR

2023

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur, penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, yang
telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis mampu
menyelesaikan makalah yang berjudul “KONSEP PENDIDIKAN
KEWARGANEGARAAN SEBAGAI LANDASAN PEMBENTUKAN WARGA
NEGARA YANG BERTANGGUNG JAWAB“. Makalah ini disusun untuk
memenuhi salah satu tugas mata kuliah.
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, karena
masih memiliki banyak kekurangan, baik dalam hal ini maupun sistematika dan
teknik penulisannya. Oleh karena itu, kritik dan saran dari semua pihak yang
bersifat membangun selalu penulis harapkan demi kesempurnaan makalah ini.
Oleh sebab itu, penulis sangat mengharapkan saran dan kritik yang membangun
demi kesempurnaan makalah ini.
Akhirnya, semoga makalah ini bisa memberikan manfaat bagi penulis dan
bagi pembaca. Amin.

Makassar, 4 Desember 2023

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.............................................................................................i

DAFTAR ISI...........................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................3

1.1. Latar Belakang...........................................................................................3

1.2. Rumusan Masalah......................................................................................4

1.3. Tujuan Penulisan.......................................................................................4

BAB II PEMBAHASAN........................................................................................5

2.1. Perspektif Pendidikan Kewarganegaraan dalam Membangun Karakter


Warga Negara............................................................................................5

2.2. Urgensi Pembentukan Karakter Warga Negara........................................6

2.3. Pentingnya Kewarganegaraan Sebagai Pembentuk Karakter Demokratis


Warga Negara............................................................................................8

2.4. Strategi Pendidikan Kewarganegaraan untuk Membentuk Karakter


Demokratis Warga Negara......................................................................10

BAB III PENUTUP..............................................................................................13

3.1. Kesimpulan..............................................................................................13

DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................14

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Dalam kurikulum sekolah dasar, menengah, dan tinggi, pendidikan


kewarganegaraan telah ditetapkan sebagai komponen wajib. Oleh karena itu,
tujuan dari pendidikan kewarganegaraan adalah untuk membentuk siswa menjadi
individu yang memiliki rasa kebangsaan dan kecintaan terhadap tanah air mereka
sendiri menunjukkan bahwa pendidikan kewarganegaraan sangat penting untuk
membangun watak dan peradaban bangsa, dan untuk mencerdaskan kehidupan
bangsa dengan menjadikan orang-orang sebagai warga negara yang demokratis
dan bertanggung jawab. Dalam Pembukaan UUD 1945, Presiden Republik
Indonesia pertama, Ir. Soekarno, menyatakan bahwa pembangunan bangsa dan
karakter sangat penting. Namun demikian, selama perjalanan ini, kita masih
menemukan bahwa beberapa masalah nasional politik, ekonomi, dan sosial
budaya memerlukan perhatian khusus dan perhatian.
Pimpinan Pusat Muhammadiyah telah menemukan empat masalah utama
yang berkaitan dengan kebangsaan saat berpikir tentang visi dan karanter bangsa.
Yang pertama adalah kehilangan rasa dan ikatan kebangsaan, yang ditandai oleh
peningkatan primordialisme, termasuk kelompok, keagamaan, dan etnis. Kedua,
kehidupan beragama terus menghadapi paradoks karena banyaknya semangat
keagamaan dikombinasikan dengan kecenderungan untuk menjalani gaya hidup
yang permisif, materialistik, dan sekuler, yang bertentangan dengan prinsip-
prinsip utama agama. Dalam konteks kemajemukan bangsa, keberagamaan belum
sepenuhnya berfungsi sebagai komponen yang mengintegrasikan untuk
mempromosikan kerukunan, kebersamaan, dan budaya anti kekerasan.1
Ketiga, penurunan kohesi dan integrasi sosial yang ditandai oleh munculnya
berbagai bentuk tindak kekerasan dengan motif yang sangat kompleks dalam
kehidupan masyarakat; peningkatan perilaku menyimpang dan kriminalitas;
penghapusan pranata sosial yang luhur seperti gotong royong dan saling

1
Budimansyah, D. Penguatan Pendidikan Kewarganegaraan untuk Membangun Karakter Bangsa,
Bandung: Widya Aksara Press, 2010, hal 87
3
menghormati perbedaan; dan persistensi budaya patriakhi yang menyebabkan
pandangan yang merendahkan harkat daerahnya.
Keempat, ada kecenderungan untuk mentalitas yang lemah dalam
masyarakat, yang mencerminkan mental bangsa yang lembek (soft nation). Ini
ditandai dengan sikap yang lemah, rendah, cepat, tidak disiplin, meremehkan
masalah, kurang bertanggung jawab, mudah mengingkari janji, dan toleran
terhadap kesalahan. Pada saat yang sama, perilaku positif seperti kerja keras,
jujur, terpercaya, cerdas, tanggung jawab, menghargai kualitas, dan mentalitas
yang baik lainnya telah berkurangan.2

1.2. Rumusan Masalah


1. Apa peran utama Pendidikan Kewarganegaraan dalam membentuk
kesadaran dan tanggung jawab warga negara terhadap masalah sosial,
lingkungan, dan kemanusiaan?

2. Bagaimana urgensi Pendidikan Kewarganegaraan dalam membangun


kemampuan kritis dan partisipatif warga negara?

3. Bagaimana strategi yang disusun sehingga Pendidikan Kewarganegaraan


dapat membentuk tanggung jawab dan karakter bangsa?

1.3. Tujuan Penulisan


Menjelaskan mengenai Pendidikan Kewarganegaraan sebagai landasan
dalam perspektif untuk pembentukan karakter warga negara serta dapat
mewujudkan urgensi dan strategi di dalam pembentukan karakter warga negara.

2
Pimpinan Pusat Muhammadiyah. Revitalisasi Visi dan Karakter Bangsa: Agenda Indonesia ke Depan.
Yogyakarta: Pimpinan Pusat Muhammadiyah, 2009, hal 11-22
4
BAB II
PEMBAHASAN

2.1. Perspektif Pendidikan Kewarganegaraan dalam Membangun Karakter


Warga Negara
Berdasarkan berbagai masalah utama kebangsaan di atas, kita sangat
beralasan untuk khawatir tentang kualitas warga negara ideal sebagai prasyarat
pembangunan bangsa dan prospek kemajuan bangsa dan negara di masa depan.
Itu sebabnya pemerintah memprioritaskan pembangunan karakter bangsa daripada
pembangunan negara. Bahkan dalam deskripsi Rencana Pembangunan Jangka
Panjang Nasional 2005–2025, pembangunan karakter disebut sebagai misi utama
dari delapan misi yang digunakan untuk mewujudkan visi pembangunan nasional.
Dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan
Jangka Panjang Nasional, disebutkan bahwa “...terwujudnya karakter bangsa yang
tangguh, kompetitif, berakhlak mulia, dan bermoral berdasarkan Pancasila, yang
dicirikan dengan watak dan perilaku manusia dan masyarakat Indonesia yang
beragam, beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berbudi luhur,
bertoleran, bergotong royong, berjiwa patriotik, dan berkembang di seluruh tanah
air dan di seluruh dunia.”
Menurut Pusat Kurikulum Kementerian Pendidikan Nasional (2010), tujuan
utama pembangunan bangsa adalah untuk meningkatkan dan memperkuat jati diri
bangsa, menjaga keutuhan NKRI, dan membangun masyarakat dan individu
Indonesia yang berakhlak mulia dan bangsa yang bermartabat. Oleh karena itu,
dapat dikatakan bahwa proses pembangunan karakter bangsa memiliki cakupan
dan tingkat urgensi yang sangat luas dan bersifat multidimensional. Itu luas
karena terkait dengan pengembangan semua aspek potensi keunggulan bangsa,
dan multidimensional karena mencakup dimensi kebangsaan yang saat ini sedang
dalam proses "menjadi".3
Dengan mempertimbangkan hal ini, pendidikan dapat dianggap sebagai
salah satu cara terbaik untuk membangun karakter bangsa. Ini karena pendidikan
memiliki peran terpenting dalam pembentukan kepribadian. Dalam konteks
3
Winataputra, U.S. Pendidikan Kewarganegaraan dalam Perspektif Pendidikan untuk Mncerdaskan
Kehidupan Bangsa: Gagasan, Instrumentasi, dan Praktis. Bandung: Widya Aksara Press. 2012. Hal 23
5
formal, pendidikan kewarganegaraan di sekolah memiliki peran penting dalam
pembangunan karakter bangsa melalui pembentukan karakter demokratis warga
negara. Makalah ini berusaha menjelaskan bagaimana pendidikan
kewarganegaraan di sekolah membentuk karakter demokratis warga negara.

2.2. Urgensi Pembentukan Karakter Warga Negara

Ellen G. White mengatakan bahwa upaya paling penting yang pernah


dilakukan manusia adalah pembangunan karakter warga negara (Hidayatullah,
2011). Salah satu tujuan utama sistem pendidikan yang baik adalah membangun
karakter siswa. Karena itu, rumusan fungsi dan tujuan pendidikan nasional harus
melibatkan pendidikan dengan pembangunan karakter bangsa. Menurut Pasal 3
UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, tujuan pendidikan
nasional adalah untuk mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta
peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan
bangsa. Tujuan pendidikan nasional adalah untuk mengembangkan peserta didik
menjadi orang yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa,
berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan demokratis. "Menjadi
warga negara yang demokratis" adalah ide utama dari tujuan pendidikan nasional.
Ini harus dianggap sebagai sifat warga negara ideal.
Apa sebenarnya karakter tersebut? Karakter berasal dari kata Yunani
charaktêr, yang berarti tanda yang terletak di sisi sebuah koin. Menurut
Kalidjernih (2010), karakter biasanya didefinisikan sebagai kualitas moral yang
abadi yang ada atau tidak ada pada setiap orang yang ditunjukkan melalui perilaku
atau tindakan yang dapat dinilai dalam berbagai situasi.
Dalam Kamus Poerwadarminta, "karakter" didefinisikan sebagai tabiat,
watak, sifat-sifat kejiwaan, akhlak, atau budi pekerti yang membedakan seseorang
dari orang lain. Menurut Purwasasmita (2010), karakter disebut jika tetap ada dan
melekat pada seseorang. Cara berpikir dan bertindak yang dimiliki setiap orang
untuk hidup dan bekerja sama dalam keluarga, masyarakat, bangsa, dan negara
adalah karakter. Menurut Suyanto (2009), orang yang berkarakter baik adalah
mereka yang memiliki kemampuan untuk membuat keputusan dan siap untuk
bertanggung jawab atas semua konsekuensi dari keputusan mereka.

6
Secara psikologis dan sosiokultural, pembentukan karakter adalah hasil dari
seluruh kemampuan manusia (kognitif, afektif, konatif, dan psikomotorik) yang
terjadi selama interaksi sosial, seperti keluarga, satuan pendidikan, dan
masyarakat. Konfigurasi karakter dalam konteks totalitas proses psikologis dan
sosiokultural ini dapat dibagi menjadi empat kelompok, yaitu: olah hati (spiritual
dan emosional perkembangan)4
Konfigurasi karakter tersebut, yang mencakup olah hati yang berkaitan
dengan perasaan sikap dan keyakinan/keimanan, menghasilkan karakter yang
jujur dan bertanggung jawab, menurut Budimansyah (2010). Proses nalar untuk
menemukan dan menggunakan pengetahuan secara kritis, kreatif, dan inovatif
menghasilkan orang cerdas. Olah raga adalah proses persepsi, kesiapan, peniruan,
manipulasi, dan pembuatan aktivitas baru bersama dengan olahraga menghasilkan
sikap yang bersih, sehat, dan menarik. Kepedulian dan kreatifitas dihasilkan oleh
olah rasa dan karsa yang berkaitan dengan kemauan dan kreativitas yang
tercermin dalam kepedulian, citra, dan penciptaan kebaruan.
Berdasarkan pemahaman di atas, karakter bangsa dapat didefinisikan
sebagai prinsip-prinsip yang melekat pada setiap warga negara sebagai identitas
dan personalitas kolektif bangsa. Menurut PP Muhammadiyah, tahun 2009.
Dalam kasus ini, karakter bangsa berfungsi sebagai kekuatan mental dan moral
yang mendorong suatu negara untuk mewujudkan nilai-nilai kebangsaannya dan
menampilkan keunggulan komparatif, kompetitif, dan dinamis. Karena itu,
rumusan tersebut menunjukkan bahwa orang Indonesia yang berkarakter kuat
adalah mereka yang religius, moderat, cerdas, dan mandiri.
Dalam program pembangunan karakter bangsa, karakteristik demokratis
Indonesia yang disebutkan di atas harus dibangun. Mereka dicirikan oleh sifat
religius, yaitu sikap hidup dan kepribadian yang taat beribadah, jujur, percaya,
dermawan, dan toleran. Sifat moderat dicirikan oleh sikap hidup yang tidak
radikal dan tercermin dalam kepribadian yang tengahan antara individu dan sosial,
berorientasi materi dan ruhani, serta mampu hidup dan kerjasama dalam
kemajemukan. Sifat cerdas dicirikan oleh sikap hidup dan kepribadian yang
rasional, cinta ilmu, terbuka, dan berpikiran maju. Dan sikap mandiri dicirikan

4
Kementerian Pendidikan Nasional. (2010). Rencana Induk Pengembangan Pendidikan Karakter Bangsa.
Jakarta: Kementerian Pendidikan Nasional. Hal 45
7
oleh sikap hidup dan kepribadian merdeka, disiplin tinggi, hemat, menghargai
waktu, ulet, wirausaha, kerja keras, dan memiliki cinta kebangsaan yang tinggi
tanpa kehilangan orientasi nilai-nilai kemanusiaan universal dan hubungan
antarperadaban bangsa-bangsa.

2.3. Pentingnya Kewarganegaraan Sebagai Pembentuk Karakter Demokratis


Warga Negara
Menghubungkan pendidikan kewarganegaraan dengan membangun karakter
demokratis warga negara bukanlah sesuatu yang baru. Pendidikan
kewarganegaraan sejak awal dimaksudkan untuk mempersiapkan warga negara
untuk berpartisipasi secara politik dalam kehidupan kebangsaan dan kenegaraan.
Bahkan terkait dengan sifat demokratis, Zamroni (ICCE, 2003) mengatakan
bahwa pendidikan kewarganegaraan adalah pendidikan demokrasi yang bertujuan
untuk mendidik warga untuk berpikir kritis dan berperilaku demokratis. Ini
dilakukan melalui upaya untuk memberi tahu generasi berikutnya bahwa
demokrasi adalah cara hidup masyarakat yang paling efektif untuk melindungi
hak-hak warga masyarakat. Selain itu, pendidikan kewarganegaraan adalah proses
yang dilakukan oleh institusi pendidikan untuk mengajarkan siswa tentang
orientasi, sikap, dan perilaku politik. Tujuannya adalah agar siswa memiliki
pengetahuan politik (political knowledge), kesadaran politik (political awareness),
sikap politik (political attitude), efikasi politik (political efficacy), dan partisipasi
politik (political participation). Selain itu, mereka harus memiliki kemampuan
untuk membuat keputusan politik yang masuk akal dan mengetahui konsekuensi
dari pilihan mereka.
Dalam kurikulum sekolah dasar, menengah, dan tinggi, pendidikan
kewarganegaraan telah ditetapkan sebagai komponen wajib. Oleh karena itu,
tujuan dari pendidikan kewarganegaraan adalah untuk membentuk siswa menjadi
individu yang memiliki rasa kebangsaan dan kecintaan terhadap tanah air mereka
sendiri, sesuai dengan Pancasila dan UUD 1945 (Pasal 37 ayat 1 dan 2 UU No. 20
Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional). Fakta ini sesungguhnya
menunjukkan bahwa pendidikan kewarganegaraan sangat penting untuk
membangun watak dan peradaban bangsa, dan untuk mencerdaskan kehidupan
bangsa dengan menjadikan orang-orang sebagai warga negara yang demokratis
8
dan bertanggung jawab.
Keterhubungan antara pendidikan dan demokrasi telah memicu perhatian
baru terhadap pendidikan kewarganegaraan di seluruh dunia. Patrick (Samsuri,
2010; 2012) juga mengatakan bahwa para pemimpin di negara-negara yang
pernah menjadi komunis telah menciptakan demokrasi asli yang bergantung pada
pembangunan melalui pendidikan. Ini bertujuan untuk membuat warga negara
yang kompeten dan bersungguh-sungguh tahu apa itu demokrasi, bagaimana itu
berfungsi, dan mengapa itu lebih baik atau lebih baik dari semua sistem politik
lain yang pernah ada. Dari sini, kita dapat mengatakan bahwa demokrasi sebagai
nilai universal tidak mungkin menjadi kenyataan di seluruh dunia tanpa
pendidikan yang intens dan internasional.
Di masa depan, demokrasi di Indonesia akan menjadi lebih baik karena
sistem pemerintahan menjamin hak-hak warga negara dan memungkinkan
demokrasi diterapkan dalam kehidupan masyarakat, bangsa, dan negara. Untuk
kemajuan bangsa dan negara Indonesia, kehidupan demokratis harus dikenal,
dimulai, diinternalisasi, dan diterapkan dalam kehidupan sehari-hari di keluarga,
sekolah, masyarakat, pemerintah, dan organisasi non-pemerintah. Hanya apabila
demokratis dijaga oleh rakyatnya sendiri, demokrasi suatu negara dapat
berkembang. Orang-orang yang tinggal di negara yang demokratis tidak hanya
menikmati kebebasan mereka sendiri, tetapi mereka juga harus memikul tanggung
jawab bersama untuk membangun masa depan yang cerah bersama. Ketika pendiri
negara dan bangsa pertama kali merumuskan Pancasila dan UUD 1945, mereka
benar-benar menegaskan bahwa kehidupan yang demokratis adalah ideal.
Sebenarnya, uraian tersebut memperkuat gagasan bahwa pendidikan
kewarganegaraan terkait dengan upaya untuk membangun karakter demokratis
warga negara. Bagaimana pendidikan kewarganegaraan Indonesia menerapkan
kebijakan pembentukan karakter demokratis warga negara? Harus diakui bahwa
politik kebijakan pendidikan berhubungan dengan kebijakan pendidikan yang
bertujuan untuk membangun karakter demokratis warga negara.
Sistem politik akan mempertanyakan bagaimana kebijakan pendidikan
mempertahankan nilai-nilai politik dengan mengajarkan warga negara untuk
mengartikulasikan kepentingannya ke dalam kebijakan (Samsuri, 2010).
Pendidikan digunakan untuk membangun karakter warga negara selama Orde
9
Baru, dan hasilnya adalah standardisasi karakter warga negara. Standarisasi ini
menyertakan tafsir Pancasila menurut Pedoman Penghayatan dan Pengamalan
Pancasila (P4) sebagai bagian dari materi Pendidikan Moral Pancasila (PMP) dan
Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan (PPKn). Semua nilai-nilai moral itu
dipisahkan dari penafsiran Pancasila menjadi 36 butir penerapan nilai-nilai
tersebut. P4 ini kemudian menjadi standar untuk tingkah laku warga negara.
Ada banyak upaya untuk melakukan pembaharuan pendidikan
kewarganegaraan selama Orde Baru karena keprihatinan terhadap kondisinya.
Paradigma baru tentang pendidikan kewarganegaraan muncul sebagai pendidikan
demokrasi selama reformasi (Winataputra, 2012:83). Paradigma ini bertujuan
untuk menyelaraskan kembali pendidikan kewarganegaraan dengan prinsip-
prinsip pendidikan kewarganegaraan demokratis yang telah berkembang dan terus
berkembang di beberapa negara yang menganut sistem demokrasi. Idealitas itu
juga didukung oleh lingkungan reformasi yang memungkinkan partisipasi kritis
dan independen setiap warga negara.

2.4. Strategi Pendidikan Kewarganegaraan untuk Membentuk Karakter


Demokratis Warga Negara
Pendidikan kewarganegaraan sangat penting untuk membentuk warga
negara demokratis, yang pada gilirannya membentuk bangsa demokratis. Patric
(Samsuri, 2012) menyatakan bahwa untuk memenuhi fungsinya, pendidikan
kewarganegaraan harus mampu menanamkan sejumlah kompetensi karakter
demokratis warga negara, seperti pengetahuan dan pemahaman tentang
pemerintahan demokrasi, kemampuan kognitif untuk menjadi warga negara
demokratis, kemampuan untuk berpartisipasi dalam aktivitas demokratis, dan
nilai-nilai karakter demokratis.
Dalam perspektif yang berbeda, Winataputra (2012) menyarankan lima
langkah yang harus dilakukan untuk membangun karakter demokratis warga
negara melalui pendidikan kewarganegaraan paradigma baru. Pertama,
memberikan perhatian yang cermat dan upaya yang sungguh-sungguh untuk
membangun pemahaman yang lebih baik tentang apa itu demokrasi dan apa yang
membedakan jenisnya. Kedua, membuat program pendidikan atau paket kursus
yang memungkinkan siswa mempelajari bagaimana demokrasi telah diterapkan ke
10
dalam institusi dan praktik di berbagai tempat di dunia selama berbagai waktu.
Dengan mempertimbangkan hal-hal yang disebutkan di atas, pendidikan
kewarganegaraan seharusnya mencakup studi tentang sifat, karakteristik, dan
nilai-nilai demokrasi di tingkat lokal, nasional, dan global. Pada skala nasional,
misalnya, dapat disebutkan pilar-pilar demokrasi konstitusional Indonesia yang
ditetapkan dalam UUD 1945, yaitu prinsip-prinsip, cita-cita, dan prinsip
demokrasi Indonesia yang berlandaskan pada Ketuhanan Yang Maha Esa,
menjamin hak asasi manusia, berdasarkan kedaulatan rakyat, berusaha
mencerdaskan bangsa, menerapkan prinsip pembagian kekuasaan,
mengembangkan otonomi daerah, menegakkan "rule of law", membangun sistem
peradilan yang bebas dan tidak memihak, dan membangun sistem Perlu diingat
bahwa tujuan kurikulum bukan hanya mengajarkan siswa tentang demokrasi; itu
juga harus memungkinkan siswa belajar bagaimana berdemokrasi.
Ketiga, menyediakan sumber pendidikan yang memungkinkan siswa
mempelajari sejarah demokrasi di negara mereka untuk menentukan kekuatan dan
kelemahan demokrasi. Keempat, menyediakan sumber pendidikan yang
memungkinkan siswa mempelajari bagaimana demokrasi diterapkan di negara
lain sehingga mereka memiliki pemahaman yang luas tentang berbagai konsep
dan sistem demokrasi di berbagai konteks. Sangat penting untuk membentuk
warga negara yang demokratis dengan menyediakan akses yang cukup ke
pendidikan. Dewasa ini, sumber pendidikan (tercetak, elektronik, maupun online)
tersedia dengan mudah. Sumber-sumber ini terdiri dari sumber yang dirancang
oleh guru untuk membantu siswa belajar tentang demokrasi dan bagaimana
berdemokrasi.
Kelima, kelas dibuat sebagai "laboratorium demokrasi", lingkungan sekolah
sebagai "micro cosmos of democracy", dan masyarakat luas sebagai "kelas global
yang terbuka". Dengan cara ini, siswa dapat belajar tentang demokrasi dalam
konteks demokratis dan melatih diri sebagai warga negara demokratis.
Menjadikan kelas sebagai laboratorium demokrasi berarti membuatnya
memberdayakan siswa. Ini ditunjukkan dalam perilaku interaktif antara guru dan
siswa serta dalam iklim kelas yang mendukung proses pengambilan keputusan
demokratis. Jadi, proses berpikir kritis dan pemecahan masalah harus menjadi
fokus pembelajaran pendidikan kewarganegaraan.
11
Demikian pula lingkungan masyarakat dan sekolah, keduanya harus
dimasukkan ke dalam kelas pendidikan kewarganegaraan yang lebih luas. Hal ini
diharapkan dapat mengurangi atau bahkan menghindari perbedaan yang ada
antara apa yang dipelajari di sekolah dan apa yang sebenarnya terjadi di
lingkungan masyarakat. Ini penting karena semua pihak bertanggung jawab untuk
membangun karakter demokratis.
Pendidikan kewarganegaraan sangat penting untuk membina warga negara,
khususnya generasi penerus, yang baik untuk kehidupan berbangsa dan bernegara.
Sangat penting untuk mengajar generasi penerus tentang kewarganegaraan untuk
menumbuhkan kesadaran bela negara dan cinta tanah air. Pendidikan
kewarganegaraan berfungsi sebagai tempat untuk menyediakan generasi muda
dengan pengetahuan yang diperlukan untuk menjalani kehidupan yang baik.
Untuk membentuk karakter bangsa, orang harus dapat berpikir kritis, bertanggung
jawab, dan bertindak demokratis.
Sebaliknya, hal yang paling penting untuk dibangun adalah keterampilan
guru pendidikan kewarganegaraan yang mampu memahami dan menerapkan
paradigma baru tersebut agar proses pembelajaran sejalan dengan tuntutan untuk
membangun karakter warga negara demokratis dan memiliki kemampuan
kewarganegaraan. Lembaga pendidikan harus mempersiapkan guru pendidikan
kewarganegaraan yang kompeten dan profesional serta harus menjadi teladan
hidup berdemokrasi yang menanamkan nilai-nilai dan sifat demokratis yang
religius, moderat, cerdas, dan mandiri baik dalam kelas maupun di luar kelas.

12
BAB III
PENUTUP

3.1. Kesimpulan
Untuk mencapai tujuan pendidikan nasional dalam rangka pembangunan
bangsa dan karakter, setiap warga negara harus menjadi lebih demokratis. Nilai-
nilai filosofis bangsa, seperti Pancasila dan UUD 1945, harus membentuk
karakter demokratis warga negara sebagai modal sosial untuk pembangunan
karakter dan bangsa. Oleh karena itu, tidak mungkin untuk mengaitkan sifat
demokratis warga Indonesia dengan sifat dan praktik kehidupan demokratis di
negara lain. Orang Indonesia religius, moderat, cerdas, dan mandiri, yang
seharusnya menjadi ciri khas karakter demokratisnya. Kebijakan politik
pendidikan dan pembangunan karakter pemerintah memengaruhi pembentukan
karakter warga negara kita, tetapi peran pendidikan kewarganegaraan dalam
pembentukan karakter demokratis tetap sama.

13
DAFTAR PUSTAKA

Purwasasmita, M. (2010). “Memaknai Konsep Alam Cerdas dan kearifan Nilai Budaya
Lokal dalam Pendidikan Karakter Bangsa”, dalam Prosiding Seminar Aktualisasi
Pendidikan Karakter, Bandung: Widya Aksara Press.

Samsuri. (2012). Pendidikan Karakter Warga Negara: Kritik Pembangunan Karakter


Bangsa. Surakarta: Pustaka Hanif.

Suyanto. (2011). “Urgensi Pendidikan Karakter”. Tersedia: [Online]


http://www.mandikdasmen.depdiknas.go.id/web/pages/urgensi.html. (24 Maret 2011)

Winataputra, U.S. (2012). Pendidikan Kewarganegaraan dalam Perspektif Pendidikan


untuk Mencerdaskan Kehidupan Bangsa: Gagasan, Instrumentasi, dan Praksis. Bandung:
Widya Aksara Press.

Budimansyah, D. (2010). Penguatan Pendidikan Kewarganegaraan untuk Membangun


Karakter Bangsa, Bandung: Widya Aksara Press.

Hidayatullah, M.F. (2011). “Pendidikan Karakter dan Pengembangan Metode


Pembelajaran Nilai”. Bahan tayangan disampaikan dalam Pentaloka Doswar se-Jawa
Tengah dan DIY di Dodik Bela Negara Resimen Kodam IV/Diponegoro Magelang, 12
April 2011.

Kalidjernih, F.K. (2010). “Situasionisme: Refleksi untuk Pendidikan Karakter di


Indonesia”, disampaikan dalam Seminar Aktualisasi Pendidikan Karakter yang
diselenggarakan oleh Program Studi PKn SPs UPI, 15 November 2010.

Kementerian Pendidikan Nasional. (2010). Rencana Induk Pengembangan Pendidikan


Karakter Bangsa. Jakarta: Kementerian Pendidikan Nasional.

Pimpinan Pusat Muhammadiyah. (2009). Revitalisasi Visi dan Karakter Bangsa: Agenda
Indonesia ke Depan. Yogyakarta: Pimpinan Pusat Muhammadiyah.

14

Anda mungkin juga menyukai