Anda di halaman 1dari 64

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Setiap orang tua yang memiliki selalu menginginkan anaknya selalu tumbuh sehat
serta berkembang menjadi anak yang cerdas dimasa depan, dapat menjadi generasi
penerus bangsa yang handal sehingga anak merupakan hal yang penting artinya bagi
sebuah keluarga. Oleh karena itu tidak satupun orang tua yang menginginkan anaknya
jatuh sakit, lebih-lebih bila anaknya mengalami asthma akut, kejang dan epilepsy, dan
ensefalopati dengue.
Infeksi dengue merupakan penyakit akut yang disebabkan oleh virus dengue.
Virus dengue dapat menginfeksi manusia melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti yang
mengandung virus dengue. Infeksi dengue memiliki spektrum manifestasi penyakit
yang sangat luas, dari mulai asimptomatik hingga infeksi dengue yang berat yaitu
dengue shock syndrome (DSS) yang sering berujung kematian. Dengue fever (DF)
merupakan spektrum infeksi dengue ringan yang kebanyakan tidak menyebabkan
kematian. Gejala DF pada bayi sering sulit dibedakan dari infeksi virus lainnya. Pada
anak dan dewasa gejala ini menjadi lebih jelas. Dengue hemorrhagic fever (DHF)
merupakan spektrum infeksi yang lebih berat dari DF. Pada DHF sudah terjadi
kebocoran plasma yang dapat menyebabkan pasien jatuh kedalam kondisi syok (DSS)
hingga meninggal (WHO, 2000).
Infeksi virus dengue ini merupakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas di
Asia Tenggara. Dalam 50 tahun terakhir, insidennya telah meningkat 30 kali lipat
dengan peningkatan ekspansi geografis ke negara-negara baru dan dalam dekade ini,
dari perkotaan ke pedesaan. Diperkirakan 50 juta infeksi dengue terjadi setiap tahun dan
2,5 miliar orang hidup di negara-negara endemik dengue. Sekitar 1,8 miliar (lebih dari
70%) dari populasi berisiko dengue di seluruh dunia tinggal di negara-negara anggota
WHO kawasan Asia Tenggara dan Pasifik Barat, yang menanggung hampir 75% dari
beban penyakit global saat ini karena infeksi dengue.
Salah satu komplikasi yang dapat terjadi pada infeksi dengue adalah ensefalopati.
Ensefalopati dengue dapat disebabkan oleh syok berat akibat syok yang berkepanjangan
dengan perdarahan ataupun kelebihan cairan, tetapi dapat juga terjadi pada DBD yang
tidak disertai syok. Gangguan metabolik seperti hipoksemia, hiponatremia, atau

1
perdarahan dapat menjadi penyebab terjadinya ensefalopati. Selain itu, ensefalopati juga
dapat disebabkan karena sindrom Reye, penggunaan obat hepatotoksik, perdarahan
intrakranial, edema serebral, gagal hati, atau gagal ginjal atau keduanya (Rampengan et
al., 2011). Kerusakan hati akut yang terjadi pada infeksi dengue dapat menyababkan
ensefalopati. Ensefalopati lebih sering terjadi pada kelompok dengan hepatitis berat
(Parkash et al., 2010). Dengue yang terkait ensefalopati ditemukan pada 0,5% dari
5.400 pasien yang dirawat dengan DHF. Mortality rate pada anak dengan ensefalopati
adalah 22% (Cam et al., 2001). Kematian yang tinggi terjadi pada pasien demam
berdarah dengan hepatitis dan ensefalopati (Shah et al., 2008).
Berdasarkan latar belakang tersebut, kelompok akan membahas tentang asuhan
keperawatan pada pedriatri yang mengalami ensepalopati dengue.

A. RUMUSAN MASALAH
1. Bagaimanakah konsep dasar penyakit ensefalopati dengue?
2. Bagaimanakah konsep dasar asuhan keperawatan pada pasien ensefalopati
dengue?
3. Bagaimanakah contoh kasus asuhan keperawatan pada pasien ensefalopati
dengue ?

B. TUJUAN PENULISAN
1. Mahasiswa mampu memahami konsep dasar penyakit asthma akut, kejang dan
epilepsi, dan ensepalopati dengue.
2. Mahasiswa mampu memahami konsep dasar asuhan keperawatan pada asthma
akut, kejang dan epilepsi, dan ensepalopati dengue.
3. Mahasiswa mampu memahami contoh kasus asuhan keperawatan pada asthma
akut, kejang dan epilepsi, dan ensepalopati dengue.

C. MANFAAT PENULISAN
Berdasarkan tujuan diatas, maka penulisan makalah ini diharapkan dapat
bermanfaat, sebagai berikut:
1. Manfaat Umum

2
Dapat memperkaya wawasan dan pengetahuan tentang materi serta bahan
pembelajaran dalam perkuliahan
2. Manfaat Khusus

a. Bagi pembaca
Makalah ini diharapkan dapat mempermudah pembaca dalam memahami
materi yang di sajikan. Selain itu pembaca makalah ini diharapkan mampu
menerima semua materi yang disampaikan.
b. Bagi penulis
Dapat memperluas kaidah-kaidah pengetahuan serta sumber ajar yang
berguna dalam proses pembelajaran khususnya pada materi Kasus
Kegawatdaruratan Pediatrik : Ensepalopati Dengue.

3
KASUS KEGAWATDARURATAN PEDIATRIK : ENSEFALOPATI DENGUE

A. KONSEP DASAR PENYAKIT


1. Definisi
Enselofati Dengue adalah gangguan sistem saraf pusat berat yang dihubungkan
dengan infeksi dengue baik pada Demam Berdarah Dengue (DBD) atau Demam
Dengue (DD) akibat kebocaran plasma dan sebagai komplikasi dari syok yang
berkepanjangan. Enselofati Dengue merupakan salah satu klasifikasi infeksi virus
dengue dengan gejala yang disertai gangguan sistem organ, dalam hal ini adalah sistem
saraf pusat.
Infeksi virus dengue ialah suatu infeksi Arbovirus akut, ditularkan oleh nyamuk
spesies Aedes, dan sekarang telah dapat diisolasi 4 serotipe di Indonesia, yaitu DEN-1,
DEN-2, DEN-3 dan DEN-4. Demam dengue adalah merupakan sindrom jinak yang
disebabkan oleh arbovirus dengan karakter demam bifasik, mialgi atau athralgia, rash,
leukopenia dan limfadenopati. Demam berdarah dengue dalah suatu demam berat
bahkan sering fatal yang disebabkan virus dengue dengan karakteristik yang timbul
akibat peningkatan permeabilitas kapiler, hemostasis yang abnormal, dan pada beberapa
kasus berat sindrom syok (DSS) akibat kehilangan protein yang berhubungan dengan
meningkatnya reaksi imunologis. Dengue shock syndrome adalah demam berdarah
dengue yang disertai renjatan
Dalam dua dekade terakhir, makin banyak laporan tentang penderita DBD yang
disertai gejala ensefalopati dikemukakan dari berbagai negara di kawasan Asia
Tenggara dan Pasifik Barat. Demam dengue / DF dan DBD atau DHF adalah penyakit
infeksi yang disebabkan oleh virus dengue dengan manifestasi klinis demam, nyeri otot
dan nyeri sendi yang disertai lekopenia, ruam, limfadenopati, trombositopenia dan
diathesis hemoragik (Sudoyo, 2010).
Penyakit DBD mempunyai perjalanan penyakit yang sangat cepat dan sering
menjadi fatal karena banyak pasien yang meninggal akibat penanganan yang terlambat.
Demam berdarah dengue (DBD) disebut juga dengue hemoragic fever (DHF), dengue
fever (DF), demam dengue, dandengue shock sindrom (DDS) (Widoyono, 2008.
Demam berdarah Dengue adalah Infeksi akut yang disebabkan oleh arbovirus

4
(arthropadborn Virus) dan di tularkan melalui gigitan nyamuk Aides (Aides albipices
dan Aedes Aegypti).

2. Anatomi Fisiologi
Anatomi dan fisiologi yang berhubungan dengan penyakit DHF adalah system
sirkulasi. System sirkulasi adalah sarana untuk menyalurkan makanan dan oksigen dari
traktus distivus dari paru-paru kesela-sela tubuh.Selain itu, system sirkulasi merupakan
sarana untuk membuang sisa-sisa metabolism dari sel- sel ginjal, paru-paru dan kulit
yang merupakan tempat ekskresi pembuluh darah, dan darah.

a. Jantung
Jantung merupakan sebuah organ yang terdiri dari otot. Otot jantung merupakan
jaringan istimewa karena kalau dilihat dari bentuk dan susunannya sama dengan otot
serat lintang, tetapi cara bekerjanya menyerupai otot polos yaitu diluar kemauan kita.
Bentuk jantung menyerupai jantung pisang, bagian atasnya tumpul (pangkal
jantung) dan disebut juga basis kordis.Disebelah bawah agak runcing yang disebut
apeks cordis. Letak jantung didalam rongga dada sebelah depan, sebelah kiri bawah dari
pertengahan rongga dada, diatas diagfragma dan pangkalnya terdapat dibelakang kiri
antara kosa V dan VI dua jari dibawah papilla mamae. Pada tempat ini teraba adanya

5
denyut jantung yang disebut iktus kordis.Ukurannya lebih kurang sebesar genggaman
tangan kanan dan beratnya kira-kira 250-300 gram.
b. Pembuluh Darah
Pembuluh darah ada 3 yaitu :
1) Arteri
Arteri merupakan pembuluh darah yang keluar dari jantung yang membawa darah
keseluru bagian dan alat tubuh.Pembuluh darah arteri yang paling besar yang keluar dari
ventrikel sinistra disebut aorta.Arteri ini mempunyai dinding yang kuat dan tebal tetapi
sifatnya elastic dan terdiri dari 3 lapisan. Arteri yang paling besar didalam tubuh yaitu
aorta dan arteri pulmonalis, garis tengahnya kira-kira 1-3 cm. arteri ini mempunyai
cabang-cabang keseluruhan tubuh yang disebut arteriola yang akhirnya akan menjadi
pembuluh darah rambut (kapiler). Arteri mendapat darah dari darah yang mengalir
didalamnya tetapi hanya untuk tunika intima.Sedangkan untuk lapisan lainnya mendapat
darah dari pembuluh darah yang disebut vasa vasorum.
2) Vena
Vena (pembuluh darah balik) merupakan pembuluh darah yang membawa darah
dari bagian/alat-alat tubuh masuk ke dalam jantung. Tentang bentuk susunan dan juga
pernafasan pembuluh darah yang menguasai vena sama dengan pada arteri. Katup-katup
pada vena kebanyakan terdiri dari dua kelompok yang gunanya untuk mencegah darah
agar tidak kembali lagi.Vena-vena yang ukurannya besar diantaranya vena kava dan
vena pulmonalis. Vena ini juga mempunyai cabang tang lebih kecil yang disebut
venolus yang selanjutnya menjadi kapiler.
3) Kapiler
Kapiler (pembuluh darah rambut) merupakan pembuluh darah yang sangat
halus.Diameternya kira-kira 0,008 mm. Dindingnya terdiri dari suatu lapisan
endotel.Bagian tubuh yang tidak terdapat kapiler yaitu; rambut, kuku, dan tulang
rawan.Pembuluh darah rambut/kapiler pada umumnya meliputi sel-sel jaringan. Oleh
karen itu dindingnya sangat tipis maka plasma dan zat makanan mudah merembes ke
cairan jaringan antar sel.
4) Darah
Darah adalah jaringan cair dan terdiri dari dua bagian: bagian cair disebut plasma
dan bagian padat disebut sel darah. Warna merah pada darah keadaannya tidak tetap

6
bergantung pada banyaknya oksigen dan karbon dioksida didalamnya.Darah yang
banyak mengandung karbon dioksida warnanya merah tua.Adanya oksigen dalam darah
diambil dengan jalan bernafas dan zat ini sangat berguna pada peristiwa
pembakaran/metabolisme didalam tubuh.Pada tubuh yang sehat atau orang dewasa
terdapat darah seanyak kira-kira 1/3 dari berat badan atau kira-kira 4 sampai 5 liter.
Keadaan jumlah tersebut pada tiap-tiap orang tidak sama, bergantung pada umur,
pekerjaan, keadaan jantung atau pembuluh darah.
Fungsi darah:
a) Sebagai alat pengangkut
b) Sebagai pertahanan tubuh terhadap serangan penyakit dan racun dalam tubuh
dengan perantaraan leukosit dan antibody/zat-zat antiracun.
c) Mengatur panas keseluruh tubuh.

Adapun proses pembentukan sel darah terdapat tiga tempat yaitu: sumsung tulang,
hepar, dan limpa

3. Penyebab
Penyebabnya berupa edema otak perdarahan kapiler serebral, kelainan metabolik,
dan disfungsi hati. Umumnya terjadi sebagai komplikasi syok yang berkepanjangan
dengan perdarahan tetapi dapat juga terjadi pada DBD tanpa syok. Kecuali kejang,
gejala ensefalopati lain tidak/jarang menyertai penderita DBD
Penyebab penyakit dengue hemoragic fever (DHF) atau demam berdarah adalah
virus dengue. Virus ini tergolong dalam family/suku/grup flaviviridae yang dikenal ada
4 serotipe, dengue 1, dengue 2, dengue 3, dengue 4, yang ditularkan melalui vector
nyamuk aedes aegypti. Infeksi dengan salah satu serotype akan menimbulkan antibody
seumur hidup terhadap serotype bersangkutan. Tetapi tidak ada perlindungan terhadap
serotype lainPenyakit DBD disebabkan oleh virus dengue dari kelompok arbovirus B,
yaitu arthropod-born envirus atau virus yang disebarkan oleh artropoda. Vector utama
penyakit DBD adalah nyamuk aedes aegypti (didaerah perkotaan) dan aedes albopictus
(didaerah pedesaan).(Widoyono, 2008).
Sifat nyamuk senang tinggal pada air yang jernih dan tergenang, telurnya dapat
bertahan berbulan-bulan pada suhu 20-420C. Bila kelembaban terlalu rendah telur ini
akan menetas dalam waktu 4 hari, kemudian untuk menjadi nyamuk dewasa ini

7
memerlukan waktu 9 hari. Nyamuk dewasa yang sudah menghisap darah 3 hari dapat
bertelur 100 butir (Murwani, 2011).

4. Tanda dan Gejala


Didapatkan kesadaran pasien menurun menjadi apatis/somnolen, dapat disertai
kejang. Dari beberapa contoh kasus ensefalopati dengue yang dilaporkan, ternyata
kadangkala para dokter sangat terpukau oleh kelainan neurologis penderita sehingga
apabila tidak waspada, diagnosis DBD/DSS tidak akan dibuat. Data itu juga
memberikan suatu keyakinan bahwa DBD perlu dipikirkan sebagai diagnosis banding
terhadap penderita yang secara klinis didiagnosis sebagai ensefalitis virus. Contoh
kasus ensefalopati dengue memperlihatkan betapa bervariasinya gejala klinis penderita
DBD dan bahwa patokan klinis yang digariskan oleh WHO (1975) tidak selalu dijumpai
Gejala klinis utama pada DBD adalah demam dan manifestasi perdarahan baik
yang timbul secara spontan maupun setelah uji torniquet.
a. Demam tinggi mendadak yang berlangsung selama 2-7 hari
b. Manifestasi perdarahan
1) Uji tourniquet positif
2) Perdarahan spontan berbentuk peteki, purpura, ekimosis, epitaksis, perdarahan
gusi, hematemesis, melena.
c. Hepatomegali
d. Renjatan, nadi cepat dan lemah, tekanan nadi menurun (<20mmHg) atau nadi tak
teraba, kulit dingin, dan anak gelisah (Soegeng, 2006).
Pembagian Derajat menurut (Soegijanto, 2006) :
a. Derajat I : Demam dengan uji torniquet positif.
b. Derajat II : Demam dan perdarahan spontan, pada umumnya dikulit atau
perdarahan lain.
c. Derajat III : Demam, perdarahan spontan, disertai atau tidak disertai
hepatomegali dan ditemukan gejala-gejala kegagalan sirkulasi meliputi nadi
yang cepat dan lemah, tekanan nadi menurun (<20mmHg)/ hipotensi
disertai ekstremitas dingin, dan anak gelisah.
d. Derajat IV : demam, perdarahan spontan disertai atau tidak disertai
hepatomegali dan ditemukan gejala-gejala renjatan hebat (nadi tak teraba

8
dan tekanan darah tak terukur).

5. Patofisiologi
Dengue adalah penyakit virus didaerah tropis yang ditularkan oleh nyamuk dan
ditandai dengan demam, nyeri kepala, nyeri pada tungkai, dan ruam.Demam
dengue/dengue fever adalah penyakit yang terutama pada anak, remaja, atau orang
dewasa, dengan tanda-tanda klinis demam, nyeri otot, atau sendi yang disertai
leukopenia, dengan/tanpa ruam (rash) dan limfadenophati, demam bifasik, sakit kepala
yang hebat, nyeri pada pergerakkan bola mata, rasa menyecap yang terganggu,
trombositopenia ringan, dan bintik-bintik perdarahan (ptekie) spontan. Demam berdarah
dengue adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh virus dengue (arbovirus) yang
masuk ke dalam tubuh melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti.
Virus dengue masuk kedalam tubuh melalui gigitan nyamuk aedes aegypti dan
kemudian bereaksi dengan antibodi dan terbentuklah kompleks virus-antibody, dalam
asirkulasi akan mengaktivasi sistem komplemen. Virus dengue masuk kedalam tubuh
melalui gigitan nyamuk dan infeksi pertama kali menyebabkan demam dengue. Reaksi
tubuh merupakan reaksi yang biasa terlihat pada infeksi oleh virus. Reaksi yang amat
berbeda akan tampak, bila seseorang mendapat infeksi berulang dengan tipe virus
dengue yang berlainan. Dan DHF dapat terjadi bila seseorang setelah terinfeksi pertama
kali, mendapat infeksi berulang virus dengue lainnya. Re-infeksi ini akan menyebabkan
suatu reaksi anamnestik antibodi, sehingga menimbulkan konsentrasi kompleks antigen-
antibodi (kompleks virus-antibodi) yang tinggi.
Virus dengue yang telah masuk ketubuh penderita akan menimbulkan viremia.
Hal tersebut menyebabkan pengaktifan complement sehingga terjadi komplek imun
Antibodi – virus pengaktifan tersebut akan membetuk dan melepaskan zat (3a, C5a,
bradikinin, serotinin, trombin, Histamin), yang akan merangsang PGE2 di Hipotalamus
sehingga terjadi termo regulasi instabil yaitu hipertermia yang akan meningkatkan
reabsorbsi Na+ dan air sehingga terjadi hipovolemi. Hipovolemi juga dapat disebabkan
peningkatkan permeabilitas dinding pembuluh darah yang menyebabkan kebocoran
palsma. Adanya komplek imun antibodi – virus juga menimbulkan agregasi trombosit
sehingga terjadi gangguan fungsi trombosit, trombositopeni, dan koagulopati. Ketiga hal
tersebut menyebabkan perdarahan berlebihan yang jika berlanjut terjadi syok dan jika

9
syok tidak teratasi, maka akan terjadi hipoxia jaringan dan akhirnya terjadi Asidosis
metabolik. Asidosis metabolik juga disebabkan karena kebocoran plasma yang akhirnya
tejadi perlemahan sirkulasi sistemik sehingga perfusi jaringan menurun dan jika tidak
teratasi dapat menimbulkan hipoxia jaringan.
Masa virus dengue inkubasi 3-15 hari, rata-rata 5-8 hari. Virus hanya dapat
hidup dalam sel yang hidup, sehingga harus bersaing dengan sel manusia terutama
dalam kebutuhan protein. Persaingan tersebut sangat tergantung pada daya tahan tubuh
manusia. Sebagai reaksi terhadap infeksi terjadi:
a. Aktivasi sistem komplemen sehingga dikeluarkan zat anafilaktosin yang
menyebabkan peningkatan permiabilitas kapiler sehingga terjadi perembesan
plasma dari ruang intravaskular ke ekstravaskular
b. Agregasi trombosit menurun, apabila kelainan ini berlanjut akan menyebabkan
kelainan fungsi trombosit sebagai akibatnya akan terjadi mobilisasi sel trombosit
muda dari sumsum tulang
c. Kerusakan sel endotel pembuluh darah akan merangsang atau mengaktivasi
faktor pembekuan.
d. Virus dengue akan masuk kedalam tubuh melalui gigitan nyamuk aedes aegepty
dan kemudian akan bereaksi dengan antibody dan terbentuklah kompleks virus
antibodi, dalam sirkulasi akan mengaktifasi sistem komplemen. Akibat aktifasi c3
danc5 akan dilepas c3a dan c5a, 2 peptida berdaya untuk melepaskan histamin
dan merupakan mediator kuat sebagai faktor meningginya permeabilitas dinding
pembuluh darah dan menghilangkan plasma melalui endotel dinding itu.
e. Terjadinya trombositopenia, menurunnya fungsi trombosit dan menurunnya
faktor koagulasi (protrobin, faktor v, vii, ix, x dan fibrinogen ) merupakan faktor
penyebab terjadinya perdarahan hebat, terutama perdarahan saluran
gastrointestinal pada dhf.
f. Yang menentukan beratnya penyakit adalah permeabilitas dinding pembuluh
darah, menurunnya volume plasma, terjadinya hipotensi, trombositopenia dan
diatesis hemoragik, renjatan terjadi secara akut atau syok.
g. Nilai hematokrit meningkat bersamaan dengan hilangnya plasma melalui endotel
dinding pembuluh darah. Dan dengan hilangnya plasma klien mengalami

10
hipovolemik. Apabila tidak diatasi bisa terjadi anoksia jaringan, asidosis
metabolik dan kematian.

11
PATHWAY

Arbovirus ( melalui
PATOFISIOOGI Beredar dalam Infeksi virus Mengaktifkan sistem Membuat &
nyamuk aedes aegypti ) aliran darah dengue ( viremia) komplemen melepaskan zat C3a,
C5a
Agresi trombosit Permeabilitas membran Peningkatan reabsorbsi PGE Hipotalamus
meningkat Na dan H2O
Hipertermi
Trombositopeni Merangsang & mengaktivasi
Kerusakan endotel pembuluh Resiko syok hipovolemik
darah faktor pembekuan

Renjatan hipovolemik dan


Resiko perdarahan Perdarahan DIC hipotensi

Resiko perfusi jaringan Hipoksia jaringan Kebocoran plasma


tidak efektif
Kekurangan volume
Asidosis metabolik Ke extravaskuler
Resiko syok cairan
(hipovolemik)

Paru-paru Hepar Abdomen

Ketidakefektifan Ascites
Efusi pleura Hepatomegali
pola napas
Mual, muntah
Nyeri Penekanan intraabdomen
Ketidakseimbangan nutrisi kurang
12
dari kebutuhan tubuh
Jadi berdasarkan penjelasan di atas dapat di rangkum yaitu pola penyakit virus
dengue bervariasi mulai demam yang tidak spesifik, demam dengue dengan/tanpa
perdarahan dan demam berdarah dengue dengan/tanpa syok. Hal ini bertumpu pada
interaksi penyebab, penjamu dan lingkungan dan berbagai factor yang berperan,
selanjutnya terjadi beberapa kasus menunjukkan manifestasi klinis sebagai tampilan
respon imun primer dan sekunder berdasarkan temuan rasio IgM/IgG yang diperoleh
dari test serologi.

Kejadian syok pada penderita demam berdarah dengue dapat terjadi karena
kebocoran plasma dari dalam pembuluh darah keluar ke jaringan ikat disekitarnya
sehingga ditemukan manifestasi efusi pleura dan asites. Hal ini dapat dijelaskan dengan
teori reaksi antigen antibodi yang dapat mengeluarkan bahan anapilatoksin atau bahan
serupa histamin yang berpengaruh terhadap peningkatan permeabilitas dinding vaskuler
dan terjadi kebocoran plasma diperkuat dengan dianutnya hipotesa sekunder
heterologos anamnestik reaksi.
Kasus demam berdarah dengue dapat juga menunjukkan manifestasi yang berat
hal ini dapat dijelaskan sebagai akibat ADE dan mungkin sebagai akibat keganasan
virus dengue yang langsung berpotensi terjadinya apoptosis. Virus dengue yang ganas
berpotensi besar menyerang sel retikuloendotelial sistem termasuk organ hati dan sel
endotel akibatnya hati meradang membengkak dan faal hati terganggu dan berlanjut
dengan kejadian perdarahan yang hebat disertai kesadaran menurun dan menunjukkan
manifestasi ensefalopati.

13
6. Manifestasi Klinis
Virus dengue merupakan famili Flaviviridae yang dapat menyebabkan
ensefalopati. Ensefalopati dengue termasuk salah satu komplikasi dari demam berdarah
dengue yang jarang terjadi.
Ensefalopati Dengue memberikan gejala klinis ensefalopati dan infeksi dengue.
Infeksi dengue akan memberikan manifestasi klinis berupa trombositopenia,
peningkatan enzim hati dan demam. Keterlibatan sistem saraf pusat akan berefek pada
depresi sensorik, letargi, somnolen, coma kejang, paresis dan kaku kuduk.
Gangguan neurologi yang berhubungan dengan infeksi dengue dibagi menjadi 3
tipe yaitu:
a. Gejala klasik dengan infeksi akut; Sakit kepala, pusing, delirium, gelisah, dan
depresi.
b. Ensepalitis dengan infeksi akut; depresi sensori, letargi, confuse, somnolen, koma,
kejang, kaku kuduk dan paresis.
c. Gangguan post-infeksi; epilepsi, tremor, amnesia, demensia, manic psychosis,
Bell’s palsy, Reye’s syndrom, dan meningoencepalitis.
Dari beberapa contoh kasus ensefalopati dengue yang dilaporkan, ternyata
kadangkala para dokter sangat terpukau oleh kelainan neurologis penderita sehingga
apabila tidak waspada, diagnosis DBD/DSS tidak akan dibuat. Data itu juga
memberikan suatu keyakinan bahwa DBD perlu dipikirkan sebagai diagnosis banding
terhadap penderita yang secara klinis didiagnosis sebagai ensefalitis virus.

7. Komplikasi
a. Ensefalopati Dengue
Pada umumnya ensefalopati terjadi sebagai komplikasi syok yang berkepanjangan
dengan pendarahan, tetapi dapat juga terjadi pada DBD yang tidak disertai syok.
Gangguan metabolik seperti hipoksemia, hiponatremia, atau perdarahan, dapat menjadi
penyebab terjadinya ensefalopati. Melihat ensefalopati DBD bersifat sementara, maka
kemungkinan dapat juga disebabkan oleh trombosis pembuluh darah otak, sementara
sebagai akibat dari koagulasi intravaskular yang menyeluruh. Dilaporkan bahwa virus
dengue dapat menembus sawar darah otak. Dikatakan pula bahwa keadaan ensefalopati

14
berhubungan dengan kegagalan hati akut.

Pada ensefalopati cenderung terjadi udem otak danalkalosis, maka bila syok telah
teratasi cairan diganti dengan cairan yang tidak mengandung HC03- dan jumlah cairan
harus segera dikurangi. Larutan laktat ringer dektrosa segera ditukar dengan larutan
NaCl (0,9%) : glukosa (5%) = 1:3. Untuk mengurangi udem otak diberikan
dexametason 0,5 mg/kg BB/kali tiap 8 jam, tetapi bila terdapat perdarahan saluran cerna
sebaiknya kortikosteroid tidak diberikan. Bila terdapat disfungsi hati, maka diberikan
vitamin K intravena 3-10 mg selama 3 hari, kadar gula darah diusahakan > 80 mg.
Mencegah terjadinya peningkatan tekanan intrakranial dengan mengurangi jumlah
cairan (bila perlu diberikan diuretik), koreksi asidosis dan elektrolit. Perawatan jalan
nafas dengan pemberian oksigen yang adekuat. Untuk mengurangi produksi amoniak
dapat diberikan neomisin dan laktulosa. Usahakan tidak memberikan obat-obat yang
tidak diperlukan (misalnya antasid, anti muntah) untuk mengurangi beban detoksifikasi
obat dalam hati. Transfusi darah segar atau komponen dapat diberikan atas indikasi
yang tepat. Bila perlu dilakukan tranfusi tukar. Pada masa penyembuhan dapat
diberikan asam amino rantai pendek.

b. Kelainan ginjal
Gagal ginjal akut pada umumnya terjadi pada fase terminal, sebagai akibat dari
syok yang tidak teratasi dengan baik. Dapat dijumpai sindrom uremik hemolitik
walaupun jarang. Untuk mencegah gagal ginjal maka setelah syok diobati dengan
menggantikan volume intravaskular, penting diperhatikan apakah benar syok telah
teratasi dengan baik. Diuresis merupakan parameter yang penting dan mudah
dikerjakan untuk mengetahui apakah syok telah teratasi. Diuresis diusahakan > 1 ml /
kg berat badan/jam. Oleh karena bila syok belum teratasi dengan baik, sedangkan
volume cairan telah dikurangi dapat terjadi syok berulang. Pada keadaan syok berat
sering kali dijumpai akute tubular necrosis, ditandai penurunan jumlah urin dan
peningkatan kadar ureum dan kreatinin.

15
c. Udema paru
Udem paru adalah komplikasi yang mungkin terjadi sebagai akibat pemberian
cairan yang berlebihan. Pemberian cairan pada hari sakit ketiga sampai kelima sesuai
panduan yang diberikan, biasanya tidak akan menyebabkan udem paru oleh karena
perembesan plasma masih terjadi. Tetapi pada saat terjadi reabsorbsi plasma dari ruang
ekstravaskuler, apabila cairan diberikan berlebih (kesalahan terjadi bila hanya melihat
penurunan hemoglobin dan hematokrit tanpa memperhatikan hari sakit), pasien akan
mengalami distress pernafasan, disertai sembab pada kelopak mata, dan ditunjang
dengan gambaran udem paru pada foto rontgen dada.
Komplikasi demam berdarah biasanya berasosiasi dengan semakin beratnya
bentuk demam berdarah yang dialami, pendarahan, dan shock syndrome. Komplikasi
paling serius walaupun jarang terjadi adalah sebagai berikut:
a. Dehidrasi
b. Pendarahan
c. Hipotensi
d. Bradikardi
e. Kerusakan hati

8. Pemeriksaan Diagnostik
Langkah - langkah pemeriksaan diagnostic :
a. Pemeriksaan hematokrit (Ht) : ada kenaikan bisa sampai 20%, normal: pria 40-
50%; wanita 35-47%
b. Uji torniquit: caranya diukur tekanan darah kemudian diklem antara tekanan
systole dan diastole selama 10 menit untuk dewasa dan 3-5 menit untuk anak-
anak. Positif ada butir-butir merah (petechie) kurang 20 pada diameter 2,5
inchi.
c. Tes serologi (darah filter) : ini diambil sebanyak 3 kali dengan memakai kertas
saring (filter paper) yang pertama diambil pada waktu pasien masuk rumah
sakit, kedua diambil pada waktu akan pulang dan ketiga diambil 1-3 mg setelah
pengambilan yang kedua. Kertas ini disimpan pada suhu kamar sampai

16
menunggu saat pengiriman.
d. Isolasi virus: bahan pemeriksaan adalah darah penderita atau jaringan-jaringan
untuk penderita yang hidup melalui biopsy sedang untuk penderita yang
meninggal melalui autopay. Hal ini jarang dikerjakan.

9. Penatalaksanaan Medis
Pada enselopati cenderung terjadi edema otak dan alkalosis, maka bila syok telah
teratasi, selanjutnya cairan diganti dengan cairan yang tidak mengandung HCO3 dan
jumlah cairan harus segera dikurangi.
Tatalaksana dengan pemberian NaCl 0,9 %:D5=1:3 untuk mengurangi alkalosis,
dexametason 0,5 mg/kgBB/x tiap 8 jam untuk mengurangi edema otak (kontraindikasi
bila ada perdarahan sal.cerna), vitamin K iv 3-10 mg selama 3 hari bila ada disfungsi
hati, GDS diusahakan > 60 mg, mencegah terjadinya peningkatan tekanan intrakranial
dengan mengurangi jumlah cairan (bila perlu diberikan diuretik), koreksi asidosis dan
elektrolit. Perawatan jalan nafas dengan pemberian oksigen yang adekuat. Untuk
mengurangi produksi amoniak dapat diberikan neomisin dan laktulosa.
Pada DBD enselopati mudah terjadi infeksi bakteri sekunder, maka untuk
mencegah dapat diberikan antibiotik profilaksis (kombinasi ampisilin 100
mg/kgBB/hari + kloramfenikol 75 mg/kgBB/hari). Apabila obat-obat tersebut sudah
menunjukkan tanda resistan, maka obat ini dapat diganti dengan obat-obat yang masih
sensitif dengan kuman-kuman infeksi sekunder, seperti cefotaxime, cefritriaxsone,
amfisilin+clavulanat, amoxilline+clavulanat, dan kadang-kadang dapat dikombinasikan
dengan aminoglycoside. Usahakan tidak memberikan obat-obat yang tidak diperlukan
(misalnya: antasid, anti muntah) untuk mengurangi beban detoksifikasi obat dalam hati.
Transfusi darah segar atau komponen dapat diberikan atas indikasi yang tepat. Bila
perlu dilakukan transfusi tukar. Pada masa penyembuhan dapat diberikan asam amino
rantai pendek.
Penanganan ensepalopati dengue terutama untuk mencegah peningkatan tekanan
intrakranial (TIK); beberapa hal yang perlu diperhatikan:
a. Cairan tidak diberikan dalam dosis penuh, cukup 3/4-4/5 dosis untuk mencegah
terjadinya atau memberatnya edema otak selama fase pemulihan dari syok.

17
b. Menggunakan cairan kristaloid Ringer Asetat untuk menghindari metabolisme
laktat oleh hepar, jika ada gangguan hepar.
c. Kortikosteroid diberikan untuk mengurangi edema otak tetapi merupakan
kontraindikasi pada DSS dengan perdarahan masif. Deksametason dapat
diberikan 0,15 mg /kgBB IV setiap 6-8 jam.
d. Jika terdapat peningkatan hematokrit dan kebocoran plasma berat dapat diberi
cairan koloid.
e. Pemberian diuretik jika terdapat gejala overload.
f. Posisi pasien dengan kepala 30 derajat.
g. Intubasi dini untuk menghindari hiperkarbia dan melindungi saluran napas.
h. Menurunkan produksi amonia melalui tindakan berikut:
1) Berikan laktulosa 5-10 ml setiap enam jam untuk induksi diare osmotik
2) Antibiotik lokal untuk flora usus tidak perlu jika telah diberi antibiotik
sistemik.
i. Mempertahankan gula darah pada kadar 80-100 mg/dL. Infus glukosa
direkomendasikan 4-6 mg/kg/jam.
j. Koreksi ketidakseimbangan asam basa dan elektrolit (hipo/hipernatremia,
hipo/hiperkalemia, hipokalsemia, dan asidosis).
k. Vitamin K1 intravena 3 mg untuk <1 tahun, 5 mg <5 tahun, dan 10 mg untuk >5
tahun.
l. Dapat diberikan fenobarbital, fenitoin, dan diazepam intravena untuk mengontrol
kejang.
m. Transfusi darah yang dianjurkan adalah dengan packed red cells (PRC). Transfusi
trombosit, fresh frozen plasmadapat menyebabkan Overloadcairan dan
meningkatkan TIK.
n. Terapi empiris antibiotik dapat diberikan jika ada dugaan infeksi bakteri.
o. 15.H2-blockersatau proton pump inhibitordapat diberikan untuk mencegah
perdarahan gastrointestinal.
p. Hindari pemberian obat yangdimetabolisme di hati.
q. Pertimbangkan plasmaferesis dan hemodialisis jika mengalami perburukan

18
B. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
a. Pengkajian Primer
1) Airway
Jalan nafas dan prenafasan tetap merupakan prioritas pertama, untuk mendapatkan
oksigenasi yang cukup. Tambahan oksigen diberikan bila perlu untuk menjaga tekanan
O2 antara 80 – 100 mmHg.
2) Breathing
frekuensi napas, apakah ada penggunaan otot bantu pernapasan, retraksi dinding
dada, adanya sesak napas. Palpasi pengembangan paru, auskultasi suara napas, kaji
adanya suara napas tambahan seperti ronchi, wheezing, dan kaji adanya trauma pada
dada.
3) Sirkulasi dan kontrol perdarahan
Prioritas adalah : kontrol perdarahan luar, dapatkan akses vena yang cukup besar
dan nilai perfusi jaringan. Perdarahan dan luka eksternal biasanya dapat dikontrol
dengan melakukan bebat tekan pada daerah luka, seperti di kepala, leher dan
ekstremitas. Perdarahan internal dalam rongga toraks dan abdomen pada fase pra RS
biasanya tidak banyak yang dapat dilakukan. PSAG (gurita) dapat dipakai mengontrol
perdaran pelvis dan ekstermitas inferior, tetapi alat ini tidak boleh mengganggu
pemasangan infus. Pembidaian dan spalk-traksi dapat membantu mengurangi
perdarahan pada tulang panjang.
4) Disability – Pemeriksaan Neurologis
Pemeriksaan neurologis singkat yang dilakukan adalah menentukan tingkat
kesadaran, pergerakkan bola mata dan reaksi pupil, fungsi motorik dan sensorik. Data
ini diperlukan untuk menilai perfusi otak

b. Pengkajian Sekunder
1. Identitas pasien
Pada anamnesis, pasien mungkin tidak bisa diwawancara sehingga riwayat sakit
mungkin hanya didapatkan dari keluarga, atau orang yang mengetahui kejadiannya
1) Keluhan utama

Klien dengan syok mengeluh sulit bernafas, mengeluh muntah dan mual, kejang-kejang.

19
2) Riwayat Kesehatan Sekarang
a) Riwayat trauma (banyak perdarahan)
b) Riwayat penyakit jantung (sesak nafas)
c) Riwayat infeksi (suhu tinggi)
d) Riwayat pemakaian obat ( kesadaran menurun setelah memakan obat)

3) Riwayat kesehatan dahulu

Apakah klien sbelumnya pernah mengalami penyakit yang sama

4) Riwayat Kesehatan Keluarga

Apakah kelarga ada yang pernah mengalami sakit yang sama seperti klien sebelumnya.

2. Pemeriksaan Fisik
a) Kulit: suhu raba dingin (hangat pada syok septik hanya bersifat sementara,
karena begitu syok berlanjut terjadi hipovolemia), Warna pucat (kemerahan
pada syok septik, sianosis pada syok kardiogenik dan syok hemoragi
terminal)dan Basah pada fase lanjut syok (sering kering pada syok septik).
b) Tekanan darah: Hipotensi dengan tekanan sistole < 80 mmHg (lebih tinggi
pada penderita yang sebelumnya mengidap hipertensi, normal atau meninggi
pada awal syok septik)
a) Status jantung : Takikardi, pulsus lemah dan sulit diraba
b) Status respirasi : Respirasi meningkat, dan dangkal (pada fase kompensasi)
kemudian menjadi lambat (pada syok septik, respirasi meningkat jika
kondisi menjelek)
c) Status Mental: Gelisah, cemas, agitasi, tampak ketakutan. Kesadaran dan
orientasi menurun, sopor sampai koma.
d) Fungsi Ginjal: Oliguria, anuria (curah urin < 30 ml/jam, kritis)
e) Fungsi Metabolik: Asidosis akibat timbunan asam laktat di jaringan (pada
awal syok septik dijumpai alkalosis metabolik, kausanya tidak diketahui).
Alkalosis respirasi akibat takipnea

20
f) Sirkulasi: Tekanan vena sentral menurun pada syok hipovolemik, meninggi
pada syok kardiogenik
g) Keseimbangan Asam Basa : Pada awal syok pO2 dan pCO2 menurun
(penurunan pCO2 karena takipnea, penurunan pO2 karena adanya aliran
pintas di paru)

3. Pemeriksaan Penunjang
a) Darah (Hb, Hmt, leukosit, golongan darah), kadar elektrolit, kadar ureum,
kreatinin, glukosa darah.
b) Analisa gas darah
c) EKG

4. Diagnosa Keperawatan
a. Ketidakefektifan pola napas
b. Nyeri berhubungan dengan proses patologis penyakit
c. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan volume cairan
aktif
d. Hipertermia
e. Resiko pendarahan
f. Resiko syok

21
5. Intervensi

N Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi


Diagnosa Keperawatan
o (NOC) (NIC)
1 Ketidakefektifan pola nafas Setelah dilakukan tindakan NIC
. keperawatan ..x.. jam diharapkan pola Oxygen Therapy
nafas pasien teratur dengan kriteria : □ Bersihkan mulut, hidung dan secret
NOC : trakea
Respiratory status : Ventilation □ Pertahankan jalan nafas yang paten
□ Respirasi dalam batas normal □ Siapkan peralatan oksigenasi
(dewasa: 16-20x/menit) □ Monitor aliran oksigen
□ Irama pernafasan teratur □ Monitor respirasi dan status O2
□ Kedalaman pernafasan normal □ Pertahankan posisi pasien
□ Suara perkusi dada normal □ Monitor volume aliran oksigen dan
(sonor) jenis canul yang digunakan.
□ Retraksi otot dada □ Monitor keefektifan terapi oksigen
□ Tidak terdapat orthopnea yang telah diberikan
□ Taktil fremitus normal antara □ Observasi adanya tanda tanda
dada kiri dan dada kanan hipoventilasi
□ Ekspansi dada simetris □ Monitor tingkat kecemasan pasien
□ Tidak terdapat akumulasi sputum yang kemungkinan diberikan terapi O2
□ Tidak terdapat penggunaan otot
bantu napas

22
N Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
Diagnosa Keperawatan
o (NOC) (NIC)
2 Nyeri Akut Setelah dilakukan asuhan keperawatan Analgesic Administration
. selama ...x….. jam diharapkan nyeri □ Tentukan lokasi, karakteristik, kualitas, dan
berkurang dengan kriteria hasil : derajat nyeri sebelum pemberian obat
NOC: □ Cek riwayat alergi terhadap obat
Pain Level □ Pilih analgesik yang tepat atau kombinasi
□ Melaporkan gejala nyeri berkurang dari analgesik lebih dari satu jika diperlukan
□ Melaporkan lama nyeri berkurang □ Tentukan analgesik yang diberikan (narkotik,
□ Tidak tampak ekspresi wajah non-narkotik, atau NSAID) berdasarkan tipe dan
kesakitan keparahan nyeri
□ Tidak gelisah □ Tentukan rute pemberian analgesik dan dosis
□ Respirasi dalam batas normal untuk mendapat hasil yang maksimal
(dewasa: 16-20 kali/menit) □ Pilih rute IV dibandingkan rute IM untuk
pemberian analgesik secara teratur melalui injeksi
jika diperlukan
□ Evaluasi efektivitas pemberian analgesik
setelah dilakukan injeksi. Selain itu observasi efek
samping pemberian analgesik seperti depresi
pernapasan, mual muntah, mulut kering dan
konstipasi.
□ Monitor vital sign sebelum dan sesudah
pemberian analgesik pertama kali

23
N Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
Diagnosa Keperawatan
o (NOC) (NIC)
3 Kekurangan volume cairan/ Risiko Setelah diberikan asuhan Fluid Management
. kekurangan volume cairan keperawatan selama …..x…. jam □ Monitor hasil laboratorium yang sesuai
diharapkan masalah kekurangan volume dengan retensi cairan (peningkatan BUN,
cairan dapat teratasi dengan kriteria hasil : penurunan hematokrit, peningkatan
NOC: osmolaritas urin)
Fluid Balance □ Monitor tanda-tanda vital (tekanan
□ Tekanan darah dalam batas darah dan nadi)
normal □ Monitor hemodinamik status (MAP)
□ MAP dalam batas normal □ Kolaborasikan terapi cairan lewat infus
□ Denyut nadi dalam batas normal
□ Tidak terjadi penurunan Fluid Monitoring
kesadaran □ Monitor input dan output cairan
□ Kadar hematocrit dalam batas
normal
□ Kadar serum elektrolit (BUN dan
osmolaritas urin) dalam batas normal)
□ Turgor kulit elastis
□ Intake dan output cairan 24 jam
seimbang

24
N Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
Diagnosa Keperawatan
o (NOC) (NIC)
4 Hipertermia Setelah dilakukan tindakan NIC :
. keperawatan ..x.. jam diharapkan mampu Temperature Regulation
mempertahankan suhu tubuh dalam rentang □ Monitor suhu paling tidak setiap 2 jam ,
normal dengan kriteria : sesuai kebutuhan
NOC : □ Pasang alat monitor suhu inti secara
Thermoregulation kontinu, sesuai kebutuhan
□ Suhu tubuh dalam rentang normal □ Monitor tekanan darah, nadi, dan respirasi,
(36,5 C – 37,50C)
0
sesuai kebutuhan
□ Denyut nadi dalam rentang normal □ Monitor suhu dan warna kulit
□ Respirasi dalam batas normal (16 – □ Monitor dan laporkan adanya tanda dan
20x/menit) gejala dari hipertermia
□ Tidak menggigil □ Tingkatkan intake cairan dan nutrisi
□ Tidak dehidrasi adekuat
□ Tidak mengeluh sakit kepala □ Instruksikan pasien bagaimana mencegah
□ Warna kulit normal
keluarnya panas dan serangan panas
Vital Sign
□ Diskusikan pentingnya termoregulasi dan
□ Suhu tubuh dalam rentang normal kemungkinan efek negatif dari demam yang
(36,50C – 37,50C)
berlebihan, sesuai kebuthan
□ Denyut jantung normal (60-100 □ Informasikan pasien mengenai indikasi
x/menit) adanya kelelahan akibat panas dan penanganan
□ Irama jantung normal emergensi yang tepat, sesuai kebutuhan
□ Tingkat pernapasan dalam rentang □ Gunakan matras pendingin, selimut yang
normal (16-20 x/menit) mensirkulasikan air, mandi air hangat, kantong es

25
□ Irama napas vesikuler atau bantalan jel, dan kateterisasi pendingin
□ Tekanan darah sistolik dalam rentang intravaskuler untuk menurunkan suhu tubuh, sesuai
normal (90-120 mmHg) kebutuhan
□ Tekanan darah diastolik dalam □ Sesuaikan suhu lingkungan untuk
rentang normal (70-90 mmHg) kebutuhan pasien
□ Kedalaman inspirasi dalam rentang □ Berikan medikasi yang tepat untuk
normal mencegah atau mengontrol menggigil
Hidration □ Berikan pengobatan antipiretik, sesuai
□ Turgor kulit elastis kebutuhan
□ Membran mukosa lembab
□ Intake cairan adekuat Fever Treatment
□ Output urin □ Pantau suhu dan tanda-tanda vital lainnya
□ Tidak merasa haus □ Monitor warna kulit dan suhu
□ Warna urin tidak keruh □ Monitor asupan dan keluaran, sadari
□ Tekanan darah dalam rentang normal perubahan kehilangan cairan yang tak dirasakan
□ Denyut nadi dalam rentang normal □ Beri obat atau cairan IV (misalnya,
dan adekuat antipiretik, agen antibakteri, dan agen anti
□ Tidak ada peningkatan hematokrit menggigil )
□ Tidak ada penurunan berat badan’ □ Tutup pasien dengan selimut atau pakaian
□ Otot rileks ringan, tergantung pada fase demam (yaitu :
memberikan selimut hangat untuk fase dingin ;
□ Tidak mengalami diare
menyediakan pakaian atau linen tempat tidur ringan
□ Suhu tubuh dalam rentang normal
untuk demam dan fase bergejolak /flush)
□ Dorong konsumsi cairan
□ Fasilitasi istirahat, terapkan pembatasan
aktivitas-aktivitas jika diperlukan

26
□ Berikan oksigen yang sesuai
□ Tingkatkan sirkulasi udara
□ Pantau komplikasi-komplikasi yang
berhubungan dengan demam serta tanda dan gejala
kondisi penyebab demam (misalnya, kejang,
penurunan tingkat kesadaran,ketidakseimbangan
asam basa, dan perubahan abnormalitas sel)
□ Pastikan tanda lain dari infeksi yang
terpantau pada orang karena hanya menunjukkan
demam ringan atau tidak demam sama sekali
selama proses infeksi
□ Pastikan langkah keamanan pada pasien
yang gelisah
□ Lembabkan bibir dan mukosa hidung yang
kering

Vital Sign Monitoring


□ Monitor tekanan darah, nadi, suhu, dan
status pernapasan dengan tepat
□ Monitor dan laporkan tanda dan gejala
hipertermia
□ Monitor warna kulit, suhu, dan kelembaban
□ Monitor sianosis sentral dan perifer
□ Monitor akan adanya kuku berbentuk
clubbing
□ Monitor terkait dengan adanya tiga tanda

27
Cushing Reflex (misalnya : tekanan nadi lebar,
bradikardia, dan peningkatan tekanan darah
sistolik)
□ Identifikasi kemungkinan perubahan tanda-
tanda vital

Fluid Management
□ Jaga intake yang adekuat dan catat output
pasien
□ Monitor status hidrasi (misalnya : membran
mukosa lembab, denyut nadi adekuat, dan tekanan
darah ortostatik)
□ Monitor hasil laboratorium yang relevan
dengan retensi cairan (misalnya : peningkatan berat
jenis, peningkatan BUN, penurunan hematokrit, dan
peningkatan kada osmolalitas urin)
□ Monitor tanda-tanda vital pasien
□ Monitor perubahan berat badan pasien
□ Monitor status gizi
□ Distribusikan asupan cairan selama 24 jam
□ Konsultasikan dengan dokter jika tanda-
tanda dan gejala kelebihan volume cairan
memburuk

28
N Diagnosa Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
o Keperawatan (NOC) (NIC)
5 Resiko Setelah dilakukan tindakan NIC
. Perdarahan keperawatan selama ..x.. jam diharapkan Bleeding Precautions
perdarahan tidak terjadi dengan kriteria : □ Monitor dengan ketat resiko terjadinya perdarahan
NOC : pada pasien
Blood Loss Severity □ Catat nilai hemoglobin dan hematokrit sebelum dan
□ Tidak terjadi kehilangan darah setelah pasien kehilangan darah sesuai indikasi
yang terlihat □ Monitor tanda dan gejala perdarahan menetap (contoh
□ Tidak terjadi hematuria : cek semua sekresi darah yang terlihat jelas maupun yang
□ Tidak ada darah yang terlihat tersembunyi/ for frank or accult blood)
keluar dari anus □ Monitor komponen koagulasi darah (termasuk
□ Tidak terjadi hemoptysis Protrombin time (PT), Partial Thromboplastin Time (PTT),
□ Tidak terjadi hematemesis fibrinogen, degradasi fibrin/ split products, dan trombosit
□ Tidak terjadi distensi abdomen hitung dengan cara yang tepat
□ Tidak terjadi perdarahan vagina □ Monitor tanda-tanda vital ortostatik, termasuk tekanan
□ Tidak terjadi perdarahan paska darah
pembedahan □ Pertahankan agar pasien tetap tirah baring jika terjadi
□ Tidak terjadi penurunan tekanan perdarahan aktif
darah sistol (< 90 mmHg) □ Berikan produk-produk penggantian darah (misalnya,
□ Tidak terjadi penurunan tekanan trombosit dan Plasma Beku Segar (FFP)) denga cara yang tepat
darah diastolic (< 70 mmHg) □ Lindungi pasien dari trauma yang dapat menyebabkan
□ Tidak terjadi peningkatan denyut perdarahan
nadi apical (> 100x/menit) □ Hindarkan pemberian injeksi (IV, IM atau Subkutan)
□ Suhu tubuh dalam batas normal dengan cara yang tepat
(36,5˚C – 37,5˚C) □ Instruksikan pasien-pasien yang masih bisa berjalan

29
□ Kulit dan membrane mukosa tidak untuk selalu menggunakan sepatu
pucat □ Gunakan sikat gigi yang berbulu lembut untuk
□ Pasien tidak cemas perawatan rongga mulut
□ Tidak terjadi penurunan kognisi □ Gunakan alat cukur elektrik daripada menggunakan
□ Tidak terjadi penurunan silet
hemoglobin (Hgb) □ Beritahu pasien untuk pencegahan tindakan-tindakan
□ Tidak terjadi penurunan hematokrit invasive, jika tidak dapat dihindari, monitor dengan ketat
(Hct) tanda-tanda perdarahan
□ Lakukan prosedur invasive bersamaan dengan
pemberian transfuse trombosit (TC) atau plasma segar beku
(FFP), jika dibutuhkan
□ Hindari mengangkat benda berat
□ Berikan obat-obatan (misalnya, antasida) jika
diperlukan
□ Instruksikan pasien untuk menghindari konsumsi
aspirin atau obat-obatan antikoagulan
□ Instruksikan pasien untuk meningkatkan makanan
yang kaya vitamin K
□ Cegah konstipasi (misalnya, memotivasi untuk
meningkatkan asupan cairan dan mengonsumsi pelunak feses)
jika diperlukan
□ Instruksikan pasien dan keluarga untuk memonitor
tanda-tanda perdarahan dan mengambil tindakan yang tepat
jika terjadi perdarahan (misalnya, lapor kepada perawat )
Bleeding Reduction
□ Identifikasi penyebab perdarahan

30
□ Monitor pasien akan perdarahan secara ketat
□ Beri penekanan langsung atau penekanan pada balutan,
jika sesuai
□ Beri kompres es pada daerah yang terkena dengan
tepat
□ Monitor jumlah dan sifat kehilangan darah
□ Monitor ukuran dan karakter hematoma, jika ada
□ Perhatikan kadar hemoglobin/ hematokrit sebelum dan
sesudah kehilangan darah
□ Monitor kecenderungan dalam tekanan darah serta
parameter hemodinamik, jika tersedia (misalnya, tekanan vena
sentral dan kapiler paru/ artery wedge pressure)
□ Monitor status cairan, termasuk asupan (intake) dan
haluaran (output)
□ Monitor tinjauan koagulasi, termasuk waktu
prothrombin (Prothrombin Time / PT), waktu thromboplastin
parsial (Partial Thrombioplastin Time / PTT), fibrinogen,
degradasi Fibrin/ produk split, dan jumlah trombosit dengan
tepat
□ Monitor penentu dari jaringan pelepasan oksigen
(misalnya, PaO2, SaO2, dan kadar hemoglobin dan cardiac
output), jika tersedia
□ Monitor fungsi neurologis
□ Periksa perdarahan dari selaput lendir, memar setelah
trauma minimal, mengalir dari tempat tusukan, dan adanya
peteki

31
□ Monitor tanda dan gejala perdarahan peristen (yaitu :
periksa semua sekresi darah yang tampak ataupun yang
tersembunyi / okultisme)
□ Atur ketersediaan produk-produk darah untuk
transfuse, jika perlu
□ Pertahankan kepatenan akses IV
□ Beri produk-produk darah (misalnya, trombosit dan
plasma beku segar), dengan tepat
□ Lakukan hematest semua kotoran dan amati darah
pada emesis, dhak, tinja, urin, drainase NG, dan drainase luka,
dengan tepat
□ Lakukan tindakan pencegahan yang tepat dalam
menangani produk darah atau sekresi yang berdarah
□ Evaluasi respon psikologis pasien terhadap perdarahan
dan persepsinya pada peristiwa (perdarahan)
□ Instruksikan pasien dan keluarga akan tanda-tanda
perdarahan dan tindakan yang tepat (yaitu, memberitahu
perawat), bila perdarahan lebih lanjut terjadi
□ Instruksikan pasien akan pembatasan aktivitas
□ Instruksikan pasien dan keluarga mengenai tingkat
keparahan kehilangan darah dan tindakan-tindakan yang tepat
untuk dilakukan

32
N Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
Diagnosa Keperawatan
o (NOC) (NIC)
6 Risiko syok Setelah diberikan asuhan keperawatan NIC:
. selama …..x…. jam diharapkan tidak terjadi Shock Prevention
syok dengan kriteria hasil : □ Monitor tanda-tanda vital (nadi, tekanan
NOC: darah, RR)
Shock Severity: Anaphylactic □ Posisikan pasien untuk memaksimalkan
□ Tidak terjadi penurunan sistolik secara perfusi
drastis □ Perbaiki jalan napas pasien jika
□ Tidak terjadi penurunan diastolik secara diperlukan
drastis □ Monitor tanda-tanda kegagalan
□ Tidak terjadi peningkatan heart rate pernapasan (PaO2 rendah, PaCO2 tinggi)
secara drastis □ Kolaborasi pemberian O2 atau ventilasi
□ Tidak ada aritmia mekais jika diperlukan
□ Tidak ada suara napas tambahan □ Kolaborasi pemberian cairan infus
(wheezing dan stridor)
□ Lakukan pemeriksaan EKG pada pasien
□ Tidak ada dispneu
Anaphylaxis Management
□ Edema berkurang/hilang
□ Kolaborasi pemberian epinephrine yang
□ Tidak terjadi penurunan kesadaran
diencerkan 1:1000 disesuaikan dengan usia
NOC:
pasien
Shock Severity: Cardiogenic
□ Monitor tnda-tanda syok seperti
□ MAP dalam batas normal (60-100)
kesulitan bernapas, aritmia, kejang, dan
□ Tidak terjadi penurunan tekanan sistolik
hipotensi
secara drastis
□ Tidak terjadi penurunan tekanan □ Kolaborasi pemberian spasmolitik, anti
diastolik secara drastis histamin atau kortikosteroid jika ada reaksi
□ CRT < 3 detik alergi (urtikaria, angioedema, atau

33
□ Tidak terjadi peningkatan heart rate bronkospasme)
secara drastis
□ Nadi teraba kuat Cardiac care
□ Nyeri dada berkurang □ Monitor status kardiovaskuler
□ Tidak ada peningkatan RR secara drastis □ Monitor pernapasan untuk tanda gejala
□ Tidak ada sianosis dari gagal jantung
□ Kadar PO2 dan PCO2 dalam batas □ Evaluasi kejadian nyeri dada sebelum
normal masuk rumah sakit
□ Lakukan pengkajian komperhensif pada
sirkulasi perifer
NOC:
□ Monitor hasil laboratorium (mis.
Shock Severity: Hypopholemic
elektrolit)
□ MAP dalam batas normal (60-100)
Bleeding reduction
□ Tidak terjadi penurunan tekanan sistolik
□ Identifikasi penyebab perdarahan
secara drastis
□ Monitor jumlah perdarahan
□ Tidak terjadi penurunan tekanan
diastolik secara drastis
□ Monitor kadar hematokrit
□ Tidak terjadi peningkatan heart rate □ Kolaborasi pemberian transfusi darah
secara drastis
□ CRT < 3 detik
□ Nadi teraba kuat
□ Tidak ada peningkatan RR secara drastis
□ Tidak ada sianosis
□ Kadar PO2 dan PCO2 dalam batas
normal
□ Hematocrit dalam batas normal
□ Tidak terjadi penurunan kesadaran

34
NOC:
Shock Severity: Neurogenic
□ Tidak terjadi penurunan tekanan sistolik
secara drastis
□ Tidak terjadi penurunan tekanan
diastolik secara drastis
□ Nadi teraba kuat
□ Tidak ada perubahan RR secara drastis
□ Kadar PO2 dan PCO2 dalam batas
normal
□ Tidak terjadi penurunan kesadaran
□ Tidak terjadi penurunan suhu tubuh
NOC:
Shock Severity: Septic
□ Tidak terjadi penurunan tekanan sistolik
secara drastis
□ Tidak terjadi penurunan tekanan
diastolik secara drastis
□ Nadi teraba kuat
□ Tidak ada peningkatan RR secara drastis
□ Tidak terjadi penurunan kesadaran
□ Tidak terjadi perubahan suhu tubuh
secara drastic

35
6. Implementasi
Implementasi keperawatan adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan oleh perawat
untuk membantu klien dari masalah status kesehatan yang dihadapi kestatus kesehatan
yang baik yang menggambarkan kriteria hasil yang diharapkan

7. Evaluasi
Tahap penilaian atau evaluasi adalah perbandingan yang sistematik dan terencana tentang
kesehatan klien dengan tujuan yang telah ditetapkan, dilakukan dengan cara bersinambungan
dengan melibatkan klien dan tenaga kesehatan lainnya.

36
C. CONTOH KASUS ENSEFALOPATI DENGUE

Seorang anak A berusian 3 tahun datang bersama ibunya ke IGD sanglah dengan
keluhan ibu pasien mengatakan anaknya kejang sejak 1 jam SMRS. Kejang terjadi 1x
dan berlangsung kurang dari 5 menit. Sebelum kejang pasien sedang dalam keadaan
demam tinggi. Saat kejang kedua tangan dan kaki kaku dan kelojotan serta mata
mendelik ke atas. Setelah kejang pasien tertidur dan tidak menangis. Ibu pasien
mengatakan Kejang disertai dengan demam sejak 3 hari SMRS. Demam naik turun
dengan suhu yang tinggi. Demam naik baik pagi, siang, ataupun malam, namun dapat
turun jika diberi obat penurun panas.

IDENTITAS

Data Pasien Ayah Ibu


Nama An. A Tn. B Ny. D
Umur 3 tahun 38 tahun 33 tahun
Jenis Kelamin Perempuan Laki-laki Perempuan
Alamat Kampung Rawa Bogor RT 5/5, Rawa Mekar, Jati Asih
Agama Islam Islam Islam
Suku bangsa Sunda Sunda Sunda
Pendidikan - SMA SMA
Pekerjaan - Pekerja Bangunan Ibu Rumah Tangga
Penghasilan - - -
Keterangan Hubungan dengan
orang tua : Anak
kandung
Tanggal Masuk RS 30 eptember
2013

37
1. SURVEY PRIMER

AIRWAY

1. Keadaan jalan nafas

Tingkat kesadaran : Apatis


Pernafasan : vesikuler
Upaya bernafas :
Benda asing di jalan nafas :-

Bunyi nafas :

Hembusan nafas :

2. Diagnosa Keperawatan

3. Intervensi / Implementasi

4. Evaluasi

BREATHING
Fungsi pernafasan
Jenis Pernafasan : vesikuler
Frekwensi Pernafasan : 44x/menit
Retraksi Otot bantu nafas :
Kelainan dinding thoraks : (simetris, perlukaan, jejas trauma)
Bunyi nafas :
Hembusan nafas :

Diagnosa Keperawatan

38
Intervensi / Implementasi

Evaluasi

CIRCULATION
Keadaan sirkulasi
Tingkat kesadaran : Apatis
Perdarahan (internal/eksternal) :
Kapilari Refill :
Tekanan darah :-
Nadi radial/carotis :
Akral perifer :

2. Diagnosa Keperawatan

3. Intervensi / Implementasi

4. Evaluasi

DISABILITY
Pemeriksaan Neurologis:
GCS : E: 4.V: x M:6 : 10
Reflex fisiologis :
Reflex patologis :
Kekuatan otot:

5. Diagnosa Keperawatan
Ketidakefekifan perfusi jaringan otak

39
2. Tindakan
1) Monitor tanda vital
2) Monitor respirasi
3) Cek nadi

3. Evaluasi;
Respirasi 44x/menit
Nadi 156x/menit
Infus RL loading 200 ml, 20 tpm makro
Infus Tridex 27B 10 tpm mikro
Penurunan kesadaran

EXPOSURE
Suhu aksila 39,2C, kulit kemerahan dan teraba panas
Dx Kep : hipertermia
intervensi / implementasi
- injeksi antrain 100 mg/IV dan dexamethasone 1,5mg/IV
Evaluasi :
- Antrain 100 mg/IV dan dexamethasone 1,6 mg berhasil masuk
Suhu aksila 38,6C

4.ANAMNESIS
Dilakukan sacara Alloanamnesis kepada ibu pasien pada hari Selasa tanggal 2 Oktober
2013
a. Keluhan Utama :
Kejang sejak 1 jam sebelum masuk rumah sakit (SMRS)
b. Keluhan Tambahan :
Demam, mencret, batuk
c. Riwayat Penyakit Sekarang :

40
Pasien datang dengan keluhan kejang sejak 1 jam SMRS. Kejang terjadi 1x dan
berlangsung kurang dari 5 menit. Sebelum kejang pasien sedang dalam keadaan
demam tinggi. Saat kejang kedua tangan dan kaki kaku dan kelojotan serta mata
mendelik ke atas. Setelah kejang pasien tertidur dan tidak menangis.
Kejang disertai dengan demam sejak 3 hari SMRS. Demam naik turun dengan
suhu yang tinggi. Demam naik baik pagi, siang, ataupun malam, namun dapat turun
jika diberi obat penurun panas.
Ibu pasien menyangkal adanya mimisan, gusi berdarah, ataupun munculnya
bercak merah pada tangan dan kaki pasien. Pasien belum dibawa berobat ke dokter
sebelumnya dan hanya diberi obat penurun panas dari warung.
d. Riwayat Penyakit Dahulu :
Pasien belum pernah mengalami gejala serupa. Pasien belum pernah mengalami
kejang sebelumnya. Pasien mengatakan tidak ada alergi makanan ataupun obat.
Penyakit Umur Penyakit Umur Penyakit Umur
Alergi - Difteria - Jantung -
Cacingan - Diare - Ginjal -
DBD - Kejang - Darah -
Thypoid - Maag - Radang paru -
Otitis - Varicela - Tuberkulosis -
Parotis - Operasi - Morbili -
Kesan : Riwayat penyakit lain tidak ada.

e. Riwayat Penyakit Keluarga :


Tidak ada anggora keluarga yang menderita keluhan yang sama dengan pasien
f. Riwayat Kehamilan dan Kelahiran :
Morbiditas kehamilan Tidak ditemukan kelainan
KEHAMILAN
Perawatan antenatal Setiap bulan periksa ke bidan
Tempat kelahiran Bidan
KELAHIRAN Penolong persalinan Bidan
Cara persalinan Spontan

41
Masa gestasi 9 bulan
Berat lahir 3100 g
Panjang badan 47 cm
Keadaan bayi Lingkar kepala tidak ingat
Langsung menangis
Nilai apgar tidak tahu
Tidak ada kelainan bawaan
Kesan : Riwayat kehamilan dan persalinan pasien baik
g. Riwayat Pertumbuhan dan Perkembangan :
Pertumbuhan gigi I : 7 bulan (normal: 5-9 bulan)
Psikomotor
Tengkurap : 4 bulan (normal: 3-4 bulan)
Duduk : 6 bulan (normal: 6 bulan)
Berdiri : 10 bulan (normal: 9-12 bulan)
Berjalan : 13 bulan (normal: 13 bulan)
Bicara : 12 bulan (normal: 9-12 bulan)
Baca dan Tulis :-
Kesan :
Riwayat pertumbuhan dan perkembangan pasien sesuai usia
h. Riwayat Makanan
Umur (bulan) ASI/PASI Buah/biskuit Bubur susu Nasi tim
0-2 +
2-4 +
4-6 + +
6-8 + + + +
8-10 + + + +
Kesan : kebutuhan gizi pasien terpenuhi cukup baik dan pasien makan 3x sehari dengan
porsi cukup.

i. Riwayat Imunisasi :

42
Vaksin Dasar (umur) Ulangan (umur)
BCG 1 bln
DPT 2 bln 4 bln 6 bln
POLIO Lahir 2 bln 4 bln
CAMPAK 9 bln
HEPATITIS B Lahir 1 bln 6 bln
Kesan : Imunisasi dasar kurang polio saat usia 6 bulan
j. Riwayat Keluarga :
Ayah Ibu Anak pertama
Nama Tn. B Ny.D An. A
Perkawinan ke Pertama Pertama -
Umur 38 tahun 33 tahun 3 tahun
Keadaan kesehatan Baik Baik
Kesan : Keadaan kesehatan kedua orang tua dalam keadaan baik.
k. Riwayat Perumahan dan Sanitasi :
Tinggal dirumah sendiri. Terdapat dua kamar. Ventilasi baik, cahaya matahari cukup, air
minum dan air mandi berasal dari air tanah yang ditampung menggunakan ember besar.
Rumah pasien terletak di rumah padat penduduk. Di sekitar perumahan terdapat selokan
yang jarang dibersihkan. Di rumah pasien juga tidak terdapat hewan peliharaan.
Kesan : Kebersihan dan kesehatan lingkungan tempat tinggal pasien kurang baik.

5. PEMERIKSAAN FISIK
a. Keadaan umum/ kesadaran : apatis
b. Tanda Vital
- Frekuensi nadi : 156x/menit, regular
- Frekuensi pernapasan : 44x/menit, regular
- Suhu tubuh : 39,7 oC
c. Data antropometri
- Berat badan : 10 kg
- Tinggi badan : 88 cm
d. Status Gizi

43
- BB/TB menurut WHO : Gizi normal
e. Kepala
- Bentuk : normocephali, ubun-ubun cekung
- Rambut : rambut hitam, tidak mudah dicabut, distribusi merata
Mata : cekung, conjungtiva pucat +/+, sklera ikterik -/-, pupil isokor, RCL
+/+, RCTL +/+
Telinga : normotia, membran timpani intak, serumen -/
Hidung : bentuk normal, sekret (-), nafas cuping hidung -/-
Mulut : bibir kering (+), sianosis (-), lidah kotor (-), faring hiperemis (-), tonsil
T1/T1 tenang
Leher : KGB tidak membesar, kelenjar tiroid tidak membesar
Thorax
1) Paru
a) Inspeksi : pergerakan dinding dada simetris, retraksi subcostae +
b) Palpasi : vocal fremitus simetris
c) Perkusi : sonor di kedua lapang paru
d) Auskultasi : suara napas vesikuler, ronki +/+, wheezing -/-
2) Jantung
a) Inspeksi : ictus cordis tidak nampak
b) Palpasi : ictus cordis teraba pada ICS V garis midclavicula kiri
c) Perkusi : batas atas : ICS II garis parasternal kiri
batas kanan : ICS IV garis parasternal kanan
batas kiri : ICS IV garis midclavicula kiri
Auskultasi : BJ I-II reguler, murmur (-), gallop (-)
Abdomen
1) Inspeksi : perut datar
2) Auskultasi : bising usus (+)
3) Palpasi : supel, turgor kulit turun, nyeri tekan (+), hepar dan lien tidak
teraba membesar
4) Perkusi : timpani, shifting dullness (-), nyeri ketok (-)
Ekstremitas : akral hangat (-/-), sianosis (-)

44
Refleks Fisiologis
Kanan Kiri
Pemeriksaan Kanan Kiri
Sup dan Inf
Hoffman Trommer - -
Babinski - -
Chaddock - -
Gordon - -
Schaeffer - -
Klonus patella - -
Klonus achilles - -

Pemeriksaan
Sup dan Inf
Bisep + +
Trisep + +
Patela + +
Achiles + +

Refleks Patologis

Tanda Rangsang Meningeal


Kaku kuduk : -
Brudzinski I : -
Brudzinski II : -
Kernig :-
Laseq :-
Peningkatan Tekanan Intrakranial
Penurunan Kesadaran : (+)

45
Muntah proyektil : (-)
Sakit kepala : (-)
Edema papil : tidak dilakukan pemeriksaan
Saraf Kranial
1) Nervus I Olfaktorius : Tidak dapat dinilai – tidak kooperatif

2) Nervus II Optikus

Kanan Kiri

Ketajaman penglihatan Tidak dapat dinilai Tidak dapat dinilai


– tidak kooperatif –tidak kooperatif

Menilai warna Tidak dapat dinilai Tidak dapat dinilai


– tidak kooperatif – tidak kooperatif

Funduskopi Tidak dilakukan Tidak dilakukan

Papil Tidak dilakukan Tidak dilakukan

Retina Tidak dilakukan Tidak dilakukan

Medan penglihatan Tidak dapat dinilai Tidak dapat dinilai


– tidak kooperatif – tidak kooperatif

3) Nervus III Okulomotorius


Kanan Kiri

Ptosis - -

Gerakan mata ke media Tidak dapat dinilai Tidak dapat dinilai


– tidak kooperatif – tidak kooperatif

Gerakan mata ke atas Tidak dapat dinilai Tidak dapat dinilai


– tidak kooperatif – tidak kooperatif

46
Gerakan mata ke bawah Tidak dapat dinilai Tidak dapat dinilai
– tidak kooperatif – tidak kooperatif

Bentuk Pupil Bulat, isokor Bulat, isokor

Reflek Cahaya Langsung + +

Reflek Cahaya Tidak Langsung + +

Reflek Akomodatif Tidak dilakukan Tidak dilakukan

Strabismus Divergen Tidak dapat dinilai Tidak dapat dinilai


– tidak kooperatif – tidak kooperatif

Diplopia Tidak dapat dinilai Tidak dapat dinilai


– tidak kooperatif – tidak kooperatif

4) Nervus IV Troklearis
Kanan Kiri

Gerakan mata ke lateral bawah Tidak dapat Tidak dapat


dinilai – tidak dinilai – tidak
kooperatif kooperatif

Strabismus konvergen Tidak dapat Tidak dapat


dinilai – tidak dinilai – tidak
kooperatif kooperatif

Diplopia Tidak dapat Tidak dapat


dinilai – tidak dinilai – tidak
kooperatif kooperatif

47
5) Nervus V Trigeminus
Kanan Kiri

Bagian Motorik

Menggigit Tidak dapat dinilai Tidak dapat


– tidak kooperatif dinilai – tidak
kooperatif

Membuka mulut Tidak dapat dinilai Tidak dapat


– tidak kooperatif dinilai – tidak
kooperatif

Bagian Sensorik

Ophtalmik Tidak dapat dinilai Tidak dapat


– tidak kooperatif dinilai – tidak
kooperatif

Maxilla Tidak dapat dinilai Tidak dapat


– tidak kooperatif dinilai – tidak
kooperatif

Mandibula Tidak dapat dinilai Tidak dapat


– tidak kooperatif dinilai – tidak
kooperatif

Reflek Kornea Tidak dilakukan Tidak dilakukan

6) Nervus VI Abdusen
Kanan Kiri

Gerakan mata ke lateral Tidak dapat dinilai Tidak dapat


– tidak kooperatif dinilai – tidak
kooperatif

48
Strabismus konvergen Tidak dapat dinilai Tidak dapat
– tidak kooperatif dinilai – tidak
kooperatif

Diplopia Tidak dapat dinilai Tidak dapat


– tidak kooperatif dinilai – tidak
kooperatif

7) Nervus VII Fasialis


Kanan Kiri

Fungsi Motorik

Mengerutkan dahi Tidak dapat dinilai Tidak dapat


– tidak kooperatif dinilai – tidak
kooperatif

Mengangkat alis Tidak dapat dinilai Tidak dapat


– tidak kooperatif dinilai – tidak
kooperatif

Memejamkan mata + +

Menyeringai Tidak dapat dinilai Tidak dapat


– tidak kooperatif dinilai – tidak
kooperatif

Mengembungkan pipi Tidak dapat dinilai Tidak dapat


– tidak kooperatif dinilai – tidak
kooperatif

Mencucukan bibir Tidak dapat dinilai Tidak dapat


– tidak kooperatif dinilai – tidak
kooperatif

49
Reflek Glabella - -

Chovstek - -

Fungsi Pengecapan

2/3 depan lidah Tidak dilakukan Tidak dilakukan

8) Nervus VIII Vestibulokoklearis


Kanan Kiri

Mendengar suara berbisik Tidak dapat dinilai – Tidak dapat


tidak kooperatif dinilai – tidak
kooperatif

Tes Rinne Tidak dilakukan Tidak dilakukan

Tes Weber Tidak dilakukan Tidak dilakukan

Tes Swabach Tidak dilakukan Tidak dilakukan

Nistagmus - -

Past Pointing - -

9) Nervus IX dan X Glossofaringeus dan Vagus


Kanan Kiri

Arkus faring Simetris

Uvula Simetris

Refleks muntah Tidak dilakukan

Tersedak Tidak dapat dinilai – tidak kooperatif

50
Disartria Tidak dapat dinilai – tidak kooperatif

Daya kecap 1/3 lidah Tidak dilakukan

10) Nervus XI Aksesorius


Mengangkat bahu Menoleh

Kanan Tidak dapat dinilai Tidak dapat dinilai

Kiri Tidak dapat dinilai Tidak dapat dinilai

11) Nervus XII Hipoglosus


Menjulurkan lidah Tidak dapat dinilai – tidak kooperatif

Atrofi -

Artikulasi Tidak dapat dinilai – tidak kooperatif

Tremor Tidak dapat dinilai – tidak kooperatif

6. PEMERIKSAAN PENUNJANG
a. Laboratorium darah (30 September pk 11.50)
Jenis Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai Normal
HEMATOLOGI
Darah lengkap
Leukosit 10,3 ribu/uL 5-10
Hemoglobin 12,3 g/dL 12-16
Hematokrit 37 % 40-54
Trombosit 27 ribu/uL 150-400
KIMIA KLINIK
Fungsi Ginjal
Ureum 51 mg/dL 20-40

51
Kreatinin 0,47 mg/dL 0,5-1,3
Diabetes
GDS 132 mg/dL 60-110
Elektrolit
Natrium 128 mmol/L 135-145
Kalium 4,2 mmol/L 3,5-5,0
Clorida 88 mmol/L 94-111

b. Foto Right Lateral Decubitus

52
7. Analisa data

DATA ETILOGI MASALAH


Ds : Ensefalopati dengue Risiko
- Ibu mengatakan anaknya tidak ketidakefektifan
mau menjawab jika di Tanya hipertermia perfusi jaringan otak
- Ibu mengatakan anaknya
kejang disertai panas yang kejang
tinggi
penurunan aliran darah ke
Do : jaringan otak
- Anak tampak apatis
- E:4 , V:x , M: 6 hipoksia
- Penurunan kesadaran
risiko ketidakefektifan
perfusi jaringan otak

53
DATA ETIOLOGI MASALAH
DS : Arbovirus ( melalui nyamuk
Ibu mengatakan anaknya aedes aegypti ) Hipertermi
kejang disertai panas yang
tinggi Beredar dalam aliran darah

DO : Infeksi virus dengue (


Suhu pasien 39,5C viremia)

Mengaktifkan sistem
komplemen

Membuat &
melepaskan zat C3a,

PGE Hipotalamus

Hipertermi

54
Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
No Diagnosa Keperawatan
(NOC) (NIC)
1. Risiko Ketidakefektifan Perfusi Setelah dilakukan asuhan keperawatan Cerebral perfusion promotion
Jaringan Otak selama ...x... jam tidak terjadi □ Konsultasi dengan dokter untuk
Faktor Risiko: peningkatan tekanan intra kranial menentukan parameter hemodinamik,
□ Agens farmaseutikal dengan kriteria hasil : dan mempertahankan hemodinamik
□ Aterosklerosis aortic NOC : dalam rentang yg diharapkan
□ Baru terjadi infark miokardium Tissue Perfusion: Cerebral □ Monitor MAP
□ Diseksi arteri □ Tekanan darah (sistolik dan □ Berikan agents yang memperbesar
□ Embolisme diastolik) dalam batas normal volume intravaskuler misalnya
□ Endocarditis infektif □ MAP dalam batas normal (koloid, produk darah, atau kristaloid)
□ Fibrilasi atrium □ Sakit kepala berkurang/hilang □ Konsultasi dengan dokter untuk
□ Hiperkoleterolimia □ Tidak gelisah mengoptimalkan posisi kepala (15-30
□ Hipertensi □ Tidak mengalami muntah derajat) dan monitor respon pasien
□ Kardiomiopati dilatasi □ Tidak mengalami penurunan terhadap pengaturan posisi kepala
□ Katup prostetik mekanis kesadaran □ Berikan calcium channel blocker,
□ Koagulasi intravascular vasopressin, anti nyeri, anti coagulant,
diseminata anti platelet, anti trombolitik
□ Koagulapati (mis. Anemia sel □ Monitor nilai PaCO2, SaO2 dan Hb
sabit) dan cardiac out put untuk menentukan
□ Masa prothrombin abnormal status pengiriman oksigen ke jaringan
□ Masa trombaplastin parsial

55
abnormal
□ Miksoma atrium
□ Neoplasma otak
□ Penyalahgunaan zat
□ Segmen ventrikel kiri akinetic
□ Sindrom sick sinus
□ Stenosis carotid
□ Stenosis mitral
□ Terapi trombolitik
□ Tumor otak (mis. Gangguan
serebrovaskular, penyakit
neurologis, trauma, tumor)

2. Hipertermia Setelah dilakukan tindakan keperawatan NIC :


..x.. jam diharapkan mampu Temperature Regulation
mempertahankan suhu tubuh dalam □ Monitor suhu paling tidak setiap 2 jam ,
rentang normal dengan kriteria : sesuai kebutuhan
NOC : □ Pasang alat monitor suhu inti secara
Thermoregulation kontinu, sesuai kebutuhan
□ Suhu tubuh dalam rentang normal □ Monitor tekanan darah, nadi, dan
(36,50C – 37,50C) respirasi, sesuai kebutuhan
□ Denyut nadi dalam rentang □ Monitor suhu dan warna kulit
normal □ Monitor dan laporkan adanya tanda dan
□ Respirasi dalam batas normal (16 gejala dari hipertermia
– 20x/menit) □ Tingkatkan intake cairan dan nutrisi
□ Tidak menggigil adekuat

56
□ Tidak dehidrasi □ Instruksikan pasien bagaimana mencegah
□ Tidak mengeluh sakit kepala keluarnya panas dan serangan panas
□ Warna kulit normal □ Diskusikan pentingnya termoregulasi dan
Vital Sign kemungkinan efek negatif dari demam
□ Suhu tubuh dalam rentang normal yang berlebihan, sesuai kebuthan
(36,50C – 37,50C) □ Informasikan pasien mengenai indikasi
□ Denyut jantung normal (60-100 adanya kelelahan akibat panas dan
x/menit) penanganan emergensi yang tepat, sesuai
□ Irama jantung normal kebutuhan
□ Tingkat pernapasan dalam □ Gunakan matras pendingin, selimut yang
rentang normal (16-20 x/menit) mensirkulasikan air, mandi air hangat
□ Irama napas vesikuler □ kantong es atau bantalan jel, dan
□ Tekanan darah sistolik dalam kateterisasi pendingin intravaskuler untuk
rentang normal (90-120 mmHg) menurunkan suhu tubuh, sesuai
□ Tekanan darah diastolik dalam kebutuhan
rentang normal (70-90 mmHg) □ Sesuaikan suhu lingkungan untuk
□ Kedalaman inspirasi dalam kebutuhan pasien
rentang normal □ Berikan medikasi yang tepat untuk
Hidration mencegah atau mengontrol menggigil
□ Turgor kulit elastis □ Berikan pengobatan antipiretik, sesuai
□ Membran mukosa lembab kebutuhan
□ Intake cairan adekuat
□ Output urin Fever Treatment
□ Tidak merasa haus □ Pantau suhu dan tanda-tanda vital lainnya
□ Warna urin tidak keruh □ Monitor warna kulit dan suhu
□ Tekanan darah dalam rentang □ Monitor asupan dan keluaran, sadari
normal perubahan kehilangan cairan yang tak
□ Denyut nadi dalam rentang dirasakan
normal dan adekuat □ Beri obat atau cairan IV (misalnya,
□ Tidak ada peningkatan hematokrit antipiretik, agen antibakteri, dan agen
□ Tidak ada penurunan berat badan’ anti menggigil )
□ Otot rileks □ Tutup pasien dengan selimut atau

57
□ Tidak mengalami diare pakaian ringan, tergantung pada fase
□ Suhu tubuh dalam rentang normal demam (yaitu : memberikan selimut
hangat untuk fase dingin ; menyediakan
pakaian atau linen tempat tidur ringan
untuk demam dan fase
□ bergejolak /flush)
□ Dorong konsumsi cairan
□ Fasilitasi istirahat, terapkan pembatasan
aktivitas-aktivitas jika diperlukan
□ Berikan oksigen yang sesuai
□ Tingkatkan sirkulasi udara
□ Pantau komplikasi-komplikasi yang
berhubungan dengan demam serta tanda
dan gejala kondisi penyebab demam
(misalnya, kejang, penurunan tingkat
kesadaran,ketidakseimbangan asam basa,
dan perubahan abnormalitas sel)
□ Pastikan tanda lain dari infeksi yang
terpantau pada orang karena hanya
menunjukkan demam ringan atau tidak
demam sama sekali selama proses infeksi
□ Pastikan langkah keamanan pada pasien
yang gelisah
□ Lembabkan bibir dan mukosa hidung
yang kering

Vital Sign Monitoring


□ Monitor tekanan darah, nadi, suhu, dan
status pernapasan dengan tepat
□ Monitor dan laporkan tanda dan gejala
hipertermia
□ Monitor warna kulit, suhu, dan

58
kelembaban
□ Monitor sianosis sentral dan perifer
□ Monitor akan adanya kuku berbentuk
clubbing
□ Monitor terkait dengan adanya tiga tanda
Cushing Reflex (misalnya : tekanan nadi
lebar, bradikardia, dan peningkatan
tekanan darah sistolik)
□ Identifikasi kemungkinan perubahan
tanda-tanda vital

Fluid Management
□ Jaga intake yang adekuat dan catat output
pasien
□ Monitor status hidrasi (misalnya :
membran mukosa lembab, denyut nadi
adekuat, dan tekanan darah ortostatik)
□ Monitor hasil laboratorium yang relevan
dengan retensi cairan (misalnya :
peningkatan berat jenis, peningkatan
BUN, penurunan hematokrit, dan
peningkatan kada osmolalitas urin)
□ Monitor tanda-tanda vital pasien
□ Monitor perubahan berat badan pasien
□ Monitor status gizi
□ Distribusikan asupan cairan selama 24
jam
□ Konsultasikan dengan dokter jika tanda-
tanda dan gejala kelebihan volume cairan
memburuk

59
IMPLEMENTASI
No. Tanggal/
Implementasi Respon Paraf
DX Jam
2 Mengkaji pasien DS : Ibu pasien
mengatakan
anaknya kejang
sejak 1 jam
sebelum masuk rs,
kejang berlangsung
kurang dari 7
menit, badan
anaknya panas,
sebelumnya pasien
kejang sudah sejak
3 hari yang lalu
dengan suhu tubuh
yang tinggi, lalu ia
langsung melarikan
anaknya ke rumah
sakit.
DO : Pasien
nampak gelisah
2 11.00 wita Mengukur TTV DS : -
DO :
- Nadi : 146x/
menit
- RR : 40x/ menit
- Suhu : 39,5 oC
- SpO2 : 90%
- GCS : E4V4M5
- Somnolen

60
2 09.55 wita Memberikan kompres DS : -
hangat DO : Pasien
nampak tenang,
kompres hangat
dilakukan oleh
perawat
2 10.00 wita Memonitor suhu DS : -
tubuh dan saturasi DO : Pasien
oksigen nampak tenang,
o
suhu : 38,9 C,
SpO2 : 94%
2 11.55 wita Pengambilan sampel DS : -
darah lengkap DO : Pasien
menangis dan
gelisah
2 12.20 wita Mengukur tanda- DS : -
tanda vital DO :
- Nadi : 140x/
menit
- RR : 30x/ menit
- Suhu : 37,8 oC
- SpO2 : 96%
- GCS : E4V4M5
- Somnolen

61
EVALUASI
No. Dx Tanggal/ Jam Catatan Perkembangan Paraf

1 1 September S : Ibu pasien mengatakan anaknya lemas


2018 O : Pasien nampak tenang (N :140x/ menit, RR :
2 13.50 wita 40x/menit, Suhu : 38,4 oC, )
A : resiko ketidakefektifan jaringan otak
1 September P : Lanjutkan intervensi
2018
13.50 wita

S : Ibu pasien mengatakan suhu tubuh anaknya


masih agak hangat
O : Pasien nampak tenang (N :120x/ menit, RR :
30x/menit, Suhu : 38,4 oC, SpO2 : 96%, GCS :
E4V5M6, Compos mentis)
A : Hipertermia berhubungan dengan proses
infeksi virus dengue
P : Lanjutkan intervensi : Kompres hangat dapat
mengembalikan suhu normal memperlancar
sirkulasi dan delegatif pemberian obat antipiretik,
pasien dipindahkan ke ruang rawat inap bangsal
anak

62
BAB III
PENUTUP
A. SIMPULAN
Enselofati Dengue adalah gangguan sistem saraf pusat berat yang dihubungkan dengan
infeksi dengue baik pada Demam Berdarah Dengue (DBD) atau Demam Dengue (DD) akibat
kebocaran plasma dan sebagai komplikasi dari syok yang berkepanjangan. Enselofati Dengue
merupakan salah satu klasifikasi infeksi virus dengue dengan gejala yang disertai gangguan
sistem organ, dalam hal ini adalah sistem saraf pusat.
Ensefalopati dengue dapat disebabkan oleh syok berat akibat syok yang berkepanjangan
dengan perdarahan ataupun kelebihan cairan, tetapi dapat juga terjadi pada DBD yang tidak
disertai syok. Gangguan metabolik seperti hipoksemia, hiponatremia, atau perdarahan dapat
menjadi penyebab terjadinya ensefalopati. Selain itu, ensefalopati juga dapat disebabkan karena
sindrom Reye, penggunaan obat hepatotoksik, perdarahan intrakranial, edema serebral, gagal
hati, atau gagal ginjal atau keduanya

B. SARAN
Diharapkan perawat mampu memberikan asuhan keperawatan yang tepat dan benar
sehingga klien dengan ensefalopati dengue bisa segera ditangani dan diberikan perawatan yang
tepat. Perawat juga diharuskan bekerja secara profesional sehingga meningkatkan pelayanan
untuk membantu kilen dengan ensefalopati dengue.

63
DAFTAR PUSTAKA

Doenges, Marilynn E. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan. EGC. Jakarta.


M. Nurs, Nursalam. 2005. Asuhan Keperawatan pada bayi dan anak. Salemba Medika. Jakarta.
Marsjoer A. 2000. Kapita Selekta Kedokteran Edisi II Jilid I. Jakarta : Media Aesculopius
Perry, Potter. 2005. Buku Ajar Fundamental Keperawatan. EGC. Jakarta
Pusponegoro.H.D., dkk, 2004. Standar Pelayanan Medis Kesehatan anak.Edisi I. Ikatan Dokter
Anak Indonesia.
Ralph & Rosenberg, 2003.Nursing Diagnoses: Definition & Classification 2005-2006,
Philadelphia USA
Rohim, Abdul. 2004. Ilmu Penyakit Anak, Diagnosis dan Penatalaksanaan. Jakarta : Salemba
Medika
Sudoyo, Aru W. 2006. Ilmu Penyakit Dalam Edisi 5. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu
Penyakit Dalam FKUI.
Suriadi., Yulianti, Rita. 2010. Asuhan Keperawatan Pada Anak Edisi 2. Jakarta: CV Agung Seto
Wahidayat, Iskandar. 2005. Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta: Info Media

64

Anda mungkin juga menyukai