Anda di halaman 1dari 8

Beth Gormer, 2007, terj.

Diana Lyrawati, 2008

Farmakologi Hipertensi

Hipertensi merupakan faktor resiko untuk enalapril), antagonis angiotensin II (misalnya


banyak kasus koroner. Namun demikian, candesartan, losartan), calcium channel blocker
tekanan darah dapat diturunkan melalui terapi (misalnya amlodipin, nifedipin) dan alpha‐
yang tepat, sehingga menurunkan resiko strok, blocker (misalnya doksasozin).
kejadian koroner, gagal jantung dan ginjal. Yang lebih jarang digunakan adalah
Patogenesis hipertensi melibatkan banyak vasodilator dan antihipertensi kerja sentral dan
faktor. Termasuk diantaranya peningkatan yang jarang dipakai, guanetidin, yang
cardiac output, peningkatan tahanan perifer, diindikasikan untuk keadaan krisis hipertensi.
vasokonstriksi dan penurunan vasodilatasi.
Ginjal juga berperan pada regulasi tekanan Diuretik tiazid
darah melalui kontrol sodium dan ekskresi air, Diuretik tiazid adalah diuretic dengan
dan sekresi renin, yang mempengaruhi tekanan potensi menengah yang menurunkan tekanan
vaskular dan ketidakseimbangan elektrolit. darah dengan cara menghambat reabsorpsi
Mekanisme neuronal seperti sistem saraf sodium pada daerah awal tubulus distal ginjal,
simpatis dan sistem endokrin juga terlibat pada meningkatkan ekskresi sodium dan volume urin.
regulasi tekanan darah. Oleh karena itu, sistem‐ Tiazid juga mempunyai efek vasodilatasi
sistem tersebut merupakan target untuk terapi langsung pada arteriol, sehingga dapat
obat untuk menurunkan tekanan darah. mempertahankan efek antihipertensi lebih
lama. Tiazid diabsorpsi baik pada pemberian
Tekanan darah target. oral, terdistribusi luas dan dimetabolisme di
Tekanan darah sistolik (SBP) optimal adalah hati.
< 140 mmHg dan tekanan darah diastolik (DBP) Efek diuretik tiazid terjadi dalam waktu 1‐2
optimal adalah < 85 mmHg. Untuk pasien jam setelah pemberian dan bertahan sampai
dengan penyakit kardiovaskular aterosklerosis , 12‐24 jam, sehingga obat ini cukup diberikan
diabetes atau gagal ginjal kronik target SBP sekali sehari.
menjadi 130 mmHg dan DBP <80 mmHg. Efek antihipertensi terjadi pada dosis
Pedoman untuk memulai terapi farmakologik rendah dan peningkatan dosis tidak
sepeti yang direkomendasikan pada BNF dapat memberikan manfaat pada tekanan darah,
dilihat pada Tabel 1. walaupun diuresis meningkat pada dosis tinggi.
Seberapapun tingkat kegawatan hipertensi, Efek tiazid pada tubulus ginjal tergantung
semua pasien harus mendapat nasehat/anjuran pada tingkat ekskresinya, oleh karena itu tiazid
yang berkaitan dengan pengaturan gaya hidup kurang bermanfaat untuk pasien dengan
untuk menurunkan tekanan darah. Termasuk gangguan fungsi ginjal.
nasehat untuk berhenti merokok, menurunkan
Efek samping
berat badan, melakukan olah raga, mengurangi
asupan alkohol dan diet. Peningkatan eksresi urin oleh diuretik tiazid
dapat mengakibatkan hipokalemia, hipo‐
Golongan obat natriemi, dan hipomagnesiemi. Hiperkalsemia
Golongan obat antihipertensi yang banyak dapat terjadi karena penurunan ekskresi
digunakan adalah diuretik tiazid (misalnya kalsium. Interferensi dengan ekskresi asam urat
bendroflumetiazid), beta‐bloker, (misalnya dapat mengakibatkan hiperurisemia, sehingga
propanolol, atenolol,) penghambat angiotensin pewnggunaan tiazid pada pasien gout harus
converting enzymes (misalnya captopril, hati‐hati. Diuretik tiazid juga dapat mengganggu

1
Beth Gormer, 2007, terj. Diana Lyrawati, 2008

toleransi glukosa (resisten terhadap insulin) simpatomimetik intrinsic), misalnya acebutolol,


yang mengakibatkan peningkatan resiko bekerja sebagai stimulan‐beta pada saat
diabetes mellitus tipe 2. aktivitas adrenergik minimal (misalnya saat
Efek samping yang umum lainnya adalah tidur) tetapi akan memblok aktivitas beta pada
hiperlipidemia, menyebabkan peningkatan LDL saat aktivitas adrenergik meningkat (misalnya
dan trigliserida dan penurunan HDL. 25% pria saat berolah raga). Hal ini menguntungkan
yang mendapat diuretic tiazid mengalami karena mengurangi bradikardi pada siang hari.
impotensi, tetapi efek ini akan hilang jika Beberapa beta‐blocker, misalnya labetolol, dan
pemberian tiazid dihentikan. carvedilol, juga memblok efek adrenoseptor‐
alfa perifer. Obat lain, misalnya celiprolol,
Beta-blocker mempunyai efek agonis beta‐2 atau vasodilator.
Beta blocker memblok beta‐adrenoseptor. Beta‐blocker diekskresikan lewat hati atau
Reseptor ini diklasifikasikan menjadi reseptor ginjal tergantung sifat kelarutan obat dalam air
beta‐1 dan beta‐2. Reseptor beta‐1 terutama atau lipid. Obat‐obat yang diekskresikan
terdapat pada jantung sedangkan reseptor melalui hati biasanya harus diberikan beberapa
beta‐2 banyak ditemukan di paru‐paru, kali dalam sehari sedangkan yang diekskresikan
pembuluh darah perifer, dan otot lurik. melalui ginjal biasanya mempunyai waktu paruh
Reseptor beta‐2 juga dapat ditemukan di yang lebih lama sehingga dapat diberikan sekali
jantung, sedangkan reseptor beta‐1 juga dapat dalam sehari. Beta‐blocker tidak boleh
dijumpai pada ginjal. Reseptor beta juga dapat dihentikan mendadak melainkan harus secara
ditemukan di otak. bertahap, terutama pada pasien dengan angina,
Stimulasi reseptor beta pada otak dan karena dapat terjadi fenomena rebound.
perifer akan memacu penglepasan
neurotransmitter yang meningkatkan aktivitas Efek samping
system saraf simpatis. Stimulasi reseptor beta‐1 Blokade reseptor beta‐2 pada bronkhi dapat
pada nodus sino‐atrial dan miokardiak mengakibatkan bronkhospasme, bahkan jika
meningkatkan heart rate dan kekuatan digunakan beta‐bloker kardioselektif. Efek
kontraksi. Stimulasi reseptor beta pada ginjal samping lain adalah bradikardia, gangguan
akan menyebabkan penglepasan rennin, kontraktil miokard, dan tanga‐kaki terasa dingin
meningkatkan aktivitas system rennin‐ karena vasokonstriksi akibat blokade reseptor
angiotensin‐aldosteron. Efek akhirnya adalah beta‐2 pada otot polos pembuluh darah perifer.
peningkatan cardiac output, peningkatan Kesadaran terhadap gejala hipoglikemia
tahanan perifer dan peningkatan sodium yang pada beberapa pasien DM tipe 1 dapat
diperantarai aldosteron dan retensi air. berkurang. Hal ini karena beta‐blocker memblok
Terapi menggunakan beta‐blocker akan sistem saraf simpatis yang bertanggung jawab
mengantagonis semua efek tersebut sehingga untuk “memberi peringatan“ jika terjadi
terjadi penurunan tekanan darah. hipoglikemia. Berkurangnya aliran darah
Beta‐blocker yang selektif (dikenal juga simpatetik juga menyebabkan rasa malas pada
sebagai cardioselective beta‐blockers), misalnya pasien.
bisoprolol, bekerja pada reseptor beta‐1, tetapi Mimpi buruk kadang dialami, terutama
tidak spesifik untuk reseptor beta‐1 saja oleh pada penggunaan beta‐blocker yang larut lipid
karena itu penggunaannya pada pasien dengan seperti propanolol. Impotensi juga dapat
riwayat asma dan bronkhospasma harus hati‐ terjadi. Beta‐blockers non‐selektif juga
hati. Beta‐blocker yang non‐selektif (misalnya menyebabkan peningkatan kadar trigilserida
propanolol) memblok reseptor beta‐1 dan beta‐ serum dan penurunan HDL.
2.
Beta‐blocker yang mempunyai aktivitas
agonis parsial (dikenal sebagai aktivitas

2
Beth Gormer, 2007, terj. Diana Lyrawati, 2008

ACE inhibitor Antagonis reseptor angiotensin II


Angiotensin converting enzyme inhibitor (AIIRA)mempunyai banyak kemiripan dengan
(ACEi) menghambat secara kompetitif ACEi, tetapi AIIRA tidak mendegradasi kinin.
pembentukan angiotensin II dari prekursor Karena efeknya pada ginjal, ACEi dan AIIRA
angiotensin I yang inaktif, yang terdapat pada dikontraindikasikan pada stenosis arteri ginjal
darah, pembuluh darah, ginjal, jantung, kelenjar bilateral dan pada stenosis arteri yang berat
adrenal dan otak. yang mensuplai ginjal yang hanya berfungsi
Angitensin II merupakan vaso‐konstriktor satu.
kuat yang memacu penglepasan aldosteron dan
aktivitas simpatis sentral dan perifer. Efek samping ACEi dan AIIRA
Penghambatan pembentukan angiotensin iI ini Sebelum mulai memberikan terapi dengan
akan menurunkan tekanan darah. Jika sistem ACEi atau AIIRA fungsi ginjal dan kadar elektrolit
angiotensin‐renin‐aldosteron teraktivasi pasien harus dicek. Monitoring ini harus terus
(misalnya pada keadaan penurunan sodium, dilakukan selama terapi karena kedua golongan
atau pada terapi diuretik) efek antihipertensi obat ini dapat mengganggu fungsi ginjal.
ACEi akan lebih besar. Baik ACEi dan AIIRA dapat menyebabkan
ACE juga bertanggungjawab terhadap hiperkalemia karena menurun‐kan produksi
degradasi kinin, termasuk bradikinin, yang aldosteron, sehingga suplementasi kalium dan
mempunyai efek vasodilatasi. Penghambatan penggunaan diuretik hemat kalium harus
degradasi ini akan menghasilkan efek dihindari jika pasien mendapat terapiACEI atau
antihipertensi yang lebih kuat. AIIRA.
Beberapa perbedaan pada parameter Perbedaan anatar ACEi dan AIIRA adalah
farmakokinetik obat ACEi. Captopril cepat batuk kering yang merupakan efek samping
diabsorpsi tetapi mempunyai durasi kerja yang yang dijumpai pada 15% pasien yang mendapat
pendek, sehingga bermanfaat untuk terapi ACEi. AIIRA tidak menyebabkan batuk
menentukan apakah seorang pasien akan karena tidak mendegaradasi bradikinin.
berespon baik pada pemberian ACEi. Dosis
Calcium channel blocker
pertama ACEii harus diberikan pada malam hari
karena penurunan tekanan darah mendadak Calcium channel blockers (CCB)
mungkin terjadi; efek ini akan meningkat jika menurunkan influks ion kalsium ke dalam sel
pasien mempunyai kadar sodium rendah. miokard, sel‐sel dalam sistem konduksi jantung,
dan sel‐sel otot polos pembuluh darah. Efek ini
Antagonis Angiotensin II akan menurunkan kontraktilitas jantung,
Reseptor angiotensin II ditemukan pada menekan pembentukan dan propagasi impuls
pembuluh darah dan target lainnya. elektrik dalam jantung dan memacu aktivitas
Disubklasifikasikan menjadi reseptor AT1 dan vasodilatasi, interferensi dengan konstriksi otot
AT2. Reseptor AT1 memperantarai respon polos pembuluh darah. Semua hal di atas
farmakologis angiotensin II, seperti adalah proses yang bergantung pada ion
vasokonstriksi dan penglepasan aldosteron. Dan kalsium.
oleh karenanya menjadi target untuk terapi Terdapat tiga kelas CCB: dihidropiridin
obat. Fungsi reseptor AT2 masih belum begitu (misalnya nifedipin dan amlodipin);
jelas. fenilalkalamin (verapamil) dan benzotiazipin
Banyak jaringan mampu mengkonversi (diltiazem). Dihidropiridin mempunyai sifat
angiotensin I menjadi angiotensin II tanpa vasodilator perifer yang merupakan kerja
melalui ACE. Oleh karena itu memblok sistem antihipertensinya, sedangkan verapamil dan
renin‐angitensin melalui jalur antagonis diltiazem mempunyai efek kardiak dan
reseptor AT1 dengan pemberianantagonis dugunakan untuk menurunkan heart rate dan
reseptor angiotensin II mungkin bermanfaat. mencegah angina.

3
Beth Gormer, 2007, terj. Diana Lyrawati, 2008

Semua CCB dimetabolisme di hati. Obat‐obat kerja sentral tidak spesifik atau
tidak cukup selektif untuk menghindari efek
Efek samping samping sistem saraf pusat seperti sedasi,
Pemerahan pada wajah, pusing dan mulut kering dan mengantuk, yang sering
pembengkakan pergelangan kaki sering terjadi. Metildopa mempunyai mekanisme kerja
dijumpai, karena efek vasodilatasi CCB yang mirip dengan konidin tetapi dapat
dihidropiridin. Nyeri abdomendan mual juga memnyebabkan efek samping pada sistem
sering terjadi. imun, termasuk pireksia, hepatitis dan anemia
Saluran cerna juga sering terpengaruh oleh hemolitik.
influks ion kalsium, oleh karena itu CCB sering
mengakibatkan gangguan gastro‐intestinal, Pemilihan terapi
termasuk konstipasi. Update dari NICE dapat dilihat pada Tabel 2.
Perubahan utama pada pedoman NICE adalah
Alpha-blocker
beta‐blocker tidak lagi direkomendasikan
Alpha‐blocker (penghambat adreno‐septor sebagai terapi lini pertama pada semua pasien.
alfa‐1) memblok adrenoseptor alfa‐1 perifer, Beta blocker kurang efektif mengurangi
mengakibatkan efek vasodilatasi karena kejadian kardiovaskular mayor, terutama
merelaksaasi otot polos pembuluh darah. stroke, dibanding antihipertensi lainnya.
Diindikasikan untuk hipertensi yang resisten. Beta‐blocker juga kurang efektif dibanding
Efek samping ACEi atau CCB dihidropiridin untuk mengurangi
resiko diabetes, terutama pada pasien yang
Alpha‐blocker dapat menyebabkan
mendapat terapi diuretik tiazid. Jika pasien yang
hipotensi postural, yang sering terjadi pada
menggunakan beta‐blocker memerlukan
pemberian dosis pertama kali. Alpha‐blocker
antihipertensi lain, maka pilihan yang lebih
bermanfaat untuk pasien laki‐laki lanjut usia
dianjurkan diberikan adalah ACEi atau CCB,
karena memperbaiki gejala pembesaran
daripada tiazid.
prostat.

Golongan lain Pertimbangan khusus


Antihipertensi vasodilator (misalnya
Kehamilan
hidralazin, minoksidil) menurunkan tekanan
Obat kerja sentral mempunyai profil SSP
darah dengan cara merelaksasi otot polos
yang buruk. Namun, metildopa digunakan pada
pembuluh darah. Antihipertensi kerj a sentral
kehamilan, karena data keamanannnya
(misalnya klonidin, metildopa, monoksidin)
sedangkan beta‐blocker digunakan pada
bekerja pada adrenoseptor alpha‐2 atau
trimester ketiga. Labetolol intravena hanya
reseptor lain pada batang otak, menurunkan
digunakan pada keadaan krisis hipertensi.
aliran simpatetik ke jantung, pembuluh darah
Sediaan nifedipin lepas lambat juga dapat
dan ginjal, sehingga efek ahirnya menurunkan
digunakan tetapi tidak dilisensi.
tekanan darah.
Etnik
Efek samping
Diuretik tiazid dan CCB dihidropiridin lebih
Antihipertensi vasodilator dapat
efektif daripada beta‐blocker untuk psien Afro‐
menyebabkan retensi cairan. Tes fungsi hati
Karibia. ACEi dan AIIRA meningkatkan resiko
harus dipantau selama terapi dengan hidralazin
stroke pada pasien golongan etnik tersebut
karena ekskresinya melalui hati. Hidralazin juga
sehingga tidak dianjurkan sebagai terapi lini
diasosiakan dengan sistemiklupus eritematosus.
pertama.
Minoksidil diasosiasikan dengan hipertrikosis
(hirsutism) sehingga kkurang sesuai untuk
pasien wanita.

4
Beth Gormer, 2007, terj. Diana Lyrawati, 2008

Lanjut usia Hipertensi cepat (accelerated


Pedoman NICE yang baru mengemukakan hypertension)
bahwa diuretik tiazid atau CCB dihidropiridin Accelerated hypertension atau hipertensi
merupakan terapi lini pertama untuk pasien yang sangat berat, didefinisikan sebagai DBP
lanjut usia. Namun, harus diperhatikan fungsi lebih dari 140 mmHg, memerlukan tindakan
ginjal selama terapi dengan tiazid karena pasien medis segera. Beta‐blocker seperti atenolol
lanjut usia lebih beresiko mengalami gangguan atau labetolol atau CCB dihidropiridin
ginjal. Pasien yang lebih dari 80 tahun dapat diindikasikan untuk kondisi ini. DBP harus
diberi terapi seperti pasien usia > 55 tahun. diturunkan menjadi 100‐110 mmHg selama 24
jam pertama. Tekanan darah harus diturunkan
Diabetes lagi selama 2‐3 hari berikutnya menggunakan
Pasien diabetes memerlukan kombinasi kombinasi diuretik, vasodilator dan ACEi, jika
antihipertensi untuk dapat mencapai target diperlukan.
tekanan darah optimal. ACEi merupaka terapi Jika terapi intravena diperlukan maka yang
awal pilihan karena dapat mencegah progresi dianjurkan adalah sodium nitroprusid atau
ikroalbumiuria ke nefropati. Pasien dengan gliseril trinitrat.
nefropati diabet harus mendapat ACEi atau
AIIRA untuk meminimalkan resiko kerusakan Farmasis kardiologi
ginjal yang lebih lanjut, bahkan jika tekanan Sebagai anggota tim multidisiplin, farmasis
darahnya normal. mempunyai peran penting pada terapi
hiperttensi.
Penyakit ginjal
Untuk membantu kesesuaian dan menjamin
ACEi dapat menurunkan atau
kepatuhan regimen pengobatan farmasis dapat
menghilangkan filtrasi glomerular dan
memberikan informasi mengenai manfaat dan
menyebabkan kegagalan ginjal progresif berat.
efek samping obat sehingga pasien dapat
Oleh karena itu dikoktraindikasikan pada pasien
mengambil keputusan (informed decision)
stenosis arteri ginjal bilateral. Namun, ACEi
menegnai terapi mereka. Informasi ini meliputi
tidak memberikan efek samping pada fungsi
mengapa obat diperlukan dan rsiko jika tidak
ginjal pada pasien dengan stenosis arteri ginjal
menggunakannya. Secara praktis, pemberian
unilateral. CCB dihidropiridin dapat
obat seakkli sehari juga akan memingkatkan
ditambahkan jika diperlukan penurunan tekana
kepatuhan.
darah lebih jauh, sedangkan diuretik tiazid tidak
Obat lain yang juga dikonsumsi oleh psien
efektif.
juga harus diperhitungkan. Penggunaan
Hipertensi sistolik bersama obat golongan NSAID/AINS, pil
Hipertensi sistolik saja (isolated systolic kontrasepsi, glukokortikoid dan simpatomimetik
hypertension, ISH) didefinisikan sebagai SBP dapat meningkatkan tekanan darah. Obat‐obat
lebih dari 160 mmHg dengan DBP kurang dari ini, beberapa dapat dibeli bebas, harus dihindari
90 mmHg. Pasien dengan ISH mendapat terapi pada pasien dengan tekanan darah tinggi.
yang sama sepeti pasien dengan peningkatan Harus diingat bahwa pasien mungkin juga
SBP dan DBP karena ISH juga beresiko menderita penyakit lain/ko‐morbid. Farmasis
komplikasi yang sama. dapat memberikan nasehat dan me‐review
CCB dihidropiridin digunakan sebagai terapi penyakit penyerta untuk menjamin bahwa
untuk ISH pada pasien lanjut usia, terutama jika terapi yang diberikan sudah yang paling tepat.
diuretik tiazid dikontraindikasikan. Untuk mengurangi biaya, farmasis juga
dapat menganjurkan untuk menggunakan selalu
obat generik jika tersedia.

5
Beth Gormer, 2007, terj. Diana Lyrawati, 2008

Tabel 1 Target tekanan darah untuk terapi farmakologis

Tekanan darah awal Komplikasi * Tindakan


Sistolik≥220 mmHg Tidak Segera diterapi
Diastolik ≥ 160 mmHg
Sistolik 180‐219 mmHg Tidak Konfirmasi dalam 1‐2 minggu dan jika keadaan ternyata
Atau bertahan berikan terapi
Diastolik 110‐119 mmHg
Sistolik 160‐179 mmHg Ya Konfirmasi dalam 1‐2 minggu dan jika keadaan ternyata
Atau bertahan berikan terapi
Diastolik 100‐109 mmHg
Sistolik 160‐179 mmHg Tidak Berikan nasehat untuk gaya hidup, cek lagi tiap minggu
Atau dan obati jika keadaan bertahan selama 4‐12 minggu
Diastolik 100‐109 mmHg
Sistolik 140‐159 mmHg Ya Konfirmasi dalam 12 minggu dan dan jika keadaan
Atau ternyata bertahan berikan terapi
Diastolik 90‐99 mmHg
Sistolik 140‐159 mmHg Tidak Berikan nasehat untuk gaya hidup, cek lagi tiap bulan.
Atau Berikan terapi untuk hipertensi ringan persisten jika resiko
Diastolik 90‐99 mmHg kardiovaskuler 10‐tahun adalah 20%.
* Komplikasi kardiovaskuler, kerusakan organ target atau diabetes

Tabel 2 Pedoman NICE untuk penanganan hipertensi

Pedoman terbaru dari NICE untunk penanganan hipertensi adalah sebagai berikut:

Langkah 1 Untuk pasien hipertensi usia > 55 tahun atau pasien berkulit hitam semua usia, pilihan
pertama terapi adalah CCB atau diuretik tiazid. Untuk pasien < 55 tahun, pilihan pertama terapi adalah
ACEi (atau AIIRA jika tidak tahan terhadap ACEi)

Langkah 2 Jika diperlukan obat tambahan, pilihannya adalah penambahan ACEi untuk CCB atau diuretik
(dan sebaliknya).

Langkah 3 Jika diperlukan kombinasi tiga obat maka kombinasi yang dianjurkan adalah ACEi (atau AIIRA),
CCB dan diuretik tiazid.

Langkah 4 Jika diperlukan obat keempat maka dosis diuretik tiazid dinaikkan, atau alternatif lain adalah
diuretik lain, beta blocker atau alpha‐blocker. Semua obat tersebut harus dititrasi dosisnya seperti yang
dianjurkan pada BNF.

6
Beth Gormer, 2007, terj. Diana Lyrawati, 2008

Gambar 1 Diagram pedoman NICE penanganan hipertensi

Usia < 55 tahun Usia ≥ 55 tahun atau pasien


berkulit hitam segala usia

A C atau D

A + C atau A + D

A+C+D

Tambah

Terapi diuretik lebih lanjut

Atau alpha‐blocker

Atau beta‐blocker

Pertimbangkan untuk mencari


pendapat spesialis

A = ACEi (atau AIIRA jika tidak tahan


ACEi)

C = CCB

D = diuretik tiazid

7
Beth Gormer, 2007, terj. Diana Lyrawati, 2008

PUSTAKA treated with chlortalidone, amlodipine and


British National Formulary (52). London: British lisinopril. JAMA 2005;293:1595‐1608.
Medical Association and Royal Dahlof B, Devereux RB, Kjeldsen SE, Julius S,
Pharmaceutical Society of Great Britain; Beevers G, Faire U et al. Cardiovascular
2006. morbidity and mortality in the Losaetan
National Institute for Health and Clinical Intervention for Endpoint reduction in
Excellence. Hypertension. Management of hypertension study (LIFE): a randomized
hypertension in adults in primary care. controlled trial against atenolol. Lancet
London:NICE;2006. 2002;359:995‐1003.
Dahlof B, Server PS, Poulter N, Wedel H,
Beevers DG, Caulfield M. Prevention of
BACAAN LEBIH LANJUT
cardiovascular events with an Yui Y, Sumiyoshi T, Kodama K, Hirayama A,
antihypertensive regimen of amlodipine Nonogi H, Kanmatsuse K et al. Comparison
adding perindopril as required versus of nifedipine retard with angiotensin
atenolol adding bendroflumethiazide as converting enzyme inhibitors in Japanese
required, in the Anglo‐Scandinavian Cardiac hypertensive patients with coronary artery
Outcomes Trial‐Blood Pressure Lowering disease: the Japan Multicenter Investigation
Arm (ASCOT‐BPLA): a multicentre for Cardiovascular Diseases‐B (JMIC‐B)
randomized controlled trial. Lancet randomized trial. Hypertension Research
2005;366:895‐906. 2004;27:449‐56.
The National Collaborating Centre for Chronic Julius S, Kjeldsen SE, Weber M, Brunner HR,
Conditions. Hypertension. Management of Ekman S, Hansson L et al. Outcomes in
hypertension in adults in primary care: hypertensive patients at high cardiovascular
partial update. London;Royal College of risk treated with regimens based ojn
Physician:2006. valsartan or amlodipine: the VALUE
Wright JT, Dunn JK, Cutler JA, Davis BR, randomized trial. Lancet 2004;363:2022‐31.
Cushman WC, Ford CE. Outcomes in
hypertensive black and nonblack patients

Anda mungkin juga menyukai