Anda di halaman 1dari 13

KAIDAH AL-UMURU BI MAQASHIDIHA

MAKALAH

Disusun untuk Memenuhi Salah Satu Tugas


Mata Kuliah Kaidah Fiqh Ekonomi

oleh:
Muhamad Abidin 181002053
Fauzi Rahman 181002062
Devi Resti 181002076

PROGRAM STUDI EKONOMI SYARIAH


FAKULTAS AGAMA ISLAM
UNIVERSITAS SILIWANGI
TASIKMALAYA
2019
LEMBAR PENERIMAAN

Makalah ini diterima pada hari ............... tanggal ........... bulan .......... tahun ........

oleh

Dosen Mata Kuliah Kaidah Fiqh Ekonomi,

Asep Suryanto., S.Ag., M.Ag.


KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah swt. yang telah

melimpahkan segala rahmat dan nikmat-Nya kepada penulis, sehingga atas

kehendak dan Izin-Nya penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “K”

untuk memenuhi mata kuliah Pengantar Manajemen Syariah.

<diisi dengan materi sedikit>

Dalam pemyusunan makalah ini, penulis menyadari akan keterbatasan,

kemampuan, dan pengetahuan penulis dalam penyusunannya. Namun kesulitan

tersebut dapat dibantu oleh beberapa pihak. Oleh karena itu penulis mengucapkan

banyak terima kasih kepada berbagai pihak yang telah memberikan bantuan berupa

tenaga dan pikiran. Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada:

1. Hj. Heni Sukmawati., S.Ag., M.Pd., selaku Dosen Mata Kuliah Pengantar

Manajemen Syariah yang telah memberikan pengarahan kepada penulis

sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini;

2. semua pihak yang telah meluangkan waktu dan tenaganya untuk pembuatan

makalah ini.

Penulis menyadari sepenuhnya atas segala kekurangan dan

ketidaksempurnaan dalam penyusunan makalah ini, baik dari segi redaksional

maupun dari segi alur pembahasan serta tata bahasanya. Hal ini disebabkan karena

keterbatasan pengetahuan dan pengalaman yang penulis miliki. Oleh karena itu,

dengan segala kerendahan hati penulis mengharapkan saran dan kritik yang

membantu untuk kebaikan masa yang akan datang.


Akhirnya semoga makalah ini dapat bermanfaat untuk penulis khususnya

dan bermanfaat untuk Jurusan Ekonomi Syariah untuk lebih luasnya. Aamiin.

Tasikmalaya, Februari 2019

Penulis
DAFTAR ISI

LEMBAR PENERIMAAN

KATA PENGANTAR ...................................................................................

DAFTAR ISI ..................................................................................................

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah ...............................................................

B. Rumusan Masalah ........................................................................

C. Tujuan Makalah ............................................................................

D. Kegunaan Makalah .......................................................................

E. Prosedur Makalah .........................................................................

BAB II PEMBAHASAN

1. Konsep Dasar Etika dan Tanggung Jawab Sosial ................................

2. Pandangan Islam terhadap etika dan tanggung jawab sosial ...............

3. Faktor yang mempengaruhi etika dan tanggung jawab sosial.......

4. Peranan etika dan tanggung jawab terhadap organisasi ................

BAB III SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan .......................................................................................

B. Saran ..............................................................................................

DAFTAR PUSTAKA
BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Kaidah-kaidah fiqh merupakan cara menetapkan hukum dari perbuatan

mukallaf dengan objek kajiannya yaitu mukallaf baik dalam konteks muamalah,

qawaid berbeda dengan ushul fiqh karena ushul fiqh lebih kepada penggalian suatu

hukum sehingga menghasilkan hukum (halal, haram, makruh, sunnah, dan mubah).

Kaidah fiqh digunakan untuk memudahkan kita dalam mencari dasar atau landasan

suatu kegiatan muamalah karena Al-Quran dan Hadits tidak menjelaskan semua

kegiatan muamalah. Oleh karena itu, kita membutuhkan kaidah fiqh terutama jika

persoalan yang terjadi tidak terdapat di dalam nash hukum dan ketetapannya maka

bisa menggunakan kaidah fiqh. Salah satu alasan Qawaid Fiqh digunakan karena

sudah tidak banyak orang yang hafal Al-Quran dan hadits beserta maknanya, maka

peran qawaid dibutuhkan sebagai landasan bermuamalah.

Qawaid Fiqh mempunyai 5 dasar kaidah umum antara lain kaidah “Al-

Umuru bimaqashidiha” segala perkara tergantung pada niatnya. Niat menjadi hal

utama dalam setiap perbuatan kita, dengan niat kita akan terarah maksud dan tujuan

perbuatan yang dilakukan. Maka penting bagi kita mengetahui kaidah ini, agar kita

mempunyai landasan dalam melakukan suatu hal baik sosial, ekonomi maupun

ibadah. Banyak orang mengatakan niat terletak dalam hati maupun dengan

diucapkan serta mempunyai fungsi yang penting diantaranya untuk membedakan

ibadah dan kebiasaan. Oleh karena itu kita harus membedakan bagaimana bentuk

niat dan penerapannya


B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, penulis merumuskan rumusan

masalah sebagai berikut.

1. Apa Pengertian dan dalil kaidah Al-Umuru bimaqashidiha?

2. Sebutkan cabang-cabang kaidah Al-Umuru bimaqashidiha?

3. Sebutkan dalil hukum kaidah Al-Umuru bimaqashidiha?

4. Bagaimana penerapan kaidah Al-Umuru bimaqashidiha ?

C. Tujuan Makalah

Sejalan dengan rumusan masalah di atas, makalah ini disusun dengan tujuan

untuk mengetahui dan mendeskripsikan:

1. Pengertian dan dalil kaidah Al-Umuru bimaqashidiha;

2. Cabang-cabang kaidah Al-Umuru bimaqashidiha;

3. Dalil Hukum kaidah Al-Umuru bimaqashidiha;

4. Penerapan kaidah Al-Umuru bimaqashidiha.

D. Kegunaan Makalah

Makalah ini disusun dengan harapan memberikan kegunaan baik secara

teoretis maupun secara praktis. Secara teoretis makalah ini berguna sebagai Teori

Kaidah Al-Umuru bimaqashidiha.

Secara praktis makalah ini diharapkan bermanfaat bagi:

1. Penulis, memenuhi Tugas Mata Kuliah Kaidah Fiqh Ekonomi;

2. Pembaca, sehingga mengetahui Kaidah Al-Umuru bimaqashidiha.


E. Prosedur Makalah

Makalah ini disusun dengan menggunakan pendekatan kualitatif. Metode

yang digunakan adalah metode deskriptif. Melalui metode ini penulis akan

menguraikan permasalahan yang dibahas secara jelas dan komprehensif. Data

teoretis dalam makalah ini dikumpulkan dengan menggunakan teknik studi pustaka,

artinya penulis mengambil data melalui kegiatan membaca berbagai literatur yang

relevan dengan tema makalah. Data tersebut diolah dengan teknik analisisis malalui

kegiatan mengeksposisikan data serta mengaplikasikan data tersebut dalam konteks

tema makalah.
BAB II PEMBAHASAN

A. Pengertian kaidah Al-Umuru bimaqashidih

B. Cabang-cabang kaidah Al-Umuru bimaqashidiha


Terdapat 8 cabang dalam kaidah Al-Umuru bimashidiha, diantaranya
adalah sebagai berikut.

1.

“Niat seorang mukmin lebih baik dari pada amalnya” (HR. Thabrani dari
sahal bin Sa’id al-Sa’idi)
Sehubungan dengan kaidah tentang niat ini ada dhabith yang ruang
lingkupnya lebih kecil dari kaidah tersebut di atas dan biasanya disebut dhabith,
antara lain:
‫ى‬ ‫ى‬ ‫ى‬
‫والمبان‬
‫ي‬ ‫والمعان لأللفاظ‬
‫ي‬ ‫ا ر‬
‫لعبة ف العقــود للمقاصد‬
“Pengertian yang diambil dari sesuatu tujuannya bukan semata-mata kata-
kata dan ungkapannya”.
Apabila dalam suatu akad terjadi suatu perbedaan antara niat atau maksud
si pembuat dengan lafadz yang diucapkannya, maka harus dianggap sebagai suatu
akad yaitu dari niat atau maksudnya, selama yang demikian itu masih dapat
diketahui.
Contoh : apabila seseorang berkata: "Saya hibahkan barang ini untukmu
selamanya, tapi saya minta uang satu juta rupiah", meskipun katanya adalah hibah,
tapi dengan permintaan uang, maka akad tersebut bukan hibah, tetapi merupakan
akad jual beli dengan segala akibatnya.
2. ِ‫ﻻَ ﺜَﻮَاﺐَ ﺇِﻻﱠ ﺒِﺎﻟﻨﱢﻴَﺔ‬
“Tidaklah ada pahala kecuali dengan niat”.
Kaidah ini dimasukkan kedalam al-qawa’id al-kulliyah yang pertama
sebelum al-umur bimaqashidiha.
Sedangkan dikalangan mazhab maliki, kaidah tersebut menjadi cabang dari
kaidah al-umur bimaqashidiha, seperti diungkapkan oleh Qadhi Abd Wahab al-
Baqdadi al-Maliki. Tampaknya pendapat mazhab maliki ini lebih bisa
diterima,karena kaidah di atas, asalnya:

“tidak ada pahala dan tidakada siksa kecuali karena niatnya”


Contoh : seseorang yang mengajar tentang komputer. Pertama, ia mengajari
orang lain yang tidak mengerti tentang bagaimana mengoperasikan komputer,
dalam hal ini ia mengajari orang tersebut dengan niat karena Allah dan berniat
untuk membagi ilmunya kepada orang lain. Maka dengan niatnya tersebut ia
mendapatkan pahala. Sedangkan yang kedua, ia mengajari orang tersebut, hanya
karena ingin mendapat imbalan saja dan ia sama sekali tidak memikirkan apakah
orang yang diajarinya itu sudah mengerti atau tidak, sebab ia hanya memikirkan
imbalan yang akan ia peroleh dari hasil mengajari orang tersebut saja. Maka dalam
hal ini ia tidak berniat karena Allah dan karena itulah ia tidak mendapatkan pahala.

3. ِ‫ﻟَﻮاﺨْﺗَﻟَﻑَ اﻟﻟِﺳَﺎﻦُ ﻮَاﻟﻗَﻟْﺏُ ﻔَﺎﻟﻣُﻌْﺗَﺒَﺮُ ﻣَﺎ ﻔِﻲ اﻟﻗَﻟْﺏ‬


“Apabila berbeda antara yang diucapkan dengan yang di hati, yang
dijadikan pegangan adalah yang didalam hati”.
Contoh : dari kaidah di atas yaitu sebagai berikut, apabila di dalam hati kita
bermaksud memberi hadiah kepada Ibu berupa tas kerja, tetapi pada saat diucapkan
kepada Ibu ketika mengajak ibu ke pasar bahwa kita hanya ingin jalan-jalan saja.
Maka yang dijadikan pegangan itu adalah yang ada di dalam hati.
4.
“Tidak wajib niat ibadah dalam setiap bagian, tetapi niat wajib dalam
keseluruhan yang dikerjakan”
5.
“setiap dua kewajiban tidak boleh dengan satu niat, kecuali ibadah haji dan
umrah”
Seperti diketahui dalam pelaksanaan ibadah haji ada tiga cara : Pertama, haji
tamatu, yaitu mengerjakan umrah dahulu baru mengerjakan haji, cara ini wajib
membayar dam. Kedua, haji ifrad, yaitu merjakan haji saja, cara ini tidak wajib
membayar dam. Ketiga, haji qiron, ialah mengerjakan haji dan umrah dalam satu
niat dan satu pekerjaan sekaligus, cara ini juga wajib membayar dam. Cara ketiga
inilah haji qiron yang dikecualikan oleh kaidah tersebut di atas. Jadi prinsipnya
setiap dua kewajiban ibadah atau lebih, masing-masingnya harus dilakukan dengan
niat tersendiri.
6. ‫ﻜُﻞﱡ ﻣَﺎ ﻜَﺎﻦَ ﻠﻪُ ﺃﺻْﻞٌ ﻔَﻼَ ﻴَﻨْﺗَﻘِﻞُ ﻋَﻦْ ﺃَﺻْﻟِﻪِ ﺒِﻣُﺠَﺮﱠﺪِ ﺍﻠﻨﱢﻴَﺔ‬
“setiap perbuatan asal/pokok maka tidak bisa berpindah dari yang asal
karena semata-mata niat”
Contoh : seseorang niat shalat zuhur, kemudian setelah satu rakaat dia
berpindah kepada niat shalat tahiyat al-masjid, maka batal shalat zuhurnya.
Pendapat ini dipegang oleh mahzab Abu Hanifah dan jugamazhab Maliki. Kasus
ini berbeda dengan dengan orang yang sejak terbit fajar belum makan dan minum,
kemudian tengah hari berniat saum sunnah, maka sah saumnya, karena sejak terbit
fajar belum makan apa-apa.
Contoh lain kita berniat membayar hutang puasa ramadhan, tetapi belum
selesai kita melakukan puasa tersebut, misalnya pada siang hari, tiba-tiba kemudian
kita berubah niat untuk tidak jadi membayar hutang puasa dan ingin hanya
melaksanakan puasa sunnah senin kamis, maka hal itu tidak diperbolehkan dan
puasa tersebut batal untuk dilaksanakan.

7.
“maksud yang terkandung dalam ungkapan kata sesuai dengan niat orang
yang mengucapkan”
Maksud kata-kata seperti : hibah, nazar, shalat, sedekah dan seterusnya
harus dikembalikan kepada niat orang yang mengucapkan kata tersebut, apa yang
dimaksud olehnya, apakah sedekah itumaksudnya zakat, atau sedekah sunnah.
Apakah shalat itu maksudnya shalat fardhu atau shalat sunnah.
8.
“Sumpah itu harus berdasarkan kata-kata dan maksud”
Khusus untuk sumpah ada kata-kata yang khusus yang digunakan yaitu,
“wallahi” atau “demi allah saya bersumpah” baahwa saya ... dan seterusnya. Selain
itu harus diperhatikan pula apa maksud dengan sumpahnya itu.
Dalam hukum islam antara niat, cara dan tujuan harus ada dalam garis lurus,
artinya niatnya harus ikhlas, caranya harus benar dan baik, dan tujuannya harus
mulia untuk mencapai keridhaan allah SWT.

C. Dasar kaidah Al-Umuru bimaqasidiha


Terdapat beberapa dasar kaidah Al-Umuru bimaqasidiha, diantaranya
bersumber dari al-qur’an dan al-hadits.
1. Dasar kaidah dari Al-Quran
ٌ ‫اَّلل اغ ُف‬
ٌ ‫ور احل‬ ُ ‫وب ُك ْم ۗ او ه‬ ْ ‫ا ُ ا ُ ُ ُ ه ُ ه ْ ى َْ ا ُ ْ اا ْ ُ ا ُ ُ ْ ا َ ا ا‬
ُ ‫ت ُق ُل‬
a) ‫يم‬ ِ ‫َل يؤ ِاخذكم اَّلل ِباللغ ِو ِ يف أيم ِانكم ول ـ ِـكن يؤ ِاخذكم ِبما كسب‬

2. Dasar kaidah dari Al-Hadits

D. Penerapan kaidah Al-Umuru bimaqashidiha


Segala urusan tergantung kepada tujuannya Contoh penerapannya:
1. Apabila seseorang membeli anggur dengan tujuan/niat memakan atau
menjual maka hukumnya boleh. Akan tetapi apabila ia membeli dengan
tujuan/niat menjadikan khamr, atau menjual pada orang yang akan
menjadikannya sebagai khamr, maka hukumnya haram.
2. Apabila seseorang menemukan di jalan sebuah dompet yang berisi
sejumlah uang lalu mengambilnya dengan tujuan/niat mengembalikan
kepada pemiliknya, maka hal itu tidak mengganti jika dompet itu hilang
tanpa sengaja. Akan tetapi jika ia mengambilnya dengan tujuan/niat untuk
memilikinya, maka ia dihukumkan sama dengan ghashib (orang yang
merampas harta orang). Jika dompet itu hilang, maka ia harus menggantinya
secara mutlak.
3. pabila seseorang menabung di Bank Konvensional dengan tujuan/niat untuk
mengamankan uangnya karena belum ada bank syariah di daerahnya, maka
ia dibolehkan karena dharurat. Akan tetapi jika ia menyimpan uang di Bank
konvensional itu dengan tujuan/niat memperoleh bunga dari bank itu, maka
hukumnya haram.

Anda mungkin juga menyukai