Anda di halaman 1dari 59

FORMULASI COOKIES BERBAHAN DASAR PANGAN

LOKAL SEBAGAI ALTERNATIF SNACK BAGI IBU HAMIL

NURI SEPTIKA WITDYAWATI

DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT


FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2018
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Formulasi Cookies


Berbahan Dasar Pangan Lokal sebagai Alternatif Snack bagi Ibu Hamil adalah benar
karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk
apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau
dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah
disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi
ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari skripsi saya kepada Institut
Pertanian Bogor.

Bogor, September 2018

Nuri Septika W.
NIM I14140059
ABSTRAK
NURI SEPTIKA WITDYAWATI. Formulasi Cookies Berbahan Dasar Pangan
Lokal sebagai Alternatif Snack bagi Ibu Hamil. Dibimbing oleh LILIK
KUSTIYAH.

Penelitian ini bertujuan untuk membuat formula cookies berbahan dasar


pangan lokal, yaitu tepung tempe dan tepung sagu serta penambahan tepung beras,
tepung ubi jalar putih, dan tepung kacang hijau sebagai alternatif snack bagi ibu
hamil. Rancangan percobaan yang digunakan adalah rancangan acak lengkap
dengan perlakuan penambahan tepung beras, tepung ubi jalar putih, dan tepung
kacang hijau dengan konsentrasi yang berbeda. Proses pembuatan cookies
meliputi pencampuran tepung, pengocokan margarin, kuning telur, gula halus,
susu bubuk, cokelat bubuk, dan kalsium dengan mixer, pencetakan, dan
pemanggangan menggunakan oven. Uji organoleptik (uji hedonik dan mutu
hedonik) melibatkan 35 panelis. Cookies formula terpilih berdasarkan hasil uji
hedonik adalah formula yang terdiri dari 45 g tepung tempe, 45 g tepung sagu, 30
g tepung beras, 20 g tepung ubi jalar putih, dan 30 g tepung kacang hijau.
Karakteristik fisik dari cookies formula terpilih adalah warna cokelat, aroma
langu, rasa kurang manis, tekstur agak keras, agak berminyak di mulut, dan rasa
agak pahit. Kandungan gizi cookies terpilih per 100 g adalah air 5.24% (b/b), abu
3.01% (b/b), protein 11.18% (b/b), lemak 27.18% (b/b), karbohidrat 53.39% (b/b),
kalsium 686.34 mg (b/b), besi 1.52 mg (b/b), seng 2.32 mg (b/b), dan serat pangan
12.76% (b/b). Cookies dengan takaran saji sebesar 80 g menyumbang energi
sebesar 15.76%, protein 13.23%, lemak 25.52%, karbohidrat 12.23%, kalsium
21.96%, besi 2.70%, dan seng 4.65%, dan serat pangan 45.71% terhadap
kebutuhan ibu hamil.

Kata kunci: cookies, ibu hamil, pangan lokal

ABSTRACT
NURI SEPTIKA WITDYAWATI. Formulation of Cookies Made from Local
Food as an Alternative Snack for Pregnant Woman. Supervised by LILIK
KUSTIYAH.

The aim of this study was to develop cookies formula made from local
food, i.e tempeh flour and sago flour with rice flour, white sweet potato flour, and
mung bean flour addition as an alternative snack for pregnant woman. The
complete randomized design was applied by adding rice flour, white sweet potato
flour, and mung bean flour with several concentration levels. Cookies making
process include flour mixing, mixing butter, yolk, sugar flour, milk powder, cocoa
powder, and calcium with mixer, casting, and baking using oven. Organoleptic
test (hedonic and hedonic quality test) involved 35 panelists. Based on hedonic
test, selected cookies formula was contained 45 g tempeh flour, 45 g sago flour,
30 g rice flour, 20 g white sweet potato flour, and 30 g mung bean flour. The
characteristic of selected cookies formula were medium-brown color, medium
beany flavor, less sweet, less crispy, light oily in mouth, and light bitter. The
nutrient content of 100 g selected cookies were water 5.24% (w/w), ash 3.01%
(w/w), protein 11.18% (w/w), fat 27.18% (w/w), carbohydrat 53.39% (w/w),
calcium 686.34 mg (w/w), iron 1.52 mg (w/w), zinc 2.32 mg (w/w) and dietary
fiber 12.76% (w/w). Cookies with serving size 80 g contributed 15.76% of energy,
13.23% of protein, 25.52% of fat, 12.23% of carbohydrat, 21.96% of calcium,
2.70% of iron, 4.65% of zinc, and 35.55% of dietary fiber to pregnant woman
requirement.

Keyword: cookies, pregnant woman, local food


FORMULASI COOKIES BERBAHAN DASAR PANGAN
LOKAL SEBAGAI ALTERNATIF SNACK BAGI IBU HAMIL

NURI SEPTIKA WITDYAWATI

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Gizi
dari Program Studi Ilmu Gizi pada
Departemen Gizi Masyarakat

DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT


FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2018
i

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas
rahmat dan cinta-Nya sehingga skripsi yang berjudul “Formulasi Cookies
Berbahan Dasar Pangan Lokal sebagai Alternatif Snack bagi Ibu Hamil” dapat
diselesaikan. Shalawat serta salam tak lupa penulis curahkan kepada Nabi
Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam. Terima kasih penulis sampaikan
kepada:
1. Dr Ir Lilik Kustiyah, MSi selaku dosen pembimbing skripsi sekaligus
pembimbing akademik yang telah memberikan bimbingan, saran, dan arahan
selama pelaksanaan penelitian dan penulisan skripsi ini,
2. Prof Dr Ir Evy Damayanthi, MS selaku moderator seminar dan penguji
skripsi yang telah memberikan bimbingan, saran, dan arahan sehingga
penulisan skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik,
3. Dr Ir Sri Anna Marliyati, MSi selaku Ketua Departemen Gizi Masyarakat
IPB,
4. Keluarga tercinta, Bapak (Suwito), Ibu (Suparmi), Adikku termanis Sanela
Martyas Widyawati, serta seluruh keluarga besar atas doa, kasih sayang,
motivasi, dukungan, dan bantuan baik moril maupun materiil,
5. Kementrian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi (Ristekdikti) yang telah
memberikan bantuan biaya pendidikan selama kuliah 8 semester melalui
beasiswa Bidikmisi,
6. Kementrian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi (Ristekdikti) yang telah
yang telah memberikan bantuan biaya penelitian proyek penelitian mengenai
pengembangan produk berbahan dasar tempe,
7. Bu Zuraidah, Bu Rizqi, Bu Titi, dan Mbak Ine, selaku laboran di Lab.
Departemen Gizi Masyarakat IPB yang telah membantu dalam proses
pengerjaan penelitian,
8. Keluarga Tempe Rini Anggraini dan Megia Anjarini atas kebersamaan dalam
suka dan duka selama penelitian berlangsung,
9. Teman-teman PPM Al-Iffah yang membantu serangkaian trial and error dan
bersedia melakukan uji hedonik untuk penelitian pendahuluan,
10. Sahabat-sahabat Gizi Masyarakat 51 (Creavastha), adik-adik tingkat, dan
semua yang senantiasa membantu secara langsung maupun melalui doa-doa
yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.

Penulis menyadari masih terdapat banyak kekurangan dalam penulisan


skripsi ini. Penulis sangat menerima segala kritik dan saran untuk perbaikan di
masa yang akan datang. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat dan menjadi salah
satu amal jariyyah.

Bogor, September 2018

Penulis
Nuri Septika Witdyawati
iii

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL v
DAFTAR GAMBAR v
DAFTAR LAMPIRAN v
PENDAHULUAN 1
Latar Belakang 1
Rumusan 3
Tujuan 3
Manfaat 3
METODE 4
Desain, Waktu, dan Tempat 4
Bahan dan Alat 4
Tahapan Penelitian 5
Rancangan Percobaan 9
Prosedur Analisis Data 10
HASIL DAN PEMBAHASAN 10
Penentuan Proporsi Tepung Tempe dan Flavor Cookies 10
Cookies Berbahan Dasar Pangan Lokal 12
Kontribusi Cookies terhadap Kebutuhan Energi dan Zat Gizi Ibu Hamil 24
SIMPULAN DAN SARAN 25
Simpulan 25
Saran 26
DAFTAR PUSTAKA 27
LAMPIRAN 32
RIWAYAT HIDUP 43
v

DAFTAR TABEL

1 Formulasi cookies untuk penentuan jumlah substitusi tepung tempe


terhadap tepung terigu 6
2 Formulasi cookies berbahan dasar pangan lokal 7
3 Hasil analisis pengaruh substitusi tepung tempe pada tepung terigu
terhadap penerimaan cookies 10
4 Hasil analisis pengaruh penggunaan bahan lokal terhadap
penerimaan cookies 15
5 Hasil analisis uji mutu hedonik cookies 19
6 Hasil analisis kandungan zat gizi makro, mineral, dan serat pangan 21
7 Kontribusi cookies terhadap kebutuhan gizi ibu hamil 24

DAFTAR GAMBAR

1 Diagram alir tahapan penelitian 5


2 Diagram alir proses pembuatan cookies ibu hamil 8
3 Hasil analisis uji hedonik cookies 18
4 Hasil analisis uji mutu hedonik cookies 19

DAFTAR LAMPIRAN

1 Ethical Clearance 33
2 Formulir uji hedonik cookies 35
3 Formulir uji mutu hedonik cookies 38
4 Prosedur analisis kandungan zat gizi 39
5 Prosedur analisis kadar serat pangan 41
6 Perhitungan jumlah kalsium bubuk yang ditambahkan pada formula 42
7 Perhitungan kontribusi energi dan zat gizi kebutuhan ibu hamil 42
1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Kehamilan merupakan tahap yang sangat penting bagi kehidupan ibu dan
bayi. Status gizi ibu hamil perlu diperhatikan karena akan berdampak terhadap
kesehatan ibu dan anak. Meningkatnya risiko kelahiran prematur, berat badan
lahir rendah, pertumbuhan kurang optimal dan perkembangan anak-anak dapat
terjadi jika status gizi ibu rendah pada saat kehamilan (Young et al. 2015). Hasil
Riskesdas 2007 menunjukkan prevalensi risiko Kekurangan Energi Kronis (KEK)
pada wanita hamil usia 15-49 tahun sebesar 13.6%. Tahun 2013 prevalensinya
meningkat menjadi 24%. Terjadi peningkatan yang cukup tinggi yakni sebesar
10.6% dalam kurun waktu enam tahun. Ibu hamil yang mengalami defisiensi
masalah gizi merupakan penyebab utama kematian ibu hamil maupun bayi yang
dilahirkannya (Madanijah et al. 2013).
Selain kekurangan energi dan zat gizi makro, ibu hamil juga rentan
mengalami kekurangan zat gizi mikro antara lain besi (Fe), seng (Zn), asam folat,
vitamin B6, dan B12. Kekurangan Fe menyebabkan anemia. Prevalensi anemia
pada ibu hamil sebesar 37.1%. Proporsi anemia ibu hamil di perkotaan sebesar
36.4% dan hampir sama dengan proporsi ibu hamil di perdesaan yang sebesar
37.8% (Kemenkes 2013).
Stunting juga masih menjadi masalah yang berkaitan dengan masa
kehamilan. Presentase bayi dengan panjang badan lahir pendek (<48 cm) masih
cukup tinggi yakni sebesar 20.2% (Kemenkes 2013). Stunting yang terjadi pada
usia dini akan meningkatkan risiko stunting yang persisten pada usia selanjutnya
serta menghambat kemampuan kognitif anak (Mendez et al. 1999). Stunting juga
menurunkan intelligence quotient (IQ) atau tingkat kecerdasaan seseorang sebesar
5 - 11 poin (World Bank 2006).
Kebutuhan gizi ibu meningkat saat kehamilan. Ibu yang sedang hamil
membutuhkan energi tambahan sebesar 180-300 kkal, 20 g protein, 300-350 g
vitamin A, 200 μg folat, 200 mg kalsium, 9-13 mg zat besi, dan 70 g yodium.
Selain itu, diperlukan juga tambahan lemak sebesar 10 g/hari dan karbohidrat 40
g/hari selama kehamilan untuk membantu proses pertumbuhan janin di dalam
kandungan (Kemenkes 2012). Pertambahan zat gizi tersebut dibutuhkan untuk
kesehatan ibu hamil, perkembangan janin yang dikandung, serta zat gizi cadangan
untuk menyusui dan tumbuh kembang bayi (Kemenkes 2011). Kurangnya asupan
zat gizi makronutrien pada saat kehamilan memiliki risiko melahirkan bayi
dengan berat badan lahir rendah (Syari et al. 2015).
Kebutuhan ibu hamil terhadap unsur-unsur zat gizi mikro seperti zat besi,
vitamin C, dan asam folat juga semakin banyak. Jika kebutuhan tersebut tidak
tercukupi, maka ibu akan mengalami anemia (Kurnia 2009). Penyebab sering
terjadi anemia adalah kekurangan zat gizi yang berperan dalam pembentukan
hemoglobin. Hal ini dapat disebabkan karena kekurangan konsumsi atau karena
gangguan absorpsi. Zat gizi yang bersangkutan adalah protein, besi, piridoksin
(vitamin B6), vitamin B12, vitamin C, asam folat dan vitamin E. Vitamin B12
dibutuhkan untuk mengaktifkan asam folat dan metabolisme semua sel, terutama
sel-sel saluran cerna, sumsum tulang dan jaringan syaraf. Asam folat berperan
2

dalam metabolisme asam amino yang diperlukan dalam pembentukan sel darah
merah, sel darah putih dan pematangannya (Mahenaz dan Ismail 2011).
Salah satu upaya untuk mencukupi kebutuhan gizi dan meningkatkan
status gizi ibu hamil adalah dengan pemberian makanan tambahan (PMT). PMT
ibu hamil dapat berupa makanan selingan atau snack yang menyumbang sekitar
10-20% dari kebutuhan sehari. Makanan tambahan ibu hamil dapat dibuat dari
bahan pangan lokal yang tersedia dan mudah diperoleh di setiap daerah
(Kemenkes 2009). Indonesia kaya akan pangan lokal yang memiliki kandungan
gizi yang baik. Namun sayangnya, pola konsumsi masyarakat Indonesia belum
beragam dan lebih banyak bergantung pada beras dan gandum. Sejak tahun 2002,
terjadi pergeseran konsumsi dari umbi-umbian menjadi tepung terigu. Seiring
meningkatnya ketergantungan terhadap tepung terigu, menjadikan pangan lokal
semakin tidak diminati dan jumlah produksinya semakin menurun (Kemendag
2013).
Pangan lokal yang mudah diperoleh dan dapat digunakan sebagai bahan
makanan tambahan bagi ibu hamil antara lain tepung sagu, tepung beras, tepung
ubi jalar putih, tepung tempe, dan tepung kacang hijau. Tepung sagu memiliki
kandungan energi yang hampir sama dengan terigu yakni sebesar 353 kkal.
Tepung sagu dapat dijadikan bahan utama pengganti tepung terigu dalam
pembuatan cookies (Nugraha 2018). Tepung beras memiliki kandungan energi
yang lebih tinggi dibanding tepung terigu. Tepung ubi jalar putih mengandung
serat pangan yang cukup tinggi yakni sebesar 14.20% (Septieni 2016). Selain itu
Lutfika (2006) menyebutkan bahwa cookies yang terbuat dari tepung ubi jalar
dapat diterima baik oleh panelis uji organoleptik.
Tempe merupakan produk fermentasi kedelai yang kaya asam amino,
asam lemak, nilai cerna, nilai efisiensi protein (NEP), dan skor kimia yang lebih
tinggi dibandingkan dengan kedelai. Tempe juga mengandung enzim-enzim
pencernaan seperti amilase, lipase, dan protease yang dihasilkan dari ragi
sehingga membuat karbohidrat, lemak, dan protein dalam tempe lebih mudah
dicerna. Beberapa mineral yang terkandung dalam tempe antara lain kalsium, zat
besi, magnesium, dan seng. Selain itu tempe juga mengandung vitamin larut air
(A, D, E, dan K) dan vitamin tidak larut air (B kompleks), serta B12 yang
biasanya hanya terdapat dalam pangan hewani (Astawan 2009).
Kacang hijau memiliki kandungan karbohidrat, protein, dan serat yang
baik. Komposisi karbohidrat merupakan bagian terbesar yang terdapat pada
kacang hijau yaitu sebesar 62-63% (Tan et al. 2006). Kandungan serat kacang
hijau yaitu sekitar 16.3 g/100 g (USDA 2016). Kacang hijau mengandung protein
sebesar 23.86 g/100 g (USDA 2016). Kacang hijau sangat mudah ditemukan di
pasaran namun pemanfaatannya masih terbatas pada makanan-makanan
tradisional.
Menurut SNI (2011), cookies merupakan salah satu bentuk biskuit dimana
terbuat dari tepung terigu dengan penambahan bahan makanan lain, dengan proses
pencetakan dan pemanggangan. Cookies banyak disukai oleh masyarakat karena
rasanya yang enak dan cenderung manis, teksturnya renyah namun lembut di
mulut serta proses pembuatanannya relatif mudah. Cookies juga dapat disimpan
dalam jangka waktu yang cukup lama sehingga lebih praktis, dapat dikonsumsi
berulang-ulang dan kapan saja.
3

Berdasarkan potensi yang dimiliki tempe dan berbagai pangan lokal


lainnya, serta cookies sebagai makanan yang digemari masyarakat, peneliti
tertarik untuk melakukan penelitian terkait pengembangan produk cookies bahan
dasar pangan lokal sebagai alternatif snack bagi ibu hamil untuk memenuhi
kebutuhan gizi dan meningkatkan kesehatan ibu dan janin.

Rumusan

Adanya potensi berbagai pangan lokal sebagai makanan tambahan bagi ibu
hamil, mendorong penulis untuk mengembangkan produk cookies. Rumusan
masalah penelitian ini adalah:
1. Bagaimana formula cookies berbahan dasar pangan lokal (tepung sagu,
tepung ubi jalar, tepung beras, tepung tempe, dan tepung kacang hijau)?
2. Bagaimana flavor cookies yang lebih diterima panelis?
3. Bagaimana daya terima produk melalui uji hedonik dan mutu hedonik?
4. Berapa kandungan gizi (protein, lemak, karbohidrat, kalsium, besi, seng) dan
serat pangan formula terpilih?
5. Bagaimana kontribusi cookies per takaran saji produk terpilih terhadap
kebutuhan energi, zat gizi, dan serat pangan ibu hamil?

Tujuan

Tujuan umum
Secara umum, penelitian ini bertujuan untuk membuat formula cookies
berbahan dasar pangan lokal sebagai alternatif snack bagi ibu hamil.

Tujuan khusus
1. Mengembangkan formula cookies berbahan dasar pangan lokal (tepung sagu,
tepung ubi jalar, tepung beras, tepung tempe, dan tepung kacang hijau).
2. Menentukan flavor cookies yang lebih diterima panelis.
3. Menganalisis daya terima produk dengan uji hedonik dan mutu hedonik.
4. Menganalisis kandungan gizi (protein, lemak, karbohidrat, kalsium, besi,
seng) dan serat pangan cookies formula terpilih.
5. Menganalisis kontribusi cookies per takaran saji produk terpilih terhadap
kebutuhan energi, zat gizi, dan serat pangan ibu hamil.

Manfaat

Penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan pemanfaatan pangan lokal


dan tersedianya alternatif snack bagi ibu hamil. Lebih lanjut diharapkan produk
cookies yang dihasilkan dapat meningkatkan asupan gizi dan serat ibu hamil
sehingga dapat meningkatkan derajat kesehatan ibu dan bayi. Selain itu,
diharapkan dapat menjadi tambahan informasi yang bermanfaat bagi pemerintah,
masyarakat, dan industri pangan untuk membuat atau menyediakan produk
pangan bagi ibu hamil yang teruji dan memiliki daya terima yang baik.
4

METODE

Desain, Waktu dan Tempat

Penelitian ini menggunakan desain experimental study dengan Rancangan


Acak Lengkap (RAL). Penelitian dilaksanakan selama 6 bulan yaitu mulai dari
bulan Maret sampai Agustus 2018. Pembuatan produk dilakukan di Laboratorium
Percobaan Makanan; uji daya terima dilakukan di Laboratorium Organoleptik;
analisis serat dilakukan di Laboratorium Kimia dan Analisis Zat Gizi;
Departemen Gizi Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian
Bogor. Analisis zat gizi makro dan mineral dilakukan di Laboratorium Saraswanti
Indo Genetech, Yasmin, Bogor. Penelitian ini merupakan bagian dari penelitian
yang berjudul “Pengkajian Pangan Berbasis Tempe untuk Mengoptimalkan
Outcome Kehamilan dan Tumbuh Kembang Janin Hingga Bayi” yang diketuai
oleh Dr. Ir. Lilik Kustiyah, M.Si. Penelitian ini telah mendapatkan persetujuan
dan lolos uji etik dari Komisi Etik Penelitian yang Melibatkan Subjek Manusia
Institut Pertanian Bogor dengan nomor surat No: 072/IT3.KEPMSM-
IPB/SK/2018 terlampir pada Lampiran 1.

Bahan dan Alat

Bahan
Bahan yang digunakan terdiri atas bahan utama dan bahan pendukung.
Bahan utama yang diperlukan dalam pembuatan formula cookies ini adalah
tepung terigu, tepung sagu, tepung beras, tepung ubi jalar putih, tepung tempe,
dan tepung kacang hijau. Tepung tempe, tepung ubi jalar, dan tepung kacang hijau
diperoleh dari produsen tepung Kusuka Ubiku di Bantul, Yogyakarta. Tepung-
tepung lainnya diperoleh dari toko-toko bahan makanan di daerah Dramaga.
Selain itu, digunakan bahan-bahan lain seperti tepung maizena, margarin, kuning
telur, gula halus, susu bubuk, cokelat bubuk, dan tablet kalsium merk Max Vita
yang dihaluskan.
Bahan-bahan yang digunakan untuk menganalisis kandungan gizi dari
cookies ini, diantaranya selenium mix, H2SO4 98%, H2SO4 1.25%, NaOH 1.25%,
aquades, HCl 0.1 N, NaOH 40%, indikator mm:mb, asam borat 2%, kertas timble,
heksan, 0.1 M natrium fosfat, enzim termamyl, enzim pepsin, enzim pankreatin,
etanol 95%, etanol 78%, dan aseton.

Alat
Alat yang digunakan dalam penelitian ini dibagi menjadi tiga kelompok,
yaitu alat untuk membuat cookies, alat untuk uji organoleptik, dan alat untuk
analisis kandungan gizi dan serat pangan. Alat untuk membuat cookies adalah
mixer, baskom, mangkuk, cetakan kue, loyang, dan oven. Alat untuk uji
organoleptik adalah piring, pulpen, dan formulir organoleptik. Alat-alat untuk
analisis kandungan zat gizi dan serat pangan adalah cawan porselen, cawan
alumunium, kaca arloji, tabung reaksi, erlenmeyer, labu Kjeldahl, soxhlet, tanur,
oven, pipet, kapas, kertas saring, bulb, tungku pemanas, gelas ukur, timbangan
5

analitik, desikator, kertas Whatman 42, labu destilasi, labu lemak, sentrifuge,
spektrofotometer, pH meter, dan inkubator. Pengujian mineral dilakukan
menggunakan hot plate, erlenmeyer, labu takar 100 mL, glass wool, alat AAS
(Atomic Absorption Spectrophotometer) merk Shimadzu tipe AA 7000, dan
spektrofotometer UV-200-RS.

Tahapan Penelitian

Tahapan penelitian ini terdiri atas dua tahap, yaitu penelitian pendahuluan
dan penelitian utama. Penelitian pendahuluan meliputi penetapan jumlah tepung
tempe dan flavor yang digunakan untuk pembuatan cookies serta penetapan
formula cookies yang akan digunakan pada penelitian utama. Penelitian utama
mencakup pembuatan cookies berbahan dasar pangan lokal, uji daya terima untuk
menentukan formula cookies terpilih, analisis kandungan gizi dan serat pangan
cookies terpilih, dan perhitungan kontribusi kandungan cookies terhadap
kebutuhan gizi ibu hamil yang direkomendasikan oleh IOM dan Kemenkes.
Berikut ini merupakan tahapan penelitian secara keseluruhan.

Penetapan jumlah tepung tempe dan flavor cookies

Penelitian
pendahuluan Penetapan formula cookies

Penelitian Pembuatan cookies


utama

Uji daya terima

Penentuan produk cookies terpilih

Analisis kandungan zat gizi Analisis kandungan serat pangan

Gambar 1 Diagram alir tahapan penelitian

Penelitian pendahuluan bertujuan melakukan trial and error untuk


mendapatkan proporsi tepung tempe yang digunakan dalam formula dan
menentukan flavor cookies yang bisa diterima panelis. Penentuan jumlah tepung
berbagai pangan lokal bertujuan untuk melakukan substitusi terhadap tepung
terigu. Tahap awal penelitian dilakukan trial and error dengan substitusi tepung
tempe terhadap tepung terigu dengan taraf yang berbeda. Formula cookies pada
tahap awal penelitian disajikan pada Tabel 1.
6

Tabel 1 Formula cookies untuk penentuan jumlah substitusi tepung tempe


terhadap tepung terigu
Bahan (g) R0 R1 (7.5%) R2 (15%) R3 (22.5%) R4 (30%)
Tepung terigu 200 185 170 155 140
Tepung tempe 0 15 30 45 60
Kuning telur 30 30 30 30 30
Margarin 100 100 100 100 100
Gula halus 50 50 50 50 50
Susu bubuk 20 20 20 20 20
Total 400 400 400 400 400
*Soegiharto (1995)

Formula cookies pada penelitian pendahuluan menggunakan sebagian


formula dari Soegiharto (1995) yakni pada bagian proporsi tepung terigu dan
tepung tempe. Sementara jumlah kuning telur, margarin, gula halus, dan susu
bubuk yang digunakan tidak menggunakan formula Soegiharto (1995), melainkan
berdasarkan trial and error. Terdapat 1 formula dasar dan empat formula dengan
substitusi tepung tempe terhadap tepung terigu. Substitusi tepung tempe terhadap
tepung terigu sebesar 7.5%, 15%, 22.5%, dan 30%. Hasil penelitian Soegiharto
(1995) menyebutkan bahwa formula cookies yang paling diterima adalah
substitusi tepung tempe sebanyak 15%. Oleh karena itu, dilakukan uji hedonik
kembali untuk mengetahui batas substitusi maksimum dari tepung tempe terhadap
tepung terigu yang masih bisa diterima oleh panelis.
Penentuan formula cookies tempe dilakukan dengan uji hedonik kepada 20
panelis. Formula terpilih dari hasil substitusi tepung tempe kemudian masing-
masing ditambahkan susu bubuk dan cokelat bubuk sebanyak 10 gram untuk
mengetahui preferensi panelis terhadap rasa cookies. Cokelat bubuk memberikan
flavor cokelat sedangkan penambahan susu bubuk memberikan flavor original.
Penentuan flavor dimaksudkan untuk mengetahui rasa apa yang sebaiknya
ditambahkan pada cookies agar penerimaannya menjadi lebih baik. Pembuatan
cookies berbahan dasar tepung sagu juga dilakukan pada tahap awal penelitian
untuk menentukan banyaknya tepung sagu yang digunakan dalam formula
cookies. Cookies yang dihasilkan kemudian dilakukan uji organoleptik terbatas
kepada 6 orang panelis untuk mengetahui tingkat kesukaan dan karakteristik
cookies berbahan dasar tepung sagu.
Formulasi cookies berbahan dasar pangan lokal bertujuan memperoleh
formula terbaik dari berbagai kombinasi tepung yang dapat menyubtitusi tepung
terigu. Jumlah tepung tempe dan tepung sagu pada semua formula sama. Hal ini
didasarkan pada hasil penelitian pendahuluan yang telah dilakukan. Sementara
yang menjadi taraf perlakuan adalah proporsi tepung beras, tepung ubi jalar, dan
tepung kacang hijau. Formula kontrol (F0) berbahan dasar tepung terigu dan
tepung sagu dan tidak terdapat subtitusi dari tepung tempe. F1 mengandung
tepung beras dengan jumlah yang paling sedikit. F2 mengandung tepung ubi jalar
putih dengan jumlah yang paling sedikit. F3 mengandung tepung kacang hijau
dengan jumlah yang paling sedikit. Formulasi cookies untuk penelitian utama
disajikan pada Tabel 2.
7

Tabel 2 Formula cookies berbahan dasar pangan lokal


Bahan (g) F0 F1 F2 F3
Tepung terigu 65 30 30 30
Tepung tempe 0 45 45 45
Tepung sagu 45 45 45 45
Tepung beras 30 20 30 30
Tepung ubi jalar putih 30 30 20 30
Tepung kacang hijau 30 30 30 20
Total tepung 200 200 200 200
Kuning telur 30 30 30 30
Margarin 110 110 110 110
Gula halus 60 60 60 60
Tepung maizena 10 10 10 10
Susu bubuk 18 18 18 18
Cokelat bubuk 10 10 10 10
Ca bubuk 6 6 6 6

Penambahan kalsium bubuk direncanakan mampu menyumbang sebanyak


20% dari kebutuhan kalsium ibu hamil. Kalsium yang ditambahkan merupakan
jenis kalsium fosfat yang tidak berbau, tidak berasa, dan berwarna putih sehingga
diharapkan tidak merubah sifat fisik dari cookies yang dihasilkan. Perhitungan
penentuan jumlah kalsium yang ditambahkan terdapat pada Lampiran 6.
Tahap penelitian utama terdiri dari pembuatan cookies, kemudian
melakukan uji organoleptik terhadap tiga formula dan formula kontrol,
menentukan produk terpilih, analisis zat gizi dan serat pangan, dan
membandingkan kandungan gizi produk dengan kebutuhan zat gizi (energi,
protein, lemak, karbohidrat, kalsium, besi, seng), dan serat pangan pada ibu hamil.

1. Pembuatan Cookies
Proses pembuatan cookies terdiri dari beberapa tahap. Metode pembuatan
cookies mengacu pada metode yang digunakan Nugraha (2018) namun dengan
beberapa modifikasi. Modifikasi metode terdapat pada bagian ketebalan adonan
sebelum dicetak dan proses pemanggangan. Hal ini didasarkan pada hasil trial
and error yang telah beberapa kali dilakukan.
Tahap pertama pembuatan cookies diawali dengan pencampuran tepung
terigu, tepung beras, tepung sagu, tepung ubi jalar, tepung tempe, tepung kacang
hijau, dan tepung maizena. Tahap kedua adalah pengocokan margarin dan kuning
telur hingga terbentuk krim homogen dengan menggunakan mixer selama sekitar
10 menit. Tahap ketiga yaitu penambahan gula halus yang selanjutnya dikocok
dengan mixer kembali dengan kecepatan rendah hingga berbentuk krim dan
tercampur rata. Selanjutnya ditambahkan susu bubuk, cokelat bubuk, dan kalsium
yang sudah dihaluskan. Tahap keempat adalah penambahan berbagai tepung
hingga adonan menjadi kalis. Tahap akhir dilakukan pencetakan adonan dan ditata
pada loyang yang telah dilapisi kertas kue. Selanjutnya dipanggang menggunakan
oven pada suhu 135°C selama ± 30-40 menit. Diagram alir proses pembuatan
cookies dapat dilihat pada Gambar 2.
8

Margarin, kuning telur, gula halus

Pencampuran dengan hand


mixer selama ± 10 menit

Susu bubuk, cokelat Pencampuran Semua tepung


bubuk, kalsium

Penipisan adonan; ketebalan 1 cm


adadon

Pencetakkan; diameter 3
cm

Pemanggangan dalam oven


(135°C, ± 30-40 menit)

Gambar 2 Diagram alir proses pembuatan cookies

2. Uji Daya Terima


Uji daya terima yang dilakukan adalah uji hedonik dan uji mutu hedonik.
Kedua uji ini merupakan proses identifikasi, pengukuran ilmiah, dan
interpretasi produk melalui panca indra. Uji hedonik dilakukan untuk
menentukan penerimaan panelis melalui tingkat kesukaan panelis terhadap
produk. Uji mutu hedonik digunakan untuk mengetahui kesan panelis terhadap
sifat produk secara spesifik (Setyaningsih et al. 2010). Hasil uji hedonik dapat
digunakan untuk menentukan produk terpilih yang didasarkan pada nilai rata-
rata tertinggi dari setiap atribut. Pemilihan ini dimaksudkan agar formula
terpilih merupakan formula yang disukai oleh konsumen (Saputro et al. 2014).
Uji daya terima dilakukan di Laboratorium Organoleptik, Departemen
Gizi Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor. Uji
hedonik dan mutu hedonik dilakukan pada 35 panelis semi terlatih, yaitu yang
telah mendapatkan pengetahuan yang cukup terkait uji organoleptik, dan atau
yang pernah menjadi panelis penelitian yang membutuhkan uji organoleptik.
Skala pengukuran uji organoleptik menggunakan skala 1 sampai 5.
Uji hedonik dilakukan dengan meminta tanggapan panelis meliputi
warna, aroma, rasa, tekstur, mouthfeel, aftertaste, dan keseluruhan. Skala yang
digunakan adalah 1-5, yaitu 1=sangat tidak suka, 2=tidak suka, 3=biasa,
4=suka, 5=sangat suka. Semakin tinggi angka penilaian dari panelis maka
produk semakin bisa diterima. Penilaian mutu hedonik dilakukan dengan
menggunakan uji mutu terkait warna, aroma langu, rasa manis,
tekstur/kerenyahan, mouthfeel (meliputi berserat, berpasir, terasa seperti
tepung, lengket, dan/atau berminyak), dan aftertaste berupa rasa pahit yang
9

ditinggalkan setelah cookies tertelan. Formula cookies dianggap dapat diterima


apabila nilai yang diberikan oleh panelis lebih besar atau sama dengan 3.
Formulir uji daya terima berupa uji hedonik dan mutu hedonik yang digunakan
terlampir pada Lampiran 2 dan Lampiran 3.

3. Analisis Kandungan Gizi


Sifat kimia yang dianalisis yaitu analisis proksimat yang terdiri dari
kadar air (AOAC 925.10 2005), kadar abu metode gravimetri (AOAC 940.26
2005), kadar protein metode Kjeldahl (AOAC 955.04 2005), ekstraksi lemak
metode soxhlet (AOAC 944.06 2005), kadar karbohidrat by difference
(Winarno 2008), kadar mineral (Ca, Fe, Zn) dengan metode ICP-OES.
Prosedur lengkap mengenai metode analisis disajikan pada Lampiran 4.

4. Analisis Kandungan Serat Pangan


Analisis kandungan serat pangan menggunakan metode enzimatis
(AOAC 2005). Prosedur lengkap mengenai proses analisis serat pangan
disajikan pada Lampiran 5.

5. Analisis Kontribusi Cookies Tepung Tempe terhadap Kebutuhan Energi


dan Zat Gizi Ibu Hamil
Kontribusi zat gizi terhadap kebutuhan ibu hamil meliputi energi, protein,
lemak, karbohidrat, serat, Ca, Fe, dan Zn. Presentase kontribusi zat gizi
dihitung dengan membandingkan jumlah masing-masing zat gizi yang
terkandung dalam cookies dalam setiap takaran saji dengan angka kecukupan
gizi ibu hamil trimester ketiga kemudian dikalikan 100%.

Rancangan Percobaan

Rancangan percobaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah


rancangan acak lengkap (RAL) dengan dua kali ulangan. Unit percobaan yang
diamati adalah cookies. Perlakuan yang diberikan pada unit percobaan ini adalah
banyaknya tepung beras, tepung ubi jalar putih, dan tepung kacang hijau. Peubah
respon yang diamati adalah sifat organoleptik dan kandungan gizi dari cookies
tempe. Model matematis yang digunakan adalah sebagai berikut:

Yij = μ + τi +εij
Keterangan:
Yij = nilai pengamatan respon karena pengaruh penambahan tepung beras,
tepung ubi jalar putih, dan tepung kacang hijau taraf ke-i ulangan ke-j
μ = nilai rata-rata umum
τi = pengaruh penambahan tepung beras, tepung ubi jalar putih, dan tepung
kacang hijau pada taraf ke-i
εij = kesalahan penelitian karena pengaruh penambahan tepung beras,
tepung ubi jalar putih, dan tepung kacang hijau taraf ke-i ulangan ke-j
i = taraf penambahan tepung beras, tepung ubi jalar putih, dan tepung
kacang hijau
j = jumlah ulangan (j= 1,2)
10

Prosedur Analisis Data

Data pada penelitian diolah menggunakan program Microsoft Excel 2010


dan SPSS 16.0 for Windows. Data hasil organoleptik dianalisis dengan
menggunakan uji ANOVA tidak berpasangan. Apabila perlakuan menunjukkan
pengaruh yang nyata (p<0.05) maka dilanjutkan dengan uji Duncan’s Multiple
Range Test untuk mencari perbedaan tiap perlakuan. Sementara itu, data hasil
analisis kandungan zat gizi dan serat pangan produk terpilih dan kontrol dianalisis
dengan menggunakan uji independent t-test. Kontribusi kandungan gizi cookies
dihitung dengan cara membagi kandungan gizi per serving size dengan kebutuhan
ibu hamil kemudian dikalikan 100%. Data hasil kontribusi kandungan gizi
terhadap kebutuhan ibu hamil kemudian dipaparkan secara deskriptif.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Penentuan Proporsi Tepung Tempe dan Flavor Cookies

Penentuan jumlah tepung tempe bertujuan memaksimalkan substitusi


tepung tempe pada cookies yang masih bisa diterima panelis sehingga dapat
meningkatkan kandungan gizinya. Tepung tempe mengandung protein sebesar
40.97% sehingga penambahan tepung tempe secara maksimal pada cookies dapat
meningkatkan kandungan proteinnya (Kustanti 2016). Penelitian mengenai
substitusi tepung tempe pada cookies pertama kali dilakukan Soegiharto (1995).
Hasil penelitian Soegiharto (1995) menunjukkan bahwa cookies dengan substitusi
tepung tempe 15% adalah yang paling disukai oleh panelis. Taraf substitusi
tepung tempe terhadap tepung terigu yang digunakan pada penelitian pendahuluan
adalah 7.5% (R1), 15% (R2), 22.5% (R3), 30% (R4) sesuai pada Tabel 1.
Cookies dengan penambahan tepung tempe kemudian dilakukan uji organoleptik
kepada 20 panelis. Hasil uji organoleptik cookies yang disubstitusi dengan tepung
tempe disajikan pada Tabel 3.

Tabel 3 Hasil analisis pengaruh substitusi tepung tempe pada tepung terigu
terhadap penerimaan cookies
Atribut
Formula
Warna Aroma Rasa Tekstur Mouthfeel Aftertaste Overall
R1 4.030c 3.885c 3.865c 4.160c 3.865d 3.770c 3.985d
bc c bc b c b
R2 3.682 3.595 3.570 3.540 3.470 3.300 3.615c
R3 3.510ab 3.225b 3.275b 3.330b 3.045b 3.090b 3.265b
a a a a a a
R4 3.304 2.430 2.420 2.460 2.545 2.462 2.525a
Keterangan:
Nilai rata-rata pada kolom yang sama dengan huruf superscript yang berbeda menunjukkan hasil
yang berbeda nyata (p<0.05)
R1= Formula dengan subtitusi tepung tempe terhadap total tepung sebesar 7.5%
R2= Formula dengan subtitusi tepung tempe terhadap total tepung sebesar 15%
R3= Formula dengan subtitusi tepung tempe terhadap total tepung sebesar 22.5%
R4= Formula dengan subtitusi tepung tempe terhadap total tepung sebesar 30%
11

Hasil uji orgenoleptik menunjukkan bahwa cookies yang paling disukai


adalah cookies dengan substitusi tepung tempe terendah yaitu 7.5% (R1).
Sementara cookies yang paling tidak disukai adalah cookies dengan substitusi
tepung tempe terbanyak sebesar 30% (R4). Cookies dikatakaan dapat diterima
apabila penilaiannya diatas skala tiga. Semua formula kecuali R4 medapatkan
penilaian diatas tiga. Pada atribut rasa, tekstur, mouthfeel, dan overall, diperoleh
perbedaan yang signifikan (p<0.05) antar semua formula. Hal ini menunjukkan
bahwa substitusi tepung tempe terhadap tepung terigu pada taraf yang berbeda
mempengaruhi penerimaan panelis.
R3 dengan substitusi tepung tempe sebanyak 22.5% masih dapat diterima
dengan baik oleh panelis karena pada seluruh atribut penilaian memperoleh nilai
diatas skala tiga. Hal ini menjadikan R3 sebagai formula dengan substitusi tepung
tempe terbanyak yang dapat diterima panelis. Sementara pada R4, hasil uji
organoleptik pada semua atribut rata-rata dibawah skala tiga kecuali pada atribut
warna, sehingga R4 tidak dipilih untuk pengembangan cookies selanjutnya.
Formula terpilih pada tahap pendahuluan yakni R3 (22.5% tepung tempe)
selanjutnya diberikan penambahan cokelat bubuk dan susu bubuk masing-masing
10 gram untuk meningkatkan penerimaannya. Penambahan cokelat bubuk
bertujuan menutup aroma langu dan rasa pahit yang ditimbulkan dari penambahan
tepung tempe. Cokelat bubuk pada pembuatan cookies galohgor penelitian
Nugraha (2018) dapat menutupi aroma langu dan jamu serta memperbaiki warna
cookies. Penentuan rasa cookies juga dilakukan dengan cara uji hedonik terbatas
kepada 20 panelis. Hasilnya, 80% panelis lebih menyukai cookies yang
ditambahkan cokelat bubuk dibanding yang ditambahkan susu bubuk. Aroma
langu dan aftertaste tepung tempe juga lebih lemah pada cookies dengan flavor
cokelat.
Berdasarkan hasil trial and error serta uji organoleptik pada cookies
dengan substitusi tepung tempe, R3 menjadi formula yang akan dikembangkan
pada penelitian utama. Penelitian utama menggunakan taraf substitusi tepung
tempe sebanyak 22.5% total tepung atau sebanyak 45 g dari total tepung sebesar
200 g dan flavor yang digunakan adalah cokelat bubuk.
Penelitian pengembangan produk cookies diawali dengan perancangan
formulasi cookies berbasis tepung tempe dan tepung terigu kemudian dilakukan
penambahan bahan lain yaitu tepung beras, tepung sagu, tepung ubi jalar, dan
tepung kacang hijau. Penelitian pendahuluan juga meliputi pembuatan cookies
dengan bahan dasar tepung sagu. Hasil uji coba pembuatan cookies berbahan
dasar tepung sagu dapat diterima baik oleh panelis. Cookies yang dihasilkan
memiliki warna yang baik, rasa manis yang pas, tekstur yang renyah, serta tidak
terdapat mouthfeel maupun aftertaste di mulut. Hal ini sejalan dengan penelitian
Nugraha (2018) yang menggunakan tepung sagu sebagai tepung dasar pengganti
tepung terigu pada produk cookies galohgor. Hasilnya semua formula dapat
diterima dengan baik oleh panelis.
Berdasarkan hasil trial and error, diperoleh proporsi tepung sagu yang
digunakan dalam formula cookies sebesar 45 g atau setara dengan 22.5% dari total
tepung yang digunakan (200 g). Proporsi tepung sagu sama dengan proporsi
tepung tempe sehingga kedua tepung menjadi tepung dasar untuk mengurangi
proporsi tepung terigu. Tepung terigu masih tetap digunakan dikarenakan mampu
12

memberikan tekstur yang lebih padat namun renyah, serta menjadikan cookies
memiliki rasa manis yang merata.
Penambahan tepung ubi jalar putih bertujuan meningkatkan kandungan
serat pangan pada cookies. Tepung ubi jalar putih mengandung serat pangan yang
cukup tinggi yakni sebesar 14.20% (Septieni 2016). Selain itu, hasil penelitian
Lutfika (2006) menyebutkan bahwa, cookies yang terbuat dari tepung ubi jalar
dapat diterima baik oleh panelis uji organoleptik. Berdasarkan hasil uji coba,
cookies yang ditambahkan tepung ubi jalar putih memiliki tekstur yang kurang
renyah serta aftertaste rasa pahit yang cukup kuat. Tekstur cookies juga menjadi
keras setelah beberapa hari penyimpanan. Hal ini yang menjadi dasar penambahan
tepung ubi jalar putih sebagai salah satu taraf perlakuan pada cookies.
Penambahan tepung beras bertujuan meningkatkan tekstur renyah pada
cookies. Penambahan tepung beras dan tepung kacang hijau mengacu pada
penelitian Belinda (2009). Kombinasi tepung beras dan tepung kacang hijau dapat
meningkatkan skor asam amino keduanya. Kandungan lisin yang rendah pada
tepung beras dapat dilengkapi oleh tepung kacang hijau. Sementara tepung kacang
hijau kandungan metionin dan sistinnya lebih rendah dan dapat dilengkapi oleh
tepung beras (USDA 2008). Selain itu tepung beras memiliki kadar amilosa yang
tinggi sehingga dapat meningkatkan kerenyahan cookies.
Tepung kacang hijau juga ditambahkan dengan harapan dapat menutupi
aroma langu dari tepung tempe. Tepung kacang hijau memiliki aroma yang khas
dan harum. Hasil penelitian Belinda (2009) menyatakan bahwa cookies dengan
kombinasi tepung beras dan tepung kacang hijau memiliki tekstur yang renyah
dan aroma yang harum. Tepung kacang hijau juga digunakan pada penelitian
Nugraha (2018) untuk menutupi aroma jamu dari galohgor yang ditambahkan.
Berdasarkan karakteristik berbagai tepung pangan lokal dan hasil dari uji
coba cookies, bahan pangan lokal yang digunakan dalam pembuatan cookies ibu
hamil ini adalah tepung tempe, tepung sagu, tepung beras, tepung ubi jalar putih,
dan tepung kacang hijau. Tepung tempe dan tepung sagu memiliki proporsi yang
sama yakni sebesar 22.5% (45 g) dari total tepung yang digunakan (200 g).
Sementara tepung beras, tepung ubi jalar putih, dan tepung kacang hijau
digunakan sebagai taraf perlakuan yang diamati pada cookies. Tepung beras
diduga berpengaruh terhadap tekstur, tepung ubi jalar putih diduga berpengaruh
terhadap mouthfeel dan aftertaste, sedangkan tepung kacang hijau diduga
berpengaruh terhadap aroma cookies yang dihasilkan.

Cookies Berbahan Dasar Pangan Lokal

Bahan dasar dan pembuatan cookies


Cookies adalah salah satu jenis biskuit berupa makanan kering yang dibuat
dengan cara memanggang adonan yang mengandung bahan dasar tepung, lemak,
dan bahan pengembang. Seiring dengan perkembangan zaman dan kebutuhan,
bahan-bahan yang digunakan dalam pembuatan cookies juga mengalami
perkembangan yaitu terjadi penggantian bahan utama (tepung terigu) dengan
bahan lain (Wahyuni 2006). Produk cookies di Indonesia memiliki ketentuan
mutu yang diatur dalam SNI 2973-2011. Cookies dapat disajikan sebagai kudapan
13

atau selingan. Kecukupan zat gizi yang diperoleh dari makanan selingan berada
pada kisaran 10-20% dari kebutuhan sehari (Almatsier 2009).
Formulasi cookies dilakukan secara trial and error. Tujuan dilakukan trial
and error untuk menentukan formula tepung tempe dan kombinasi tepung beras,
tepung sagu, tepung ubi jalar, dan tepung kacang hijau yang dapat diterima
panelis. Tahapan proses pembuatan cookies secara garis besar adalah pembuatan
adonan, pencetakan adonan, dan pemanggangan cookies menggunakan oven.
Substitusi tepung tempe terhadap tepung terigu bertujuan untuk meningkatkan
kandungan protein pada produk.
Pembuatan cookies menggunakan beberapa bahan seperti bahan pengikat,
bahan pelembut, bahan pengembang, dan bahan penambah cita rasa. Bahan
pengikat yang digunakan adalah tepung sagu, tepung beras, tepung ubi jalar putih,
tepung tempe, tepung kacang hijau, dan tepung maizena. Bahan pelembut yang
digunakan adalah gula tepung dan margarin. Bahan pengembang yang digunakan
berupa kuning telur, dan bahan penambah cita rasa berupa coklat bubuk. Proses
pembuatan cookies secara lengkap tersaji pada Gambar 2.
Tahap pertama pembuatan cookies adalah pencampuran tepung terigu,
tepung beras, tepung sagu, tepung ubi jalar, tepung tempe, tepung kacang hijau,
dan tepung maizena. Pencampuran semua tepung ini bertujuan untuk membuat
tepung menjadi homogen saat dimasukkan ke dalam adonan. Tahap kedua adalah
pengocokan margarin dan kuning telur dengan menggunakan mixer. Kecepatan
mixer yang digunakan adalah yang paling rendah. Hal ini dilakukan agar kuning
telur dapat mengembang dengan baik. Pengocokan dilakukan selama sekitar 10
menit hingga terbentuk krim yang homogen dengan warna kuning pucat. Tahap
ketiga yaitu penambahan gula halus yang selanjutnya dikocok kembali
menggunakan mixer dengan kecepatan rendah. Pengocokan dilakukan selama
sekitar 5-7 menit hingga berbentuk krim yang tercampur rata.
Tahap selanjutnya adalah menambahkan susu bubuk, cokelat bubuk, dan
kalsium yang sudah dihaluskan. Ketiga bahan ini sebelumnya sudah dicampur
hingga merata terlebih dahulu sebelum ditambahkan. Tujuannya adalah agar tidak
terjadi penumpukan kalsium pada bagian tertentu adonan. Adonan kembali
dikocok dengan menggunakan mixer selama kurang lebih 3 menit. Setelah
terbentuk krim yang tercampur rata, selanjutnya adalah penambahan berbagai
tepung hingga adonan menjadi kalis. Pencampuran dilakukan dengan
menggunakan tangan karena adonan mulai padat. Tahap selanjutnya adalah
penipisan adonan dengan menggunakan rolling pin hingga ketebalannya kurang
lebih 1 cm kemudian dicetak dengan cetakan kue berbentuk bunga berdiameter
sekitar 3 cm. Selanjutnya ditata pada loyang yang telah dilapisi kertas kue.
Loyang tidak dilapisi dengan margarin karena dikhawatirkan dapat meningkatkan
kadar lemak dan natrium pada cookies yang dihasilkan. Tahap akhir dari
pembuatan cookies adalah tahap pemanggangan menggunakan oven pada suhu
135°C selama ± 30-40 menit.
Pemilihan tepung sagu dalam pembuatan cookies ini karena tepung sagu
menghasilkan tekstur cookies yang renyah dan mengandung 3.69-5.96% serat
pangan. Nugraha (2018) telah melakukan modifikasi bahan penyusun cookies
yakni tepung terigu diganti dengan tepung sagu. Hasilnya tekstur dari cookies
cukup baik dan semua formula dapat diterima oleh panelis. Tepung sagu yang
digunakan merupakan tepung sagu yang umum dijual di pasaran.
14

Tepung tempe memiliki kandungan protein yang cukup tinggi, yakni


sekitar 40.97% sehingga diharapkan cookies yang dihasilkan memiliki kandungan
protein yang tinggi pula (Kustanti 2016). Penambahan tepung ubi jalar putih
bertujuan meningkatkan kandungan serat pangan dan karbohidrat. Tepung ubi
jalar mengandung 14.2% serat pangan, 88.33% karbohidrat, 1.23% protein, dan
0.13% lemak (Septieni 2016). Berdasarkan Peraturan Kepala BPOM RI tahun
2016, makanan yang diklaim kaya serat harus mengandung serat pangan tidak
kurang dari 6 gram per 100 gram produk. Selain itu Lutfika (2006) menyebutkan
bahwa cookies yang dibuat dari 100% tepung ubi jalar dapat diterima berdasarkan
uji organoleptik.
Penggunaan tepung kacang hijau dalam pembuatan cookies ini bertujuan
meningkatkan serat dan protein. Kandungan serat kacang hijau yaitu sekitar 16.3
g/100 g (USDA 2016). Konsumsi serat dalam jumlah yang cukup memberikan
manfaat metabolik berupa pengendalian glukosa darah, hiperinsulinemia, dan
menyeimbangkan kadar lipid plasma serta menurunkan faktor risiko
kardiovaskuler. Shandua dan Lim (2008), menyatakan bahwa kacang hijau
mengandung protein yang tinggi yaitu sebanyak 22% dan memiliki kualitas
protein yang baik sehingga dapat menjadi sumber protein. Selain itu, kacang hijau
mengandung senyawa metabolit sekunder, diantaranya adalah flavonoid, tannin,
steroid atau triterpenoid, dan saponin yang memiliki potensi sebagai antioksidan
(Ratna dan Anelia 2009).
Sumber lemak pada cookies berasal dari margarin. Margarin memiliki
daya emulsi yang baik, sehingga menghasilkan tekstur yang bagus dan kokoh.
Penggunaan kuning telur pada proses pembuatan cookies bertujuan untuk
menghasilkan cookies yang lembut. Selain itu telur membantu membentuk
struktur, meningkatkan volume, warna, kelembaban, dan menambah kelembutan.
Fungsi penggunaan susu bubuk untuk memperbaiki cita rasa dan warna, menahan
penyerapan air, dan sebagai bahan pengisi cookies. Susu mengandung laktosa
yang jika berkombinasi dengan protein melalui reaksi maillard dan adanya proses
pemanasan akan memberikan warna coklat menarik pada permukaan cookies
setelah dipanggang. Fungsi gula halus dalam pembuatan cookies adalah sebagai
pemberi rasa manis, juga berfungsi memperbaiki tekstur pada cookies (Faridah
2008).

Uji hedonik dan mutu hedonik


Uji hedonik disebut juga dengan uji kesukaan. Uji hedonik dilakukan
untuk memilih satu produk diantara produk lainnya. Produk dipilih berdasarkan
tingkat kesukaan panelis terhadap produk. Tingkat kesukaan tersebut diestimasi
dengan skala hedonik yang umumnya berada dalam rentang 1-3, 1-5, 1-7, dan 1-9
yakni dari sangat tidak suka sampai sangat suka (Setyaningsih et al. 2010). Uji
hedonik penelitian ini menggunakan skala 1-5. Panelis pada uji organoleptik
sebanyak 35 orang panelis semi terlatih yang merupakan mahasiswa Departemen
Gizi Masyarakat. Panelis semi terlatih yaitu yang telah mendapatkan pengetahuan
yang cukup terkait uji organoleptik, dan atau yang pernah menjadi panelis
penelitian yang membutuhkan uji organoleptik. Nilai rataan hasil uji hedonik pada
cookies untuk atribut warna, aroma, rasa, tekstur, mouthfeel, aftertaste, dan
keseluruhan disajikan pada Tabel 4.
15

Tabel 4 Hasil analisis pengaruh penggunaan bahan pangan lokal terhadap


penerimaan cookies
Atribut
Formula
Warna Aroma Rasa Tekstur Mouthfeel Aftertaste Overall
F0 3.674b 3.166a 3.440b 3.751c 3.631b 3.509b 3.829c
a a a a a
F1 3.254 3.080a 2.834 2.360 2.711 2.683 2.857a
F2 3.526ab 3.071a 2.917a 2.983b 2.837a 2.886a 3.226b
ab a a ab a
F3 3.409 3.031 2.654 2.600 2.891 a
2.643 2.923ab
Keterangan:
Nilai rata-rata pada kolom yang sama dengan huruf superscript yang berbeda menunjukkan hasil
yang berbeda nyata (p<0.05)
F0= Formula tanpa subtitusi tepung tempe, tepung beras 30 g, tepung ubi jalar 30 g, tepung kacang
hijau 30 g
F1= Formula dengan subtitusi tepung tempe, tepung beras 20 g, tepung ubi jalar 30 g, tepung
kacang hijau 30 g
F2= Formula dengan subtitusi tepung tempe, tepung beras 30 g, tepung ubi jalar 20 g, tepung
kacang hijau 30 g
F3= Formula dengan subtitusi tepung tempe, tepung beras 20 g, tepung ubi jalar 30 g, tepung
kacang hijau 20 g

Warna. Warna memegang peranan yang cukup penting dalam


menentukan penerimaan konsumen terhadap suatu produk karena memberikan
kesan pertama bagi konsumen (Berdanier dan Zempleni 2009). Warna cookies
dipengaruhi oleh kombinasi berbagai bahan dan penambahan cokelat bubuk.
Persyaratan mutu cookies mengenai warna dalam SNI 2973-2011 menyebutkan
bahwa warna cookies harus normal sesuai dengan bahan-bahan penyusunnya.
Hasil uji hedonik menunjukkan tingkat kesukaan panelis terhadap semua
formula diatas skala tiga, artinya panelis menyatakan biasa saja atau bisa
menerima warna cookies. Hasil uji ANOVA terhadap tingkat kesukaan pada
atribut warna menunjukkan bahwa perbedaan formula berpengaruh nyata terhadap
tingkat kesukaan panelis pada atribut warna (p<0.05). Hal ini membuktikan
bahwa penambahan tepung tempe, tepung ubi jalar putih, tepung beras, dan
tepung kacang hijau pada proporsi yang berbeda mempengaruhi tingkat kesukaan
terhadap warna cookies. Perbedaan yang signifikan hanya ditemukan pada F0 dan
F1. Sementara pada F2 dan F3 tidak terdapat perbedaan warna yang signifikan
(p>0.05). Namun secara keseluruhan, penerimaan panelis terhadap warna cookies
cukup baik karena memperoleh penilaian lebih dari skala tiga.

Aroma. Aroma termasuk atribut yang menentukan penerimaan konsumen


terhadap suatu produk setelah warna. Aroma adalah sensasi yang dirasakan saat
komponen volatil tercium oleh hidung (Chambers & Koppel 2012). Aroma yang
terdapat pada suatu bahan pangan berasal dari sifat alami bahan tersebut ataupun
berasal dari berbagai macam campuran bahan-bahan penyusunnya (Murni et al.
2014). Aroma yang dihasilkan oleh cookies ditentukan oleh perpaduan bahan-
bahan penyusun cookies. Sitohang et al. (2015), menyatakan bahwa aroma khas
adonan dihasilkan dari komponen pada adonan dan proses pemanggangan.
Persyaratan mutu cookies mengenai aroma dalam SNI 2973-2011 menyebutkan
bahwa aroma cookies harus normal, tidak tengik, dan tidak menyengat.
Hasil uji hedonik menunjukkan tingkat kesukaan panelis tehadap aroma
produk. Nilai rata-rata pada semua formula yaitu lebih dari skala tiga, artinya
16

panelis dapat menerima aroma semua formula. Hasil uji ANOVA terhadap tingkat
kesukaan pada atribut aroma produk menunjukkan bahwa perbedaan formula
tidak berpengaruh nyata (p>0.05) terhadap tingkat kesukaan panelis. Hal ini
menunjukkan bahwa penambahan tepung tempe dan perbedaan proporsi tepung
beras, tepung ubi jalar, dan tepung kacang hijau yang digunakan tidak
menyebabkan perbedaan terhadap penerimaan aroma cookies.

Rasa. Rasa merupakan kombinasi sensasi yang dirasakan dari makanan


yang berada di dalam mulut (Chambers dan Koppel 2012). Bahan yang terlarut
dalam mulut menyebabkan makanan dapat dikenali dan dibedakan oleh indera
pengecap, berupa rasa asin, manis, asam, dan pahit (Meilgaard et al. 2006). Hasil
uji hedonik menunjukkan tingkat kesukaan panelis terhadap rasa masing-masing
formula.
Nilai rata-rata pada formula F0 yaitu 3.4 artinya panelis memberikan
penilaian biasa terhadap rasa. Sedangkan nilai rata-rata formula F1, F2, F3
hampir sama yakni antara 2.6-2.9 yang artinya panelis agak kurang suka dengan
rasa cookies. Perbedaan kesukaan mengenai rasa yang signifikan ditemukan pada
formula kontrol dengan semua formula yang disubstitusi tepung tempe. Hasil uji
menunjukkan bahwa substitusi tepung tempe terhadap tepung terigu memberikan
pengaruh yang signifikan (p<0.05) terhadap rasa cookies. Penilaian antara F1, F2,
dan F3 tidak ada yang menunjukkan perbedaan yang signifikan. Hal ini
menandakan bahwa perbedaan proporsi tepung beras, tepung ubi jalar, dan tepung
kacang hijau tidak memberikan pengaruh nyata terhadap rasa cookies.

Tekstur. Mutu suatu bahan pangan salah satunya dipengaruhi oleh tekstur.
Tekstur yang tedapat pada cookies meliputi kekerasan, konsistensi, dan
kemudahan dipatahkan atau kerenyahannya (Fellows 2000). Tekstur juga
berkaitan dengan kadar air yang terdapat dalam cookies. Hasil uji hedonik
terhadap tekstur formula F0 adalah 3.7 yang berarti panelis cenderung suka.
Namun nilai rata-rata formula F1, F2, F3 yakni antara 2.3-2.9 yang artinya panelis
cenderung kurang suka dengan tekstur cookies. Hasil uji ANOVA menunjukkan
bahwa terdapat perbedaan yang signifikan (p<0.05) pada semua formula. Hal ini
menandakan bahwa substitusi tepung terigu, proporsi tepung beras, tepung ubi
jalar, dan tepung kacang hijau mempengaruhi tekstur dari cookies yang
dihasilkan. Perbedaan kandungan air dan karakteristik masing-masing tepung
diduga mempengaruhi tekstur cookies. Selain itu lamanya pemanggangan juga
dapat mempengaruhi kadar air dan tingkat kerenyahan cookies.

Mouthfeel. Atribut mouthfeel meliputi ada tidaknya tesktur berpasir,


berlemak, dan lengket di mulut ketika mengonsumsi cookies dan setelah cookies
tertelan. Hasil uji hedonik menunjukkan hanya F0 yang memperoleh nilai lebih
dari tiga yang artinya mouthfeel cookies cenderung tidak terasa sehingga
penilaiannya biasa atau netral. Nilai rata-rata formula F1, F2, F3 hampir sama
yakni diantara 2.7-2.8. Perbedaan kesukaan mengenai mouthfeel yang signifikan
ditemukan pada formula kontrol dengan semua formula yang disubstitusi tepung
tempe. Hasil uji menunjukkan bahwa substitusi tepung tempe terhadap tepung
terigu memberikan pengaruh yang signifikan terhadap mouthfeel cookies. Hal ini
menunjukkan bahwa perbedaan proporsi antara tepung beras, tepung ubi jalar, dan
17

tepung kacang hijau tidak memberikan pengaruh yang signifikan terhadap


mouthfeel cookies, namun menjadikannya kurang disukai panelis.

Aftertaste. Menurut Suharjo (2016) aftertaste merupakan suatu zat


rangsang yang menyebabkan kesan mudah atau tidak mudah hilang setelah suatu
makanan atau minuman dikonsumsi. Aftertaste yang dihasilkan dari produk
cookies ini berupa rasa asing yang tertinggal di mulut atau di lidah setelah
mengonsumsi produk seperti rasa getir dan rasa pahit. Hasil uji mutu hedonik
terhadap aftertaste formula F0 berada pada angka 3.5 yang artinya panelis menilai
aftertaste dari formula kontrol adalah tidak terasa sehingga cenderung suka.
Sementara nilai rata-rata formula F1, F2, F3 hampir sama yakni antara 2.6-2.8.
Panelis agak kurang suka terhadap aftertaste formula yang ditambahkan tepung
tempe.
Sama halnya dengan hasil uji hedonik pada atribut mouthfeel, perbedaan
kesukaan pada atribut aftertaste yang signifikan (p<0.05) hanya ditemukan pada
formula kontrol dengan semua formula yang disubstitusi tepung tempe. Hasil uji
ANOVA menunjukkan bahwa substitusi tepung tempe terhadap tepung terigu
memberikan pengaruh yang signifikan terhadap aftertaste cookies. Rasa pahit
dapat dihasilkan dari kandungan glikosida seperti saponin dan sapogenol dalam
suatu makanan. Kedelai sebagai bahan baku tempe mengandung glikosida jenis
tersebut (Aini et al. 2011). Tepung tempe juga mengandung protein yang cukup
tinggi yakni sebesar 40.97% (Kustanti 2016). Kurniawati dan Ayustaningwarno
(2012) menyebutkan bahwa asam amino lisin menjadi salah satu penyebab suatu
bahan makanan memiliki rasa pahit, sehingga dalam hal ini adanya aftertaste rasa
pahit kemungkinan berasal dari substitusi tepung tempe.
Hasil penerimaan terhadap F1, F2, dan F3 tidak terdapat perbedaan yang
signifikan (p>0.05). Hal ini menunjukkan bahwa perbedaan proporsi antara
tepung beras, tepung ubi jalar, dan tepung kacang hijau tidak memberikan
pengaruh yang signifikan terhadap aftertaste cookies, dimana kombinasi berbagai
tepung belum bisa menutupi rasa pahit secara keseluruhan.
Hasil uji hedonik secara keseluruhan masih berada pada skala 2.5-3. Hal
ini menunjukkan bahwa produk cookies belum dapat diterima dengan baik oleh
panelis karena penilaian cenderung netral. Gambar 3 merepresentasikan hasil
penerimaan panelis terhadap masing-masing formula cookies berdasarkan atribut
warna, aroma, rasa, tekstur, mouthfeel, aftertaste, dan keseluruhan. Garis jaring
yang semakin lebar menunjukkan nilai penerimaan semakin tinggi atau formula
semakin disukai. Sementara jarak antar tiap titik pada atribut yang sama
menunjukkan perbedaan hasil penerimaan antar formula. Semakin berdekatan
titiknya maka menandakan tingkat penerimaan panelis tidak jauh berbeda, begitu
pula sebaliknya.
Berdasarkan Gambar 3, dapat terlihat bahwa F0 merupakan formula
dengan jaring paling lebar sehingga F0 memperoleh penerimaan yang paling baik.
Selanjutnya F2 merupakan formula yang paling lebar kedua setelah F0 meskipun
pada atribut aroma dan mouthfeel hampir sama dengan F1 dan F3. Hal ini
menunjukkan penerimaan panelis yang paling baik terhadap cookies yang telah
disubstitusi tepung tempe adalah pada formula kedua yang mengandung paling
sedikit tepung ubi jalar.
18

Warna
4

3
Overall Aroma
2

1 F0
F1
0
F2
Aftertaste Rasa F3

Mouthfeel Tekstur

Keterangan:
1=Sangat tidak suka, 2=Tidak suka, 3=Biasa, 4=Suka, 5=Sangat suka
F0= Formula tanpa subtitusi tepung tempe, tepung beras 30 g, tepung ubi jalar putih 30 g, tepung
kacang hijau 30 g
F1= Formula dengan subtitusi tepung tempe, tepung beras 20 g, tepung ubi jalar putih 30 g, tepung
kacang hijau 30 g
F2= Formula dengan subtitusi tepung tempe, tepung beras 30 g, tepung ubi jalar putih 20 g, tepung
kacang hijau 30 g
F3= Formula dengan subtitusi tepung tempe, tepung beras 30 g, tepung ubi jalar putih 30 g, tepung
kacang hijau 20 g

Gambar 3 Hasil analisis uji hedonik cookies

Penentuan produk terpilih didasarkan pada hasil uji hedonik F1, F2, dan
F3. F0 tidak diikutsertakan karena berperan sebagai formula kontrol yang akan
dibandingkan karakteristik fisiknya dengan formula terpilih. Berdasarkan hasil uji
hedonik terhadap semua atribut, F2 yang mengandung tepung ubi jalar yang
paling sedikit, dipilih sebagai formula terbaik dikarenakan pada atribut warna,
rasa, tekstur, dan aftertaste mendapatkan penilaian tertinggi dari panelis
dibandingkan formula yang lainnya. F2 kemudian dibandingkan dengan formula
kontrol (F0) mengenai karakteristik fisiknya dengan menggunakan uji mutu
hedonik.
Uji mutu hedonik dilakukan panelis untuk menilai mutu suatu produk
(Setyaningsih et al. 2010). Atribut uji mutu hedonik meliputi warna (derajat
kecokelatan cookies), aroma langu, rasa (derajat kemanisan), tekstur atau
kerenyahan, mouthfeel berupa ada tidaknya tekstur berserat, berpasir, seperti
tepung, lengket, dan berminyak di mulut, serta atribut aftertaste berupa rasa pahit
setelah semua cookies tertelan. Skala mutu hedonik yang digunakan adalah 1-5
yang mewakili tanggapan panelis terhadap mutu produk. Hasil uji mutu hedonik
disajikan dalam Tabel 5 berikut ini.
19

Tabel 5 Hasil analisis uji mutu hedonik cookies


Atribut
Formula Warna Aroma Rasa Tekstur Mouthfeel Rasa
Langu Manis Renyah Pahit
F0 3.489b 3.314b 3.369b 3.969b 2.654a 3.077a
b a a a
F2 3.289 2.900 2.734 2.597 2.471a 2.894a
Keterangan: Nilai rata-rata pada kolom yang sama dengan huruf superscript yang berbeda
menunjukkan hasil yang berbeda nyata (p<0.05)
F0= Formula tanpa subtitusi tepung tempe, tepung beras 30 g, tepung ubi jalar putih 30 g, tepung
kacang hijau 30 g
F2= Formula dengan subtitusi tepung tempe, tepung beras 30 g, tepung ubi jalar putih 20 g, tepung
kacang hijau 30 g

Warna
4
3
Rasa Pahit 2 Aroma Langu

1
F0
0
F2

Mouthfeel Rasa Manis

Tekstur Renyah

Keterangan:
Warna : 1. Cokelat kekuningan, 2. Cokelat pucat, 3. Cokelat, 4. Cokelat tua,
5. Cokelat pekat
Aroma langu : 1. Sangat langu, 2. Langu, 3. Biasa, 4. Harum, 5. Sangat harum
Rasa manis : 1. Tidak manis, 2. Kurang manis, 3. Biasa, 4. Manis, 5. Sangat manis
Tekstur renyah : 1. Sangat keras, 2. Keras, 3. Biasa, 4. Renyah, 5. Sangat renyah
Mouthfeel* : 1. Sangat terasa, 2. Terasa, 3. Biasa, 4. Kurang terasa, 5. Tidak terasa
Rasa pahit : 1. Sangat kuat, 2. Kuat, 3. Biasa, 4. Lemah, 5. Sangat lemah
*mouthfeel adalah kesan pengunyahan dalam mulut mencakup kelompok berserat, berpasir, seperti
tepung, lengket, dan/atau berminyak

Gambar 4 Hasil analisis uji mutu hedonik cookies kontrol dan terpilih

Hasil uji mutu hedonik menunjukkan pada atribut warna, aroma langu,
mouthfeel, dan aftertaste rasa pahit tidak jauh berbeda antara formula kontrol dan
terpilih. Sementara pada atribut rasa dan tekstur menunjukkan mutu yang cukup
berbeda. Penilaian pada atribut warna menunjukkan bahwa cookies memiliki
warna cokelat yang mendekati cokelat tua. Aroma langu pada formula terpilih
dinilai tercium cukup kuat dibanding formula kontrol. Aini et al. (2011)
menyebutkan bahwa tepung tempe memiliki kelarutan rendah yang menyebabkan
aroma langu pada tempe tercium dengan tajam.
Produk terpilih memiliki rasa yang kurang manis serta aftertaste rasa pahit
yang agak kuat. Hal ini kemungkinan berasal dari tepung tempe dan tepung ubi
20

jalar. Kedelai sebagai bahan baku tempe mengandung glikosida yaitu saponin dan
sapogenol yang menyebabkan rasa pahit, sehingga semakin banyak proporsi
tempe yang disubstitusikan maka aftertaste (bitter) akan semakin terasa (Aini et
al. 2011). Substitusi tepung ubi jalar juga dapat meningkatkan aftertaste karena
adanya beberapa senyawa kimia seperti fenolik dan alkaloid yang juga dapat
menyebabkan rasa pahit pada makanan (Dwiyani 2013).
Tekstur cookies terpilih dinilai kurang renyah atau cenderung keras
dibanding cookies kontrol. Hal ini dikarenakan kadar tepung terigu pada formula
terpilih lebih sedikit dibanding kontrol, dimana tepung terigu mengandung gluten
yang berperan dalam memberikan tekstur renyah pada cookies. Selain itu
dipengaruhi juga oleh keberadaan tepung ubi jalar. Penambahan tepung ubi jalar
pada biskuit menyebabkan teksturnya menjadi keras dan aromanya langu.
Sementara mouthfeel yang cukup terasa pada cookies terpilih adalah lengket di
langit-langit dan meninggalkan kesan berminyak di lidah. Penelitian lebih lanjut
dilakukan analisis kandungan zat gizi dan serat pangan untuk mengetahui kualitas
gizi cookies terpilih.

Analisis kandungan zat gizi dan serat pangan


Analisis kandungan zat gizi pada cookies ibu hamil formula terpilih
meliputi kadar air, abu, protein, lemak, karbohidrat, kalsium, besi, dan seng.
Selain itu analisis lain yang dilakukan adalah analisis serat pangan. Hasil analisis
kandungan zat gizi baik formula kontrol (F0) maupun formula terpilih (F2)
kemudian dibandingkan dengan biskuit makanan tambahan bagi ibu hamil
berdasarkan peraturan Kemenkes (2009). Pada Tabel 6 disajikan hasil analisis
kandungan zat gizi dan serat pangan pada cookies formula kontrol dan terpilih.

Tabel 6 Hasil analisis kandungan zat gizi makro, mineral (kalsium, besi, seng),
dan serat pangan
Zat Gizi Cookies Ibu Cookies Ibu Biskuit Makanan
Hamil Hamil Pangan Tambahan Ibu
Kontrol Lokal Hamil*
Air (%b/b) 5.26a 5.24a Maks 5.0
Abu (%b/b) 2.96a 3.01b -
Protein (%b/b) 7.64a 11.18b Min. 15
a b
Lemak (%b/b) 22.87 27.18 Min. 25
Karbohidrat (%b/b) 61.27a 53.39b -
a b
Kalsium (mg) 595.34 686.34 Min. 250
Besi (mg) 1.97a 1.52b Maks. 15
a b
Seng (mg) 2.21 2.32 Maks. 7.5
Serat pangan (%b/b) 7.77a 12.76b Min. 5
Keterangan: b/b (berat basah), * = Kemenkes (2009). Nilai rataan yang diikuti huruf berbeda pada
baris yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata (p<0.05)

Air. Kadar air dalam makanan menjadi salah satu faktor yang penting
dalam menentukan kualitas, keawetan dan daya tahan terhadap kerusakan
makanan (Nielsen 2010). Penampakan, tekstur dan cita rasa suatu makanan akan
dipengaruhi oleh kadar airnya (Winarno 2008). Proses pemanggangan dengan
metode oven juga dapat mempengaruhi kadar air pada cookies (Fellows 2000).
21

Kandungan air pada cookies dapat mempengaruhi penerimaan konsumen terutama


pada atribut tekstur (kerenyahan). Cookies dengan kadar air tinggi cenderung
tidak renyah sehingga teksturnya kurang disukai oleh konsumen. Kadar air
biasanya dinyatakan dalam persentase berat basah, yaitu dalam gram air untuk
setiap 100 g bahan yang disebut dengan kadar air berat basah (%b/b).
Syarat mutu cookies berdasarkan SNI 2973-2011 menyatakan bahwa kadar
air maksimal pada cookies sebesar 5%. Berdasarkan hasil analisis, kandungan air
pada kedua formula cookies, adalah relatif sama dan masih melebihi batas
maksimum standar biskuit makanan tambahan ibu hamil. Hal ini kemungkinan
besar dikarenakan tepung sagu yang digunakan. Tepung sagu sebagai salah satu
bahan utama dalam pembuatan cookies mengandung kadar air sekitar 11.58%
(b/b) (Rasyid 2015). Faktor lain yang dapat mempengaruhi kadar air adalah suhu
dan lamanya waktu pemanggangan. Semakin tinggi suhu pemanggangan dan
semakin lama waktu yang digunakan akan membuat cookies semakin kering dan
dapat menyebabkan kadar air semakin rendah. Namun berdasarkan hasil trial and
error hal ini meningkatkan rasa pahit pada cookies.

Abu. Abu merupakan zat anorganik dari sisa hasil pembakaran suatu
bahan yang dapat mempresentasikan kadar mineral dalam suatu produk pangan
(Sudarmadji et al. 2007). Kandungan abu di dalam suatu bahan pangan dapat
dipengaruhi dari besarnya kandungan mineral dari bahan tersebut (Nielsen 2010).
Hasil analisis kadar abu (%b/b) pada cookies terpilih adalah sebesar 3.01% dan
signifikan lebih tinggi (p<0.05) daripada formula kontrol (Tabel 6). Berdasarkan
SNI 2973-2011, kadar abu maksimal yang terkandung pada cookies sebesar 2%.
Tingginya kadar abu pada kedua formula cookies ini kemungkinan berasal dari
penambahan bubuk kalsium sebesar 6 g per formula. Hasil uji beda menunjukkan
bahwa penggantian tepung terigu dengan tepung tempe pada cookies berpengaruh
meningkatkan kandungan abu secara signifikan (p<0.05). Tepung tempe juga
mengandung mineral seperti Ca, Fe, Mg, dan Zn sehingga diduga turut
menyumbang kandungan mineral pada cookies yang dihasilkan (Astawan 2009).

Protein. Protein merupakan komponen penting bagi manusia bersamaan


dengan zat-zat gizi yang lain. Protein merupakan sumber nitrogen, asam amino,
dan bahan lain yang dibutuhkan untuk pertumbuhan dan perbaikan otot, tulang,
kulit, dan jaringan lainnya serta merupakan salah satu sumber energi. Protein
merupakan sumber asam amino yang mengandung unsur C, H, O, dan N yang
tidak dimiliki oleh lemak dan karbohidrat (Velisek 2014). Protein memiliki fungsi
sebagai penghasil energi, zat pembangun, dan zat pengatur sehingga sangat
penting bagi ibu hamil Winarno (2008).
Kandungan protein pada formula terpilih adalah sebesar 11.18%. Hasil uji
beda menunjukkan bahwa penambahan tepung tempe berpengaruh meningkatkan
kadar protein secara signifikan (p<0.05) pada cookies. Kandungan protein dari
tepung terigu hanya sebesar 8.9 gram sedangkan tepung tempe mengandung
protein sebesar 40.97%, sehingga peningkatan kadar protein kemungkinan besar
diperoleh dari substitusi tepung tempe terhadap tepung terigu. Hal ini sejalan
dengan penelitian dari Kustanti (2016) bahwa penambahan tepung tempe mampu
meningkatkan kandungan protein secara signifikan pada cookies. Namun
demikian, kandungan protein cookies terpilih masih belum sesuai dengan syarat
22

biskuit makanan tambahan ibu hamil. Hal ini kemungkinan disebabkan


penambahan tepung tempe kurang banyak sementara tepung sagu memiliki
kandungan protein yang cukup rendah yakni hanya 0.8 g/100 g.

Lemak. Lemak merupakan salah satu komponen zat gizi makro yang juga
menentukan mutu dari suatu produk pangan kaitannya dengan kandungan energi
(Winarno 2008). Lemak memberikan nilai energi sebesar 9 kkal per gram dan
lebih besar dibandingkan karbohidrat dan protein (Mahan dan Stump 2008).
Lemak dapat meningkatkan citarasa makanan dan palatabilitas di dalam mulut
(Mann dan Truswell 2012). Belitz et al. (2009), menyatakan bahwa lemak dapat
juga mempengaruhi tekstur, mouthfeel, dan aroma yang khas suatu makanan.
Kandungan lemak pada formula kontrol sebesar 22.87% dan pada formula
terplih sebesar 27.18%. Hasil uji beda menunjukkan bahwa penambahan tepung
tempe memberikan pengaruh yang signifikan (p<0.05) terhadap kadar lemak
cookies formula terpilih. Selain itu, lemak pada cookies juga bersumber dari
bahan-bahan penyusun cookies itu sendiri yang memiliki kandungan lemak yang
cukup tinggi seperti margarin, kuning telur, dan susu bubuk. Kandungan lemak
pada formula terpilih telah memenuhi standar makanan tambahan ibu hamil yaitu
minimal sebesar 25% (Kemenkes 2009).

Karbohidrat. Karbohidrat mempunyai beberapa fungsi bagi tubuh


diantaranya adalah sebagai sumber energi dan mengatur metabolisme lemak
dengan mencegah terjadinya oksidasi lemak yang tidak sempurna (Almatsier
2009). Pada makanan karbohidrat berperan memberikan rasa manis pada
makanan, zat pembentuk pasta, pemberi warna dan aroma. Karbohidrat dibagi
menjadi golongan monosakarida, oligosakarida, dan polisakarida. Pati, gula,
pektin, dan selulosa merupakan komponen karbohidrat yang banyak ditemukan
dalam produk pangan (Belitz et al. 2009).
Kandungan karbohidrat formula terpilih sebesar 53.39% dan signifikan
(p<0.05) lebih rendah dibanding formula kontrol yang mencapai 61.27%. Hal ini
dipengaruhi oleh tingginya kadar protein dan lemak pada formula terpilih. Prinsip
perhitungan kadar karbohidrat menggunakan metode by difference yakni 100%
dikurangi persentase air, abu, protein, dan lemak sehingga semakin tinggi
komponen zat gizi lainnya maka kadar karbohidrat akan semakin rendah.
Kandungan protein cookies ibu hamil berbahan pangan lokal adalah sebesar
11.18% dan 27.18%. Kemungkinan hal inilah yang menyebabkan kadar
karbohidratnya menjadi lebih rendah dibanding formula kontrol dan
menjadikannya belum memenuhi standar biskuit makanan tambahan bagi ibu
hamil.

Kalsium. Kalsium selama masa kehamilan berfungsi dalam


mempertahankan kerangka tulang ibu serta menyediakan kebutuhan kalsium bagi
janin untuk pertumbuhan tulang dan sendi. Penyerapan kalsium saat kehamilan
juga mengalami peningkatan. Penelitian yang dilakukan oleh Yin (2010)
menyebutkan bahwa asupan kalsium selama kehamilan mempengaruhi massa
tulang anak. Kebutuhan kalsium yang tidak terpenuhi dari asupan makanan sehari-
hari menyebabkan janin mengambil cadangan kalsium dari tulang ibu yang dapat
mengakibatkan pengeroposan tulang dini (Aritonang 2010).
23

Kandungan kalsium pada formula terpilih sebesar 686.34 mg. Berdasarkan


hasil uji beda, kandungan kalsium pada formula terpilih secara signifikan lebih
tinggi dibanding formula kontrol (p<0.05) yang sebesar 595.34 mg. Selain itu,
kandungan kalsium formula terpilih juga lebih tinggi bila dibandingkan dengan
standar mutu makanan tambahan ibu hamil. Hasil ini kemungkinan berasal dari
penambahan kalsium dalam bentuk serbuk ke dalam cookies. Selain itu
kandungan kalsium bisa juga disumbang dari penambahan tepung tempe dan susu
bubuk karena kedua bahan ini mengandung kalsium yang cukup baik.

Besi. Besi merupakan mineral mikro yang paling banyak terdapat di tubuh
manusia dan hewan (Almatsier 2009). Zat gizi besi (Fe) merupakan mineral yang
diperlukan sebagai inti dari hemoglobin dan merupakan unsur utama sel darah
merah. Fungsi sel darah merah sebagai sarana transportasi zat gizi terutama
oksigen yang diperlukan pada proses fisiologis dan biokimia dalam setiap jaringan
tubuh (Wirakusumah 1998).
Kandungan besi formula kontrol sebesar 1.97 mg dan formula terpilih
sebesar 1.52 mg. Kandungan besi baik pada formula kontrol maupun formula
terpilih masih jauh dibanding standar mutu biskuit makanan tambahan ibu hamil
yaitu maksimal 15 mg. Hal ini diduga karena bahan-bahan penyusun cookies tidak
ada yang memiliki kandungan gizi yang tinggi. Kandungan besi pada cookies
terpilih justru secara signifikan (p<0.05) lebih rendah dibandingkan dengan
cookies kontrol. Hal ini kemungkinan disebabkan kandugan protein dan serat pada
cookies terpilih yang lebih tinggi dibanding cookies kontrol. Penelitian Marina et
al. (2015) menyebutkan bahwa asam fitat dan faktor lain di dalam serat serealia
dapat mengikat besi sehingga menghambat penyerapannya. Protein kedelai
memiliki kandungan fitat yang tinggi sehingga dapat menghambat penyerapan
besi. Hal ini kemungkinan yang mempengaruhi kandungan besi pada cookies
terpilih menjadi lebih rendah.

Seng. Seng merupakan salah satu kofaktor enzim yang membantu sintesis
dan degradasi karbohidrat, protein, lipid, dan asam nukleat, serta memiliki peran
dalam meningkatkan imun tubuh. Kekurangan seng dapat menyebabkan gangguan
fungsi tiroid, memperlambat metabolisme tubuh, dan menyebabkan fetus pada ibu
hamil menjadi kecil (Almatsier 2009). Kandungan seng pada formula terpilih
maupun formula kontrol tidak jauh berbeda. Kadungan seng pada formula terpilih
sebesar 2.32 mg dan formula kontrol sebesar 2.21 mg. Hasil uji beda
menunjukkan perbedaan yang signifikan (p<0.05) antara kadar seng pada cookies
formula kontrol dengan formula terpilih. Kandungan seng sudah baik karena tidak
melebihi standar maksimum biskuit makanan tambahan bagi ibu hamil. Kelebihan
seng dalam makanan dapat meningkatkan rasa mual, muntah, pusing, kehilangan
nafsu makan, kram perut, dan diare.

Serat pangan. Serat pangan atau dietary fiber adalah komponen dari
jaringan tumbuhan yang tahan terhadap proses hidrolisis enzimatis ketika berada
di saluran pencernaan (Winarno 2008). Pery dan Ying (2016) menyatakan bahwa,
serat pangan dibagi dua kelompok berdasarkan kemampuannya dalam mengikat
air, yaitu serat pangan larut dan serat pangan tidak larut. Serat pangan larut air
berperan memperlambat kecepatan pencernaan bahan pangan dalam usus,
24

memberikan rasa kenyang yang lebih lama, serta memperlambat pengeluaran


glukosa darah. Pengeluaran glukosa darah yang lambat mengakibatkan insulin
yang dibutuhkan untuk mentransfer glukosa ke dalam sel-sel tubuh akan semakin
sedikit (Eckel 2003).
Kadar serat cookies formula kontrol sebesar 7.77% dan pada formula
terpilih sebesar 12.76%. Hasil uji beda menunjukkan bahwa penambahan tepung
tempe dan tepung ubi jalar putih memberikan pengaruh yang signifikan terhadap
kandungan serat cookies (p<0.05). Berdasarkan kandungan serat dari kedua
formula, cookies yang dihasilkan bisa dikategorikan sebagai pangan tinggi serat
karena telah memenuhi syarat klaim sebagai pangan tinggi serat dengan kadarnya
yang lebih dari 6 g/100 g (BPOM 2016).

Kontribusi Cookies terhadap Kebutuhan Energi dan Zat Gizi Ibu Hamil

Berdasarkan Kemenkes (2012), kebutuhan gizi ibu meningkat saat


kehamilan. Ibu yang sedang hamil membutuhkan energi tambahan dari 180-300
kkal, 20 g protein, 300-350 g vitamin A, 200 μg folat, 200 mg kalsium, 9-13 mg
zat besi, dan 70 g yodium. Selain itu, diperlukan tambahan lemak 10 g/hari dan
karbohidrat 40 g/hari selama kehamilan untuk membantu proses pertumbuhan
janin di dalam kandungan. Kontribusi cookies terhadap kebutuhan ibu hamil
trimester ke-3 dengan usia 19-39 tahun disajikan pada Tabel 6 di bawah ini.

Tabel 6 Kontribusi cookies terhadap kebutuhan energi dan zat gizi ibu hamil
Parameter Takaran saji cookies Kebutuhan %Kontribusi
pangan lokal ibu hamil terhadap kebutuhan
(80 g/hari) ibu hamil
*
Energi (Kal) 402 2 550 15.76
Protein (g) 9.4 71** 13.23
*
Lemak (g) 21.7 85 25.52
Karbohidrat (g) 42.7 349* 12.23
Kalsium (mg) 549.07 2 500** 21.96
**
Besi (mg) 1.22 45 2.70
Seng (mg) 1.86 40** 4.65
**
Serat Pangan (g) 12.8 28 45.71
Keterangan: *KEMENKES (2013), **IOM (2002)

Tingkat konsumsi rata-rata ibu hamil masih tergolong rendah sehingga


diperlukan makanan tambahan yang dapat meningkatkan kuantitas dan kualitas
konsumsinya setiap hari. Cookies dapat menjadi salah satu snack yang berperan
dalam membantu pemenuhan kebutuhan energi dan zat gizi ibu hamil. Jumlah
takaran saji cookies berbahan dasar pangan lokal adalah sebanyak 80 gram/hari
atau setara dengan 10 keping cookies. Cookies ini dapat dikonsumsi dalam dua
kali makan selingan atau tergantung selera makan ibu hamil.
Kandungan gizi cookies ibu hamil berbahan dasar pangan lokal per takaran
saji adalah 402 Kal energi yang memenuhi sekitar 15.76% kebutuhan ibu hamil.
Kontribusi energi cookies ini telah memenuhi anjuran untuk makanan selingan
yakni 10 - 20% dari total kebutuhan ibu hamil sehari. Kontribusi protein dan
25

karbohidrat juga telah memenuhi syarat kontribusi makanan selingan. Kontribusi


protein sebesar 13.23% dan karbohidrat sebesar 12.23%. Kontribusi lemak
tergolong cukup tinggi dibandingkan energi, protein, dan karbohidrat yakni
mencapai 25.6%. Berdasarkan hasil ini diharapkan cookies dapat berperan dalam
meningkatkan asupan ibu hamil.
Kalsium menyumbang 21.96% dari kebutuhan ibu hamil. Konsumsi
kalsium ibu hamil erat kaitannya dengan kejadian stunting pada janin yang
dilahirkan. Kalsium memegang peranan penting pada pembentukan tulang dan
sendi. Cookies berbahan dasar pangan lokal yang difortifikasi dengan bubuk
kalsium ini dapat menjadi salah satu makanan yang membantu pemenuhan
kebutuhan kalsium ibu hamil sehingga diharapkan dapat mencegah kejadian
stunting pada bayi yang dilahirkan.
Kekurangan asupan besi pada ibu hamil dapat meningkatkan terjadinya
anemia. Cookies yang dihasilkan memberikan kontribusi besi bagi ibu hamil
sebesar 2.70%. Kontribusi cookies bagi kebutuhan besi ibu hamil masih sangat
kecil, sehingga ibu hamil diharapkan tetap mengonsumsi makanan sumber besi
yang cukup dan mengonsumsi suplemen tambah darah yang dianjurkan
pemerintah. Seng pada cookies hanya menyumbang sebesar 4.65% dari kebutuhan
harian ibu hamil. Dibandingkan dengan kalsium, kandungan seng dalam cookies
juga relatif rendah. Pada cookies berbahan dasar pangan lokal tidak terdapat bahan
pangan yang berperan sebagai sumber seng sehingga kontribusi seng juga tidak
cukup tinggi.
Serat pangan memberi kontribusi yang tinggi yakni sebesar 45.71%. Serat
memiliki peran dalam mencegah konstipasi pada ibu hamil. Ibu hamil pada
trimester kedua dan ketiga rentan mengalami konstipasi. Hal ini dikarenakan
kondisi fisiologis ibu hamil dimana janin yang semakin besar akan menekan
organ-organ pencernaan terutama rektum sehingga buang air besar menjadi
terhambat (Wibisono dan Dewi 2009). Konsumsi serat pada ibu hamil juga masih
tergolong rendah yakni hanya sekitar 8-10 gram/hari (Fitriyani 2013). Oleh
karenanya, cookies ini diharapkan dapat menjadi salah satu makanan yang
membantu pemenuhan serat bagi ibu hamil.
Cookies berbahan dasar pangan lokal dapat dijadikan salah satu snack
yang mampu menyumbang zat gizi yang cukup baik bagi ibu hamil. Cookies ibu
hamil ini juga diharapkan dapat berperan dalam pencegahan stunting pada janin
yang dilahirkan karena mengandung kalsium yang cukup tinggi. Kandungan serat
pangan pada cookies yang cukup tinggi diharapkan dapat mencegah terjadinya
konstipasi pada ibu hamil.

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Pembuatan cookies dilakukan dengan substitusi tepung tempe dan tepung


sagu terhadap tepung terigu sebesar 22.5% dan kombinasi tepung ubi jalar, tepung
beras, dan tepung kacang hijau. Flavor yang digunakan adalah rasa cokelat.
Penetapan formula terpilih berdasarkan hasil statistik formula yang mendapatkan
26

penilaian paling tinggi. Formula terpilih adalah F2 dengan proporsi tepung ubi
jalar putih yang paling sedikit. Cookies yang dihasilkan memiliki karakteristik
fisik warna cokelat, aroma langu, rasa sedikit kurang manis, tekstur agak keras,
agak berminyak dan lengket di mulut, serta memberikan aftertaste agak pahit.
Cookies ibu hamil berbahan pangan lokal memiliki kandungan air sebesar 5.24%
(b/b), abu 3.01% (b/b), protein 11.18% (b/b), lemak 27.18% (b/b), karbohidrat
53.39% (b/b), kalsium 686.34 mg (b/b), besi 1.52 mg (b/b), seng 2.32 mg (b/b),
dan serat pangan 12.76% (b/b). Takaran saji yang dianjurkan untuk ibu hamil
adalah 80 g/hari (10 keping) yang memberi kontribusi energi sebesar 15.76%,
protein 13.23%, lemak 25.52%, karbohidrat 12.23%, kalsium 21.96%, besi
2.70%, seng 4.65%, dan serat pangan 45.71%.

Saran

Secara organoleptik, cookies terpilih masih perlu dikembangkan dari aspek


rasa, tekstur, mouthfeel, dan aftertaste. Hal ini dapat dilakukan dengan
penambahan flavor yang berbeda dan mengurangi jumlah tepung ubi jalar.
Kandungan protein cookies formula terpilih belum memenuhi standar mutu
biskuit makanan tambahan ibu hamil sehingga sebaiknya jumlah susu bubuk atau
sumber protein lain ditambah agar mampu meningkatkan kandungan proteinnya.
Untuk penelitian lebih lanjut, sebaiknya dilakukan analisis daya cerna pati dan
daya cerna protein karena cookies menggunakan berbagai jenis tepung sebagai
sumber energi dan protein. Selain itu perlu juga dilakukan analisis umur simpan
untuk mengetahui daya tahan cookies.
27

DAFTAR PUSTAKA

Aini, Nurly Q, Yekti W. 2013. Kontribusi MP- ASI Biskuit Subsitusi Tepung
Garut, Kedelai, dan Ubi Jalar Kuning terhadap Kecukupan Protein,
Vitamin A, Kalsium, dan Zink pada Bayi. Jurnal of Nutrition College.
2(4): 458-46.
Almatsier S. 2009. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta (ID): Gramedia Pustaka
Utama.
Astawan M. 2009. Sehat dengan Hidangan Kacang dan Biji-Bijian. Jakarta (ID):
Penebar Swadaya.
Aritonang E. 2010. Kebutuhan Gizi Ibu Hamil. Jakarta (ID): IPB Press.
Belinda. 2009. Evaluasi mutu cookies campuran tepung kacang hijau (Phaseolus
radiates, Linn) dan beras (Oryza sativa) sebagai pangan tambahan bagi
ibu hamil [Skripsi]. Bogor (ID): Fakultas Teknologi Pertanian IPB.
Belitz HD, Grosch W, Schieberle P. 2009. Food Chemistry. Leipzig (DE):
Springer.
Berdanier CD dan Zempleni J. 2009. Advanced Nutrition Macronutrients,
Micronutrients, and Metabolism. London (UK): CRC Press Taylor and
Francis Group.
[BPOM] Badan Pengawasan Obat dan Makanan. 2016. Peraturan Kepala Badan
Pengawasan Obat dan Makanan Nomor 13 Tahun 2016 tentang
Pengawasan Klaim pada Label dan Iklan Pangan Olahan. Jakarta (ID):
BPOM RI.
Chambers DH dan Koppel K. 2012. Flavor comparison of natural cheeses
manufactured in different countries. J Food Science. 77: 177-187.
Dwiyani H. 2013. Formulasi biskuit substitusi tepung ubi kayu dan ubi jalar
dengan penambahan isolate protein kedelai serta mineral Fe dan Zn
untuk balita gizi kurang [Skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Eckel RH. 2003. A new look at dietary protein in diabetes. Am J. Clin Nutr. 78:
671-672.
Faridah A. 2008. Patiseri Jilid 1. Jakarta (ID): Direktorat Pembinaan Sekolah
Menengah Kejuruan.
Fellows P. 2000. Food Processing Technology Principle and Practice. New York
(US): CRC Press.
Fitriyani. 2013. Konsumsi pangan dan serat makanan, serta status gizi dan status
kesehatan wanita hamil di kota Bogor [Skripsi]. Bogor (ID): Institut
Pertanian Bogor.
Lutfika E. 2006. Evaluasi mutu gizi dan index glikemik produk olahan pangggang
berbahan dasar tepung ubi jalar (Ipomoea batatas L.) klon unggul
BB00105.10 [Skripsi]. Bogor (ID): Fakultas Teknologi Pertanian IPB.
28

[IOM] Institute of Medicine. Dietary Reference Intakes for Energy,


Carbohydrate, Fiber, Fat, Fatty Acids, Cholesterol, Protein, and Amino
Acids. Washington DC (USA): The National Academies Press.
[KEMENDAG RI] Kementrian Perdagangan Republik Indonesia. 2013. Laporan
Akhir Analisis Dinamika Konsumsi Masyarakat Indonesia. Jakarta (ID):
Kemendag.
[KEMENKES RI] Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. 2007. Riset
Kesehatan Dasar 2007. Jakarta (ID): Badan Penelitian dan
Pengembangan Kesehatan.
___________________________________________________. 2009. Spesifikasi
Teknis Makanan Tambahan Anak Balita Usia 2-5 Tahun, Anak Usia
Sekolah Dasar, dan Ibu Hamil. Jakarta (ID): Kemenkes.
_________________________________________________. 2011. Makanan
Sehat Ibu Hamil. Direktorat Bina Gizi Subdit Bina Gizi Klinik,
Kementerian Kesehatan RI. Jakarta (ID): Kemenkes.
___________________________________________________. 2013. Peraturan
Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 75 Tahun 2013 tentang
Angka Kecukupan Gizi yang Dianjurkan bagi Bangsa Indonesia. Jakarta
(ID): Kemenkes.
________________________________________________. 2013. Riset
Kesehatan Dasar 2013. Jakarta (ID): Badan Penelitian dan
Pengembangan Kesehatan.
Kurnia. 2009. Menghindari Gangguan Saat Melahirkan dan Panduan Lengkap
Mengurut Bayi. Yogyakarta (ID): Panji Pustaka.
Kurniawati dan Ayustaningwarno F. 2012. Pengaruh Substitusi tepung terigu
dengan tepung tempe dan tepung ubi jalar kuning terhadap kadar protein,
kadar b-karoten, dan mutu organoleptic roti manis. Journal of Nutrition
College. 1(1): 345-351.
Kustanti IH. 2016. Formulasi biskuit rendah indeks glikemik (BATIK) dengan
substitusi tepung pisang klutuk (Musa balbisiana Colla) dan tepung
tempe [Skripsi]. Bogor (ID): Fakultas Teknologi Pertanian IPB.
Madanijah S, Briawan D, Rimbawan, Zulaikhah. 2013. Defisiensi Multi Zat Gizi
Mikro Kombinasi dengan Defisiensi Protein pada Ibu Pra-Hamil, Hamil,
dan Menyusui di Bogor. [Semnas PAGI, Biokimia Gizi, Gizi Klinis, dan
Dietetik]. Bogor: Institut Pertanian Bogor.
Mahan LK, Stump SE. 2008. Krause’s Food and Nutrition Therapy Ed. 12.
Missouri (US): Saunders Elsevier.
Mahenaz A, Ismail H. Severe anemia during late pregnancy. Hindawi publishing
corporation case reports in obstetrica and gynecology volume 2012,
Article ID 485452, 3 pages doi:10.1155/2012/485352.
Mann J dan Truswell AS. 2012. Essentials of Human Nutrition, 4ed. New York
(US): Oxford University Press.
29

Marina, Indriasari R, Jafar n. 2015. Konsumsi tannin dan fitat sebagai determinasi
penyebab anemia pada remaja putri di SMA Negeri 10 Makassar. Jurnal
MKMI. 1(2): 50-58.
Meilgaard MC. Carr BT, Civille GV. 2006. Sensory Evaluation Technique, 4ed.
Texas (US): CRC Press.
Mendez MA et al. 1999. Severity and Timing of Stunting in the First Two Years
of Life Affect Performance on Cognitive Tests in Late Childhood.
Journal of Nutrition. 129(8) :1555-1562.
Murni TN, Herawati, Rahmayuni. 2014. Evaluasi mutu kukis yang disubstitusi
tepung sukun (Artocarpus communis) berbasis minyak sawit merah,
tepung tempe, dan tepung udang rebon (Acetes erythraeus). JOM. 1(1).
Nielsen SS. 2010. Food Analysis Fourth Edition. New York (US): Springer.
Nnamani CV, Oselebe HO, Agbatutu A. 2009. Assessment of nutritional values of
three underutilized indigenous leafy vegetables of Eboni State, Nigeria.
African Journal of Biotechnology. 8(9): 2321-2324.
Nugraha AP. 2018. Formulasi, daya terima, kandungan gizi dan antioksidan
cookies galohgor [Skripsi]. Bogor (ID): Fakultas Ekologi Manusia IPB.
Omotoso OT. 2005. Nutritional quality, functional properties, and anti-nutrient
composition of the larvw of Cirina forda (Westwood) (Lepidoptera:
Saturniidae). Journal of Zhejiang University of Science. 7(1): 51-55.
Pery JR dan Ying W. 2016. Physiological Effects of Soluble and Insoluble
Dietary Fibers. Journal of Nutrition & Food Science. 6(2): 1-6.
Ratna D dan Anelia T. 2009. Penapisan fitokimia, uji BSLT, dan uji antioksidan
ekstrak methanol beberapa spesies Papilionaceae. Jurnal Ilmu
Kefarmasian Indonesia. 7(2): 1-7.
Rasyid NP. 2015. Aplikasi Microwave untuk disinfestasi Tribolium castaneum
(Herbst.) serta pengaruhnya terhadap warna dan karakteristik amilografi
tepung terigu [Thesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Saputro, A. Fikri, A. Adrian, M. Yasa, I. 2014. “Canned Egg White” Pangan
Darurat Tinggi Protein dengan Fortifikasi Vitamin C untuk
Meningkatkan Imunitas Pengungsi Akibat Bencana Alam. Bogor (ID):
IPB.
Shandua KS dan Lim ST. 2008. Digestibility of legume starches as influenced by
their physical and structural properties. Carbohidrat Polym. 71(2): 245-
252.
Septieni D. 2016. Mempelajari pembuatan cookies kaya serat dengan bahan dasar
tepug asia ubi jalar [Skripsi]. Bogor (ID): Fakultas Teknologi Pertanian
IPB.
Setyaningsih D, Apriyantono A, Sari MP. 2010. Analisis Sensori untuk Industri
Pangan dan Agro. Bogor (ID): IPB Press.
30

Sitohang KA, Lubis Z, Lubis LM. 2015. Pengaruh perbandingan jumlah tepung
terigu dan tepung sukun dengan jenis penstabil terhadap mutu cookies
sukun. Jurnal Rekayasa Pangan dan Pertanian. 3(3): 308-315.
[SNI] Standar Nasional Indonesia. 2011. Mutu dan Cara Uji Biskuit SNI 2973-
2011. Jakarta (ID): Badan Standarisasi Nasional.
Soegiharto IS. 1995. Mempelajari pembuatan cookies dengan substitusi tepung
tempe [Skripsi]. Bogor (ID): Fakultas Teknologi Pertanian IPB.
Sudarmadji S, Haryono B, Suhardi. 2007. Analisa Bahan Makanan dan
Pertanian. Yogyakarta (ID): Liberty.
Suharjo AR. 2016. Formulasi, kandungan gizi, dan daya terima cookies ganyong
galohgor untuk penderita diabetes melitus tipe II [Skripsi]. Bogor (ID):
Institut Pertanian Bogor.
Syari M, Serudji J, dan Mariati U. 2015. Peran asupan zat gizi makronutrien ibu
hamil terhadap berat badan lahir bayi di kota padang. Jurnal Kesehatan
Andalas. 4(3).
Tan HZ, Tan B, Gao H, Gu WY. 2006. Rheological behaviour of mung bean
starch dough. Food Sci and Technol Res. 13(2): 103-110.
[USDA] United States Department of Agriculture. 2016. National Nutrient
Database for Standard Reference. [Internet]. Diunduh (10 Februari
2018): https://plants.usda.gov com.
[USDA] United States Department of Agriculture. 2008. Nutrition Facts of Mung
Bean, Mature Seeds, Raw. [Internet]. Diunduh (10 Februari 2018):
http://www.nutritiondata.com.
[USDA] United States Department of Agriculture. 2008. Nutrition Facts of Rice
Flour, White. [Internet]. Diunduh (10 Februari 2018):
http://www.nutritiondata.com.
Velisek J. 2014. The Chemistry of Food. Oxford (UK): John Wiley and Sons, Ltd.
Wahyuni. 2006. Pengetahuan dalam Pangan dan Gizi. Yogyakarta (ID): Mulia
Medika.
Wibisono H dan Dewi ABFK. 2009. Solusi Sehat Seputar Kehamilan. Jakarta
(ID): Agro Media Pustaka.
Winarno. 2008. Kimia Pangan dan Gizi. Bogor (ID): M-Brio Press.
Wirakusumah ES. 1998. Perencanaan Menu Anemia Gizi Besi. Jakarta (ID):
Trubus Agriwidya.
[WNPG] Widya Karya Nasional Pangan dan Gizi. 2012. Angka Kecukupan Gizi
yang Dianjurkan bagi Bangsa Indonesia. Jakarta (ID): Lembaga Ilmu
Pengetahuan Indonesia.
World Bank. 2006. Repositioning Nutrition as Central to Development. A
Strategy for Large-Scale Action. Washington DC (USA): World Bank.
31

Yin J, Dwyer T, Riley M, Cochrane J, Jones G. 2010. The association between


maternal diet during pregnancy and bone mass of the children at age 16.
European Journal of Clinical Nutrition. 64: 131-137.
Young MF, Nguyen PH, Addo OY, Hao W, Nguyen H, Pham H, Martorell R,
Ramakrishnan U. 2015. The relative influence of maternal nutritional
status before and during pregnancy on birth ouutcomes in Vietnam.
Journal Obstet Gynecol Reprod Biol. 194: 223-7.
32

LAMPIRAN
33

Lampiran 1 Ethical Clearance


34

Naskah penjelasan sebelum persetujuan dari subjek penelitian

PENJELASAN SEBELUM PERSETUJUAN

Kami adalah peneliti dari Institut Pertanian Bogor akan melakukan


penelitian dengan judul “Pengkajian pola konsumsi pangan dan
pengembangan produk berbasis tempe untuk ibu hamil”. Tujuan umum dari
penelitian ini adalah untuk mengembangkan pangan berbasis tempe sebagai
suplemen ibu hamil.
Penelitian ini akan melibatkan Saudara dalam uji organoleptik dari produk
penelitian ini, yaitu Cookies Berbahan Dasar Pangan Lokal. Uji organoleptik
merupakan cara pengujian menggunakan indra manusia sebagai alat utama dalam
pengukuran daya penerimaan terhadap produk. Saudara dimohon untuk menilai
organoleptik produk cookies secara subjektif tanpa membandingkan sampel satu
dengan yang lainnnya. Kemungkinan risiko timbul pada subjek yang alergi
terhadap susu, kacang-kacangan, beserta olahannya. Hasil penelitian ini
diharapkan dapat menghasilkan cookies berbahan dasar pangan lokal dengan
penerimaan yang baik dan dengan kandungan gizi yang memadai sebagai
makanan tambahan untuk ibu hamil. Subjek berhak memutuskan untuk setuju atau
menolak untuk berpartisipasi karena alasan apapun tanpa mendapat sanksi. Semua
data yang dikumpulkan pada penelitian ini dijamin kerahasiannya dan hanya akan
digunakan untuk kebutuhan penelitian saja. Bila memerlukan informasi lebih
lanjut mengenai penelitian ini, dapat menghubungi Dr. Ir. Lilik Kustiyah, M.Si /
08121105698.
35

Lampiran 2 Formulir uji hedonik cookies

Formulir Uji Organoleptik Cookies

Panelis yang terhormat,


Kami mahasiswa Departemen Gizi Masyarakat IPB saat ini sedang
melakukan penelitian mengenai pengembangan produk pangan Cookies berbahan
dasar tepung pangan lokal. Demi tercapainya hasil penelitian yang diharapkan,
kami mohon kesediaan Saudara untuk berpartisipasi dalam penelitian ini dengan
memberikan penilaian terhadap produk cookies. Sebelum melakukan penilaian,
Saudara dimohon untuk membaca dan memahami instruksi yang diberikan
terlebih dahulu.

Nama : No. Hp :
Jenis Kelamin : L / P Tanggal Pengujian :
Nama Produk : Cookies Tempe

Instruksi Umum

Di hadapan Saudara disajikan sejumlah sampel Cookies berbahan dasar tepung


pangan lokal, berikan penilaian terhadap atribut warna, aroma, rasa, tekstur,
aftertaste, mouthfeel, dan keseluruhan minuman tersebut. Anda diminta untuk
menilai sampel tersebut dengan ketentuan sebagai berikut:
1. Mohon berikan kode sampel pada kotak di pojok kanan atas
2. Mohon berikan tanda garis vertikal (|) pada titik antara skala 1-5 yang
tepat menggambarkan persepsi Saudara
3. Silahkan untuk berkumur atau meminum air mineral terlebih dahulu
sebelum Saudara menilai sampel berikutnya
4. Mohon tidak membandingkan antar sampel saat Saudara melakukan
penilaian
36

Uji Hedonik Cookies

Nama: Kode Sampel:


Jenis kelamin:

Warna

Tidak Kurang Biasa Suka Sangat


suka suka suka

Aroma

Tidak Kurang Biasa Suka Sangat


suka suka suka

Rasa

Tidak Kurang Biasa Suka Sangat


suka suka suka

Tekstur

Tidak Kurang Biasa Suka Sangat


suka suka suka

Mouthfeel*

Tidak Kurang Biasa Suka Sangat


suka suka suka

Aftertaste**

Tidak Kurang Biasa Suka Sangat


suka suka suka

Keseluruhan

Tidak Kurang Biasa Suka Sangat


suka suka suka

*mouthfeel adalah kesan pengunyahan makanan dalam mulut mencakup


kelompok berserat, berpasir, seperti tepung, lengket, dan/atau berminyak.
**Aftertaste adalah rasa apapun yang tertinggal setelah cookies tempe tertelan.
37

Persepsikan aftertaste yang Anda rasakan:


………………………………………………………………………………………
………………………………………………………………………………………
Komentar dan Saran (WAJIB):
..……………………………………………………………………………………..
....................................................................................................................................
Terima Kasih 
38

Lampiran 3 Formulir uji mutu hedonik cookies

Uji Mutu Hedonik Cookies

Nama : Kode Sampel:


Jenis kelamin :

Warna

Cokelat Cokelat Cokelat Cokelat Cokelat


kekuningan pucat tua pekat

Aroma

Sangat Langu Biasa Harum Sangat


langu harum

Rasa

Tidak Kurang Biasa Manis Sangat


manis manis manis

Tekstur

Sangat Keras Biasa Renyah Sangat


keras renyah

Mouthfeel*

Sangat Berasa Biasa Kurang Tidak


berasa berasa berasa

Aftertaste**

Sangat Kuat Biasa Lemah Sangat


kuat lemah

*mouthfeel adalah kesan pengunyahan makanan dalam mulut mencakup


kelompok berserat, berpasir, seperti tepung, lengket, dan/atau berminyak.
**Aftertaste adalah rasa apapun yang tertinggal setelah cookies tempe tertelan.
Komentar dan Saran (WAJIB):
..……………………………………………………………………………………..
39

Lampiran 4 Prosedur analisis kandungan zat gizi

Analisis Kadar Air (AOAC 925.10)


Penetapan nilai kadar air diawali dengan pengeringan cawan kosong
(130±3)˚C selama 1 jam. Kemudian, cawan didinginkan di dalam desikator
selama 30 menit kemudian ditimbang. Sampel sebanyak 2 gram dimasukkan ke
dalam cawan kering lalu ditimbang dan dikeringkan dalam oven pada suhu
(130±3)˚C selama 1 jam. Selanjutnya, didinginkan dalam desikator, ditimbang
sampai diperoleh berat sampel yang relatif konstan.

Kadar air (%) = x 100%


Keterangan:
W0 = bobot cawan (g)
W1 = bobot cawan dan sampel sebelum dikeringkan (g)
W2 = bobot cawan dan sampel setelah dikeringkan (g)

Analisis Kadar Abu (AOAC 923.03)


Cawan porselen beserta tutupnya dikeringkan di dalam oven dengan suhu
105°C selama 15 menit, lalu didinginkan di dalam desikator dan ditimbang.
Sampel sebanyak 5 gram ditimbang ke dalam cawan porselen tersebut. Cawan
porselin yang telah berisi sampel, dibakar sampai tidak berasap. Selanjutnya
sampel dibakar dalam tanur pada suhu 550°C hingga sampel berwarna putih
keabuan dan berat konstan. Setelah pengabuan selesai, cawan yang berisi sampel
didinginkan dalam desikator dan ditimbang hingga diperoleh berat yang relatif
konstan.
Kadar abu (%) = x 100%
Keterangan:
W1 = Berat cawan dan sampel awal (g)
W2 = Berat cawan dan abu sampel (g)

Analisis Kadar Protein (AOAC 960.52A)


Kadar Protein Kadar protein ditetapkan dengan menggunakan metode
Kjeldahl. Tahap pertama sampel ditimbang 0.1-0.5 gram dan dimasukkan ke
dalam labu Kjeltec. Kemudian ditambahkan 0.5 g selenium mix dan 7 mL H2SO4
pekat. Sampel didestruksi pada suhu 420 0C selama 2 jam menggunakan Kjel
digester K-446 kemudian sampel didingankan. Selanjutnya, sampel ditambahkan
3 tetes indikator pp 1%, 50 ml NaOH 40%, dan 25 ml air suling. Kemudian
didestilasi dengan Distilation unit K-355, hingga volume menjadi 3 kali volume
penampung asam Borat 4%. Titrasi destilat dengan larutan HCL 0.2 N hingga titik
akhir merah. Hal yang sama dilakukan untuk menetapkan blanko.

Kadar protein (%) = x 6.25


40

Analisis Kadar Lemak (AOAC 920.85)


Penentuan kadar lemak menggunakan metode ekstraksi Soxhlet. Prinsip
analisis kadar lemak yaitu melarutkan lemak dengan heksana. Lemak yang
dihasilkan adalah lemak kasar. Terdapat dua tahapan dalam analisis lemak yaitu
tahap hidrolisis dan tahap analisis. Sempel sebanyak 1-2 gram dihidrolisis dengan
HCl 25% sebanyak 30 ml dan 20 ml air. Kemudian disaring dengan kertas saring
dan dicuci dengan air panas hingga tidak bereaksi asam lagi. Kertas saring yang
telah dikeringkan kemudian dimasukkan ke dalam alat ekstraksi soxhlet bersama
dengan pelarut heksana. Selanjutnya direfluks pada suhu 800C selama 2-3 jam
atau lebih sampai pelarut yang turun kembali ke dalam labu lemak berwarna
jernih. Pelarut dalam labu lemak didestilasi dan heksana yang berada dalam
tabung soxhlet dibuang sedikit demi sedikit. Labu yang berisi hasil ekstraksi
dipanaskan dalam oven pada suhu 1050C sampai pelarut menguap semua. Setelah
didinginkan dalam desikator, labu lemak tersebut ditimbang sampai memperoleh
bobot yang konstan.
Kadar lemak (%) = x 100%
Keterangan:
a = berat labu dan lemak (g)
b = berat labu kosong (g)

Analisis Kadar Karbohidrat (by difference)


Karbohidrat ditentukan dengan metode by difference yang perhitungannya
melibatkan kadar air, kadar abu, kadar lemak, dan kadar protein. Berikut adalah
rumus perhitungan kadar karbohidrat by difference:

Kadar karbohidrat = 100% - % (Air + Abu + Lemak + Protein)

Analisis Kadar Mineral metode ICP OES


Kadar mineral ditetapkan dengan metode ICP OES. Sampel ditimbang 2-5
gram, dikeringkan menggunakan hotplate hingga tidak berasap, diabukan
semalam dengan menggunakan tanur 450oC. Setelah proses pengabuan,
ditambahkan 2 mL HNO3 lalu dipanaskan sesaat di atas hotplate. Dipindahkan
larutan sampel ke dalam labu ukur 10 mL. Saring larutan dengan kertas saring dan
ditampung dalam tube sampel. Larutan sampel diukur dalam ICP OES panjang
gelombang 317.933 nm untuk kalsium, 238.204 nm untuk Fe, dan 213.857 nm
untuk Zn. Dibuat kurva kalibrasi dan dihitung kadar kalsium.
ntensitas spl-a
b
ml fp
Kadar mineral (mg/Kg) =
Keterangan :
Intensitas spl = intensitas sampel
a = intercept dari kurva kalibrasi standar
b = slope dari kurva kalibrasi standar
fp = faktor pengenceran sampel
V = volume labu akhir sampel (ml)
W = berat sampel
41

Lampiran 5 Prosedur analisis kadar serat pangan

Analisis Kadar Serat Metode Enzimatis


Tahap pertama dalam analisis kadar serat pangan adalah menghaluskan
sampel lalu diekstrak lemaknya dengan menggunakan heksana.Sebanyak 0.5 g
sampel ditimbang dan dimasukkan ke dalam labu Erlenmeyer. Selanjutnya
ditambahkan 25 mL 0.1 M buffer natrium fosfat pH 6 kemudian diaduk dan
ditambahkan 0.1 mL enzim termamyl. Selanjutnya labu Erlenmeyer ditutup
dengan alumunium foil dan diinkubasi dalam penangas air pada suhu 100°C
selama 15 menit, kemudian didinginkan. Sebanyak 20 mL air destilata
ditambahkan dan diatur pH menjadi 1.5 menggunakan HCl dan 100 mg pepsin.
Labu Erlenmeyer ditutup kembali dengan alumunium foil dan diinkubasi dalam
penangas air bergoyang pada suhu 40°C selama 60 menit.
Sebanyak 20 mL air destilata ditambahkan dan diatur pH menjadi 6.8
menggunakan NaOH dan 100 mg pankreatin. Labu Erlenmeyer ditutup kembali
dengan alumunium foil dan diinkubasi dalam penangas air bergoyang pada suhu
40°C selama 60 menit. pH larutan diatur menjadi 4.5 menggunakan HCl.
Selanjutnya sampel disaring dan dicuci dengan 20 mL air destilata. Residu yang
diperoleh dicuci dengan 20 mL etanol 95% dan 20 mL aseton. Residu hasil
penyaringan kemudian dikeringkan pada suhu 105°C hingga beratnya konstan lalu
ditimbang dan didinginkan dalam desikator (D1). Tahap selanjutnya adalah
sampel diabukan pada suhu 550°C selama 5 jam kemudia didinginkan dalam
desikator dan ditimbang (I1).
Filtrat yang diperoleh diatur volumenya hingga 100 mL dan ditambahkan
400 mL etanol 95% pada suhu 60°C, kemudian dibiarkan mengendap selama 1
jam. Disaring dan dicuci dengan 20 mL etanol 78%, 20 mL etanol 95%, 20 mL
aseton. Selanjutnya dikeringkan pada suhu 105°C selama semalam kemudian
didinginkan dalam desikator dan ditimbang (D2). Sampel diabukan pada suhu
550°C selama 5 jam.

Perhitungan kadar serat:


% Serat makanan tidak larut (IDF) = x 100%

% Serat makanan larut (SDF) =

% Serat makanan total = % IDF + % SDF


42

Lampiran 6 Perhitungan jumlah kalsium bubuk yang ditambahkan pada formula

Kebutuhan kalsium ibu hamil = 1 300 mg


Kandungan kalsium tiap tablet = 600 mg
Berat tiap tablet = 1 944 mg
Direncanakan kalsium yang ingin disumbang sebesar 20% dari kebutuhan ibu
hamil sehingga x 1 300 mg = 260 mg

Setiap satu adonan masing-masing formula menghasilkan cookies sebanyak 70


keping atau sekitar 7 takaran saji.

Jumlah kalsium yang dibutuhkan:


= x berat tablet x takaran saji

x 1 944 x 7

= 5 896 mg
= 5 896 mg ~ 6 g

Lampiran 7 Perhitungan kontribusi energi dan zat gizi kebutuhan ibu hamil

Kontribusi energi = nergi per sajian coo ies


Kebutuhan energi harian ibu hamil
43

RIWAYAT HIDUP

Penulis merupakan anak pertama dari dua bersaudara dari pasangan


Suwito dan Suparmi. Penulis lahir di kota Ngawi, 17 September 1995. Penulis
menempuh pendidikan di SDN Tambun Selatan 09, SDN Rawalumbu IX, SDN
Padas 1, SMPN 1 Padas, SMAN 2 Ngawi jurusan Ilmu Pengetahuan Alam (IPA).
Tahun 2014 penulis diterima di Institut Pertanian Bogor melalui jalur Seleksi
Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN). Tahun pertama di IPB,
penulis mengikuti program Tingkat Persiapan Bersama (TPB), penulis
melanjutkan studi di Mayor Ilmu Gizi, Departemen Gizi Masyarakat, Fakultas
Ekologi Manusia (FEMA), Institut Pertanian Bogor.
Selama perkuliahan penulis aktif di berbagai organisasi. Penulis menjadi
sekretaris departemen Advokasi dan Kesejahteraan Mahasiswa BEM TPB IPB
pada tahun 2014-2015. Tahun berikutnya penulis aktif di Lembaga Dakwah
Kampus Al-Hurriyyah dan Lembaga Dakwah Fakultas Ekologi Manusia
(FORSIA). Penulis pernah mempresentasikan paper mengenai makanan darurat
bagi Balita yang terbuat dari teripang pada ajang Hokkaido Indonesian Student
Association Conference di Sapporo, Jepang.
Penulis mengikuti Kuliah Kerja Nyata Tematik (KKN-T) 2017 pada bulan
Juli-September di Kecamatan Wargajaya, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Program
kerja saat KKN meliputi revitalisasi Posyandu, pendampingan balita gizi buruk
atau kurang, sosialisasi keamanan pangan dan perilaku hidup bersih dan sehat
(PHBS), konseling gizi di Puskesmas, serta praktik pemberian maknanan
tambahan (PMT Pemulihan) pada balita gizi kurang.
Bulan November-Januari 2017, penulis melaksanakan Praktik Kerja
Lapang Manajemen Sistem Penyelenggaraan Makanan (MSPM) dan Manajemen
Asuhan Gizi Klinis (MAGK) di Rumah Sakit Umum Pusat Persahabatan, Jakarta
Timur dengan topik kajian mengenai asuhan terhadap pasien penyakit dalam,
penyakit bedah, dan penyakit anak. Penulis juga mempunyai pengalaman menjadi
asisten praktikum mata kuliah Ilmu Bahan Makanan tahun 2018.

Anda mungkin juga menyukai