Anda di halaman 1dari 48

LAPORAN TENTANG

“Praktikum Transfusi Darah”

Disusun untuk memenuhi salah satu tugas Mata Pelajaran Transfusi Darah
(Praktikum)

Disusun oleh :

Kelompok 4

Aldi Alfayed 1511C1010


Feri D. W. Lestari 1511C1011
Nita Susanti 1511C1019
Ester Laritembun 1511C1032

S1 KIMIA KONSENTRASI ANALIS MEDIS


SEKOLAH TINGGI ANALIS BAKTI ASIH BANDUNG
2018
DAFTAR ISI

Kata pengantar ..............................................................................................


Daftar isi ...................................................................................................... ii
Praktikum I .................................................................................................. 3
Praktikum II .............................................................................................. 13
Praktikum III ............................................................................................. 21
Praktikum IV ............................................................................................. 31
Praktikum V .............................................................................................. 35
Jawaban soal nomor 12-12 ........................................................................ 41
Jawaban soal nomor 24 ............................................................................. 42
Jawaban soal nomor 36 ............................................................................. 43
Jawaban soal nomor 44 ............................................................................. 45
Jawaban soal nomor 50 ............................................................................. 46
Daftar pustaka ........................................................................................... 48

ii
iii
PRAKTIKUM KE-I

1. Hari/Tanggal : Senin/21 Mei 2018


2. Judul : Pemeriksaan Golongan Darah ABO & Rhesus
3. Metode : Slide
4. Tujuan :
a. Cell Grouping/Forward Grouping
Untuk mengetahui antigen A, B didalam sel darah merah
b. Serum Grouping/Reverse Grouping
Untuk mengetahui antibodi α, β didalam plasma
c. Rhesus Slide
Untuk mengetahui antigen rhesus didalam sel darah merah
5. Prinsip :
Antigen/Aglutinogen + Antibodi/Aglutinin → Aglutinasi/penggumpalan
6. Dasar Teori :
Golongan darah adalah ciri khusus darah dari suatu individu karena adanya
perbedaan jenis karbohidrat dan protein pada permukaan membran sel darah
merah. Dengan kata lain, golongan darah ditentukan oleh jumlah zat (kemudian
disebut antigen) yang terkandung di dalam sel darah merah. Ada dua jenis
penggolongan darah yang paling penting, yaitu penggolongan ABO dan
Rhesus (faktor Rh). Selain sistem ABO dan Rh, masih ada lagi macam
penggolongan darah lain yang ditentukan berdasarkan antigen yang terkandung
dalam sel darah merah. Di dunia ini sebenarnya dikenal sekitar 46 jenis antigen
selain antigen ABO dan Rh, hanya saja lebih jarang dijumpai (Fairus Chalid,
2008).
Tahun 1900 Dr. Karl Lansteiner mengemukakan penemuannya tentang
golongan darah ABO pada manusia. Penemuan ini didasarkan pada faktor
antigen/aglutinogen (zat protein darah pada sel darah merah yang dapat
digumpalkan oleh antibodi/aglutinin) dan faktor antibodi/aglutinin (zat protein
darah terdapat didalam serum/plasma yang dapat menggumpalkan
antigen/aglutinin (Modul Transfusi).

4
Penetapan golongan darah ini menentukan jenis antigen pada eritrosit,
selain itu dikenal juga penetapan jenis antibodi pada serum. Cara yang terbaik
melakukan kedua penetapan secara bersama-sama. Dalam pemerriksaan
golongan darah ABO ini, metode yang digunakan antara lain metode slide, tile,
dan tube (tabung) (Modul Transfusi).
Rhesus adalah suatu faktor yang terdapat pada sel darah merah, ditemukan
pertama kali oleh Landsteiner dan Wiener pada tahun 1940 melalui injeksi
darah merah kera Macaccus rhesus ke tubuh kelinci. Dinamakan rhesus karena
dalam riset digunakan darah kera rhesus (Macaca mulatta), salah satu spesies
kera yang paling banyak dijumpai di India dan Cina. Pada sistem ABO, yang
menentukan golongan darah adalah antigen A dan B, sedangkan pada Rh
faktor, golongan darah ditentukan adalah antigen Rh (dikenal juga sebagai
antigen D). Jika hasil tes darah di laboratorium seseorang dinyatakan tidak
memiliki antigen Rh, maka ia memiliki darah dengan Rh negatif (Rh),
sebaliknya bila ditemukan antigen Rh pada pemeriksaan, maka ia memiliki
darah dengan Rh positif (Rh+) Penting Untuk Transfusi (Fairus Chalid, 2008).
Landsteinerdan Wiener menerangkan bahwa bila sel darah merah
(eritrosit) seseorang mempunyai rhesus antigen (antigen D atau Rh0), maka
orang tersebut dinyatakan sebagai Rhesus-positive. Bila ia tidak mempunyai
Rhesus antigen (antigen D atau Rh0) dinyatakan Rhesus-negative. Seseorang
dengan Rhesus-negative, didalam plasmanya juga tidak mengandung antibodi
(yang sejenis), kecuali distimulasi (dirangsang) dengan Immunisasi (Modul
Transfusi).

7. Alat Dan Bahan :


a. Alat : 1. Autoclick/Blood Lancet Device
2. Kaca objek
3. Pipet tetes
4. Spuit 3 cc
5. Tabung Sentrifus
6. Tabung Serologi

5
7. Torniquet
8. Tusuk Gigi
b. Bahan : 1. Anti-A serum (Aglutinin α/A), Anti-B serum (Aglutinin β/B),
Anti-AB serum (Aglutinin α/A dan β/B, dan Anti-Rh serum
(Anti D Monoclonal/Duoclonal, IgM/IgG)
2. Alkohol 70 %
3. Bovine Albumin 22 %
4. Darah Kapiler dan Darah Vena
5. Kapas
6. Larutan NaCl Fisiologis 0,85 %

8. Cara Kerja :
a. Cell Grouping/Forward Grouping
 Cara Kerja (Darah Kapiler) dan Form Check List :
1. Disiapkan alat dan bahan yang diperlukan
2. Diusaplah jarum dengan kapas beralkohol 70%, kemudian ditusuklah
jarum tersebut ke ujung jari Anda yang telah dibersihkan.
3. Diteteskan darah yang keluar pada kaca objek di tiga tempat yang
berbeda (sisikanan-tengah-kiri).
4. Ditambahkan setetes Anti-B serum pada sisi tengah tetesan darah, dan
Anti-AB serum pada sisi kiri tetesan darah.
5. Diaduklah tetesan masing-masing antiserum dengan darah tersebut
menggunakan ujung tusuk gigi secara terpisah.
6. Diamati hasilnya setelah 2-3 menit, apakah terjadi penggumpalan
darah atau tidak.
 Cara Kerja (Darah Vena) dan Form Check List :
Dibuatlah suspensi eritrosit 10% untuk masing-masing kelompok:
1. Disiapkan alat dan bahan yang diperlukan
2. Diambil darah seorang anggota kelompok sebanyak ±3cc.
3. Dimasukkan ke dalam tabung sentrifus, kemudian dilakukan
pemusingan selama 15 menit dengan kecepatan 3000 rpm.

6
4. Diambil serumnya dan dimasukkan ke dalam tempat yang terpisah.
5. Dicampur sisa eritrosit dicuci dengan NaCl Fisisologis 0,85% sampai
¾ tabung dan dilakukan pemusingan dengan kecepatan 3000 rpm
selama 1 menit.
6. Ditampung supernatan kedalam mikrotube (cairan bagian atas) dan
endapan ditambahkan lagi dengan NaCl Fisisologis 0,85% sampai ¾
tabung, dilakukan hal tersebut sebanyak 3 kali.
7. Setelah cairan NaCl Fisisologis 0,85% dibuang, maka sisa sel darah
merahnya adalah suspensi eritrosit 100%.
8. Dilakukan pengenceran suspensi eritrosit agar didapat suspensi
eritrosit 10% yaitu dengan: diambil 1 bagian (tetes/mL) suspensi
eritrosit 100% + 9 bagian (tetes/mL) NaCl Fisisologis 0,85%.
b. Serum Grouping/Reverse Grouping dan Form Check List :
1. Disiapkan alat dan bahan yang diperlukan
2. Diteteskan 3 tetes serum/plasma darah pada kaca objek.
3. Diteteskan pada masing-masing sel (suspensi eritrosit 10%) golongan A,
golongan B, dan sel golongan O.
4. Dicampurkan secara perlahan dan dilihat terjadinya aglutinasi.

c. Rhesus Slide
 Cara Kerja (Darah Kapiler) dan Form Check List :
1. Disiapkan alat dan bahan yang diperlukan
2. Diusaplah ujung jari dengan kapas beralkohol 70%, kemudian
ditusukan jarum steril ke ujung jari Anda.
3. Ditetskan darah yang keluar (eritrosit 100%) pada kaca objek di dua
tempat yang berbeda (sisi kanan-sisi kiri).
4. Ditambah setetes Anti-Rh serum pada sisi kanan tetesan darah dan
Bovine Albumin 22% (kontrol negatif) pada sisi kiri tetesan darah.
5. Diaduk tetesan masing-masing reagen dengan darah tersebut
menggunakan ujung tusuk gigi secara terpisah.

7
6. Diperhatikan terjadinya penggumpalan di kedua sisi kaca objek
tersebut.
 Cara Kerja (Darah Vena) dan Form Check List :
Dibuatlah suspensi eritrosit 40% untuk masing-masing kelompok:
1. Disiapkan alat dan bahan yang diperlukan
2. Diambil darah seorang anggota kelompok sebanyak ±3cc.
3. Dimasukkan ke dalam tabung sentrifus, kemudian dilakukan
pemusingan selama 15 menit dengan kecepatan 3000 rpm.
4. Diambil serumnya dan dimasukkan ke dalam tempat yang terpisah.
5. Dicampur sisa eritrosit dicuci dengan NaCl Fisisologis 0,85% sampai
¾ tabung dan dilakukan pemusingan dengan kecepatan 3000 rpm
selama 1 menit.
6. Ditampung supernatan kedalam mikrotube (cairan bagian atas) dan
endapan ditambahkan lagi dengan NaCl Fisisologis 0,85% sampai ¾
tabung, dilakukan hal tersebut sebanyak 3 kali.
7. Setelah cairan NaCl Fisisologis 0,85% dibuang, maka sisa sel darah
merahnya adalah suspensi eritrosit 100%.
8. Dilakukan pengenceran suspensi eritrosit agar didapat suspensi
eritrosit 40% yaitu dengan: diambil 2 bagian (tetes/mL) suspensi
eritrosit 100% + 3 bagian (tetes/mL) NaCl Fisisologis 0,85%.

9. Interprestasi Hasil :
a. Cell Grouping/Forward Grouping
Tabel 1. Hasil Pengamatan Cell Grouping
Golongan
Anti-A Anti-B Anti-AB
Darah
- - - O
+ - + A
- + + B
+ + + AB

8
b. Serum Grouping/Reverse Grouping
Tabel 2. Hasil Pengamatan Serum Grouping
Suspensi Suspensi Suspensi Golongan
Eri-A Eri-B Eri-O Darah
+ + - O
- + - A
+ - - B
- - - AB

c. Rhesus Slide
Tabel 3. Hasil Pengamatan Rhesus Slide
Anti-Rh Kontrol Negatif
+/- -

10. Hasil Pengamatan:


a. Cell Grouping/Forward Grouping
 D
a Golongan
Nama Anggota Anti-A Anti-B Anti-AB
Darah
r Feri Dwi Wiji Lestari - - - O
a Ulfah Rahmayani - + + B
h Siti Koriyah - - - O
Nabilah Khodijah + - + A
Ester Laritembun - - - O
K
apiler

 Darah Vena

Anti-A Anti-B Anti-AB Golongan

9
Darah :

Sampel X4

Suspensi Eri-A Suspensi Eri-B Suspensi Eri-AB

Golongan
Darah :

b. Serum Grouping/Reverse Grouping

c. Rhesus Slide

Golongan
Nama Anggota Anti-Rh Kontrol (-)
Darah
Feri Dwi Wiji Lestari + - O
Ulfah Rahmayani + - B
Siti Koriyah + - O
Nabilah Khodijah + - A
Ester Laritembun + - O
 Darah Kapiler

10
 Darah Vena
Sampel X4
Anti-Rh Kontrol (-)

Rhesus :
Positif (+)

11. Pembahasan :
Pada pengamatan yang kami lakukan yaitu untuk mengetahui antigen A,
B didalam sel darah merah (eritrosit), untuk mengetahui antibodi α, β
diplasma dan untuk mengetahui antigen rhesusu didalam sel darah merah
(eritrosit). Pada tabel diatas pemeriksaan Cell Grouping/Forward Grouping
didapatkan hasil golongan darah dari sampel perorangan dengan darah kapiler
dalam anggota kelompok yaitu Feri: O, Ulfa: B, Kori: O, Nabilah: A, dan
Ester: O, golongan darah dari sampel X4 dengan darah vena yaitu AB ditandai
dengan tidak homogen di Anti-A, Anti-B, dan Anti-AB.
Pada tabel diatas pemeriksaan Serum Grouping/Reverse Grouping
didapatkan hasil golongan darah dari sampel X4 yaitu AB ditandai dengan
homogen di suspensi eritosit A, suspensi eritosit B, dan suspensi eritosit O.
Dan pada tabel diatas pemeriksaan rhesus yang didapatkan dari sampel
perorangan dalam anggota kelompok yaitu Feri: +, Ulfa: +, Kori: +, Nabilah:
+, Ester: +, rhesus dari sampel X4 yaitu + ditandai dengan tidak homogen di
Anti-Rh atau Anti-D

11
Berdasarkan hasil praktikum yang telah dilakukan dapat disimpulkan
bahwa sistem ABO dan Rh, merupakan dua dari beberapa sistem
penggolongan darah yang sangat penting, terutama sebelum melakukan
transfusi darah ataupun transplatasi jaringan dan organ. Sistem ini
menggunakan interaksi antigen-antibodi sebagai prinsip pemeriksaannya.
Apabila suatu antigen (substansi asing) masuk ke dalam tunuh, maka tubuh
akan menghasilkan suatu protein yang disebut antibodi. Antibodi inilah yang
akan bereaksi untuk melawan antigen tersebut dalam mekanisme pertahanan
diri (sistem imun). Sedangkan respon dari sel darah (eritrosit) merah adanya
substansi asing adalah dengan peningkatan jumlah sel darah putih (leukosit).
Jenis sel darah putih (leukosit) yang meningkat adalah spesifik sesuai dengan
infeksi yang terjadi dalam tubuh.

12. Kesimpulan :
a. Cell Grouping/Forward Grouping
 Darah Kapiler
Jadi golongan darah yang didapatkan dari sampel perorangan dalam
anggota kelompok yaitu Feri: O, Ulfa: B, Kori: O, Nabilah: A, dan
Ester: O.
 Darah Vena
Jadi golongan darah yang didapatkan dari sampel X4 yaitu AB ditandai
dengan tidak homogen di Anti-A, Anti-B, dan Anti-AB.
b. Serum Grouping/Reverse Grouping
Jadi golongan darah yang digunakan dari sampel X4 yaitu AB ditandai
dengan homogen di suspensi eritosit A, suspensi eritosit B, dan suspensi
eritosit O.
c. Rhesus Slide
 Darah Kapiler

12
Jadi rhesus yang didapatkan dari sampel perorangan dalam anggota
kelompok yaitu Feri: +, Ulfa: +, Kori: +, Nabilah: +, Ester: +.
 Darah Vena
Jadi rhesus yang didapatkan dari sampel X4 yaitu + ditandai dengan
tidak homogen di Anti-Rh atau Anti-D.

13
PRAKTIKUM KE-II

1. Hari/Tanggal : Senin/21 Mei 2018


2. Judul : Pemeriksaan Golongan Darah ABO & Rhesus
3. Metode : Tube (Tabung)
4. Tujuan :
a. Cell Grouping/Forward Grouping
Untuk mengetahui antigen A, B didalam sel darah merah
b. Serum Grouping/Reverse Grouping
Untuk mengetahui antibodi α, β didalam plasma
c. Rhesus Tube
Untuk mengetahui antigen rhesus didalam sel darah merah
5. Prinsip :
Antigen/Aglutinogen + Antibodi/Aglutinin → Aglutinasi/penggumpalan
6. Dasar Teori :
Tahun 1900 Dr. Karl Lansteiner mengemukakan penemuannya tentang
golongan darah ABO pada manusia. Penemuan ini didasarkan pada faktor
antigen/aglutinogen (zat protein darah pada sel darah merah yang dapat
digumpalkan oleh antibodi/aglutinin) dan faktor antibodi/aglutinin (zat protein
darah terdapat didalam serum/plasma yang dapat menggumpalkan
antigen/aglutinin.
Terdapat 2 jenis penggolongan darah yang paling penting yaitu golongan
darah A, B, O dan faktor Rhesus. Di dunia ini sebenarnya dikenal sekitar 46
jenis antigen selain antigen A – B - O dan Rh, hanya saja lebih jarang
dijumpai. Setiap golongan darah dapat dikenal dari zat kimia yang disebut
antigen (zat yang dapat menimbulkan respon imun), yang terletak di
permukaan sel darah merah, namun ada juga yang terlarut di dalam plasma
atau cairan tubuh.
Golongan darah adalah ciri khusus darah atas suatu individu karena adanya
perbedaan jenis karbohidrat dan protein pada permukaan membran sel darah
merah. Dengan kata lain, golongan darah ditentukan oleh jumlah zat (kemudian

14
disebut antigen) yang terkandung di dalam sel darah merah. Karl Landsteiner
menemukan 3 dari 4 golongan darah (yang kemudian disebut sistem ABO)
dengan cara memeriksa golongan darah beberapa teman sekerjanya. Percobaan
sederhana itu dilakukan dengan mereaksikan sel darah merah dengan serum
dari para donor. Dalam pelayanan kesehatan modern, transfusi darah
merupakan salah satu hal yang penting dalam menyelamatkan jiwa pasien dan
meningkatkan derajat kesehatan. Indikasi tepat transfusi darah dan komponen
darah adalah untuk mengatasi kondisi yang menyebabkan morbiditas dan
mortalitas bermakna yang tidak dapat diatasi dengan cara lain. Dalam
perkembangannya transfusi darah harus dilaksanakan sesuai dengna prosedur
ketat oleh tenaga profesional menggunakan darah yang aman dan berkualitas.
Sebelum melakukan transfusi darah perlu diketahui syarat-syarat dalam
melakukan transfusi, agar proses transfusi dapat berlangsung seperti yang
diharapkan. Ketika seseorang membutuhkan transfusi darah, maka darah yang
disumbangkan haruslah sesuai dengan golongan darah tertentu, sebab
kesalahan dalam melakukan transfusi akan dapat menimbulkan komplikasi
yang serius. Peran analis sangat dibutuhkan dalam penanganan kasus tersebut,
sehingga pemeriksaan golongan darah ini menjadi penting untuk dipelajari dan
dilakukan penerapan dalam praktikum transfusi darah.
Darah merupakan cairan yang kompleks dimana didalamnya terkandungn
bahan – bahan seperti eritrosit, leukosit , trombosit , protein, vitamin- vitamin,
hormon- hormon dan lain sebagainya. Volume darah pada manusia adalah
berkisar 70-1000 cc/ kg berat badan. Darah digunakan sebagai bahan- bahan
pemeriksaan hematologis dan pemeriksaan- pemeriksaan lain
Penetapan golongan darah ini menentukan jenis antigen pada eritrosit,
selain itu dikenal juga penetapan jenis antibodi pada serum. Cara yang terbaik
melakukan kedua penetapan secara bersama-sama. Dalam pemerriksaan
golongan darah ABO ini, metode yang digunakan antara lain metode slide, tile,
dan tube (tabung).

15
Rhesus adalah suatu faktor yang terdapat pada sel darah merah, ditemukan
pertama kali oleh Landsteiner dan Wiener pada tahun 1940 melalui injeksi
darah merah kera Macaccus rhesus ke tubuh kelinci.
Landsteinerdan Wiener menerangkan bahwa bila sel darah merah
(eritrosit) seseorang mempunyai rhesus antigen (antigen D atau Rh0), maka
orang tersebut dinyatakan sebagai Rhesus-positive. Bila ia tidak mempunyai
Rhesus antigen (antigen D atau Rh0) dinyatakan Rhesus-negative. Seseorang
dengan Rhesus-negative, didalam plasmanya juga tidak mengandung antibodi
(yang sejenis), kecuali distimulasi (dirangsang) dengan Immunisasi.

7. Alat Dan Bahan :


a. Alat : 1. Pipet tetes 6. Tusuk Gigi
2. Spuit 3 cc 7. Kapas
3. Tabung Sentrifus 8. Mikroskop
4. Tabung Serologi 9. Rak tabung
5. Torniquet

b. Bahan : 1. Anti-A serum (Aglutinin α/A), Anti-B serum (Aglutinin β/B),


Anti-AB serum (Aglutinin α/A dan β/B, dan Anti-Rh serum
(Anti D Monoclonal/Duoclonal, IgM/IgG)
2. Alkohol 70 %
3. Bovine Albumin 22 %
4. Darah Kapiler dan Darah Vena
5. Suspensi Eritrosit A, B, dan O
6. Larutan NaCl Fisiologis 0,85 %

16
8. Cara Kerja :
a. ABO Tube
1. Disiapkan 7 tabung serologi setiap kelompok
2. Dibuat suspensi eritrosit 10% dari sample darah yang akan diperiksa
(=suspensi eri X).
3. Diteteskan masing-masing 1 (satu) tetes sebagai berikut:
a. Tabung 1 : Anti A + Suspensi Eri X
b. Tabung 2 : Anti B + Suspensi Eri X
c. Tabung 3 : Anti AB + Suspensi Eri X (Kontrol)
d. Tabung 4 : Suspensi Eri A + Serum X
e. Tabung 5 : Suspensi Eri B + Serum X
f. Tabung 6 : Suspensi Eri O + Serum X (Kontrol)
g. Tabung 7 : Suspensi Eri X + Serum X (Auto Kontrol)
4. Dikocok dan dibiarkan selama 5 menit pada suhu kamar
5. Disentrifuge dengan kecepatan 1000 rpm selama 1 menit
6. Digoyangkan tabung dengan hati-hati dan perhatikan adanya
aglutinasi dengan mikroskop (perbesaran objektif 10x)

b. Rhesus Tube
 ABO Rhesus :
1. Disiapkan dua buah tabung serologi untuk masing-masing kelompok
2. Dibuatlah suspensi eritrosit 10% dari sample darah yang akan
diperiksa (= eri X).
Dipisahkan bagian serumnya kedua tabung.
3. Diteteskan masing-masing satu tetes eri X pada kedua tabung.
Kemudian diteteskan pada masing-masing satu tetes Anti-Rh serum
pada tabung 1, dan Bovine Albumin 22% (kontrol negative) pada
tabung dua.
4. Dikocok kedua tabung dan biarkan selama 5 menit pada suhu kamar
(waterbath37° C).

17
5. Disentrifugasi dengan kecepatan 1000 rpmselama satu menit
6. Digoyangkan tabung dengan hati-hati dan perhatikan adanya
aglutinasi dengan menggunakan mikroskop monokuler
7. Dilihat terjadinya aglutinasi !

9. Interprestasi Hasil :
a. ABO tube
Tabel 1. Hasil Pengamatan
Tabung Tabung Tabung Tabung Tabung Tabung Tabung Golongan
1 2 3 4 5 6 7 Darah
- - - + + - - O

+ - + - + - - A

- + + + - - - B

+ + + - - - - AB

b. Rhesus Tube
Tabel 3. Hasil Pengamatan Rhesus Slide
Anti-Rh Kontrol Negatif
+/- -

10. Hasil Pengamatan:


a. ABO Tube
Sampel X4

Tabung 1 Tabung 2 Tabung 3

18
Tabnung 5 Tabung 6 Tabung 7

Golongan
Darah :

b. Rhesus Tube

Tabung 1 Tabung 2 Golongan Darah

11. Pembahasan :
Sistem golongan darah ABO merupakan salah satu lokus genetik
manusia yang pertama kali diketahui menunjukan keanekaragaman. Dengan
teknik immunologis, sistem yang pertama kali ditemukan oleh Karl
Landsteiner (1868-1943) pada tahun 1900. pada awal abad ini ternyata
memegang peranan penting dalam kajian keanekaragaman pada manusia
sebagai pertanda genetik, selain itu juga golongan darah sangat penting secara
medis, khususnya dalam transfusi darah. Penetapan golongan darah ABO
ditentukan oleh :
- Ada tidaknya antigen A atau B pada sel darah merah

19
- Serum/plasma seorang individu mengandung regular antibody anti-A atau
anti-B
- Dalam serum seseorang tidak terdapat antibody terhadap antigen yang
terdapat pada sel darah merahnya.
Golongan darah ABO diidentifikasi dengan melihat reaksi aglutinasi
yaitu penggumpalan sel darah merah sebagai akibat adanya reaksi antara
antibody dalam serum/plasma dengan antigen pada sel darah merah.
Golongan darah sangat penting untuk diketahui sehubungan dengan transfusi
darah. Dengan memasukkan darah seseorang ke dalam tubuh orang lain
melalui pembuluh darah vena.
Di dalam serum manusia terdapat suatu sel yang disebut aglutinin atau
zat penggumpal yang terdiri dari 2 yaitu α dan β, sedangkan dalam
eritrositnya terdapat sel lain yang disebut aglutinogen A dan B. Berdasarkan
faktor tersebut di atas maka Landsteiner membagi darah menjadi 4 golongan :
1. Golongan darah A yang mempunyai aglutinogen A dalam eritrositnya dan
mengandung aglinin β dalam serumnya.
2. Golongan darah B yang mempunyai aglutinogen B dalam eritrositnya dan
mengandung aglutinin α dalam serumnya.
3. Golongan darah AB yang mempunyai aglunogen A dan B dalam
eritrositnya dan tidak mengandung aglutinin α dan β dalam serumnya.
4. Golongan darah O, darah yang tidak mempunyai aglutinogen dalam
eritrositnya dan mengandung aglutinin α dan β dalam serumnya.
Pada pengamatan yang kami lakukan yaitu untuk mengetahui antigen A,
B didalam sel darah merah (eritrosit), untuk mengetahui antibodi α, β
diplasma dan untuk mengetahui antigen rhesus didalam sel darah merah
(eritrosit). Pada tabel diatas pemeriksaan Cell Grouping/Forward Grouping
didapatkan hasil pada sample X4 (cell grouping) Tabung 1-3 memiliki
golongan darah AB, sedangkan sample Y4 (serum grouping) Tabung 4-6
memiliki golongan darah A, Tabung 7 positif karena sejenis. Serta dari
pemeriksaan Rhesus pada sample X4 yaitu Rhesus + yang ditandai dengan
adanya aglutinasi pada campuran Eri X4 10% + Anti-D.

20
12. Kesimpulan :
A. ABO Tube
Berdasarkan hasil pengamatan diperoleh pada sample X4 (cell
grouping) Tabung 1-3 memiliki golongan darah AB, sedangkan sample Y4
(serum grouping) Tabung 4-6 memiliki golongan darah A, Tabung 7
positif karena sejenis.
B. Rhesus Tube
Berdasarkan hasil pengamatan diperoleh pada sample X4 yaitu Rhesus
+ yang ditandai dengan adanya aglutinasi pada campuran Eri X4 10% +
Anti-D.

21
PRAKTIKUM KE-III

1. Hari/Tanggal : Senin/25 Juni 2018

2. Judul : Pemeriksaan Reaksi Silang/Cocok Serasi


(Cross Match Mayor & Minor)

3. Metode : Tube

4. Tujuan :
a. Umun
Untuk mengetahui adanya antibodi dalam serum yang dapat merusak sel
darah merah (eritrosit) sehingga menghindarkan terjadinya reaksi
hemolotik.
b. Fase I : Fase suhu kamar dalam medium salim
Untuk mendeteksi antibodi komplit (IgM)
c. Fase II : Fase inkubasi 37°C dalam medium Bovine Albumin 22%
Untuk mendeteksi antibodi komplit (IgG)
d. Fase III : Fase Anti Globulin Test
Untuk menyempurnakan aglutinasi yang terjadi bila pasa fase II sudah
terdapat antibodi coated.

5. Prinsip :
Antigen/Aglutinogen + Antibodi/Aglutinin (yang sesuai/sejenis)
→Aglutinasi/penggumpalan

6. Dasar Teori :
Pemeriksaan reaksi silang (Cross Match) diperlukan sebelum melakukan
transfusi darah untuk melihat apakah darah pasien/resepien sesuai dengan
darah donor. Pemeriksaan Cross Match ini sangat perlu agar penderita
mendapat transfusi yang cocok tanpa ada bahaya.

22
Pada reaksi silang mayor (Cross Match Mayor)bserumpasien dicampur
dengan eritrosit donor, sehingga kita dapat menemukan zat anti lengkap
(complete antibodies) maupun zat anti yang tidak lengkap (incomplete
antibodies). Pemeriksaan ini dianjurkan hanya dilakukan dengan cara tabung
saja, sebab penggunaan kaca objek kurang menjamin hasil pemeriksaan.
Pada reaksi silang minor (Cross Match Minor) serum donor diuji dengan
eritrosit pasien, sehingga kita dapat menemukan zat anti lengkap (complete
antibodies) maupun zat anti yang tidak lengkap (incomplete antibodies). Jika
golongan darah (sistem ABO) antara donor dan pasien sama, baik “mayor”
maupun “minor” tidak bereaksi. Namun jika berlainan misalnya donor
golongan O dan pasien golongan A, maka akan terjadi aglutinasi pada tes
minor.

7. Alat Dan Bahan :


a. Alat : 1. Kaca Objek
2. Mikroskop
3. Pipet Tetes
4. sentifus
5. Tabung Serologi
6. Waterbath
b. Bahan : 1. Bovine Albumin 22%
2. Contoh Darah Donor
3. Contoh Darah Pasien
4. Medium Salin (NaCl 0,9%)
5. Sel Uji Coombs (Control Cell Coombs)
6. Serum Coombs (Anti Human Globulin)

8. Cara Kerja :
1. Siapkan serum dari contoh darah donor/pasien (setelah pemeriksaan
golongan darah dan rhesus).

23
2. Siapkan pula suspensi eritrosit 5% dalam salin dari contoh darah
donor/pasien 91 bagien eritrosit 100% + 19 bagian NaCl 0,85% = suspensi
eritrosit 5% = 1/20).
3. Fase I = Fase suhu kamar dalam medium salin, dilakukan dengan cara
mencampurkan 2 tetes serum donor/pasien + 1 tetes suspensi eri 5%
donor/pasien dalam tabung. Sentrifus dengan kecepatan 3000 rpm selama
1 menit, kemudian lihat ada tidaknya aglutinasi/hemolisis.
4. Fase II = Fase inkubasi 37°C dalam medium Bovine Albumin 22%. Ini
dilakukan bila pada fase I tidak ada aglutinasi/hemolisis. Caranya dengan
menambahkan 2 tetes Bovine Albumin 22% pada tabung (berisi campuran
serum pasien + eri donor), kemudian dikocok. Lakukan inkubasi tabung
pada suhu 37°C dalam waterbath selama 15 menit. Sentrifus kembali
dengan kecepatan 3000 rpm selama 1 menit. Bila aglutinasi (-), lakukan
pencucian dengan salin sebanyak 3 kali.
5. Fase III = Fase Anti Globulin Test, dilakukan dengan cara
menambahkan 2 tetes Serum Coombs (Anti Human Globulin), kemudian
dikocok. Sentrifus kembali dengan kecepatan 3000 rpm selama 1 menit.
Lihat dibawah mikroskop, bilan tidak ada reaksi makan donor tersebut
cocok diberikan kepada pasien.
6. Uji Validitas, dilakukan dengan menambahkan 1 tetes Sel Uji Coombs
(Control Cell Coombs) untuk menguji serum Coombs (Anti Human
Globulin). Sentrifus kembali dengan kecepatan 3000 rpm selama 1 menit.
Bila tidak ada reaksi, pemeriksaan harus diulang (menunjukkan bahwa
Serum Coombs sudah jelek). Bila ada reaksi maka darah donor tersebut
cocok diberikan kepada pasien ( menunjukkan bahwa Serum Coombs
masih bagus).

24
9. Interpretasi Hasil
Tabel 8. Hasil Pengamatan Cross Match Mayor

Pasien (Serum)
Donor
(Eritrosit) O A B AB
(Anti AB) (Anti A) (Anti B (Anti -)
O
- - - -
(Ag-)
A
+ - + -
(Ag A)
B
+ + - -
(Ag B)
AB
+ + + -
(Ag AB)

Tabel 9. Hasil Pengamatan Cross Match Minor

Pasien (Eritrosit)
Donor
(Serum) O A B AB
(Ag-) (Ag A) (Ag B) (Ag AB)
O
- + + +
(Anti AB)
A
- - + +
(Anti A)
B
- + - +
(Anti B)
AB
- - - -
(Anti -)

25
Keterangan :

(+) = Aglutinasi, tidak boleh dilakukan transfusi darah.

(-) = Tidak terjadi aglutinasi, boleh dilakukan transfusi darah.

10. Hasil Pengamatan:


 Hasil Pengamatan Cross Match Mayor

Pemeriksaan
Fase I Fase II Fase III Uji Validitas
Serum Coombs

Sampel X4

 Hasil Pengamatan Cross Match Minor

Sampel
Pemeriksaan
Fase I Fase II Fase III Uji Validitas
Serum Coombs

26
11. Pembahasan :
Crossmatch adalah reaksi silang in vitro antara darah pasien
dengan darah donornya yang akan di transfusikan. Pemeriksaan ini
dilakukan sebelum pelaksanaan transfusi darah.
Tindakan uji silang (crossmatch) diperlukan sebelum
melakukan tranfusi darah untuk melihat apakah darah penderita
sesuai dengan donor. Untuk tujuan tersebut, golongan darah
penerima resipien harus sama dengan golongan darah pemberi
donor dan uji aglutinasi antara serum resipien dengan SDM donor
dan serum donor dengan SDM resipien.
Uji crossmatch ini penting bukan hanya pada transfusi
tetapi juga ibu hamil yang kemungkinan terkena penyakit
hemolitik pada bayi baru lahir.
Tujuan dilakukan periksaan uji silang adalah
1. untuk melihat apakah darah dari pendonor cocok dengan
penerima (resipien).
2. untuk konfirmasi golongan darah.
3. untuk mencari tahu atau apakah darah donor akan ditranfusikan
itu nantinya akan dilawan oleh serum pasien didalam tubuhnya,
atau adakah plasma donor yang turut ditransfusikan akan
melawan sel pasien didalam tubuhnya hingga akan
memperberat anemia, disamping kemungkinan adanya reaksi
hemolytic transfusi yang biasanya membahayakan pasien.
Maka dapat disimpulkan tujuan Crossmacth sendiri yaitu
mencegah reaksi hemolitik darah bila darah didonorkan dan supaya
darah yang ditrafusikan itu benar-benar ada manfaatnya bagi
kesembuhan pasien.
Crossmatch mempunyai tiga fungsi, yaitu:
1. Konfirmasi jenis ABO dan Rh (kurang dari 5 menit)
2. Mendeteksi antibodi pada golongan darah lain.

27
3. Mendeteksi antibody dengan titer rendah atau tidak terjadi
aglutinasi mudah. Yang dua terakhir memerlukan sedikitnya 45
menit.

Prinsip crossmatch ada dua yaitu Mayor dan Minor, yang


penjelasnya sebagai berikut :
 Mayor crossmatch adalah serum penerima dicampur dengan sel
donor. Maksudnya apakah sel donor itu akan dihancurkan oleh
antibody dalam serum pasien.
 Minor crossmatch adalah plasma donor dicampur dengan sel
penerima. Yang dengan maksud apakah sel pasien akan
dihancurkan oleh plasma donor.
Jika golongan darah (system ABO) penerima dan donor
sama, baik mayor maupun minor tidak bereaksi, jika berlainan
misalnya, donor golongan O dan penerima golongan A, akan
terjadi aglutinasi pada tes minor.
Mayor Crossmatch merupakan tindakan terakhir untuk
melindungi keselamatan penerima darah dan sebaiknya dilakukan
demikian sehingga Complete Antibodies maupun incomplete
Antibodies dapat ditemukan dengan cara tabung saja. Cara dengan
objek glass kurang menjaminkan hasil percobaan. Reaksi silang
yang dilakukan hanya pada suhu kamar saja tidak dapat
mengesampingkan aglutinin Rh yang hanya bereaksi pada suhu
37OC.
Pada pemeriksaan uji silang serasi ada tiga fase yaitu :
1) Fase I (fase suhu kamar, dalam medium salin)
Fase ini menilai kecocokan antibody alami dengan antigen
eritrosit antara donor dan resipien, sehingga reaksi tranfusi
hemolitik yang fatal bisa dihindari. Pada fase ini juga dapat
menentukan golongan darah.
2) Fase II (fase inkubasi pada suhu 37OC)

28
Fase ini untuk mendeteksi antibody anti-Rh dan
meningkatkan sensitivitas tes globulin dengan menggunakan
media bovine albumin 22%. Dilakukan inkubasi selama 15
menit pada suhu 37OC sebagai suhu yang sama dengan suhu
badan, sehingga member kesempatan antibody untuk melekat
pada sel. Inkubasi tidak boleh lebih dari 15 menit karena ada
kemungkinan terjadi aglutinasi nonspesifik.
3) Fase III (Indirect Coomb’s Test)
Fase ini merupakan uji antiglobulin. Untuk mendeteksi IgG
yang dapat menimbulkan masalah dalam tranfusi yang tidak
dapat terdeteksi pada kedua fase sebelumnya.
Sebelum di tes, eritrosit dicuci terlebih dahulu dari globulin
plasma yang tidak bersifat antizat spesifik dan kemudian dicampur
dengan Coomb’s serum, yaitu serum hewan yang mengandung
antizat spesifik terhadap globulin human. Adanya aglutinasi
menunjukan adanya antizat yang melapisi eritrosit.
Uji validitas berfungsi untuk mengetahui, apakah uji silang
yang dilakukan sudah valid atau tidak. Hasil uji validitas pasti
menunjukan hasil positif, namun positif lemah. Pada uji validitas,
tabung yang menghasilkan hasil positif pada fase sebelumnya tidak
di lakukan uji lagi, karena uji ini untuk mengetahui validitas dari
uji silang.
Jika pada reaksi tersebut golongan darah A,B dan O
penerima donor sama, baik mayor maupun minor test tidak
bereaksi, berarti hasil compatible/cocok. Jika berlainan misalnya
donor golongan darah O dan penerima golongan darah A, maka
berarti incompatible/tidak cocok.
Pada praktikum ini, didapatkan hasil uji silang fase 1,2,3
dan uji validitas sebagai berikut untuk sampel :

29
Fase I Fase II Fase III Uji validitas
Mayor - - - Tidak dilakukan
Minor + Tidak dilakukan
Dari hasil diatas dapat dilihat jika pada tes minor
didapatkan hasil positf yang mana hal ini berarti darah donor pada
sampel kali ini tidak bisa dionorkan pada resepien karena
ketidakcocokan pada tes minor tetapi untuk tes mayor, darah dapat
didonorkan karena hasil didapatkan posifif. Hal ini berarti darah
pendonor cocok dengan resepien sehingga bisa didonorkan tetapi
hal ini masih belum dapat dipastikan karena pada praktikum kali
ini tidak dilakukan uji validitas yang dapat memastikan apakah
hasil uji mayor bisa dipercaya atau tidak. Uji validitas tidak
dilakukan karena terkendala beberapa hal, tetapi uji ini harus tetap
dilakukan jika ingin mendonorkan darah karena dengan uji ini
dapat diketahui apakah memang hasilnya benar-benar cocok dan
atau reagen yang digunakan masih baik atau tidak.

12. Kesimpulan :

Dari hasil praktikum kali ini, didapat hasil yaitu :

- Untuk tes Minor didapatkan hasil positif, yang mana hal ini
menunjukkan bahwa dari dari sampel tidak boleh
didonorkan kepada resepien.
- Untuk tes Mayor didapatkan hasil negatif, yang mana hal
ini menunjukkan bahwa darah dari sampel bisa didonorkan
kepada resepien.

30
PRAKTIKUM KE- IV

1. Hari/Tanggal : Senin/ Juni 2018


2. Judul : Percobaan Coombs/Antiglobulin Langsung
( Direct Coombs Test
3. Tujuan : Untuk Mendeteksi Ab yang coated (melekat/menyelimuti)
pada eritrosit pasien dan terjadi secara Invivo (di dalam tubuh).Biasanya
dilakukan bila Cross Match Minor (+)
4. Prinsip :
Antigen + Antibodi Inkomplit (pada eritrosit pasien+
Serum) → Aglutinasi/penggumpalan (+)\
5. Dasar Teori :
Percobaan Coombs mencari adanya antiglobulin. Jika semacam antibodi
melekat pada eritrosit yang mengandung antigen, maka antibodi yang spesifik
terhadap antigen itu mungkin menyebabkan eritrosit-eritrosit bergumpal
(aglutinasi).Globulin merupakan antibodi penghalang ( blocking antibodies)
atau antibodi tak lengkap (incomplete antibodies).Pada konsentrasi tinggi
antibodi ini melapisi eritrosit tetapi tidak dapat mengaglutinasikannya dalam
larutan salin(Modul Transfusi Darah)
Test Coombs langsung digunakan untuk mendeteksi antibodi atau
komplemen pada permukaan sel darah merah dimana sensitisasi telah terjadi
secaraa invivo. Reagen Anti Human Globulin ditambahkan pada sel darah
merah yang telah dicuci dan aglutinasi menunjukkan tes positif (Modul
Transfusi Darah) (Modul Transfusi Darah)

6. Alat Dan Bahan :


c. Alat : 1. Kaca Objek
7. Mikroskop
8. Pipet tetes
9. Sentrifus

31
10. Tabung Serologi
d. Bahan : 1. Contoh Darah pasien
7. Medium Salin (NaCl 0,9 %)
8. Serum Coombs (Anti Human Globulin).

Cara Kerja :

 Cara kerja
1. Siapkan suspensi eritrosit 5 % dalam salin dari contoh darah pasien (1
bagian eritrosit 100% + 19 bagian NaCl 0,85% = suspensi eritrosit 5%
= 1/20 ).
2. Disediakan 2 buah tabung, isi masing-masing tabung dengan 1 tetes
suspensi eritrosit 5 % (pasien)
3. Lakukan pencucian dengan salin sebanyak 3 kali. Pada tabung I (tes)
tambahkan 2 tetes salin serum Coombs, pada tabung II (kontrol)
tambahkan 2 tetes salin. Kemudian sentrifus dengan kecepatan 1000
rpm selama 1 menit.
4. Baca secara Makroskopis dan mikroskopis
 Cara Kerja
sampel B2
1. 1 tetes Eritrosit pasien ke dalam tabung serologi dan ditambah 2 tetes
AHG untuk tes
2. Untuk kontrol ditambah 1 tetes eritrosit pasien pada tabung serologi
dan + 2 tetes NaCl/ Salin
3. Sentrifuge 1000 rpm dengan waktu satu menit
4. Kemudian dibaca

7. Interprestasi Hasil :
 Direct Coombs Test (DCT) positif (+), artinya terdapat sel
coated pada eritrosit pasien.Biasanya terjadi pada penderita
AIHA (Auto-Immune Haemolytic Anemia), HDN (Haemolytic

32
Disease of Newborn), dan orang yang mendapat transfusi
darah dengan Rhesus yang berbeda.
 Direct Coombs Test (DCT) negatif (-), artinya aterdapat
antibodi irregular/antibodi inkomplit pada serum donor.

Reaksi Ag+ Ab komplit (fase 1 CM) Aglutinasi +

Reaksi Ag+ Ab Inkomplit (fase II + fase III CM ) Aglutinasi +

Catatan : Bila Direct Coombs Test ( DCT) negatif (-), maka darah
boleh diberikan tetapi dalam bentuk Packed Red Cell (PRC) atau
Washed Red Cell (WRC).

Pertanyaan :

1. Apa fungsi Serum Coombs yang digunakan dalam Direct


Coombs Test ini?
Jawab : Berfungsi untuk menyempurnakan Aglutinasi
2. Apa fungsi pencucian eritrosit dalam praktikum Direct Coombs
Test ini?
Jawab : Berfungsi untuk menghilangkan protein pada
eritrosit.
8. Hasil Pengamatan:
sampel B.II
Didapat hasil positif Aglutinasi
Dengan kontrol positif (+) dan test positif (+)

9. Pembahasan
Pemeriksaan eritrosit sampel dengan test Coombs direk memakai
anti globulin manusia untuk mengetahui adanya anti bodi dan komplemen
yang meliputi eritrosit secara in vitro. Serum sampel di periksa dengan tes
Coombs indirek untuk mengetahui anti bodi imun yang bebas. Untuk
menentukan jenis anti bodi yang terdapat pada serum pasien dilakukan tes
Coombs indirek dengan mempergunakan 10 panel anti bodi eritrosit pada

33
eluate. Prinsip tes Coombs adalah sebagai berikut : Untuk Mendeteksi Ab
yang coated (melekat/menyelimuti) pada eritrosit pasien dan terjadi secara
Invivo (di dalam tubuh).Biasanya dilakukan bila Cross Match Minor (+).
Terdapat dua tipe dasar dari anti globulin atau tes Coombs, yaitu
direk dan indirek. Tes Coombs direk untuk mengetahui sensitisasi eritrosit
secara invivo pada pasien. Tes Coombs indirek untuk mengetahui sensitisasi
secara invitro, di mana sensitisasi terjadi di dalam tabung reaksi pada kondisi
yang optimal.
Kasus AIHA yang ditemukan pada pasien tanpa riwayat tranfusi
darah sebelumnya adalah termasuk penyakit anemia yang disebabkan oleh
kelainan sistem imun di mana terbentuk anti bodi terhadap sel eritrositnya
sendiri yang di sebut dengan penyakit auto imun. Penyebab dari keadaan ini
umumnya idiopatik. Dari kasus AIHA dengan riwayat tranfusi darah yang
kompatibel sebelumnya di duga terjadi karena hal-hal sebagai berikut
alloantibody induced haemolytik anemia. Dari data yang di peroleh, darah
yang ditranfusikan kepada 84% pasien adalah darah lengkap (whole blood)
dan kepada 16% pasien adalah eritrosit (packed red cells). Dalam jenis darah
ini terdapat bermacam-macam anti gen yang bila ditranfusikan kepada pasien
akan merupakan allogenic stimulant. Stimulasi alogenik dapat mengganggu
toleransi tubuh terhadap sel eritrositnya sendiri (self tolerance), seperti pada
interaksi graft versus host, di mana dalam serum dapat di deteksi adanya auto
anti bodi. Auto anti bodi terbentuk terhadap sel epitel, sel eritrosit, timosit,
anti gen nuklear dan DNA. Dalam hal AIHA auto anti bodi terbentuk
terhadap eritrosit, yang menyebabkan lisis dan destruksi dari eritrosit
tersebut. Oleh karena itu pemberian tranfusi darah haruslah aman, yaitu
kompatibel secara imunologi dan bebas infeksi. Hal yang akan bereaksi
dengan eritrosit donor. Di samping itu harus dipastikan bahwa eritrosit donor
tidak akan menyebabkan terbentuknya anti bodi yang tidak di inginkan pada
resepien. Terjadi kesalahan penentuan sistem rhesus pada waktu pemeriksaan
rutin Rh pre tranfusi dengan mempergunakan tes serum inkomplet dalam
albumin, di mana dapat terjadi reaksi positif yang tidak spesifik. Hal ini

34
terjadi karena reaksi langsung dengan albumin. Akibatnya pasien akan
membentuk anti bodi isoimun terhadap anti gen eritrosit, sehingga self
tolerance terganggu. Hal ini diperlihatkan pada percobaan binatang, di mana
jika tikus di suntik dengan eritrosit rat, akan ditemukan adanya auto anti bodi
terhadap eritrositnya sendiri pada tikus.
Terjadinya reaksi hiper sensitifitas pada resepien yang mendapat
tranfusi lebih dari satu kantong, di mana reaksi terjadi secara individual pada
kontak kedua dengan partikel anti gen yang sudah di kenal pada tranfusi
darah sebelumnya. Acquired AIHA dapat terjadi secara primer (idiopatik)
atau sekunder terhadap penyakit yang di derita pasien. Auto anti bodi yang
terbentuk pada AIHA, yang terjadi secara sekunder terhadap penyakit tidak
dapat dibedakan baik secara serologis maupun imunokemikal dengan auto
anti bodi yang terbentuk pada AIHA primer. Auto anti bodi bebas dapat di
lihat pada serum pasien dengan tes anti globulin indirek.
Setelah dilakukan percobaan pemeriksaan Direct Coomb test
dengan sampel B.II didapat hasil positif 1 Aglutinasi artinya terdapat sel
coated pada eritrosit pasien. Test positif berarti ada antibodi yang akan
melawan dan menghancurkan sel darah merah. Hal ini dapat disebabkan oleh
transfusi darah yang tidak cocok atau penyakit anemia hemolitik.

10. Kesimpulan
Setelah dilakukan percobaan pemeriksaan Direct Coomb test dengan B.II
didapat hasil positif 1 Aglutinasi artinya terdapat sel coated pada eritrosit
pasien.

35
PRAKTIKUM KE- V

1. Hari/Tanggal : Senin/ Juni 2018


2. Judul : Percobaan Coombs/Antiglobulin Tidak Langsung

( Indirect Coombs Test)

3. Tujuan : Untuk Mendeteksi Ab yang coated (melekat/menyelimuti)


pada eritrosit pasien dan terjadi secara Invitro (di luar tubuh).Biasanya
dilakukan pada fase III Cross Match (Mayor-Minor).
4. Prinsip :

Antigen + Antibodi Inkomplit (pada eritrosit pasien+


Serum) → Aglutinasi/penggumpalan (+)

5. Dasar Teori :

Anti Human Globulin akan bereaksi dengan setiap globulin


manusia.Karena itu penting bahwa semua globulin bebas harus dibuang dari sel
darah merah dengan pencucian yang bersih sebelum penambahan Anti Human
Globulin.Sisa Globulin serum dalam larutan akan bergabung dengan Anti
Human Globulin tidak mampu lagi mengaglutinasi sel yang telah disensitisasi,
dan menyebabkan suatu tes Coombs negatif yang salah (false negative)(Buku
Modul Transfusi darah).
Percobaan Indirect Coombs berusaha mencari adanya antibodi irregular
(inkomplit) dalam serum.Terlebih dahulu dilalukan pelapisan eritrosit-eritrosit
normal bergolongan darah O (atau eritrosit-eritrosit yang golongannya sesuai
dengan serum yang diperiksa) dengan serum yang diketahui atau tersangka
mengandung antibodi penghalang. Langka berikutnya ialah membuktikan
adanya antibodi tersebut dengan menggunakan Serum Coombs)(Buku Modul
Transfusi darah).

36
6. Alat Dan Bahan :
e. Alat : 1. Kaca Objek
11. Mikroskop
12. Pipet tetes
13. Sentrifus
14. Tabung Serologi
f. Bahan :
1. Contoh darah Donor
2. Contoh Darah pasien
3. Medium Salin (NaCl 0,9 %)
4. Serum Coombs (Anti Human Globulin.

37
7. Cara Kerja :

 Cara Kerja Indirect


1. Siapkan suspensi eritrosit 5 % dalam salin dari contoh darah pasien (1
bagian eritrosit 100% + 19 bagian NaCl 0,85% = suspensi eritrosit 5%
= 1/20 ).
2. Disediakan 2 buah tabung, isi masing-masing tabung dengan 1 tetes
suspensi eritrosit 5 % (pasien)
3. Lakukan pencucian dengan salin sebanyak 3 kali. Pada tabung I (tes)
tambahkan 2 tetes salin serum Coombs, pada tabung II (kontrol)
tambahkan 2 tetes salin. Kemudian sentrifus dengan kecepatan 1000
rpm selama 1 menit.
4. Baca secara Makroskopis dan mikroskopis
Catatan : Adanya aglutinasi membuktikan bahwa serum yang
diperiksa berisi antibodi yang melapisi eritrosit.

 Cara Kerja Mayor dengan sampel B.I AB.II (beda golongan)


1. 2 tetes eritrosit donor ditambahkan kedalam tabung serologi ditambah
2 tetes plasma pasien
2. Cuci 3 kali dengan Salin
3. Tambahkan 2 tetes serum coomb (AHG) atau reagen hijau
4. Senrifuge 1000 rpm dengan waktu 1 menit
 Cara kerja Minor dengan sampel B.I B.II
1. 2 tetes eritrosit donor ditambahkan kedalam tabung serologi ditambah
2 tetes plasma pasien
2. Cuci 3 kali dengan Salin
3. Tambahkan 2 tetes serum coomb (AHG) atau reagen hijau
4. Senrifuge 1000 rpm dengan waktu 1 menit

 Cara Kerja Uji Validasi


1. Hasil fase III / Indirect CT positif (+)

38
2. Ditambah satu tetes sel uji coomb atau control sel coomb (ccc) ke
tabung serologi hasil fase III
3. Tabung di sentrifus, kemudian dilakukan pemusingan selama 1 menit
dengan kecepatan 3000 rpm.
4. Baca Hasil

 Cara kerja pemeriksaan serum Coombs


1. Masukkan kedalam tabung serologi 1 tetes CCC
2. kemudian ditambahkan 2 tetes Sc / AHG
3. Tabung di sentrifus, kemudian dilakukan pemusingan selama 1 menit
dengan kecepatan 3000 rpm.
4. Dibaca Hasil

8. Interprestasi Hasil :
Pertimbangan hasil Interpretasi Cross Match :
 Test Mayor positif (+) artinya terdapat antibodi irregular
(inkomplit) pada serum pasien. Alternatif tindakan yang dapat
dilakukan adalah mencari donor lain untuk kemudian dipilih
mana yang cocok sesuai hasil Mayor Cross Match.Bila tidak
ada yang cocok, maka darah tidak boleh diberikan, sehingga
dianjurkan untuk dirujuk ke UTDC setempat.
 Test Minor positif (+) artinya eritrosit pasien diselimuti
(coated) oleh antibodi.Kemungkinan pada serum donor
terdapat antibodi irregular (inkomplit) Alternatif tindakan yang
dapat dilakukan adalah darah boleh diberikan tetapi dalam
Packed Red Cell (PRC) atau Washed Red Cell (WRC).

39
Pertanyaan :

1. Apa yang harus dilakukan bila Indirect Coombs Coombs


menunjukkan hasil aglutinasi (+) ?
Jawab : Alternatif tindakan yang dapat dilakukan mencari
donor lain lalu dipilih yang cocok sesuai dengan hasil mayor
cross match. Bila tidak ada yang cocok dilanjutkan untuk
dirujuk ke UTDC setempat
2. Komponen darah dalam bentuk apa yang dapat diberikan
pada pasien yang eritrositnya telah coated oleh antibodi ?
mengapa?
Jawab : darah donor boleh diberikan dalam bentuk Packed
Red Cell (PRC) atau Washed Red Cell (WRC) karena darah
dalam bentuk ini merupakan komponen eritrosit pekat tanpa
ada cairan plasma /serum.
Interpretasi hasil Uji Validasi

Positif (+) = Valid

Negatif (-) =Invalid (ada yang salah pengerjaan atau reagennya)

Interpretasi Hasil Uji serum Coombs

Positif (+)= Reagen baik

Negatif (-)= Reagen exfire sudah tidak layak dan ganti reagen baru ,
lakukan pemeriksaan kembali.

9. Hasil Pengamatan:
Minor sampel B.I eritrosit B.II plasma pasien
Didapat hasil negatif Aglutinasi
mayor sampel eritrosit B.I AB.II plasma pasien
Didapat Hasil positif 2 Aglutinasi

40
10. Pembahasan
Percobaan Indirect Coombs berusaha mencari adanya antibodi irregular
(inkomplit) dalam serum.Terlebih dahulu dilalukan pelapisan eritrosit-eritrosit
normal bergolongan darah O (atau eritrosit-eritrosit yang golongannya sesuai
dengan serum yang diperiksa) dengan serum yang diketahui atau tersangka
mengandung antibodi penghalang. Langka berikutnya ialah membuktikan
adanya antibodi tersebut dengan menggunakan Serum Coombs.
Tes ICT ( Indirect Coombs Test) untuk mecegah terjadinya
ketidakcocokan golongan darah dalam transfusi, dimana eritrosit donor
dicampur ke dalam darah resipien yang sudah mengandung antibody terhadap
antigenik determinan dari eritrosit. Hasil tes negatif berarti bahwa darah pasien
kompatibel dengan darah anda untuk menerima dengan transfusi.
Dari hasil pemeriksaan indirect coombs sampel B.I eritrosit B.II
plasma pasien Didapat hasil negatif Aglutinasi test ini, tidak ditemukan adanya
antibody incomplete yang meekat (Coated) pada sel darah erah pasien . Hal ini
dibuktikan pada saaat penambahan serum dan suspense hasil yang diperoleh
negative, kemudian dicuci dengan saline sebanyak 3 hingga 4 kali dan diamati
dibawah mikroskop, tidak timbul aglutinasi (-) .Untuk hasil pemeriksaan
indirect coombs sampel B.I eritrosit AB.II plasma pasien Didapat Hasil
positif 2 Aglutinasi. Untuk hasil Uji Validasi yaitu Positif (+) = Valid ( tidak
ada yang salah pengerjaan atau reagennya) dan Hasil Uji serum Coombs yaitu
Positif (+) berarti Reagen baik.
11. Kesimpulan
Dari pemeriksaan Cross Match Indirect dari sampel untuk Mayor B.I AB
II didapat hasil positif 2 berbentuk aglutinasi berarti serum yang diperiksa
ada Ab yang menyelimuti eritrosit dan untuk Minor B.I B.II didapat hasil
negatif tidak berbentuk aglutinasi berarti serum yang diperiksa tidak ada Ab
yang menyelimuti eritrosit.
Untuk hasil Uji Validasi yaitu Positif (+) = Valid ( tidak ada yang salah
pengerjaan atau reagennya) dan Hasil Uji serum Coombs yaitu Positif (+)
berarti Reagen baik.

41
Soal Hal 12-13 (Pada Buku Modul)
1. Jelaskan perbedaan mendasar antara teknik pemeriksaan Cell Grouping dan
Serum Grouping !
Jawab: - Cell Grouping => untuk menentukan adanya antigen A dan antigen B
pada sel darah merah/ertitrosit
- Serum Grouping => untuk menetukan adanya antibodi α dan antibodi
β pada serum

2. Zat apakah yang terkandung pada reagen anti-A, anti-B dan anti-AB yang
digunakan untuk pemeriksaan Cell Grouping !
Jawab: - Anti A => Aglutinin α/A : antibodi α dapat diperoleh dari serum
golongan darah B untuk mengganti reagen
- Anti B => Aglutinin β /B : antibodi β dapat diperoleh dari serum
golongan darah A untuk mengganti reagen
- Anti AB => Aglutinin α/A dan Aglutinin β /B : antibodi α dan
antibodi β dapat diperoleh dari serum golongan darah O untuk
mengganti reagen

3. Dalam pemeriksaan Serum Grouping, mana yang lebih baik digunakan sebagai
bahan pemeriksaan antara serum atau plasma darah ?
Jawab: Serum, karena pada serum tidak mengandung faktor pembekuan yang
menyebabkan aglutinasi palsu

4. Apa fungsi larutan Bovine Albumin 22% yang digunakan dalam pemeriksan
golongan darah rhesus ini?
Jawab: Sebagai kontrol negatif, karena mengandung antibodi rhesus

42
Soal Hal 22 (Pada Buku Modul)
1. Sebutkan fungsi reaksi kontrol dan auto kontrol pada metoda tube ini !
Jawab: a. Reaksi kontrol sebagai pembanding terhadap reagen
b. Auto kontrol sebagai pembanding terhadap sampel

2. Manakah yang lebih baik diantara kedua metoda pemeriksaan golongan darah
ABO dan Rhesus yang sudah dipraktekkan ? Alasannya ?
Jawab: Metoda tube adalah metoda yang lebih baik digunakan dalam
pemeriksaan golongan darah ABO dan Rhesus, karena metode tube
lebih
sensitif dan dapat melihat tingkatan positifnya (+1, +2, +3, +4, dan -)
dibandingkan dengan metoda Slide. Metoda tube juga dapat membaca
aglutinasi lemah meskipun membutuhkan waktu yang lama.

3. Apa yang dimaksud dengan Du varian dalam golongan darah rhesus ?


Jawab: Indikator awal pada saat pemeriksaan apabila serum tidak menggumpal
maka darah tersebut memiliki Rhesus negatif (-) tanpa Du varian dan
apabila darah menggumpal saat ditetesi srum coombs dan disentrifuge
berarti darah tersebut memiliki Rheeus Rhesus negatif (-) dengan Du
varian.
Du varian → orang dengan golongan darah Rhesus (-)
Jika ada orang dengan Rhesus (-) maka dilanjutkan ke uji Du/Dwear
Jenis antigen yang dimiliki oleh orang-orang dengan Rhesus (-)

43
Soal Hal 36 (Pada Buku Modul)
1. Apa fungsi dila,kukannya masing-masing fase pada pemriksaan Cross Match
Mayor ini ?
Jawab: - Fase I : Untuk mengetahui antibodi IgM/Complete antibodi pada suhu
kamar dalam medium saline
- Fase II : Untuk mengetahui antibodi IgG/Incomplete/Warm antibodi
Antibodi dapat berreaksi pada suhu 37°C dalam medium
Bovine Albumin 22%
- Fase III : Untuk menyempurnakan aglutinasi yang terjadi, bila pada
fase
II sudah ada antibodi coated

2. Untuk apa uji validitas dilakukan dalam pemeriksaan Cross Match ?


Jawab: Uji validitas bertujuan untuk memastikan apakah pemeriksaan dari Fase
I sampai dengan Fase III yang telah dilakukan benar/tidak dan untuk
memastikan darah sipenderita dan pendonor cocok dan boleh tidak
dilakukan transfusi.

3. Bagaimana bila hasil pemeriksaan Cross Match Mayor secara keseluruhan


manunjukkan aglutinasi (+) ?
Jawab: Darah donor tidak cock dan tidak boleh diberikan/dilakukan transfusi
kepada pasien.
Mayor (+) → Stop

4. Sebutkan perbedaan mendasar antara Cross Match Mayor dan Cross Match
Minor !
Jawab:
Perbedaan Cross Match Mayor Cross Match Minor
Suspensi eritrosit dari
1
Suspensi eritrosit dari pendonor pasien
Serum/plasma dari pasien Serum/plasma dari
2
pendonor

44
Indikasi penyakit mayor: Indikasi penyakit minor:
3 1. Anemia 3. Trombositopenia 1. Hemofilia
2. Leukopenia 4. DBD/DHF 2. Alergi
5. Untuk apa dilakukannya pemeriksaan Serum Coombs ?
Jawab: Pemeriksaan serum coombs dilakukan untuk melihat apabila aglutinasi
(+) positif berarti serum coombs test baik. Sehingga dapat diartikan
bahwa prosedur pemeriksaan yang harus diulang dan apabila aglutinasi
(-) negatif berarti serum coombs test rusak. Sehingga pemeriksaan harus
tetap diulang dengan serum coombs yang baru dan sudah dites dengan
sel
uji coombs.

45
Soal Hal 44 (Pada Buku Modul)
1. Apa fungsi Serum Coombs yang digunakan dalam Direct Coombs Test ini ?
Jawab: Berfungsi untuk menyempurnakan Aglutinasi
2. Apa fungsi pencucian eritrosit dalam praktikum Direct Coombs Test ini ?
Jawab: Untuk menghilangkan kandungan protein (Bovine Albumin, plasma,
dll)

46
Soal Hal 50 (Pada Buku Modul)
1. Apa yang harus dilakukan bila Indirect Coombs menunjukkan hasil Aglutinasi
(+) ?
Jawab: Alternatif tindakan yang dapat dilakukan mencari donor lain lalu dipilih
yang cocok sesuai dengan hasil mayor cross match. Bila tidak ada yang cocok
dilanjutkan untuk dirujuk ke UTDC setempat.

2. Komponen darah dalam bentuk apa yang dapat diberikan pada pasien yang
eritrositnya telah coated oleh antibodi ? Mengapa ?
Jawab: darah donor boleh diberikan dalam bentuk Packed Red Cell (PRC) atau
Washed Red Cell (WRC) karena darah dalam bentuk ini merupakan komponen
eritrosit pekat tanpa ada cairan plasma /serum.

47
DAFTAR PUSTAKA

Anonim. (1993). Penuntun Praktikum Hematologi. Bandung : Pendidikan Ahli


Madya Analis Kesehatan Depkes RI.
Anonim. (2003). Dasar-dasar Bank Darah Untuk Analis Kesehatan. Bandung :
Jurusan Analis Kesehatan Poltekkes.
Buku Modul Transfusi Darah.
Gandasoebrata, R. (1989). Penuntun Laboratorium Klinik. Jakarta : Dian Rakyat.
Tim Fisiologi Hewan. (2002). Lembar Kerja Praktikum Fisiologi Hewan.
Bandung : Jurusan Pendidikan Biologi FPMIPA – UPI.
Rachmawati, Anis. dkk. Laporan Praktikum Anatomi Fisiologi Manusia,
Golongan Darah. FMIPA Universitas Negeri Jakarta 2008.
Sindu, E. Hemolytic disease of the newborn. Direktorat Laboratorium
Kesehatan Dirjen. Pelayanan Medik Depkes dan Kessos RI
Cunningham FG, MacDonald PC, et al. Williams Obstetrics. 18th edition1995.
Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC, 1995: 706-721.
Markum AH, Ismail S, Alatas H. Buku ajar ilmu kesehatan anak. Jakarta:Bagian
IKA FKUI, 1991: 332-334
Nuruljumpol. 2015. Pemeriksaan Golongan Darah ABO dan Rhesus. Link ;
https://nuruljumpol.wordpress.com/2015/03/05/pemeriksaan-golongan-darah-
abo-dan-rhesus/

48

Anda mungkin juga menyukai