A. PENDAHULUAN
dari panggilan dan pengutusannya, sebab gereja berada didalam dunia karena
diutus oleh Allah. Misi gereja tidak dapat berhasil tanpa campur tangan dari
Allah. Seperti dikatakan Yesus sama seperti Engkau telah mengutus Aku
gereja itu hidup dan melakukan segala aktifitasnya. Dunia dimana umat manusia
disegala bidang baik itu bidang ekonomi, politik, sosial, budaya, ekologi dan
Misi Allah yang diemban oleh gereja harus dilakukan. Keterpanggilan GKI
di Tanah Papua merupakan bagian yang mutlak dalam proses pemenuhan misi Allah.
dan damai sejahtera khususnya bagi umat Allah di Tanah Papua. Dengan
demikian dalam Bab ini akan diuraikan tentang misi GKI TP dan menjelaskan
bentuk-bentuk misi yang dilakukan oleh GKI di Tanah Papua umumnya dan
Papua138 merupakan propinsi139 yang paling luas wilayahnya dari seluruh Propinsi yang ada
di Indonesia. Luas Propinsi Papua +_410.660 Km2 atau merupakan +_ 21 % dari luas wilayah
Indonesia. Lebih dari 75 % masih tertutup hutan-hutan tropis yang lebat, dengan +_ 80%
penduduknya masih dalam keadaan semi terisolir di daerah pedalaman bagian tengah Papua. Jumlah
penduduk 2,3 juta jiwa atau kurang dari satu persen dari jumlah keseluruhan penduduk Indonesia. Dan
tinggal di wilayah yang luasnya tiga kali pulau jawa. Walaupun penduduknya sedikit, akan tetapi
daerah ini memiliki diversivitas budaya paling banyak dibanding penduduk lain di Indonesia. Sebab
terdapat 253 etnik dan bahasa daerah. Kebanyakan diantara mereka tidak atau kurang saling mengenal
satu sama yang lain, ditambah lagi puluhan atau bahkan ratusan etnik, bahasa dan kedaerahan
masyarakat kelompok migran spontan dan trasmigran. Kemajemukan masyarakat telah melahirkan
suatu struktur sosial, relasi sosial, lapisan sosial, dan jaringan sosial yang belum banyak terjadi
sebelumnya, serta diantara relasi-relasi sosial itu terdapat relasi kekerasan dan konflik antara individu
Secara geografis Papua berada diantara garis miridian 0,19-100 45 LS dan antara garis
bujur130o 45-141o 48 BT yang membentang dari barat ke timur dengan silang 11 o atau 1.200 km yaitu
dari kota Sorong sampai Jayapura, sedangkan lebarnya dari utara ke selatan sejauh +_ 736 km yaitu
dari kota Jayapura ke Merauke. Batas wilayah provinsi Papua meliputi, sebelah utara berbatasan
dengan samudera Pasifik, sebelah selatan berbatasan dengan laut Arafura, sebelah barat berbatasan
139
Saat ini Propinsi Papua telah terbagi atas dua sistim pemerintahan yakni, Propinsi Papua dengan
ibukota Jayapura dan Propinsi Papua Barat dengan Ibukota Manokwari. Oleh karena medan
pelayanan GKI TP meliputi kedua daerah tersebut, penulis sengaja memakai data yang digunakan
sebelum pembagian wilayah tersebut.
dengan laut Seram, laut Banda, Propinsi Maluku, dan sebelah Timur berbatasan dengan Negara Papua
New Guinea.
Masyarakat Papua secara fisik maupun sosial, menganggap diri berbeda dari masyarakat
Indonesia lainnya. Jika mayoritas orang Indonesia tergolong kedalam rumpun Melayu yang berasal
dari Yunan Kamboja, maka secara fisik orang Papua adalah Rumpun Melanesia ras Negroid di Pasifik.
Demikian pula, secara sosial orang Papua memiliki pandangan dan cara hidup tersendiri yang sangat
Populasi penduduk asli di Propinsi Papua terdiri dari kurang lebih 253 kelompok bahasa 140.
Masing-masing kelompok memiliki tradisi, konsep agama, struktur sosial dan, bahasa, sama halnya
Mata pencaharian penduduk Papua dikelompokan dalam tiga wilayah geografis yang
berbeda serta menentukan cara hidup rakyat Papua secara umum yakni: daerah pantai yang dihuni
nelayan dan pelaut; daerah pegunungan yang dihuni para petani dengan pola berpindah-pindah dan
berburu; serta wilayah yang sangat jarang penduduknya, yakni tanah rawa diantara pantai dan
pegunungan, dihuni oleh kelompok semi nomadik bermata pencaharian berburu, menangkap ikan dan
Patut dicatat bahwa orang Papua memiliki otoritas yang bersifat khas dalam mengatur,
mengembangkan kebutuhan, dan menyelesaikan masalah berdasarkan hikum adat yang membebani
Khusus dalam bidang keagamaan menunjukan bahwa di Papua selain terdapat agama-agama
besar, Kristen Protestan, Katolik, Islam, Hindu, Budha Kong Hu Cu yang merupakan agama-agama
pendatang, karena disana terdapat agama-agama suku yang dimiliki penduduk asli Papua. Dari data
sebagian besar penduduk Papua merupakan penganut agama Kristen Protentan(54%) dan Katolik
140
Ibid,7 Perkiraan berubah-ubah. Ada yang menyebutkan 329 kelompok bahasa dan mengacu pada
data SIL(Summer Institute of Linguistik). Sebagian besar artikel menyebutkan 253.
141
Jozhua R. Mansoben, Sistem Politik Tradisional di Irian Jaya(Jakarta:LIPI-RUL, 1995)Hlm.65
(23%) yang keduanya kalau dijumlahkan mencapai 77% dari seluruh penduduk. Penduduk yang
beragama Islam hanya berjumlah 21%. Sementara penganut agama lainnya hanya menempati porsi
sangat kecil, seperti Hindu berjumlah 0,3% dan Budha berjumlah 0,18%.
Di kota madya jayapura sendiri, data menunjukan bahwa jumlah penganut Kristen Protestan
dan pemeluk Islam, hampir berimbang jumlahnya, yakni 89,241 jiwa dan 83,916 jiwa. Sementara
penganut agama Budha sedikit lebih banyak daripada yang beragama Hindu. Diantara wilayah
kabupaten, penganut Kristen Protestan dan Katolik yang terbanyak terdapat di kabupaten Nabire,
Mimika dan Paniai. Penganut agama Kristen Protestan selalu sebih banyak darpada yang beragama
Penganut agama Islam terbanyak terdapat di kota Jayapura, kemudian di ikuti penduduk di
kabupaten Merauke, Jayapura, Nabire dan Mimika, yang sebagian besar umumnya merupakan
Masyarakat Papua secara fisik maupun sosial, menganggap diri berbeda dari masyarakat
Indonesia lainnya. Jika mayoritas orang Indonesia tergolong kedalam rumpun Melayu yang berasal
dari Yunan Kamboja, maka secara fisik orang Papua adalah Rumpun Melanesia ras Negroid di
Pasifik. Demikian pula, secara sosial orang Papua memiliki pandangan dan cara hidup tersendiri yang
Populasi penduduk asli di Propinsi Papua terdiri dari kurang lebih 253 kelompok bahasa 142.
Masing-masing kelompok memiliki tradisi, konsep agama, struktur sosial dan, bahasa, sama halnya
Mata pencaharian penduduk Papua dikelompokan dalam tiga wilayah geografis yang
berbeda serta menentukan cara hidup rakyat Papua secara umum yakni: daerah pantai yang dihuni
nelayan dan pelaut; daerah pegunungan yang dihuni para petani dengan pola berpindah-pindah dan
berburu; serta wilayah yang sangat jarang penduduknya, yakni tanah rawa diantara pantai dan
142
Ibid
pegunungan, dihuni oleh kelompok semi nomadik bermata pencaharian berburu, menangkap ikan dan
Patut dicatat bahwa orang Papua memiliki otoritas yang bersifat khas dalam mengatur,
mengembangkan kebutuhan, dan menyelesaikan masalah berdasarkan hikum adat yang membebani
Khusus dalam bidang keagamaan menunjukan bahwa di Papua selain terdapat agama-agama
besar, Kristen Protestan, Katolik, Islam, Hindu, Budha Kong Hu Cu yang merupakan agama-agama
pendatang, karena disana terdapat agama-agama suku yang dimiliki penduduk asli Papua. Dari data
sebagian besar penduduk Papua merupakan penganut agama Kristen Protentan(54%) dan Katolik
(23%) yang keduanya kalau dijumlahkan mencapai 77% dari seluruh penduduk. Penduduk yang
beragama Islam hanya berjumlah 21%. Sementara penganut agama lainnya hanya menempati porsi
sangat kecil, seperti Hindu berjumlah 0,3% dan Budha berjumlah 0,18%.
Di kota madya jayapura sendiri, data menunjukan bahwa jumlah penganut Kristen Protestan
dan pemeluk Islam, hampir berimbang jumlahnya, yakni 89,241 jiwa dan 83,916 jiwa. Sementara
penganut agama Budha sedikit lebih banyak daripada yang beragama Hindu. Diantara wilayah
kabupaten, penganut Kristen Protestan dan Katolik yang terbanyak terdapat di kabupaten Nabire,
Mimika dan Paniai. Penganut agama Kristen Protestan selalu sebih banyak darpada yang beragama
Penganut agama Islam terbanyak terdapat di kota Jayapura, kemudian di ikuti penduduk di
kabupaten Merauke, Jayapura, Nabire dan Mimika, yang sebagian besar umumnya merupakan
143
Jozhua R. Mansoben, Sistem Politik Tradisional di Irian Jaya(Jakarta:LIPI-RUL, 1995)Hlm.65
C. GKI DI TANAH PAPUA DALAM SEJARAH
diwacanakan oleh para pendiri gereja ini144, Dalam tulisannya Sostenes Sumihe145
mengatakan bahwa nama ini penuh dengan makna teologis, terutama dalam kerangka
144
Awalnya disebut sebagai Gereja Kristen Injili di Nieuw Guinea, kemudian Gereja Kristen Injili di Irian
Barat, kemudian menjadi Gereja Kristen Injili di Irian Jaya dan terakhir berdasarkan Sidang Sinode Sorong tahun
2000 menjadi Gereja Kristen Injili di Tanah Papua.
145
S. Sumihe, 50 Tahun GKI di Tanah Papua: Pelajaran dari Perspektif Eklesiologi (Makalah), Jayapura,
146
Tata Gereja GKI, Bab II pasal 5, Pengakuan dan Amanat ayat 2
yakni bahwa pada diri gereja itu ada nilai-nilai Injil (kebaikan,
sukacita, damai-sejahtera, dstnya) dan
kehadirannya merupakan sebuah kabar baik atau berita kesukaan bagi mereka
yang mendiami Tanah Papua. Ini berarti melalui GKI TP, jemaat maupun
masyarakat merasakan dan mengalami kebaikan, kesukaan dalam
kehidupan sekarang ini. jadi, dengan kata "injili" mau ditekankan sifat
misioner gereja. GKI TP adalah gereja yang misioner, gereja yang selalu
dan selamanya terutus untuk menyatakan kebaikan, sukacita, damai
dan kesejahteraan bagi masyarakat di Tanah Papua.
Injili di Irian jaya. yang saat ini kita kenal dengan Gereja Kristen Injili di-
Tanah Papua. GKI TP bila kita mempelajari sejarahnya dengan baik, maka kita
harus mengetahui masa sebelum Gereja berdiri sendiri. Sehingga apabila kita
menyebut Gereja Kristen di Tanah Papua, maka ini tentu tidak terlepas dari
Papua melalui kedua Rasul Papua Carl. Wilhelm Ottow dan Johann Gotlob
Geissler dan para Zendeling lain yang pernah bekerja dan mengabdi di
Tanah Papua. Sehingga ini merupakan hubungan erat yang tidak dapat
terpisahkan dari sejarah berdirinya Gereja Kristen Injili di Tanah Papua. Tentang
bahwa:
Karena GKI Papua yang berdiri sendiri itu hasil karya Zending
selama satu abad, di Irian Jaya, yakni dari Tahun 1855- 1956
(awal masuknya Injil di Pulau Mansinam (Manokwari),
Tanggal 5 Februari 1855 sampai berdirinya GKI di Irian Jaya
Tanggal 26 Oktober 1956). Sejak GKI dilantik, maka Gereja
mengambil alih serta meneruskan. tugas Zending itu sampai
sekarang.
Gereja yang berdiri sendiri pada saat itu sudah terdapat sembilan resort
dan satu klasis berbahasa Belanda. Sinode- sinode resor itu terdiri dari utusan-
utusan dari klasis- klasis yang membentuk resort, yang di pilih secara gerejani.
Sedangkan utusan-utusan atau anggota klasis dipilih dari jemaat- jemaat yang
terdapat didalam klasis. Jadi anggota- anggota Sinode Umum itulah utusan
resort yang telah terpilih secara gerejani yang demokratis dan mereka dibagi
Genyem.
2.2 Resort yang kedua adalah daerah Sarmi, yang terdapat di daerah
148
Pdt. W.Maloali, Perekmbangan GKI, makalah untuk semiloka 49 tahun GKI TP, (jayapura 2005)3
Sukarnapura dengan sungai Mamberamo yang berpusat di kota Sarmi.
2.3. Resort yang ketiga adalah Yapen-Waropen, yaitu pulau- pulau Yapen,
Pusat resor mula- mula bertempat di Biak, kemudian pada tahun 1948
2.5. Resort kelima ialah Miei yang memanjang dari perbatasan sungai
2.6. Resort keenam ialah Manokwari antara perbatasan Miei bagian timur
Kwawi (Manokwari).
iman dengan Tuhan. Tetapi, relasi ini mendapat wujudnya yang nyata
pola dan tata pemerintahan gereja. Peran tua-tua dalam jemaat penting
implementasi dari koinonia menjadi nyata bukan saja ketika para tua
diuraikan di atas.
dasar yang ada pada setiap jemaat lokal. Begitu Pula halnya jika antara
jemaat dan sinode diciptakan mekanisme baru dalam bentuk klasis atau
dasar yang ada pada tiap jemaat, atau mungkin berjalan dengan
mekanisme yang sama sekali lain dari struktur dasar yang ada.
Dari dua konsep struktur dasar di atas jelas bahwa di dalam GKI-TP jemaat
mempunyai posisi dan peranan penting dalam kehadiran dan misi gereja ini di
Tanah Papua; jemaat merupakan basis gereja dan dari sana dapat diamati tingkat
sebagai basis GKI-TP 150, Maka pertumbuhan jemaat tidak dapat diabaikan
komponen dalam jemaat. Pola pembinaan jemaat yang tidak menyentuh dan
mendorong warga jemaat mewujudkan imamat am orang percaya itu sudah harus
ini tunduk dan disorot oleh Firman Allah dalam alkitab serta merupakan
150
Perhatikan Amandemen Tata Gereja pada Sidang Sinode ke-15 di Wamena. Tahun 2006
151
Bdn. Penjelasan Umum Tata Gereja GKI TP 1984
melalui usulan amandemen pada sidang sebelumnya.
Tata Gereja yang pernah berlaku dalam GKI di Irian Jaya (Papua)
Tata Gereja tahun 1956, Tata Gereja tahun 1968, Tata Gereja tahun
1971, Tata Gereja tahun 1977. Dalam perumusan ulang naskah -naskah
perobahan; c). Hal-hal yang telah menjadi praktek gerejawi dan yang
naskah tersebut, dicantumkan dalam Tata Gereja yang bar u. 152 Tata
152
Hal-hal tersebut ditampung dalam 4 (empat) macam tingkatan peraturan yaitu:
a. TataGereja yang memuat pemahaman teologis' Gereja serta prinsip - prinsip dasat
penyelenggaraan Gereja. b). Peraturan Pokok yang memuat prinsip-prinsip pokok sebagai penjabaran dari Tata
Gereja, tentang penyelenggaraan jabatan pelayanan, penyelenggaraan Jemaat, Klasis dan Sinode. c).
Peraturan-Peraturan Khusus yang memuat pedoman pelaksanaan hal-hal khusus dalam gereja seperti
struktur organisasi dan tugas-tugas organisasi, penggembalaan Gereja, pedoman pelayanan Gereja,
pemilihan, kepegawaian, vikariat, penggajian dan perbendaharaan Gereja. d). Peraturan-peraturan pelaksanaan
yang berisikan petunjuk-petunjuk untuk melaksanakan peraturanperatuan khusus di atas, antara lain
mengenai pensiun, cuti, penggantian biaya pengobatan dan perawatan, perjalanan dinas dalam dan luar
negeri, tunjangan jabatan, Badan pemeriksa keuangan, pemberian Beasiswa dan pedoman pelayanan unsur-
unsur Jemaat.
Gereja ini tetap mempertahankan 3 (tiga) jenjang dalam struktur
bagi pelaksanaan pelayanan agar diuraikan secara terbuka dan terarah bagi seluruh
misi GKI TP dapat terlihat dalam Struktur Organisasi Gereja Kristen Injili Di Tanah
Papua Tingkat Sinode. 154 Uraian data statistik 155 yang menunjukkan
5.1. Sekretariat Kantor Sinode terdiri dari: Bidang Umum, Bidang Tata Usaha,
Bidang Personalia, Bidang Pensiun dan Kesejahteraan Pegawai,
Bidang Keuangan, Bidang Kemitraan dan Hubungan Oikumenis, Bidang
Hukum, dan Bidang Keadilan, Perdamaian dan Keutuhan Ciptaan.
153
Lih. Struktur GKI secara Teologis.
154
Lih. Struktur Gereja Kristen Injih Di Tanah Papua Tingkat Sinode
155
Data Perayaan 50 GKI TP, Jayapura: Sinode GKI 2006.
156
Departemen-departeman adalah alat kelengkapan Badan Pekerja Am Sinode dalam melaksanakan Amanat
Sidang Sinode dan bertanggungjawab terhadap BP. Am Sinode. Tiap Departemen dipimpin oleh seorang sekretaris
yang mempunyai ketramplian khusus sesuai dengan pembidangan tugas Departemen tersebut, dan yang diangkat oleh
BP.Am Sinode. Lih. Ketetapan Sidang Sinode GKI X, (Manokwarl, 1984) 54.
(DP), Departemen Ekonomi Keuangan dan Pembangunan
Tanah Papua; Yayasan Ottow & Geissler GKI Di Tanah Papua : Yayasan
Tanah Papua, sejak berdiri tahun 1956 hingga sekarang. Hal ini
dengan situasi dan kondisi yang berkembang saat itu. Data pertumbuhan
157
Data dikelolah dari data statistik dalam makalah Pdt. C. Berotabui, "Gereja Kristen Injili di
Tanah Papua Visi dan Misinya di masa yang akan datang", Makalah disampaikan
pads seminar dalam rangka memperingati 50 nn. GKI di Tanah Papua 2006
158
Para Pendeta ini tamat dari 15 Sekolah Tinggi Teologi yang berbeda, dengan kurikulum pendidikan teologi
yang berbeda pula.
Disamping itu, untuk meningkatkan mutu pelayanan dan pembinaan, GKI juga mempersiapkan
berbagai lembaga pendidikan baik Formal maupun non formal serta sarana pendukung lainnya
seperti yang terlihat pada tabel berikut:
berkesinambungan.
159
Dua lembaga Pendidikan Non-Formal yang didirikan oleh Sinode GKI, yakni P3W-GKI, Pusat Pembinaan
dan Pengembangan Wanita GKI (P3W-GKI) didirikan di Jayapura tanggal 2 April 1962 oleh GKI Di TP untuk
tujuan pendidikan dan latihan bagi wanita GKI sebagaimana yang dialami oleh kaum laki-laki Papua. Dan,
Puspenka GKI; Pada Tahun 1974, GKI TP dalam partisipasinya terhadap pembangunan masyarakat menitik
beratkan pads program pendidikan dengan mendirikan "Pusat Pendidikan Kader" (Puspenka). Pusat ini didirikan
dengan asumsi dasar bahwa perubahan hendak dimulai dari pendidikan. Untuk itu selain sekolah-sekolah secara
formil, pendidikan massa bagi orangorang dikampung guns memperoleh pengetahuan dasar dan ketrampilan
digiatkan. Dalam Puspenka, pars Kader dilatih untuk tiga tujuan: a. Supaya kader memiliki keahlian pads
sesuatu bidang yang dapat dijadikan sumber penghasilan. b). Kader dilatih untuk menjadi pemimpin. c). Kader
dilatih untuk memperoleh pengetahuan/ketrampilan tambahan. Secara teknis, seluruh program pendidikan/kurus
dikordinasikan melalui klasis-klasis. Bdn. F. Ukur & Cooley, Benih Yang Tumbuh, Jakarta: Littbang DGI,
1977)362.
berbagai bidang kehidupan. Gereja sementara diperhadapkan dengan
kemajemukan suku yang ada di Tanah Papua sendiri (± 255) sekaligus kehadiran
suku-suku lain di luar Papua yang juga menjadi suatu keragaman yang tidak bisa
ditolak atau diabaikan 160. Keadaan ini tentu saja sangat berpengaruh terhadap
pelayananan dan pertumbuhan GKI Di TP di masa sekarang dan masa yang akan
berkembang ketika perbedaan antara warga jemaat yang satu dengan warga
jemaat yang lain, juga antara jemaat yang satu dengan jemaat yang lain ditemukan.
Keutuhan Ciptaan (KPKC) 162 Hal ini bahkan semakin urgen -ketika gejala-
gejala perubahan social dalam kehidupan warga yang majemuk ini lantas
dalam Sidang Sinode XIV di Sorong tahun 2000 bahwa suatu proteksi
160
Wawancara dengan Pdt. A. Yoku (Wasek Sinode GKI) tanggal 10 September 2009.9 Ibid.
161
ibid
162
ibid
163
Lih. Keptusan dan Ketetapan Sidang Sinode XIV (sorong 2000) 101
Pandangan gereja, khususnya GKI TP ternyata juga menjadi perhatian
lembaga p e r w a k i l a n m a s ya r a k a t A d a t d i P a p u a . K h u s u s n ya t e r h a d a p
Kristen di Tanah Papua, Ketua Majelis Rakyat Papua (MRP)Agus Alua 164
ekonomi, sosial dan budaya, Lingkungan hidup selama integrasi Papua ke dalam
NKRI selama 43 tahun dan pelaksanaan undang-undang No.21 tahun 2001 tentang
164
Agus Alua, Tugas-tugas Gereja di Papua, makalah untuk semiloka 50 tahun GKI TP, (Jayapura,2006) Hlm.3
165
Ibid
166
S. Somihe. GKI Tanah Papua Pasca Sidang Sinode XV: Dari Pluralisme K Ekslusivisme? Makalah. (Jayapura,
2006) 4
kelompok dan golongan sendiri. Catatan ini, penting untuk direnungkan baik
oleh orang (asli) Papua maupun saudara seiman dari luar Papua.
menguraikan bahwa:
Gereja ini bukan Gereja dari satu bangsa melainkan satu Gereja yang
mempersatukan segala oknum dari segala bangsa yang mengaku dasar Gereja
ini selaku dasar iman. Sekarang dalam Gereja telah mempersatukan segala
suku bangsa di Nieuw Guinea atau Papua dalam satu Badan yaitu Orang
Inanwatan, Biak, Serui, Sarmi, Sorong, Wondama, Sentani,
Hollandia semuanya terkumpul atas kehendak sendiri dalam satu Gereja di
Nieuw Guinea. Dalam perkembangan masyarakat ke depan gerejalah yang
berjalan di muka". Dalam Sidang Sinode Umum Ke-IV Tahun 1965 di
Silkarnapura, data keanggotaan jemaat GKI sudah makin luas, bukan saja
anggota jemaat orang Papua namun juga meliputi anggota jemaat dan
Gerejagereja wilayah lain di Indonesia yang anggotanya berpindah ke Tanah
Papua oleh karena penugasan kedinasan di Papua. Kebanyakan mereka adalah
Punpinan Dinas dan Biro-pada instansi-instansi Pemerintahan, yang bekerja
bersama dengan saudara-saudaranya dari Papua.
Kemajemukan dalam warga GKI TP ini tentunya menjadi daya dorong bagi
perkembangan Oikumenis baik ke dalam maupun keluar Papua. Hal ini dibuktikan
oleh GKI TP di mana ketika membentuk Badan Pekerja Am Sinode Pertama tahun
1956. ketika itu Pdt. F.J.S. Rumainum terpilih sebagai Ketua Umum, dengan anggota
yang memiliki dari Oikumenis, yaitu terdiri dari berbagai suku; Papua, Sanger,
Menado, Ambon, jawa, kalimantan, Sumatera, bahkan Tenaga Utusan Gereja (TUG)
167
W. Maloali (Mantan Ketua Sinode Umum GKI ke-III dan Ke-W Periode 1971 – 1977),
Perkembangan dan Berbagai Permasalahan Dalam GKI TP, (Makalah) Uayapum, 2006) 3
dari gereja-gereja mitra luar negeri. 168 Perkembangan dalam kehidupan
Pemandangan dalam. jemaat-jemaat GKI yang berwajah multi bangsa atau heterogen
tidak peduli (apatis) antara satu dengan yang lainnya. Namun di sisi yang lain
jemaat/masyarakat sebagai korban dari situasi seperti ini secara tidak sadar telah
fakta-fakta di lapangan menyebutkan bahwa banyak para pekerja sosial, atau HAM
168
Bdn. FJ.S. Rumainum, Sepuluh Tahun...., Idem, 49.
169
Wawancara dengan Pdt. F. Kayoi, Tanggal 14 September 2009.
termasuk para konselor atau Pendeta telah mengalami intimidasi.170 Intimidasi itu
tekanan-tekanan dengan cara-cara kekerasan (fisik dan non fisik), dan lain sebagainya.
Meskipun demikian, tidak ada pilihan lain kecuali berada di posisi sebagai
masalah.171 Keputusan untuk bertahan dan menghadapi situasi pelayanan seperti ini
dan keadilan. Gereja bukan hanya mewartakan kebenaran yang terdapat dalam
Alkitab, tetapi juga menyikapi dan menegakkan kebenaran dan keadilan dalam
situasi kongkrit yang dialami oleh umatnya. Para Petugas Gereja diharapkan
mewujudkannya dalam tindakan nyata, dalam kata dan perbuatan atau menjadi
sesuatu cita-cita yang mudah. Tahun 2002 dalam sebuah Pertemuan bersama Para
pemimpin agama yang diprakarsai oleh GKI TP, Uskup jayapura, menyebutkan
170
Wawancara dengan Pdt. A. Yoku, Tanggal 14 September 2009.
Wawancara dengan Pdt. A. Dimara (Klasis GKI Mimika), jayapura 27 juli 2008. Dalam sebuah pelatihan HAM yang diadakan
171
di Aula P3W-GKI jayapura oleh KPKC Sinode GKI, Pdt. Dimara, sebagai salah seorang peserta mengakui bahwa sebagai pegawai
GKI TP dirinya siap ditempatkan di mans saja, termasuk di jemaat yang menghadapi konflik dengan apar at
keamanan. Dalam pengalamannya terhadap situasi yang kompleks ini, dirinya hanya bisa bertahan baik menghadapi
ancaman aparat keamanan tapi juga ancaman warga setempat. Untuk itu menurutnya seorang Pelayan seperti dirinya sangat
membutuhkan pelatihan dan pendidikan HAM sebab tanpa itu ia khawatir tidak mampu menempatkan diri secara pribadi dan secara
profesional (hamba Tuhan)
Perdamaian, 172 yaitu:
yang semu; [4] kecurigaan antar kelompok etnis dan suku, [5] kecurigaan
Papua, 173 Theo van den Broek Ofm, 174 menambahkan dua pokok lagi
Tantangan utama GKI di Tanah Papua, berasal dari dalam. Wilayah yang
Perlengkapan bentuk transportasi dan alat komunikasi yang belum memadai, yang
berdampak kepada terhambatnya arus informasi dan mobilisasi dari satu tempat
terhadap arus migrasi yang masuk ke Papua setiap hari tanpa terbendung,
kerja. Nampaknya ruang bagi tenaga kerja orang Papua (asli) dipersempit. Oleh
karena itu mereka mulai merasa sebagai minoritas yang mana justru
kerja dan mencari nafkah untuk dapat hidup layak bagi warga gereja orang
Papua semakin jauh. Seluruh komponen warga Papua terutama Gereja "dipaksa"
untuk secara serius dan cepat dalam menyikapi arus migrasi dan pemberlakuan
pasar bebas - terhadap keberadaan masyarakat Papua. d). Cara Hidup: Situasi
175
Agus Sumule, Hak-hak Ekonomi Sosial dan Budaya di Papua Barat, (Jakarta; Pustaka Sinar Harapan, 2006)
157.
176 Maloali, Perkembangan dan ................................. Idem. 5
terlihat pada kalangan generasi muda baik di kota-kota dan di kampung-kampung.
Semangat untuk berprestasi dan bersaing secara sehat di segala bidang kehidupan
kehdiran banyak sekali rumah -rumah minum seperti Bar dan Karaoke,
bukan produk-produk berlabel ini saja yang diserbu atau dicari. Ternyata
lokal" beralkohol atau yang dikenal dalam berbagai istilah samaran seperti;
Milo (Minuman lokal), SBY (Susu Buatan Yoka) 177. Nampaknya kesukaan
terhadap minuman beralkohol ini menjadi salah satu pintu utama siklus
pembodohan terhadap orang Papua.178 Karena itu tidak heran cara hidup seperti
Pola hidup "harap gampang" dan istant, juga lahir dalam pandanga n
177
Kedua istilah ini sangat terkenal di Klasis Jayapura karena merupakan produk lokal
178
Wawancara dengan Pdt. A.Yoku, tgl 14 September 2009
tidak peduli dengan segala ketertinggalan dan keterpurukan. Bagi banyak orang, itu
bukan masalah sebab keadaan demikian terjadi hampir setiap saat dan di mana saja.
atau menakutkan orang untuk keluar dari tekanan lingkungan yang sudah ada.
Gereja Kristen Injili di Tanah Papua 179 mulai disebut sebagai suatu
Gereja mandiri ialah pada Sidang Sinode Umum yang pertama tanggal 16-29
tentu bukan suatu hal yang mudah. Kamma, seorang Zendeling Etnolog Papua,
maupun zending sebagai kegiatan manusia adalah hasil karya Roh Kudus yang
kreatif.
mengertian dan penolakaan para zendeling atas makna sosial upacara-upacara dan
budaya orang Irian, namun juga karena keputusasaan mereka atas pola hidup
Cara hidup semacam itu dalam pandangan kaum zendeling seolah -olah
kehidupan mereka. Apalagi pada abad ke-19 itu orang Irian masih
menganut agama asli mereka.184 Akan tetapi Th van den End 185 mencatat suatu
fakta lain tentang Pola hidup orang Numfor186 yang suka berkelana itu dan sering
dikecam para pekabar Injil. Oleh karena cara hidup seperti ini sangat tidak
kebaktian. Sebenarnya, itu bukan maksud mereka yang utama. Mereka meneruskan
cerita-cerita itu ialah untuk menaikkan gengsi. Tetapi ternyata, melalui cara itu
Situasi ini diakui dan dicatat pula dalam tulisan sejarah PI karya Kamma, di mana ia
183
ibid
184
Jos Mansoben, Sistim Politik Tradisional di Irian Jaya, (Leiden-Netherland, 1994) 246 "
185
Th van den End, Ragi Carita 2, Jakarta: BPK-GM, 123
186
Orang Numfor adalah komunitas suku yang mina -mina menerima kedatangan dua zendeling
pertama di pulau Mansinam (1855). Mereka adalah kelompok suku yang berbahasa. Biak. Menurut
Mansoben seorang Antropolog Papua, suku yang menggunakan bahasa Biak adalah suku dengan
wilayah penyebaran yang lu gs (dalam dan luar Irian) dan memiliki pengaruh yang sangat besar. B and.
Jos Mansoben, Sistim..., Ibid, 224
187
Th van den End, Ragi Carita 2, Jakarta: BPK-GM, Ibid, 124
yang masih sangat tradisional tersebut acapkah dijumpai suatu keteratutan
pemberitaan Injil saat itu. 188 Sebab setiap orang/keluarga diatur dan diikat oleh
zending UZV beberapa kali menimbang untuk menarik diri dari medan PI di
Tanah Papua, antara lain pada tahun 1864 dan 1870. Sebab waktu itu mereka
segera mendapad bahwa Tanah Papua adalah lapangan kerja yang berbahaya,
itu tidak terlepas dari peran Ottho Gerhard Heldring 190 dalam memainkan
peran pastoralnya sebagai penasihat dari pengurus badan zending UZV (Utrechtse
188
Bdn.FC. Kamma, Ajaib ... Ibid, 544
189
48 Hommo Reenders, Mendalarni Beberapa Pokok Sejarah Gereja, Gayapura: SIT GKI IS. Mine, 1993) 47
190
Heldring adalah Tokoh PI ke Tanah Papua. Ia dan Gossner menggunakan metode zendeling 'Tukang Kristen'
mengirim dua zendeling pertama, Ottow dan Geissler ke Papua tahun 1855. PI dalam perspektif Heldring dapat
dirnengerd dalam ada 3 sifat: Pertama, bukan menekankan hal spiritualisme tetapi keinginannya memakai
orang-orang emigran yang berpindah ke Indonesia sebagai alas penyebaran agama Kristen. Kedua, tidak
bersifat faith-mission. Artinya, seorang tukang Kristen tidak menerima gaji, hal ini dikarena Heldring
berpendapat bahwa 4a seorang zendeling itu hidup karena menantikan pemeliharaan Tuhan, maka seorang
tukang Kristen justru harus bertukang dan mencari naflcahnya sendiri. Tugasnya tidak berkhotbah, tetapi
bertukang. Ia harus mengarnalkan iman Kristen dalam kehidupan sehari-hari. Ketiga, mini PI-nya tidak
bersifat apokalyptis, tidak menyerupai 'semacam' barisan pernadarn kebakaran rohani yang ingin
menyelamatkan sebanyak mungkin orang dengan cepat. Heldring dan panitianya selalu menekankan bahwa
'sebelum membangun menara, biayanya harus dihitung'. jadi kalau rekanya, Gossner, mengatakan seorang
zendeling tukang adalah seorang yang memberitakan Injil walaupun tidak mendapat pendidikan dan gaji tetap.
Sebab dalam pekerjaannya itulah ia dipimpin oleh Roh Kudos. Namun bagi Heldring seorang tukang
Kristen bukanlah seorang yang memberitakan Injil, tetapi sambil bertukang ia memperkuat presensi Kristen di
antara penganut-penganut agama.
sering menasihatkan badan zending UZV untuk bekerjasama dengan
mas yarakat P apua. Term asuk memperbaiki keadaan keuangan badan Zending
UZV sendiri. Meski tidak menyetujui hal ini dilakukan oleh zendeling, namun UZV
maksud tersebut. Nampaknya jalan kolonialis menurut Heldring adalah yang paling
Walaupun demikian, hal menarik lain lagi yang dicatat oleh sejarah
gereja192 bahwa akibat situasi amat sulit saat itu, terutama mengenai metode
yang tepat untuk menarik sebanyak mungkin orang Papua untuk mengenal Injil,
para zendeling rupanya sadar bahwa harus ada strategi lain dalam PI mereka,
Kecuali satu dua orang, orang Irian dewasa ternyata tidak dapat
Selain itu, para zendeling menebus anak-anak yang telah diperbudak, lantas mendidik
191
ibid, 50
192
Th van den End, Ragi Carita 2, ... Idem, 121
tanpa mengalami pengaruh jahat masyarakat Numfor, sehingga setelah dewasa
bisa menjadi kelompok inti jemaat Kristen, bahkan membantu dalam karya
P1. Setelah menjadi dewasa, orang-orang tebusan ini, bersama dengan orang
Irian merdeka yang sudah dibaptis, diharuskan tinggal dalam sebuah "kampung
medan PI dan sekaligus keseriusan yang ditunjukan oleh para zendeling dalam
menghadapi orang Papua. Bahwa buruknya situasi medan PI ini justru merubah cara
pandang para zendeling atas panggilan mereka untuk menjadikan orang Papua
pengikut Kristus. Pola Penebusan budak itu sendiri adalah bagian dari upaya
situasi atau perubahan yang telah datang kepada mereka. Terutama karena memang
keadaan orang Irian pada waktu itu sangat jauh berbeda dalam segala hal dengan
keadaan manusia Eropa yang datang menyebarkan agama kristen kepada mereka.193
saat itu menerima Injil dan itu dapat ditemukan dalam sejumlah faktor,
193
F. Ulcur & Cooley, Benih Yang Tumbuh 8, (Jakarta: BPK GM, 1977) 18
194
FC. Kamma, Ajaib ... Ibid 545 s4 Ibid.
sendiri. Makanya dalam lingkungan masyarakat yang masih sangat
dengan Injil. Dan yang ketiga, Aliran sekularisasi, yaitu kepercayaan dan
agama apa saja dipersoalkan dan diganti sejumlah alternatif (pilihan lain).
sudah muncul pula tradisi; sekunder, yaitu tradisi para zendeling dan
penghantar jemaat dari masa awal. Tradisi sekunder itu digenggam orang
seolah sama kuatnya seperti tradisi primer (adat) sebelumnya. Kuatnya tradisi
195
Ibid.
196
ss1b van den End, R4 ....Ibid, 121
197
ibid
Papua, dalam suatu perayaan 29 tahun GKI Di TP, ditemukan suatu situasi dan
kondisi yang tidak jauh beda dari gambaran Kamma diatas. Sejumlah gejala seperti
bergereja GKI Di TP. Dalam sebuah tulisan evaluatif terhadap GKI Di TP, K.Ph
penerapan nilai-nilai injil dalam hidup bergereja telah dilakukan secara kaku,
hanya sebagai warisan 199 turun-temurun. Disamping itu data sejumlah klasis
yang semakin subur setelah Perang Dunia II. Kondisi dan situasi ini seumpama
kalangan warga jemaat, dijumpai sikap apatisme yang diakibatkan oleh pengalaman-
yang mempengaruhi sisi -sisi psikologis warga itulah yang turut memicu
Salah satu yang paling mempengaruhi situasi gereja dan masyarakat saat itu
ialah kondisi sosial politik yang dialami sejak Perang Dunia II hingga Papua
secara internal maupun eksternal gereja ini akhirnya dibahas dalam Sidang
Sinode IX di Biak tahun 1980.201 Berdasarkan sejumlah catatan persoalan yang ada,
terungkaplah suatu situasi di mana telah terjadi perpecahan dalam pelayanan akibat
disintegrasi.
Bagi GKI TP, berdasarkan kondisi nyata jemaat -jemaat yang ada saat
solidaritas gereja bersama orang banyak dan kesediaan untuk berkorban demi
lingkungan GKI TP, terutama di bidang Pastoral dan Penggembalaan, menjadi tugas
Perjuangan gereja melalui tugas pastoral tersebut meliputi segala aspek, yaitu:
spiritual, mental, sosial, psikologis. Dalam hal ini digariskan secara strategi s
dalam tiga langkah besar yang menjadi program utama GKI Di TP, yaitu:
201
Notulen Sidang Sinode GKI Di Irja ke M, (Biak, 1980) 42
kedewasaan Iman (Teologia, kemandirian Daya, dan kemadirian dana202. Selanjutnya
ditambahkan lagi satu program untuk mengakomodir sejumlah jenis persoalan baru,
yakni di Program Bidang umum, sehingga dengan demikian, Empat program utama
tersebut menjadi cara atau petunjuk untuk memetakan permasalahan yang dialami
warga GKI di TP, termasuk kondisi umum masyarakat Papua sebagai implementasi
Menurut FJS Rumainum203 Ketua Sinode GKI yang pertama, bahwa untuk
memahami kondisi pelayanan GKI di TP, maka perlu untuk mengetahui situasi
pekerjaan zending sebelumnya karena bukan saja hal ni mempunyai hubungan yang
erat tetapi oleh karena GKI di TP sendiri adalah hasil karya zending selama satu abad
melayani di Irian Barat204. Cara ini merupakan bagian paling penting dari usaha
memahami pekerjaan zending selama satu abad di Tanah Papua, sejak 1855-1956,
termasuk juga cara memandang situasi dan kondisi pelayanan yang harus dihadapi
merupakan masa perintisan yang dimulai dengan kedatangan dua orang Zendeling
dan permulaan pekabaran Injil di Pulau Mansinam (manokwari) oleh utusan Gosner-
Heldring, yaitu C.W.Ottow dan J.G. Geissller dari Jerman yang disebut Zendeling
202
Ibid.
203
FJS Rumainum, Sepuluh Tahun GKI Sesudah 101 Tahun Zending Di Irian Barat, (Irian Barat Sukarnapura
,1966) 7
204
Ibid.
(utusan tukang). Menurut teori,205 kedua, zendeling tukang ini, setelah tiba di
mengajar orang asli Papua. Namun sayang rupanya, keadaan yang ditemui
pertukangan. Dalam masa ini, pekerjaan dua zendeling perintis belum lagi
gadis tahun 1857 tetapi akhirnya tutup karena adat tidak menginjinkan perempuan
bersekolah. Istri Ottow kemudian pergi dari Tanah Papua menuju Ternate
Periode kedua: dari tahun 1863 — 1907, dalam tahun ini empat pendeta
J.L. van Hasselt, Klaassen, Otterspoor dan Jaesrich. Mereka tiba di teluk Dore
(Manokwari) tanggal 18 April 1863. Badan zending ini, tidak mengijinkan Para
Pendeta ini untuk berdagang atau mencari pekerjaan lain karena mereka di
gaji secara teratur. Kemudian hari, UZV mengirim 2 tenaga baru, yaitu, Tn.
Bink, sebagai tukang kayu dan T. Kamps, seorang penginjil dan petani.
Pada masa ini, baik Geissller dan zendeling lain sudah mulai melakukan
205
Ibid
pengajaran katekisasi dan membaptis orang pribumi. Di samping mengajar hal-
hal rohani mereka juga melakukan pengajaran dalam hal berdagang atau
bersosialisasi dengan pedagang Tionghoa yang pada zaman itu sudah datang ke
Tanah Papua. Bukan itu saja, bahasa melayu (Indonesia) sudah diajarkan di
sekolah desa yang ada di Mansinam dan Kwawi. Maklum saja Para
ini maka zendeling berusaha keras untuk mempelajari bahasa Numfor. Itulah
Numfor (bahasa suku Biak). Bahkan pada tahun 1861 sudah dapat diterbitkan
sebuah kumpulan lagu-lagu Kristen dalam bahasa itu dan sebelum 1870 beberapa
Periode ketiga, dari tahun 1907 – 1924: selama jangka waktu ini
arah mata angin. Ke arah Barat ada daerah Sorong dan kepulauan Raja Ampat,
ke Utara ada Biak- Numfor dan Supiori, sedangkan ke Selatan ada Inanwatan-
Teminabuan, Babo dan FakFak. Selanjutnya menuju Timur ke daerah Sentani dan
206
Idem 11
207
1b van den End, Ragi Ibid. 122 67 F.
208
Ukur & Cooley, Benih ...., Ibid. 23
Teluk Yotefa Jayapura). Pada periode ini, disebutkan bahwa perkembangan PI
kian berpengaruh. Banyak orang menjandi kristen. Banyak pemuda yang mulai di
didik untuk menjadi guru sekolah dan guru jemaat dalam sekolah guru yang
didirikan oleh F.J.F van Haselt. Subsidi pemerintahpun diberikan secara penuh.
Di masa ini mulai didirikan 11 resort yang dipimpin oleh seorang pendeta
zending. Akibat dari perkembangan yang mencolok tersebut, periode ini dikenal
banyak tenaga Zending Belanda yang datang dan bekerja. Bukan itu saja badan misi
lain termasuk Katolik turut serta membuka daerah Papua. Namun setelah itu
terjadi penghematan baik dari pihak pemerintah maupun zending maka penurunan
susunan dan organisasi gereja berkembang terus dan menjadi lebih kokoh.
ambon yang sangat berperan saat itu bagi pekerjaan PI. 209 Masa ini ditutup
Periode ke-lima, tahun 1942 – 1945, disebut dengan nama "Masa Ujian
dan Pencobaan atau masa perombakan dan pembangunan kembali. Salah satu
209
Ibid, 26
indikator dampak PD II yang dilancarkan oleh Kekaisaran Jepang di Tanah
nasionalisme yang bernuansa Cargo Cult. Keadaan ini terutama dialami pada
kembali persiapan menuju Gereja yang berdiri sendiri. Belajar dari peristiwa
pemerintah RI (1963-1971).
pembangunan gereja serta pembinaannya yang terarah. Dalam masa ini sudah
210
FJS Rumainum, Sepuluh Tahun GKI.. Ibid. 23
211
Konrad Kreeuw, Perkembangan Tata Gereja GKI.. ibid. 5
tercapai kestabilan politik dan keadaan ekonomis yang mulai membaik serta
dalam kepemimpinan GKI sudah mulai terlihat pendeta muda yang berpendidikan
baik.
kemandirian di tiga bidang pelayanan GKI TP; Teologia, Daya dan Dana.
Menurut Pdt. B. Wamblolo, mantan Rektor STT GKI "IS Kijne", meski
Rasionalisme dan formalisme serta ritualisme. 212 Akan tetapi yang menarik
dan penting untuk diteladani ialah bahwa cara Pandang dan pelayanan para
budak tebusan, bahkan mempelajari bahasa asli setempat agar Injil dapat
dipahami dan dihayati oleh masyarakat asli. Ketahanan para zendeling itulah
yang patut diteladani dalam pelayanan gereja-gereja dewasa ini. Sebab mereka
tidak saja melakukan tugas dan tujuan mereka ke tanah Papua, melainkan juga
bukan saja untuk melahirkan GKI TP tetapi juga masyarakat Papua yang lebih
beradab.
212
Bas Wamblolo, landasan dan Refleksi Teologis Pekerjaan GKI di Irian-Jaya (makalah), Sinode GKI, 1983) 16
D. MISI GKI DI TANAH PAPUA
Berdasarkan Tata Gereja GKI TP 213 disebutkan bahwa Visi dan misi
Tanah Papua. Yang dimaksud dengan Kerajaan Allah 214 adalah suasana dan
Allah 215 adalah segala hal yang baik dan menyenangkan kehidupan manusia
sebagaimana disebutkan pada aspek rohani dan jasmani, antara lain kesetiaan
dalam aspek rohani manusia mencakup hubungan (relasi) yang baik, benar,
erat dan harmonis dengan Allah, dengan sesama manusia dan dengan alam
213
Tata Gereja & Pedoman Pelayanan GKI Di TP,-Jayapura: Sinode GKI, 1,998,8.
214
Tata Gereja & Pedoman Penggembaaan GKI Di TP, (Jayapura: Sinode GKI, 1998) 3
215
Fbid
menghargai harkat sert a martabat sesama manusia serta memelihara,
Allah.
Sang Pencipta-Nya.
(diakonia).
216
ibid
mencerminkan visi dan misi yang dirumuskan di atas, yakni mewujudkan
(fisik, psikis, social, spiritual) secara konkrit dan relevan melalui Tri
panggilan gereja itu sendiri, yakni: Persekutuan. Kesaksian dan Pelayanan. 217
Dalam pandangan C. Berotabui, 221 Visi dan Misi GKI itu dapat
dipahami dan dicapai jika, Pertama, ada sikap kepedulian terhadap sesama
Kedua, pelayanan dalam konteks Papua membutuhkan pekerja yang tekun dan
217
Pemahaman gereja sebagai persekutuan orang percaya, yang terbentuk karena panggilan Tuhan,
memiliki dasar alkitabiah yang kuat. Hal ini dapat dicermati dalam Markus 3:13 -15. Dari bagian
Alkitab ini empat hal dapat dicatat sebagai hakikat gereja: (1) bahwa terbentuknya persekutuan orang
percaya itu karena panggilan dan kehendak serta jawaban atasnya, (2) panggilan itu adalah dalam
rangka menyertai (bersama-sama di dalam) Yesus, (3) dan untuk ini mereka diutus memberikatan Inp,
(4) serta diberi kuasa untuk mengusir setan. Berdasarkan hakikat ini, gereja menjalankan amanat
koinonia sebagai wujud hakikat "menyertai Dia", marturia sebagai pewujudan "diutus memberitakan
Injil" dan diakonia sebagai implementasi "diberi kuasa untuk mengusir setan". Ketiga amanat tersebut
adalah satu kesatuan yang utuh. Menonjolkan yang satu dan mengabaikan dua yang lain, berard gagal
menjalankan amanat itu sepenuhnya.
218
Lih. Lampiran Struktur Organisasi Pembinaan Jemaat GKI di TP
219
Yang dimaksudkan oleh GKI TP dengan Kemandirian di Bidang: Teologi, Daya dan Dana ialah: a).
Kemampuan di Bidang teologia yaitu kemampuan untuk menggumuli semua persoalan yang dihadapi gereja
dalam kontaks Papua dan mencari pemecahannya secara teologis Pula tanpa hares terikat pads rumusan-
rumusan teologis dari dunia Barat. b) Di bidang Daya ialah kemampuan untuk melaksanakan segala tugas gereja
dengan mengandalkan kekuatan/tenaga dari warga GKI sendid baik secara kuantitas maupun kualitas. Q. Di
Bidang Dana ialah kemampuan untuk membiayai segala pekerjaan gereja itu atas kemampuan dana yang
diperoleh dari dalam GKI sendiri. Lih. Ketetapan Sidang Sinode GKI TP ke X, (Manokwati, 1984) 2.
220
ibid
221
C. Berotabui, GKI TP, Visi dan Misi Di Masa yang Akan Datang, (Semiloka 50 Thn GKI) (Jayapura,
2006), 2
rendahan hati. Sebab hanya dengan sikap inilah seseorang yang bekerja
bahwa jemaat sebagai bagian dari mata rantai perdamaian di dalam gereja dan
pada suatu ketika anak-anak Tuhan yang dilahirkan dalam keluarga itu
diakui dan di terima oleh semua keragaman manusia yang ada sebagai karuma Allah
222
K Ph. Erari, Yubileum & Pembebasan menuju Papua Baru, (Jakarta: Aksara Kurnia, 2007) 59
223
Mantan ketua Sinode GKI ke III – fV (1971-1977) dan mantan ketua DPR Papua, Membangun Tubuh Kristus,
(makalah Semiloka Menuju 50 Th GKI Di TP), (Jayapura, 2006)
224
Keputusan dan Ketetapan Sidang Sinode GKI TP XV, (Wamena: 2006) 68
TP merupakan tugas panggilan yang ruang cakupnya tidak hanya untuk dilakukan
semua orang dipersatukan oleh Roh Kudus di dalam Kristus kepala dari segala
sesuatu (Ef
Bagan : Struktur GKI TP Tingkat : Sinode, Klasis dan Jemaat
SIDANG
SINODE
BADAN PEMERIKSA BADAN PEKERJA AM
PERBENDAHARAAN SINODE GKI:
GEREJA: KETUA
KETUA WAKIL KETUA
SEKRETARIS SEKRETARIS
ANGGOTA 8 WAKIL
ORANG SEKRETARIS
BENDAHARA
WAKIL
BENDAHARA: SEKRETARIS
8 ORANG TATA KEUANGA KEPEGAWAI
USAHA N AN
STAF STAF
SIDANG
SINODE
BADAN PEKERJA
KLASIS GKI:
BADAN PEMERIKSA
PERBENDAHARAAN KETUA
GEREJA: WAKIL KETUA
KETUA SEKRETARIS
SEKRETARIS WAKIL
SEKRETARIS
ANGGOTA 3
ORANG BENDAHARA
WAKIL
BENDAHARA:
4 ORANG SEKRETARI
AT
YAYASAN KOMISI KOMISI KOMISI KOMISI
PENDIDIKA PEKABARAN PEMB. JEMAAT PENDIDIKAN EKUBANG
N INJIL SEKRETARIS ANAK SEKRETARI
KRISTEN SEKRETARIS 4 ANGGOTA SEKRETARI S
TK SUKU PAR S EKONOMI
SD TERASIN PAM PENDIDIK KEUANGAN
SM G PW AN PEMBANGUN
TP PEMUKIM PKB SOSIAL AN
SM AN BARU BUDAYA
TA PEMBERDA
YAAN MAS. SIDANG
DESA SINODE
MAJELIS JEMAAT
. KETUA .
WAKIL SEKRETARIS
. WAKIL KETUA .
URUSAN BENDAHARA
URUSAN URUSAN URUSAN URUSAN TATA
PEKABARAN . SEKRETARIATAN
PEMBINAAN DIAKONIA EKUBANG . USAHA
INJIL
URUSAN ANGGOTA (disesuaikan)
PAR.JEMAAT
PAM. PW. KEGIATAN EKONOMI KESEKRETARIA
PEKABARAN PKB SOSIAL/KESEH KEUANGAN TAN
INJIL ATAN PEMBANGUNA
JEMAAT GKI
DI TANAH PAPUA
B. : Struktur GKI TP di Tingkat Jemaat
SIDANG JEMAAT
MAJELIS JEMAAT
. KETUA .
WAKIL SEKRETARIS
. WAKIL KETUA .
BENDAHARA
. SEKRETARIATAN .
ANGGOTA (disesuaikan)
URUSAN
URUSAN URUSAN
URUSAN URUSAN
URUSAN URUSAN
URUSAN URUSAN
URUSAN TATA
TATA
PEKABARAN
PEKABARAN PEMBINAAN
PEMBINAAN DIAKONIA
DIAKONIA EKUBANG
EKUBANG USAHA
USAHA
INJIL
INJIL JEMAAT
JEMAAT
JEMAAT GKI
DI TANAH PAPUA