Oleh :
dr. Hana Kristina Fani
Pembimbing:
dr. Yoviza Doarest, Sp.PD
DOKTER INTERNSIP
RSUD SUNGAI DAREH
KABUPATEN DHARMASRAYA
PROVINSI SUMATERA BARAT
2019 - 2020
2
TINJAUAN PUSTAKA
Hipoglikemia adalah keadaan dimana kadar glukosa dalam darah sangat rendah. Normalnya
tubuh mempertahankan kadar glukosa dalam darah pada rentang 70 mg/dL sampai 110 mg/dL.
Pada beberapa literatur dinyatakan bahwa pada kondisi hipoglikemia, konsentrasi glukosa
dalam darah berada pada level <50mg/dL.
Hipoglikemia sering terjadi pada pasien dengan diabetes mellitus yang mendapat terapi,
namun dapat juga terjadi pada orang normal pada kondisi tertentu, seperti akibat
mengkonsumsi alkohol atau obat golongan tertentu, atau dengan keadaan klinis lain sepert
gagal organ, sepsis, defisiensi endokrinal, insulinoma, dan gangguan metabolik yang
diwariskan secara genetik.
Pentingnya pengenalan dan penanganan yang tepat dapat mencegah akibat yang fatal
pada kondisi hipoglikemia. Pengenalan penyebab hipoglikemia pada pasien dan
penatalaksanaan yang tepat dapat menghindarkan pasien hipoglikemia dari dampak yang fatal,
bahkan dari kematian.
1.2 Hipoglikemia
1.2.1 Definisi
Hipoglikemia didefinisikan sebagai keadaan dimana kadar glukosa dalam darah berada pada
rentang 45 sampai 50 mg/dL. Sumber lain mendefinisikan hipoglikemia sebagai keadaan kadar
glukosa darah <60 mg/dL atau < 80 mg/dL disertai dengan gejala klinis.
Khusus pada pasien dengan diabetes, Assosiasi Diabetes Amerika membuat klasifikasi
dan definisi khusus untuk kondisi hipoglikemia, yang didasarkan pada derajat keparahan tanda
dan gejala pada pasien.
3
1.2.2 Etiologi
1.2.4 Klasifikasi
1.2.5 Patofisologi
Kadar glukosa plasma dalam darah dipertahankan dalam rentang 60 – 150 mg/dL, walaupun
asupan makanan dan tingkat aktifitas berbeda-beda. Hal ini memerlukan pengaturan antara
kadar glukosa yang dilepaskan kedalam sirkulasi dengan tingkat pemakaiannya dalam jaringan
yang perubahannya terjadi sangat cepat dan dinamis. Sumber glukosa umumnya berasal dari
asupan makanan, namun pada periode antara makan dengan puasa, gula darah dipertahankan
umumnya melalui mekanisme pemecahan glikogen dan glukoneogenesis. Umumnya pada tiap
orang, deposit glikogen dapat mencukupi kebutuhan untuk mempertahankan kadar gula darah
selama 8 jam sampai 12 jam, dan periode ini dipersingkat jika kebutuhan glukosa meningkat
karena aktifitas atau jika penyimpanan glikogen berkurang karena lapar atau penyakit.
Keseimbangan produksi glukosa dan pemakaiannya pada jaringan perifer diatur oleh
kerja hormon, sistem saraf, dan sinyal metabolik. Diantara kontrol tersebut, insulin berperan
secara dominan. Pada kondisi puasa, kadar insulin ditekan, mengakibatkan peningkatan proses
glukoneogenesis di hati dan ginjal dan meningkatkan pembentukan glukosa melalui
Kadar insulin yang rendah juga mengurangi pemakaian glukosa oleh jaringan perifer
sehingga memicu lipolisis dan proteolisis, pelepasan prekursor glukoneogenesis, dan
penyediaan sumber energi alternatif. Hormon lain seperti glukagon, epinefrin, Growth Hormon
(GH), dan kortisol memainkan peran yang kecil dalam pengaturan glukosa dalam kondisi
fisiologis. Namun, hormon ini berperan penting dalam kondisi hipoglikemia.
5
Jika kadar glukosa mencapai level hipoglikemia, maka tubuh akan meresponnya melalui
mekanisme hormonal. Glukagon adalah mekanisme pertama dan terpenting dalam respon ini.
Glukagon mengaktifkan mekanisme glikogenolisis dan glukoneogenesis. Epinefrin juga
berperan pada hipoglikemia akut melalui mekanisme yang serupa. Jika hipoglikemia
berkepanjangan, maka GH dan cortisol akan mengurangi pemakaian glukosa dan membantu
proses produksinya.
Kadar glukosa pemicu mekanisme hormonal ini hampir sama pada orang normal.
Namun, kadar ini dapat dipengaruhi oleh kejadian metabolisme sebelumnya. Pasien dengan
diabetes yang tidak terkontrol akan memiliki kadar glukosa yang lebih tinggi dari normal untuk
memicu mekanisme ini. Hipoglikemia berulang pada pasien diabetes atau pasien dengan
insulinoma menyebabkan perubahan respon pada kadar glukosa yang rendah untuk memicu
mekanisme ini.
Meskipun hipoglikemia dapat terjadi karena iatrogenik, terapi dengan agen hipoglikemik
dapat menimbulkan kejadian hipoglikemia. Selain itu, banyak obat non-anti diabetik yang
lazim digunakan dapat memicu hipoglikemia sebagai imbas obat-obatan baik pada pasien non-
diabetes. Selain itu, interaksi obat dan efek samping yang kumulatif juga dapat memicu
hipoglikemia yang simptomatik ataupun yang asimptomatik.
Pada pasien DM, penyebab utama terjadinya hipoglikemia karena penggunaan obat yang
tidak teratur. Contoh obat yang dapat mencetuskan kejadian hipoglikemia seperti:
Glibenclamide, dosis disarankan 2-3 kali sehari dalam jumlah sedikit. Jika konsumsi obat
tersebut dengan dosis berlebih dapat menimbulkan hipoglikemia pada pasien. Mekanisme kerja
obat diabetes dengan menurunkan kadar gula darah melalui perangsangan insulin yang
merupakan hormon yang dapat mengendalikan kadar gula darah sehingga gula darah dalam
kondisi normal/stabil. Jika obat diabetes tersebut dikonsumsi secara berlebihan, insulin akan
terus dirangsang pengeluarannya dan membantu proses masuknya gula kedalam sel, sehingga
jika hal ini terus menerus berlangsung, kadar gula darah relative menurun yang akan
menimbulkan gejala hipoglikemia.
Hipoglikemi tidak selalu menunjukan gejala yang sama untuk setiap orang. Berdasarkan
beratnya gejala, hipoglikemi dibagi menjadi :1
86mg/dl
Insulin sekresi
insulin endogen
1.2.7 Diagnosis
Untuk membuat diagnosis dari hipoglikemi, berdasarkan definisi diperlukan adanya trias dari
Whipple yang terdiri atas: 1,2
Beberapa hal yang dapat mempengaruhi penilaian kadar glukosa plasma yakni: 2
A. Hipoglikemia reaktif
ke dalam usus kecil. Kekurangan enzim seperti fruktosa intoleransi kongenital (jarang) juga
dapat menyebabkan hipoglikemia reaktif.3
B. Fasting Hypoglicemia
Diagnosa fasting hypoglicemia dari sampel darah yang menunjukkan kadar glukosa darah di
bawah 50mg/dL sewaktu, antara waktu makan, atau setelah aktivitas fisik. Penyebabnya
termasuk obat-obatan tertentu, minuman beralkohol, penyakit kritis, kekurangan hormon,
beberapa jenis tumor, dan kondisi tertentu yang terjadi pada masa bayi dan kanak-kanak.3
1.2.8 Komplikasi
Risiko jangka pendek dari hipoglikemia meliputi situasi berbahaya yang dapat timbul ketika
seorang mengalami hipoglikemik, baik saat di rumah atau di tempat kerja (misalnya
mengemudi, mengoperasikan mesin). Selain itu, koma berkepanjangan kadang-kadang
dikaitkan dengan gejala neurologis sementara, seperti paresis, kejang-kejang dan
encephalopathy. Komplikasi jangka panjang parah hipoglikemia adalah gangguan intelektual
ringan dan permanen sekuele neurologis, seperti hemiparesis dan disfungsi pontine.
1.2.9 Tatalaksana
1. Mencari Penyebab
Penyebab hipoglikemi pada umunya reversibel, sesuai etiologinya. Oleh karena itu,
penting untuk menentukan etiologi dari hipoglikemi. Pada pasien DM biasanya disebabkan
karena penggunaan yang tidak sesuai antara asupan dan dosis obat, sedangkan pada pasien non-
DM dapat dilihat pada bagan sebelumnya. Hal yang penting untuk diperhatikan dalam
penatalaksanaan hipoglikemia adalah menentukan derajat hipoglikemia.1
2. Koreksi Hipoglikemia
- Berikan larutan gula murni 20-30 gram (2 sendok makan), permen, sirup, atau bahan
makanan lain yang mengandung gula murni ( bukan pemanis buatan, rendah kalori, atau
gula diabetes/gula diet) dan makanan yang mengandung karbohidrat.
- Hentikan obat antidiabetik oral yang dicurigai sebagai penyebab
11
1.2.10 Pencegahan
Pada pasien DM :4
1.2.11 Prognosis
Prognosis hipoglikemia tergantung pada penyebab kondisi ini, tingkat keparahan, dan
durasi. Jika penyebab hipoglikemia puasa diidentifikasi dan diobati dini, prognosis yang sangat
baik. Jika masalah ini tidak dapat disembuhkan, seperti tumor ganas dioperasi, prognosis
jangka panjang buruk. Namun, perlu diketahui bahwa tumor ini dapat berkembang agak
lambat.
12
Hipoglikemia yang berat dan berkepanjangan dapat mengancam kehidupan dan mungkin
terkait dengan peningkatan kematian pada pasien dengan diabetes. Jika pasien memiliki
hipoglikemia reaktif, gejala sering spontan meningkatkan dari waktu ke waktu, dan prognosis
jangka panjang sangat baik. Hipoglikemia reaktif sering diperlakukan berhasil dengan
perubahan pola makan dan berhubungan dengan morbiditas minimal. Hipoglikemia reaktif
yang tidak diobati dapat menyebabkan ketidaknyamanan yang signifikan untuk pasien, namun
gejala sisa jangka panjang tidak didapati. Sebuah studi oleh Boucai dkk menemukan bahwa
hipoglikemia yang diinduksi obat tidak dikaitkan dengan risiko kematian meningkat di antara
pasien yang dirawat di bangsal umum. Hal ini menunjukkan bahwa hipoglikemia mungkin
menjadi penanda beban penyakit dan bukan penyebab langsung kematian.5
13
BAB 2
LAPORAN KASUS
IDENTITAS
NAMA : Ny. MS
Umur : 63 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Status Perkawinan : Menikah
Pekerjaan : IRT
Suku : Jawa
Agama : Islam
Alamat : Padang duri, PLP
ANAMNESIS
Keluhan utama :
Pasien mengeluhkan lemas dan pusing.
Riwayat penyakit sekarang:
Pasien datang ke poli interne RSUD Sungai Dareh dengan tujuan kontrol rutin, namun saat
menunggu antrian pasien mendadak mengalami lemas. Lemas terjadi secara mendadak pada
seluruh tubuh. Bersamaan dengan lemas pasien juga mengami keringat dingin dan pusing. Saat
itu juga pasien mengeluhkan nyeri pada perut bagian atas. Pasien dalam pengobatan DM
dengan obat suntik yang di gunakan sebelum makan. Pasien baru mengonsumsi obat secara
rutin sejak 2 bulan SMRS setelah pulang d rawat d RSUD Sungai Dareh dengan gula darah di
atas 300 lebih. Menurut penuturan keluarganya beberapa hari terakhir napsu makan pasien
berkurang, 1 hari yang lalu pasien tidak makan karena pasien takut gula darah naik namun
pasien tetap menggunakan obat suntik seperti biasa.
Riwayat penyakit dahulu:
Pasien baru mengetahui pasien memiliki DM sejak 1 tahun yang lalu. Riwayat
hipertensi(-), riwayat penyakit jantung (-)
Riwayat penyakit keluarga :
Penyakit serupa disangkal, HT (-), DM (+), Jantung (-)
Merokok (-)
Pasien jarang makan meski dalam pengobatan DM (+)
PEMERIKSAAN FISIK
STATUS GENERALISATA:
BB = 50 kg
BW = 90.9%
STATUS LOKALIS:
Kepala
• Mata: pupil isokor, conjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-) edem palpebra (-/-)
• Hidung: sekret (-), epistaksis (-)
• Mulut: bibir pucat (-), gusi berdarah (-)
• Telinga: nyeri tekan mastoid (-), sekret (-), hearing loss (-)
• Tenggorokan: faring hiperemis (-)
Leher
• JVP tidak meningkat, pembesaran kelenjar tiroid(-), pembesaran limfonodi(-), kaku
kuduk (-)
Paru
• Inspeksi: pergerakan dada simetris, retraksi (-)
• Perkusi: sonor pada hemitoraks kanan dan kiri
• Palpasi: ketinggalan gerak (-/-) , fremitus taktil hemitoraks kanan dan kiri sama
• Auskultasi: SDV (+/+), ronkhi basah halus(-/-), wheezing (-/-)
Jantung
• Inspeksi: ictus cordis tidak tampak
15
Kesan: hipoglikemi
16
RESUME
Pasien mengeluhkan lemas dan pusing.
Riwayat penyakit sekarang: Pasien datang ke poli
interne RSUD Sungai Dareh dengan tujuan kontrol
rutin, namun saat menunggu antrian pasien mendadak
mengalami lemas. Lemas terjadi secara mendadak pada
seluruh tubuh. Bersamaan dengan lemas pasien juga
mengami keringat dingin dan pusing. Saat itu juga
pasien mengeluhkan nyeri pada perut bagian atas.
Pasien dalam pengobatan DM dengan obat suntik yang
di gunakan sebelum makan. Pasien baru mengonsumsi
obat secara rutin sejak 2 bulan SMRS setelah pulang d
LABORATORIUM
RUTIN
Hipoglikemia
DIAGNOSIS IGD
Tindakan Lanjutan
1. Berikan gula murni 30 gram (2 sendok makan) atau sirop atau permen
gula
murni (bukan pemanis pengganti gula) atau gula diet atau gula
diabetes) dan
makanan yang mengandung karbohidrat
2. Hentikan obat hipoglikemik sementara
3. Pantau glukosa darah sewaktu tiap 1-2 jam
4. Cari penyebab
18
Stadium lanjut (koma hipoglikemia atau tidak sadar dan curiga hipoglikemia)
1. Diberikan larutan Dextrose 40% sebanyak 2 flakon (=50 ml) bolus
intravena
2. Diberikan cairan Dextrose 10% per infus, 6 jam per kolf
3. Periksa glukosa darah sewaktu (GDs), kalau memungkinkan dengan
glukometer:
a. Bila GDs < 50 mg/dl ditambah bolus Dextrose 40% 50ml IV
b. Bila GDs < 100 mg/dl ditambah bolus Dextrose 40% 25ml IV
4. Periksa GDs setiap 1 jam setelah pemberian Dextrose 40%
a. Bila GDs < 50 mg/dl ditambah bolus Dextrose 40% 50ml IV
b. Bila GDs < 100 mg/dl ditambah bolus Dextrose 40% 25ml IV
c. Bila GDs 100-200 mg/dl, tanpa bolus Dextrose 40%
d. Bila GDs > 200 mg/dl, pertimbangkan menurunkan kecepatan drip
Dextrose 10%
5. Bila GDs > 100 mg/dl sebanyak 3 kali berturut-turut, pemantauan GDs
setiap 2
jam, dengan protocol sesuai diatas. Bila GDs > 200 mg/dl,
pertimbangkan
mengganti infuse dengan Dextrose 5% atau NaCl 0,9%
6. Bila GDs > 100 mg/dl sebanyak 3 kali berturut-turut, pemantauan GDs setiap 4
jam, dengan protocol sesuai diatas. Bila GDs > 200 mg/dl,
pertimbangkan
mengganti infuse dengan Dextrose 5% atau NaCl 0,9%
14
7. Bila GDs > 100 mg/dl sebanyak 3 kali berturut-turut, sliding scale setiap 6 jam :
8. Bila hipoglikemia belum teratasi, dipertimbangkan pemberian antagonis insulin
seperti adrenalin, kortison dosis tinggi, atau glucagon 0,5-1 mg IV/IM (bila
penyebabnya insulin)
Bila pasien belum sadar, GDs sekitar 200 mg/dl : Hidrokortison 100 mg per 4 jam
selama 12 jam atau Deksametason 10 mg IV bolus dilanjutkan 2 mg tiap 6 jam dan
Manitol 1,5-2 g/kgBB IV setiap 6-8 jam. Cari penyebab lain kesadaran menurun.