Anda di halaman 1dari 15

KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr.Wb

Puji syukur penyusun panjatkan kehadirat Allah Subhanahu Wa’ Ta’ala yang
telah melimpahkan segenap rahmat dan hidayah-Nya sehingga penyusun dapat
menyesaikan makalah ini. Shalawat beserta salam tak lupa semoga senantiasa terlimpah
curahkan ke junjungan umat kita, Baginda Nabi Muhammad Sallallahu Alaihi Wassalam.
Adanya makalah berjudul “Pemanfaatan Tanah Gambut (Histosol)” ini semoga dapat
dijadikan suatu pengetahuan dan wawasan bagi yang membacanya.

Tiada gading yang tak retak. Penyusun menyadari bahwa penulisan makalah ini
masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu penyusun membutuhkan kritik dan saran
yang bersifat konstruktif dan korektif sebagai bahan evaluasi ke depannya.

Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua khususnya bagi pembaca
sekalian.

Wassalamu’alaikum Wr.Wb

Pekanbaru , Maret 2013

Penyusun
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ....................................................................................................... i

DAFTAR ISI ...................................................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN ................................................................................................... 1

BAB II KARAKTERISTIK TANAH GAMBUT .............................................................. 2

1. .. Faktor-Faktor Pembentuk Tanah 2


2. Proses Pembentukan Tanah Gambut 3
3. Sifat Fisik, Kimia dan Morfologi Gambut 5
4. Kendala-Kendala pada Histosol untuk Usaha Pertanian 8
5. Pola Penyebaran Gambut di Indonesia 10

BAB III PEMANFAATAN TANAH GAMBUT .............................................................. 14

1. Kondisi Saat Ini 14


2. Pengelolaan dan pemanfaatan lahan gambut 15

BAB IV KESIMPULAN .................................................................................................... 18

DAFTAR PUSTAKA …………………………………………………………………… 19


BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Pengertian Gambut

Tanah gambut disebut juga tanah Histosol (tanah organic) asal bahasa Yunani
histories artinya jaringan. Histosol sama halnya dengan tanah rawa, tanah organik dan
gambut.Histosol mempunyai kadar bahan organik sangat tinggi sampai kedalaman 80 cm (32
inches) kebanyakan adalah gambut (peat) yang tersusun atas sisa tanaman yang sedikit
banyak terdekomposisi dan menyimpan air.Jenis tanah Histosol merupakan tanah yang sangat
kaya bahan organik keadaan kedalaman lebih dari 40 cm dari permukaan tanah. Umumnya
tanah ini tergenang air dalam waktu lama sedangkan didaerah yang ada drainase atau
dikeringkan ketebalan bahan organik akan mengalami penurunan (subsidence).

Bahan organik didalam tanah dibagi 3 macam berdasarkan tingkat kematangan yaitu
fibrik, hemik dan saprik. Fibrik merupakan bahan organik yang tingkat kematangannya
rendah sampai paling rendah (mentah) dimana bahan aslinya berupa sisa-sisa tumbuhan
masih nampak jelas. Hemik mempunyai tingkat kematangan sedang sampai setengah matang,
sedangkan sapri tingkat kematangan lanjut.Dalam tingkat klasifikasi yang lebih rendah (Great
Group) dijumpai tanah-tanah Trophemist dan Troposaprist. Penyebaran tanah ini berada pada
daerah rawa belakangan dekat sungai, daerah yang dataran yang telah diusahakan sebagai
areal perkebunan kelapa dan dibawah vegetasi Mangrove dan Nipah.

Secara umum definisi tanah gambut adalah: “Tanah yang jenuh air dan tersusun dari
bahan tanah organik, yaitu sisasisa tanaman dan jaringan tanaman yang melapuk dengan
ketebalan lebih dari 50 cm. Dalam sistem klasifikasi baru (Taksonomi tanah), tanah gambut
disebut sebagai Histosols (histos = jaringan ).”Pada waktu lampau, kata yang umum
digunakan untuk menerangkan tanah gambut adalah tanah rawang atau tanah merawang. Di
wilayah yang memiliki empat musim, tanah gambut telah dikelompokan dengan lebih rinci.
Padanan yang mengacu kepada tanah gambut tersebut adalah bog, fen, peatland atau moor.
BAB II

KARAKTERISTIK TANAH GAMBUT

II.1. Faktor-faktor Pembentuk Tanah

Kebanyakan tanah terbentuk dari pelapukan batuan dan mineral (kuarsa, feldspar,
mika, hornblende, kalsit, dan gipsum), meskipun ada yang berasal dari tumbuhan
(gambut/peat; Histosol).Tanah adalah material yang tidak padat yang terletak di permukaan
bumi, sebagai media untuk menumbuhkan tanaman (SSSA, Glossary of Soil Science
Term)Jenny, H (1941) dalam buku Factors of Soil Formation : tanah terbentuk dari interaksi
banyak faktor, dan yang terpenting adalah : bahan induk (parent material); iklim (climate),
organisme (organism)’; topografi (Relief); waktu (time).

s = f (cl, o, r, p, t, ….

Jika 1 faktor saja yang mempengaruhi sedang yang lain konstan, misal iklim yang
mempengaruhi pembentukan tanah maka fungsi tersebut dapat ditulis :

S atau s = f (cl) o,r,p,t,…..

Climosequence : pembentukan tanah yang hanya dipengaruhi oleh faktor iklim,


sedang faktor yang lain konstan. Istilah yang sama untuk Biosequences, toposequences,
lithosequences, dan chronosequences.Tanah dapat terbentuk dari pelapukan batuan padat (in
situ) atau merupakan deposit dari material/partikel yang terbawa oleh air, angin, glasier (es),
atau gravitasi. Apabila material yang terbawa tersebut masuk ke lahan (land), maka disebut
landform.Penamaan landform berdasar pada cara transport maupun bentuk akhir. Contoh :
Alluvial berasal dari aliran air; morain berasal dari gerakan es dan membeku; dunes berasal
dari gerakan angin thd pasir; colluvium berasal dari gravitasi.Batuan akan terlapukkan secara
fisik disebut : disintegrasi (disintegration), maupun secara kimia disebut : dekomposisi
(decomposition/decayed) dan diubah menjadi material yang lebih halus. Secara fisik misalnya
pengaruh suhu, tekanan, akar tanaman. Secara kimia yang sangat berperan adalah keberadaan
air, misal hidrolisis, oksidasi, reduksi, dehidrasi, dll.

Laju pelapukan tergantung pada : (1) temperatur; (2) laju air perkolasi; (3) status
oksidasi dari zona pelapukan; (4) luas permukaan bahan induk yang terekspose; (5) jenis
mineral.Mineral adalah substansi inorganik yang homogen dengan komposisi tertentu, dan
mempunyai ciri fisik berupa ukuran, warna, titik leleh, dan kekerasan. Mineral dapat
digolongkan sebagai mineral primer maupun mineral sekunder.Tipe batuan ada 3 yaitu : (1)
batuan beku (igneous rock), (2) batuan sedimen (sedimentary rock), (3) batuan metamorfosis
(metamorphic rock)Batuan beku berasal dari pemadatan magma yang membeku. Dibagi
menjadi batuan asam (acidic rock) : relatif tinggi kandungan kuarsa; mineral silikat warna
terang Ca atau K/Na dan batuan basa (basic rock) : rendah kandungan kuarsa; kandungan
mineral ferromagnesium warna gelap (hornblende, mika, piroksin) tinggi.
II.2.Proses Pembentukan Tanah Gambut

Gambut terbentuk akibat proses dekomposisi bahan-bahan organik tumbuhan yang


terjadi secara anaerob dengan laju akumulasi bahan organik lebih tinggi dibandingkan laju
dekomposisinya. Akumulasi gambut umumnya akan membentuk lahan gambut pada
lingkungan jenuh atau tergenang air, atau pada kondisi yang menyebabkan aktivitas
mikroorganisme terhambat. Vegetasi pembentuk gambut umumnya sangat adaptif pada
lingkungan anaerob atau tergenang, seperti bakau (mangrove), rumput-rumput rawa dan
hutan air tawar.Di daerah pantai dan dataran rendah, akumulasi bahan organik akan
membentuk gambut ombrogen di atas gambut topogen dengan hamparan yang berbentuk
kubah (dome). Gambut ombrogen terbentuk dari vegetasi hutan yang berlangsung selama
ribuan tahun dengan ketebalan hingga puluhan meter. Gambut tersebut terbentuk dari
vegetasi rawa yang sepenuhnya tergantung pada input unsur hara dari air hujan dan bukan
dari tanah mineral di bawah atau dari rembesan air tanah, sehingga tanahnya menjadi miskin
hara dan bersifat masam.

Diemont (1986) merangkum pemikiran Polak(1933), Andriesse(1974) dan


Driessen(1978) tentang tahapan-tahapan pembentukan gambut di Indonesia :

1) Permukaan laut stabil (5000 tahun yang lalu)


2) Deposisi sedimen pantai dengan cepat membentuk dataran pantai yang luas
di pantai tilir Sumatera, Kalimantan, dan Irian Jaya, yang ditutupi oleh
komunitas hutan mangrove
3) Komunitas mangrove menyebabkan daerah stabil yang mengakibatkan
perluasan tanah, yang akhirnya membentuk daerah mangrove dan lagoon
yang mampu mengurangi kadar garam serta meningkatkan daerah dengan
air segar menyebabkan terjadinya hutan gambut tropika atau danau berair
segar
4) Danau berair segar itu secara bertahap menampung BO yang dihasilkan oleh
tumbuhan, berkembang menjadi hutan gambut tropika yang dipengaruhi
oleh air gambut(ground water peat)sebagi gambut topogen
5) Di atas gambut topogen terbentuk hutan gambut ombrotrophic

Prinsip Pembentukan tanah gambut:


Proses akumulasi BO > dekomposisi BO

Daerah iklim sedang dan dingin:


Penyebab utama adalah suhu dingin dan kondisi air jenuh sehingga proses oksidas berjalan
lambat

DaerahTropika:
Kelebihan air, kekurangan oksigen

Tahap-tahap proses pembentukan endapan gambut:

1) Asosiasi marin (Rhizophora)


2) Asosiasi payau (Avicennia)
3) Asosiasi transisi (Conocarpus)
4) Asosiasi klimaks (Tropical forest)
Kecepatan pembentukan lapisan gambut:

1) Proses perkembangan tanah gambut adalah Paludiasi,yaitu penebalan lapisan bahan


gambut dalam lahan yang berdrainase jelek di bawah kondisi anaerob.
2) Kecepatan pembentukan gambut tergantung iklim, vegetasi kemasaman, kondisi
aerob dan anaerob, aktivitas mikroorganisme.
3) Di pantai dekat laut pengaruh kegaraman akan mempercepat pertumbuhan tanah
gambut karena proses dekomposisi BO terhambat akibat hanya mikroorganisme
yang tahan kegaraman saja yang aktif.

II.3.Sifat Fisik, Kimia dan Morfologi Gambut

Sifat tanah gambut berbeda dengan tanah mineral lainnya dan untuk
menanam/membuka lahan seperti ini memerlukan tindakan pengelolaan khusus.Sifat tanah
gambut antara lain :Kandungan bahan organic yang tinggi karena tanah berasal dari sisa
tanaman mati dalam keadaan penggenanangan permanent. Berat isi pada (bulk dencity)
sangat rendah sehingga dalam keadaan kering kosentrasinya sangat lepas kadar hara makro
tidak seimbang dengan kadar hara mikro yang sangat rendah. Daya menahan air sangat besar
dan jika mengalami kekeringan, tanah mengalami pengerutan (irreversible shringkage). Jika
dilakukan pembuangan air(drainase) permukaan tanah akan mengalami penurunan(soil
subsidence).

Sifat khusus Histosol tergantung pada sifat vegetasi yang diendapkan di dalam air dan
tingkat pembususkan. Di dalam air yang relative dalam, sisa-sisa ganggang dan tumbuhan air
lainnya menimbulkan bahan koloid yang sangat mengerut bila kering.Sementara danau secara
berangsur-angsur penuh, rumput, padi liar, lili air dan tumbuhan-tumbuhan ini yang sebagian
membusuk, berlendir dan bersifat koloid.

Sifat Fisika Tanah Gambut

1. Tingkat dekomposisi :

1) Gambut kasar (Fibrist):gambut dengan BO kasar > 2/3 (sedikit atau belum
terkomposisi atau bahan asal masih terlihat asalnya)warna merah lembayung (2,5
YR 3/2)-coklat kemerahan (5 YR 3/2)
2) Gambut sedang (HemistaktoBO kasar 1/3-2/3 coklat kemerahan (5 YR 3/2)-coklat
tua (7,5 YR 3/2)
3) Gambut halus (Saprist):BO kasar<1/3,>

2. Penurunan muka tanah : faktor penyebabnya:

1) Drainase
2) Kegiatan budidaya tanaman
3) Tingkat kematangan gambut
4) Umur reklainasi
5) Ketebalan lapisan gambut
6) Pembakaran waktu pembukaan lahan
Hasil penelitian kecepatan penurunan muka tanah: fibrik>hemik>saprik

3. Kerapatan lindak (Bulk Density=BD)

 BD tanah gambut 0,05-0,2 g/cc


 BD tanah yang rendah akibatnya daya dukung tanah rendah akibatnya tanaman
tahunan tumbuh condong atau tumbang
 Makin dalam BD tanah makin kecil
 Makin rendah kematangan gambut maka makin rendah nilai BD nya

4. Porositas dan distribusi ukuran pori

 ditentukan bahan penyusun dan tingkat dekomposisi


 makin matang gambut maka porositas makin rendah dan distribusi ukuran pori cukup
merata
 gambut tidak matang sangat porous dan tidak merata
 porositas tanah dan distribusi ukuran pori pada gambut dari rerumputan dan semak
jauh baik daripada gambut kayu-kayuan

5. Retesi air (daya menahan air)

 afinitas tinggi dalam meretensi air karena air bersifat dipolar dan molekul asam-asam
organik sangat banyak, maka air dalam jumlah banyak akan berikatan dengan asam-
asam organik bebas
 Makin matang gambut maka retensi air makin tinggi

6. Daya hantar hidrolik (HC)

 Besarnya HC ditentukan oleh jenis gambut,tingkat kematangan, BD


 HC gambut serat-seratan lebih lambat dari gambut kayu-kayuan
 laju yang baik untuk pertanian <0,36>
 HC secara horisontal sangat cepat dan vertikal sangat lambat
 makin matang gambut HC makin lambat

7. Kering tak balik

 berkaitan dengan kemampuan gambut dalam menyimpan,memegang dan melepas air


 gambut yang mengalami kekeringan hebat akan berkurang kemampuannya dalam
memegang air
 penyebab kering tak balik adalah akibat terbentuk selimut penahan air
 Pencegahan dengan mengatur tinggi permukaan air
Sifat Kimia Tanah Gambut

1. Kemasaman (pH)

 pH 3-4,5
 Kemasaman disebabkan oleh asam-asam organik
 Kapasitas tanah sanggah tinggi yaitu kemampuan mepertahankan perubahan pH
tinggi
 pH ideal untuk gambut 5-5,5

2. Kapasitas tukar kation (KTK)

 KTK tinggi 190-270 me/100 g


 KTK tinggi karena muatan negatif tergantung pH dari gugus karboksil gambut
dangkal (4-5,1)>gambut dalam (3,1-3,9)
 Nilai KTK perlu dikoreksi oleh faktor dalam BD

3. Kejenuhan Basa (KB)

 Nilai KB gambut rendah


 KB gambut pedalaman<>
 KB berhubungan dangan pH dan kesuburan tanah
 Tingkat kritik KB 30%

4. Asam-asam organik

 Bahan humat, asam-asam karboksil, asam fenolat


 makin dalam gambut % bahan humat turun
 bahan humat memberi nilai KTK tinggi(25-75 me/100g(Maas, 1997)

5. Komplek senyawa organik dengan kation

 adanya sifat BO yang dapat mengkhelat kation merupakan fenomena yang harus
dimanfaatkan untuk mengendalikan sifat meracun dari asam organik meracun
 BO mampu mengkhelat 98%Cu,75% Zn, 84% Mn

6. Komplek organo-Liat

 BO dapat berikat dengan liat membentuk komplek organo liat melaui ikatan
elektrostatik,hidrogen, dan koordinasi
 ikatan elektrostatik terjadi melalui proses pertukaran kation
 ikatan hidrogen terjadi bila atom H berfungsi sebagai sambungan penghubung
 ikatan koordinasi terjadi pada saat lignin organik menyumbangkan elektron pada ion
logam dengan demikian ion logam sebagai jembatan
II.4.Kendala-kendala pada Histosol untuk Usaha Pertanian

 Tingkat kematangan Gambut


 Tebal lapisan gambut
 Penurunan permukaan tanah
 Sifat mengkerut tidak baik
 Adanya lapisan pirit
 Kemasaman tanah yang tinggi
 Salinitas/intrusi air laut
 Jenuh air
 Daya hantar hidraulik horisontal besar tapi daya hantar vertikal kecil
 Daya dukung tanah rendah

Sifat Morfologi Tanah

Tanah jenis ini mempunyai ciri dan sifat antara lain ketebalannya tidak lebih dari
0,5m, warnanya coklat kelam sampai hitam, tekstur debu – lempung, tidak berstruktur,
konsistensi tidak lekat - agak lekat, kandungan organik terlalu banyak yaitu lebih dari 30 %
untuk tanah tekstur lempung dan lebih dari 20% untuk tanah tekstur pasir, umumnya bersifat
asam (pH 4,0), dan kandungan unsur hara rendah. Sebagai bahan koloid kuat yang mampu
ikat air, mengandung mineral sesuai dengan 2%, BJ dan 34,5% dan N  5,5%, O  58%, H
kategori termuda, kadar C BV rendahKebanyakan Histosol mempunyai bulk density
kurang dari 1g/cc, bahkan ditemukan Histosol dengan bulk density 0,06 g/cc. Makin lanjut
tingkat dekomposisi bahan organik, bulk density makin meningkat. Jumlah bagian mineral
tanah dan jenis vegetasi juga menentukan bulk density.

Histosol mempunyai kadar air sangat tinggi, baik atas dasar volume maupun berat
tanah. Kebanyakan air tertahan dalam pori – pori kasar (air gravitasi) atau dalam pori – pori
yang sangat halus sehingga tidak tersedia air untuk tanaman. Karena Histosol mengkerut bila
kering, maka sifat kelembabannya lebih baik apabila didasarkan pada volume
basah.Kapasitas Tukar Kation (KTK) tanah Histosol disebabkan oleh gugusan karboksil dan
phenolik, dan juga mungkin gugus fungsional yang lain. Gugusan – gugusan fungsional yang
lain tersebut bertambah seiring dengan bertambahnya dekomposisi bahan organik sehingga
kapasitas tukar kation meningkat hingga 200 cmol (+) /kg atau lebih tinggi. Muatan dalam
bahan organik ini adalah muatan tergantung pH, sehingga kapasitas tukar kation tanah
Histosol dapat berubah dari 10-20 cmol (+) /kg pada pH 3,7 menjadi lebih dari 100 cmol
(+)/kg pada pH 7.

Adanya horison tak berstruktur karena mengandung bahan organik yang sangat
banyak sehingga tak alami perkembangan profil. Tetapi berbentuk seperti pasta yang dapat
menghambat drainase, sehingga air menggenang di musim hujan dan merusakkan
pertumbuhan tanaman.
II.5. Pola Penyebaran Histosol di Indonesia

Indonesia memiiiki lahan gambut yang sangat luas, yaitu sekitar 21 juta hektar atau
lebih dari 10% luas daratan Indonesia.Berbagai literatur, baik yang diterbitkan di Indonesia
maupun di luar negeri, menyebutkan bahwa Indonesia memiliki lahan gambut tropis yang
paling luas. Sementara secara keseluruhan, lahan gambut di Kanada dan Rusia masih lebih
luas dibandingkan dengan Indonesia.Lahan gambut di kedua negara tersebut termasuk lahan
gambuttemperate yang memiliki kandungan serta kharakteristik yang berbeda dengan lahan
gambut tropis. Meskipun semuanya sepakat bahwa Indonesia memiliki lahan gambut tropis
yang terluas, namun mengenai berapa luas yang sebenarnya, para pakar ternyata berbeda
pendapat. Hal tersebut nampaknya menjadi kelaziman, karena sebagaimana halnya dengan
tipe habitat lainnya, misalnya mangrove, penentuan luas tersebut seringkali berbeda
bergantung kepada parameter serta definisi yang dipakai untuk menentukan luasan suatu tipe
habitat tertentu.

Untuk memberikan sumbangan pengetahuan mengenai luas lahan gambut di Sumatra


dan Kalimantan, Wetlands International – Indonesia Programme dengan dukungan dari
Proyek CCFPI, telah melakukan survey dan perhitungan luas lahan gambut serta kandungan
karbonnya di Sumatra, Kalimantan dan Papua. Perhitungan tersebut didasarkan kepada
interpretasi.Citra Satelit dengan menggunakan teknik penginderaan jarak jauh yang
dikombinasikan dengan jajak lapangan (ground truthing) yang dilakukan di beberapa lokasi
terpilih.Berdasarkan survey dan perhitungan terakhir dari Wahyunto et.al. (2005) tersebut,
diperkirakan luas lahan gambut di Indonesia adalah 20,6 juta hektar. Luas tersebut berarti
sekitar 50% dari luas seluruh lahan gambut tropika atau sekitar 10,8% dari luas daratan
Indonesia. Jika dilihat penyebarannya, lahan gambut sebagian besar terdapat di Sumatra
(sekitar 35%), Kalimantan (sekitar 30%), Papua (sekitar 30%) dan Sulawesi (sekitar 3%).
Di Pulau Sumatera, luas total lahan gambut pada tahun 1990 adalah 7,2 juta hektar atau
sekitar 14,9% dari luas daratan Pulau Sumatera, dengan penyebaran utama di sepanjang
dataran rendah pantai timur, terutama di Propinsi Riau, Sumatra Selatan, Jambi, Sumatera
Utara dan Lampung.

Dari luas tersebut, lahan yang tergolong sebagai tanah gambut, dimana ketebalannya
> 50 cm., adalah seluas 6.876.372 ha. Sebagian besar diantaranya (3,461 juta – 48,1%) adalah
berupa lahan gambut dengan kedalaman sedang (kedalaman antara 101 – 200 cm.) Gambut
yang sangat dalam (kedalaman >400 cm.) menempati urutan terluas kedua seluas 2,225 juta
ha. (30,9%). Meskipun luas total lahan gambut di Pulau Sumatera tidak berubah pada tahun
2002, namun jika dilihat dari komposisi kedalamannya telah mengalami perubahan, dimana
yang tergolong sebagai tanah gambut (> 0,5 meter) telah mengalami penyusutan menjadi
6.521.388 ha. atau berkurang seluas 354.981 ha. (9,5%) dibandingkan dengan tahun 1990.

Selain itu, gambut-sangat dalam juga berkurang luasnya menjadi 1,705 juta ha.
(23,7%), sementara gambut-dangkal (ketebalan antara 50 – 100 cm.) luasnya justru
bertambah dari 0,3777 juta ha. (5,2%) pada tahun 1990 menjadi 1,241 juta ha. (17,2%) pada
tahun 2002. Lahan gambut mempunyai penyebaran di lahan rawa, yaitu lahan yang
menempati posisi peralihan diantara daratan dan sistem perairan. Lahan ini sepanjang
tahun/selama waktu yang panjang dalam setahun selalu jenuh air (water logged) atau
tergenang air. Tanah gambut terdapat di cekungan, depresi atau bagian-bagian terendah di
pelimbahan dan menyebar di dataran rendah sampai tinggi. Yang paling dominan dan sangat
luas adalah lahan gambut yang terdapat di lahan rawa di dataran rendah sepanjang pantai.
Lahan gambut sangat luas umumnya menempati menyebar diantara aliran bawah sungai
besar dekat muara, dimana gerakan naik turunnya air tanah dipengaruhi pasang surut harian
air laut.

Berdasarkan penyebaran topografinya, tanah gambut dibedakan menjadi tiga yaitu:

a) gambut ombrogen: terletak di dataran pantai berawa, mempunyai ketebalan


0.5 – 16 meter, terbentuk dari sisa tumbuhan hutan dan rumput rawa,
hampir selalu tergenang air, bersifat sangat asam. Contoh penyebarannya di
daerah dataran pantai Sumatra, Kalimantan dan Irian Jaya (Papua);
b) gambut topogen: terbentuk di daerah cekungan (depresi) antara rawa-rawa
di daerah dataran rendah dengan di pegunungan, berasal dari sisa tumbuhan
rawa, ketebalan 0.5 – 6 meter, bersifat agak asam, kandungan unsur hara
relatif lebih tinggi. Contoh penyebarannya di Rawa Pening (Jawa Tengah),
Rawa Lakbok (Ciamis, Jawa Barat), dan Segara Anakan (Cilacap, Jawa
Tengah); dan
c) gambut pegunungan: terbentuk di daerah topografi pegunungan, berasal dari
sisa tumbuhan yang hidupnya di daerah sedang (vegetasi spagnum). Contoh
penyebarannya di Dataran Tinggi Dieng.
BAB III

PEMANFAATAN GAMBUT

III.1. Kondisi Saat Ini

Indonesia memiiiki lahan gambut yang sangat luas, yaitu sekitar 21 juta hektar atau
lebih dari 10% luas daratan Indonesia. Lahan gambut adalah merupakan salah satu sumber
daya alam yang sangat penting dan memainkan peranan penting dalam perekonomian negara,
diantaranya berupa ketersedian berbagai produk hutan berupa kayu maupun non-kayu.
Disamping itu, lahanb ambut juga memberikan berbagai jasa lingkungan yang sangat penting
bagi kehidupan masyarakat, diantaranya berupa pasokan air, pengendalian banjir serta
berbagai manfaat lainnya. Hutan rawa gambut juga berperan sangat penting dalam hal
penyimpanan karbon maupun sebagai pelabuhan bagi keanekaragaman hayati yang penting
dan unik.

Menyusutnya luasan lahan gambut akan memberikan dampak sosial, ekonomi dan
kesehatan yang dahsyat bagi penduduk Indonesia. Sebagai contoh, kebakaran hutan yang
terjadi di lahan gambut tidak saja menimbulkan kerugian secara ekonomi akan tetapi juga
telah menyebabkan ratusan ribu penduduk mengalami gangguan kesehatan pernapasan yang
memerlukan penanganan yang seksama. Susutnya luasan lahan gambut atau berbagai
kerusakan yang dialami juga akan menyebabkan berkurangnya fungsi penting mereka sebagai
pemasok air, pengendali banjir serta pencegah intrusi air laut ke daratan.

Kondisi di lapangan menunjukan bahwa banyak sekali masyarakat Indonesia yang


sangat bergantung kepada nilai dan fungsi yang dikandungoleh lahan gambut. Produk hutan
rawa gambut dijadikan sebagai sandaran utama kehidupan masyarakat, baik berupa kayu
ataupun non-kayu, seperti buah-buahan, rotan, tanaman obat, dan ikan. Sebagian lahan
gambut yang dangkal atau berdekatan dengan lahan mineral kemudian dijadikan sebagai
wilayah pertanian. Sayangnya, kegiatan pembangunan yang tidak terkendali acapkali
menimbulkan dampak yang sangat buruk bagi lahan gambut, dan pada akhirnya berimbas
pula pada kehidupan masyarakat lokal yang hidupnya bergantung pada keberadaan lahan
gambut.

III.2. Pengelolaan Dan Pemanfaatan Lahan Gambut

Berdasar sifat dari bahan gambut dan hasil pembelajaran dalam pengelolaan lahan
gambut, maka pengembangan lahan gambut Indonesia ke depan dituntut menerapkan
beberapa kunci pokok pengelolaan yang meliputi aspek legal yang mendukung pengelolaan
lahan gambut; penataan ruang berdasarkan satuan sistem hidrologi gambut sebagai wilayah
fungsional ekosistem gambut; pengelolaan air; pendekatan pengembangan berdasarkan
karakteristik bahan tanah mineral di bawah lapisan gambut; peningkatan stabilitas dan
penurunan sifat toksik bahan gambut dan pengembangan tanaman yang sesuai dengan
karakteristik lahan.
Dari beberapa usaha yang telah dilakukan untuk pemanfaatan lahan gambut dewasa
ini dimanfaatkan untuk disversifikasi dari lahan rawa. Pada awalnya pemanfaatan lahan rawa
dtujukan untuk menunjang usaha swasembada beras oleh karena ditujukan untuk hal tersebut
maka pembukaan lahan rawa selalu diupayakan pada lahan tanah mineral atau pada lahan
gambut dangkal (<1 meter). Perkembangan lebih lanjut menunjukan bahwa tanah rawa tak
terkendala semakin sedikit. Oleh karena itu pemanfaatan lahan rawa yang tebal (> 1 meter)
untuk budidaya non pangan. Salah satu bentuk diversifikasi tersebut adalah pemanfaatan
lahan rawa gambut untuk budidaya tanaman kelapa, baik tanaman kelapa hibrida maupun
tanaman sawit. Untuk mencapai keberhasilan penanaman kelapa pada gambut, selain faktor
pemupukan dan pembasmian serangga, maka faktor pengaturan tata air juga sangat penting.

Sistem pengendalian muka air pada lahan gambut untuk keperluan tanaman kelapa
pada hakekatnya adalah menjaga muka air sehingga berada di bawah zona perakaran, namun
kelengasan yang tersedia pada tanah harus cukup ideal bagi pertumbuhan kelapa tersebut.
Kelapa sawit maupun kelapa hibrida mempunyai pertumbuhan perakaran yang hampir mirip,
yakni pada usia 4 tahun mencapai kedalaman 60-80 cm. Oleh karena itu, banyak pakar setuju
bahwa “drain spacing” harus direncanakan sehingga muka air tanah berkisar antara 70-120
cm di bawah muka air tanah setempat.Berdasarkan ketebalan lapisan gambutnya, lahan
gambut terbagi dalam tiga kategori lahan, yaitu : a) gambut dangkal dengan ketebalan
lapisan gambut 50-100 cm, b) gambut tengahan dengan ketebalan lapisan gambut 101 -
200 cm dan c) gambut dalam dengan ketebalan lapisan gambut > 2 m (Widjaja Adhi et
al., 1992). Lahan gambut dangkal memiliki potensi untuk dikembangkan menjadi lahan
pertanian, khususnya untuk tanaman sayuran (Kristijono, 2003).Berdasarkan klasifikasi
rawa, tipologi lahan, dan pola pemanfaatannya, tanaman sayuran dan hortikultura cocok
diusahakan pada klasifikasi rawa lebak dengan tipologi lahan tanah aluvial gambut
dangkal (R/A-G1) dan rawa pasang surut air tawar dengan tipologi lahan gambut dangkal
(G1). Kedua tipologi lahan ini memiliki karakteristik kimia yang berbeda sehingga
untuk memudahkan pengelolaan dalam menentukan jumlah pupuk yang diberikan,
perlu diketahui karakteristik kimia tanahnya (Widjaja Adhi et al., 1993).

Kendala yang dihadapi dalam budidaya sayuran di lahan gambut dangkal adalah :
kandungan Fe dan Al tertukar tinggi, pH tanah mencapai 3.1, kandungan K, Ca, dan Mg
sangat rendah (Hilman et al., 2003).Beberapa hasil analisis tanah pada lahan gambut
dangkal menunjukkan karakteristik kimia tanah antara lain : pH tanah masam (3.4 –
3.6), C-organik tinggi (45 – 48 %), N-total rendah (0.19 – 0.21 %), P-tersedia rendah (1.88
– 2.54 ppm), K-dd sedang (1.04 – 2.51 me/100 g), Ca-dd sedang (1.15 – 1.45 me/100 g),
Al-dd (4.31 – 5.21 me/100 g) (Supriyo dan Alwi, 1997; Anwar dan Alwi, 1997).
Keadaan ini menunjukkan bahwa lahan gambut dangkal memiliki pH tanah dan tingkat
kesuburan rendah. Oleh karena itu, untuk lahan budidaya perlu tambahan input
berupa kapur, pupuk kandang, dan pupuk anorganik (Kristijono, 2003; Hilman et al.,
2003). Pemanfaatan lahan gambut dangkal oleh sebagian besar petani di Kabupaten
Kapuas dan Pulang Pisau, Kalimantan Tengah adalah untuk pertanaman palawija dan
hortikultura. Hasil penilaian kesesuaian lahan untuk tanaman palawija dan
hortikultura, lahan gambut termasuk sesuai marginal (S3) dengan faktor pembatas pH
tanah masam dan tingkat kesuburan rendah. Upaya mengatasi kendala tersebut dapat
dilakukan dengan pemberian amelioran dan pupuk lengkap (Agus et al., 1997). Hasil
penelitian terhadap tanaman pangan dan hortikultura di lahan gambut dangkal
menunjukkan adanya respons yang positif terhadap pemberian pupuk N, P, K, S, dan Ca,
juga unsur mikro terutama Cu (Nugroho et al., 1992).
Lahan gambut, terutama gambut dangkal telah dikembangkan untuk berbagai
tanaman palawija dan hortikultura. Pengembangan pertanian sayuran telah dilakukan
petani di Siantan dan Rasau Jaya (Kalimantan Barat) dan Kalampangan (Kalimantan
Tengah). Perbaikan tingkat kesuburan dan kemasaman tanah gambut dilakukan petani
dengan memberikan bahan amelioran, seperti abu serbuk gergajian, abu sisa tanaman dan
gulma, pupuk kandang, tepung kepala udang, dan tepung ikan. Namun bahan-bahan
ini terkendala dalam pemanfaatan yang luas, sumber pasokan terbatas, dan tidak
tersedia di lokasi penelitian. Oleh karena itu, pada penelitian ini digunakan bahan
yang mudah didapat, seperti: kapur dolomit, pupuk kandang. Urea, SP36 dan KCl.

Demikian beberapa usaha usaha yang dilakuakan dalam pemanfaatan lahan gambut. Dan
beberapa budidaya yang diusahakan di lahan gambut.
BAB IV

KESIMPULAN

Tanah gambut (Histosol) sifatnya bermacam macam tergantung dari jenis vegetasi
yang menjadi tanah gambut tersebut. Tanah – tanah gambut yang terlalu tebal ( lebih dari 1,5
– 2 m) umumnya tidak subur karena vegetasi yang membusuk menjadi tanah gambut tersebut
terdiri dari vegetasi yang miskin unsur hara. Tanah gambut yang subur umumnya yang
tebalnya antara 30 – 100 cm. Tanah gambut mempunyai sifat dapat menyusut (subsidence)
kalau perbaikan drainase dilakukan sehingga permukaan tanah ini makin lama makin
menurun. Tanah gambut jugaa tidak boleh terlalu kering karena dapat menjadi sulit menyerap
air dan mudah terbakar. Kekurangan unsur mikro banyak terjadi pada tanah gambut.

Anda mungkin juga menyukai