Anda di halaman 1dari 20

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Keperawatan merupakan profesi yang membantu dan memberikan pelayanan
yang berkontribusi pada kesehatan dan kesejahteraan individu. Keperawatan juga
diartikan sebagai konsekuensi penting bagi individu yang menerima pelayanan,
profesi ini memenuhi kebutuhan yang tidak dapat dipenuhi oleh seseorang, keluarga
atau kelompok di komunitas. (Committee on Education American Nurses Association
(ANA), 1965).
WHO Expert Committee on Nursing dalam Aditama (2000) mengatakan bahwa,
pelayanan keperawatan adalah gabungan dari ilmu kesehatan dan seni
melayani/memberi asuhan (care), suatu gabungan humanistik dari ilmu pengetahuan,
filosofi keperawatan, kegiatan klinik, komunikasi dan ilmu sosial.
Keperawatan merupakan suatu bentuk pelayanan profesional yang merupakan
bagian integral dari pelayanan kesehatan berdasarkan ilmu dan kiat keperawatan,
berbentuk pelayanan biopsikososial dan spiritual yang komprehensif, ditujukan
kepada individu, keluarga dan masyarakat baik sakit maupun sehat yang mencakup
seluruh aspek kehidupan manusia. (Lokakarya Nasional, 1983).
Profesi berasal dari kata profession yang berarti suatu pekerjaan yang
membutuhkan dukungan body of knowledge sebagai dasar bagi perkembangan teori
yang sistematis meghadapi banyak tantangan baru, dan karena itu membutuhkan
pendidikan dan pelatihan yang cukup lama, memiliki kode etik orientasi utamanya
adalah melayani (alturism).
Profesi adalah suatu pekerjaan yang ditujukan untuk kepentingan masyarakat dan
bukan untuk kepentingan golongan atau kelompok tertentu. Profesi sangat
mementingkan kesejahteraan orang lain, dalam konteks bahasan ini konsumen
sebagai penerima jasa pelayanan keperawatan profesional. Menurut Webster, profesi
adalah pekerjaan yang memerlukan pendidikan yang lama dan menyangkut
keterampilan intelektual.
Kelly dan Joel (1995) menjelaskan, “Profesional sebagai suatu karakter, spirit
atau metode profesional yang mencakup pendidikan dan kegiatan di berbagai
kelompok okupasi yang anggotanya berkeinginan menjadi profesional”. Profesional
merupakan suatu proses yang dinamis untuk memenuhi atau mengubah karakteristik
kearah suatu profesi.
Sejak abad yang lalu keperawatan telah megalami perubahan yang drastis, selain
itu juga telah mengikuti perundang-undangan dan mendapatkan penghargaan sebagai
profesi penuh. Hugnes E.C (1963) mengatakan bahwa, “Profesi adalah seorang ahli,
mereka mengetahui lebih baik tentang sesuatu hal dari orang lain, serta mengetahui
lebih baik daripada kliennya tentang apa yang terjadi pada klien”.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apakah pengertian professional?
2. Apakah nilai professional perawat?
3. Apakah konsep keperawatan kamar bedah?
4. Bagaimana konsep penerapan professional perawat dikamar bedah?

1.3 Tujuan
1. Untuk memahami pengertian professional
2. Untuk memahami professional perawat
3. Untuk memahami konsep keperawatan kamar bedah
4. Untuk memahami konsep penerapan professional perawat dikamar bedah
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Profesional

Profesional dapat diartikan sebagai memberi pelayanan sesuai dengan ilmu yang
dimiliki dan manusiawi serta utuh/penuh tanpa mementingkan kepentingan pribadi
melainkan mementingkan kepentingan klien serta menghargai klien sebagaimana
menghargai diri sendiri (Tawi, 2008).
Profesionalisasi merupakan proses dinamis, profesi yang sedang terbentuk
mengalami perubahan karakteristik dan meningkat menjadi

profesi. Proses profesionalisasi pada dasarnya adalah suatu proses pengakuan, dimana
pengakuan terhadap sesuatu yang dirasakan, dinilai dan diterima secara spontan oleh
masyarakat (Kustanto, 2004).
Profesionalisme dapat didefinisikan sebagai suatu pelaksanaan secara konsisten
didalam nilai-nilai utama dapat dilaksanakan dengan pelaksanaan kerja perawat
dengan profesional kesehatan lain untuk mencapai kesehatan secara optimal dan
kesejahteraan bagi pasien, keluarga, dan komunitas dengan menerapkan prinsip
alttruisme, keunggulan, kepedulian, etik, rasa hormat, komunikasi, dan akuntabilitas
AANC (2008). Fisher (2014), mengatakan bahwa suatu nilai profesional dapat
dibuktikan dari sikap yang dapat mempengaruhi suatu perilaku atau tindakan.
Schein dalam Pidarta (2005), profesional adalah seseorang yang memiliki ciri
antara lain: (1) bekerja dengen sepenuhnya disaat jam kerja; (2) pilihan kerja dimulai
dengan dasar motivasi yang kuat; (3) memiliki banyak pengetahuan ilmu dan
ketrampilan yang didapat melalui pendidikan dan pelatihan; (4) membuat wewenang
secara mandiri dalam menyelesaikan tugas untuk melayani klien; (5) bekerja
berdasarkan orientasi bukan kepentingan individualis; (6) pelayanan asuhan
bersadarkan standar pada kebutuhan klien; (7) memiliki kewenangan untuk
menyelesaikan masalah secara mandiri; (8) menjadi suatu organisasi profesional
sesudah memenuhi syarat dan kriteria; (9) memiliki kekuatan dan status untuk
menjadi peneliti ekspert dalam spesialisasinya; (10) keahlian dalam profesinya dapat
dikembangkan untuk mencari klien.

2.2.1 Nilai Profesional Perawat

Nilai profesional keperawatan adalah suatu pondasi dari praktik yang


mengarahkan perawat dalam berinteraksi dengan klien, rekan sejawat, praktisi
profesional dan publik. Nilai-nilai yang menjadi identitas diri seorang perawat dalam
mengurus kesejahteraan klien dan menjadi suatu fondasi dalam mengaplikasikan
praktik keperawatan AANC (2008).

a. Nilai Profesional Perawat Menurut American Assosiation of Collage of


Nursing

American Assosiation of Collage of Nursing, (2008), menyebutkan beberapa


nilai profesional dalam keperawatan yang menjadi fondasi dasar dalam
memberikan asuhan keperawatan. Beberapa klasifikasi nilai profesional yang
mencerminkan perawat profesional untuk berperilaku etik didalam memberikan
pelayanan asuhan keperawatan.
1. Altruisme
Bentuk tindakan yang memperhatikan dan mementingkan kesejahteraan serta
keselamatan bagi orang lain. Altruisme didalam praktik profesional
diwujudkan dengan memberikan perhatian dan advokasi seorang perawat
untuk kebutuhan dan kesejahteraan bagi klien. Wujud dari nilai altruisme yaitu
kebutuhan klien lebih utama dibandingkan kebutuhan seorang perawat itu
sendiri (AANC, 2008).
2. Otonomi (autonomy)
Berarti kebebasan, perawat yang menerapkan nilai ini menunjukkan suatu
sikap yang menghargai hak pasien dalam pembuatan keputusan terkait dalam
kesehatan pasien. Dengan kewenangan perawat melalukan tindakan secara
mandiri melalui pertimbangan yang tepat (AANC, 2008).
3. Human dignity
Cara menghormati martabat manusia dengan segala nilai dan keunikan yang
dimiliki pada setiap individu atau kelompok. Perawat dalam melaksanakan
tugas asuhan keperawatan, meletakkan seorang pasien pada saat melakukan
tindakan perlu memerhatikan hak-hak yang harus dihormati sebagai seorang
manusia. Contohnya, saat seorang perawat melakukan tindakan parineal
hygiene pada pasien perempuan ataupun laki-laki perlu menjaga privasi dari
pasien (AANC, 2008).
4. Integritas
Bentuk integritas yang diwujudkan melalui tindakan yang sesuai kode etik dan
standart praktik keperawatan. Rasa yang muncul dari suatu nilai integritas
dalam praktik profesional seorang perawat yakni kejujuran yang ditunjukkan
perawat dalam sikapnya, serta dapat diterapkan didalam kode etik dalam
memberikan asuhan keperawatan kepada seorang klien (AANC, 2008).

5. Keadilan sosial
Cara yang dapat ditunjukkan dengan menjunjung tinggi prinsip moral, legal,
dan kemanusiaan disaat melaksanakan tugas sebagai seorang perawat. Nilai
ini diterapkan seorang perawat agar tidak membedakkan pelayanan
keperawatan yang diberikan untuk klien. Seorang perawat diharapkan tidak
membedakkan klien berdasarkan ras, suku, budaya, negara, agama, warna
kulit maupun status sosial yang dimiliki klien. perawat harus memandang
bahwa semua pasien adalah manusia, sehingga memiliki hak yang sama untuk
dipenuhi kebutuhan dalam kesehatannya (AANC 2008).

b. Nilai professional keperawatan menurut American Nurses Association (ANA)

Weish dan Schank (2017), menyusun intrumen untuk mengukur nilai


profesional dalam keperawatan. Instrumen tersebut berasal dari American Nurses
Association (ANA) Code of Ethics for Nurses. Penelitian yang dilakukan untuk
merumuskan intrumen tersebut, ditemukan tiga nilai profesional yang merupakan
komponen dasar faktor analisis didalam instrumennya. Nilai profesional tersebut
adalah caring, activism,dan profesionalism.
1. Nilai Caring

Caring menurut Watson (1985 dalam Kozier, 2010), merupakan inti dari
keperawatan yang dapat digambarkan dalam sebuah kesatuan nilai-nilai
kemanusiaan yang universal (kebaikan, kepedulian, dan cinta terhadap diri
sendiri dan orang lain). Watson et al (2005 dalam Alligood & Tomey,
2006), menjelaskan caring sebagai moral ideal keperawatan keperawatan
yang dimiliki perawat dalam membina hubungan interpersonal dan nilai-
nilai kemanusian. Miller (1995, dalam Kozier, 2010), mendefinisikan
caring sebagai suatu tindakan yang disengaja yang membawa rasa aman
baik fisik maupun emosi serta keterkaitan antara ketulusan seseorang pada
orang lain atau kelompok orang. Swanson (1991 dalam Potter & Perry,
2009), menjelaskan bahwa caring merupakan suatu cara pemeliharaan
dengan cara menghargai orang lain, perasaan memiliki dan tanggung
jawab kepada pasien sehingga pasien sehingga bermanfaat untuk
meningkatkan kesehatan dan kesejahtraan klien.

2. Activism

Activism ini dapat diwujudkan dengan adanya keterlibatan seseorang dalam


kegiatan-kegiatan yang berkaitan dengan pengembangan profesi keperawatan,
seperti turut andil dalam asosiasi keperawatan, berpartisipasi dalam
melaksanakan kegiatan riset keperawatan, serta memahami kebijakan-
kebijakan publik yang terkait dengan suatu profesi (Weish & Schank, 2009).
Seorang praktisi kesehatan, perawat mempunyai tanggung jawab moral untuk
terilbat dalam advokasi pengembangan profesi dan organisasi kesehatan serta
sistem yang melibatkan profesi kesehatan lain (Simon, 2012).
3. Nilai Profesionalism
Profesional adalah orang yang terampil, handal dan sangat bertanggung jawab
dalam menjalankan profesinya. Orang yang tidak mempunyai integritas
biasanya tidak profesional. Arnold & Stern (2006), profesionalisme diartikan
sebuah dasar kompetensi klinis, kemampuan komunikasi, pemahaman erika
dan hukum yang dibangun dengan harapan untuk melaksanakan prinsip-
prinsip profesionalism meliputi: excellence (keunggulan), humanism
(humanisme), accountability (akuntabilitas), altruism (altruisme). Profesional
pada intinya merupakan suatu kompetensi untuk melaksanakan tugas dan
fungsinya secara baik dan benar.

2.2 Konsep Keperawatan Kamar Bedah (Perioperatif)


2.2.1 Pengertian Keperawatan Perioperatif
Keperawatan perioperatif merupakan proses keperawatan untuk
mengembangkan rencana asuhan secara individual dan mengkoordinasikan serta
memberikan asuhan pada pasien yang mengalami pembedahan atau prosedur
invasif (AORN, 2013). Keperawatan perioperatif tidak lepas dari salah satu ilmu
medis yaitu ilmu bedah. Dengan demikian, ilmu bedah yang semakin berkembang
akan memberikan implikasi pada perkembangan keperawatan perioperatif
(Muttaqin, 2009).
Perawat kamar bedah (operating room nurse) adalah perawat yang
memberikan asuhan keperawatan perioperatif kepada pasien yang akan
mengalami pembedahan yang memiliki standar, pengetahuan, keputusan, serta
keterampilan berdasarkan prinsip-prinsip keilmuan khususnya kamar bedah
(AORN, 2013 dalam Hipkabi, 2014). Keperawatan perioperatif dilakukan
berdasarkan proses keperawatan sehingga perawat perlu menetapkan strategi yang
sesuai dengan kebutuhan individu selama periode perioperatif (pre, intra, dan post
operasi) (Muttaqin, 2009).
Perawat kamar bedah bertanggung jawab mengidentifikasi kebutuhan pasien,
menentukan tujuan bersama pasien dan mengimplementasikan intervensi
keperawatan. Selanjutnya, perawat kamar bedah melakukan kegiatan keperawatan
untuk mencapai hasil akhir pasien yang optimal (Hipkabi, 2014). Perawat kamar
bedah dalam pelayanannya berorientasi pada respon pasien secara fisik, psikologi
spiritual, dan sosial-budaya (AORN, 2013).

3 Fase Pelayanan Perioperatif

Keperawatan perioperatif merupakan istilah yang digunakan untuk


menggambarkan keragaman fungsi keperawatan yang berkaitan dengan
pengalaman pembedahan pasien. Kata “perioperatif” adalah suatu istilah
gabungan yang mencakup tiga fase pembedahan yaitu pre operatif, intra operatif,
dan post operatif (Hipkabi, 2014).

a. Fase Pre Operatif

Fase pre operatif dimulai ketika ada keputusan untuk dilakukan intervensi
bedah dan diakhiri ketika pasien dikirim ke meja operasi. Lingkup aktivitas
keperawatan selama waktu tersebut dapat mencakup penetapan pengkajian
dasar pasien di tatanan klinik ataupun rumah, wawancara pre operatif dan
menyiapkan pasien untuk anastesi yang diberikan serta pembedahan (Hipkabi,
2014).

Asuhan keperawatan pre operatif pada prakteknya akan dilakukan secara


berkesinambungan, baik asuhan keperawatan pre operatif di bagian rawat inap,
poliklinik, bagian bedah sehari (one day care), atau di unit gawat darurat yang
kemudian dilanjutkan di kamar operasi oleh perawat kamar bedah (Muttaqin,
2009).

b. Fase Intra Operatif

Fase intra operatif dimulai ketika pasien masuk kamar bedah dan berakhir saat
pasien dipindahkan ke ruang pemulihan atau ruang perawatan intensif
(Hipkabi, 2014). Pada fase ini lingkup aktivitas keperawatan mencakup
pemasangan infus, pemberian medikasi intravena, melakukan pemantauan
kondisi fisiologis menyeluruh sepanjang prosedur pembedahan dan menjaga
keselamatan pasien. Dalam hal ini sebagai contoh memberikan dukungan
psikologis selama induksi anastesi, bertindak sebagai perawat scrub, atau
membantu mengatur posisi pasien di atas meja operasi dengan menggunakan
prinsip-prinsip kesimetrisan tubuh (Smeltzer, 2010).

Pengkajian yang dilakukan perawat kamar bedah pada fase intra operatif lebih
kompleks dan harus dilakukan secara cepat dan ringkas agar segera dilakukan
tindakan keperawatan yang sesuai. Kemampuan dalam mengenali masalah
pasien yang bersifat resiko maupun aktualakan didapatkan berdasarkan
pengetahuan dan pengalaman keperawatan. Implementasi dilaksanakan
berdasarkan pada tujuan yang diprioritaskan, koordinasi seluruh anggota tim
operasi, serta melibatkan tindakan independen dan dependen (Muttaqin, 2009).

c. Fase Post Operatif


Fase post operatif dimulai dengan masuknya pasien ke ruang pemulihan
(recovery room) atau ruang intensive dan berakhir berakhir dengan evaluasi
tindak lanjut pada tatanan rawat inap, klinik, maupun di rumah.lingkup
aktivitas keperawatan mencakup rentang aktivitas yang luas selama periode ini.
Pada fase ini fokus pengkajian meliputi efek agen anastesi dan memantau
fungsi vital serta mencegah komplikasi. Aktivitas keperawatan kemudian
berfokus pada peningkatan penyembuhan pasien dan melakukan penyuluhan,
perawatan tindak lanjut, serta rujukan untuk penyembuhan, rehabilitasi, dan
pemulangan (Hipkabi, 2014).

2.2.2 Perawat Kamar Bedah


Kamar operasi adalah lingkungan khusus yang dibuat dengan satu tujuan utama yaitu
keselamatan pasien. Perawat yang bekerja di kamar operasi bertindak sebagai
advokator dari pasien yang tidak dapat mengadvokasi diri mereka sendiri sebagai
akibat dari pemberian anastesi. Pasien selama proses pembedahan adalah menjadi
tanggung jawab tim bedah, yang minimal terdiri dari dokter (operator), tim anastesi,
perawat scrub, dan perawat sirkulasi (Litwack, 2009). Perawat scrub dan perawat
sirkulasi inilah yang disebut sebagai perawat kamar bedah (operating room nurse).

1. Perawat scrub (scrub nurse)

Perawat scrub atau di Indonesia juga dikenal sebagai perawat instrumen


merupakan perawat kamar bedah yang memiliki tanggung jawab terhadap
manajemen area operasi dan area steril pada setiap jenis pembedahan (Muttaqin,
2009).

2. Perawat sirkulasi (circulation nurse)

Perawat sirkulasi merupakan perawat berlisensi yang bertanggung jawab untuk


mengelola asuhan keperawatan pasian di dalam kamar operasi dan
mengkoordinasikan kebutuhan tim bedah dengan tim perawatan lain yang
diperlukan untuk menyelesaikan tindakan operasi (Litwack, 2009). Perawat
sirkulasi juga bertanggung jawab untuk menjamin terpenuhinya perlengkapan
yang dibutuhkan oleh perawat scrub dan mengobservasi pasien tanpa
menimbulkan kontaminasi terhadap area steril (Muttaqin, 2009). Pendapat
perawat sirkulasi sangat dibutuhkan dan sangat membantu, terutama dalam
mengobservasi penyimpangan teknik aseptik selama prosedur operasi.

2.2.3 Faktor yang mempengaruhi peran perawat kamar bedah

a. Pengalaman

Lamanya masa kerja atau pengalaman di kamar operasi,


terutama pada operasi khususakan berdampak besar terhadap
peran perawat dalam menentukan hasil akhir tindakan operasi
(Muttaqin, 2009).
b. Kekuatan dan ketahanan fisik

Beberapa jenis operasi seperti bedah saraf, thoraks, dan


kardiovaskuler memerlukan waktu operasi yang panjang. Pada
kondisi tersebut, perawat scrub harus berdiridalam waktu lama
dan dibutuhkan tingkat konsentrasi yang tinggi. Oleh karena itu,
agar dapat mengikuti jalannya operasi secara optimal maka
dibutuhkan kekuatan dan ketahanan fisik yang baik (Mutaqin,
2009).
c. Keterampilan

Keterampilan terdiri atas keterampilan psikomotor, manual,


dan interpersonal yang kuat. Untuk mengikuti setiap jenis
tindakan operasi, perawat kamar bedah diharapkan mampu
untuk mengintegrasikan antara kemampuan yang dimiliki
dengan keinginan dari operator bedah pada setiap tindakan yang
dilakukan (Muttaqin, 2009). Hal ini akan memberikan
tantangan tersendiri pada perawat untuk mengembangkan
keterampilan psikomotor merekaagar dapat mengikuti jalanya
prosedur operasi. Keterampilan psikomotor dan klinis dapat
dioptimalkan dengan mengikuti pelatihan perawat kamar bedah
yang tersertifikasiserta diakui oleh profesi (Litwack, 2009)
d. Sikap profesional

Pada kondisi operasi dengan tingkat kesulitan tinggi, timbul


kemungkinan perawat untuk melakukan kesalahan saat
menjalankan perannya. Oleh karena itu, perawat harus bersikap
profesional serta mau menerima kritk dan saran. Pada konsep
tim yang digunakan dalam prosedur operasi, setiap peran
diharapkan dapat berjalan secara optimal. Kesalahan yang
dilakukan oleh salah satu peran akan berdampak pada
keseluruhan proses dan hasil dari prosedur operasi (Hipkabi,
2014)
e. Pengetahuan

Pengetahuan dalam prosedur perioperatif yaitu pengetahuan


prosedur tetap yang digunakan setiap institusi dimana perawat
kamar bedah bekerja. Perawat kamar bedah menyesuaikan
peran yang akan dijalankan dengan kebijakan pada institusi
tersebut. Pengetahuan yang optimal tersebut akan memberikan
arahan pada peran yang akan dilaksanakan (Lopez, 2011).

2.2.4 Empat esensi profesionalisme perawat :

2.2.4.1 Kompetensi Perawat Kamar Bedah

2.2.4.2 Standar Etik /Etika Perawat Kamar Bedah


1. Pengertian Etika Kerja
Etika kerja adalah nilai-nilai atau norma tentang sikap, perilaku dan budaya yang baik
dan telah disepakati oleh masing-masing kelompok profesi kamar operasi. Tujuan
etika kerja adalah agar anggota tim melaksanakan kewajiban dan tanggung jawabnya
dengan baik serta penuh kesadaran terhadap pasien/keluarga.
2. Ruang lingkup etika kerja perawat dikamar operasi
a. Persetujuan operasi
Persetujuan operasi dari pasien atau keluarga merupakan hal yang mutlak
diperlukan sebelum pembedahan untuk menghindarkan tim bedah/rumah sakit dari
tuntutan hukum bila ada hal-hal yang terjadi sehubungan dengan operasi yang
dilakukan serta untuk melindungi pasien dari mal praktek.
1. Setiap tindakan pembedahan kecil, sedang, maupun besar harus ada
persetujuan operasi secara tertulis. Persetujuan operasi ini berdasarkan
ketentuan Permenkes No.585/MEN.KES/PER/1989, Perihal : Persetujuan
Tindakan Medik.
2. Persetujuan operasi diperoleh dari pasien/keluarga yang bersangkutan atau
perwalian yang sah menurut hukum. Izin bedah dapat diperoleh dari pasien
yang bersangkutan, keluarga atau perwalian yg sah menurut hukum.
3. Dalam keadaan emergency pasien tidak sadar, tidak ada keluarga/perwalian
persetujuan operasi dapat diberikan oleh Direktur RS yang
bersangkutan/pejabat yang berwenang.
4. Pasien harus mendapat informasi yang lengkap dan jelas tentang prosedur
tindakan pembedahan yang akan dilakukan serta akibatnya.
5. Persetujaun operasi merupakan dasar pertanggungjawaban yang sah bagi
dokter kepada pasien/keluarga/wali/.
6. Persetujuan operasi harus disimpan dalam berkas dokumen pasien/rekam
medis.
b. Tata tertib kamar operasi disusun dengan tujuan agar semua petugas dan anggota
tim bedah memahami dan mentaati ketentuan-ketentuan yang berlaku sehingga
program operasi yang direncanakan dapat berjalan dengan lancar.
Tata tertib yang perlu ditaati antara lain :
• Semua orang yang masuk kamar operasi, tanpa kecuali wajib memakai baju
khusus sesuai dengan ketentuan.
• Semua petugas memahami tentang adanya ketentuan pembagian area kamar
operasi dengan segala konsekuensinya dan memahami ketentuan tersebut.
• Setiap petugas harus memahami dan melaksanakan teknik aseptik sesuai
dengan peran dan fungsinya.
• Semua anggota tim harus melaksanakan jadual harian operasi yang telah
dijadwalkan oleh perawat kepala kamar operasi.
• Perubahan jadwal operasi harian yang dilakukan atas indikasi kebutuhan dan
kondisi pasien harus ada persetujuan antara ahli bedah dan perawat kepala
kamar operasi
• Pembatalan jadual harus dijelaskan oleh ahli bedah kepada pasien/keluarganya.
• Setiap petugas dikamar operasi harus bekerja seusia dengan uraian tugas yang
diberlakukan.
• Setiap perawat di kamar operasi harus melaksanakan asuhan keperawatan
perioperatif sesuai dengan peran dan fungsinya, agar dapat memberikan asuhan
secara paripurna
• Setiap petugas melaksanakan pemeliharaan alat-alat dan ruangan kamar
operasi dengan penuh tanggung awab dan disiplin.
• Semua tindakan yang dilakukan dan peristiwa yang terjadi selama pembedahan
harus dicatat dengan teliti.
• Anggota tim bedah mempunyai kewajiban untuk menjamin kerahasiaan
informasi/data pasien yang diperoleh pada waktu pembedahan terhadap pihak
yang tidak berkepentingan
• Khusus pada pasien dengan pembiusan regional (lumbal anestesi) perlu
diperhatikan hal sebagai berikut :
• Tim bedah harus bicara seperlunya, karena pasien dapat melihat dan
mendengar keadaan sekitarnya.
• Ahli anestesi harus menjelaskan kepada pasien/ keluarga tentang efek obat bius
yang digunakan dan hal-hal yang harus ditaati.
c. Pencatatan dan pelaporan
Pencatatan dan pelaporan merupakan salah satu aspek dari suatu proses akhir
dalam perioperatif yang mencerminkan pertanggungjawaban dari tim bedah dalam
pelaksanaan pembedahan kepada pasien/masyarakat dan rumah sakit. Adapun
pencatatan dan pelaporan tersebut meliputi :
 Asuhan keperawatan
 Registrasi pasien kamar bedah
 Pemakaian obat-obatan, harus ditulis dengan lengkap dan jelas di formulir
yang telah tersedia
 Peristiwa/kejadian luar biasa harus segra dilaporkan sesuai dengan sistem
yang berlaku.
 Catatan kegiatan rutin
 Catatan pengiriman bahan pemeriksaan laboratoroum harus ditulis
lengkap, jelas dan singkat pada formulir yang telah tersedia.
 Laporan operasi harus ditulis lengkap, jelas dan singkat oleh ahli
bedah/operator
 Laporan operasi harus ditulis lengkap, jelas dan singkat oleh dokter ahli
anestesi/perawat anestesi.
d. Keselamatan dan keamanan
Keselamatan dan keamanan kerja ditujukan kepada pasien, petugas, dan alat,
meliputi hal-hal berikut :
1. Keselamatan dan keamanan pasien.
Untuk menjamin keselamatan dan keamanan pasien semua anggota tim bedah
meneliti kembali :
 Identitas pasien
 Rencana tindakan
 Jenis pemberian anestesi yang akan dipakai
 Faktor-faktor alergi
 Respon pasien selama perioperatif
 Menghindari pasien dari bahaya fisik akibat penggunaan alat/kurang teliti.

2. Keselamatan dan keamanan petugas


 Melakukan pemeriksaan periodik sesuai ketentuan
 Beban kerja harus sesuai dengan kemampuan dan kondisi kesehatan
petugas
 Perlu adanya keseimbangan antara kesejahteraan , penghargaan dan
pendidikan berkelanjutan
 Melakukan pembinaan secara terus menerus dalam rangka
mempertahankan hasil kinerja.
 Membina hubungan kerja sama yang baik inter dan antara profesi, dalam
pencapaian tujuan tindakan pembedahan
3. Keselamatan dan kemanan alat-alat

 Menyediakan pedoman/manual dalam bahasa Indonesia tentang cara


penggunaan alat-alat dan menggantungkannya pada alat tersebut

 Memeriksa secara rutin kondisi alat dan memberi label khusus untuk alat
yang rusak

 Semua petugas harus memahami penggunaan alat dengan tepat

 Melaksanakan pelatihan tentang cara penggunaan dan pemeliharaan alat


secara rutin dan berkelanjutan.

 Memeriksa setiap hari ada tidaknya kebocoran pada pipa gas medis.
Pemeriksaan dilakukan oleh petugas IPSRS

 Memeriksa alat ventilasi udara agar berfungsi dengan baik

 Memasang simbol khusus untuk daerah rawan bahaya atau mempunyai


resiko mudah terbakar

 Menggunakan diatermi tidak boleh bersamaan dengan pemakaian obat


bius ether.

 Memeriksa alat pemadam kebakaran agar dalam keadaaaan siap pakai.

 Pemeriksaan secara rutin alat elektro medis yang dilakukan oleh petugas
IPSRS.

4. Program jaminan mutu


 Melaksanakan evalausi pelayanan dikamar operasi melalui macam-macam
audit.
 Melakukan surveilans infeksi nosokomial secara periodik dan
berkesinambungan.

2.2.4.3 Pengetahuan
2.2.4.4 Welas Kasih ( Kasih Sayang/ Caring)
Keperawatan adalah profesi pelayanan yang didasarkan pada kebutuhan
ilmiah untuk penyelidikan yang efektif dan seni mengomunikasikan sensitivitas
pada aktivitas fisik, psikososial, dan ekonomi perawatan klien. Etik adalah cabang
dari filosofi, yang mengacu pada proses pemikiran rasional dalam upaya
menentukan tindakan yang benar. Etik terapan mengarah pada pertanyaan tentang
apa yang “sebaiknya” individu perbuat dalam situasi tertentu. Individu yang
menghadapi masalah etis tidak mengetahui apakah tindakan yang dilakukannya
benar atau salah (Curtin, 1994 dalam Gruendemann & Fernsebner, 2006).

Persoalan moral timbul pada semua aspek keperawatan, dari ruang


kedaruratan sampai fasilitas perawatan tingkat lanjut dan perawatan kesehatan di
rumah. Area perioperatif dinilai lebih nyata dibandingkan area lain karena perawat
merawat klien yang cenderung mengalami ketidaksadaran selama anestesia dan
pembedahan. Berbagai masalah etis antara lain: respek yang kurang terhadap
martabat klien; melakukan tes atau tindakan yang tidak perlu; berbohong pada
klien; kekhawatiran mengenai benar tidaknya klien diberi persetujuan tindakan;
tidak menghormati instruksi “do not resuscitate” klien; menunda dan
menghentikan hidrasi dan nutrisi; dan menghentikan pada mereka yang tidak lagi
mau mengusahakannya. Kebutuhan akan reformasi perawatan kesehatan telah
meningkatkan kesadaran terhadap persoalan alokasi dan distribusi sumber yang
diperlukan untuk merawat klien dengan aman dan adekuat. Sering kali sumber ini
meliputi waktu perawatan, keterampilan, pengetahuan, dan keahlian, dan ketika
sumber ini kurang, keamanan dan kesejahteraan klien terancam (Reilly &
Behrens-Hanna, 1991 dalam Gruendemann & Fernsebner, 2006).

Konsep caring dalam keperawatan adalah fundamental. Perawat dikatakan


bermoral, jika mereka bertindak menurut aturan yang benar. Caring adalah ide
moral keperawatan yang menghasilkan perlindungan, peningkatan, dan

pemeliharaan martabat manusia (Reilly & Behrens-Hanna, 1991 dalam


Gruendemann & Fernsebner, 2006).

Caring pada keperawatan perioperatif di departemen operasi adalah suatu


model perawatan kesehatan yang penting dan meskipun sudah banyak penelitian
yang berfokus pada kualitas perawatan perioperatif tetapi masih dibutuhkan
pengembangan alat ukur pada caring di keperawatan perioperatif (Donmez &
Ozbayr, 2010).

Terdapat banyak sumber yang dapat membantu perawat perioperatif dalam


membuat keputusan. American Nurses Association Code for Nurses with
Interpretative Statements-Explication for Perioperative Nurse (1993) memberikan
dukungan kepada perawat sebagai advokat dari keseluruhan contoh yang
mewakili sebelas pernyataan kode. American Nurses Association Statement
Regarding Risk and Responsibilty in Providing Nursing Care (1986) juga
membantu perawat untuk menentukan risiko bahaya yang lebih besar bagi dirinya
dibandingkan bagi klien jika perawatan diberikan. Karena setiap perawat
menentukan risiko mereka sendiri, ada beberapa hal yang dapat dipertimbangkan
dalam profesi tersebut. Sumber lain adalah komite etik rumah sakit. Komite
keperawatan atau komite interdisipliner merupakan komite etik rumah sakit yang
dibentuk untuk mengembangkan rekomendasi kebijakan, mendidik, dan
berpartisipasi dalam tinjauan kasus retrospektif atau prospektif (Hamblet, 1994
dalam Gruendemann & Fernsebner, 2006).

memberikan sebuah kesempatan kepada pasien untuk mengekspresikan

ekspekrasi mereka dan menerima informasi. Hal ini dapat mengurangi kecemasan

dan stres yang dialami pasien pada fase perioperatif. Meskipun ekspresi pasien

dan perawat dalam proses ini belum dipelajari sebelumnya (Lindwall, Post,

Bergbom, 2003). Berdasarkan beberapa penelitian, satu dari alasan mengapa klien

dan perawat memiliki perbedaan persepsi tentang perilaku caring perawat

perioperatif adalah ketidakadekuatan komunikasi (Donmez & Ozbayr, 2010).

Beberapa penelitian menunjukkan bahwa keperawatan perioperatif dapat

membantu intervensi dan implementasi dari proses keperawatan dengan cara

memberikan sebuah kesempatan kepada pasien untuk mengekspresikan ekspekrasi

mereka dan menerima informasi. Hal ini dapat mengurangi kecemasan dan stres

yang dialami pasien pada fase perioperatif. Meskipun ekspresi pasien dan perawat

dalam proses ini belum dipelajari sebelumnya (Lindwall, Post, Bergbom, 2003).

Berdasarkan beberapa penelitian, satu dari alasan mengapa klien dan perawat
memiliki perbedaan persepsi tentang perilaku caring perawat perioperatif adalah

ketidakadekuatan komunikasi (Donmez & Ozbayr, 2010).


BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

3.2 Saran

Anda mungkin juga menyukai