Disusun Oleh :
LEMBAR PENGESAHAN
Disusun oleh:
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah SWT atas segala limpahan rahmat dan karuniaNya,
sehingga kami dapat melaksanakan kegiatan praktek kerja lapangan serta
menyelesaikan penyusunan Laporan Praktek Kerja Lapangan di PT. Semen Indonesia
(Persero), Tbk pada Unit Kerja Section of RKC 4 Operation. Kami menyadari bahwa
laporan ini dapat terselesaikan karena dengan bantuan dari berbagai pihak, sehingga
kami menyampaikan terima kasih kepada :
1. Bapak M. Istnaeny Hudha, ST, MT., selaku Kepala Program Studi Teknik Kimia
Institut Teknologi Nasional Malang.
2. Ibu Faidliyah Nilna Minah, ST, MT., selaku Dosen Pembimbing yang telah
memberikan tim penulis bimbingan dan pengarahan dalam penyusunan laporan ini.
3. Bapak Muhammad Ebin Setiawan, selaku Pembimbing lapangan yang telah
memberikan tim penulis ilmu yang bermanfaat dan bimbingan selama pelaksanaan
Praktek Kerja Lapangan (PKL).
4. Pimpinan dan staff PT. Semen Indonesia (Persero), Tbk Pabrik Tuban yang telah
memberikan izin dan pengarahan dalam pelaksanaan Praktek Kerja Lapangan (PKL).
5. Pimpinan dan staff PT. Semen Indonesia (Persero)di unit RKC 4 atas segala bantuan
dan bimbingan yang telah diberikan.
6. Serta kawan – kawan seperjuangan Praktek Kerja Lapangan (PKL) yang saling
memberikan dukungan dan semangat dalam penyusunan laporan ini.
Kami berharap dengan tersusunnya laporan ini, dapat memberikan manfaat bagi
seluruh pembaca, khususnya bagi mahasiswa generasi berikutnya yang juga
melaksanakan PKL di PT. Semen Indonesia (Persero), Tbk Pabrik Tuban.
Dengan menyadari keterbatasan ilmu kami, tentu laporan ini jauh dari kata
sempurna. Oleh karena itu, kami selaku penulis mendukung adanya saran dan masukan
yang bersifat membangun demi terwujudnya penulisan yang lebih baik daripada
sebelumnya.
Malang, 31 Juli 2019
Tim Penulis
DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN
Penempatan Unit Kerja dalam pelaksanaan kerja praktek adalah Section of RKC
4. Namun, dalam pelaksanaannya dilapangan guna memperoleh informasi dan data
kerja praktek juga dilakukan di beberapa unit kerja terkait, diantaranya Unit Kerja
Perencanaan dan Pengawasan Tambang, Unit Kerja Operasi Crusher, Unit Kerja
Operasi Finish Mill 3 & 4, Unit Kerja Packer dan Pelabuhan, Unit Kerja Pengendalian
Proses, Unit Kerja Jaminan Mutu, Unit Kerja Operasi Utilitas, Unit Kerja Perencanaan
Bahan dan Produksi, Unit Kerja Evaluasi Proses, Unit Kerja Alternative Fuel &
Material Ketiga, dan Unit Kerja Pengendalian Emisi.
BAB II
PROFIL PT SEMEN INDONESIA (PERSERO) Tbk
2.1 Sejarah
PT Semen Indonesia (Persero) Tbk, sebelumnya bernama PT Semen Gresik
(Persero) Tbk merupakan perusahaan yang bergerak di bidang industri semen.
Diresmikan di Gresik pada tanggal 7 Agustus 1957 oleh Presiden RI pertama dengan
kapasitas terpasang 250.000 ton semen per tahun.
Pada tanggal 8 Juli 1991 saham Semen Gresik tercatat di Bursa Efek Jakarta dan
Bursa Efek Surabaya (kini menjadi Bursa Efek Indonesia) serta merupakan BUMN
pertama yang go public dengan menjual 40 juta lembar saham kepada masyarakat.
Komposisi pemegang saham pada saat itu: Negara RI 73% dan masyarakat 27%.
Pada bulan September 1995, Perseroan melakukan Penawaran Umum Terbatas I (
Right Issue I), yang mengubah komposisi kepemilikan saham menjadi Negara RI 65%
dan masyarakat 35%. Pada tanggal 15 September 1995 PT Semen Gresik berkonsolidasi
dengan PT Semen Padang dan PT Semen Tonasa. Total kapasitas terpasang Perseroan
saat itu sebesar 8,5 juta ton semen per tahun.
Pada tanggal 17 September 1998, Negara RI melepas kepemilikan sahamnya di
Perseroan sebesar 14% melalui penawaran terbuka yang dimenangkan oleh Cemex S.
A. de C. V., perusahaan semen global yang berpusat di Meksiko. Komposisi
kepemilikan saham berubah menjadi Negara RI 51%, masyarakat 35%, dan Cemex
14%. Kemudian tanggal 30 September 1999 komposisi kepemilikan saham berubah
menjadi: Pemerintah Republik Indonesia 51,01%, masyarakat 23,46% dan Cemex
25,53%.
Tanggal 27 Juli 2006 terjadi transaksi penjualan saham Cemex Asia Holdings Ltd.
kepada Blue Valley Holdings PTE Ltd. sehingga komposisi kepemilikan saham berubah
menjadi Negara RI 51,01%, Blue Valley Holdings PTE Ltd. 24,90% & masyarakat
24,09%.
Akhir Maret 2010, Blue Valley Holdings PTE Ltd, menjual seluruh sahamnya
melalui private placement , sehingga komposisi pemegang saham Perseroan berubah
menjadi Pemerintah 51,01% & publik 48,99%.
dan Gresik II yang menggunakan proses kering. Pabrik Gresik ini terletak di Desa
Sidomoro, Kecamatan Kebomas, Kabupaten Gresik. Saat ini, pabrik di Gresik tidak lagi
dioperasikan utuh dan hanya berupa finish mill karena beberapa pertimbangan. Desa
Sidomoro yang awalnya merupakan lokasi terpencil dan jauh dari pemukiman
penduduk, kini sudah merupakan bagian dariKota Gresik yang lengkap dengan segala
sarana dan prasarananya. Akibatnya debu yang dihasilkan pabrik yang tidak tertangkap
alat penangkap debu dapat membahayakan kesehatan masyarakat Kota Gresik. Selain
itu, deposit tambang pabrik Gresik tidak lagi mencukupi untuk beroperasinya pabrik
pengolahan semen sehingga perlu dicari deposit baru. Deposit baru terdekat dan besar
terdapat di kota Tuban yang cukup jauh bila harus menyuplai operasional pabrik Gresik.
Oleh karena itulah lokasi suatu pabrik memegang peranan penting dalam kelangsungan
operasionalnya. Lokasi pabrik ideal mempunyai beberapa syarat.
1. Dekat dengan lokasi bahan baku
2. Dekat dengan lokasi konsumen
3. Sarana transportasi memadai
4. Sumber energi dan utilitas tidak sulit diperoleh
5. Diterima komunitas masyarakat setempat.
Dengan pertimbangan tersebut, maka PT. Semen Indonesia (Persero) Tbk
membangun pabrik baru yang terletak di Desa Sumber Arum, Kecamatan Kerek,
Kabupaten Tuban, Jawa Timur. Nilai tambah bangunan pabrik di lokasi ini adalah
penduduk di lokasi tersebut yang masih jarang sehingga permasalahan polusi udara oleh
debu tidak menjadi masalah kesehatan yang serius. Selain itu, keberadaan pabrik semen
Indonesia di lokasi tersebut memberikan kemajuan tersendiri bagi pola hidup maupun
kesejahteraan masyarakat sekitar lokasi. Pabrik yang dibangun di wilayah Tuban
memiliki luas total 400.000 m2 dengan wilayah operasi 1.500 ha. Pabrik tersebut terdiri
dari 4 pabrik. Pabrik Tuban I merupakan role model pengembangan pabrik Tuban II,
Tuban III, dan Tuban IV. Segala jenis inovasi diterapkan terlebih dahulu pada Tuban I
sebelum diadopsi oleh pabrik lainnya.dasar pertimbangan pemilihan lokasi pabrik di
Tuban oleh PT. Semen Indonesia (Persero) Tbk. Pemilihan lokasi Pabrik Tuban antara
lain didasarkan atas beberapa pertimbangan, yaitu:
dahulu belum terjamah dan mati sekarang dapat berkembang. Penyerapan tenaga kerja
kasar dari warga sekitar pabrik menyebabkan kondisi ekonomi dan kesejahteraan
masyarakat sekitar meningkat. Masyarakat sekitar dapat menikmati fasilitas-fasilitas
dari pembangunan pabrik, seperti penerangan jalan, bantuan beasiswa, dan lainnya.
Pemerintah daerah setempat juga menerima pendapatan pajak yang besar dari operasi
pabrik sehingga pembangunan di Kabupaten Tuban dapat berkembang pesat. Selain
itupembangunan fasilitas kesehatan Semen Indonesia yang menerima masyarakat umum
juga meningkatkan taraf kesehatan masyarakat Tuban.
5. Pertimbangan Bahan Pembantu Pasir Silika diperoleh dari Tuban dan Madura.
Pasir besi diperoleh dari Cilacap tetapi untuk saat ini bahan pembantu Pasir Besi sudah
diganti dengan Cooper Slag yang dibeli dari Smelting yang mempunyai kandungan
hampir sama dengan Pasir Besi tetapi memiliki harga yang jauh lebih ekonomis.
Gypsum diperoleh dari Petrokimia Gresik dan Smelting yang berupa gypsum sintetis.
Ketiga lokasi tersebut tidak terlalu jauh sehingga dapat dijangkau melalui jalur darat
dengan kondisi jalan yang cukup baik. Kebutuhan ketiga bahan pembantu tersebut tidak
terlalu besar, sehingga ongkos transportasi yang dikeluarkan pun tidak terlalu tinggi
dibandingkan jika harus mengangkut bahan baku. Permasalahan polusi udara oleh debu
kadang menjadi permasalahan kesehatan bagi warga sekitar. Mereka tak segan-segan
untuk mengadu kepada pihak PT. Semen Indonesia. Namun dengan adanya alat
penangkap debu yang canggih (Electrostatic Precipitator) permasalahan tersebut dapat
diatasi, mengingat efisiensi alat tersebut yang cukup tinggi yaitu sekitar 98%. Selain itu,
keberadaan Pabrik Semen Indonesia di lokasi tersebut memberikan kemajuan tersendiri
bagi pola hidup maupun kesejahteraan masyarakat sekitar lokasi.
meningkat. Oleh karenanya diperlukan tata kelola Perseroan yang efektif dan efisien
untuk menjamin:
Pemenuhan kebutuhan dan harapan stakeholders.
Kecepatan Perseroan dalam merespon dinamika perubahan strategi bisnis.
Kecepatan pengambilan keputusan strategis.
Kemudahan Perseroan dalam transfer knowledge.
Terwujudnya High Assurance Organization.
Dalam mewujudkan efektivitas dan efisiensi tata kelola tersebut, Perseroan telah
menerapkan manajemen terintegrasi dengan mengacu pada prinsip-prinsip tata kelola
Perseroan yang baik (good corporate governance), yaitu Sistem Manajemen Semen
Indonesia (SMSI), yang meliputi:
Sistem Manajemen Mutu (ISO 9001),
Sistem Manajemen Lingkungan (ISO 14001),
Sistem Manajemen K3 (SMK3-OHSAS 18001),
Sistem Manajemen Laboratorium Pengujian (ISO/IEC 17025),
Sistem Manajemen Risiko (ISO 31000), dan
Sistem Manajemen lainnya, serta
Program-program peningkatan melalui penerapan Manajemen Inovasi.
Penerapan Sistem Manajemen Semen Indonesia (SMSI), diharapkan mampu
meningkatkan nilai tambah bagi pemegang saham pada khususnya dan Pemangku
Kepentingan (Stakeholders) yang lain pada umumnya.
Pengelolaan SMSI
Sistem Manajemen Semen Indonesia (SMSI) dibangun berlandaskan pada proses
bisnis Perseroan dengan basis integrasi pada Sistem Manajemen Mutu ISO 9001 yang
diharapkan mampu membangun Sistem Manajemen yang komprehensif dan fleksibel
dalam merespon dinamika perubahan strategi dan organisasi Perseroan dengan tetap
berorientasi pada stakeholders expectation.
Dalam pengelolaannya, Perseroan membentuk Tim P2MSMSI (Peningkatan dan
Penyempurnaan Mutu-SMSI) yang mempunyai tugas dan tanggung jawab sebagai
berikut:
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
Semen Portland adalah semen hidrolis yang dihasilkan dengan cara mengiling
terak atau clinker yang terdiri atas kalsium silikat yang bersifat hidrolis yang apabila
dilakukan proses pengilingan bersama-sama dengan bahan tambahan berupa satu atau
lebih bentuk kristal senyawa gypsum dan boleh ditambah dengan bahan tambahan lain.
3.3 Komposisi Semen
Semen tersusun dari empat oksida utama (mayor oxide) yaitu oksida kapur (CaO),
oksida silika (SiO2), oksida besi (Fe2O3), dan oksida alumina (Al2O3). Kandungan dari
keempat oksoda utama tersebut kurang lebih 90 % dari berat semen sedangkan 10 %
sisanya adalah “minor oxide” (Austin, 1996).
Keempat bahan yang mengandung keempat oksida tersebut dibakar dengan
perbandingan tertentu. Pembakaran ini akan menghasilkan senyawa penyususn semen
yaitu:
3.3.1 Tricalsium Silicat (C3S)
C3S terbentuk pada suhu diatas 1250° C dan mempunyai sifat :
Mempercepat pengerasan semen.
Mempengaruhi pengikatan kekuatan awal, terutama memberi kekuatan awal
sebelum 28 hari.
Menimbulkan panas hidrasi 500 joule/gram
Kandungan C3S pada semen Portland antara 35-55 %
3.3.2 Dicalium Silicat (C2S)
C2S terbentuk pada suhu 800-900 ° C dan mempunyai sifat:
Panas hidrasi berlangsung lambat
Memberi kekuatan penyokong selama 1 hari
Panas yang dilepas selama proses hidrasi 250 joule/gram
Kandungan C2S pada semen Portland antara 15-35 %
3.3.3 Tricalsium Aluminat (C3A)
C3A terbentuk pada suhu 900-1100 °C
Panas hidrasi 850 joule/gram
Memberikan pengaruh terhadap kecepatan pengerasan semen
Kandungan C3A pada semen Portland antara 7-15 %
3.3.4 Tetracalsium Aluminat Ferrite (C4AF)
Program Studi S1-Teknik Kimia
Institut Teknologi Nasional Malang
Laporan Kerja Praktek Periode 01 Juli-31 Juli 2019
𝐴𝑙2 𝑂3
𝑆𝑅 =
𝐹𝑒2 𝑂3
(Arsa, 1995).
3.5 Macam-Macam Semen
Beraneka macam semen disesuaikan dengan kebutuhan semen itu sendiri.
Perbedaan macam semen tergantung pada komposisi unsur-unsur penyusunnya dan
unsur tambahan lain yang ditambahkannya. Macam-macamnya adalah :
untuk kostruksi dan hydraullic engineering karena ketahanan sulfat, panas hidarsi, dan
pengerutannya rendah (Austin, 1996).
3.6.5 Sulfat Resistance Cement (Semen Tipe 5)
Semen tipe 5 mempunyai kadar C3A rendah. Semen ini dipaki dalam
lingkungan asm atau lingkungan yang tahan terhadap pengaruh sulfat, sepperti
bangunan pengelolaan limbah industri kimia dan bangunan tepi lat. Semen ini
mengandung C3A lebih rendah dari ketiga semen yang lainnya (Austin, 1996). Berikut
adalah batasan senyawa kimia dan fisika yang harus dipenuhi untuk mendapatkan
kualitas produk semen yang sesuai dengan standart mutu ASTM C 105-95
Tabel 3.1 Batasan senyawa yang terkandung dalam produk semen portland jenis 1 yang
sesuai dengan standar mutu
Sifat Komposisi Standar Mutu
MgO < 2%
SO3 < 3%
Kimia LOI < 5%
INSOL < 3%
Free Lime < 1,5%
Blaine 289-240 m2/kg
Vicat awal ≥ 100 menit
Vicat akhir < 330 menit
Kuat tekan 3 hari ≥ 170
Fisika
7 hari ≥ 240
28 hari ≥ 300
Autoclave < 0,5 %
False set > 58 %
Tabel 3.2 Batasan senyawa yang terkandung dalam produk semen portland pozzolan
yang sesuai dengan standar mutu
Sifat Komposisi Standar Mutu
MgO < 2%
Kimia
SO3 < 3%
LOI < 5%
INSOL < 3%
Free Lime < 1,5%
Blaine 320-390 m2/kg
Vicat awal ≥ 100 menit
Vicat akhir < 360 menit
Kuat tekan 3 hari ≥ 155
Fisika
7 hari ≥ 210
28 hari ≥ 300
Autoclave < 0,2 %
False set > 50 %
(Arsa, 1995).
3.7 Sifat Semen Portland
a. Hidrasi Semen
Hidrasi semen merupakan reaksi yang terjadi antara komponen semen dengan air
yang ditambahkan ke dalam semen tersebut sehingga menghasilkan senyawa pengikat.
b. Hidrasi C3A
Reaksi hidrasi C3A sangat cepat sehingga pasta semen cepat mengeras yang
disebut dengan flash set.Untuk mewncegah hal tersebut, maka ditambahkan gypsum
(CaSO4·2H2O) ke dalam klinker semen.C3A dengan gypsum bereaksi membentuk
kalsium sulfat. Reaksi yang terjadi adalah
𝐶3 𝐴 + 3𝐶𝑎𝑆𝑂4 + 32𝐻2 𝑂 → 𝐶3 𝐴 ∙ 3𝐶𝑎𝑆𝑂4 ∙ 32𝐻2 𝑂
Reaksi hidrasi C3A membentuk Kalsium Aluminat Hidrat yang kristalnya berbentuk
kubus.
𝐶3 𝐴 + 𝐻2 𝑂 → 𝐶3 𝐴𝐻6
Reaksi air dengan C3A membentuk 3𝐶𝑎𝑂 ∙ 𝐴𝑙2 𝑂3 ∙ 3𝐻2 𝑂akan terjadi pada saat
pencampuran dengan air, dimana 3𝐶𝑎𝑂 ∙ 𝐴𝑙2 𝑂3 ∙ 3𝐻2 𝑂 merupakan senyawa yang
berbentuk gel dan cepat kaku. Senyawa ini akan bereaksi dengan gypsum (berfungsi
sebagai retarder) membentuk eteerinete yang akan membungkus permukaan sendiri
dengan C3A sehingga menyebabkan reaksi hidrat terlambat. Namun akibat peristiwa
osmosis lapisan ini akan pecah dan reaksi hidrasi C3A akan terjadi lagi. Periode tersebut
dinamakan Dorman Periodyang akan terjadi selama 1-2 jam. Pada saat gypsum dan
C3A bereaksi dan gypsum hampir habis, C3A dan silika akan saling mempengaruhi
sehingga kecepatan hidrasi bertambah. Akibatnya kristal C3A yang terbentuk akan
berubah menjadi kristal yang lebih besar (Austin, 1996).
c. Hidrasi C3S dan C2S
Reaksi hidrasi C3S dan C2S dengan air akan membentuk Kalsium Silikat Hidrat
dengan kebasaan yang tinggi. Kalsium Silikat Hidrat adalah kristal yang terbentuk
berupa padatan yang sering disebut tube morite gell. Dengan adanya Ca(OH)2 pasta
semen mempunyai pH 13. Reaksinya :
2𝐶2 𝑆 + 6𝐻2 𝑂 → 𝐶3 𝑆2 𝐻3 + 3𝐶𝑎(𝑂𝐻)2
2𝐶2 𝑆 + 4𝐻2 𝑂 → 𝐶3 𝑆2 𝐻3 + 𝐶𝑎(𝑂𝐻)2
Reaksi hidrasi dari C3S terjadi selama beberapa jam menghasilkan 𝐶𝑎𝑂 ∙ 2𝑆𝑖𝑂2 ∙
3𝐻2 𝑂 (C-S-H). C-S-H ini akan mengisi rongga dan membentuk titik-titik kontak yang
menyebabkan kekakuan. Selanjutnya akan terjadi pengikatan konsentrasi C-S-H yang
akan menghalangi gerakan partikel-partikel semen. Pada akhirnya pasta akan enjadi
kaku dan terjadi final set sehingga pengerasan terjadi secara tetap(Austin, 1996).
d. Hidrasi C4AF
Reaksi yang terjadi adalah
𝐶4 𝐴𝐹 + 2𝐶𝑎(𝑂𝐻)2 + 10𝐻2 𝑂 → 𝐶3 𝐴𝐻6 + 𝐶3 𝐹𝐻6
Faktor-faktor yang mempengaruhi hal tersebut antara lain kehalusan dari semen,
jumlah air yang difunakan, dan temperatur. Dalam hal ini perlu diketahui kecepatan
hidrasi akan menentukan waktu pengikatan awal dan pengerasan semen. Sedangkan
kecepatan awal harus cukup lambat agar adonan semen dapat dituang atau sebaiknya
disesuaikan dengan kebutuhan. Hidrasi semen juga dapat mengakibatkan semen
tersebut kurang baik mutunya, yaitu adanya senyawa free kalsiumyang tidak terjadi
proses kalsinasi sehingga dapat mengeroposkan semen yang sudah jadi(Austin, 1996).
e. Panas Hidrasi
Panas hidrasi merupakan panas yang terjadi selama semen mengalami proses
hidrasi. Jumlah panas hidrasi tergantung pada tipe semen, komposisi kimia semen,
kehalusan semen, dan rasio air semen.
Bila semen dengan kekuatan awal tinggi dan panas hidrasi besar, kemungkinan
terjadi retak-retak pada betyon. Hal ini disebabkan panas yang ditimbulkan sulit
dilepaskan dan terjadi pemuaian, kemudian pada proses pendinginan akan mengalami
keretakan yang diakibatkan oleh adanya penyusutan.
Pada umumnya panas hidrasi dari high early strength cement adalah yang paling
tinggi, sedangkan moderate heat cement mempunyai panas hidrasi yang paling
rendah.Ordinary cement terdapat diantara keduanya.Pada komposisi kimia semenn yang
menghasilkan panas hidrasi terbesar adalah C3A dan terkecil adalah C3S (Austin, 1996).
3.8 Hubungan Antara Kekuatan dan Komposisi Semen
Sifat yang paling penting dari semen adalah kekuatan tekannya atau Compressive
strength.Kekuatan tekan semen sangat dipengaruhi oleh komponen kimia semen yaitu:
C3S dan C2S. Untuk komponen C3S memberikan kekuatan tekan awal pada semen
sedangkan untuk C2S memberikan pengaruh kekuatan tekan akhir pada semen yang
hampir sama dengan semen jomponen C3S. Komponen C3A berpengaruh pada
kecepatan pengerasan semen dan C3AF berpengaruh pada warna semen (Austin, 1996).
Hubungan antara kekuatan dan komposisi semen ditunjukkan pada tabel dibawah ini
Tabel 3.3 Analisa kekuatan dan komposisi semen
Alkali
CaO SiO2 Al2O3 Fe2O3 MgO SO2
Oksida
Semen Biasa
61,1
7
Minimum 18,58 3,66 1,53 0,60 0,66 0,82
66,9
Maksimum 23,26 7,44 6,18 5,24 2,9 2,26
2
Rata-rata 21,08 5,79 2,86 2,47 1,4 1,73
63,8
5
Kekuatan awal tinggi (high C3S)
2,2
Minimum 62,7 18,0 4,1 1,7 - -
2,7
Maksimum 67,5 22,9 7,5 4,2 - -
2,3
Rata-rata 64,6 19,9 6,0 2,6 - -
Kalor pengerasan rendah C3S dan C3A lebih rendah C2S dan C4AF lebih tinggi
Minimum 59,3 21,9 3,3 1,9 - - 1,6
Maksimum 61,5 26,4 5,4 5,7 - - 1,9
Rata-rata 60,2 23,8 4,9 4,9 - - 1,7
3.8.1 Kelembaban Semen
Kelembaban terjadi pada semen jika disimpan pada temperatur terbuka atau ruang
yang lembab. Semen mudah menyerap air dan CO2 sehingga akan berakibat
menurunnya spesific gravity, terjadinya false set, terbentuknya gumpalan-gumpalan,
menurunnya kualitas semen, bertambahnya loss on ignition, bertambahnya setting time
dan hardening, dan penurunan tekanan (Duda, 1976). Oleh sebab itu, untuk menjaga
kelembaban penyimpanan semen harus tidak tembus oleh air.Jarak penyimpanan dari
atas tanah kurang lebih 30 cm dan lama penyimpanan tidak lebih dari 1 bulan.Jadi
strategi penyimpanan semen harus diperhatikan agar semen dapat menjadi awet dan
mutu dari semen tetep terjaga (Duda, 1976).
3.8.2 Penyusutan
Penyusutan akan naik pada saat naiknya C3A, akan tetapi masih dipengaruhi oleh
adanya gypsum. Untuk kandungan C3A yang sama maka penyusutan akan berbeda
karena kadar gypsum berbeda. Optimum gypsum pada semen tercapai pada saat didapat
kekuatan tekan tinggi dan penyusutan terkecil. Penyusutan akan naik sebanding dengan
naiknya kehalusan semen (Duda, 1976).
3.8.3 False Set
False Set adalah kekauan yang cepat ( abnormal premature setting) terjadi
beberapa menit setelah penambahan air. Plastisitas adukan dapat diperileh kembali
dengan pengadukan tanpa penambahan air. Penyebab terjadinya false set adalah
1. Dehidrasi gypsum, terjadi apabila gypsum ditambahkan kedalam klinker yang
terlalu panas. Karena gypsum berubah menjadi gypsum semi hidrat atau anhidrat
yang bila dicampur dan diaduk dengan air akan terbentuk gypsum kembali dan
adukan menjadi kaku
2. Reaksi alkali selama penyimpanan karbonat. Alakali karbonat bereaksi dengan
Ca(OH)2kemudian mengendap dan menimbulkan kekakuan pada pasta
3. C3S bereaksi dengan udara (airation) pada kelembaban yang tinggi dan pada waktu
penambahan air terjadi reaksi yang sangat cepat sehingga menimbulkan false set
(Duda, 1976).
3.8.4 Finenes
Finenes semen disebut juga kehalusan semen yang dinyatakan dalam cm 2/gr atau
m2/kg dan tergantung pada derajat grinding.Laju hidrasi semen tergantung pada
kehalusan.Makin halus semen makin cepat pengembangan kekuatan.Semakin halus
semen maka akan mengakibatkan biaya penggilingan tinggi, semen akan mudah rusak
pada udara terbuka, dan semen akan semakin mudah bereaksi dengan agregat alkali
yang reaktif (Duda, 1976).
Sifat Keterangan
Fisika Fase Padat
Warna Coklat kekuningan
Kadar air 18-25 % H2O
Bulk density 1,7 ton/m3
Spesific
2,36 gr/cm3
gravity
Kandungan
47-58%
CaO
Silika ratio 2,9
Alumina ratio 2,7
Mengalami
pelepasan air
hidrat bila Reaksi
Kimia
dipanaskan 𝐴𝑙2 𝑆𝑖2 𝑂7 ∙ 𝑥𝐻2 𝑂 → 𝐴𝑙2 𝑂3 + 2𝑆𝑖𝑂2 + 𝑥𝐻2 𝑂
𝑇:700−600° 𝐶
pada suhu
500°C
(Rudi, 1985 dan Perry, 1984)
True Apparent
kalsium silikat
(Rudi, 1985 dan Perry, 1984)
3.10.3 Gypsum
Gypsum adalah bahan sedimen CaSo4 yang mengandung 2 molekul hidrat yang
berfungsi sebagai penghambat proses pengeringan pada semen. Penambahan gypsum
dilakukan pada penggilingan akhir dengan perbandingan 96:4. Gypsum secara umum
mengandung 50-60% CaSO4dan 2,8 % air bebas (Arsa, 1995).
Tabel 3.11 Sifat kimia dan fisika Gypsum
Sifat Keterangan
Fisika Fase Padat
Warna Putih
Kadar air 10% H2O
Bulk density 173 ton/m3
Ukuran
0-30 mm
material
Mengalami
Reaksi
Kimia pelepasan air
𝐶𝑎𝑆𝑂4 ∙ 2𝐻2 𝑂 → 𝐶𝑎𝑆𝑂4 ∙ 𝑜, 5𝐻2 𝑂 + 1,5 𝐻2 𝑂
𝑇:>90° 𝐶
hidrat
(Rudi, 1985 dan Perry, 1984)
3.11 Proses Pembuatan Semen
Proses pembuatan semen pada dasarnya melalui lima tahapan, yaitu: proses
penyiapan bahan baku, proses pengolahan bahan, proses pembakaran, proses
penggilingan akhir, proses pengisian. Bahan baku utuma untuk pembuatan semen
adalah 80 % batu kapur, 15 % tanah liat, 4 % pasir silica, dan 1 % pasir besi.
Proses pembuatan semen ada dua macam yaitu proses basah dan proses kering. Proses
yang digunakan PT Semen Indonesia Pabrik Tuban adalah proses kering. Pada proses
kering bahan baku dipecah dan digiling sampai kadar air 1%. Bahan baku yang telah
digiling dicampur dalam blending silo untuk mendapatkan campuran yang homogen
dengaan menggunakan udara tekan. Dan tepung yang telah homogen ini diumpankan ke
kiln selanjutnya didinginkan dan dicampur dengan gypsum dengan perbandingan
tertentu untuk kemudian digiling hingga menjadi semen.
Reaksi utama pembuatan semen berlangsung di Rotary Kiln pada suhu 900 – 1450 oC,
fase cair, dimana reaksi bersifat irreversibel dan secara total bersifat endotermis. Dapat
dikatakan bersifat endotermis karena bahan bakar yang dibutuhkan dalam pembuatan
semen jumlahnya jauh lebih besar daripada panas yang dikeluarkan dalam reaksi.
a. Keuntungan menggunakan proses kering:
Kiln yang digunakan relatif pendek
Panas yang dibutuhkan rendah sehingga bahan bakar yang digunakan sedikit
Kapasitas besar
Biaya operasi rendah
b. Kerugian menggunkan proses kering :
Kadar air sangat mengganggu operasi karena material menjadi lengket
Impuritas alkali menyebabkan penyempitan pada saluran
Campuran kurang homogeny
Banyak debu yang dihasilkan maka dibutuhkan penangkap debu
Proses pembuatan semen dimulai dari penyiapan bahan baku, meliputi bahan baku
utama yaitu batu kapur dan tanah liat, serta bahan baku koreksi yaitu batu kapur koreksi,
cooper slag dan pasir silica. Batu kapur dengan diameter kurang dari 120 cm diambil,
diangkut dan dihancurkan dengan alat pemecah batu kapur yang disebut limestone
crusher hingga diameternya kurang dari 9 cm, sedangkan tanah liat dengan diameter
kurang dari 50 cm diambil, diangkut dan dipotong–potong dengan clay cutter hingga
diameternya kurang dari 9 cm. Setelah mengalami proses size reduction, batu kapur
dicampur dengan tanah liat menjadi limestone clay mix dengan komposisi sesuai dengan
ketentuan dari laboratorium, untuk batu kapur ± 80%, sedangkan untuk tanah liat ±
20%, kemudian campuran ini disimpan di dalam limestone clay mix storage dalam
bentuk pile yang nantinya akan dicampur dengan bahan baku koreksi di dalam raw mill.
Bahan baku koreksi berupa batu kapur high grade yang memiliki diameter kurang dari 9
cm diperoleh dari penambangan, sedangkan pasir silika dan cooper slag yang
diameternya masing–masing 5 cm dan 3 cm diperoleh dari pemasok.
Bahan baku dari masing–masing storage dicampur dengan proporsi tertentu
sesuai dengan ketentuan laboratorium, perbandingan paling banyak pada pile mix 91-
96%, sedangkan bahan koreksi yaitu batu kapur koreksi sekitar 4–5 %, serta cooper slag
dan pasir silica sekitar 2–3 %. Bahan–bahan mentah ini kemudian digiling dan
dikeringkan pada mesin penggiling roller mill menjadi tepung raw material dengan
ukuran 170 mesh yang berarti bahwa dalam 1 in2 terdapat 170 lubang. Material yang
lolos dari roller mill maksimal 16%. Tepung raw material disimpan di blending silo
agar lebih homogen yang siap diumpankan ke unit pembakaran.
Tepung raw material yang telah mengalami homogenizing di blending silo
diumpankan ke preheater, selanjutnya dibakar di dalam tanur putar atau rotary kiln.
Proses pembakaran ini mengakibatkan terjadinya reaksi calsinasi lanjut, serta reaksi
pembentukan terak/clinker yang tersusun dari senyawa–senyawa C2S, C3A, C4AF, dan
C3S. Terak dengan temperatur 14500C ini kemudian didinginkan secara mendadak pada
clinker cooler hingga temperatur 820C sampai membentuk kristal clinker kemudian
disimpan pada penampung terak atau clinker dome.
Terak dari clinker dome ditambahkan dengan zat additive, penambahan gypsum
pada OPC sebanyak 3-5% dan penambahan trass pada PPC maksimal 17%. Sebelum
penambahan dilakukan, zat additive ini dihancurkan dahulu dengan alat crusher dari
diameter >3cm menjadi partikel berdiameter <3cm, selanjutnya digiling bersama–sama
pada mesin penggiling yang disebut ball mill. Produk dari penggilingan akhir ini adalah
pada PPC dengan blaine 350 ±20 m2/kg sedangkan pada OPC dengan blaine 340 ±20
m2/kg, lalu disimpan pada silo-silo semen.
Semen dikemas dengan berat 40 kg untuk semen PPC, 50 kg untuk semen OPC,
kantong ukuran jumbo 1 ton dengan menggunakan mesin packer automatis atau dalam
bentuk curah untuk tangki truck pada unit pengisian (packing plant). Semen siap
didistribusikan melalui darat maupun laut.
Tabel 3.12 Proses dan reaksi yang dialami oleh bahan baku semen
Temp, °C Proses Reaksi Kimia
< 100 Pelepasan air bebas -
Al4(OH)8Si4O10 → 2
400 →750 Dekomposisi tanah liat (Al2O3.2SiO2) +
4H2O
Dekomposisi metakaolin
membentuk campuran Al2O3.2SiO2 → Al2O3 +
600 →900
oksida 2SiO2
yang reaktif
CS + C → C2S
Reaksi lime dengan CS dan
2C + S → C2S
800 →1300 CA serta pembentukan
CA + 2C → C3A
C4AF
CA + 3C + F → C4AF
BAB IV
PEMBAHASAN
= 76,79%
BMMgCO3
% MgCO3 = x%MgO
BMMgO
84
= x1,19
40
= 2,50%
Komponen %Berat Berat (Ton)
SiO2 13,100 73,360
Al2O3 3,690 20,664
Fe2O3 2,450 13,720
BMCO 2
CO2 terbentuk = x Berat MgCO3 terkalsinasi
CaCO3
100
= x11, 77
44
= 6,17 ton
MgCO3 = Berat MgCO3 umpan – berat MgCO3 terkalsinasi
= 12,60 - 11,77
= 0,83 ton
CO2 = CO2 reaksi 1 + CO2 reaksi 2
= 159,118513 + 6,17
= 165,29 ton
Komposisi umpan masuk kiln setelah kalsinasi
Komponen Berat
SiO2 66,02
Al2O3 18,60
Fe2O3 12,35
CaCO3 Sisa 25,39
MgCO3 Sisa 0,83
CaO 202,51
MgO 5,61
SO3 0,40
Na 0,60
K 1,61
Cl 0,00
Impuritis 2,82
Total 336,75
64
= x0,021
32
= 0,042 ton
BMO2
O2 yang diperlukan = xberatS
BMS
32
= x0,021
32
= 0,021 ton
c. Reaksi 3
Impuritis 2,822
Ash (Abu) 0,756
Total 337,505
56
= x 25,39
100
= 14,218
BMCO 2
CO2 = x berat CaCO3
BMCaCO3
44
= x 25,39
100
= 11,171
b. Reaksi 2
H2 5,93 1,394
N2 0,86 0,202
O2 25,96 6,101
S 0,13 0,031
Moist (H2O) 14,8 3,478
Ash (Abu) 4,7 1,105
Total 100 23,50
Sumber : lab. Jaminan mutu
Asumsi pembakaran berlangsung sempurna sehingga derajat reaksinya 100%
Komponen C,S dan H2
a. Reaksi 1
BMO 2
O2 yang diperlukan = x berat S
BMS
32
= x 0,031
12
= 0,0306 ton
c. Reaksi 3
18
= x 1,394
2
= 12,542 ton
BMO 2
O2 yang diperlukan = x berat H2 x ½
BMH 2
32
= x 1,394 x ½
2
= 11,148 ton
Total O2 yang dibutuhkan dalam reaksi:
= jumlah O2 reaksi 1 + jumlah O2 reaksi 2 + jumlah O2 reaksi 3
= 41,021 ton
Karena O2 dalam batubara belum bisa memenuhi kebutuhan O2 reaksi, maka diperlukan
O2 tambahan (kebutuhan O2 teoritis)
kebutuhan teoritis O2 = kebutuhan O2 reaksi – total O2 dalam batubara
= 34,920 ton
Dengan excess udara 21,69%, maka:
Kebutuhan O2 sesungguhnya = 121,69% x kebutuhan O2 teoritis
= 121,69% x 34,920
= 42,494 ton
Asumsi udara mengandung 79% N2 dan 21% O2
100%
Udara yang dibutuhkan (tersier) = x kebutuhan O2
21%
100%
= x 42,494 ton
21%
= 202,354 ton
79%
Kandungan N2 dalam udara = x kebutuhan O2
21%
79%
= x 42,494
21%
= 159,860 ton
O2 sisa pembakaran = kebutuhan O2 sesungguhnya – kebutuhan O2 teoritis
= 42,494 - 34,920
= 7,574 ton
Kapasitas udara primer di kiln sebesar 200 mbar, maka didapatkan kapasitas udara
primer sebesar 17.500 m3
Densitas udara primer = 1,152 kg/m3
Massa udara primer = 17.500 x 1,152
= 20160 kg = 20,16 ton
Massa udara sekunder = kebutuhan udara sesungguhnya – massa udara primer
= 202,354 - 20,16
= 182,194 ton
Komposisi gas hasil pembakaran di kiln (GHP) :
Komponen Massa (ton)
CO2 41,033
H2O 12,542
N2 159,860
SO2 0,0611
Total 213,496
Total Ash (abu) = abu dari barubara + abu dari umpan klin
= 1,105 + 0,756
= 1,861 ton
Impuritis dari kiln = 2,82
Komposisi kilnker :
Program Studi S1-Teknik Kimia
Institut Teknologi Nasional Malang
Laporan Kerja Praktek Periode 01 Juli-31 Juli 2019
Neraca Panas
1. Neraca Panas Kiln
Massa Cp (Cal/Mol.K) ∫ Cp Dt
Komponen TC Tref Bm Q (Kkal)
(G/H) A B C (Kal/Mol)
SiO2 66024000 10,87 0,008712 -241200 1173 298 14514,19713 60 15971422,52
Al2O3 18597600 22,08 0,008971 -522500 1173 298 23785,48253 102 4336793,038
Fe2O3 12348000 24,27 0,001604 -423400 1173 298 21208,6737 104 2518122,142
CaCO3 Sisa 25388617 19,68 0,01189 -307600 1173 298 24101,97695 100 6119158,607
MgCO3
826560 16,9 1173 298 14787,5 84 145509
Sisa
CaO 202514471 10 0,00484 -108000 1173 298 11594,498 56 41929529
MgO 5606400 10,86 0,001197 -208700 1173 298 9750,428606 40 1366620,073
Total 72387154,38
Tref = 25 ºC = 298K
SiO2 10.87 + 0.008712 T – 241200 T-2
Al2O3 22.08 + 0.008971 T – 522500 T-2
Fe2O3 24.27 + 0.01604 T – 423400 T-2
CaCO3 Sisa 19.68 + 0.01189 T – 307600 T-2
MgCO3
16,9
Sisa
CaO 10.00 + 0.00484 T – 108000 T-2
MgO 10.86 + 0.001197 T 208700 T-2
Sumber : Perry
Tref = 25 ºC
= 261287,1 kkal
Cp (J/gmol.C) Himmeblau T ∫ Cp dT Cp
Tref
A B C D C (J/gmol C) (cal/gmol C)
28,94 0,004147 0,000003191 -1,965E-09 30 25 145,2821057 34,72242326
Cp (kcal/gmol C) = 34,72242326/1000
= 0,034722423
Bm udara = 29 g/mol
Q udara Primer = Massa udara primer/BM x Cp
= 20160000/29 x 0,034722423
= 24138,07079 kcal
4. Panas dari udara sekunder
Massa udara sekunder = 182,1943412 ton = 182194341,2 g
Suhu udara sekunder = 898 ºC Sumber : CCR
Tref = 25 ºC
Cp (J/gmol.C) Himmeblau T ∫ Cp dT
Tref Cp (cal/gmol C)
A B C D C (J/gmol C)
-
28,94 0,004147 0,000003191 1,965E- 898 25 145,2821057 34,72242326
09
Cp (kcal/gmol C) = 0,034722423
BM udara = 29 g/mol
Q udara sekunder = Massa udara sekunder/BM x Cp
= 182194341,2/29 x 0,034722423
= 218145,8287 kcal
Cp H2O
Cp (J/gmol.C) Himmeblau Cp
∫ Cp dT
TC Tref (cal/gmol
A B C D (J/gmol C)
C)
-
33,46 0,00688 0,000007604 3,593E- 898 25 33233,78071 7942,87359
09
Program Studi S1-Teknik Kimia
Institut Teknologi Nasional Malang
Laporan Kerja Praktek Periode 01 Juli-31 Juli 2019
12541,95 7942,87359
= x
18 1000
= 5534,39575 kcal
2. Panas CO2 hasil kalsinasi di kiln
Massa CO2 hasil kalsinasi = 11603,951 kg
Suhu CO2 hasil kalsinasi = 898 ºC
Tref = 25 ºC
Cp = 0,256 kcal/kg C ( Peray fig. 13.03)
Q = Massa CO2 hasil kalsinasi x Cp x ( Suhu – Tref)
= 11603,951 x Cp x (898 – 25 )
= 2593343,904 kcal
3. Panas disosiasi
Dari reaksi CaCO3 sisa
Massa CaCO3 = 25388,62 kg
Suhu CaCO3 = 1000 C Sumber : CCR
Hf CaCO3 = 376 kcal/kg
Q = Massa x Hf
= 25388,62 x 376
= 9546119,977 kcal
Dari reaksi MgCO3
Massa MgCO3 = 826,56 kg
Suhu MgCO3 = 1000 ºC
Hf MgCO3 = 203 kcal/kg
Q MgCO3 = 167791,68 kcal
Q Total = 9546119,977 + 167791,68
= 9713911,657 kcal
4. Panas H2O menguap
Panas penguapan dalam batubara
Massa H2O dalam batubara = 3478 kg
Cp (J/gmol.C) Himmeblau ∫ Cp dT Cp
T C Tref
A B C D (J/gmol C) (cal/gmol C)
-
28,94 0,004147 0,000003191 1,965E- 33 25 232,5033185 55,56829312
09
694183527, 6 55,56829312
= x
29 1000
= 1330158,405 kcal
Output Cooler
1. Panas udara sekunder ke kiln
Massa udara sekunder = 117371,4193
Suhu udara sekunder = 898 ºC
Tref = 25 ºC
Cp = 0,252
Q = 218145,8287 kcal
2. Panas udara tersier ke preheater
Massa udara tersier = 117371,4193
Suhu udara tersier = 898 ºC
Tref = 25 ºC
Cp = 0,252 kcal/kgC
Q = Massa udara tersier x Cp x ( Suhu – Tref)
= 117371,4193 x 0,252 x ( 898 – 25)
= 25821242,77 kcal
3. Panas ke Finish Mill dan EP
Massa debu keluar cooler = 6487,69652 kg
Suhu debu = 228 ºC
Tref = 25 ºC
Cp = 0,2 kcal/kgC
Q = 263400,4787 kcal
4. Panas udara ke Raw mill
Massa udara ke Raw Mill= 394617,7671 kg
Suhu = 343 ºC
Tref = 25 ºC
Cp = 0,245 kcal/kgC
Q = 30744670,23 kcal
5. Panas klinker keluar Cooler
Massa = 324375,0945 kg
Suhu = 80 ºC
Tref = 25 ºC
Q = 3264835,326 kcal peray fig 13.01
Target:
LSF = 98
SM = 2,2
ALM = 1,6
100CaO
LSF =
2,8SiO2 x1,18 Al2O3 0, 65 Fe2O3
= 98
SiO2
SM =
Al2O3 Fe2O3
= 2,2
Al2O3
ALM =
Fe2O3
= 1,6
Penyelesaian:
a = Mix Pile
Program Studi S1-Teknik Kimia
Institut Teknologi Nasional Malang
Laporan Kerja Praktek Periode 01 Juli-31 Juli 2019
b = H Grade
c = Pasir besi
1 = Pasir silika
Pasir Besi
Komposisi Mix Pile (a) H.Grade (b) Pasir Silika (1)
(C)
SiO2 Sm Sh Sb Ss
Al2O3 Am Ah Ab As
Fe2O3 Fm Fh Fb Fs
CaO Cm Ch Cb Cs
MgO Mm Mh Mb Ms
Loi Lm Lh Lb Ls
Jumlah Tm Th Tb Ts
aS L bSC cS P S F
SR =
(a b c 1)
Maka,
100Cr
LSF =
2,8 xSr 1,18 xAr 0, 65 xFr
= a[2,8 x LSF x Sm + 1,18 x LSF x Am+ 0,65 x LSF x Fm- 100 x Cm]+
SiO2
SM =
Al2O3 Fe2O3
SiO2
SM =
Al2O3 Fe2O3
(aSm bS h cSb S s )
=
(aAmbAh cAb As ) (aFmbFh cFb Fs )
(aAmbAh cAb As )
ALM =
(aFTmbFh cFb Fs )
Sehingga,
= 3266266,31c = 1617025,43
c = 0,49506846
= 6,16135204
= 14,9460847
Sehingga,
14,9460847
Mix =
(14,9460847 6,16135204 0, 49506846 1)
= 66,158%
6,16135204
HG =
(14,9460847 6,16135204 0, 49506846 1)
= 27,2596%
0, 49506846
Pasir Besi =
(14,9460847 6,16135204 0, 49506846 1)
= 2,1903%
1
Pasir Silika =
(14,9460847 6,16135204 0, 49506846 1)
= 4,4243%
Beberapa unit kerja pada PT. Semen Indonesia (Persero) Tbk. yang telah kami
kunjungi adalah sebagai berikut:
1. Unit Kerja Proses Perencanaan dan Pengawasan Tambang
Proses awal pembuatan semen di mulai dari penambangan sampai crusher dan
clay cutter. Batu kapur dan tanah liat diperoleh dari penambangan yang digali dari lahan
milik sendiri di daerah Kerek, Montong, Semanding dengan luas 797 ha. Sedangkan
cooper slag, pasir silika, dan gypsum diperoleh dari suppliyer. Kandungan batu kapur
mencapai sekitar 75%, sedangkan tanah liat, kurang lebih 22% dan 8% bahan tambahan.
Kapasitas: 43.000 ton/hari. Jenis batuan kapur :
High Grade : CaO < 90%
Medium Grade : CaO < 54 - 90%
Low Grade : CaO 30 - 53%
Pedel : ± 30%
Dolomite : CaO < 30%
Alur penambangan, antara lain:
Sebelum dilakukan penambangan terlebih dahulu dilakukan studi eksplorasi untuk
menganalisa kandungan dari lahan batu kapur. Batu kapur yang memenuhi standart
kemudian ditambang dengan sistem pertambangan Single Beach Continues, yaitu untuk
hampir sama dengan penggalian batu kapur perbedaannya adalah penggalian tanah liat
tidak menggunakan Drilling dan Blasting, sehingga hanya meliputi:
1. Pembersihan (Cleaning)
Yaitu membersihkan lapisan atas tanah liat dari tumbuhan serta kotoran lainnya. Alat
yang digunakan adalah Buldozer.
2. Pengupasan (Stripping)
Yaitu pengupasan lapisan humus sampai permukaan tanah liat. Alat yang digunakan
adalah buldozer, excavator.
3. Pengerukan (Digging)
Yaitu pengerukan tanah liat dari lapisan tanah dengan menggunakan backhoe,
excavator,
loader. Pengerukan dilakukan hingga kedalaman tanah 2 meter.
4. Pengangkutan (Hauling)
Yaitu pengangkutan tanah liat dari lokasi penggalian ke pabrik dengan menggunakan
dump truck.
5. Reklamasi
Merupakan pengembalian fungsi lahan menjadi fungsi yang lain. Dikarenakan lahan
bekas galian clay mudah basah sehingga sulit untuk dilakukan penanaman pohon maka
alih fungsikan menjadi waduk yang dapat di gunakan untuk pengairan pertanian. Selain
itu, dapat digunakan untuk air proses dan juga tambang ikan untuk kesejahteraan
masyarakat sekitar.
Limestone Clay Mix berbentuk pile dari storage di Unit Crusher di reclaiming dengan
Scrapper Reclaimer dan dibawa dengan Belt Conveyor ke dalam Mix bin. Begitu juga
dengan batu kapur correction dari Pile Correction di reclaiming dan dibawa dengan
Belt Conveyor ke dalam bin. Cooper slag dan pasir silica yang disimpan dalam Open
Storage diambil dengan menggunakan Loader dan dimasukkan ke dalam Hopper dan
dibawa ke bin copper slag dan silica bin oleh belt conveyor.
Limestone Clay Mix dari bin akan keluar ke bawah melewati Appron untuk
mengendalikan kecepatan Limestone Clay Mix yang selanjutnya dibawa oleh Belt
Conveyor. Correction, Copper slag dan silica masing-masing melewati weight feeder
yang selanjutnya dibawa belt conveyor dan saling bertemu pada satu belt conveyor
dengan limestone clay mix. Kemudian melewati metal separator untuk mengambil
logam-logam yang terbawa material, selanjutnya material masuk ke Roller Mill untuk
proses penggilingan dengan tujuan mengecilkan ukuran dan proses pengeringan. Panas
yang didapat dari kiln dengan target kadar air 1%. Produk akan dihisap oleh fan dan
melewati separator, produk yang diinginkan selanjutnya akan di hisap oleh Fan dan
masuk ke dalam Cyclone, produk yang belum sesuai akan kembali ke Roller Mill.
Terdapat 4 Cyclone dalam Raw mill yang terpasang parallel. Gas yang membawa
produk melewati Electrostatic Precipitator (EP). Material yang ditangkap di EP akan
dikembalikam. Selanjutnya, material akan dibawa oleh airslide dan menuju bucket
elevator dibawa keatas kemudian dibawa lagi oleh air slide dan masuk ke bending silo.
Pada proses penggilingan ini, seringkali menyebabkan material lengket di dinding
Roller Mill akibat tingginya moisture (kandungan air) material yang masuk mencapai
12 %. Untuk mengatasi hal ini, pada Roller Mill dilengkapi dengan Blaster yang
merupakan tabung penembak udara bertekanan 6 bar, sehingga mampu merontokkan
material yang basah yang melekat di dinding Roller Mill.
Debu yang terikut oleh gas panas dari Kiln disaring oleh Electrostatic Precipitator agar
yang masuk ke dalam Preheater hanya berupa gas panas. Sedangkan debu klinker turun
ke Chain Conveyor untuk dimasukkan ke Clinker Cooler. Kemudian pada proses
pemanasan awal pada Preheater menggunakan gas panas dari clinker cooler atau
disebut dengan tersier, hal ini dimaksudkan agar beban pemanasan pada kiln berkurang.
Material selanjutnya masuk ke dalam Preheater secara bersamaan pada String I dan
String II. Material bercampur dengan udara panas dari Kiln pada stage I (Double
Cyclone). Pada Stage I digunakan Double Cyclone dengan ukuran yang lebih kecil
Untuk meningkatkan efisiensi pemisahan antara gas panas dan material di dalam
Preheater. Pada stage I sampai dengan stage IV berfungsi sebagai pemanas awal umpan
kiln, sedangkan pada stage V digunakan untuk memisahkan produk yang telah
terkalsinasi, yang keluar dari Calciner. Material jatuh ke bawah menuju Down Pipe dan
tertarik oleh Fan masuk ke Stage II dengan temperatur material 399 ºC dan seterusnya.
Pada preheater tuban IV material secara bersamaan masuk kedalam String I dan String
II. Setelah melewati Cyclone, material akan masuk ke Calsiner dengan suhu yang keluar
dari String I sebesar 884 ºC dan keluaran dari String II sebesar 889 ºC.
c. Kiln
Rotary Kiln digunakan untuk membakar umpan Kiln menjadi klinker. Sumber panas
dalam Rotary Kiln dihasilkan dari pembakaran batu bara. Di dalam Rotary Kiln terjadi
pembakaran dan reaksi dalam fasa cair membentuk senyawa-senyawa clinker berupa
C2S, C3A, C4AF, dan C3S. Rotary Kiln dibagi menjadi 4 zona sesuai dengan reaksi
yang terjadi pada suhu dimana reaksi tersebut berlangsung. Zona-zona tersebut adalah:
- Zone Kalsinasi, pada kondisi suhu 900 – 1100 oC. Pada daerah tersebut terjadi proses
kalsinasi lanjutan, yaitu reaksi peruraian kalsium dan magnesium karbonat menjadi
CaO, MgO dan CO2. Partikel CaCO3 pada permukaan isi kiln akan mengalami
kalsinasi relatif lebih cepat, karena secara terus menerus dibantu oleh gerakan
tumbling selama kiln berputar. Pada saat proses kalsinasi berlangsung akan terjadi
proses pembentukan mineral C2S atau 2CaO.SiO2.
- Zone Transisi, pada kondisi suhu 1100 – 1200 oC. Pada zona ini, oksida besi mulai
mengikat campuran oksida kalsium dan oksida alumina membentuk campuran
C2(A,F). Dengan meningkatnya temperatur, maka oksida kalsium (CaO) bergabung
dengan kalsium alumina dan C2(A,F) masing-masing membentuk 3CaO.Al2O3 atau
C3A dan 4CaO.Al2O3.Fe2O3 atau C4AF. Pembentukan C3A dan C4AF terjadi.
- Zone Klinkerisasi. Di daerah ini campuran kalsium alumina ferrit (C4AF) berubah
fase menjadi cair pada temperatur 1250°C – 1400°C. Pada zona ini, temperatur
operasi terus meningkat sampai mencapai 1400°C sehingga memperbesar fase cair
sekitar 20% – 30%. Jumlah fase cair tersebut tergantung pada komposisi kimia pada
raw mix design, silika modulus tinggi akan menyebabkan fase cairnya berkurang.
Viskositas dari fase cair ini bergantung pada alumina rasio, alkali, SiO3, sedangkan
MgO alkali akan menyebabkan kenaikan viskositas cairan. Partikel padat dalam kiln
terdiri dari C2S dan CaO bebas. Pada temperatur ini, sisa unsur CaO akan mengikat
C2S untuk membuat campuran kristal 3CaO.SiO2 atau C3S.
- Zone Pendinginan, pada kondisi suhu 1450 – 1300 oC. Pendinginan dimulai setelah
terak melewati flame. Reaksi kimia juga terjadi di akhir kiln. Senyawa C2A tidak
stabil terdapat dalam terak akan berubah menjadi C3A. Selain itu, ada yang
bergabung dengan CaO bebas yang tidak membentuk C2S dan ada juga yang
bergabung dengan CaO dari mineral C3S yang cenderung melepaskan CaO selama
pendinginan dan kembali menjadi C2S. Sebanyak 28% mineral C3A terbentuk di
dalam cooling zone kiln dan di dalam grate cooler.
Clinker panas yang keluar dari Kiln dengan temperatur sekitar 1450°C menuju ke
Clinker Cooler untuk pendinginan lebih lanjut sampai temperatur 820°C membentuk
kristal Clinker. Clinker Cooler yang digunakan adalah jenis Reciprocating Grate Cooler
yang terdiri atas 9 kompartemen. Sebagai media pendingin digunakan udara yang
dihasilkan oleh 11 buah fan yang menembus grate-grate yang dipasang dengan cara
selang-seling dan masuk ke dalam kompartemen. Cara menggerakkan grate dengan
menyambung grate-grate yang bergerak pada batang yang digerakkan oleh motor secara
bolak-balik. Clinker dapat bergerak dari inlet hingga outlet dalam Clinker Cooler akibat
adanya gerakan grate yang sering menggeser. Kristal Clinker kemudian lewat Pan
conveyor dimasukkan ke dalam Clinker Dome Storage untuk disimpan. Clinker yang
sangat halus dengan temperatur 229ºC tertarik oleh Fan masuk dan menempel ke dalam
Electrostatic Precipitator (EP) yang bermuatan positif, kemudian dengan menggunakan
vibrasi secara berkala, debu Clinker halus jatuh dari dinding EP ke Pan Conveyor untuk
ditransportasikan ke dalam Clinker Dome.
maka Dumper akan terbuka semua. Pembukaan Dumper diatur oleh CCR (Central
Control Room) dengan presentase yang ditentukan. Setelah itu, material ditransfer ke
Screw Conveyor tetapi sebelum masuk ke Screw Conveyor batu bara halus melewati
Rotary Feeder untuk mencegah masuknya udara masuk ke Screw Conveyor. Batu bara
halus bertemu di Conveyor dan masuk ke Pulvurize Coal Bin untuk ditampung.
Terdapat 3 Bin dengan masing-masing berkapasitas 120 ton. Kemudian Pulvurize akan
jatuh ke pulverize weigher yang selanjutnya pulverize akan ke kiln untuk bin 1, bin 2
dan 3 untuk proses di preheater.
horizontal mill menjadi 40%. Clinker yang telah halus, masuk kedalam Ball Mill
(Horizontal mill) untuk dilakukan penggilingan akhir.
Proses penggilingan akhir di dalam Ball Mill terdiri dari dua tahap, yaitu
penggilingan di kompartement I, selanjutnya di kompartement II. Pada kompartemen I
(lifting linier), campuran semen mengalami penggilingan awal kemudian melewati
diafragma masuk ke dalam kompartemen II (classifying linier).
Kompartemen pertama sepanjang 2,5 m berisi bolabola logam berdiaeter 40 – 70 mm
yang berfungsi sebagai penggiling material kasar menjadi Selanjutnya akan masuk ke
separator. setengah halus. Untuk kompartemen kedua yaitu dengan panjang 10,5 m
berisi bola – bola logam dengan diameter 20 – 40 mm yang berfungsi sebagai
penggiling material setengah halus menjadi halus.
Di dalam kompartemen II campuran semen di giling kembali menjadi partikel yang
berukuran diameter 35 mikron. Didalam Ball Mill, semen bergerak dari kompartemen I
ke kompartemen II melewati diafragma, dan akhirnya keluar Ball Mill melalui
discharge akibat tarikan Fan. Produk dari Ball Mill ditransportasikan melalui Air Slide
masuk ke dalam Separator untuk dipisahkan antara yang halus dan yang kasar. Produk
yang kasar akibat gaya berat jatuh ke Air Slide kemudian di giling kembali di Ball Mill,
sedangkan yang halus tertarik oleh Fan masuk ke Cyclone untuk dipisahkan antara gas
dan semen. Semen masuk ke Silo dengan menggunakan Air Slide untuk di tampung,
sedangkan gas keluar menuju Bag Filter sebagai penangkap debu-debu yang masih
terbawa gas. Debu-debu tersebut dikirimkan ke silo melalui Air Slide, sedangkan
gasnya dibuang ke lingkungan.
secara bergantian. Aliran semen setelah melewati Bin pusat akan terbagi menjadi dua,
yaitu aliran semen curah (semen yang langsung dimasukkan ke dalam Bull Truck,
biasanya digunakan untuk proyek besar) dan semen yang akan dijual dalam bentuk
kantong. Aliran semen setelah melewati Bin Semen akan dilewatkan ke Bin Semen
yang lebih kecil melalui Air Slide. Selanjutnya akan ditransport ke Bin Roto Packer
yang didalamnya dilengkapi dengan Spot Tube, yaitu semacam suntikan untuk
memasukkan semen ke dalam kantong semen. Pemasukan semen ke dalam kantong
diatur rentang berat 49,5 – 50,5 kg untuk semen jenis OPC (Ordinary Portland Cement)
dengan berat 50 kg dan rentang berat 39,5 – 40,5 kg untuk semen jenis PPC (Pozzolan
Portland Cement) dengan berat 40 kg. Jika berat semen kurang dari 39,5 dan 49,5 kg
maka akan terpantau oleh penimbang dan dikeluarkan lewat Bag Reject. Semen yang
tidak lolos akan diayak dan dibawa Screw Conveyor kemudian dikembalikan ke Bucket
Elevator. Semen yang lolos screening dibawa ke Belt Conveyor (menuju truk) untuk
didistribusikan ke konsumen. Untuk curah, semen masuk ke Bin Semen Curah
kemudian diangkut dengan menggunakan truk dengan kapasitas 35 ton untuk
didistribusikan ke konsumen maupun ke pelabuhan
6. Unit Kerja Pengendalian Proses
Unit Pengendalian Proses bertugas menjaga kualitas produk atau Quality Control
dalam proses produksi semen. Mulai dari penambangan batu kapur sampai finishmill.
Berikut peran unit kerja pengendalian proses di unit kerja lainnya:
a. Unit Proses Perencanaan dan Pengawasan tambang
Di unit ini tidak ada pengendalian, hanya informasi sampling bahan baku tentang
kualitas bahan baku batu kapur dan tanah liat. Kerja sama lainnya adalah memetakan
zona-zona tambang berdasarkan kualitas kemudian hasil akan masuk dalam database
untuk merencanakan pertambangan dan proporsi yang akan diproses.
b. Unit kerja Crusher
Bahan yang sudah ditambang sesuai dengan proporsi akan dilakukan pengecilan
ukuran di unit ini untuk kemudian dijadikan mix pile sesuai dengan target nilai LSF,
SIM, AlM untuk mengendalikan reaksi dan hasil C3S yang akan dibentuk.
c. Unit kerja RKC
Dalam Raw mill untuk menjaga kualitas dilakukan penendalian proses ukuran
dengan target 170 mesh hal ini bertujuan reaksi akan cepat terjadi dan homogenisasi.
Maksimal toleransi ukuran diluat 170 mesh adalaah 20%. Dalam proses ini dilakukan
pengujian 1 jam sekali. Kiln feed diharapkan masuk sudah homogeny. Di kiln proses
target sudah dalam bentuk C3S, target F CaO (ketidakmatangan CaO) maksimal 2%
jika lebih berarti proses tidak optimal.
d. Finishmill
Dalam proses ini yang dikendalikan adalah ukuran dan kandungan H2O.
Dalam unit ini memiliki 4 laboratorium yaitu Lab. Tuban 1, Tuban 2, Tuban 3 dan
Tuban 4. Memiliki personil 30 orang bekerja dalam 3 shift. Terbagi menjadi beberapa
bagian yaitu perfentif perbaikan, analisa mix pile, keep performance indicator.
Dalam menjalankan tugasnya, Seksi Pengendalian Proses didukung oleh fasilitas
laboratorium untuk menguji dan menganalisis komposisi bahan, baik bahan mentah
(batu kapur, tanah liat, dan pasir besi), bahan setengah jadi (rawmill dan terak), maupun
barang jadi (semen). Kandungan yang meliputi CaO, MgO, SiO2, Al2O3, Fe2O3, K2O,
SO3, C3S, freelime dianalisis keseluruhan menggunakan metode X-Ray yang terhubung
dengan komputer, sehingga hasil analisis secara otomatis masuk ke program komputer.
Proses pengujian yang dilakukan Seksi Pengendalian Proses dilakukan secara rutin.
Pengambilan sampel ada yang dilakukan secara otomatis dan ada yang secara manual.
Pengambilan sampel secara otomatis menggunakan alat yang bernama Auto Sampler
Transport. Setiap satu jam sekali, kapsul ini akan terisi sampel yang akan diuji dan
kemudian akan ditembakkan sampai ke laboratorium pengendalian proses untuk
dianalisis.
Laboratorium yang digunakan untuk menganalisa:
1. Laboratorium X-Ray Pada laboratorium ini dilakukan analisa bahan baku, bahan
dalam proses dan hasil akhir dari proses (semen) dengan menggunakan alat X-Ray
Spectrofotometer. Alat ini bekerja secara otomatik daslam artian hasil dari analisa
dimunculkan alam layar komputer yang merupakan bagian dari alat X-Ray
Spectrofotometer. X-Ray Spectrometer merupakan alat yang bekerja dengan analisa
cara kering atau cara konvensional, yang digunakan untuk penentuan kadar atau
- Uji kandungan abu: mengetahui zat tertinggal ketika batu bara sudah dibakar (zat
anorganik, pengotor)
- Uji volatile methode: mengetahui zat mudah menguap dari batu bara apabila
dipanaskan pada suhu tertentu. Zat tersebut yaittu hydrogen, CO dll.
- Uji kalori: untuk mengetahui kalori
- Uji kandungan air. Pada uji ini digunakan dengan uji proksimat.
b. Laboratorium semen. Pada laboratorium iini terdapat Lab. Fisika dan Lab kimia.
Sampel tiap jam diambil dari Finishmill dan packer. Uji yang digunakan yaitu X-ray,
Uji Free lime, Insoluble dan LOI (Lost In Ignition) (pada Lab. Kimia), serta analisa
Mesh dan Blaine (uji kehalusan pada Lab. Fisika). Benda uji yang digunakan yaitu:
- Mortar (Semen, air, pasir) untuk pengujian kuat tekan,
- Pasta untuk pengujian setting time (lama waktu untuk tercapainya keras), Falset
(cepat mengeras atau tidaknya semen hal ini dipengaruhi oleh banyaknya
gypsum), Ekspansi (pemuaian semen dipengaruhi oleh CaO dari batu kapur).
c. Laboratorium Bahan Baku digunakan untuk menganalisa bahan baku pembuatan
semen dan mengarsipkannya.
8. Unit Kerja Operasi Utilitas
Fungsi dari Operasi Utilitas adalah sarana penunjang kegiatan produksi dan
memenuhi kebutuhan sanitasi Semen Gresik Pabrik Tuban. Seksi operasi utilitas
memiliki tugas yaitu Pengolahan air (Water Treatment), Pengelolaan solar,
Menyediakan Power Plant Emergency (Genset) untuk area kiln dan cooler, Udara Tekan
(Plant air).
a. Pengolahan Air (Water Treatment)
Kegiatan water treatment terdiri dari 4 bagian: pengambilan air baku, proses
pengendapan air, proses pelunakan air dan proses pendinginan air (cooling tower). Seksi
utilitas memiliki beberapa sumber air yaitu waduk Temandang, bozem (air permukaan)
dan sumur (air bawah tanah). Produk dari pengolahan air adalah air clear (sanitasi) dan
air proses (pendingin). Air clear digunakan untuk sanitasi perkantoran, conditioning
tower dan water spray, sedangkan Air proses (pendingin) digunakan untuk heat
exchanger, compressor dan pendingin AC central.
Proses pengolahan Air
Unit operasi utilitas memiliki dua raw water. Raw water 1 diperoleh dari sumber
air waduk Temandang, bozem (air permukaan) biasa disebut air kotor, dan raw water 2
diperoleh dari air sumur. Masing-masing raw water memiliki kapasitas 1500 m3.
Dengan menggunakan pompa air, air dari Raw Water dipompakan menuju
clarifier untuk dilakukan proses pengendapan. Proses pengendapan menggunakan bahan
kimia yaitu Poli Aluminium Cloride (PAC) dan Kaporit. PAC sebagai bahan koagulan,
akan menggumpalkan koloid-koloid pengotor air. Gumpalan koloid itu kemudian
diperbesar dengan flokulant SC-500 sehingga mudah mengendap. Kaporit yang
mengandung unsur Cl sebagai desinfektan yang mampu membunuh mikro organisme
dalam air, sehingga air akan sehat jika kita pakai.
Kemudian proses pelunakan bahan Baku dari proses Pelunaan ini berasal dari Air
Clear (Air Sanitasi) dari proses Pengendapan atau bisa langsung diambilkan dari air
Sumur. Raw Water masuk melalui bagian bottom sedikit ke atas Clarifier dan
produknya keluar melaui over flow bagian atas. Bahan Baku (Raw Water) memiliki
kesadahan total sebesar 350 ppm bahkan terkadang lebih. Air ini harus diolah dengan
Pelunaan untuk memperoleh kesadahan dengan Total Hardness 50 ppm. Pada cara ini
Kesadahan dihilangkan dengan menggunakan bahan kimia Ca(OH)2 (batu kapur) dan
Na2CO3 (soda ash). Kesadahan dari karbonat dan bikarbonat dihilangkan dengan
penambahan Ca(OH)2 sedangkan kesadahan non-bikarbonat dihilangkan dengan
penambahan Na2CO3. Jika kesadahan Mg sangat tinggi, maka diperlukan penambahan
Ca(OH)2 dalam jumlah berlebihan. Tetapi jika kesadahan Mg relatif rendah, maka
cukup hanya dengan penambahan Ca(OH)2 saja. Cara ini banyak menghasilkan Sludge
(lumpur), yang memerlukan treatment/handling tersendiri. Selanjutnya sludge dari flok-
flok ini digaruk dengan menggunakan scrapper dan dikeluarkan melalui pipa otlet untuk
sludge yang ada di bottom clarifier. Air dari Clarifier dialirkan ke bagian inlet filter
diatas media pasi. Secara gravity air akan melewati pasir, sehingga flok yang masih
terbawa akan terperangkap (tersaring) diantara media pasir. Selama sand filter masih
dalam keadaan baik, tinggi air diatas lapisan pasir tidak melebihi tinggi air yang sudah
ditentukan. Air tersaring dialirkan dan ditampung pada Elevated. Elevated merupakan
menara Bak penampung air, untuk selanjutnya didistribusikan ke Cooling Tower
sebagai Air Make Up. Cooling Tower adalah sistem pendingin yang dipergunakan
untuk mendinginkan air proses (pendingin mesin, Heat Exchanger, compresor dll).
Selanjutnya air siap didistribusikan.
Diagram proses sebagai berikut:
Air clear (sanitasi)
produksi dan area proses setiap tahunnya. Evaluasi proses dilakukan di pabrik. Evaluasi
yang dilakukan antara lain:
a. Evaluasi heat consumption pada kiln,
b. Mill Audit, yaitu efisiensi penggilingan pada Finish Mill
c. Analisa terak (mikroskopis) yang dilakukan setiap bulannya,
d. Analisa literweight, yaitu uji densitas terak yang dilakukan setiap bulan
11. Unit Kerja Alternatif Fuel dan Material Ketiga
a. Alternatif Fuel
bahan bakar utama yang digunakan adalah batubara dan Solar (Industrial
Diesel Oil). Penggunaan bahan bakar batubara mencapai 4.100 ton/jam. Selain bahan
bakar batubara dan Solar, juga menggunakan bahan bakar alternatif yang berguna untuk
mengurangi pemakaian batubara sebanyak 1-1,5 %. Bahan bakar alternatif yang biasa
digunakan, yaitu:
SBE ( Limbah Penjernihan Minyak), Slat ipal (Limbah pengolahan air bersih), Resin.
Ketiga bahan ini di campurkan ke batubara
Biomass (Sekam padi, serabut kelapa, cocopeat, limbah tembakau)
Bahan bakar alternatif yang digunakan memiliki persyaratan khusus, diantaranya
yaitu berdasarkan kadar air, sulfur, nilai kalor, tanpa proses treatment awal, harga,
dan continuable (tersedia sepanjang musim). Saat ini sludge oil tidak dipakai pada
sebagai bahan bakar karena handling yang cukup susah. Bahan bakar IDO tidak
dipakai sebagai bahan bakar karena biaya yang mahal.
b. Seksi material ketiga
memiliki bertugas menyediakan bahan-bahan tambahan (Aditif) yang
digunakan untuk produksi semen untuk melayani kebutuhan di finish mill.
Adapun bentuk Perencanaan dalam pengolahan material ketiga adalah sebagai berikut:
1. Gypsum, yang ditambahkan sekitar 25-35%. Gypsum initerdiri dari dua jenis yaitu
gysum natural yang diperoleh dari alam, dan gypsum sintetis yang diperoleh dari
limbh PT Smelting, PLTU Tanjung Jati, dan limbah dari pabrik PetroKimia.
2. Trass, yang ditambahkan ±10%. Trass diperoleh dari Pasuruan dan Rembang. Produk
Trass dari pasuruan memiliki kualitas yang lebih baik, namun biaya yang
dikeluarkan juga mahal.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Dari hasil kerja praktek yang telah dilakukan selama satu bulan di PT. Semen
Indonesia (Persero) Tbk pabrik Tuban dapat disimpulkan sebagai berikut:
2. PT. Semen Indonesia (Persero) Tbk memilih lokasi di Tuban berdasarkan bahan
baku utama yaitu tanah liat dan batu kapur yang jumlahnya melimpah dan memiliki
kualitas yang baik sehingga menunjang kualitas produksi semen mampu memenuhi
Standar Industri Indonesia (SII/SNI)
3. Dalam pembuatan semen terdapat 5 tahap proses, yaitu proses persiapan bahan baku,
proses penggilingan bahan baku, proses pembakaran, proses penggilingan terak, dan
pengemasan. Adapun unit penunjang dan pengendalian kualitas produksi meliputi,
pengendalian emisi, pengendalian proses, evaluasi proses, dan jaminan mutu, operasi
utilitas.
4. PT Semen Indonesia memproduksi beberapa semen yang disesuaikan dengan
konsumen antara lain: Ordinary Portland Cement (OPC), Semen Portland Tipe II,
Semen Portland Tipe V, Special Blended Cement (SBC), Portland Pozzolan Cement
(PPC) , Portland Composite Cement (PCC), Oil Well Cement (OWC) Class G HRC,
Super White Cement. Semen Portland Tipe I dan Semen PCC tersedia di pasar retail
zak, Semen Portland Tipe 1, PPC dan PCC tersedia di pasar curah, sementara jenis
lainnya hanya diproduksi berdasarkan pesanan dalam jumlah tertentu.
5. Adanya pengendalian proses ditujukan untuk membuat komposisi yang sesuai
dengan standart dan memiliki kualitas tinggi
6. Peminimalisiran polusi akibat debu atau limbah selama proses produksi semen
dibantu dengan alat yang disebut EP dan Bug Filter dan juga disertai dengan
penanaman pohon – pohon di sekitar kawasan industri.
5.2 Saran
Adapun saran – saran yang dapat kami berikan untuk PT. Semen Indonesia
(Persero) Tbk sebagai berikut: