Anda di halaman 1dari 13

PENGELOLAAN LIMBAH RADIOAKTIF

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah:


Occupation Healt Nursing

Dosen Pembimbing : Dewi Indahsari, SKM,, MKM, M.Kes

Disusun oleh :
Amalia Sholiha (P27904116004) Nabila Puspita S (P27904116026)
Ayu Ma’rifatul Z (P27904116007) Nurmalia Dwi A (P27904116031)
Dwi Riski Suryani (P27904116011) Riska Sulistiyani (P27904116035)
Halinatus Sa’diah (P27904116020) Rizky Febriana (P27904116036)
Indah Sundari S (P27904116022) Yuliana (P27904116042)

Tingkat IV D4 Keperawatan

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES BANTEN
JURUSAN KEPERAWATAN TANGERANG
PROGRAM STUDI DIV KEPERAWATAN
2019/2020

LIMBAH RADIOAKTIF
A. PENGERTIAN
Limbah radioaktif adalah jenis limbah yang mengandung atau
terkontaminasi radionuklida pada konsentrasi atau aktivitas yang melebihi
batas yang diijinkan (Clearance level) yang ditetapkan oleh Badan
Pengawas Tenaga Nuklir. Definisi tersebut digunakan di dalam peraturan
perundang-undangan. Pengertian limbah radioaktif yang lain
mendefinisikan sebagai zat radioaktif yang sudah tidak dapat digunakan
lagi, dan/atau bahan serta peralatan yang terkena zat radioaktif atau
menjadi radioaktif dan sudah tidak dapat difungsikan/dimanfaatkan. Bahan
atau peralatan tersebut terkena atau menjadi radioaktif kemungkinan
karena pengoperasian instalasi nuklir atau instalasi yang memanfaatkan
radiasi pengion.

B. JENIS LIMBAH RADIOAKTIF


1. Dari segi besarnya aktivitas dibagi dalam limbah aktivitas tinggi,
aktivitas sedang dan aktivitas rendah.
2. Dari umurnya di bagi menjadi limbah umur paruh panjang, dan limbah
umur paruh pendek.
3. Dari bentuk fisiknya dibagi menjadi limbah padat, cair dan gas.

C. SUMBER-SUMBER LIMBAH RADIOAKTIF


Limbah radioaktif umumnya berasal dari setiap pemanfaatan
tenaga nuklir, baik pemanfaatan untuk pembangkitan daya listrik
menggunakan reaktor nuklir, maupun pemanfaatan nuklir untuk keperluan
industri dan rumah sakit.

D. PENGELOLAAN LIMBAH RADIOAKTIF DI INDONESIA


Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 10 tahun
1997 tentang Ketenaganukliran, Bab VI Pengelolaan Limbah Radioaktif
Pasal 23, Pengelolaan limbah radioaktif dilaksanakan oleh Badan
Pelaksana. Sesuai dengan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia
Nomor 18 tahun 1999 tentang Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan
Beracun, Pasal 5 dan penjelasannya ditentukan bahwa Badan Tenaga
Nuklir Nasional (BATAN) adalah instansi pengelola limbah radioaktif.
Selain itu, limbah radioaktif juga diatur dalam Peraturan pemerintah No.
27 tahun 2002 tentang Pengelolaan Limbah Radioaktif. Dengan demikian,
BATAN merupakan satu-satunya institusi resmi di Indonesia yang
melaksanakan pengelolaan limbah radioaktif. BATAN memiliki satu Pusat
yang khusus bertugas dalam pengelolaan limbah radioaktif yaitu Pusat
Teknologi Limbah Radioaktif (PTLR). Bagi industri atau rumah sakit yang
menghasilkan limbah radioaktif dapat mengirim limbahnya ke PTLR.
Pengelolaan limbah radioaktif di Indonesia diawasi pelaksanaannya oleh
Badan Pengawas Tenaga Nuklir (BAPETEN).

E. KARAKTERISTIK LIMBAH RUMAH SAKIT


Limbah rumah sakit adalah bahan atau buangan padat dan cair
yang dihasilkan dari aktivitas di dalam rumah sakit sehingga dibuang
sebagai barang yang tidak berguna. Aktivitas yang dilakukan di rumah
sakit meliputi pelayanan medis seperti aktivitas di ruang perawatan, ruang
pemeriksaan, ruang bedah, ruang isolasi dan sebagainya. Sedangkan
pelayanan penunjang medis meliputi aktivitas di ruang instalasi
radioterapi, radiologi, farmasi, laboratorium dan sebagainya. Selain
pelayanan medis tersebut aktivitas yang dilakukan di rumah sakit adalah
pendidikan dan penelitian, yang kesemuanya menggunakan bahan
beracun, berbahaya dan infeksius serta radioaktif.
Pada dasarnya limbah rumah sakit dapat dibagi atas beberapa jenis,
yaitu :
1. Limbah Medis
Limbah medis adalah limbah yang berasal dari pelayanan medis,
farmasi atau yang sejenisnya, serta limbah yang dihasilkan di rumah
sakit pada saat dilakukan perawatan/pengobatan atau penelitian.
Limbah medis biasanya berasal dari ruang perawatan, poliklinik, ruang
gawat darurat, ruang kebidanan dan ruang operasi. Berdasarkan
potensi bahaya yang terkandung dalam limbah medis, maka jenis
limbah medis dapat digolongkan sebagai berikut :
a. Limbah benda tajam
Limbah benda tajam adalah alat yang memiliki sudut tajam, sisi
yang dapat memotong atau menusuk kulit, seperti jarum, pecahan
gelas, pisau bedah.
b. Limbah infeksius
Limbah infeksius ini terdiri dari jaringan busuk, bekas balutan dan
specimen laboratorium.
c. Limbah jaringan tubuh
Limbah jaringan tubuh adalah limbah yang dihasilkan pada saat
pembedahan atau autopsi.
d. Limbah farmasi
Limbah farmasi adalah limbah yang berasal dari obat-obatan
kadaluarsa, yang tidak memenuhi spesifikasi atau kemasan yang
terkontaminasi, obat-obatan yang dikembalikan oleh pasien atau
dibuang oleh masyarakat serta obat-obatan yang tidak lagi
diperlukan oleh institusi yang bersangkutan.
e. Limbah kimia
Adalah limbah yang dihasilkan dari penggunaan bahan kimia
dalam tindakan medis, laboratorium, proses sterilisasi dan riset.
f. Limbah radioaktif
Adalah bahan yang terkontaminasi dengan radioisotop yang berasal
dari penggunaan medis atau riset untuk diagnosis dan
pengobatan/terapi.
g. Limbah plastic
Limbah plastik adalah bahan plastik yang dibuang oleh klinik,
rumah sakit dan sarana pelayanan kesehatan lain. Dengan
meningkatnya penggunaan barang barang medis disposable seperti
suntikan, slang, maka bahan plastik menjadi buangan yang
dihasilkan rumah sakit. Selain alat-alat tersebut, penggunaan
kantong obat, spuit pelapis tempat tidur atau perlak, juga dapat
meningkatkan jumlah limbah plastik.

2. Limbah Non Medis


Limbah non medis adalah limbah yang berasal dari lingkungan
rumah sakit dan bukan dari hasil perawatan serta pengobatan pasien,
limbah ini biasanya terdiri dari : sisa makanan, sampah kering, abu,
sampah jalanan, bangkai binatang, bangkai kendaraan, dan lain-lain.

F. PENGELOLAAN LIMBAH RADIOAKTIF RUMAH SAKIT


Sebelum rumah sakit memberikan terapi dengan memanfaatkan
radiasi nuklir, pihak pengelola harus menyiapkan dan membangun dulu
sarana pengolahan limbahnya. Saat ini pemerintah memberlakukan
peraturan yang lebih ketat sebelum rumah sakit didirikan. Artinya
pemilik/pengelola rumah sakit wajib membangun dulu sarana pengolahan
limbahnya termasuk yang berupa radioaktif bila menyediakan
pemeriksaan menggunakan nuklir, sebelum izin rumah sakit dikeluarkan.

G. PERATURAN PENGELOLAAN LIMBAH RADIOAKTIF RUMAH


SAKIT
1. BATAN
Undang-undang No. 10 tahun 1997 pasal 23 ayat 1(3),yang berisi
tentang : pengumpulan, pengelompokan, pengolahan, pengangkutan,
penyimpanan sementara dan penyimpanan lestari limbah radioaktif,
menyebutkan bahwa pengelolaan limbah radioaktif dilaksanakan oleh
badan pelaksana, dalam hal ini Badan Tenaga Nuklir Nasional
(BATAN). Sebagai badan pelaksana dalam pengelolaan limbah
radioaktif, BATAN dalam hal ini P2PLR (Pusat Pengembangan
Pengelolaan Limbah Radioaktif) dengan fasilitas yang dimilikinya
mampu melakukan pengelolaan limbah radioaktif cair, resin bekas,
limbah padat, serta limbah sumber bekas yang berasal dari rumah sakit
dan industri. Tabel 1. dibawah ini menggambarkan contoh limbah
radioaktif dan pcngolahannya yang diterima oleh P2PLR-BATAN.

Tabel l. Contoh Limbah Radioterapi dan Pengolahannya di P2PLR -


BA TAN

Asal Jenis Aktivitas


Jumlah Pengolahan
Limbah Radionuklida Per Buah
RSCM Co – 60 1 484,85 Ci Kondisioning
Cs - 137 1 647,13 Ci dalam shell drum
2001 atau shell
beton 950/350

Batan mempunyai instalasi pengelolaan limbah radioaktif (IPLR)


beserta fasilitas penunjangnya. Diagram pada Gambar 1. menunjukkan
contoh pengelolaan limbah radioaktifrumah sakit yang dilakukan oleh
P2PLR-BATAN.
2. BAPETEN
Badan Pengawas Tenaga Nuklir (BAPETEN) mempunyai tugas
melaksanakan pengawasan terhadap segala kegiatan pemanfaatan
tenaga nuklir dengan menyelenggarakan peraturan, perizinan dan
inspeksi. Badan ini dibentuk dengan keputusan Presiden No.76 tahun
1998 berdasarkan undang-undang No.10 tahun 1997. Untuk limbah
radioaktif BAPETEN mengatur melalui PP No.27 tahun 2002, tentang
pengelolaan limbah radioaktif.

3. IAEA
International Atomic Energy Agency (IAEA) adalah badan
internasiorial yang salah satu tugasnya mengeluarkan petunjuk tentang
pengelolaan limbah radioaktif untuk aplikasi penggunaan zat radioaktif
di bidang kedokteran, penelitian dan industri (IAEA-TECDOC-644
dan 1000), salah satu petunjuknya adalah bahwa seluruh radioisotope
yang digunakan dalam bidang kedokteran nuklir dan khususnya yang
digunakan untuk tujuan diagnosa dan terapi serta waktu paruhnya
relatif pendek, pengelolaannya bersifat dikelola sendiri (in house waste
management) dan dikirim ke tempat pengelolaan (centralised waste
management). Untuk limbah umur panjang, dalam hal ini sumber
bekas dikelola oleh badan yang telah ditetapkan di masing-masing
negara atau dikirim ke negara pemasokjika tidak terdapat badan yang
berhak mengelolanya.

H. PENGELOLAAN LIMBAH RADIOAKTIF DI RSCM


Limbah radioaktif padatnya disimpan di ruang khusus berdinding
tebal;( I05 dan 90 em) lihat Gambar 2, sebelum di angkut ke P2PLR-
BATAN atau ke negara pemasok, untuk pakaian yang dipakai oleh pasien
disimpan dalam ruang khusus hingga radioaktivitasnya mendekati
aktivitas alam (background) setelah itu dikeluarkan untuk dieuci dan
kemudian digunakan kembali. Untuk urin pasien ditampung dalam tangka
khusus, setelah potensi radiasinya sudah mendekati tingkat aktivitas alam,
bisa dibuang ke lingkungan.
RSCM telah mengembangkan tangki bersusun 4 (empat) untuk
menampung urin pasien dari kedokteran nuklir sebelum dibuang ke
lingkungan sebagai limbah umum (Gambar 3.). Dalam tangki bersusun ini
urin pertama kali masuk ke dalam tangka pertama, setelah penuh urin akan
berpindah ke tangki kedua hingga seterusnya sampai pada tangki ke
empat, uraian lebih lanjut akan dibahas dalam bab pembahasan.

Batan dalam hal Pusat Penelitian dan Pengembangan Keselamatan


Radiasi dan Biomedika Nuklir (P3KRBIN) telah melakukan survei dan
mengukur aktivitas limbah cair (urin) yang terdapat di tangki
penampungan dengan cara : limbah urin yang ada di tangki penampungan
dicuplik untuk beberapa kedalaman menggunakan pompa peristaltik dan
ditampung di beaker Marinelly ditutup rapat dan disegel. Kemudian
dilakukan pemecahan menggunakan spektrometri gamma dengan detektor
germanium kemurnian tinggi (HPGe) pada energi 364,5 keY selama 10
menit (untuk tangki I) dan 30 menit (untuk tangki II). Aktivitas 1-131 rata-
rata tiap tangki, dihitung menggunakan persamaan sebagai berikut :

AI-13I = [(NT - NB)/(E.Y)] X Vtangki (Bq)

A = Aktivitas

NT= Cacah Total

NB = Cacah Latar

E = Efisiensi deteksi Spektrometri Gamma (cps/Bq)

Y =Kelimpahan Energi Gamma dari 1-131 (0.812) V =Volume

Dengan cara pengukuran tersebut diperoleh hasil sebagai berikut :

Tabel 2. Konsentrasi Limbah Cair (Drin) Pasien Terapi 1-131

Kod Konsentrasi 1-131


No Sampel Aktivitas Total (Bq)
e (Bq/I)
1 LC1 Limbah Cair 76031337 ± 39156 1624913928±83676
Tangki I 37
2 LC2 Limbah Cair 11181 ± 105 2004424±18795
Tangki II
Berdasarkan IAEA-TECDOC-l 000, "clearance level" pelepasan
radionuklida ke badan air untuk 1-131 adalah 1 x 107 Bq/tahun (8)

I. PEMBAHASAN
Rumah Sakit Umum Cipto Mangunkusumo dalam salah satu
kegiatan pelayanan medis menerapkan teknik kedokteran nuklir
menggunakan radioisotop iodine-131 (I-131) untuk terapi kelainan tiroid.
Pemilihan 1-131 untuk terapi di atas, berdasarkan beberapa pertimbangan
antara lain energi radiasi gamma cukup tinggi (E - 364 keV), dan harganya
relatif murah. Namun punya kekurangan yaitu waktu paruhnya cukup
panjang (- 8 hari) dan dapat lepas dari tubuh pasien melalui pemapasan
dan keringat, selain melalui ekresi utama lewat urin dan feces. Mengingat
kebutuhan pasien yang memerlukan pengobatan dengan 1-131 semakin
banyak, maka perlu dipikirkan kemungkinan mengembangkan pengolahan
limbah radioaktif terutama limbah cair berupa urin yang berasal dari
pasien yang menjalani pengobatan menggunakan 1-131.
Pasien yang menjalani pengobatan menggunakan 1-131 biasanya
menginap di rumah sakit selama 3-6 hari tergantung dari dosis yang
diberikan. Salah satu contoh pasien yang diberi 1-131 dengan dosis ±100
mCi, sehingga pasien tersebut harus berada di ruang khusus (menginap)
selama 3 hari. Selama 3 hari pasien membuang urinnya dikloset yang
terdapat di ruang khusus tersebut, urin ini masuk dan ditampung dalam
tangki-tangki yang terbuat dari fiber glass, masing-masing bervolume 250
liter. Masing masing tangki dihubungkan menjadi bejana berhubungan dan
diletakkan dengan posisi yang tingginya diatur secara bertingkat, sehingga
disebut tangki bersusun. Aliran limbah dibuat mengalir dari tangki I ke
tangki II, lalu dari tangki II ke tangki III, dan selanjutnya dari tangki III ke
tangki IV. Aliran limbah dirancang sedemikian rupa sehingga cairan
limbah yang terdahulu dapat mengalir ke tangki berikutnya, sedangkan
cairan limbah yang terbaru harus mengalami pencairan dengan cairan
limbah yang terdahulu, demikianlah setiap tangki dirancang dengan model
saluran yang sarna. Pada tangki ke III terdapat pelampung, pelampung ini
merupakan indikator yang dapat memberi tanda bahwa tangki IV sudah
berisi urin hal ini dapat dilihat pada lampu yang menyala, lampu ini
terdapat ditembok luar ruangan dimana terdapat tangki bersusun tersebut,
urin dari tangki ke IV ini dapat dibuang ke lingkungan setelah di ukur
aktivitasnya.
Dari Tabel 2. diatas terlihat bahwa aktivitas 1-131 pada tangki
penarnpungan limbah urin tinggi pada tangki I dan rendah pada tangki II.
Ini berarti desain penampungan limbah urin tersebut baik, sehingga
dimungkinkan membuang langsung ke lingkungan limbah urin dari tangki
penampungan ke 4 karena aktivitasnya rendah sekali. Secara praktis
tingkat paparan limbah yang akan di buang maksimum 2 kali paparan
background.
Untuk limbah radioaktif berbentuk padat (misal pakaian pasien) di
simpan di gudang khusus (Gambar 3.) hingga aktivitasnya meluruh dan
kemudian dicuci untuk digunakan kembali, sedangkan untuk limbah
sumber bekas dapat dikirim ke BATAN atau di kirim ke negara
pengekspor.
KESIMPULAN
Dari pembahasan di atas dapat disimpulkan bahwa limbah
radioaktif sudah ditangani sedemikian rupa sehingga masyarakat tidak
perlu khawatir akan akibat yang ditimbulkan oleh limbah tersebut. RSCM
terus mengembangan teknologi-teknologi yang sud<\~ada untuk
memperoleh teknologi pengolahan limbah radioaktif yang lebih baik lagi.
Perkembangan ini tetap mengacu pada standar-standar baku yang ada baik
standar nasional maupun intemasional : DEPKES, BAPETEN, BAT AN,
dan IAEA..
Pengolahan limbah radioaktif cair (urin) berupa tangki bertingkat
seperti yang terdapat di RSCM merupakan teknologi pengolahan limbah
cair (urin) yang sudah baik, sehingga dapat termonitor ketika akan di
buang ke lingkungan.
Sedangkan untuk pengolahan limbah radioaktif berupa sumber
bekas ada 3 altematif: 1. disimpan di gudang rumah sakit, 2. dikirim ke
BATAN (P2PLR) atau 3. diekspor kembali ke negara asalnya.
DAFTAR PUSTAKA
ABDUL RAHMAN ARIE W., 'Studi tentang Pengelolaan Sampah
Medis Rumah Sakit Anak dan Bersalin Harapan Kita, Jakarta, 2002.
M. ACHMAD, "Rumah Sakit Pengguna Nuklir sudah sediakan sarana
Pengolah Limbah",
http://www.kbw.go.id/humas/media%20massa/maretlmi29030 14.html
Undang-undang No.1 0 tahun 1997, tentang ketenaganukliran
DJAROT S. WISNUBROTO, "Pengelolaan Limbah Radioterapi di
BATAN",
Seminar Teknologi Keselamatan Radiasi dan Biomedika Nuklir II,
Jakarta, 4 September 2002.
Keputusan Presiden Nomor 76 tahun 1998 dan PP No.27 tahun 2002,
tentang pengelolaan limbah radioaktif.
IAEA-TECDOC-644 tahun 1992, tentang petunjuk pengelolaan limbah
radioaktif untuk aplikasi penggunaan zat radioaktif di bidang kedokteran,
penelitian dan industri.
Sumber gambar dari Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM).
IAEA-TECDOC-I000, "Clearance of Materials Resulting from the Use
of Radionuc1ides in Medicine, Industry and Research", February 1998.

Anda mungkin juga menyukai