Disusun oleh :
Amalia Sholiha (P27904116004) Nabila Puspita S (P27904116026)
Ayu Ma’rifatul Z (P27904116007) Nurmalia Dwi A (P27904116031)
Dwi Riski Suryani (P27904116011) Riska Sulistiyani (P27904116035)
Halinatus Sa’diah (P27904116020) Rizky Febriana (P27904116036)
Indah Sundari S (P27904116022) Yuliana (P27904116042)
Tingkat IV D4 Keperawatan
LIMBAH RADIOAKTIF
A. PENGERTIAN
Limbah radioaktif adalah jenis limbah yang mengandung atau
terkontaminasi radionuklida pada konsentrasi atau aktivitas yang melebihi
batas yang diijinkan (Clearance level) yang ditetapkan oleh Badan
Pengawas Tenaga Nuklir. Definisi tersebut digunakan di dalam peraturan
perundang-undangan. Pengertian limbah radioaktif yang lain
mendefinisikan sebagai zat radioaktif yang sudah tidak dapat digunakan
lagi, dan/atau bahan serta peralatan yang terkena zat radioaktif atau
menjadi radioaktif dan sudah tidak dapat difungsikan/dimanfaatkan. Bahan
atau peralatan tersebut terkena atau menjadi radioaktif kemungkinan
karena pengoperasian instalasi nuklir atau instalasi yang memanfaatkan
radiasi pengion.
3. IAEA
International Atomic Energy Agency (IAEA) adalah badan
internasiorial yang salah satu tugasnya mengeluarkan petunjuk tentang
pengelolaan limbah radioaktif untuk aplikasi penggunaan zat radioaktif
di bidang kedokteran, penelitian dan industri (IAEA-TECDOC-644
dan 1000), salah satu petunjuknya adalah bahwa seluruh radioisotope
yang digunakan dalam bidang kedokteran nuklir dan khususnya yang
digunakan untuk tujuan diagnosa dan terapi serta waktu paruhnya
relatif pendek, pengelolaannya bersifat dikelola sendiri (in house waste
management) dan dikirim ke tempat pengelolaan (centralised waste
management). Untuk limbah umur panjang, dalam hal ini sumber
bekas dikelola oleh badan yang telah ditetapkan di masing-masing
negara atau dikirim ke negara pemasokjika tidak terdapat badan yang
berhak mengelolanya.
A = Aktivitas
NB = Cacah Latar
I. PEMBAHASAN
Rumah Sakit Umum Cipto Mangunkusumo dalam salah satu
kegiatan pelayanan medis menerapkan teknik kedokteran nuklir
menggunakan radioisotop iodine-131 (I-131) untuk terapi kelainan tiroid.
Pemilihan 1-131 untuk terapi di atas, berdasarkan beberapa pertimbangan
antara lain energi radiasi gamma cukup tinggi (E - 364 keV), dan harganya
relatif murah. Namun punya kekurangan yaitu waktu paruhnya cukup
panjang (- 8 hari) dan dapat lepas dari tubuh pasien melalui pemapasan
dan keringat, selain melalui ekresi utama lewat urin dan feces. Mengingat
kebutuhan pasien yang memerlukan pengobatan dengan 1-131 semakin
banyak, maka perlu dipikirkan kemungkinan mengembangkan pengolahan
limbah radioaktif terutama limbah cair berupa urin yang berasal dari
pasien yang menjalani pengobatan menggunakan 1-131.
Pasien yang menjalani pengobatan menggunakan 1-131 biasanya
menginap di rumah sakit selama 3-6 hari tergantung dari dosis yang
diberikan. Salah satu contoh pasien yang diberi 1-131 dengan dosis ±100
mCi, sehingga pasien tersebut harus berada di ruang khusus (menginap)
selama 3 hari. Selama 3 hari pasien membuang urinnya dikloset yang
terdapat di ruang khusus tersebut, urin ini masuk dan ditampung dalam
tangki-tangki yang terbuat dari fiber glass, masing-masing bervolume 250
liter. Masing masing tangki dihubungkan menjadi bejana berhubungan dan
diletakkan dengan posisi yang tingginya diatur secara bertingkat, sehingga
disebut tangki bersusun. Aliran limbah dibuat mengalir dari tangki I ke
tangki II, lalu dari tangki II ke tangki III, dan selanjutnya dari tangki III ke
tangki IV. Aliran limbah dirancang sedemikian rupa sehingga cairan
limbah yang terdahulu dapat mengalir ke tangki berikutnya, sedangkan
cairan limbah yang terbaru harus mengalami pencairan dengan cairan
limbah yang terdahulu, demikianlah setiap tangki dirancang dengan model
saluran yang sarna. Pada tangki ke III terdapat pelampung, pelampung ini
merupakan indikator yang dapat memberi tanda bahwa tangki IV sudah
berisi urin hal ini dapat dilihat pada lampu yang menyala, lampu ini
terdapat ditembok luar ruangan dimana terdapat tangki bersusun tersebut,
urin dari tangki ke IV ini dapat dibuang ke lingkungan setelah di ukur
aktivitasnya.
Dari Tabel 2. diatas terlihat bahwa aktivitas 1-131 pada tangki
penarnpungan limbah urin tinggi pada tangki I dan rendah pada tangki II.
Ini berarti desain penampungan limbah urin tersebut baik, sehingga
dimungkinkan membuang langsung ke lingkungan limbah urin dari tangki
penampungan ke 4 karena aktivitasnya rendah sekali. Secara praktis
tingkat paparan limbah yang akan di buang maksimum 2 kali paparan
background.
Untuk limbah radioaktif berbentuk padat (misal pakaian pasien) di
simpan di gudang khusus (Gambar 3.) hingga aktivitasnya meluruh dan
kemudian dicuci untuk digunakan kembali, sedangkan untuk limbah
sumber bekas dapat dikirim ke BATAN atau di kirim ke negara
pengekspor.
KESIMPULAN
Dari pembahasan di atas dapat disimpulkan bahwa limbah
radioaktif sudah ditangani sedemikian rupa sehingga masyarakat tidak
perlu khawatir akan akibat yang ditimbulkan oleh limbah tersebut. RSCM
terus mengembangan teknologi-teknologi yang sud<\~ada untuk
memperoleh teknologi pengolahan limbah radioaktif yang lebih baik lagi.
Perkembangan ini tetap mengacu pada standar-standar baku yang ada baik
standar nasional maupun intemasional : DEPKES, BAPETEN, BAT AN,
dan IAEA..
Pengolahan limbah radioaktif cair (urin) berupa tangki bertingkat
seperti yang terdapat di RSCM merupakan teknologi pengolahan limbah
cair (urin) yang sudah baik, sehingga dapat termonitor ketika akan di
buang ke lingkungan.
Sedangkan untuk pengolahan limbah radioaktif berupa sumber
bekas ada 3 altematif: 1. disimpan di gudang rumah sakit, 2. dikirim ke
BATAN (P2PLR) atau 3. diekspor kembali ke negara asalnya.
DAFTAR PUSTAKA
ABDUL RAHMAN ARIE W., 'Studi tentang Pengelolaan Sampah
Medis Rumah Sakit Anak dan Bersalin Harapan Kita, Jakarta, 2002.
M. ACHMAD, "Rumah Sakit Pengguna Nuklir sudah sediakan sarana
Pengolah Limbah",
http://www.kbw.go.id/humas/media%20massa/maretlmi29030 14.html
Undang-undang No.1 0 tahun 1997, tentang ketenaganukliran
DJAROT S. WISNUBROTO, "Pengelolaan Limbah Radioterapi di
BATAN",
Seminar Teknologi Keselamatan Radiasi dan Biomedika Nuklir II,
Jakarta, 4 September 2002.
Keputusan Presiden Nomor 76 tahun 1998 dan PP No.27 tahun 2002,
tentang pengelolaan limbah radioaktif.
IAEA-TECDOC-644 tahun 1992, tentang petunjuk pengelolaan limbah
radioaktif untuk aplikasi penggunaan zat radioaktif di bidang kedokteran,
penelitian dan industri.
Sumber gambar dari Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM).
IAEA-TECDOC-I000, "Clearance of Materials Resulting from the Use
of Radionuc1ides in Medicine, Industry and Research", February 1998.