Anda di halaman 1dari 10

A.

Konsep Dasar ADHF


1. Pengertian
Acute Decompensated Heart Failure (ADHF) merupakan gagal jantung akut
yang didefinisikan sebagai serangan yang cepat (rapid onset) dari gejala-gejala
atau tanda-tanda akibat fungsi jantung yang abnormal. Disfungsi ini dapat berupa
disfungsi sistolik maupun diastolik, abnormalitas irama jantung, atau
ketidakseimbangan preload dan afterload. ADHF dapat merupakan serangan baru
tanpa kelainan jantung sebelumnya, atau dapat merupakan dekompensasi dari
gagal jantung kronik (chronic heart failure) yang telah dialami sebelumnya.
ADHF muncul bila cardiac output tidak dapat memenuhi kebutuhan metabolisme
tubuh (Smeltzer et al., 2010).
ADHF merupakan kependekan dari Akut Decompensated Heart Failure yang
berarti gagal jantung akut. Istilah ini sama dengan gagal jantung
atau ”Dekompensasi Cordis”. Decompensasi cordis secara sederhana berarti
kegagalan jantung untuk memompa cukup darah untuk mencukupi kebutuhan
tubuh. Dekompensasi kordis merupakan suatu keadaan dimana terjadi penurunan
kemampuan fungsi kontraktilitas yang berakibat pada penurunan fungsi pompa
jantung. Dari definisi di atas, diketahui bahwa kondisi cardiac output (CO) yang
tidak cukup terjadi karena kehilangan darah atau beberapa proses yang terkait
dengan kembalinya darah ke jantung. Suatu kondisi bila cadangan jantung normal
(peningkatan frekuensi jantung, dilatasi, hipertrophi, peningkatan isi sekuncup)
untuk berespon terhadap stress tidak adekuat untuk memenuhi kebutuhan
metabolik tubuh, jantung gagal untuk melakukan tugasnya sebagai pompa, dan
akibatnya gagal jantung (Price & Wilson, 2006).
2. Klasifikasi
Gagal jantung diklasifikasikan menurut American College of
Cardiology (ACC) dan American Heart Association (AHA) terbagi atas atas 4
stadium berdasarkan kondisi predisposisi pasien dan derajat keluhannya yaitu:
a. Stage A : Risiko tinggi gagal jantung, tetapi tanpa penyakit jantung struktural
atau tanda dan gejala gagal jantung. Pasien dalam stadium ini termasuk mereka
yang mengidap hipertensi, DM, sindroma metabolik, penyakit aterosklerosis
atau obesitas.
b. Stage B : penyakit jantung struktural dengan disfungsi ventrikel kiri yang
asimptomatis. Pasien dalam stadium ini dapat mengalami LV remodeling,
fraksi ejeksi LV rendah, riwayat IMA sebelumnya, atau penyakit katup jantung
asimptomatik.
c. Stage C : Gagal jantung simptomatis dengan tanda dan gejala gagal jantung
saat ini atau sebelumnya. Ditandai dengan penyakit jantung struktural,
dyspnea, fatigue, dan penurunan toleransi aktivitas.
d. Stage D : Gagal jantung simptomatis berat atau refrakter. Gejala dapat muncul
saat istirahat meski dengan terapi maksimal dan pasien memerlukan rawat
inap.
Sedangkan menurut New York Heart Association (NYHA) dibagi menjadi 4
kelas berdasarkan tanda dan gejala pasien, respon terapi dan status fungsional
yaitu:
a. Functional Class I (FC I) : asimptomatik tanpa hambatan aktivitas fisik.
b. Functional Class II (FC II) : hambatan aktivitas fisik ringan, pasien merasa
nyaman saat istirahat tetapi mengalami gejala dyspnea, fatigue, palpitasi atau
angina dengan aktivitas biasa.
c. Functional Class III (FC III) : hambatan aktivitas fisik nyata, pasien merasa
nyaman saat istirahat tetapi mengalami gejala dyspnea, fatigue, palpitasi atau
angina dengan aktivitas biasa ringan/
d. Functional Class IV (FC IV) : ketidaknnyamanan saat melakukan aktivitas fisik
apapun, dan timbul gejala sesak pada aktivitas saat istirahat.

3. Etiologi
a. Dekompensasi pada gagal jantung kronik yang sudah ada (kardiomiopati)
b. Sindroma koroner akut
1) Infark miokardial/unstable angina pektoris dengan iskemia yang bertambah
luas dan disfungsi sistemik
2) Komplikasi kronik IMA
3) Infark ventrikel kanan
c. Krisis Hipertensi
d. Aritmia akut (takikardia ventrikuler, fibrilasi ventrikular, fibrilasi atrial,
takikardia supraventrikuler, dan lain-lain)
e. Regurgitasi valvular/endokarditis/ruptur korda tendinae, perburukan regurgitasi
katup yang sudah ada.
f. Stenosis katup aorta berat
g. Tamponade jantung
h. Diseksi aorta
i. Kardiomiopati pasca melahirkan
j. Faktor presipitasi non kardiovaskuler
1) Volume overload
2) Infeksi terutama pneumonia atau septikemia
3) Severe brain insult
4) Pasca operasi besar
5) Penurunan fungsi ginjal
(Sjamsuhidayat, 2014)

4. Patofisiologi
ADHF dapat muncul pada orang yang sebelumnya menderita gagal jantung
kronik asimptomatik yang mengalami dekompensasi akut atau dapat juga terjadi
pada mereka yang tidak pernah mengalami gagal jantung sebelumnya. Etiologi
ADHF dapat bersumber dari kardiovaskuler maupun non kardiovaskuler. Etiologi
ini beserta dengan faktor presipitasi lainnya akan menimbulkan kelainan atau
kerusakan pada jantung yang diakibatkan oleh proses iskemia miokard atau
hipertropi remodeling otot jantung atau kerusakan katup jantung yang dapat
menyebabkan disfungsi ventrikel sehingga terjadi gangguan preload maupun
afterload sehingga menurunkan curah jantung. Bila curah jantung menurun, maka
tubuh akan mengeluarkan mekanisme neurohormonal untuk mengkompensasi
penurunan curah jantung. Mekanisme ini melibatkan sistem adrenergik, renin
angiotensin dan aldosteron sehingga terjadi peningkatan tekanan darah akibat
vasokonstriksi arteriol dan retensi natrium dan air.
Pada individu dengan remodeling pada jantungnya, mekanisme kompensasi
akan menempatkannya pada keadaan gagal jantung asimptomatik dimana
jantungnya telah mengalami disfungsi terutama ventrikel tetapi masih bisa
dikompensasi agar tetap dapat mempertahankan metabolisme dalam tubuh. Tetapi
bila telah mencapai ambang batas kompensasi, maka mekanisme ini akan
terdekompensasi sehingga muncul gejala klinis tergantung dari ventrikel yang
terkena sehingga muncul ADHF. Proses remodeling maupun iskemia miokard
akan menyebabkan kontraksi miokard menurun dan tidak efektif untuk memompa
darah. Hal ini akan menimbulkan penurunan stroke volume dan akhirnya terjadi
penurunan curah jantung.
Penurunan kontraktilitas miokard pada ventrikel kiri (apabila terjadi infark di
daerah ventrikel kiri) akan menyebabkan peningkatan beban ventrikel kiri. Hal ini
disebabkan karena penurnan kontraktilitas miokard disertai dengan peningkatan
venous return (aliran balik vena). Hal ini tentunya akan meningkatkan bendungan
darah di paru – paru. Bendungan ini akan menimbulkan transudasi cairan ke
jaringan dan alveolus paru sehingga terjadilah oedema paru. Oedema ini tentunya
akan menimbulkan gangguan pertukaran gas di paru – paru.
Sedangkan apabila curah jantung menurun, maka secara fisiologis tubuh akan
melakukan kompensasi melalui perangsangan sistem adrenergik dan RAA untuk
mempertahankan curah jantung ke arah normal. Sedangkan apabila tubuh tidak
mampu lagi melakukan kompensasi, maka penurunan curah jantung akan memicu
penurunan aliran darah ke jaringan berlanjut. Apabila terjadi penurunan aliran
darah ke ginjal, akan memicu retensi garam dan air oleh sistem renin angiotensin
aldosteron. Retensi ini akan menjadi lebih progresif karena tidak diimbangi
dengan peningkatan tekanan atrium kanan akibat proses dekompensasi, sehingga
terjadi kelebihan volume cairan yang berujung pada oedema perifer (Price &
Wilson, 2006).
5. Manifestasi Klinis
Menurut Bulechel (2013) tanda dan gejala ADHF antara lain:
a. Nyeri dada
b. Sesak napas (dyspnea), muncul saat istirahat atau saat beraktivitas (dyspnea on
effort).
c. Orthopnea.
d. Sesak muncul saat berbaring, sehingga memerlukan posisi tidur setengah
duduk dengan menggunakan bantal lebih dari satu.
e. Paroxysmal Nocturnal Dyspneu (PND) yaitu sesak tiba-tiba pada malam hari
disertai batuk- batuk.
f. Takikardi dan berdebar- debar yaitu peningkatan denyut jantung akibat
peningkatan tonus simpatik.
g. Batuk- batuk, terjadi akibat oedema pada bronchus dan penekanan bronchus
oleh atrium kiri yang dilatasi. Batuk sering berupa batuk yang basah dan
berbusa, kadang disertai bercak darah.
h. Mudah lelah (fatigue), terjadi akibat curah jantung yang kurang yang
menghambat jaringan dari sirkulasi normal dan oksigen serta menurunnya
pembuangan sisa katabolisme. Juga terjadi akibat meningkatnya energi yang
digunakan untuk bernafas dan insomnia yang terjadi akibat distres pernafasan
dan batuk.
i. Adanya suara jantung P2 , S3, S4 menunjukkan insufisiensi mitral akibat
dilatasi bilik kiri atau disfungsi otot papilaris.
j. Oedema (biasanya pitting edema) yang dimulai pada kaki dan tumit dan secara
bertahap bertambah ke atas disertai penambahan berat badan.
k. Hepatomegali, terjadi akibat pembesaran vena di hepar.
l. Ascites, bila hepatomegali ini berkembang, maka tekanan pada pembuluh
portal meningkat sehingga cairan terdorong keluar rongga abdomen.
m. Nokturia (rasa ingin kencing di malam hari), terjadi karena perfusi ginjal dan
curah jantung akan membaik saat istirahat.

Menurut The Consensus Guideline in The Management of Acute


Decompensated Heart Failure tahun 2006, manifestasi klinis ADHF antara lain:
a. Volume Overload
1) Dipsnea saat melakukan kegiatan
2) Orthopnea
3) Paroxysmal nocturnal dypsnea (PND)
4) Ronkhi
5) Nyeri dada
6) Cepat kenyang
7) Mual dan muntah
8) Hepatosplenomegali, hepatomegali, atau splenomegali
9) Distensi vena jugularis
10) Reflex hepatojugular
b. Hipoperfusi
1) Kelelahan
2) Perubahan status mental
3) Penyempitan tekanan nadi
4) Hipotensi
5) Ekstremitas dingin
6) Perburukan fungsi ginjal
6. Pemeriksaan Penunjang
a. Laboratorium:
1) Hematologi: Hb, Ht, Leukosit
2) Elektrolit: K, Na, Cl, Mg
3) Enzim Jantung (CK-MB, Troponin, LDH)
4) Gangguan fungsi ginjal dan hati: BUN, Creatinin, Urine Lengkap, SGOT,
SGPT.
5) Gula darah
6) Kolesterol, trigliserida
7) Analisa Gas Darah

b. Elektrokardiografi, untuk melihat adanya:


1) Penyakit jantung koroner: iskemik, infark
2) Pembesaran jantung (LVH: Left Ventricular Hypertrophy)
3) Aritmia
4) Perikarditis
c. Foto Rontgen Thoraks, untuk melihat adanya:
1) Edema alveolar
2) Edema interstitiels
3) Efusi pleura
4) Pelebaran vena pulmonalis
5) Pembesaran jantung
d. Echocardiogram
Menggambarkan ruang-ruang dan katup jantung.
(Bulechek, 2013)

7. Penatalaksanaan
Menurut Mansjoer (2009) tujuan dasar penatalaksanaan pasien dengan gagal
jantung adalah:
a. Mendukung istirahat untuk mengurangi beban kerja jantung.
b. Meningkatkan kekuatan dan efisiensi kontraksi jantung dengan bahan-bahan
farmakologis.
c. Menghilangkan penimbunan cairan tubuh berlebihan dengan terapi diuretik,
diet dan istirahat.
d. Menghilangkan faktor pencetus (anemia, aritmia, atau masalah medis
lainnya).
e. Menghilangkan penyakit yang mendasarinya baik secara medis maupun
bedah.
Penatalaksanaan sesuai klasifikasi gagal jantung adalah sebagai berikut:
a. FC I: Non farmakologi.
b. FC II & III: Diuretik, digitalis, ACE inhibitor, vasodilator, kombinasi
diuretik, digitalis.
c. FC IV: Kombinasi diuretik, digitalis, ACE inhibitor seumur hidup.
Terapi non farmakologis meliputi:
a. Diet rendah garam (pembatasan natrium).
b. Pembatasan cairan.
c. Mengurangi berat badan.
d. Menghindari alcohol.
e. Manajemen stress.
f. Pengaturan aktivitas fisik
Terapi farmakologis meliputi:
a. Digitalis, untuk meningkatkan kekuatan kontraksi jantung dan
memperlambat frekuensi jantung. Misal : digoxin.
b. Diuretik, untuk memacu ekskresi natrium dan air melalui ginjal serta
mengurangi edema paru. Misal : furosemide (lasix).
c. Vasodilator, untuk mengurangi impedansi (tekanan) terhadap
penyemburan darah oleh ventrikel. Misal: natrium nitropusida,
nitrogliserin.
d. Angiotensin Converting Enzyme inhibitor (ACE inhibitor) adalah agen
yang menghambat pembentukan angiotensin II sehingga menurunkan
tekanan darah. Obat ini juga menurunkan beban awal (preload) dan beban
akhir (afterload). Misal: captopril, quinapril, ramipril, enalapril,
fosinopril,dll.
e. Inotropik (Dopamin dan Dobutamin). Dopamin digunakan untuk
meningkatkan tekanan darah , curah jantung dan produksi urine pada syok
kardiogenik. Dobutamin menstimulasi adrenoreseptor di jantung sehingga
meningkatkan kontraktilitas dan juga menyebabkan vasodilatasi sehingga
mengakibatkan penurunan tekanan darah. Dopamin dan dobutamin sering
digunakan bersamaan.
8. Pathway
Menimbulkan faktor ventrikel: - Asupan garam ↑
Faktor predisposisi areri koronenr, hipertensi, - ketidakpatuhan menjalani
dan pencetus kardiomiopati, penyakit pengobatan anti gagal jantung
- IMA
pembuluh darah, penyakit
- Hipertensi
jantung kongenital, aritmia - Aritmia akut
- Demam atau infeksi
- Emboli paru
Keadaan yang membatasi - Anemia
pengisian ventrikel: - Tirotoksikosis
stenosis mitral, - Kehamilan
kardiomiopati, penyakit - Endokarditis inefektif
perikardial, infeksi, infark

- Hilangnya Beban Preload>kapasitas Kebutuhan Gangguan aliran


jaringan kontraktil berlebihan ventrikel (diastolic metabolik ↑ venous return
- Miokarditis overload)

Kebutuhan Hambatan
Kotraktilitas Beban sistolik > sirkulasi tubuh ↑ pengisian ventrikel
V dan P akhir
miokard ↓
kemampuan diastolik dalam
ventrikel (sistolic ventrikel ↑
Kerja jantung Output
overload)
Stroke volume dan maksimal ventrikel ↓
cardiac output ↓
Kontraktilitas
CO ↓ CO ↓

Hambatan pengosongan Kebutuhan belum terpenuhi


ventrikel

CO ↓
Beban Jantung ↑

Penurunan curah
jantung
Gagal jantung

Gagal pompa ventrikel kiri Backward failure Gagal pompa ventrikel kanan

Forward failure Renal flow ↓ ↑ LVED Tekanan


diastole ↑

Suplai darah Suplai O2 ke ↑ RAA Tekanan vena


jaringan ↓ otak ↓ pulmonal ↑ Bendungan atrium kanan
Aldosteron ↑
Metabolisme Sinkop Tekanan Bendungan vena sistemik,
anaerob penimbunan asam laktat
kapiler paru ↑
ADH ↑

↓ ATP ↓ perfusi Edema Beban vent Lien Hepar


jaringan Retensi Na + paru kanan ↑
H2O
Splenom Hepato
Fatigue
Terdapat Hipertropi egali megali
Risiko tinggi kelebihan jarak (cairan vent kanan
Intoleransi aktivitas volume cairan ↑) antara
alveolus- Mendesak
Penyempitan diafragma
kapiler
vent kanan
Kelemahan fisik
Sesak napas
Gangguan
Ketidakmampuan pertukaran gas
menjalankan
Ketidakefektifan pola
ibadah
napas

Disstress Kondisi dan


spiriual prognosis penyakit

Ansietas Kurang Pengetahuan

Peningkatan asam Nyeri di area dada Nyeri akut


laktat

Anda mungkin juga menyukai