Anda di halaman 1dari 4

Melilitkan kain di kepala menjadi ciri khas kaum adam di daratan Melayu.

Bentuk kain
bisa beragam, seni melilitkannya juga cukup variatif.Kain yang dililitkan di kepala itu
dinamakan Tanjak. Ibarat kaum pria Jawa memakai blangkon, sebagai simbol adat Jawa, yang
sudah sangat populer di Indonesia. Keberadaan Tanjak di daratan Melayu juga sebagai ciri khas
sejak bumi terbentang.

Kini, di berbagai daerah kembali mempopulerkan yang menjadi ciri dan simbol adat
tersebut. Seperti di kabupaten Siak, pupati, pejabat hingga anak muda kembali gemar memakai
tanjak. Tentu saja dengan bentuk dan variasi yang sudah dimodifikasi. Kenapa kaum pria
Melayu Siak memakai Tanjak? Tentu mempunyai alasan yang mengakar jika dirunut dari sejarah
dan fungsinya. Sebenarnya, Tanjak dianggap lambang kewibawaan di kalangan masyarakat
Melayu. Semakin tinggi dan kompleks bentuknya, menunjukkan semakin tinggi pula status
sosial sipemakainya.

Ketua Majlis Kerapatan Adat Lembaga Adat (MKA) Melayu Riau (LAMR) Kabupaten
Siak, Zulkifli ZA menerangkan, tanjak biasa dipakai masyarakat Melayu di seluruh lapisan kelas
sosial, baik di lingkungan kerajaan sebagai kalangan bangsawan maupun pada lapisan
masyarakat kelas bawah."Begitu seorang pria meninggalkan rumah, biasa ia mengenakan tanjak.
Fungsinya sebagai penutup kepala dari gangguan udara maupun reranting kayu. Awalnya
berbentuk ikat biasa, lama kelamaan cukup variatif dan gaya," kata dia, Jumat (3/2/2017).

Pembuatan tanjak yang lebih berkreasi digagas oleh orang Melayu dahulu yang aktif di
bidang gerak tangan. Kreasi yang muncul pada awalnya diberi nama tebing runtuh, belalai gajah,
pial ayam, elang menyongsong angin dan lain sebagainya. Penamaan itu juga menyesuaikan
bentuk tanjak yang dibuat. Sehingga sangat populer di dunia Melayu."Sayangnya sekarang,
tanjak atau disebut juga dengan ikat, yang dibuat pada zaman kerajaan memang sangat sulit
ditemukan," kata dia.

Sedangkan bentuknya, ada juga disebut dengan ikat sabelit. Di lingkungan Kerajaan
Siak, dulu, yang cukup terkenal adalah ikat Pial Ayam. Ini biasa dipakai para panglima.
Sedangkan ikat Elang Menyongsong Angin biasa dipakai oleh Datuk Limapuluh. Khusus untuk
Datuk Pesisir, ciri khasnya adalah ikat Hangtuah."Ikat Elang Menyongsong Angin ini
melambangkan kebijaksanaan dan kecermatan elang dalam memainkan gerak angin. Sementara
ikat Hang Tuah melambangkan ketegasan," kata dia. Selain bentuk, warna juga sangat beragam.
Zulkifli menjelaskan, tanjak adat biasanya berwarna hitam, sedangkan untuk pengantin
disesuaikan dengan pakaian. "Biasanya ikat pengantin itu ikat Hangtuah, namun sekarang
banyak yang meniru ikat Dendam Tak Sudah yang populer di Malaysia," kata Sang Datuk.
Meski demikian, kaum adat mendukung penuh kebijakan Bupati Siak Syamsuar yang
menerapkan pemakaian tanjak di lingkungan pemerintahan, minimal 3 kali seminggu.

Kata dia, pada dasarnya pemakaian tanjak dan baju Melayu akan memberikan
kewibawaan dan dampak psikologis bagi pemakainya. Namun, ia mengingatkan agar pemakaian
tanjak di lingkungan pemerintahan tersebut tetap disesuaikan dengan ketentuan-ketentuan adat
berlaku. "Saya mendukung kebijakan bupati Siak sebagai pioner menggalakkan kembali budaya
bertanjak di Provinsi Riau. Sebab kita sudah punya Grand Design Kebudayaan Melayu," kata
dia.
Untuk ASN ia menyarankan agar tidak memakai tanjak yang terlampau tinggi. Supaya dapat
dibedakan mana yang tanjak adat dengan pakaian harian mana tanjak adat yang dipakai pada
hari-hari tertentu. "Ikatnya bisa ikat Pial Ayam atau Elang Menyongsong Angin yang
disederhanakan," sebutnya.

Sementara itu, Syamsuar mengatakan, tanjak digalakkan kembali untuk melestarikan


benda simbolil yang menjadi identitas kebudayaan Melayu di tengah masyarakat. Karena
sebelumnya pihaknya sudah menggerakan pemakaian busana dan penggunaan bahasa Melayu.

Tengkolok : Lilitannya meruncing ke atas, lilitan berlapis (tebal), kainnya bermutu.

Destar : Lilitannya rendah dan nipis.

Tanjak : Lilitannya macam tengkolok, tetapi lebih ringkas dan nipis.

Dendam Tak Sudah


Belalai Gajah
Setanjak Balung Raja
Sarang Kerengga
Sekelungsung Bunga
Ketam Budu
Kacang Dua Helai Daun
Solok Timba
Mumbang Belah Dua
Sekolongsang Bunga
Cogan Daun Kopi
Balung Ayam
Ayam Patah Kepak
Pucuk Pisang
Buana
Sering
Getam Pekasam
Anak Gajah Menyusu
Pari Mudek
Lang Menyusur/Menyonsong Angin
Lang Melayang

Anda mungkin juga menyukai