Anda di halaman 1dari 3

"Sampah Cermin Kedisiplinan Masyarakat"

Kita tentu pernah mengunjungi beberapa kota dengan kesan yang berbeda-beda. Kota-
kota itu ada yang tampak bersih, rapi, dan indah. Usaha mempercantik kota telah menjadi
program setiap pemerintahan daerah setempat dan masyarakatnya. Wajah-wajah kota dipoles
dengan tujuan agar tampak lebih cantik, menarik, menggairahkan, serta agar terciptanya
kesehatan.

Sebaliknya kita juga pernah melihat kondisi kota yang berlawanan. Kondisi kota yang
kotor dan tidak menarik, misalnya bungkus-bungkus rokok dan sobekan surat kabar
berceceran, aneka warna plastik, dan berbagai macam jenis sampah yang lain berserakan di
tanah. Keadaan itu, disebabkan oleh ulah anggota masyarakat yang belum memahami akan
pentingnya kebersihan. Beberapa hal lain yang dapat dicontohkan, misalnya para pedagang
makanan yang membuang sampah usahanya di sembarang tempat. Di antara pedagang-
pedagang itu ada yang membuang air pembersih piring dan mangkuk di tempat-tempat umum.
Mereka pun ada yang meletakkan sampah-sampahnya di tepi jalan. Akhirnya, sampah-sampah
itu memberntuk anggolan sampah yang menjijikan. Keadaan ini tentu tidak menarik bagi siapa
saja yang melihatnya. Selain itu, keadaan ini juga akan mengurangi tingkat kesehatan
masyarakat.

Masalah sampah sangat erat kaitannya dengan sikap kedisiplinan masyarakat.


Beberapa kota besar dan kecil sudah mencoba memelopori cara-cara penanggulangan sampah
dengan sistem denda. Siapa saja yang membuang sampah di tempat yang tidak semestinya,
akan dikenakan denda. Mereka harus membayar sejumlah uang. Sistem denda sebenarnya
kurang baik, namun realita menyatakan lain. Pemberlakuan sistem denda bagi pelanggar
kebersihan ternyata berhasil membebaskan kota dari ancaman sampah. Salah satu contoh,
yaitu Bangil sebuah kota kecil yang tampak sangat menyenangkan. Kita akan sangat senang
bila berada di tengah kota itu karena bersih dan sehat. Kotak-kotak sampah dipasang di tepi-
tepi jalan. Tidak ada sedikitpun sampah yang tercecer di tanah. Semua orang yang melewati
kota itu secara spontan ikut menjaga kebersihan kota. Mereka seakan-akan menerima amanat
untuk menjaga kebersihan lingkungan. Lingkungan bersih itu merupakan cermin kedisiplinan
masyarakat setempat yang dapat ditiru oleh siapa pun.

Oleh Nursisto
“Gunung Galunggung"

Gunung Galunggung merupakan gunung berapi dengan ketinggian 2.167 m di atas


permukaan laut, terletak sekitar 17 km dari pusat Kota Tasikmalaya. Berdasarkan catatan
sejarah, Gunung Galunggung telah beberapa kali meletus. Gunung Galunggung tercatat pemah
meletus pada tahun 1882. Thnda-tanda awal letusan diketahui pada bulan JuIi 1872, yaitu air di
daerah Cikunir menjadi keruh dan berlumpur. Hasil pemeriksaan kawah menunjukkan bahwa
air keruh tersebut panas dan kadang muncul kolom asap dari dalam kawah. Kemudian pada 8
Oktober s.d. 17 Oktober, letusan menghasilkan hujan pasir kemerahan yang sangat panas, abu
halus, awan panas, serta lahar.

Aliran lahar bergerak ke arah tenggara mengikuti aliran-aliran sungai. Letusan ini
menewaskan 4.011 jiwa dan menghancurkan 114 desa, dengan kerusakan lahan ke arah timur
dan selatan sejauh 40 km dari puncak gunung. Letusan berikutnya terjadi pada tahun 1894. Di
antara tanggal 7-9 Oktober, terjadi letusan yang menghasilkan awan panas. Lalu tanggal 27
dan 30 Oktober, terjadi lahar yang mengalir pada alur sungai yang sama dengan lahar yang
dihasilkan pada letusan 1872. Letusan kali ini menghancurkan 50 desa, sebagian rumah
ambruk karena terrimpa hujan abu. Pada 6 Juli 1918, letusan berikutnya terjadi. Letusan kali ini
menghasilkan hujan abu setebal 2-5 mm yang terbatas di dalam kawah dan lereng selatan.
Pada 9 Juli, tercatat pemunculan kubah lava di dalam danau kawah setinggi 85 m dengan
ukuran 560 x 440 m yang kemudian dinamakan Gunung Jadi. Letusan terakhir terjadi pada 5
Mei 1982 disertai suara dentuman, pijaran api, dan kilatan halilintar. Kegiatan letusan
berlangsung selama 9 bulan dan berakhir pada 8 Januari 1983.

Selama periode letusan ini, sekitar 18 orang meninggal, sebagian besar karena
sebab tidak langsung (kecelakaan lalu lintas, usia tua, kedinginan dan kekurangan pangan).
Perkiraan kerugian sekitar 1 milyar rupiah dan 22 desa ditinggal tanpa penghuni. Letusan pada
periode ini juga telah menyebabkan berubahnya peta wilayah pada radius sekitar 20 km dari
kawah Galunggung, yaitu mencakup Kecamatan Indihiang, Kecamatan Sukaratu dan
Kecamatan Leuwisari. Perubahan peta wilayah tersebut lebih banyak disebabkan oleh
terputusnya jaringan jalan dan aliran sungai serta area perkampungan akibat melimpahnya
aliran lava dingin berupa material batuan-kerikil-pasir.

Pada periode pasca letusan (yaitu sekitar tahun 1984-1990) merupakan masa
rehabilitasi kawasan bencana, yaitu dengan menata kembali jaringan jalan yang terputus,
pengenrkan lumpur/pasir pada beberapa aliran sungai dan saluran irigasi (khususnya Cikunten
I), kemudian dibangunnya check dam (kantong lahar dingin) di daerah Sinagar sebagai
"benteng" pengaman melimpahnya banjir lahar dingin ke kawasan Kota Tasikmalaya. Pada
masa tersebut, juga dilakukan elaploitasi pemanfaatan pasir galunggung yang dianggap
berkualitas untuk bahan material bangunan maupun korstruksi jalan raya. Saat ini, Gunung
Galunggung dapat diladlkan objek wisata. Kebanyakan pengunjung objek wisata Galunggung
adalah wisatawan lokal. Sementara wisatawan dari mancanegara masih di bawah hitungan 100
orang rata-rata per tahun. Rata-rata wisatawan dalam maupun luar negeri yang berkunjung ke
Gunung Galunggung berjumlah 7l3.382 orang per tahun. Melihat potensi daya tarik yang
mungkin digali, serta posisi geografis yang cukup srrategis, serta memiliki kekhasan dari kondisi
alamnya objek wisata Gunung Galunggung cukup potensial untuk dijual kepada wisatawan
mancanegara. Namun, objek wisata tersebut belum dikemas dalam paket wisata profesional.
Sumber: wikipedia Indonesia

Anda mungkin juga menyukai