Disusun Oleh:
TEKNIK PENGAIRAN
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
2021
STUDI KASUS ALIRAN DEBRIS ERUPSI GUNUNG
KELUD
I. Pendahuluan
Indonesia adalah negara yang paling sering terjadi bencana alam dengan
berbagaijenisnya. Sekitar 13% gunung berapi yang ada di dunia berada di negara
Indonesia dengansemuanya berpotensi menimbulkan bencana alam pada intensita
dan kekuatan yang berbeda-beda (Belanawane, 2015 dalam (Sukmana, 2018). Di
Indonesia terdapat 127 Gunung api yang masih aktif. Gunung Api tersebut
terbaggi menjadi 3 tipe, pertama gunung tipe A dengan jumlah 76, gunung tipe B
dengan jumlah 30, dan gunung tipe C dengan jumlah 21. Sebanyak 19 gunung api
tipe A berlokasi di Jawa Timur dengan salah satunya adalah Gunung Kelud yang
terletak diantara kabupaten Kediri, Kabupaten Blitar, dan Kabupaten Malang
(Syiko, Rachmawati, & Rachmansyah, 2014). Gunung Kelud meletus
menimbulkan banyak kerugian bukan hanya berdampak untuk masyarakat
sekitarnya, tetapi letusan abu sampai Jawa Barat dan menutup langit sehingga
mengganggu penerbangan (Saputra, Alfaritdzi and Kriswibowo, 2020).
Berdasarkan Badan Nasional Penanggulangan Pencana (BNPB) akibat dari erupsi
Gunung Kelud korban meninggal berjumlah 7 orang yang semuanya berasal dari
Kabupaten Malang. Korban yang mengalami luka-luka sebanyak 1.423 orang, dan
sebanyak 31 menjalani rawat inap. Jumlah pengungsi pada tanggal 17 Februari
2014 sebanyak 87.629 (BNPB, 2014).
Waduk Wlingi adalah salah satu waduk pada aliran S. Brantas terletak di Kab.
Blitar, dibangun tahun 1975 – 1977, dimanfaatkan untuk penyediaan air irigási
dan PLTA. Pada saat ini volume efektif air waduk 3,348 juta m3 atau 64% dari
volume efektif rencana sebesar 5,2 juta m3 sehingga debit air untuk irigasi
berkurang dan daya listrik yang dihasilkan lebih kecil dari yang direncanakan.
(Sumaryono and Puspitosari, 2011)
Dalam periode 19 tahun dari 1979 sampai 1998, volume air waduk
menurun drastis dari volume total rencana sebesar 24 juta m3 pada tahun 1979,
menjadi 4,454 juta m3 pada tahun 1998. Hal ini menunjukkan bahwa telah
terjadi penurunan volume waduk sebesar 81,5% dari volume total rencana
selama kurun waktu 19 tahun setelah waduk beroperasi.
Bendungan Wlingi dibangun pada tahun 1975 – 1977 berfungsi untuk menyuplai
air irigasi untuk 13.600 ha sawah serta menghasilkan daya sebesar 188 juta
KWH/jam. Kapasitas tampungan mati didesain sebesar 18,8 juta m3, dan
tampungan efektif sebesar 5,2 juta m3. Dengan memiliki kapasitas tampungan
mati yang cukup besar waduk Wlingi akan mampu menampung sedimen dengan
jumlah besar, dan memiliki usia guna yang panjang. Namun pada tahun 2011
kapasitas tampungan tersebut menyusut hingga tersisa 0,98 juta m3. Kondisi
tersebut disebabkan meningkatnya angkutan sedimen yang masuk ke waduk serta
efek dari erupsi gunung kelud (1990, 2007, dan 2014). Kondisi saat ini sedimen
yang ada sudah mempengaruhi pola operasi waduk Wlingi, meskipun sedimen
belum menutupi intake untuk PLTA.
Masalah yang ada akan bertambah pelik ketika sedimen cukup banyak dan
mengganggu. Untuk Waduk wlingi intake irigasi berada pada elevasi yang cukup
tinggi sehingga pengaruh sedimen tidak begitu berarti, namun berbeda untuk
fungsi pengendalian banjir dan PLTA yang sangat sensitif terhadap jumlah
kapasitas tampungan waduk sedimen yang melebihi tampungan mati atau bahkan
mendekati kapasitas tampungan mati akan berpengaruh pada tinggi jatuh yang
dihasilkan oleh tampungan dan berpengaruh pula pada pengendalian banjir serta
kemampuan Waduk dalam mempertahankan volume air yang ada. Imbas dari
terbuangnya air melalui spillway tidak hanya merugikan PLTA saja karena
berkurangnya daya yang dihasilkan namun juga berpeluang merugikan pengelola
dari segi ekonomi. Mutlak penanganan sedimen di Waduk harian tidak bisa
dipandang sebelah mata karena sensitifitas volume tampungan Waduk akan
berimbas pada kemampuan atau daya guna waduk tersebut dalam memenuhi
segala tujuan yang direncanakan. Pola operasi yang ada pun tidak bisa dipaksakan
penggunaannya jika Waduk tidak memiliki kemampuan dalam memenuhi
tujuannya hal ini akan berimbas pada kondisi pengguna air waduk dan bisa
menjadi Efek domino dalam kesejahteraan masyarakat
III. Analisa penyebab/ mekanisme masalah
Melihat begitu besar dampak dari sedimentasi aliran debris ini, maka perlu adanya
penanganan untuk mengurangi sedimentasi aliran debris tersebut. Berikut
beberapa rekomendasi penangan sedimentasi aliran debris yang dapat dilakukan :