Makalah ini telah dibuat dengan bantuan dari berbagai pihak dalam membantu
menyelesaikan penyusunan makalah ini. Oleh karena itu, penyusun mengucapkan terima
kasih kepada Bapak Dr. Dadan Ramdani, S.E, Ak., M.Si., CA. selaku dosen mata kuliah
Aspek Hukum, yang telah membimbing penyusun dalam pembuatan makalah ini.
Penyusun menyadari bahwa masih ada kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun
tata bahasa dalam makalah kami. Oleh karena itu penyusun berharap pembaca untuk
memberikan saran serta kritik yang bersifat membangun. Kritik dan saran dari pembaca
sangat penyusun harapkan.
Kami berharap semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan pengalaman bagi para
pembaca khususnya para mahasiswa Universitas Sultan Ageng Tirtayasa mengenai Hukum
Kekayaan Intelektuan dan Hukum Ketenagakerjaan.
i
DAFTAR ISI
ii
BAB I PENDAHULUAN
1.1Latar Belakang
Setiap ide-ide yang cemerlang dan kreatif yang tercipta dari seseorang atau
sekelompok orang sebagai bentuk dari kemampuan intelektual manusia yang berguna dan
memberi dampakbaik dari berbagai aspek perlu di akui dan perlu dilindungi, agar ide-ide
cemerlang dan kreatifyang telah diciptakan tidak diklaim atau di bajak oleh pihak lain. Untuk
itu diperlukan wadahyang dapat membantu dan menaungi ide-ide cemerlang dan kreatif
tersebut. Untuk tingkatinternasional organisasi yang mewadahi bidang HAKI (Hak atas
1
Salah satu permasalahan yang sering muncul dalam hubungan kerja adalah
permasalahan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK). Berakhirnya hubungan kerja bagi tenaga
kerja berarti kehilangan mata pencaharian yang berarti pula permulaan masa pengangguran
dengan segala akibatnya, sehingga untuk menjamin kepastian dan ketentraman hidup tenaga
kerja seharusnya tidak ada pemutusan hubungan kerja. Akan tetapi dalam kenyataannya
membuktikan bahwa pemutusan hubungan kerja tidak dapat dicegah seluruhnya.
1.3 Tujuan
2
8. Menjelaskan pengertian rahasia dagang
Hukum ketenaga kerjaan
1. Menjelaskan pengertian dan kedudukan hukum ketenaga kerjaan
2. Menjelaskan hukum positif di bidang ketenaga kerjaan
3. Menjelaskan kerja dan perjanjian kerja dalam hubungan kerja
4. Menjelaskan penyelesaian perselisihan hubungan industrial
1.4 Manfaat
3
BAB II PEMBAHASAN
2.1 PENGERTIAN
Kalau kita bicara mengenai Kekayaan Intelektual (KI), maka kita sulit untuk
mendefinisikan, meskipun uraian mengenai K1 dapat digambarkan secara umum
Secara umum terdapat tiga jenis benda yang dapat dijadikan sebagai kekayaan atau
hak milik, yaitu :
1. Benda bergerak, seperti emas, perak, kopi, teh, alat-alat elektronik, peralatan
telekomunikasi dan informasi, dan semacamnya;
2. Benda tidak bergerak, seperti tanah, toko, dan pabrik; dan
3. Benda tidak berwujud, seperti paten, merek, hak cipta.
KI masuk ke dalam bagian benda tidak berwujud. Berbeda dengan hak-hak kelompok
pertama dan kedua yang sifatnya berwujud, KI sifatnya tidak berwujud, berupa informasi,
ilmu pengetahuan, teknologi. seni, sastra, keterampilan, dan sebagainya yang tidak
mempunyai ben- tuk tertentu.
Kata "milik" menunjuk kepada kekayaan yang berupa hak yang mendapat
perlindungan hukum, orang lain tidak diperbolehkan atau dilarang menggunakan haknya
tanpa seizin dari pemiliknya. Kata "inte-lektual" mencerminkan bahwa objek kekayaan
intelektual tersebut adalah kecerdasan, daya pikir atau produk pemikiran manusia (the
creations of human mind, WIPO, 1988: 3) dalam bentuk ekspresi, ciptaan dan penemuan di
bidang teknologi dan jasa. KI dihasilkan oleh kemampuan sumber daya manusia, sehingga
dengan demikian KI ini tidak dapat dipisahkan dengan sumber daya manusia. Kekayaan
tersebut dilindungi oleh hukum sebagai hak milik. Hak Milik Intelektual adalah hak timbul
dari kemampuan berpikir atau olah pikir yang menghasilkan suatu produk atau proses yang
berguna untuk manusia.
4
2.2 DASAR HUKUM
5
3. Indikasi geografis
4. Rancangan industri;
5. Paten;
6. Desain layout dari sirkuit terpadu;
7. Perlindungan terhadap rahasia dagang (undisclosed information);
8. Pengendalian praktik-praktik persaingan tidak sehat dalam perjanjian lisensi.
Pembagian lainnya menurut para ahli adalah dengan mengelompokkannya dalam dua
cabang besar yaitu:
1. Hak cipta (copyright) beserta hak-hak berkaitan dengan hak cipta (neighboring
rights), dan
2. Hak milik perindustrian atau hak atas kekayaan perindustrian (industrial property
right)
Pada Pasal 1 angka 1 UU Hak Cipta No. 28 Tahun 2014 (UUHC) disebutkan bahwa:
"Hak Cipta adalah hak eksklusif pencipta yang timbul secara otomatis berdasarkan prinsip deklaratif
setelah suatu ciptaan diwujudkan dalam tentuk nyata tanpa mengurangi pembatasan sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan"
Dalam Pasal 1 angka 2 UUHC yang disebut sebagai pencipta adalah seorang atau
beberapa orang yang secara sendiri-sendiri atau bersama sama menghasilkan suatu ciptaan
yang bersifat khas dan pribadi. Yang dimaksud ciptaan menurut Pasal 1 angka 3 adalah:
setiap
Hasil karya cipta di bidang ilmu pengetahuan, seni, dan sastra yang dihasilkan atas
inspirasi, kemampuan, pikiran, imajinasi, kecekatan, keterampilan, atau keahlian yang
diekspresikan dalam bentuk nyata. Setiap ciptaan pasti ada pemilik atau pemegang hak
ciptanya. Pemegang hak cipta sesuai dengan Pasal 1 angka 4 adalah:
6
Hukum KI akan melidungi seorang pengarang buku dari perbuatan penjiplakan yang
dilakukan orang lain tanpa izin. Apabila buku tersebut dijiplak, maka pengarang buku itu
dapat menuntut siapa pun yang menjiplak buku itu ke pengadilan dan menuntut kompensasi
atas kerugianyang dideritanya atau keuntungan yang telah dihasilkan oleh si pelaku penjiplak.
Pengarang juga dapat meminta penetapan sementara pengadilan untuk mencegah terjadinya
penjualan lebih lanjut atas barang-barang yang berasal dari perbuatan yang melanggar
hukum.
Dalam hak cipta dikenal ada dua hak, yaitu hak ekonomi (economic rights) dan hak
moral (moral right). Hak ekonomi adalah hak untuk mendapatkan segala kemanfaatan secara
ekonomis atas ciptaan serta produk hak terkait. Hak moral adalah hak yang melekat pada diri
pencipta atau pelaku yang tidak dapat dihilangkan atau dihapus dengan apa pun, walaupun
hak cipta atau hak terkait tersebut telah dialihkan.
Dalam hak cipta terdapat hak eksklusif yang berarti bahwa hak ter- sebut hanya
diberikan kepada pencipta dan tidak diberikan selain kepada pencipta. Hak-hak tersebut
meliputi:
Pemanfaatan hak yang dilakukan oleh pihak lain baru bisa setelah mendapatkan atau
memperoleh izin dari penciptanya.
Hak cipta sekarang diatur dengan Undang Undang Nomor 28 Ta- hun 2014 tentang
Hak Cipta atau UUHC 2014. Di Indonesia pernah menggunakan aturan yang berlaku pada
zaman penjajahan yang disebut Auteurswet 1912 yang berlaku sampai dengan tahun 1982.
7
Ciptaan yang dilindungi oleh hukum hak cipta bisa dilihat di dalam Pasal 40 UUHC
2014, yakni ciptaan dalam bidang ilmu pengetahuan, seni, dan sastra yang mencakup :
a. buku, pamflet, perwajahan karya tulis yang diterbitkan, dan semua hasil karya
tulis lainnya
b. ceramah, kuliah, pidato, dan ciptaan sejenis lainnya
c. alat peraga yang dibuat untuk kepentingan pendidikan dan ilmu pengetahuan;
d. lagu dan/atau musik dengan atau tanpa teks;
e. drama, drama musikal, tari, koreografi, pewayangan, dan pantomim
f. karya seni rupa dalam segala bentuk seperti lukisan, gambar, ukiran, kaligrafi,
seni pahat, patung, atau kolase;
g. karya seni terapan;
h. karya arsitektur;
i. peta;
j. karya seni batik atau seni motif lain;
k. karya fotografi;
l. Potret;
m. karya sinematografi;
n. terjemahan, tafsir, saduran, bunga rampai, basis data, adaptasi, aransemen,
modifikasi dan karya lain dari hasil transformasi atau modifikasi ekspresi budaya
tradisional;
o. Terjemahan, adaptasi, aransemen, transformasi, atau modifikasi ekspresi budaya
tradisional;
p. kompilasi ciptaan atau data, baik dalam format yang dapat dibaca dengan program
komputer maupun media lainnya;
q. kompilasi ekspresi budaya tradisional selama kompilasi tersebut merupakan karya
yang asli;
r. permainan video; dan
s. program komputer.
8
Pada umumnya semua hasil karya manusia dilindungi oleh Undang-Undang Hak
Cipta, namun ada beberapa pengecualian. Hasil karya yang tidak dilindungi hak cipta
berdasarkan Pasal 41 adalah:
Begitu juga menurut Pasal 42, tidak ada hak cipta atas hasil karya berupa:
Setiap tindakan yang mengambil karya orang lain atau pihak lain tanpa seizin dari
pencipta atau pemegang hak cipta bisa di bagai pelanggaran, namun ada beberapa yang tidak
anggap se anggap sebagai pelanggaran seperti yang diuraikan dalam Pasal 43 sampal dengan
49 dan Pasal 51 UUHC 2014. Dalam Pasal 43 disebutkan yang tidak dianggap sebagai
pelangagaran yakni :
9
pencipta atau pihak terkait, atau pencipta tersebut menyatakan tidak keberatan atas
pembuatan dan penyebarluasan tersebut.
e. Penggandaan, pengumuman, dan/atau pendistribusian potret presiden, wakil
presiden, mantan presiden, mantan wakil presiden. pahlawan nasional, pimpinan
lembaga negara, pimpinan kementerian/lembaga pemerintah non kementerian,
dan/atau kepala daerah dengan memperhatikan martabat dan kewajaran sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
10
2.4.5 Perlindungan Hukum Hak Cipta
a. Pelaku, berlaku selama 50 (lima puluh) tahun sejak karya tersebut pertama kali
dipertunjukkan atau dimasukkan ke dalam media audio atau media audiovisual;
b. Produser rekaman suara, berlaku selama 50 (lima puluh) tahun sejak karya
tersebut selesai direkam;
c. Lembaga penyiaran, berlaku 20 (dua puluh) tahun sejak karya siaran tersebut
pertama kali disiarkan
d. Buku, pamflet, drama, tari, koreografi, senirupa, seni batik, lagu atau musik,
arsitektur, ceramah, kuliah, pidato dan ciptaan sejenis lain, alat peraga, peta,
terjemah, tafsir, saduran dan bunga rampai adalah 70 (tujuh puluh) tahun setelah
pencipta meninggal dunia Program komputer, sinematogras, fotografi, database ,
karya hasil pengalihwujudan adalah 50 (lima puluh) tahun sejak pertama kali
diumumkan;
e. Yang dipegang atau dilaksanakan oleh negara adalah 50 (lima puluh) tahun sejak
pertama kali diketahui umum, yang dilaksanakan oleh penerbit adalah 50 (lima
puluh) tahun sejak pertama kali diterbitkan.
Beberapa langkah atau tahapan yang harus dilakukan untuk pendaftaran ciptaan dalam
daftar umum ciptaan adalah sebagai berikut:
a. Permohonan diajukan oleh pencipta atau pemegang hak cipta atau kuasa
(Konsultan yang terdaftar) kepada direktorat hak cipta;
b. Dibuat dengan surat rangkap 2 (dua) yang ditulis dalam bahasa Indonesia dan
disertai contoh ciptaan atau penggantinya dengan dikenai biaya;
c. Direktorat jenderal akan memberikan keputusan paling lama 9 (11embilan) bulan
terhitung sejak tanggal diterimanya permohonan secara lengkap:
d. Pendaftaran akan diumumkan dalam berita resmi ciptaan oleh di- rektorat
jenderal.
Pendaftaran ciptaan dalam daftar umum ciptaan tidak mengandung arti sebagai
pengesahan atas isi, arti, maksud, atau bentuk dari ciptaan yang didaftar. Direktorat jenderal
11
yang menyelenggarakan pen- daftaran tidak bertanggung jawab atas isi, arti, maksud, atau
bentuk ciptaan yang terdaftar.
2.5 PATEN
"Paten adalah hak eksklusif yang diberikan oleh Negara kepada inventor atas hasil invensinya di
bidang teknologi, untuk jangka waktu tertentu melaksanakan sendiri invensi tersebut atau
memberikan persetujuan kepada pihak lain untuk melaksanakannya."
Istilah invensi digunakan untuk penemuan dan inventor adalah penemunya. Istilah
penemuan diubah menjadi invensi, istilah invensi jauh lebih tepat dibanding penemuan sebab
kata penemuan memiliki aneka pengertian. Termasuk dalam pengertian penemuan, misalnya
menemukan benda yang tercecer di beberapa tempat. Istilah invensi dalam kaitannya dengan
paten adalah hasil serangkaian kegiatan se- hingga tercipta sesuatu yang baru atau tadinya
belum ada. Dalam bahasa Inggris juga dikenal antara lain kata-kata to discover, to find, dan
to get yang sangat berbeda artinya dengan to invent dalam kaitannya dengan paten.
Istilah invensi dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, terbitan Balai Pustaka, edisi
kedua tahun 1999. Sejalan dengan itu, maka kata penemu menjadi inventor. Invensi ini tidak
mencakup:
a. kreasi estetika;
b. skema;
c. aturan dan metode untuk melakukan kegiatan:
1) yang melibatkan kegiatan mental;
2) permainan;
3) bisnis.
d. aturan dan metode mengenai program komputer
e. presentasi mengenai suatu informasi.
a. hasil invensi di bidang teknologi dapat berupa produk atau proses atau
penyempurnaan dan pengembangan produk atau proses
12
b. invensi yang baru dan mengandung langkah inventif serta dapat diterapkan dalam
industry.
a. paten biasa diberikan perlindungan hukum untuk jangka waktu selama 20 (dua puluh)
tahun terhitung sejak tanggal penerimaan dan jangka waktu itu tidak dapat diperpanjang
dan tanggal mulai dan berakhirnya jangka waktu tersebut dicatat dan diumumkan;
b. paten sederhana diberikan perlindungan hukum untuk jangka waktu 10 (sepuluh) tahun
terhitung sejak tanggal penerimaan dan jangka waktu itu tidak bisa diperpanjang. Paten
sederhana secara umum adalah produk atau alat yang dilindungi, diperoleh dalam waktu
yang relatif singkat, dengan cara yang sederhana dengan biaya yang relatif murah, dan
secara teknologi juga bersifat sederhana.
Diajukan oleh pemohon atau kuasanya, secara tertulis dalam bahasa Indonesia ke DJKI.
13
b. Pengumuman permohonan dapat dilihat segera setelah 18 (delapan belas) bulan
sejak tanggal penerimaan di DJKI di berita resmi paten yang diterbitkan secara
berkala oleh DJKI dan selama 6 bulan pengumumannya diumumkan untuk paten
biasa dan selama 3 bulan untuk paten sederhana.
2.6 MEREK
“Merek adalah tanda yang berupa gambar, nama, kata, huruf-huruf, angka-angka, susunan
warna, atau kombinasi dari unsur-unsur tersebut yang memiliki daya pembeda dan digunakan
dalam kegiatan perdagangan berang atau jasa.”
Secara sederhana merek dapat diartikan suartu (gambar atau nama) yang dapat
digunakan untuk mengidentifikasikan suatu produk atau perusahaan di pasaran. Sebagai,
informasi, di beberapa negara, suara, bau, dan dapat didaftarkan sebagai sebuah merek.
Definisi merek terus mengalami perkembangan dan perubahan dengan berdasarkan pada
semakin meningkatnya kebutuhan perlindungan hukum terhadap produk yang dihasilkan oleh
para pelaku usaha.
Ada beberapa merek yang ada yaitu: merek dagang (trade mark), merek jasa (service
mark), dan merek kolektif (collective mark).
Pasal 1 angka 2 dan 3 UUM 2016 memberikan pengertian bahwa: “Merek dagang adalah
merek yang digunakan pada barang yang diperdagangkan oleh seseorang atau beberapa orang
secara bersama-sama atau badan hukum untuk membedakan dengan barang-barang sejenis
lainnya.”
“Merek jasa adalah merek yang digunakan pada jasa yang diperdagangkan oleh
seseorang atau beberapa orang secara bersama-sama atau badan hukum untuk membedakan
dengan jasa-jasa sejenis lainnya.”
Adapun “Merek kolektif adalah merek yang digunakan pada barang dan/atau jasa
dengan karakteristik yang sama diperdagangkan oleh beberapa orang atau badan hukum
secara bersama-sama untuk membedakan barang dan/atau jasa sejenis lainnya.”
14
Suatu merek dikatakan berbeda apabila tidak memiliki unsur-unsur persamaan dengan
merek lainnya untuk barang dan jasa sejenis yang sudah terdaftar. Adanya unsur persamaan,
yang menghilangkan sifat pembeda itu ada apabila merek tersebut memiliki unsur-unsur
persamaan dengan merek yang terdaftar secara keseluruhannya (100%) atau pada pokoknya
(tidak perlu 100%).
Merek yang memiliki kesamaan tersebut, baik keseluruhannya maupun pada
pokoknya tidak akan didaftarkan oleh kantor merek atau dapat diajukan keberatan oleh pihak
yang berkepentingan dalam masa pengumuman selama proses pendaftaran berlangsung.
15
f. merupakan tiruan atau menyerupai tanda atau cap atau stempel resmi yang
digunakan oleh negara atau lembaga pemerintah, kecuali atas persetujuan tertulis
dan pihak yang berwenang.
a. Permohonan diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia kepada Direktorat Jenderal
KI dan ditandatangani permohonan atau kuasanya dan mencantumkan identitas secara
jelas dan lengkap.
b. Permohonan untuk 2 (dua) kelas barang atau lebih dan/atau jasa dapat diajukan dalam
satu permohonan dengan menyebutkan jenisnya.
c. Permohonan dengan menggunakan hak prioritas harus diajukan dalam waktu paling lama
6 (enam) bulan terhitung sejak tanggal penerimaan permohonan pendaftaran merek yang
pertama kali diterima di negara lain, yang merupakan anggota Paris Convention for the
Protection of Industrial Property atau anggota Agreement Establishing the World Trade
Organization dengan disertai bukti penerimaan pendaftaran merek pertama kali yang
menimbulkan hak proritas tersebut dengan diterjemahkan dalam bahasa Indonesia.
apabila tidak dipenuhi oleh permohonan, maka dalam waktu paling lama 3 (tiga) bulan
permohonan tetap diproses, namun tanpa menggunakan hak prioritas.
Desain Industri mengalami perkembangan yang sangat pesat. Pada awalnya desain
industri masuk rezim dan dilindungi oleh undang-undang dengan Hak Cipta. Dalam
16
perkembangannya desain industri diatur dalam Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2000
tentang Desain Industri.
Desain Industri merupakan suatu kreasi tentang bentuk konfigurasi posisi, garis,
warna, gabungan daripadanya yang berbentuk tiga atau dua dimensi serta dapat dipakai untuk
menghasilkan suatu produk, barang, komuditas industri atau kerajinan tangan.
Seperti halnya hak cipta, hak desain industri adalah hak eksklusif yang diberikan oleh negara
kepada pendesain atas hasil kreasinya selama waktu tertentu melaksanakan sendiri,
memberikan persetujuannya kepada pihak lain untuk melaksanakan hak tersebut. Dari
pengertian tersebut kita dapat menemukan unsur-unsur dari desain industri adalah sebagai
berikut:
a. Kreaksi yang dilindungi oleh UU desain industri bentuk tiga dimensi (bentuk dan
konfigurasi) atau dua dimensi (komposisi garis atau warna)
b. Kreaksi tersebut memberikan kesan estetis.
c. Kreaksi tersebut dapat dipakai untuk menghasilkan suatu produk barang
komoditas industri, atau kerajinan tangan
Dari 3 unsur tersebut yang sulit diperiksa adalah masalah estetika karena penilaian
estetika bersifat sangat subjektif.
Pemegang Hak Desain Industri memiliki hak eksklusif untuk melaksanakan Hak
Desain Industri yang dimilikinya dan untuk melarang orang lain yang tanpa persetujuannya
membuat, memakai, menjual, mengimpor, mengekspor, dan/atau mengedarkan barang yang
diberikan hak desain industri.
Hak desain industri diberikan untuk desain industri yang baru. dianggap baru apabila
pada tanggal penerimaan desain industri tersebut tidak sama dengan pengungkapan yang
telah ada sebelumnya. Hak desain industri tidak dapat diberikan apabila desain industri
tersebut bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, ketertiban umum,
agama atau kesusilaan.
17
2.7.3 Pendaftaran Desain Industri
“Rahasia Dagang adalah informasi yang tidak diketahui oleh umum di bidang teknologi
dan/atau bisnis, mempunyai nilai ekonomi karena berguna dalam kegiatan usaha, dan dijaga
kerahasiaannya oleh pemilik Rahasia Dagang.”
Dari pengertian tersebut yang harus digarisbawahi tentang rahasia dagang adalah:
18
dapat digunakan untuk kemajuan aktivitas bisnis atau untuk meningkatkan
keuntungan secara ekonomi
c. Sifat setelah dipelihara dengan baik oleh pemilik informasi, di sini harus ada
kewajiban untuk melindungi dengan mengambil langkah yang layak dan patut.
a. Metode produksi
b. Metode pengolahan
c. Metode penjualan
d. Informasi teknis atau penelitian dan pengembangan, formula-formula dan metode
pengolahan bahan-bahan kimia dan makanan, metode dalam penjualan usaha,
informasi tentang keinginan konsumen, jumlah atau besarnya langganan,
perencanaan, data, informasi faktur, rumus-rumus perancangan, analisis dalam
rencana pemasaran, perangkat lunak computer, kode-kode akses pemasaran serta
rencana usaha.
e. Informasi lain di bidang teknologi atau bisnis yang memiliki nilai ekonomi dan
tidak diketahui oleh masyarakat secara umum
Rahasia dagang ini berkembang secara luas akan tetapi intinya mencakup informasi
teknik dan nonteknik.
19
informasi dapat dilindungi seterusnya dan haknya tetap melekat pada pemiliknya. Informasi
tetap terjaga karena informasi itu bersifat tertutup (undisclosed closed).
a. Tidak terlalu mendalam seperti syarat paten yang mengharuskan suatu sifat
kebaruan atau “novelty” dan dapat diterapkan dalam industri.
b. Tidak ada sistem yang mengharuskan berbeda dengan penemu pertama, sepanjang
waktu orang boleh menyimpan rahasia dagang dan memelihara haknya terdapat
gangguan orang lain tanpa perlu memikirka apakah orang lain mempunyai
informasi yang serupa.
c. Biaya lebih murah jika dibandingkan Paten, karena tidak perlu mengeluarkan
iuran tahunan (annuities/annual fee/maintenancefee) dan biaya berkaitan dengan
formalitas pendaftaran.
20
HUKUM KETENAGAKERJAAN
2.1 PENGANTAR
21
2.2 PENGERTIAN DAN KEDUDUKAN HUKUM
KETENAGAKERJAAN
22
yang sesuai untuk diri dan keluarganya, sementara perusahaan, sebagai suatu badan hukum
yang melakukan kegiatan produksi barang dan jasa bisa mendapatkan keuntungan dari proses
produksi tersebut. Apabila kesejahteraan dan keuntungan dari masing-masing subjek hukum
tersebut terpenuhi maka dapat mewujudkan nilai-nilai keselarasan dan keseimbangan
nasional dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
Oleh sebab itu, ruang lingkup ketenagakerjaan harus mencakup hal-hal sebagai
berukut:
a. Seperangkat sistem Hukum: hukum-hukum positif yang mengatur aspek-aspek
ketenagakerjaan yang meliputi syarat kerja, norma kerja, dan pengawasan kerja.
b. Subjek hukum yang memiliki kompetensi dan kewenangan: pihak pemerintah
bersama DPR.
c. Mengatur aspek-aspek ketenagakerjaan: syarat kerja adalah sejak terjadinya
hubungan kerja; norma kerja adalah dalam proses hubungan kerja yang Bahkan
mengejawantahkan aspek hak dan kewajiban yang seimbang; pengawasan kerja
adalah ketertiban instansi pemerintah dalam pelaksanaan hubungan kerja agar
terciptanya keselarasan dan keseimbangan antara para pihak.
d. Berwawasan keadila, nertanggung jawab, dan bermartabat: bahwa hubungan
industrial yang berlandaskan kepada UUD 1945 dan Pancasila harus merupakan
pelaksanaan dari amanat UUD 45 dan manifestasi dari nilai-nilai Pancasila.
e. Keseimbangan hak dan kewajiban para pihak: bahwa hubungan kerja merupakan
suatu bentuk berhubungan hukum yang dilakukan oleh masing-masing subjek
hukum dalam suatu perbuatan hukum yang mewakili kepentingan atas hak dan
kewajiban masing-masing subjek hukum.
f. Bertujuan untuk individu dan nasional: bahwa secara individu pekerja merupakan
subjek hukum yang melakukan pemberian dan tenaganya guna mendapatkan balas
jasa berupa penikmatan untuk diri dan keluarganya, sementara perusahaan sebagai
suatu badan hukum yang melakukan kegiatan produksi barang dan jasa terhadap
mendapatkan untungan dari proses produksi tersebut. Dalam kajian tersebut, jika
kesejahteraan dan keuntungan dari masing-masing subjek hukum terpenuhi, maka
dapat mewujudkan nilai-nilai keselarasan dan keseimbangan nasional dalam
kehidupan berbangsa dan bernegara.
g. Ketentraman berusaha terhadap imbalan atas jasa yang diberikan maka pekerja
diharapkan dapat menggapai tingkat kesejahteraan hidup yang layak, sementara
23
perusahaan dalam kondisi hubungan kerja yang kondusif dapat melangsungkan
kegiatan produksinya secara tentram dan terhindar dari hal-hal yang dapat
menimbulkan konflik dan pertikaian.
Permasalahan awal dari hukum ketenagakerjaan adalah terkait perjanjian kerja antara
buruh dan pengusaha, yakni hanya menyangkut kepentingan perdata, yang dalam hal ini
berarti terkait dengan aspek hukum perdata. Permasalahan-permasalahan ketenagakerjaan
yang kemudian muncul dalam suatu perselisihan atau permasalahan yang dirasakan perlu
untuk intervensi dan otoritas dari pemerintah, hal ini menjadikan kondisi bahwa hukum
ketenagakerjaan sudah masuk kedalam ranah hukum publik, baim dalam aspek hukum tata
usaha negara dan/atau hukum pidana. Dibawah ini akan digambarkan skema dan penjelasan
mengenai hukum ketenagakerjaan dalam Sistem Hukum Indonesia, sebagai berikut :
24
Pasal 1338 KUH Perdata di mana perjanjian sepanjang telah memenuhi syarat sahnya
(1320 KUH Perdata), maka wajib dilaksanakan dengan sebaik-baiknya oleh para
pihak yang berjanji selayaknya suatu undang-undang bagi mereka. Hal manakala
terjadi pengingkaran atas perjanjian ini, maka dapat diartikan sebagai suatu bentuk
wanprestasi (ingkar janji) atau perbuatan melawan hukum (PMH).
Ilustrasi contoh kasusnya adalah seorang tenaga kerja telah mengikatkan
dirinya dalam suatu perjanjian kerja dengan status hubungan kerja kontrak (PKWT)
dan telah menyepakati dengan penandatanganan perjanjian kerja tersebut pada tanggal
1 November 2016 untuk jangka waktu 1 tahun. Dalam salah satu isi pasal perjanjian
disebutkan bahwa hubungan kerja dimulai pada tanggal 1 Desember 2016. Pada
perjalanannya, si tenaga kerja sebelum pelaksanaan tanggal hubungan kerja dimulai
memberikan informasi secara verbal kepada pihak perusahaan bahwa dirinya tidak
jadi untuk bekerja dengan alasan tidak disetujui oleh pimpinan perusahaan yang lama
untuk keluar, dan ditawarkan dengan remunerasi yang lebih berupa promosi dan
peningkatan gaji dan benefit. Si tenaga kerja menuliskan pengunduran dirinya secara
tertulis dan menyerahkan ke calon atasannya melalui pihak ke-3 (cleaning service)
pada perusahaan tersebut dan terserahkan sudah pada saat tanggal hubungan kerja
dimulai (di atas tanggal 7 bulan Desember 2016). HRD perusahaan calon tenaga kerja
berdasarkan informasi dan koordinasi dengan atasan calon karyawan tersebut
meminta untuk dikirimkan surat panggilan pertama atas si calon karyawan karena
tidak hadir pada hari pertama dan seterusnya, sehingga dilakukan pengiriman surat
panggilan kedua atas ketidakhadiran yang melebihi 5 hari kerja sehingga apabila tidak
hadir sesuai dengan waktu yang ditentukan dalam surat panggilan kedua, maka akan
dikualifikasikan bahwa calon tenaga kerja tersebut melakukan pengunduran diri
akibat kemangkiran 5 hari kerja. Atas konsekuensi ini, maka pengunduran diri si
calon tenaga kerja tersebut mempunyai implikasi terhadap konsekuensi penalty atas
kontrak yang telah ditandatangani, dan wajib membayar atas tidak terpenuhinya bulan
selama kontrak dikalikan upah yang disepakati.
Dalam penanganan kasus ini, setelah pelayangan surat panggilan ke-2 tidak
terealisasi dengan pertemuan sesuai dengan tanggal dan tempat yang telah disepakati,
maka pihak perusahaan masih dapat melakukan pemanggilan secara verbal melalui
kontak telepon atau email ke calon tenaga kerja untuk membicarakan permasalahan
yang terjadi dan mencari jalan keluarnya bagaimana berdasarkan asas musyawarah
untuk mufakat. Perusahaan akan mempertanyakan kewajiban tenaga kerja atas
25
perjanjian yang telah disepakatinya dan apabila tidak dapat dipenuhi, maka tenaga
kerja tersebut wajib memenuhi kewajibannya atas konsekuensi penalty yang diatur
dalam perjanjian yang telah disepakati. Apabila penanganan secara bipartit ini tidak
dapat diselesaikan, maka pihak perusahaan dapat meneruskan permasalahan ini
dengan mengajukan permohonan untuk proses mediasi pada tingkat keterlibatan pihak
pemerintah yang dalam hal ini dapat diajukan ke Kantor Suku Dinas Tenaga Kerja di
wilayah kabupaten atau kotamadya atau langsung ke tingkat Kantor Dinas Provinsi
setempat, berdasarkan tempat terjadinya perkara atau locus delicti. Perlu diingat
bahwa proses mediasi merupakan salah satu cara dari proses penyelesaian sengketa di
luar pengadilan atau Alternative Dispute Resolution (ADR) yang wajib dilakukan
oleh pihak-pihak yang bersengketa hingga dikeluarkannya suatu anjuran dari mediator
sebagai akhir proses bahwa apakah proses berakhir secara sepakat atau tidak sepakat.
Manakala proses tersebut berakhir secara tidak sepakat, maka salah satu pihak dapat
melanjutkan permasalahan ini ke tingkat PengadilanHubungan Industrial di wilayah
terjadinya proses sengketa melalui Pengadilan Negeri setempat. Hingga akhirnya
permasalahan ketenagakerjaan dalam kasus yang disebutkan di atas dapat saja masuk
hingga pada tingkat pengajuan kasasi di Mahkamah Agung atau permohonan dari
pihak yang melakukan permohonan ke tingkat kasasi tersebut. Pada fase mediasi dan
Pengadilan Hubungan Industrial, keputusan yang dihasilkan belum memiliki kekuatan
hukum tetap sehingga masih dapat diajukan gugatan dalam bentuk Kasasi ke
Mahkamah Agung yang apabila tidak dihadirkan bukti baru atau Nouvum maka
Putusan Mahkamah Agung menjadi Inkrach (mempunyai kekuatan untuk dilakukan
eksekusi).
b) Hukum Ketenagakerjaan Ditinjau dari Hukum Pidana
Pada praktiknya dalam pelaksanaan suatu perjanjian kerja atau pada saat
dimulainya suatu hubungan kerja antara pekerja dengan pengusaha, banyak terdapat
penyimpangan dalam penerapan program Jamsostek sesuai UU No. 3/1992 di mana
pada Pasal 4 ayat (1) disebutkan bahwa program jamsostek wajib dilakukan oleh
semua perusahaan dengan semua tenaga kerja sejak dimulainya hubungan kerja.
Selanjutnya, pada Pasal 29 ayat (1) menjelaskan bahwa ancaman terhadap
pelanggaran (salah satunya) adalah Pasal 4 ayat (1) adalah kurungan selama 6 bulan
atau denda sebanyak Rp 50.000.000.- dan apabila masih terjadi pengulangan terhadap
pelanggaran tersebut, maka pada ayat (2) disebutkan mengenai peningkatan hukuman
kurungan menjadi 8 bulan masa kurungan dengan jenis pelanggaran adalah pidana.
26
Tidak sebagaimana yang tertulis dalam skema I di atas di mana kedudukan
hukum ketenagakerjaan dapat bersinggungan dengan ranah hukum pidana manakala
adanya pihak pengusaha yang tidak mendaftarkan pekerjaannya ke dalam program
Jamsostek sebagai sesuatu hal yang wajib diatur oleh Undang-Undang No. 3 Tahun
1992 tentang Jamsostek pada Pasal 4 ayat (1). Dalam kasus ketenagakerjaan yang
masuk ke dalam ranah hukum pidana yang disampaikan dalam penulisan ini
mengangakat suatu kajian tenang terjadinya suatu penggelapan yang dilakukan oleh
pekerja yang diakibatkan karena adanya kewenangan yang dimilikinya dalam suatu
posisi tersebut.
Kewenangan atas suatu jabatan merupakan otoritas yang dimiliki oleh seorang
pekerja manakala dia dipercayakan memegang suatu jabatan yang didasarkan atas
suatu Perjanjian Kerja dan/atau Surat Keputusan. Dalam kewenangan ini terkandung
suatu nilai dan moralitas atas suatu profesi yang dilakukan oleh pekerja atas
kedudukan yang dimilikinya. Dalam buku Kitab Undang-Undang Hukum Pidana
(KUHP) pada Pasal 374 Bab XXIV tentang Penggelapan yang menyebutkan bahwa
penggelapan yang dilakukan oleh orang yang penguasaannya terhadap barang
disebabkan karena ada hubungan kerja atau karena pencarian atau karena mendapat
upah untuk itu, diancam dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun. Seorang
pekerja yang atas kewenangan yang dimiliki sebagai akibat dari adanya hubungan
kerja yang melakukan tindakan penggelapan dengan telah memiliki 2 dari 3syarat
pembuktian yakni : adanya barang bukti, adanya saksi, dan adanya pengakuan dari si
pelaku, maka diminta untuk melakukan pengunduran diri dari perusahaan. Hal ini
(meminta untuk melakukan pengunduran diri) adalah sesuatu yang sulit untuk
dilaksanakan mengingat bahwa memaksa seseorang untuk melakukan pengunduran
diri adalah sesuatu hal yang memerlukan usaha dan trik yang jitu dalam proses
negosiasi yang dilakukan.
c) Hukum Ketenagakerjaan Ditinjau dari Hukum Tata Usaha Negara
Salah satu kewajiban pengusaha dalam pelaksanaan praktik ketenagakerjaan
adalah sebagaimana diatur dalam UU No. 7/1981 tentang Wajib Lapor
Ketenagakerjaan di mana dalam Pasal 4 ayat (1) yang menyebutkan bahwa pengusaha
atau pengurus wajib melaporkan secara tertulis setiap mendirikan, mengehentikan,
menjalankan kembali, memindahkan atau membubarkan perusahaan kepada Menteri
atau pejabat yang ditunjuk; dan, Pasal 6 ayat (1) yang juga menyebutkan bahwa
pengusaha atau pengurus wajib melaporkan secara tertulis kepada menteri atau
27
pejabat yang ditunjuk selambat-lambatnya dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari
setelah mendirikan, menjalankan kembali atau memindahkan perusahaan.
Melalui suatu kewajiban yang diatur dalam undang-undang tersebut di atas,
maka terhadap penerapannya, perusahaan wajib mengimplementasikan ketentuan
mengenai wajib lapor dalam pelaksanaan praktik ketenagakerjaan dalam rangka
memberikan data dan keadaan perusahaan yang mana dapat dan merupakan data yang
dapat diolah oleh pemerintah dalam menentukan atau menggambarkan keadaan
ketenagakerjaan di dalam perusahaan secara mikro maupun di wilayah otoritas
pemerintah terkait secara makro.
Dalam hal ini hukum ketenagakerjaan terkait penerapan fungsi pelaporan
terhadap data perusahaan telah melibatkan ornamen-ornamen pemerintah baik dalam
bentuk formulir maupun pihak-pihak yang berkepentingan untuk melaksanakan fungsi
hukum ketatausahaan negara (TUN) sebagai bagian yang fundamental dalam
pelaksanaan praktik-praktik ketenagakerjaan tersebut.
Salah satu hal yang wajib dilaksanakan dalam praktik ketenagakerjaan dari aspek
pelaksanaan suatu operasional perusahaan di mana menjadi hal yang wajib dilakukan
oleh pengusaha sebagai syarat operasional suatu badan usaha adalah melaksanakan
Undang-Undang No.7 Tahun 1981 tentang Wajib Lapor Ketenagakerjaan, di mana
substansi wajib lapor ini selalu menjadi salah satu poin yang dimintakan oleh petugas
pengawas ketenagakerjaan untuk disiapkan oleh pejabat suatu perusahaan.
Formulir wajib lapor wajib diisi oleh perusahaan dan diperlihatkan pada saat
proses pengawasan dan mempunyai waktu masa berlaku yakni selama 1 tahun,
sehingga diartikan bahwa wajib lapor harus dilakukan perpanjangan sebelum masa
berlaku habis dan menjelaskan hal-hal yang menjadi perubahan dalam tahun-tahun
berjalan, seperti : jumlah tenaga kerja, upah tenaga kerja (tertinggi dan terendah),
jumlah pekerja yang terdaftar pada Jamsostek, Komposisi Tenaga Kerja baik Lokal
maupun Tenaga Kerja Asing, Fasilitas-fasilitas Kesejahteraan, Rencana Penambahan
dan Pengembangan Tenaga Kerja, dan lain-lain.
28
Hukum positif yang mengatur sistem dalam hubungan kerja di antara pihak-pihak
yang terkait dalam mekanisme Hubungan Industrial Pancasila diartikan sebagai aspek
normatif dalam praktik-praktik ketenagakerjaan. Sebagaimana yang tertuang dalam UUD
1945, Pasal 27 ayat 2 yang menyebutkan bahwa setiap warga negara berhak atas pekerjaan
dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan. UUD 1945 sebagai perangkat hukum
tertinggi dalam hierarki perundangan negara Republik Indonesia, merupakan sumber dari
segala sumber hukum positif dalam tatanan ketatanegaraan dan kehidupan setiap warga
negara Indonesia.
UUD 1945 dan Pancasila sebagai landasan dan falsafah hukum Indonesia menetapkan
kewajiban negara untuk memfasilitasi warga negaranya agar dapat memperoleh pekerjaan
dan kehidupan yang layak. Dengan pembangunan infrastruktur dalam rangka menyediakan
lapangan pekerjaan dan sistem hukum ketenagakerjaan diharapkan dapat memenuhi
kepentingan-kepentingan pihak-pihak yang terlibat guna mewujudkan aspek penegak hukum.
Dalam hal ini diyakini bahwa setiap aspek dalam pelaksanaan hubungan kerja yang
dituangkan dalam aturan-aturan ditingkat internal perusahaan baik dalam Peraturan
Perusahaan atau Kesepakatan Kerja Bersama haruslah sesuai dengan ketentuan hukum positif
yang berlaku atau lebih baik adanya.
Hukum positif merupakan hukum yang sedang berlaku dalam suatu negara (hukum
dalam arti tata hukum). Dalam asas hukum dikenal istilahlex specially degorate lex generally
atau hukum dan aturan yang mengatur khusus membatalkan hukum dan aturan yang berlaku
umum, untuk itu di bidang hukum ketenagakerjaan banyak terdapat suatu undang-undang
mempunyai peraturan menteri, keputusan menteri sebagai suatu kebijakan pelaksana dari
substansi yang diatur; atau bahkan suatu peraturan pemerintah mempunyai suatu surat edaran
oleh menteri sebagai juklak pelaksanaannya.
Normatif (norma kerja) dalam hubungan kerja yang penerapannya dalam praktik-
praktik ketenagakerjaan selalu berbicara terhadap adanya pemenuhan antara hak dan
kewajiban dari para pihak yang terlibat, yakni Pengusaha dan Pekerja dengan sama-sama
dalam pemenuhan kepentingan atas hak dan kewajiban tersebut, dapat disebutkan dalam
tatanan pengaturan-pengaturan seperti upah minimum, waktu istirahat, wajib atas pelaporan
perusahaan, jaminan sosial, tunjangan hari raya, dan masih banyak hal-hal lain yang diatur
dalam hukum positif yang berlaku. Berdasarkan pengalaman dan pemahaman terkait dengan
29
penerapan norma kerja dalam tatanan hukum ketenagakerjaan terdiri dari beberapa hukum
positif, antara lain :
30
tidak melanggar hukum dan mengajak rekan pekerja/buruh merupakan hak
fundamental pekerja/buruh yang diatur dalam Standar Perburuhan Internasional.
(Status pasal-pasal tersebut tetap diberlakukan).
b) Khusus Pasal 153 ayat (1) huruf f UU Nomor 13 Tahun 2003 tentang
Ketenagakerjaan dinyatakan “Pengusaha dilarang melakukan pemutusan
hubungan kerja dengan alasan pekerja/buruh mempunyai pertalian darah dan/atau
ikatan perkawinan dengan pekerja/buruh lainnya di dalam satu perusahaan kecuali
telah diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan atau perjanjian kersa
sama”. Frasa kecuali telah diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan
atau perjanjian kerja bersama inilah yang dibatalkan oleh Mahkamah Konstitusi.
(Status Pasal ini diberlakukan dengan pengecualian pada frasa dalam perjanjian
kerja, peraturan perusahaan atau perjanjian kerja bersama saja yang tidak berlaku).
c) Khusus Pasal 158 dan 158 (1) tentang PHK akibat melakukan kesalahan berat;
Maka, sepanjang mengenai anak kalimat (isi pasal termaksud) dan (didasari oleh
pengaduan pengusaha), tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat. Artinya,
PHK yang dilakukan sepihak oleh pengusaha dengan alasan pekerja/buruh telah
melakukan kesalahan berat tanpa due process of law dari Lembaga Penyelesaian
PHI, dianggap melanggar asas presumption of innocence (Praduga Tak Bersalah).
Untuk hal tersebut, maka perlu adanya pelaporan dari pihak pengusaha atas
adanya dugaan pelanggaran pidana untuk dibuktikan sesuai dengan hukum acara
material (KUHAP) yang akan membuktikan apakah kesalahan tersebut melanggar
atau tidak terkait aspek pidana yang merupakan pengewajatahan dari kesalahan
berat. (Status Pasal dan ayat ini tetap diberlakukan hingga didapati hasil
penyidikan pihak yang berwajib bahwa seorang karyawan tersebut terbukti
bersalah atau tidak).
d) Khusus Pasal 159 dengan jelas dinyatakan tidak berlaku lagi, apabila telat
dinyatakan bersalah oleh pihak yang berwajib (Kepolisian). (Status Pasal ini
dinyatakan tidak berlaku).
e) Khusus Pasal 160 (1) tentang pekerja/buruh ditahan oleh pihak yang berwajib
karena melakukan tindakan pidana (ditambahkan pada anak kalimat dengan:
bukan atas pengaduan pihak pengusaha); Maka, dinyatakan tetap berlaku
yakni pengusaha tidak wajib membayar upah pekerja/buruh, melainkan hanya
berkewajiban memberikan santunan kepada keluarga pekerja/buruh sesuai
31
ketentuan Pasal 160 (1) huruf a – d. (Status Pasal tetap berlaku sepanjang bukan
atas pengaduan pengusaha).
f) Khusus Pasal 170 dan Pasal 171 sepanjangg menyangkut Pasal 158 (1) tidak
mempunyai kekuatan hukum mengikat. Artinya, PHK dengan kesalahan berat
tetap dapat dilakukan pengusaha dengan tetap perlu memintakan izin permohonan
PHK kepada Instansi terkait atau mengadukan permasalahan tindak pidana
pelanggaran kepada pihak yang berwajib untuk kemudian mendapatkan penetapan
statusa bersalah baru kemudian dapat dilakukan PHK. (Status Pasal-Pasal ini tetap
berlaku sepanjang tidak menyangkut Pasal 158 (1)).
g) Khusus Pasal 96, berdasarkan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor: 100/PUU-
X/2013 tanggal 19 September 2013 dinyatakan tidak berlaku lagi. Pasal ini
menghapuskan masa kadaluwarsa terhadap tuntutan pembayaran upah
pekerja/buruh dan segala upah yang timbul karena adanya hubungan kerja sejak
timbulnya hak tersebut. Artinya, tidak lagi terdapat masa kedaluwarsa selama 2
tahun, 100 tahun pun buruh menuntut hak atas upahnya dan lain-lain sebagaimana
termaksud, maka akan tetap dapat diproses. (Status Pasal ini dihapuskan).
Syarat kerja dalam praktik ketenagakerjaan dapat diartikan sebagai suatu bentuk
pemenuhan aspek formil dalam hukum terhadap kajian teori dan praktik. Menurut hukum
ketenagakerjaan syarat kerja dalam sistem hubungan kerja haruslah memenuhi unsur-unsur
sebagai berikut:
a. Unsur Adanya Pekerjaan
Secara yuridis, unsur ini merupakan salah satu syarat kerja. Unsur pekerjaan
merupakan objek hukum yang dijadikan sebagai dasar dalam melakukan dan menciptakan
perbuatan dan hubungan hukum ketenagakerjaan oleh masing-masing subjek hukum. Dengan
kata lain, kedua belah pihak sepakat melakukan kerja sama dengan imbalan yang telah
disepakati dalam suatu perjanjian kerja. Syarat sah perjanjian kerja, sebagaimana yang diatur
dalam Pasal 52 ayat (1) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003, menyebutkan bahwa
32
perjanjian kerja dibuat atas dasar kesepakatan kedua belah pihak, kemampuan atau
kecakapan dalam melakukan perbuatan hukum (dalam patokan usia/umur), adanya
pekerjaan yang diperjanjikan, dan pekerjaan yang diperjanjikan tidak bertentangan dengan
ketertiban umum, kesusilaan, dan peraturan-perundangan yang berlaku. Pasal ini sesuai
dengan Pasal 1320 KUH Perdata, di mana perjanjian dianggap sah apabila adanya
kesepakatan para pihak, cakap, hal tertentu, dan sebab halal.
TABEL 6.1. Kesamaan UU Ketenagakerjaan dan KUH Perdata tentang Syarat Sah
Perjanjian
Pasal 52 ayat (1) UU No. 13/2003 Pasal 1320 KUH Perdata
33
Pengusaha dalam praktik hubungan kerja yang memenuhi adanya unsur upah, tidak
boleh memberikan upah kepada tenaga kerja/buruh lebih rendah dari upah minimum yang
telah ditetapkan. Hal sebagaimana pemberian upah ini telah diatur dalam Pasal 90 ayat (1)
Undang Undang Nomor 13 Tahun 2003 yang berbunyi bahwa pengusaha dilarang membayar
upah lebih rendah dari upah minimum sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 89.
c. Unsur Adanya Perintah
Perintah dalam perspektif ini janganlah dilihat sebagai keunggulan yang dimiliki oleh
pengusaha sebagai bargaining position dalam pencitraan hubungan kerja. Perintah
haruslah diinisiatifkan dan diartikan sebagai bagian dari adanya kebutuhan atas pekerjaan
yang harus dilakukan terhadap jasa untuk melakukan pekerjaan tersebut. Jadi pada
prinsipnya unsur saling "membutuhkan" harus dikedepankan dalam mewujudkan
hubungan kerja, baik dalam sektor formil maupun nonformil.
Dapat dimengerti bahwa unsur terkait adanya perintah merupakan penggabungan atas
terpenuhi syarat objektif dalam KUH Perdata, yakni adanya hal tertentu dan adanya causa
halal. Dalam pengertian tersebut, maka perintah yang diberikan oleh 1 pihak kepada
pihak lain apabila tidak memenuhi syarat obejktif tersebut, maka akan berakibat terhadap
batal demi hukum.
d. Unsur Adanya Waktu Tertentu
Melihat perjanjian kerja yang didasarkan atas waktu perjanjiun, maka dapat
dibedakan terhadap perjanjian dengan kerja waktu tertentu dan perjanjian dengan kerja
waktu tidak tertentu. Terhadap hal ini penulis mempunyai pandangan yang berbeda, di
mana suatu hubungan kerja pasti akan berakhir dalam suatu waktu tertentu, atau dapat
disepakati berdasarkan suatu waktu tertentu, baik waktu tersebut dapat ditentukan atau
waktu tersebut tidak dapat ditentukan. Suatu proses kematian merupakan hal yang pasti
akan dilalui oleh setiap makhluk hidup, hal ini sebagai contoh di mana suatu hubungan
kerja yang terjadi dan manakala terjadi proses kematian oleh pihak-pihak yang terlibat
dalam hubungan kerja, maka waktu tertentu yang tidak dapat diukur tesebut menjadí
tanda bahwa hubungan kerja berakhir. Berdasarkan UU No. 13 Tahun 2013 tentang
Ketenagakerjaan dalam Pasal 166 bahwa suatu hubungan kerja berakhir adalah karena
salah satunya adalah suatu ukuran waktu, seperti kematian.
Suatu bentuk perbuatan hukum antara buruh dan pengusaha yang sama-sama dalam
suatu perikatan memunculkan hubungan hukum terhadap pemenuhan hak dan kewajiban
34
dengan didasari adanya perintah, upah, hal yang dipekerjakan, dan waktu tertentu. Dalam
undang-undang 13 Tahun 2003 Pasal 50 disebutkan bahwa hubungan kerja terjadi karena
adanya perjanjian kerja antara pengusaha dan buruh yang dibuat atau disepakati baik secara
lisan maupun tertulis. Hubungan kerja merupakan sesuatu yang abstrak, di mana konkret dari
suatu hubungan kerja adalah adanya Perjanjian Kerja. Dengan kata lain, bahwa ikatan karena
adanya perjanjian kerja inilah yang merupakan hubungan kerja.
Hubungan kerja memunculkan suatu perjanjian kerja, baik yang tertulis maupun lisan.
Perjanjian kerja yang dibuat tersebut harus memenuhi unsur syarat sah perjanjian dalam KUH
Perdata Pasal 1320 sebagaimana yang telah tersebutkan di atas. Pelanggaran atas tidak
terpenuhinya syarat sepakat dan cakap, maka terhadap perjanjian kerja tersebut dapat
dibatalkan (syarat subjektif), sedangkan jika tidak terpenuhi salah satu dari syarat hal tertentu
dan sebab halal, maka perjanjian kerja tersebut batal demi hukum, tanpa harus diajukan lagi
untuk pembatalan (syarat objektif).
Perjanjian kerja dilihat dari jangka waktu perjanjiannya dikenal dengan adanya
Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT/Kontrak) dan Perjanjian Kerja Waktu Tidak
Tertentu (PKWTT/Tetap). Kedua bentuk perjanjian ini merupakan bentuk atas status pekerja
yang paling lazim dalam tatanan praktik ketenagakerjaan di Indonesia. Beberapa hal yang
membedakan bentuk status perjanjian ini ditampilkan pada Tabel 6.2. sebagai berikut:
PKWT PKWTT
Dilakukan dengan aturan waktu dan Dilakukan dengan melalui masa percobaan
mekanisme PKWT yang berlaku (212). selama 3 bulan.
35
dimulainya hubungan kerja, tetapi pada pada saat telah melampaui masa percobaan.
praktiknya PKWT tidak didaftarkan atas
Jamsostek
Umumnya tidak dilihat tentang Jenis dan Praktik masa percobaan biasanya diberikan
Sifat pekerjaan dalam praktik PKWT. untuk pekerjaan-pekerjaan yang dapat
terukur pencapaiannya.
Selain PKWT dan PKWTT yang telah disebutkan di atas, sering kita mendengar juga
terkait Perjanjian Kerja Harian Lepas (part timer), Internship (magang), Borongan Pekerjaan
(outsourching). Dalam pembahasan ini, isu mengenai penyerahan sebagian pelaksanaan
pekerjaan kepada perusahaan lain menjadi hal yang saat ini (sejak Oktober 2013) sedang
diperbincangkan terkait keluarnya Permenakertrans No. 19 Tahun 2012. Secara singkat
bahwa Perusahaan Pemberi Kerja yang memberikan sebagian pekerjaan kepada Perusahaan
Penerima Kerja sesuai Pasal 7 Permenakertrans ini dilarang menyerahkan sebagian
pelaksanaan pekerjaan kepada perusahaan penerima pekerjaan melalui borongan pekerjaan
apabila belum memiliki Bukti Pelaporan yang dikeluarkan oleh instansi yang bertanggung
jawab di bidang ketenagakerjaan Kabupaten/Kota setempat. Manakala hal ini dilanggar
(Pasal 7 ayat (1)), maka pada ayat (2) Pasal 7 menyebutkan bahwa tanggung jawab hubungan
kerja antara pekerja/buruh dengan perusahaan penerima pekerjaan menjadi beralih ke
perusahaan pemberi kerja.
Kekosongan hukum atas berlakunya Permenakertrans No. 19/2012 ini terhadap
praktik penyerahan sebagian pekerjaan dan jasa tenaga kerja dalam suatu perusahaan yang
telah melaksanakan perjanjian kerja dengan sistem outsourching ini perlu dipikirkan lebih
lanjut mengingat kegiatan operasional atas pekerjaan tidak boleh berhenti, sehingga menurut
hemat penulis, terhadap perjanjian penyerahan pekerjaan dan jasa tenaga kerja yang sudah
berjalan dan akan berakhir perlu dibuatkan suatu Amandemen atas Perjanjian tersebut. Hal
ini menjadi perlu mengingat aturan pelaksana dari Permenakertrans No. 19/2012 yakni Surat
Edaran Menakertrans No. 04 Tahun 2013 yang dikeluarkan pada bulan Agustus 2013
menjelaskan dengan saksama dan terperinci terkait bahwa penentuan core dan non-core
dalam alur proses pekerjaan harus disetujui oleh asosiasi bidang usaha terkait, dan perlu
adanya bukti pelaporan. Perusahaan pemberi pekerjaan dan Jasa Tenaga Kerja harus
memperhatikan persyarat formil atas syarat-syarat yang telah ditentukan kalau tidak mau
36
menerima suatu risiko bahwa tanggung jawab atas hubungan kerja tersebut menjadi beralih
kepada perusahaan pemberi pekerjaan dan jasa tenaga kerja.
Sebagaimana diketahui bahwa pada tanggal 31 Oktober dan 1 November 2014 telah
dilakukan pesta buruh dalam mogok kerja nasional untuk melakukan suatu aksi demo yang
menuntut hal-hal terkait Upah Minimum 2014, kebijakan kontrak dan outsourching. Buruh
menghendaki agar dalam melakukan penghitungan upah minimum didasari dengan
perhitungan komponen-komponen Kebutuhan Hidup Layak sebanyak 80-an jenis komponen,
termasuk dalam hal yang diharapkan adalah bedak, lipstick. Akan tetapi, otoritas yang
mempunyai kewenangan dalam Dewan Pengupahan yang melakukan survey atas perhitungan
kebutuhan hidup layak hanya melakukan perhitungan berdasarkan 60 komponen, sehingga
sejak tanggal 1 November 2013, 12 Provinsi telah menetapkan UMP di daerah masing-
masing, di mana DKI Jakarta sebagai contoh dalam penulisan ini telah menetapkan UMP
2014 sebesar Rp 2.441.000 dengan dídasari dari perhitungan KHL sebesar Rp 2.299.000,-.
Sistem kerja kontrak dengan berkedok pemborongan sebagian pekerjaan dan jasa tenaga
kerja merupakan hal lain yang menjadi tuntutan buruh untuk dihapuskan karena tidak sesuai
dengan semangat Hubungan Industrial Pancasila yang mengacu kepada norma-norma
kemanusiaan yang adil dan beradab. Hal tersebut merupakan bentuk dari praktik perburuhan
modern yang dilakukan dengan dasar bahwa perusahaan tidak mau menanggung uang
pesangon, uang penghargaan masa kerja, dan uang penggantian hak, manakala terjadi
pengakhiran hubungan kerja yang secara hukum positif ketenagakerjaan yang berlaku
menentukan atau mengatur hal tersebut.
37
a. Pemerintah dalam hal ini mempunyai fungsi menetapkan kebijakan, memberikan
pelayanan, melaksanakan pengawasan dan melakukan penindakan terhadap
pelanggaran peraturan perundang undangan;
b. Pekerja/buruh dan serikat pekerja/serikat buruh mempunyai fungsi menjalankan
pekerjaan sesuai dengan kewajibannya, menjaga ketertiban demi kelangsungan
produksi, menyalurkan aspirasí secara demokratis, mengembangkan keterampilan
dan keahliannya serta ikut memajukan perusahaan dan memperjuangkan anggota
beserta keluarganya;
c. Pengusaha dan organisasi pengusaha mempunyai fungsi menciptakan kemitraan,
mengembangkan usaha, memperluas lapangan kerja dan memberikan
kesejahteraan pekerja/buruh secara terbuka, demokratis, dan berkeadilan.
Fungsi-fungsi pekerja/buruh dan pengusaha di atas, sering kali tidak dipenuhi oleh
masing-masing pihak yang dipengaruhi oleh faktor-faktor seperti kondisi ekonomi
makro, peningkatan kebutuhan sehari-hari pekerja/buruh, persaingan usaha,
suasana kerja dan lain-lain dapat menyebabkan terjadinya perselisihan antara
pekerja/buruh dengan pihak pengusaha. Keinginan salah satu pihak yaitu
pekerja/buruh berkaitan dengan kenaikan gaji dan tunjangan-tunjangan lainnya
sering kali tidak dapat dipenuhi oleh pengusaha. Di sisi lain, keinginan pengusaha
dengan menuntut produktivitas kerja yang tinggi, efisien dan tepat juga tidak
dapat dipenuhi oleh pekerja/buruh. Ketidakpuasan kondisi kerja masing-masing
pihak akan menimbulkan perselisihan antara pekerja/ buruh dan pengusaha di
dalam hubungan kerja. Perselisihan ini bisa terjadi karena adanya perbedaan
pendapat mengenai pelaksanaan hubungan kerja, syarat-syarat kerja dan kondisi
kerja. Perselisihan hubungan industrial adalah perbedaan pendapat yang
mengakibatkan pertentangan antara pengusaha atau gabungan pengusaha dengan
pekerja/buruh atau serikat pekerja/serikat buruh karena adanya perselisihan
mengenal hak, perselisihan kepentingan dan perselisihan pemutusan hubungan
kerja serta perselisihan antara serikat perkerja/serikat buruh hanya dalam satu
perusahaan. (vide Pasal 1 angka 22 UU Ketenagakerjaan).
Prof. Iman Soepomo menyebutkan dua bentuk perselisihan yang mungkin terjadi
dalam suatu hubungan kerja yaitu:
a. Perselisihan hak (rechtsgeschillen), yaitu jika masalah yang diperselisihkan adalah
mengenai hal yang telah diatur atau ditetapkan dalam suatu perjanjian kerja,
perjanjian kerja bersama, peraturan perusahaan atau dalam suatu peraturan
38
perundang-undangan. Suatu perselisihan hak bisa terjadi karena perbedaan
pelaksanaan suatu aturan dan perbedaan perlakuan terhadap suatu aturan, atau
perbedaan penafsiran terhadap suatu aturan.
b. Perselisihan kepentingan (belangengeschillen) yaitu tidak adanya persesuaian
paham mengenai perubahan syarat-syarat kerja atau keadaan perburuhan, biasanya
berupa tuntutan perubahan atau perbaikan syarat-syarat kerja dan/atau keadaan
perburuhan. Misalnya pembaruan suatu perjanjian kerja bersama, peraturan pe
rusahaan atau perjanjian kerja.
Pengertian perselisihan hubungan industrial berdasarkan Pasal 1 angka (1)
Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 adalah perbedaan pendapat yang
mengakibatkan pertentangan antara pengusaha atau gabungan pengusaha dengan
pekerja/buruh atau serikat pekerja/serikat buruh karena adanya perselisihan hak,
perselisihan kepentingan, perselisihan pemutusan hubungan kerja dan perselisihan
antar serikat pekerja/serikat buruh dalam satu perusahaan. Jadi dalam peraturan ini
terdapat perluasan perselisihan hubungan industrial menjadi empat kríteria sebagai
berikut:
a. Perselisihan hak adalah perselisihan yang timbul karena tidak dipenuhinya
hak akibat adanya perbedaan pelaksanaan atau penafsiran terhadap
ketentuan peraturan perundang-undangan, perjanjian kerja, peraturan
perusahaan atau perjanjian kerja bersama;
b. Perselisihan kepentingan adalah perselisihan yang timbul dalam hubungan
kerja karena tidak adanya kesesuaian pendapat mengenai pembuatan
dan/atau perubahan syarat-syarat kerja yang ditetapkan dalam perjanjian
kerja atau peraturan perusahaan atau perjanjian kerja bersama;
c. Perselisihan pemutusan hubungan kerja adalah perselisihan yang timbul
karena tidak adanya kesesuaian pendapat mengenai pengakhiran hubungan
kerja yang dilakukan oleh salah satu pihak;
d. Perselisihan antarserikat pekerja/serikat buruh adalah perselisihan antara
serikat pekerja/serikat buruh dengan serikat pekerja/serikat buruh lain
hanya dalam satu perusahaan karena tidak adanya persesuaian paham
mengenai keanggotaan, pelaksanaan hak dan F3 kewajiban
keserikatpekerjaan.
39
Pemutusan hubungan kerja adalah pengakhiran hubungan kerja karena suatu hal
tertentu yang mengakibatkan berakhirnya hak dan kewajiban antara pekerja/buruh dan
pengusaha. Subjek, isi dan keadaan yang melingkupi perjanjian kerja bermacam-macam.
Berdasarkan atas hal ini, maka dalam kepustakaan juga dikenal beberapa macam pemutusan
hubungan kerja sebagai berikut:
Buruh yang di PHK atas permintaan buruk karena diancam ataupun lecehkan
membutuhkan penetapan lembaga PPKI pertama menunggu penempatan lembaga tersebut
dan pengusaha harus melaksanakan kewajibannya.
Meskipun hubungan kerja telah berakhir karena hal-hal di atas buruh masih
mendapatkan hak-hak mereka sesuai dengan ketentuan yang berlaku, yaitu uang pesangon,
uang penghargaan dan uang penggantian hak. Selama proses penetapan PHK, maka upah
pekerja/buruh tetap di bayar oleh pengusaha sebagaimana diatur dalam Perjanjian Kerja,
Peraturan Perusahaan dan Perjanjian Kerja Bersama.
Buruh yang diputuskan hubungan kerjanya jika dikaitkan dengan uang pesangon,
uang jasa dan ganti kerugian dapat digolongkan men jadi tiga kelompok, yaitu :
a. Buruh yang diputuskan hubungan kerjanya tanpa uang pesangon maupun uang
jasa ialah buruh yang telah melakukan kesalahan berat, pekerja/buruh yang
mengundurkan diri atas kemauan sen diri. Selain itu dapat juga dikualifikasikan
mengundurkan diri jika pekerja/buruh yang mangkir selama 5 (lima) hari kerja
atau lebih berturut-turut tanpa keterangan secara tertulis dengan bukti yang sah
dan teleh dipanggil oleh pengusaha dua kali secara patut dan tertulis dapat di
42
PHK. Yang dimaksud kesalahan berat di sini adalah melakukan penipuan,
pencurian, penggelapan barang/uang milik perusahaan, memberikan keterangan
palsu sehingga merugikan perusahaan, mabuk, minum minuman keras, narkoba,
menyerang menganiaya, mengintimidasi teman sekerja/pengusaha, membong kar
atau membocorkan rahasia perusahaan dan lain-lain. Pekerja/ Buruh dapat
memperoleh uang penggantian hak dan uang pisah yang besarnya diatur dalam
perjanjian kerja, peraturan perusahaan atau perjanjian kerja bersama;
b. Buruh yang diputuskan hubungan kerjanya dengan diberikan uang pesangon
sebesar 1 (satu) kali ketentuan Pasal 156 ayat (2) UU Ke- tenagakerjaan dan uang
penghargaan sebesar 1 (satu) kali keten- tuan Pasal 156 ayat (3) UU
Ketenagakerjaan dan uang pengganti hak sesuai Pasal 156 ayat (4) UU
Ketenagakerjaan adalah: Pertama pekerja/buruh yang melakukan pelanggaran
ketentuan yang diatur dalam Perjanjian Kerja, Peraturan Perusahaan atau
Perjanjian Kerja Bersama. Pengusaha dapat melakukan PHK jika telah
memberikan surat peringatan pertama, kedua dan ketiga secara berturut-turut
kepada pekerja/buruh. Kedua, pengusaha melakukan PHK terhadap
pekerja/buruh dalam hal terjadi perubahan status, penggabungan, peleburan atau
perubahan kepemilikan perusahaan dan pe- kerja/buruh tidak bersedia
melanjutkan hubungan kerja. Ketiga, pengusaha melakukan PHK karena
perusahaan tutup yang disebabkan perusahaan mengalami kerugian terus-menerus.
Keempat, perusahaan pailit;
c. Buruh yang diputuskan hubungan kerjanya dengan diberikan uang pesangon
sebesar 2 (dua) kali ketentuan Pasal 156 ayat (2) UU Ke tengakerjaan dan uang
penghargaan sebesar 1 (satu) kali keten tuan Pasal 156 ayat (3) UU
Ketenagakerjaan dan uang pengganti hak sesuai Pasal 156 ayat (4) UU
Ketenagakerjaan adalah jika perusahaan melakukan efisiensi, pekerja/buruh
meninggal dunia, jika pengusaha tidak mengikutsertakan dalam program pensiun.
Selain pengusaha, pekerja/buruh dapat mengajukan permohonan PHK kepada
lembaga Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial dalam hal pengusaha
melakukan perbuatan menganiaya, menghina dan/atau menyuruh pekerja
melakukan perbuatan yang bertentangan dengan peraturan perundang-undangan,
tidak membayar upah tepat waktu selama 3 (tiga) bulan berturut-turut, tidak
melakukan kewa jiban yang telah dijanjikan kepada pekerja/buruh,
memerintahkan pekerja/buruh melakukan pekerjaan di luar yang diperjanjikan,
43
memberikan pekerjaan yang membahayakan jiwa, keselamatan, ke sehatan dan
kesusilaan pekerja/buruh, menghina secara kasar atau mengancam buruh,
membujuk tersebut tidak dicantumkan pada perjanjian kerja. Jika terjadi PHK,
maka pengusaha wajib membayar uang pesangon uang penghargaan masa kerja,
uang penggantian hak yang meliputi penggantian cuti tahunan yang belum
diambil, biaya perjalanan pulang ketempat buruh dan keluarganya diterima kerja
pada saat awal, uan penggantian perumahan, pengobatan dan perawatan yang
ditetapkan sebesar 15 % dari uang pesangon atau penghargaan masa kerja , dan
van berakhir adalah biaya yang ditetapkan dalam perjanjian keria, perusahaan, dan
perjanjian kerja bersama.
44
syarat-syarat sebagai mediator yang ditetapkan oleh menteri untuk bertugas
melakukan mediasi dan mempunyai kewajibarn memberikan anjuran tertulis kepada
para pihak yang berselisih untuk menyelesaikan perselisihan hak, perselisihan
kepentingan, perselisih an pemutusan hubungan kerja dan perselisihan antarserikat
pekerja/ serikat buruh dalam satu perusahaan. Jadi Perselisihan yang dapat di
selesaikan melalui Pegawai mediator dari dinas tenaga kerja setempat adalah:
1) Perselisihan hak;
2) perselisihan kepentingan
3) PHK
4)Perselisihan antarserikat buruh dalam satu perusahaan.
Dalam hal tercapai kesepakatan penyelesaian perselisihan hubungan industrial
melalui mediasi, maka dibuat perjanjian bersama yang ditandatangani oleh para pihak
dan disaksikan oleh mediator serta di daftar di Pengadilan Hubungan Industrial pada
Pengadilan Negeri di wilayah hukum pihak-pihak mengadakan perjanjian bersama
untuk mendapatkan akta pendaftaran. Jika tidak tercapai kesepakatan maka mediator
mengeluarkan anjuran tertulis selambat-lambatnya 10 (sepuluh) hari kerja sejak
sidang mediasi pertama harus sudah disampaikan kepada para pihak. Para pihak
memberikan jawaban secara tertulis kepada mediator yang isinya menyetujui atau
menolak anjuran tertulis dalam waktu selambat-lambatnya 10 (sepuluh) hari kerja
setelah menerima anjuran tertulis. Pihak yang tidak memberikan pendapatnya
dianggap menolak anjuran tertulis. Dalam hal para pihak menyetujui, maka dibuat
perjanjian bersama yang kemudian didaftarkan di PHI pada Pengadilan Negeri di
wilayah hukum pihak-pihak mengadakan perjanjian bersama untuk mendapat kan
akta bukti pendaftaran. Dalam hal anjuran tertulis ditolak oleh salah satu pihak atau
para pihak, maka para pihak atau salah satu pihak dapat melanjutkan penyelesaian
PHI pada Pengadilan Negeri setempat. Mediator menyelesaikan tugasnya selambat-
lambatnya 30 (tiga puluh) hari kerja terhitung menerima pelimpahan penyelesaian
perselisihan PHI. Sifat dari anjuran yang dikeluarkan oleh mediator tidak memiliki
keku atan hukum eksekutorial. Anjuran berisi keterangan dan tuntutan para pihak dan
pendapat atau kesimpulan mediator
2. Konsilliasi
Konsiliasi adalah penyelesaian melalui musyawarah yang ditengahi oleh seorang
konsiliator yang memenuhi syarat-syarat konsiliator yang ditetapkan oleh Menteri
(Vide UU Nomor 2 Tahun 2004 adalah pega wai perantara swasta). Perselisihan yang
45
bisa diselesaikan oleh pegawai perantara swasta adalah perselisihan kepentingan,
PHK, dan perselisihan antarserikat buruh dalam satu perusahaan. Penyelesaian oleh
konsiliator dilaksanakan setelah para pihak mengajukan permintaan penye lesaian
secara tertulis kepada konsiliator yang ditunjuk dan disepakati oleh para pihak. Dalam
hal tercapai kesepakatan penyelesaian perselisihan hubung an industrial melalui
konsiliasi, maka dibuat perjanjian bersama yang ditandatangani oleh para pihak dan
disaksikan oleh konsiliator dan di daftar di Pengadilan Hubungan Industrial pada
Pengadilan Negeri di wilayah hukum pihak-pihak mengadakan perjanjian bersama
untuk mendapatkan fakta bukti pendaftaran Dalam hal tidak tercapai kesepakatan
penyelesaian perselisihan hubungan industralia, maka konsiliator mengeluarkan
anjuran tertulis dalam waktu selambat-lambatnya 10 (sepuluh) hari kerja sejak sidang
konsiliasi pertama harus disampaikan kepada para pihak. Para pihak sudah
memberikan jawaban tertulis kepada konsiliator yang isinya me- nyetujui atau
menolak ajuran tertulis. Pihak yang tidak memberikan jawabannya dianggap menolak
anjuran tertulis. Dalam hal para pihak menyetujui, maka konsiliator membantu para
pihak membuat perjanjian bersama untuk didaftarkan di PHI pada PN di wilayah
pihak- mengadakan perjanjian bersama untuk mendapatkan akta bukti pendaftaran.
Apabila perjanjian bersama tidak dilaksanakan oleh salah satu pihak maka pihak yang
dirugikan dapat mengajukan permohonan ekseksusi di PHI. Dalam hal anjuran tertulis
ditolak oleh salah satu pihak atau para pihak, maka salah satu pihak atau para pihak
dapat melanjutkan penyelesaian perselisihan ke PHI.
3. Arbitrase
Merupakan perselisihan yang diselesaikan di luar pengadilan hubungan industrial
yang dapat ditempuh melalui kesepakatan tertulis Isinya adalah para pihak yang
berselisih bersepakat untuk menyerahkan perselisihan kepada arbiter. Arbitrase
dipimpin oleh Arbiter yang dapat ditunjuk oleh para pihak yang berselisih dari daftar
arbiter yang ditetap- kan oleh menteri. Penyelesaian perselisihan hubungan industrial
oleh Arbiter atau Majelis Arbiter dilakukan secara tertutup kecuali para pihak yang
berselisih menghendaki lain. Dalam sidang arbitrase, para pihak yang berselisih dapat
diwakili oleh kuasanya dengan surat kuasa khusus. Penyelesaian perselisihan
hubungan industrial oleh Arbiter harus diawali dengan mendamaikan kedua belah
pihak yang berselisih. Jika tercapai kesepakatan maka dibuatkan akta perdamaian
yang didaftarkan di Pengadilan Hubungan Industrial pada PN di wilayah Arbiter
mengadakan perdamaian. Apabila upaya perdamian gagal, maka sidang arbitrase
46
diteruskan. Dalam persidangan arbitrase para pihak diberi kesempatan untuk
menjelaskan secara tertulis maupun lisan pendirian masing-masing serta mengajukan
bukti yang dianggap perlu untuk menguatkan pendirian.
Keputusan arbitrase adalah mengikat para pihak yang berselisih dan bersifat final.
Perselisihan yang bisa diselesaikan melalui arbitrase adalah: perselisihan kepentingan,
dan perselisihan antarserikat buruh dalam satu perusahaan. Putusan Arbiter bersifat
final dan mengikat para pihak. Setelah Arbiter menetapkan putusan, maka putusan
tersebut didaftarkan ke PHI setempat. Dalam hal putusan arbitrase tidak dilak sanakan
oleh salah satu pihak, maka pihak yang dirugikan dapat mengajukan eksekusi di
Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri yang daerah hukumnya
meliputi kedudukan pihak siapa putusan itu harus dijalankan, agar putusan
diperintahkan untuk dijalankan.
48
DAFTAR PUSTAKA
Ali, H. Zainudin. 2006. Sosiologi Hukum. Jakarta: Sinar Grafika Budiono, Abdul
Rachmat. 1995. Hukum Perburuhan di Indonesia. Ma- lang: Rajawali Pers. wali Pers.
sidangan, Penyitaan, Pembuktian, dan Putusan Pengadilan. Jakarta Dirdjosisworo, Soedjono.
2007. Pengantar Ilmu Hukum. Jakarta: Raja- Harahap, M. Yahya. 2008. Hukum Acara
Perdata - tentang Gugatan, Per- Hikmah. Himpunan Peraturan Ketenagakerjaan. Suku Dinas
Tenaga Khakim, Abdul.2007. Pengantar Hukum Ketenagakerjaan Indonesia. Mertokusumo,
Sudikno.2007. Mengenal Hukum Suatu Pengantar. Yo- Nugroho, Susanti Adi. 2009. Mediasi
Sebagai Alternatif Penyelesaian Sen R. Soeroso. 2006. Pengantar Ilmu Hukum. Jakarta: Sinar
Grafika. Sinar Grafika. Kerja dan Transmigrakota Administrasi Jakarta Timur. Bandung:
Citra Aditya Bakti. gyakarta: Liberty keta, Jakarta: Telaga Ilmu Indonesia. g- Sidharta.2009.
Moralitas Profesi Hukum. Bandung: Refika Aditama. 125
49
BAB III PENUTUP
3.1 kesimpulan
3.2 saran
50
GLOSARIUM
51
INDEKS
52