DESA BENTENG
5.1. PENDEKATAN
5.1.1. Pendekatan Penentuan Jenis Dokumen Lingkungan
Dalam melakukan usaha ataupun kegiatan, terdapat peraturan perundang-undangan
yang harus dipatuhi. Dalam konteks peraturan lingkungan hidup, terdapat beberapa
jenis dokumen yang harus dibuat oleh pelaku usaha dan/atau kegiatan. Inti tujuan
dokumen lingkungan adalah untuk memberikan perlindungan terhadap lingkungan
dari dampak yang ditimbulkan oleh usaha dan/atau kegiatan yang dilakukan.
Dokumen Lingkungan adalah dokumen yang berisi informasi dan data mengenai
suatu usaha dan/atau kegiatan serta memuat langkah-langkah pengelolaan dan
pemantauan untuk mencegah pencemaran dan/atau kerusakan Lingkungan. Ada tiga
jenis dokumen Lingkungan yang disesuaikan berdasarkan skala usahanya, meliputi
Dokumen Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) atau Dokumen Upaya
Pengelolaan Lingkungan dan Upaya Pemantauan Lingkungan (UKL-UPL), atau Surat
Pernyataan Pengelolaan Lingkungan (SPPL).
c) Batas Sosial
Batas sosial adalah ruang disekitar rencana kegiatan yang merupakan tempat
berlangsungnya berbagai interaksi sosial yang mengandung norma dan nilai
tertentu yang sudah mapan (termasuk sistem dan struktur sosial), sesuai dengan
proses dinamika sosial suatu kelompok masyarakat yang diperkirakan akan
mengalami perubahan mendasar akibat adanya rencana kegiatan. Batas sosial ini
ditentukan dengan memperhitungkan penduduk dalam wilayah mana saja yang
diprakirakan akan terkena dampak baik dari aspek fisik, ekonomi maupun dari
aspek sosial budayanya, sehingga dengan berdasarkan pertimbangan tersebut
dapat ditentukan batas sosial dari wilayah studi yang akan dikaji. Penentuan batas
sosial ini tetap mengacu/tidak bisa terlepas dari batas administratif dimana
penduduk yang diprakirakan akan terkena dampak itu tinggal.
d) Batas Administratif
Batas administrasi adalah ruang dimana kegiatan dan masyarakat melakukan
kegiatan sosial ekonomi dan sosial budaya atas dasar uraian batas proyek, batas
ekologis, batas sosial.
untuk menentukan isu pokok yang akan dikaji dan dibahas dalam studi Penyusunan
Dokumen Lingkungan. Isu pokok yang ditetapkan masih bersifat sementara dan
tentunya masih dapat berkembang setelah pengumpulan data primer dan data
pengamatan lapangan secara intensif selesai dilakukan. Isu pokok berguna untuk
menuntun dan mengarahkan pola kajian dan penelitian, sehingga studi Penyusunan
Dokumen Lingkungan dapat terfokus pada dampak penting.
PROYEK
pemeriksaan UKL-UPL
Kerangka Acuan
atau pemeriksaan SPPL
Penyusunan ANDAL, Ya
Ya
Proyek Dilaksanakan
5.2. METODOLOGI
Kegiatan yang harus dilakukan oleh Konsultan dalam melaksanakan pekerjaan
tersebut di atas adalah :
Melakukan pengumpulan data mengenai kegiatan/rencana kegiatan yang telah dan
akan dilakukan meliputi tahap pra konstruksi, konstruksi, pasca konstruksi, operasi
dan pemeliharaan.
Melakukan pengumpulan dan analisis data Tanah, Fisik Kimia, Biologi, Sosekbud
dan Kesehatan Masyarakat yang relevan dengan daerah di sekitar Pelabuhan Luwuk
baik berupa data primer maupun data sekunder, untuk dapat menentukan rona
awal lingkungan, seperti yang tertuang di bawah ini yaitu :
Pengumpulan Data
Komponen iklim yang akan dikaji melalui data sekunder adalah tipe iklim, suhu
udara, curah hujan, kelembaban, kecepatan angin dan arah angin. Sumber data
sekunder berasal dari Badan Meteorologi dan geofisika setempat.
Analisis Data
Parameter-parameter iklim seperti curah hujan, temperatur udara, kelembaban
udara, kecepatan dan arah angin kemudian dikaji dan dianalisis untuk
menentukan tipe iklim. Penentuan tipe iklim di wilayah studi dan sekitarnya
mengacu pada pembagian iklim menurut Schmidt dan Ferguson. Penentuan jenis
iklim tersebut berdasarkan nilai Q (Quotient) yang perhitungannya :
Q= k/b
Dimana :
k = jumlah purata bulan kering, yaitu jumlah curah hujan < 60 mm
b = jumlah purata bulan basah, yaitu jumlah curah hujan > 100 mm
Dari nilai Q yang diperoleh, kemudian ditentukan tipe iklimnya yang dinyatakan dari
iklim A, yaitu paling basah sampai iklim H yang paling kering, dimana harga Q adalah
sebagai berikut :
Lokasi
Lokasi pengumpulan data iklim yaitu untuk wilayah di lokasi dan sekitar lokasi
kegiatan yang termasuk kedalam wilayah studi.
2. Fisiografi
a. Topografi bentuk lahan (morfologi), struktur geologi dan jenis tanah.
Analisis Data
Singkapan batuan dan tanah diamati untuk diklasifikasikan jenisnya guna
dianalisis lebih lanjut sifat batuan dan tanah, terutama secara visual. Warna,
ukuran butir, porositas, jenis fragmen batuan dan hubungannya antar lapisan
batuan dan tanah diamati untuk dijadikan data guna analisis geologi.
Lokasi
Lokasi pengumpulan data batuan dan tanah yaitu untuk wilayah di lokasi dan
sekitar lokasi kegiatan yang termasuk kedalam wilayah studi.
Analisis Data
Untuk menduga tingkat kepekaan tanah terhadap erosi digunakan pendekatan
indeks erodibilitas tanah (K) (Dangler dan El-Swaify, 1976 dalam
Hardjowigeno, 1994) dan jenis tanah (Hardjowigeno, 1994). Sedangkan untuk
menduga tingkat erosi tanah secara keseluruhan digunakan metode USLE
(Universal Soil Loss Equation) dari Weischmeier dan Smith (1978) dengan
formula sebagai berikut :
A= R.K.L.S.C.P
Dimana:
A = dugaan jumlah tanah yang tererosi (ton/ha/tahun)
R = indeks erosivitas hujan
K = indeks erodibilitas tanah
L = faktor panjang lereng
S = faktor kemiringan (slope) lereng
C = faktor vegetasi penutup tanah dan pengelolaan tanah
P = faktor tindakan khusus konservasi tanah.
Dimana:
EI30 = Erosivitas hujan tahunan, EI30 tahunan adalah jumlah EI30
bulanan
RAIN = Curah hujan rata-rata bulanan (cm)
DAYS = Jumlah hari hujan rata-rata bulanan
MAXP = Curah hujan maksimal selama 24 jam setiap bulan (cm).
Data yang diperlukan untuk menghitung Indeks erosivitas hujan (R) dapat
diperoleh dari stasiun dari Stasiun Meteorologi terdekat bersamaan dengan
pengumpulan data iklim. Indeks erodibilitas tanah (K) dihitung menurut rumus
Weischmeier dan Smith (1978) :
Dimana :
M = (% debu + % pasir sangat halus) (100 - liat)
(debu = 0,002-0,03 mm, liat < 0,002 mm; pasir sangat halus = 0,03 - 0,1
mm)
a = % bahan organik
b = kode struktur tanah
1 = granular sangat halus
2 = granular halus
3 = granular sedang – kasar
4 = blok, plat atau masif
c = kode permeabilitas
1 = cepat
2 = sedang - cepat
3 = sedang
4 = lambang - sedang
3 = lambat
6 = sangat lambat
Nilai indeks penutupan lahan (vegetasi) (C) diperoleh dari Hammer (1980) dan
Wischmeier dan Smith (1978), sedangkan indeks pengelolaan (konservasi)
lahan (P) diperoleh dari Hammer (1980). Nilai-nilai faktor C untuk vegetasi
alang-alang dianggap sama dengan 0,36 dan faktor pengelolaan lahan (P)
untuk tanpa pengelolaan (nihil) dinilai sama dengan 1.
Hasil analisis tanah dan data lapangan dinilai besarnya erosi, indeks bahaya
erosi (IBE) dan toleransi tanahnya terhadap erosi. Dari penggunaan rumus
USLE, akan diketahui besaran erosi potensial yang terjadi. Untuk
memperkirakan tingkat erosi tanah dikaitkan dengan kedalaman solum tanah,
digunakan kriteria dari Direktorat Jenderal Reboisasi dan Rehabilitasi Lahan
Departemen Kehutanan (1983) Klasifikasi Tingkat Bahaya Laju Erosi
selengkapnya disajikan pada Tabel 3.1.
Lokasi
Lokasi pengamatan erosi dan sedimentasi yaitu pada lokasi kegiatan yang
termasuk ke dalam wilayah studi.
3. Hidrologi
a. Karakteristik fisik sungai, pantai, danau/waduk, rawa, (rawa pasang surut, rawa
air tawar),
Air Permukaan
Pengumpulan Data
Pengumpulan data diawali dengan pengamatan karakteristik fisik sungai, pola
drainase, debit air sungai dan tingkat ketergantungan/ kebutuhan air sungai.
Analisis Data
Pengamatan karakteristik fisik sungai dan pola drainase yang ada dilakukan
dengan cara analisis Peta Topografi yang dipadukan dengan hasil observasi di
lapangan.
Pengukuran yang dilakukan adalah pengukuran debit air sesaat sungai terdekat
dengan Metoda Pengukuran Debit Sungai dan Saluran Terbuka SK SNI M-17-
1989-F Departemen Pekerjaan Umum untuk data primer. Selain itu debit air
didapat dari data sekunder. Tujuan pengukuran debit sesaat ini adalah untuk
mendapatkan gambaran debit air saat studi. Pengukuran debit dilakukan dengan
cara mengukur kecepatan aliran dengan peKabupaten Belu . Debit dihitung
dengan rumus :
Q = Σ (A x V)
dimana :
Q = debit (m3/det)
A = luas bagian penampang basah (m2)
V = Kecepatan rata-rata pada tiap bagian penampang basah (m/det)
Kecepatan aliran dihitung dengan rumus :
1 2/3 1/2
V= R S
n
dimana :
V = Kecepatan aliran (m/det)
R = Jari-hari hidrolik (meter)
S = Kemiringan (m/m)
n = Faktor kekasaran Manning
Harga Cr adalah :
Cr = (C1a + C2b + C3c + …) / (a + b + c + …)
Dimana :
C1 = Koefisien air larian untuk bangunan
a = Luas bangunan
C2 = Koefisien air larian untuk jalan
b = Luas jalan Dan seterusnya
Nilai koefisien air larian pada rumus rasional (Chow,1964: Gray, 1973).
Lokasi
Lokasi pengamatan dan pengukuran yaitu pada sungai yang ada di lokasi dan
sekitar lokasi kegiatan sebagai badan air penerima dari kegiatan yang termasuk
ke dalam wilayah studi.
Geologi dan Tata Lingkungan di Kabupaten Banggai yang dipadukan dengan hasil
observasi di lapangan.
Analisis Data
Data yang diperoleh dituangkan pada peta tematik, dianalisis dan ditampilkan
(overlay), untuk mendapatkan analisis secara akurat dan cukup lengkap.
Lokasi
Lokasi pengambilan data sekunder di Direktorat Geologi dan Tata Lingkungan di
Bandung berupa peta hidrogeologi yang sebarannya yang tersingkap pada tapak
proyek dan sekitarnya yaitu pada lokasi dan sekitarnya yang termasuk ke dalam
wilayah studi.
Analisis Data
Untuk mengetahui kondisi kualias air tanah, maka hasil analisis laboratorium
sampel air tanah dibandingkan dengan baku mutu menurut Peraturan Menteri
Kesehatan RI No. 416/MENKES/PER/IX/1990 tentang Syarat-syarat dan
Pengawasan Kualitas Air. Metode analisis kualitas air tanah dilakukan seperti
pada Tabel 5.2.
Lokasi
Pengambilan sampel air tanah dilakukan pada sumur penduduk terdekat dari
lokasi kegiatan sebagai rona awal sebelum ada kegiatan sebanyak 3 (tiga) lokasi
sampel .
terdekat yang akan dipengaruhi oleh kegiatan pembangunan dan operasional yang
merupakan badan air penerima terdekat.
Analisis Data
Analsisis data dilakukan dengan membandingkan hasil pengujian laboratorium
berdasarkan baku mutu Peraturan Pemerintah No. 82 Tahun 2001 tentang
Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air atau menurut
peraturan daerah setempat.
c. Kemungkinan adanya konflik atau pembatasan yang timbul antara rencana tata
guna tanah dan sumber daya alam lainnya yang sekarang berlaku dengan
adanya pemilikan/ penentuan lokasi bagi rencana usaha atau kegiatan.
d. Inventarisasi nilai estetika dan keindahan bentang alam serta daerah rekreasi
yang ada di wilayah rencana usaha dan/atau kegiatan.
e. Kajian mengenai ruang, lahan, dan tanah dilengkapi dengan analisis spasial
peta-peta yang terkait dengan kondisi ruang, lahan, dan tanah di wilayah
rencana usaha dan/atau kegiatan dan sekitarnya.
Peta-peta yang mendukung analisis rona lingkungan awal menyajikan :
1. Ruang lingkup pada seluruh area yang terdampak akibat adanya rencana
usaha dan/atau kegiatan (contoh: DAS terdampak harus digambarkan dari
hulu hingga hilir).
2. Penggambaran sesuai dengan kaidah kartografis.
3. Pencetakan pada kertas minimal A3.
4. Apabila skala peta telalu kecil atau tampilan rumit pada wilayah rencana
usaha dan/atau kegiatan, maka dapat dibuat indeks petanya dengan skala
yang lebih besar.
Pengumpulan Data
Dalam studi Ruang dan Lahan, hasil pengamatan lapangan dibandingkan
dengan informasi yang diperoleh dari interpretasi Peta Rencana Tata Ruang
Wilayah Provinsi/ Kabupaten, penggunaan lahan, kemampuan lahan serta
fasilitas dan jaringan prasarana transportasi, untuk dikembangkan dalam
memprediksi kemungkinan pemanfaatan ruang dan lahan.
Anaisis Data
Dalam studi ruang dan lahan, hasil pengamatan lapangan dibandingkan
dengan informasi yang diperoleh dari interpretasi Peta Rencana Tata Ruang
Wilayah Provinsi/ Kabupaten, penggunaan lahan, kemampuan lahan serta
fasilitas dan jaringan prasarana transportasi, untuk dikembangkan dalam
memprediksi kemungkinan pemanfaatan ruang dan lahan.
Lokasi
Pengambilan data dilakukan pada lokasi yang telah ditetapkan sesuai batas
proyek, batas ekologis, batas sosial, dan batas administrasi.
B. KUALITAS AIR
1. Umum
Besarnya kadar unsur-unsur yang dianalisis dari suatu sampel yang diambil
seharusnya sama dengan kadar unsur-unsur tersebut didalam sumber air pada
waktu sampling, keadaan itu dapat dicapai apabila persyaratan tersebut diatas
dipenuhi. Sistem pengambilan sampel air memegang peranan sangat penting
dalam pemantauan kualitas air. Ketelitian pengujian dan ketepatan sistem
pengambilan sampel air akan mempengaruhi data hasil pengujian. Bila terdapat
kesalahan dalam pengambilan sampel air, maka sampel yang diambil tidak
representative sehingga ketelitian dan teknik peralatan yang baik akan terbuang
percuma. Selain itu dikhawatirkan kesimpulan yang diambil juga akan salah.
sumber air antara lain sumber air minum, industri, irigasi, perikanan, rekreasi
dan lain-lain.
Sebaran pengambilan sampel harus mendapat persetujuan dari direksi dan
setiap sampel dilakukan pengukuran titik koordinat.
3. Parameter Uji
Berdasarkan PP Nomor 82 Tahun 2001 Tentang Pengelolaan Kualitas Air dan
Pengendalian Pencemaran Air, menetapkan kriteria mutu air yang terbagi atas
empat (4) klasifikasi mutu air sebagai berikut:
a. Kelas Satu (I): Air yang peruntukannya dapat digunakan untuk air baku, air
minum dan atau peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama
dengan kegunaan tersebut.
b. Kelas Dua (II): Air yang peruntukannya dapat digunakan untuk
prasarana/sarana rekreasi air, pembudidayaan ikan air tawar peternakan, air
untuk mengairi pertanaman, dan atau peruntukan lain yang mepersyaratkan
mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut.
c. Kelas Tiga (III): Air yang peruntukan dapat digunakan untuk pembudidayaan
ikan air tawar peternakan, air untuk mengairi pertanaman, dan atau peruntukan
lain yang mempersyaratkan mutu air yang dengan kegunaan tersebut.
d. Kelas Empat (IV): Air yang peruntukan dapat digunakan untuk mengairi
pertanaman dan atau peruntukan yang lain yang mempersyaratkan mutu air
yang sama dengan kegunaan tersebut.
Pengujian sampel air diuji pada parameter-parameter yang disesuaikan dengan
kelas mutu air berdasarkan usaha dan/atau kegiatan terkait.
Sebaran pengambilan sampel harus mendapat persetujuan dari direksi dan
setiap sampel dilakukan pengukuran titik koordinat.
Baku mutu air mengacu pada Perda Kaltim Nomor 2 Tahun 2011 tentang
Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air.
Hasil analisis laboratorium dan dokumentasi dilampirkan dalam laporan.
D. KUALITAS TANAH
Aspek-aspek yang dipelajari dalam hubungannya dengan komponen tanah meliputi
sifat, kimia tanah, tingkat bahaya erosi dan sedimentasi. Sifat fisik tanah yang
dianalisi adalah tekstur tanah, struktur tanah, porositas, warna tanah, permeabilitas,
konsistensi. Sedangkan sifat kimia tanah yang dianalisis adalah reaksi tanah (pH),
kapasitas tukar kation, bahan organic, tanah, kejenuhan basa, nitrogen, fosfor,
kalium, C/N Ratio, basa-basa dapat dipertukarkan (Ca, Mg, K, dan Na), kejenuhan
alumunium (Al), pirit, status kesuburan tanah, erosi tanah. Parameter lainya dapat
ditambahkan apabila dianggap perlu dan berhubungan langsung dengan jenis kegiatan
terkait.
Pengambilan sampel tanah sebanyak 5 titik pada lokasi yang harus mewakili area-
area kegiatan kontruksi.
Hasil analisis laboratorium dan dokumentasi dilampirkan dalam laporan.
E. BIOLOGI
1. Flora
a. Peta zona biogeoklimatik dari vegetasi alami yang meliputi tipe vegetasi, sifat-
sifat dan kerawanan berada dalam wilayah rencana usaha atau kegiatan.
b. Uraian tentang jenis-jenis vegetasi dan ekosistem yang dilindungi undang-
undang yang berada dalam wilayah rencana usaha atau kegiatan.
c. Uraian tentang keunikan dari vegetasi dan ekosistemnya yang berada pada
wilayah rencana usaha dan/atau kegiatan.
Pengumpulan Data
Pengumpulan data aspek biologi (hayati) dilakukan dengan cara sampling
yang didasarkan pada beberapa komunitas sesuai dengan tipe habitatnya.
Inventarisasi vegetasi dan satwa liar dilakukan pada komunitas binaan
(daerah pertanian), sedangkan pencacahan dilakukan pada komunitas alami
(hutan sekunder) pada dua garis transek sepanjang 1000 m. Parameter dan
metode pengumpulan data biologi selengkapnya disajikan pada Tabel 5.4.
Pengumpulan data flora (vegetasi) dilakukan melalui inventarisasi tanaman
dilapangan baik secara langsung, wawancara, data dari instansi terkait
maupun dengan metode jelajah. Pengambilan contoh vegetasi dilakukan pada
lokasi di sekitar tapak proyek. Pengambilan contoh vegetasi dilakukan pada 3
petak contoh transek yang memotong tegak lurus kontur dengan jarak antar
transek adalah 100 meter.
Tabel 5.4. Parameter dan Metode Pengumpulan Data Biologi (Flora dan
Fauna)
No. Pedoman Pengumpulan Data Primer Data Sekunder
Data Komponen Teknik Lokasi
Lingkungan
I. Flora terrestrial
1.1 Alam Inventarisasi Di dalam dan Dinas Pertanian
a. Komposisi jenis atau di luar
b. Kerapatan proyek
(wilayah studi)
1.2 Kawasan Budidaya Inventarisasi Dinas Pertanian
(kebun/tegal/ pekarangan)
a. Komposisi jenis
b. Kerapatan
Analisis Data
Analisis jenis flora (vegetasi) dilakukan untuk mengetahui keberadaan jenis
tanaman baik yang bersifat ekonomis, langka maupun yang dilindungi
undang-undang di Indonesia. Rumus-rumus yang digunakan dalam analisis
vegetasi dengan metode garis berpetak adalah Mueller-Dombois dan
Ellenberg, 1974: Cox, 1973; Mechael, 1983; Soeranegara dan Indrawan,
1983, dengan rumus sebagai berikut :
Dimana :
KN = Kerapatan Nisbi.
FN = Frekuensi Nisbi.
DON = Dominasi Nisbi.
Khusus untuk tingkat semai dan tumbuhan bawah, Indeks Nilai Penting
dihitung berdasarkan formula :
Indeks Nilai Penting = KN + FN
Dimana :
KN = Kerapatan,
FN = Frekuensi Nisbi.
Lokasi
Lokasi pengamatan flora darat dilakukan pada beberapa titik pengamatan
yang termasuk ke dalam wilayah studi dan sekitarnya.
2. Fauna
a. Taksiran kelimpahan dan keragaman fauna, habitat, penyebaran, pola migrasi,
populasi hewan budidaya (ternak) serta satwa dan habitatnya yang dilindungi
undang-undang dalam wilayah rencana usaha atau kegiatan.
b. Taksiran penyebaran dan kepadatan populasi hewan invertebrata yang dianggap
penting karena memiliki peranan dan potensi sebagai bahan makanan, atau
sumber hama dan penyakit.
c. Perikehidupan hewan penting diatas, termasuk cara perkembangbiakan, siklus
dan neraca hidupnya, cara pemijahan, cara bertelur dan beranak, cara
memelihara anaknya, perilaku dalam daerah dan teritorialnya.
Vegetasi, parameter yang diamati di lokasi rencana usaha dan/atau kegiatan
adalah jenis dan keanekaragaman, kerapatan, dominasi, dan frekuensi.
Fauna darat, parameter yang diamati jenis dan keanekaragaman, jenis satwa
liar, langka, dan atau dilindungi.
F. KOMPONEN SOSIAL
Pengamatan terhadap aspek social, ekonomi, budaya dan kesehatan masyarakat
dilakukan dalam wilayah rencana usaha dan/atau kegiatan yang berada dalam tapak
Pekerjaan atau disekitarnya. Adapun data komponen sosial yang diambil dalam studi
bersumber dari data primer dan data sekunder. Komponen sosial yang penting untuk
ditelaah diantaranya :
1. Demografi
a. Struktur penduduk menurut kelompok umur, jenis kelamin, mata pencaharian,
pendidikan, dan agama.
b. Tingkat kepadatan dan sebaran kepadatan penduduk.
c. Angkatan kerja produktif
d. Tingkat kelahiran
e. Tingkat kematian kasar
f. Tingkat kematian bayi
g. Pola perkembangan penduduk
2. Ekonomi
a. Kesempatan, kerja dan berusaha
b. Pola pemilikan dan penguasaan sumberdaya alam
c. Tingkat pendapatan penduduk
d. Prasarana dan sarana perekonomian (jalan, pasar, pelabuhan, perbankan, pusat
pertokoan)
e. Pola pemenfaatan sumberdaya alam.
3. Budaya
a. Kepemilikan tanah (tanah pribadi, tanah adat,
b. Pranata sosial atau lembaga-lembaga kemasyarakatan yang tumbuh dikalangan
masyarakat.
c. Adat istiadat dan pola kebiasaan yang berlaku
d. Proses sosial (kerjasama, akomodasi, konflik) dikalangan masyarakat.
e. Akulturasi, asimilasi, dan integrasi dari berbagai kelompok masyarakat.
f. Kelompok-kelompok dan organisasi sosial
g. Pelapisan sosial dikalangan masyarakat
h. Perubahan sosial yang tengah berlangsung dikalangan masyarakat.
i. Sikap dan persepsi masyarakat terhadap rencana usaha atau kegiatan.
4. Kesehatan Masyarakat
a. Insidensi dan prevelensi penyakit yang terkait dengan rencana usaha atau
kegiatan.
b. Sanitasi lingkungan, khususnya ketersediaan air bersih (cakupan pelayanannya).
c. Status gizi dan kecukupan pangan.
d. Jenis dan jumlah fasilitas kesehatan
e. Cakupan pelayanan tenaga dokter dan paramedik.
Tabel 5.5. Metode Formal Yang Digunakan Dalam Prakiraan Dampak Penting
Komponen
No Metode Formal
Lingkungan
1 Penurunan Transportasi
kualitas udara
H 2
C x, z
2QL
Exp 0,5
2 0,5 z z
dimana :
C(x,z) = Konsentrasi pencemar di udara ambient
(atmosfer), /m3
Komponen
No Metode Formal
Lingkungan
Dimana :
LP2 = Tingkat kebisingan pada jarak r1 (dBA)
LP1 = Tingkat kebisingan pada jarak r2 (dBA)
R1 = Jarak pengukuran kebisingan dan sumber
kebisingan 1
r2 = Jarak pengukuran kebisingan dan kebisingan 2
Sumber : Davis 2 Cornwell, 1998.
3. Perubahan Rumus :
kuantitas air Q = Σ (a x v)
permukaan
Komponen
No Metode Formal
Lingkungan
4. Perubahan debit
Air Larian Q = (Cp-Ca) x I x A
dimana :
Q = perubahan tata guna lahan (m3/hari
hujan)
Cp = koefisien air larian
Ca = koefisien air larian rona awal
I = Intensitas curah hujan (m/hari hujan)
A = luas daerah (m2)
pemantauan, metode dan cara pemantauan, lokasi, waktu dan frekuensi pemantauan,
serta instansi pemantauan lingkungan baik sebagai pelaksana, pengawas maupun
penerima laporan pemantauan lingkungan.
Untuk memenuhi tujuan tersebut, maka dalam suatu dokumen RKL akan memuat
informasi dan ketentuan mengenai pengelolaan lingkungan yang meliputi:
a. Jenis kegiatan yang menjadi sumber dampak penting.
b. Komponen lingkungan yang terkena dampak
c. Tolok ukur dampak
d. Tujuan pengelolaan lingkungan
e. Beberapa altematif penanggulangan dan pencegahan dampak negatif serta
pengembagan dampak positif
f. Lokasi pengelolaan lingkungan
g. Periode pengelolaan lingkungan
h. Institusi yang bertanggung jawab dalam melaksanakan, mengawasi dan
menerima pelaporan dari pengelolaan lingkungan tersebut.
Rencana Pengelolaan Lingkungan (RKL) ditulis dalam bentuk uraian dan ikhtisarnya
akan dimuat dalam matrik RKL dan disertai penjelasan singkat sehingga pelaksana
RKL dapat melaksanakannya secara mudah.
Pekerjaan Penyusunan Dokumen UKL-UPL Tambatan Perahu Desa Benteng ini adalah
merupakan kegiatan yang terpadu. Terpadu di sini berarti bahwa diperlukan tinjauan
yang integral dari berbagai disiplin ilmu yang saling mendukung dan melengkapi.
Sedangkan, terkait dimaksudkan hasil proses pada suatu tahap akan sangat
mempengaruhi pelaksanaan tahap selanjutnya. Untuk maksud tersebut di atas
diperlukan suatu program kerja yang baik untuk dapat memperoleh hasil yang baik
pula.