176
LAPORAN AKHIR
KEMENTERIAN PERTANIAN
BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERTANIAN
Peneliti/ Perekayasa :
1
B. Lembaga lain yang terlibat (dapat lebih dari satu)
Menyetujui :
2
DAFTAR ISI
BAB Halaman
LAMPIRAN ........................................................................ 11
3
BAB I
IDENTITAS LEMBAGA LITBANGYASA
Telepon/ HP 081314524070
Faksimile 022-2786416
e-mail liferdilukman@yahoo.co.id
4
BAB II
IDENTITAS KEGIATAN
5
Lakawan, Kecamatan Anggeraja (± 530 m dpl),
Kabupaten Enrekang, Provinsi Sulawesi Selatan, sejak
bulan Februari s.d. Agustus 2012. Sembilan macam
perlakuan diuji pada percobaan ini, yaitu : (A) > 0
ngengat S.exigua tertangkap/perangkap/ hari, (B) ≥ 5
ngengat S.exigua tertangkap/perangkap/ hari, (C) ≥ 10
ngengat S.exigua tertangkap/perangkap/ hari, (D) ≥ 15
ngengat S.exigua tertangkap/perangkap/ hari, (E) ≥ 20
ngengat S.exigua tertangkap/perangkap/ hari, (F) 0,1
kelompok telur/ tanaman contoh, (G) Kerusakan
tanaman 5%, (H) disemprot insektisida secara rutin 2
x/minggu, dan (I) kontrol (tidak disemprot dengan
insektisida. Percobaan menggunakan Rancangan Acak
Kelompok dan setiap perlakuan diulang sebanyak tiga
kali. Bawang merah varietas Bima ditanam pada
setiap petak perlakuan seluas 30 m2, dengan jarak
tanam 15 cm x 15 cm. Feromonoid seks yang
digunakan ialah Feromon Exi yang diproduksi oleh
Balai Besar Biogen, Badan Penelitian dan
Pengembangan Pertanian. Feromonoid seks sebanyak
5 buah dipasang secara diagonal pada lahan
percobaan. pada saat tanam. Hasil percobaan
menunjukkan bahwa ambang pengendalian
berdasarkan hasil tangkapan populasi ngengat
S.exigua dengan menggunakan Feromon Exi
sebanyak ≥ 10 ekor/ perangkap/ hari, lebih praktis,
mudah, dan presisi dibandingkan dengan ambang
pengendalian berdasarkan populasi kelompok telur
sebesar 0,1/ tanaman atau berdasarkan kerusakan
tanaman bawang merah oleh S.exigua sebesar 5%.
Dengan penerapan ambang pengendalian tersebut,
penggunaan insektisida dapat dikurangi sebesar
35,71% dengan hasil panen sebesar 13,46 ton/ha,
6
yang setara dengan hasil panen pada perlakuan
menggunakan insektisida 2 kali/minggu. Dengan
demikian penerapan ambang pengendalian tersebut
secara ekonomi layak untuk diadopsi karena dapat
meningkatkan pendapatan bersih dan mengurangi
biaya jika dibandingkan dengan pengendalian
menggunakan insektisida 2 kali/ minggu. Untuk
penerapan penggunaan Feromon Exi sebagai alat
pemantau populasi ngengat S. exigua pada budidaya
bawang merah, rekomendasi yang diberikan adalah
sebagai berikut : (1) kebutuhan perangkap per hektar
adalah sebanyak 5 buah yang dipasang secara
diagonal, (2) pengamatan populasi ngengat pada
perangkap dilakukan mulai umur 5 hari setelah tanam
dengan interval 3 hari, dan (3) jika populasi ngengat
S.exigua mencapai ≥ 30 ekor/ perangkap/ 3 hari maka
tanaman disemprot dengan insektisida yang
dianjurkan.
7
BAB III
8
2. Pengamatan populasi ngengat pada
perangkap dilakukan mulai umur 5 hari
setelah tanam dengan interval 3 hari
3. Jika populasi ngengat S.exigua
mencapai ≥ 30 ekor/ perangkap/ 3 hari
maka tanaman disemprot dengan
insektisida yang dianjurkan
9
BAB IV
PENGELOLAAN ASET
10
LAMPIRAN
11
RINGKASAN
3
menunjukkan bahwa ambang pengendalian berdasarkan hasil tangkapan
populasi ngengat S.exigua dengan menggunakan Feromon Exi sebanyak ≥
10 ekor/ perangkap/ hari, lebih praktis, mudah, dan presisi dibandingkan
dengan ambang pengendalian berdasarkan populasi kelompok telur sebesar
0,1/ tanaman atau berdasarkan kerusakan tanaman bawang merah oleh
S.exigua sebesar 5%. Dengan penerapan ambang pengendalian tersebut,
penggunaan insektisida dapat dikurangi sebesar 35,71% dengan hasil
panen sebesar 13,46 ton/ha, yang setara dengan hasil panen pada
perlakuan menggunakan insektisida 2 kali/minggu. Dengan demikian
penerapan ambang pengendalian tersebut secara ekonomi layak untuk
diadopsi karena dapat meningkatkan pendapatan bersih dan mengurangi
biaya jika dibandingkan dengan pengendalian menggunakan insektisida 2
kali/ minggu. Untuk penerapan penggunaan Feromon Exi sebagai alat
pemantau populasi ngengat S. exigua pada budidaya bawang merah,
rekomendasi yang diberikan adalah sebagai berikut : (1) kebutuhan
perangkap per hektar adalah sebanyak 5 buah yang dipasang secara
diagonal, (2) pengamatan populasi ngengat pada perangkap dilakukan mulai
umur 5 hari setelah tanam dengan interval 3 hari, dan (3) jika populasi
ngengat S.exigua mencapai ≥ 30 ekor/ perangkap/ 3 hari maka tanaman
disemprot dengan insektisida yang dianjurkan.
4
DAFTAR ISI
BAB Halaman
RINGKASAN ...................................................................... 3
I. PENDAHULUAN ................................................................ 9
LAMPIRAN ......................................................................... 32
5
DAFTAR GAMBAR
6
11 Tanaman bawang merah berumur 7 hari setelah tanam ... 37
12 Tanaman bawang merah berumur 30 hari setelah tanam . 37
13 Kegiatan pengamatan rutin ............................................... 38
14 Pengamatan harian ngengat S. exigua pada perangkap 38
Feromon Exi .......................................................................
15 Kegiatan temu lapangan “Sosialisasi Penggunaan 39
Feromon Exi dalam Pengendalian Ulat Bawang” ................
16 Temu lapangan “Sosialisasi Penggunaan Feromon Exi 39
dalam Pengendalian Ulat Bawang” yang dihadiri oleh
Kepala Dinas Pertanian Provinsi Sulawesi Selatan dan
Wakil Bupati Enrekang pada tanggal 28 Mei 2012 ...........
17 Pemaparan hasil penelitian sementara pada saat temu 40
lapangan “Sosialisasi Penggunaan Feromon Exi dalam
Pengendalian Ulat Bawang” pada tanggal 28 Mei 2012 ....
18 Penyerahan bantuan perangkap Feromon Exi dari Wakil 40
Bupati Enrekang kepada perwakilan Kelompok Tani
Bubun Tanjung pada saat acara temu lapangan
“Sosialisasi Penggunaan Feromon Exi dalam
Pengendalian Ulat Bawang” pada tanggal 28 Mei 2012 ...
19 Panen bawang merah ........................................................ 41
20 Penimbangan bobot kering hasil panen bawang merah ..... 41
21 Sosialisasi hasil penelitian di Balai Penyuluhan Pertanian 42
Kecamatan Anggeraja, Kabupaten Enrekang yang dihadiri
oleh Kepala BPTPH Sulawesi Selatan, Penyuluh, POPT,
dan Petani ...........................................................................
22 Presentasi hasil penelitian di Balai Penyuluhan Pertanian 42
Kecamatan Anggeraja, Kabupaten Enrekang yang dihadiri
oleh Kepala BPTPH Sulawesi Selatan, Penyuluh, POPT,
dan Petani ...........................................................................
7
DAFTAR TABEL
8
I. PENDAHULUAN
9
wawancara dengan petani bawang merah di Kecamatan Anggeraja,
Kabupaten Enrekang, pada umumnya petani di daerah tersebut dalam
mengendalikan hama ulat bawang mencampur 8-12 macam insektisida dan
mengaplikasinnya dengan interval 1-2 hari. Keadaan ini selain secara
ekonomi tidak efisien juga dapat menimbulkan dampak negatif bagi
lingkungan dan kesehatan pekerja serta konsumen.
Salah satu upaya untuk menekan penggunaan pestisida ialah dengan
menerapkan ambang pengendalian OPT. Menurut Untung (1994)
penggunaan pestisida tidak harus dilakukan setiap saat secara rutin atau
terjadwal, tetapi hanya pada waktu tertentu yaitu pada saat populasi atau
intensitas serangan OPT sudah mencapai batas yang memerlukan
pengendalian yang disebut dengan ambang pengendalian. Jika pada saat itu
tidak dilakukan pengendalian, serangan OPT akan mengakibatkan kerugian.
Selama populasi atau intensitas serangan OPT masih berada di bawah
ambang pengendalian, pestisida belum perlu digunakan. Pada keadaan
demikian keberadaan OPT masih dapat dikendalikan secara alami oleh
musuh alaminya dan secara ekonomi belum merugikan. Menurut Moekasan
et al. (2004; 2012) dan Suhardi et al. (1994) ambang pengendalian ulat
bawang yang ada pada saat ini ialah berdasarkan kelompok telur atau
intensitas serangan. Dengan penerapan ambang pengendalian tersebut
penggunaan insektisida dapat ditekan lebih dari 50% dengan hasil panen
tetap tinggi. Namun demikian, di tingkat petani ambang pengendalian tersebut
sulit diterapkan karena petani dituntut memiliki keterampilan dan ketelitian.
Selain itu jumlah tanaman contoh yang diamati juga relatif banyak sehingga
petani enggan untuk melakukannya. Oleh karena itu perlu dicari alternatif
ambang pengendalian lain yang lebih praktis, mudah, dan tidak perlu
keterampilan khusus agar mudah diadopsi oleh petani.
Menurut Permana & Rostaman (2006), dewasa ini feromonoid seks
mulai banyak digunakan dalam program pengendalian hama. Hal ini
disebabkan penggunaannya lebih praktis, mudah dan aman bagi pemakai
dan lingkungan. Menurut Wakamura et al. (1989) dan Jackson et al. (1992)
feromonoid seks dapat digunakan sebagai alat pemantau keberadaan
populasi hama di lapangan dan untuk penangkapan masal serangga jantan.
Di Amerika, feromonoid seks juga telah digunakan untuk mengembangkan
10
ambang pengendalian ngengat Tortricidae yang menyerang apel dan ambang
pengendalian Plutella xylostella pada tanaman kubis (Knight dan Light 2005;
Reddy dan Guerrero 2001). Hasil penelitian mereka menunjukkan bahwa
ambang pengendalian berdasarkan tangkapan ngengat lebih efektif dan
efisien daripada penyemprotan insektisida secara rutin.
Di Indonesia, penelitian penggunaan feromonoid seks S. exigua untuk
pemantauan populasi hama tersebut pada tanaman bawang merah telah
dilakukan oleh Dibiyantoro (1990) dan Soeriaatmadja & Omoy (1992).
Berdasarkan hasil panelitian mereka, nilai ambang kendalinya sangat
bervariasi. Hal ini diduga karena jenis dan asal feromonoid seks yang
digunakan pada penelitian mereka berbeda. Menurut Permana dan Rostaman
(2006), pemilihan jenis dan asal feromonoid seks sangat penting. Hal ini
disebabkan adanya indikasi perbedaan respons serangga terhadap
feromonoid seks yang digunakan pada suatu daerah atau regional. Kasus ini
terjadi pada serangga Ettiella zinckenella. Feromonoids seks yang berasal
dari negara Nesis (formulasi Mesir) tidak direspons dengan baik oleh ngengat
jantan spesies yang sama di wilayah Asia Timur, Asia Tenggara termasuk di
Indonesia.
Pada saat ini, feromonoid seks S. exigua telah diproduksi secara masal
oleh Balai Besar Biogen, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian
yang diberi nama Feromon Exi. Feromonoid seks tersebut telah digunakan
sebagai alat penangkapan masal serangga jantan S. exigua pada budidaya
bawang merah. Menurut Haryati dan Nurawan (2009), penggunaan Feromon
Exi sebagai alat penangkap masal pada budidaya bawang merah dapat
mengurangi penggunaan insektisida > 60% dibandingkan penggunaan
insektisida sistem kalender. Namun demikian, kapan penggunaan insektisida
yang tepat untuk mengendalikan hama S. exigua berdasarkan hasil
tangkapan ngengat oleh Feromon Exi belum diketahui.
Feromon merupakan zat kimia yang berasal dari kelenjar endokrin dan
digunakan oleh mahluk hidup untuk mengenali sesama jenis dan untuk
11
membantu proses reproduksi. Feromon seks serangga dapat dimanfaatkan
untuk memantau kepadatan populasi, sebagai perangkap masal dan untuk
mengganggu perkawinan. Feromone seks juga telah digunakan untuk
mengembangkan ambang pengendalian ngengat Tortricidae yang menyerang
apel dan ambang pengendalian Plutella xylostella pada tanaman kubis
(Knight & Light 2005; Reddy & Guerrero 2001). Hasil penelitian mereka
menunjukan bahwa ambang pengendalian berdasarkan tangkapan ngengat
lebih efektif daripada penyemprotan insektisida secara rutin. Dengan
demikian penggunaan feromon seks sebagai alat pemantau untuk menduga
populasi dapat dimanfaatkan sebagai cara untuk menekan penggunaan
insektisida.
Selama ini feromon seks yang tersedia bagi hama ulat bawang, S.
exigua di Indonesia baru digunakan sebagai perangkap masal untuk
pengendalian (Haryati & Nurawan 2009). Namun, penerapannya perlu
dilakukan pada hamparan yang luas, yaitu minimal 3 hektar. Oleh karena itu
perlu dikembangkan penggunaan feromon seks tersebut sebagai alat
pemantau populasi untuk menetapkan ambang pengendalian S. exigua dalam
rangka menekan penggunaan insektisida pada budidaya bawang merah.
12
Bahan Penelitian
Bawang merah yang ditanam ialah varietas Bima yang umum digunakan
oleh petani di daerah tersebut dengan jarak tanam 15 cm x 15 cm. Feromon
Exi, dan keler plastik. Pemupukan dasar dilakukan 7 hari sebelum tanam
dengan menggunakan kompos C-organik sebanyak 5 ton/ha, NPK Mutiara
sebanyak 500 kg/ha, TSP sebanyak 100 kg/ha, dan KCl sebanyak 60 kg/ha,
serta pemupukan susulan menggunakan ZA sebanyak 400 kg/ha yang
diberikan setengah dosis masing-masing pada umur 15 dan 30 hari setelah
tanam.
Prosedur Penelitian
Penetapan jumlah tangkapan ngengat S. exigua yang akan digunakan
sebagai perlakuan ambang pengendalian ditetapkan berdasarkan hasil
percobaan pendahuluan, yaitu dengan cara memasang 20 buah perangkap
feromonoid seks (Feromon Exi) selama satu minggu di pertanaman bawang
merah milik petani di sekitar lokasi penelitian. Banyaknya ngengat yang
tertangkap dijadikan acuan untuk menetapkan macam perlakuan yang diuji.
13
Peubah Pengamatan dan Analisis Data
Pada pelaksanaan percobaan utama, 5 (lima) buah perangkap ngengat
feromonoid seks S. exigua dipasang secara diagonal di dalam area
percobaan. Pemasangan perangkap feromonoid seks dilakukan pada saat
tanam dan pengamatan jumlah ngengat yang tertangkap dilakukan setiap
hari. Keputusan pengendalian S. exigua dilakukan 3-4 hari sekali. Jika
populasi ngengat, populasi kelompok telur atau kerusakan tanaman telah
mencapai ambang pengendalian sesuai dengan perlakuan, maka perlakuan
disemprot dengan insektisida Spinoteram (0,5 ml/l) dan Lamda sihalotrin +
Klorantraniliprol (0,2 ml/l). Untuk mencegah serangan penyakit dilakukan
penyemprotan fungisida Klorotalonil (2 g/l), Mankozeb + mefenoksam (2 g/l),
atau Difenokonazol (0,5 ml/l) secara bergantian mulai umur 5 hari dengan
frekuensi 2 kali per minggu.
Pengamatan dilakukan pada 10 rumpun tanaman contoh/petak yang
dimulai sejak umur 5 hari setelah tanam (HST) hingga 53 HST dengan
interval 3-4 hari. Peubah yang diamati meliputi (1) populasi kelompok telur S.
exigua/ tanaman contoh, (2) kerusakan tanaman oleh S. exigua, Thrips sp.
dan Liriomyza sp, (3) insektisida yang digunakan (unit/petak perlakuan) (4)
bobot hasil panen dan (5) harga jual hasil panen.
Persentase kerusakan tanaman oleh serangan hama S. exigua dan
Liriomyza sp. dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut
(Moekasan et al. 2004) :
a
P= x 100%
a+b
Keterangan : P adalah tingkat kerusakan daun (%)
a adalah jumlah daun terserang/ tanaman contoh
b adalah jumlah daun sehat/ tanaman contoh
14
(n.v)
P= x 100%
ZxN
Keterangan : P adalah tingkat kerusakan tanaman (%)
n adalah jumlah tanaman yang memiliki skoring yang sama
v adalah nilai yang menunjukkan kerusakan tanaman, yaitu :
0 = tanaman sehat (tidak ada serangan)
1 = > 0 - 25%, bagian daun terserang
3 = > 25 - 50%, bagian daun terserang
5 = > 50 - 75%, bagian daun terserang
7 = > 75%, bagian daun terserang
Z adalah nilai kerusakan tanaman tertinggi
N adalah jumlah tanaman yang diamati
(n.v)
P= x 100%
ZxN
Keterangan : P adalah tingkat kerusakan tanaman (%)
n adalah jumlah tanaman yang memiliki skoring yang sama
v adalah nilai yang menunjukkan kerusakan tanaman, yaitu :
0 = tanaman sehat (tidak ada serangan)
1 = > 0 - 10%, bagian daun terserang
2 = > 10 - 20%, bagian daun terserang
3 = > 20 - 40%, bagian daun terserang
4 = > 40 - 60%, bagian daun terserang
5 = > 60 - 100%, bagian daun terserang
Z adalah nilai kerusakan tanaman tertinggi
N adalah jumlah tanaman yang diamati
15
perlakuan jumlah tangkapan ngengat tertinggi ditetapkan sebanyak 20 ekor/
hari. Secara lengkap macam perlakuan yang diuji disajikan pada Tabel 1.
Tabel 2. Jumlah ngengat S. exigua yang tertangkap per hari pada penelitian
pendahuluan
16
dan E masing-masing sebanyak 1 kali, G sebanyak 2 kali dan F sebanyak 3
kali. Menurut Kalshoven (1981), S. exigua digolongkan ke dalam kelompok
hama semusim dan biasanya ledakannya berlangsung singkat.
G. Kerusakan tanaman 5%
0,13 ab 0,10 a 0,03 ab 0,07 a 0,03 a 0,00 a 0,00
I. Kontrol (tanpa insektisida) 0,00 c 0,07 a 0,07 ab 0,03 a 0,00 a 0,00 a 0,00
G. Kerusakan tanaman 5%
0,00 a 0,00 b 0,00 b 0,00 0,00 0,00 0,00
I. Kontrol (tanpa insektisida) 0,03 a 0,07 a 0,00 b 0,00 0,00 0,00 0,00
17
Ciri lain ledakan hama pada tanaman semusim adalah migrasi hama ke
dalam pertanaman (French 1969). Pada tanaman bawang merah kejadian ini
ditandai dengan pada saat-saat tertentu kelompok telur S. exigua sangat
mudah dijumpai di lapangan, sedangkan pada saat lainnya sangat sulit
ditemukan (Rauf 1999). Namun, serangan S. exigua pada tanaman bawang
merah masih tetap berlangsung sepanjang umur tanaman tersebut.
Fenomena ini menunjukkan bahwa populasi kelompok telur tidak dapat
digunakan sebagai satu-satunya indikator penetapan ambang pengendalian
S. exigua pada tanaman bawang merah di sepanjang umur tanaman tersebut.
Selain itu pengamatan kelompok telur S. exigua setelah tanaman bawang
merah berumur lebih dari 15 HST harus dilakukan dengan sangat teliti. Hal ini
disebabkan, jumlah daun mulai bertambah sehingga tanaman mulai rimbun
dan jika pengamatan kurang teliti keberadaan kelompok telur tersebut akan
sulit dijumpai.
18
Tabel 4. Kerusakan tanaman bawang merah oleh S. exigua
Kerusakan tanaman bawang merah (%) oleh S.exigua menurut umur tanaman
Perlakuan (HST)
5 8 12 15 19 22 26
I. Kontrol (tanpa insektisida) 0,00 0,00 0,65 ab 1,11 b 10,48 a 14,85 ab 33,89 a
Kerusakan tanaman bawang merah (%) oleh S.exigua menurut umur tanaman
Perlakuan (HST)
29 33 36 40 43 47 50
I. Kontrol (tanpa insektisida) 35,90 a 19,36 ab 12,46 a 6,41 a 11,64 a 19,84 a 4,72 b
19
mencapai ambang pengendalian. Padahal, jika berdasarkan populasi
kelompok telur (Tabel 3), pada perlakuan F hanya perlu dilakukan tindakan
pengendalian sebanyak 3 kali, yaitu pada umur 5, 8, dan 12 HST, sedangkan
jika berdasarkan kerusakan tanaman, pada perlakuan F diperlukan 10 kali
tindakan pengendalian, yaitu pada umur 19, 22, 26, 29, 33, 36, 40, 43, 47,
dan 50 HST. Hal ini membuktikan bahwa ambang pengendalian S. exigua
berdasarkan kerusakan tanaman lebih teliti dibandingkan dengan penetapan
ambang pengendalian berdasarkan kelompok telur.
Menurut Moekasan dan Sastrosiswojo (1992) dengan menerapkan
ambang pengendalian berdasarkan kerusakan tanaman 5%, penggunaan
insektisida dapat ditekan > 62% dengan hasil panen setara dengan
penyemprotan sistem kalender 2 kali/ minggu. Namun demikian, ambang
pengendalian tersebut membutuhkan ketelitian, kecermatan menghitung,
tenaga dan waktu yang cukup untuk mendapatkan hasil pengamatan yang
akurat. Hal ini sulit diterapkan oleh petani.
20
sebanyak 8 kali (Tabel 4). Dengan demikian, pada perlakuan E terdapat
sebanyak 6 kali kejadian mencapai ambang pengendalian yang tidak
dilakukan tindakan pengendalian S. exigua.
Gambar/ Figure 1. Populasi imago S. exigua pada tanaman bawang merah/ Imago of S. exigua
population on shallot. Enrekang, 2012
Gambar/ Figure 2. Perangkap feromonoid seks/ Sex pheromone trap; : (a & b) perangkap/ trap;
(c) imago S.exigua/ imago of S.exigua; (d) kapsul feromonoid seks/ capsule of
sex pheromone
21
Jika dibandingkan dengan penerapan ambang pengendalian S. exigua
berdasarkan kerusakan tanaman (perlakuan G, Tabel 4), maka jumlah
tindakan pengendalian S. exigua yang setara atau mendekati perlakuan
tersebut (6 kali/ musim tanam) adalah perlakuan D (hasil tangkapan ngengat
sebanyak ≥ 15 ekor/ hari), yaitu sebanyak 6 kali/ musim (Tabel 4). Penerapan
ambang pengendalian berdasarkan hasil tangkapan populasi ngengat S.
exigua dengan menggunakan Feromon Exi lebih mudah dan praktis jika
dibandingkan dengan penerapan ambang pengendalian berdasarkan
populasi kelompok telur atau kerusakan tanaman. Hal ini sesuai dengan
pendapat Permana dan Rostaman (2006) yang menyatakan bahwa
penggunaan feromon lebih mudah dan aman bagi pemakai dan lingkungan.
22
Pada Tabel 5 terlihat bahwa pengurangan penggunaan insektisida
tertinggi terdapat pada perlakuan E (≥ 20 ekor ngengat
S.exigua/perangkap/hari), yaitu sebesar 85,71%, sedangkan yang terendah
pengurangannya terdapat pada perlakuan B (≥ 5 ekor
ngengat/perangkap/hari), yaitu sebesar 21,43%. Pada perlakuan ambang
pengendalian berdasarkan populasi kelompok telur (0,1/ tanaman contoh) dan
kerusakan tanaman 5%, masing-masing dapat menghemat penggunaan
insektisida sebesar 78,57% dan 57,14%. Hasil ini sejalan dengan hasil
penelitian Moekasan et al. (2004; 2012) dan Suhardi et al. (1994) yang
menyatakan bahwa penerapan ambang pengendalian tersebut dapat
menekan penggunaan insektisida > 50%.
Tabel 5. Jumlah dan biaya penyemprotan insektisida untuk mengendalikan hama S.exigua pada
tanaman bawang merah
Jumlah Perbedaan
Biaya
penyemprotan dengan
Perlakuan insektisida
insektisida per 2 perlakuan H
(Rp./ 30 m )
musim tanam (%)
A. Hasil tangkapan ngengat sebanyak > 0 ekor per
14 40.520 0
hari
B. Hasil tangkapan ngengat sebanyak ≥ 5 ekor per
11 31.837 21,43
hari
C. Hasil tangkapan ngengat sebanyak≥10 ekor per
9 26.049 35,71
hari
D. Hasil tangkapan ngengat sebanyak ≥ 15 ekor per
6 17.366 57,14
hari
E. Hasil tangkapan ngengat sebanyak ≥ 20 ekor per
2 5.789 85,71
hari
F. Kelompok telur 0,1 per tanaman contoh 3 8.683 78,57
G. Kerusakan tanaman 5% 6 17.366 57,14
23
(≥ 15 ngengat/ perangkap/hari), E (≥ 20 ngengat/ perangkap/hari), F (0,1
kelompok telur/ tanaman), G (kerusakan tanaman 5%) dan I (kontrol).
Bobot
Perlakuan Umbi segar Umbi kering
2 2
kg/ 30 m ton/ha kg/ 30 m ton/ha
A. Hasil tangkapan ngengat sebanyak > 0 ekor per hari 71,50 a 23,83 40,50 a 13,50
B. Hasil tangkapan ngengat sebanyak ≥ 5 ekor per hari 71,33 a 23,77 40,20 a 13,40
C. Hasil tangkapan ngengat sebanyak ≥10 ekor per hari 70,70 a 23,56 40,37 a 13,46
D. Hasil tangkapan ngengat sebanyak ≥ 15 ekor per hari 36,27 c 12,09 22,97 c 7,66
E. Hasil tangkapan ngengat sebanyak ≥ 20 ekor per hari 23,60 e 7,86 13,27 e 4,42
F. Kelompok telur 0,1 per tanaman contoh 31,97 d 10,66 15,67 d 5,22
G. Kerusakan tanaman 5% 62,83 b 20,94 38,67 b 12,89
H. Disemprot dengan insektisida 2 kali per minggu 69,83 a 23,28 40,17 a 13,39
I. Kontrol (tanpa insektisida) 15,87 f 5,29 9,67 f 3,22
LSD 5% 2,06 - 1,46 -
CV (%). 2,36 - 2,90 -
Angka rata-rata perlakuan pada kolom yang sama dan diikuti oleh huruf yang sama tidak menunjukkan adanya perbedaan yang nyata menurut uji Beda
Nyata Terkecil pada taraf 5%/ Average at the same column followed by the same letters were not significantly different at 5% level according to LSD
(Least Significant Difference) test.
24
Analisis anggaran parsial
Menurut Adiyoga (1984; 1985a; 1985b; 1987) analisis anggaran parsial
dapat digunakan untuk mengevaluasi kelayakan finansial suatu teknologi baru
untuk direkomendasikan sebagai pengganti teknologi lama atau teknologi
yang sedang berjalan (existing technology). Dalam analisis anggaran parsial,
dihitung besarnya perubahan-perubahan yang terjadi dalam penerimaan
(revenue), biaya berubah (variable cost), dan pendapatan bersih (net income)
sebagai akibat dari penggantian teknologi.
Pada percobaan ini analisis anggaran parsial dilakukan untuk perlakuan
C (≥ 10 ekor ngengat/ perangkap/ hari) dan dibandingkan dengan perlakuan
H (penyemprotan insektisida secara rutin 2 kali/ minggu). Biaya berubah
dengan adanya penggantian teknologi pada percobaan ini adalah biaya
pengamatan ngengat S. exigua, biaya pembelian Feromon Exi, biaya upah
penyemprotan insektisida, biaya pembelian insektisida, dan biaya bunga bank
(Tabel 7). Dengan penerapan ambang pengendalian berdasarkan tangkapan
populasi ngengat S.exigua dengan menggunakan Feromon Exi, ada
penambahan biaya berubah pada perlakuan penerapan ambang
pengendalian, yaitu biaya pengamatan dan pembelian Feromon Exi sebesar
Rp. 425.000,-. Namun, penambahan biaya tersebut masih jauh lebih kecil jika
dibandingkan pengurangan biaya pengendalian pada perlakuan tersebut
secara keseluruhan, yaitu sebesar Rp. 5.748.667,-/ ha yang terdiri atas
selisih biaya upah penyemprotan insektisida sebesar Rp. 1.350.000,-/ha;
biaya pembelian insektisida sebesar Rp. 4.823.667,-/ha; dan bunga bank/
modal sebesar Rp. 288.008,-/ha.
Suatu teknologi baru akan direkomendasikan untuk menggantikan
teknologi lama apabila teknologi baru tersebut dapat meningkatkan
pendapatan bersih atau memberikan tingkat pengembalian (rate of return) > 1
(Adiyoga et al. 1999; Adiyoga & Soetiarso 1999; Soetiarso et al. 1999;
Soetiarso et al 2006; Basuki 2009). Pada percobaan ini, penerapan ambang
pengendalian S. exigua menggunakan Feromon Exi dibanding penerapan
pengendalian S.exigua sistem kalender, dapat meningkatkan pendapatan
kotor sebesar Rp. 6.456.675,-/ha dan mengurangi biaya berubah sebesar Rp.
6.036.675,-/ha. Dengan demikian, penerapan ambang pengendalian S.exigua
menggunakan Feromon Exi secara ekonomi berpotensi untuk diadopsi karena
25
dapat mengurangi biaya dan meningkatkan pendapatan bersih jika
dibandingkan dengan pengendalian S.exigua sistem kalender dengan
melakukan penyemprotan insektisida 2 kali/ minggu.
Tabel 7. Perubahan penerimaan dan biaya berubah akibat perubahan dari teknologi
penyemprotan insektisida dengan sistem kalender ke penerapan ambang
pengendalian (Rp./ha)
Perubahan teknologi
I. Hasil panen
Bobot (kg/ha) 13.390 13.460 70
Harga (Rp./kg) 6.000 6.000 -
Total penerimaan (Rp./ha) 80.340.000 80.760.000 420.000
Biaya berubah per hektar (Rp./ha) -
2.1. Tenaga kerja (Rp./ha) -
Pengamatan populasi imago S.exigua - 300.000 300.000
Feromon Exi - 125.000 125.000
Penyemprotan insektisida 3.780.000 2.430.000 - 1.350.000
Subtotal biaya tenaga kerja (Rp./ha) 3.780.000 2.855.000 - 925.000
2.2. Bahan -
Insektisida untuk untuk pengendalian S.exigua 13.506.667 8.683.000 - 4.823.667
Subtotal biaya bahan 13.506.667 8.683.000 - 4.823.667
Subtotal biaya bahan + upah 17.286.667 11.538.000 - 5.748.667
Bunga modal (1,67%/ bulan untuk 3 bulan) 866.062 578.054 - 288.008
Total biaya berubah (Rp./ha) 18.152.729 12.116.054 - 6.036.675
Pendapatan kotor (Rp./ha) 62.187.271 68.643.946 6.456.675
Kesimpulan
Ambang pengendalian berdasarkan hasil tangkapan populasi ngengat
S.exigua dengan menggunakan Feromon Exi sebanyak ≥ 10 ekor/ perangkap/
hari lebih praktis, mudah, dan presisi dibandingkan dengan ambang
pengendalian berdasarkan populasi kelompok telur sebesar 0,1/ tanaman
atau berdasarkan kerusakan tanaman bawang merah oleh S.exigua sebesar
26
5%. Dengan penerapan ambang pengendalian tersebut, penggunaan
insektisida dapat dikurangi sebesar 35,71% dengan hasil panen sebesar
13,46 ton/ha setara dengan penggunaan insektisida 2 kali/minggu. Dengan
demikian penerapan ambang pengendalian tersebut secara ekonomi layak
untuk diadopsi karena dapat meningkatkan pendapatan bersih dan
mengurangi biaya jika dibandingkan dengan penyemprotan insektisida 2 x/
minggu.
Saran
Untuk penerapan penggunaan Feromon Exi sebagai alat pemantau
populasi ngengat S. exigua pada budidaya bawang merah, rekomendasi yang
diberikan adalah sebagai berikut :
1. Kebutuhan perangkap per hektar adalah sebanyak 5 buah yang
dipasang secara diagonal
2. Pengamatan populasi ngengat pada perangkap dilakukan mulai umur 5
hari setelah tanam dengan interval 3 hari
3. Jika populasi ngengat S.exigua mencapai ≥ 30 ekor/ perangkap/ 3 hari
maka tanaman disemprot dengan insektisida yang dianjurkan
27
DAFTAR PUSTAKA
___________R.S. Basuki, Y. Hilman & B.K. Udiarto. 1999. Studi lini dasar
pengembangan teknologi pengendalian hama terpadu pada tanaman
cabai di Jawa Barat. J. Hort. 9 (1):67-83, 1999.
28
French, R.A. 1969. Migration of Laphygma exigua Hubner (Lepidoptera :
Noctuide) to Bristish Isles in relation to large-scale weather system.
J.Anim. Ecol. 38: 199-210.
Kalshoven, L.G.E. 1981. Pest of crops in Indonesia. Revisi oleh P.A. van der
Laan. PT Ichtiar Baroe-van Hoeve. Jakarta. 701 hal.
Knight, A.L. & D.M. Light. 2005. Developing action thresholds for codling moth
(Lepidoptera : Tortricidae) with pear ester-and codlemone-baited traps
in apple orchads treated with sex pheromone mating disruption.
J.Canadian Entomol. 137(6) : 739-747
29
Moekasan, T.K. & R. Murtiningsih. 2010. Pengaruh campuran insektisida
terhadap ulat bawang, Spodoptera exigua hubn. J.Horti. 20(1) : 67-79.
Permana, A.D. & Rostaman. 2006. Pengaruh jenis perangkap seks terhadap
tangkapan ngengat jantan Spodoptera exigua. J.HPT Tropika. 6 (1) : 9-
13.
30
Suhardi, T. Koestoni, & A.T. Soetiarso. 1994. Pengujian teknologi
pengendalian hama terpadu pada tanaman bawang merah
berdasarkan ambang kendali dan modifikasi tipe nozzle alat semprot.
Bul. Penel. Hort. 26(4) : 100-117.
31
LAMPIRAN-LAMPIRAN
2. JADWAL KEGIATAN
Bulan
No. Kegiatan
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
1. Persiapan
2. Survai lokasi
3. Pengolahan tanah
4. Persiapan tanam
5. Penanaman
6. Pengamatan
7. Pemeliharaan tanaman
8. Pengolahan data
9. Pembuatan laporan
32
3. ILUSTRASI KEGIATAN LAPANGAN
33
Gambar 5. Sosialisasi rencana penelitian dengan Gabungan Kelompok
Tani Bawang Merah di Kecamatan Anggeraja, Kabupaten
Enrekang
34
Gambar 7. Perangkap ngengat S. exigua (Feromon Exi) yang dipasang di
lahan bawang merah milik petani di Kecamatan Anggeraja,
Kabupaten Enrekang pada saat penelitian pendahuluan
35
Gambar 9. Lahan percobaan di Desa Lakawan, Kecamatan Anggeraja,
Kabupaten Enrekang, Provinsi Sulawesi Selatan
36
Gambar 11. Tanaman bawang merah berumur 7 hari setelah tanam
37
Gambar 13. Kegiatan pengamatan rutin
38
Gambar 15. Kegiatan temu lapangan “Sosialisasi Penggunaan Feromon
Exi dalam Pengendalian Ulat Bawang”
39
Gambar 17. Pemaparan hasil penelitian sementara pada saat temu
lapangan “Sosialisasi Penggunaan Feromon Exi dalam
Pengendalian Ulat Bawang” pada tanggal 28 Mei 2012
Gambar 18. Penyerahan bantuan perangkap Feromon Exi dari Wakil Bupati
Enrekang kepada perwakilan Kelompok Tani Bubun Tanjung
pada saat acara temu lapangan Sosialisasi Penggunaan
Feromon Exi dalam Pengendalian Ulat Bawang” pada tanggal
28 Mei 2012
40
Gambar 19. Panen bawang merah
41
Gambar 21. Sosialisasi hasil penelitian di Balai Penyuluhan Pertanian
Kecamatan Anggeraja, Kabupaten Enrekang yang dihadiri oleh
Kepala BPTPH Sulawesi Selatan, Penyuluh, POPT, dan Petani
42