Anda di halaman 1dari 52

KODE JUDUL : X.

176

LAPORAN AKHIR

INSENTIF PENINGKATAN KEMAMPUAN PENELITI DAN PEREKAYASA

PENGGUNAAN FEROMONOID SEKS Spodoptera exigua PADA


TANAMAN BAWANG MERAH SEBAGAI UPAYA PERBAIKAN AMBANG
PENGENDALIAN BERDASARKAN KELOMPOK TELUR DAN INTENSITAS
SERANGAN

KEMENTERIAN PERTANIAN
BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERTANIAN

Peneliti/ Perekayasa :

1. Ir. Tonny K. Moekasan


2. Ir. Wiwin Setiawati, MS
3. Ir. Firdaus Hasan, MS

INSENTIF PENINGKATAN KEMAMPUAN PENELITI DAN PEREKAYASA


KEMENTERIAN RISET DAN TEKNOLOGI
2012
LEMBAR IDENTITAS DAN PENGESAHAN

Judul Kegiatan Penggunaan Feromonoid Seks Spodoptera


exigua Pada Tanaman Bawang Merah
Sebagai Upaya Perbaikan Ambang
Pengendalian Berdasarkan Kelompok Telur
Dan Intensitas Serangan

Fokus Bidang Prioritas 1. Teknologi Pangan


2. Teknologi Kesehatan dan Obat
3. Teknologi Enerji
4. Teknologi Transportasi
5. Teknologi Informatika dan Komunikasi
6. Teknologi Pertahanan dan Keamanan
7. Teknologi Material

Kode Produk Target 1.3.


Kode Kegiatan 1.03.01
Lokasi Penelitian Provinsi Sulawesi Selatan
Penelitian Tahun ke 1 (satu)

Keterangan Lembaga Pelaksana/ Pengelola Penelitian

A. Lembaga Pelaksanaan Penelitian


Nama Peneliti Utama Ir. Tonny K. Moekasan
Nama Lembaga/ Institusi Balai Penelitian Tanaman Sayuran
Unit Organisasi Kementerian Pertanian
Alamat Jl. Tangkuban Parahu No. 517, Lembang,
Bandung Barat 40391
Telepon/ HP 022-2786245/ 08122387890
Faksimile 022-2786416
e-mail moekasan2004@yahoo.com

  1
B. Lembaga lain yang terlibat (dapat lebih dari satu)

Nama Pimpinan Ir. Firdaus Hasan, MS


Nama Lembaga UPTD Balai Proteksi Tanaman Pangan dan
Hortikultura Provinsi Sulawesi Selatan
Alamat Jl. dr. Sam Ratulangi No. 69, Maros 90511,
Sulawesi Selatan
Telepon/ HP 0411-371593/ 0811462025
Faksimile -
e-mail -

Jangka Waktu Kegiatan : 8 (delapan) bulan


Biaya : Rp. 150.000.000,-

Menyetujui :

Pj. Kepala Balai Penelitian Peneliti Utama,


Tanaman Sayuran,

Dr. Liferdi, SP., MSi Ir. Tonny K. Moekasan


NIP 19701007 199803 1 001 NIP. 19580326 198603 1 002

  2
DAFTAR ISI

BAB Halaman

LEMBAR IDENTITAS DAN PENGESAHAN ...................... 1

DAFTAR ISI ....................................................................... 3

I IDENTITAS LEMBAGA LITBANGYASA ............................ 4

II IDENTITAS KEGIATAN ...................................................... 5

III IDENTITAS KEKAYAAN INTELEKTUAL DAN HASIL 8


LITBANG ............................................................................

IV PENGELOLAAN ASET ...................................................... 10

LAMPIRAN ........................................................................ 11

  3
BAB I
IDENTITAS LEMBAGA LITBANGYASA

Lembaga Pelaksanaan Penelitian

Nama Lembaga/ Institusi Balai Penelitian Tanaman Sayuran

Unit Organisasi Kementerian Pertanian

Nama Pimpinan Dr. Liferdi, SP.MSi.

Alamat Jl. Tangkuban Parahu No. 517, Lembang,


Bandung Barat 40391

Telepon/ HP 081314524070

Faksimile 022-2786416

e-mail liferdilukman@yahoo.co.id

  4
BAB II

IDENTITAS KEGIATAN

Penggunaan Feromonoid Seks Spodoptera exigua


Judul
Pada Tanaman Bawang Merah Sebagai Upaya
Perbaikan Ambang Pengendalian Berdasarkan
Kelompok Telur Dan Intensitas Serangan

Ulat bawang, Spodoptera exigua merupakan hama


Abstraksi
utama pada tanaman bawang merah, yang jika tidak
dikendalikan dapat menyebabkan kegagalan panen.
Untuk mengatasi hal tersebut pada umumnya petani
bawang merah melakukan penyemprotan insektisida
secara intensif. Keadaan ini menyebabkan budidaya
bawang merah tidak lagi efisien. Salah satu upaya
untuk menekan penggunaan insektisida yang intensif
adalah menerapkan ambang pengendalian S. exigua.
Ambang pengendalian S.exigua dapat diterapkan
berdasarkan populasi kelompok telur atau kerusakan
tanaman. Namun, kedua ambang pengendalian
tersebut masih sulit untuk diterapkan di tingkat petani
karena tidak praktis serta memerlukan keahlian dan
kecermatan. Oleh karena itu harus dicari ambang
pengendalian S.exigua yang mudah dan praktis.
Penggunaan feromonoid seks sebagai alat pemantau
populasi S.exigua yang dapat dijadikan acuan
penggunaan insektisida merupakan salah satu
alternatif untuk mengatasi hal tersebut. Percobaan
penggunaan feromonoid seks Spodoptera exigua pada
tanaman bawang merah sebagai upaya perbaikan
ambang pengendalian berdasarkan kelompok telur dan
intensitas serangan telah dilaksanakan di Desa

  5
Lakawan, Kecamatan Anggeraja (± 530 m dpl),
Kabupaten Enrekang, Provinsi Sulawesi Selatan, sejak
bulan Februari s.d. Agustus 2012. Sembilan macam
perlakuan diuji pada percobaan ini, yaitu : (A) > 0
ngengat S.exigua tertangkap/perangkap/ hari, (B) ≥ 5
ngengat S.exigua tertangkap/perangkap/ hari, (C) ≥ 10
ngengat S.exigua tertangkap/perangkap/ hari, (D) ≥ 15
ngengat S.exigua tertangkap/perangkap/ hari, (E) ≥ 20
ngengat S.exigua tertangkap/perangkap/ hari, (F) 0,1
kelompok telur/ tanaman contoh, (G) Kerusakan
tanaman 5%, (H) disemprot insektisida secara rutin 2
x/minggu, dan (I) kontrol (tidak disemprot dengan
insektisida. Percobaan menggunakan Rancangan Acak
Kelompok dan setiap perlakuan diulang sebanyak tiga
kali. Bawang merah varietas Bima ditanam pada
setiap petak perlakuan seluas 30 m2, dengan jarak
tanam 15 cm x 15 cm. Feromonoid seks yang
digunakan ialah Feromon Exi yang diproduksi oleh
Balai Besar Biogen, Badan Penelitian dan
Pengembangan Pertanian. Feromonoid seks sebanyak
5 buah dipasang secara diagonal pada lahan
percobaan. pada saat tanam. Hasil percobaan
menunjukkan bahwa ambang pengendalian
berdasarkan hasil tangkapan populasi ngengat
S.exigua dengan menggunakan Feromon Exi
sebanyak ≥ 10 ekor/ perangkap/ hari, lebih praktis,
mudah, dan presisi dibandingkan dengan ambang
pengendalian berdasarkan populasi kelompok telur
sebesar 0,1/ tanaman atau berdasarkan kerusakan
tanaman bawang merah oleh S.exigua sebesar 5%.
Dengan penerapan ambang pengendalian tersebut,
penggunaan insektisida dapat dikurangi sebesar
35,71% dengan hasil panen sebesar 13,46 ton/ha,

  6
yang setara dengan hasil panen pada perlakuan
menggunakan insektisida 2 kali/minggu. Dengan
demikian penerapan ambang pengendalian tersebut
secara ekonomi layak untuk diadopsi karena dapat
meningkatkan pendapatan bersih dan mengurangi
biaya jika dibandingkan dengan pengendalian
menggunakan insektisida 2 kali/ minggu. Untuk
penerapan penggunaan Feromon Exi sebagai alat
pemantau populasi ngengat S. exigua pada budidaya
bawang merah, rekomendasi yang diberikan adalah
sebagai berikut : (1) kebutuhan perangkap per hektar
adalah sebanyak 5 buah yang dipasang secara
diagonal, (2) pengamatan populasi ngengat pada
perangkap dilakukan mulai umur 5 hari setelah tanam
dengan interval 3 hari, dan (3) jika populasi ngengat
S.exigua mencapai ≥ 30 ekor/ perangkap/ 3 hari maka
tanaman disemprot dengan insektisida yang
dianjurkan.

Tim Peneliti Ir. Tonny K. Moekasan, Ir. Wiwin Setiawati, MS;


Ir. Firdaus Hasan, MS, Rahman Runa, dan Aang
Somantri

Waktu Pelaksanaan Februari – Oktober 2012

Publikasi Jurnal Hortikultura, Pusat Penelitian dan


Pengembangan Hortikultura (dalam proses koreksi
oleh Dewan Redaksi)

  7
BAB III

IDENTITAS KEKAYAAN INTELEKTUAL DAN HASIL LITBANG :

Ringkasan Kekayaan Intelektual -

Ambang pengendalian berdasarkan hasil


Ringkasan Hasil Litbang
tangkapan populasi ngengat S.exigua
dengan menggunakan Feromon Exi
sebanyak ≥ 10 ekor/ perangkap/ hari lebih
praktis, mudah, dan presisi dibandingkan
dengan ambang pengendalian
berdasarkan populasi kelompok telur
sebesar 0,1/ tanaman atau berdasarkan
kerusakan tanaman bawang merah oleh
S.exigua sebesar 5%. Dengan penerapan
ambang pengendalian tersebut,
penggunaan insektisida dapat dikurangi
sebesar 35,71% dengan hasil panen
sebesar 13,46 ton/ha setara dengan
penggunaan insektisida 2 kali/minggu.
Dengan demikian penerapan ambang
pengendalian tersebut secara ekonomi
layak untuk diadopsi karena dapat
meningkatkan pendapatan bersih dan
mengurangi biaya jika dibandingkan
dengan penyemprotan insektisida 2 x/
minggu. Untuk penerapan penggunaan
Feromon Exi sebagai alat pemantau
populasi ngengat S. exigua pada budidaya
bawang merah, rekomendasi yang
diberikan adalah sebagai berikut :
1. Kebutuhan perangkap per hektar

  8
2. Pengamatan populasi ngengat pada
perangkap dilakukan mulai umur 5 hari
setelah tanam dengan interval 3 hari
3. Jika populasi ngengat S.exigua
mencapai ≥ 30 ekor/ perangkap/ 3 hari
maka tanaman disemprot dengan
insektisida yang dianjurkan

Pengelolaan Anggaran Anggaran diterima dalam 3 termin. Dana


termin 1 dan 2 sudah diterima.

Sarana-Prasarana Terlampir pada Metode Laporan Akhir

Pendokumentasian Terlampir pada dokumentasi Laporan Akhir

  9
BAB IV

PENGELOLAAN ASET

Penggunaan Feromonoid Seks Spodoptera exigua


Judul
Pada Tanaman Bawang Merah Sebagai Upaya
Perbaikan Ambang Pengendalian Berdasarkan
Kelompok Telur Dan Intensitas Serangan

Tim Peneliti Ir. Tonny K. Moekasan, Ir. Wiwin Setiawati, MS,


Ir. Firdaus Hasan, MS, Rahman Runa, dan Aang
Somantri

Institusi Pelaksana Balai Penelitian Tanaman Sayuran dan Balai Proteksi


Tanaman Pangan dan Hortikultura (BPTPH) Provinsi
Sulawesi Selatan

Aset yang Informasi


Dihasilkan

Pengelolaan Hasil Diterbitkan dalam Jurnal Hortikultura, Pusat Penelitian


Litbangyasa dan Pengembangan Hortikultura (dalam proses koreksi
oleh Dewan Redaksi)

  10
LAMPIRAN

LAPORAN AKHIR PELAKSANAAN KEGIATAN

  11
RINGKASAN

Ulat bawang, Spodoptera exigua merupakan hama utama pada


tanaman bawang merah, yang jika tidak dikendalikan dapat menyebabkan
kegagalan panen. Untuk mengatasi hal tersebut pada umumnya petani
bawang merah melakukan penyemprotan insektisida secara intensif. Keadaan
ini menyebabkan budidaya bawang merah tidak lagi efisien. Salah satu upaya
untuk menekan penggunaan insektisida yang intensif adalah menerapkan
ambang pengendalian S. exigua. Ambang pengendalian S.exigua dapat
diterapkan berdasarkan populasi kelompok telur atau kerusakan tanaman.
Namun, kedua ambang pengendalian tersebut masih sulit untuk diterapkan di
tingkat petani karena tidak praktis serta memerlukan keahlian dan
kecermatan. Oleh karena itu harus dicari ambang pengendalian S.exigua
yang mudah dan praktis. Penggunaan feromonoid seks sebagai alat
pemantau populasi S.exigua yang dapat dijadikan acuan penggunaan
insektisida merupakan salah satu alternatif untuk mengatasi hal tersebut.
Percobaan penggunaan feromonoid seks Spodoptera exigua pada tanaman
bawang merah sebagai upaya perbaikan ambang pengendalian berdasarkan
kelompok telur dan intensitas serangan telah dilaksanakan di Desa Lakawan,
Kecamatan Anggeraja (± 530 m dpl), Kabupaten Enrekang, Provinsi Sulawesi
Selatan, sejak bulan Februari s.d. Agustus 2012. Sembilan macam perlakuan
diuji pada percobaan ini, yaitu : (A) > 0 ngengat S.exigua
tertangkap/perangkap/ hari, (B) ≥ 5 ngengat S.exigua tertangkap/perangkap/
hari, (C) ≥ 10 ngengat S.exigua tertangkap/perangkap/ hari, (D) ≥ 15 ngengat
S.exigua tertangkap/perangkap/ hari, (E) ≥ 20 ngengat S.exigua
tertangkap/perangkap/ hari, (F) 0,1 kelompok telur/ tanaman contoh, (G)
Kerusakan tanaman 5%, (H) disemprot insektisida secara rutin 2 x/minggu,
dan (I) kontrol (tidak disemprot dengan insektisida. Percobaan menggunakan
Rancangan Acak Kelompok dan setiap perlakuan diulang sebanyak tiga kali.
Bawang merah varietas Bima ditanam pada setiap petak perlakuan seluas
30 m2, dengan jarak tanam 15 cm x 15 cm. Feromonoid seks yang digunakan
ialah Feromon Exi yang diproduksi oleh Balai Besar Biogen, Badan Penelitian
dan Pengembangan Pertanian. Feromonoid seks sebanyak 5 buah dipasang
secara diagonal pada lahan percobaan. pada saat tanam. Hasil percobaan

  3
menunjukkan bahwa ambang pengendalian berdasarkan hasil tangkapan
populasi ngengat S.exigua dengan menggunakan Feromon Exi sebanyak ≥
10 ekor/ perangkap/ hari, lebih praktis, mudah, dan presisi dibandingkan
dengan ambang pengendalian berdasarkan populasi kelompok telur sebesar
0,1/ tanaman atau berdasarkan kerusakan tanaman bawang merah oleh
S.exigua sebesar 5%. Dengan penerapan ambang pengendalian tersebut,
penggunaan insektisida dapat dikurangi sebesar 35,71% dengan hasil
panen sebesar 13,46 ton/ha, yang setara dengan hasil panen pada
perlakuan menggunakan insektisida 2 kali/minggu. Dengan demikian
penerapan ambang pengendalian tersebut secara ekonomi layak untuk
diadopsi karena dapat meningkatkan pendapatan bersih dan mengurangi
biaya jika dibandingkan dengan pengendalian menggunakan insektisida 2
kali/ minggu. Untuk penerapan penggunaan Feromon Exi sebagai alat
pemantau populasi ngengat S. exigua pada budidaya bawang merah,
rekomendasi yang diberikan adalah sebagai berikut : (1) kebutuhan
perangkap per hektar adalah sebanyak 5 buah yang dipasang secara
diagonal, (2) pengamatan populasi ngengat pada perangkap dilakukan mulai
umur 5 hari setelah tanam dengan interval 3 hari, dan (3) jika populasi
ngengat S.exigua mencapai ≥ 30 ekor/ perangkap/ 3 hari maka tanaman
disemprot dengan insektisida yang dianjurkan.
 

  4
DAFTAR ISI

BAB Halaman

RINGKASAN ...................................................................... 3

DAFTAR ISI ........................................................................ 5

DAFTAR GAMBAR ............................................................. 6

DAFTAR TABEL ................................................................. 8

I. PENDAHULUAN ................................................................ 9

II. TINJAUAN PUSTAKA ........................................................ 11

III. TUJUAN DAN MANFAAT ................................................... 12

IV. METODOLOGI ................................................................... 12

V. HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................... 15

VI. KESIMPULAN DAN SARAN .............................................. 26

UCAPAN TERIMA KASIH .................................................. 27

DAFTAR PUSTAKA ........................................................... 28

LAMPIRAN ......................................................................... 32

  5
DAFTAR GAMBAR

No. Judul Gambar Halaman

1. Perkembangan populasi imago S. exigua pada tanaman 21


bawang merah .....................................................................
2. Perangkap feromonoid seks : (a & b) perangkap; (c) 21
imago S.exigua; (d) kapsul feromonoid seks ......................
3. Hamparan tanaman bawang merah di Desa Lakawan, 33
Kecamatan Anggeraja, Kabupaten Enrekang, Sulawesi
Selatan ................................................................................
4. Koordinasi rencana penelitian dengan penyuluh pertanian 33
di BPP Cakke, Kecamatan Anggeraja, Kabupaten
Enrekang ............................................................................
5. Sosialisasi rencana penelitian dengan Gabungan 34
Kelompok Tani Bawang Merah di Kecamatan Anggeraja,
Kabupaten Enrekang ...........................................................
6 Pembuatan plot percobaan bersama-sama dengan Ketua 34
Gabungan Kelompok Tani Bawang Merah Bubun Tanjung
(Bapak Thamshir, memakai baju kaus hijau), di
Kecamatan Anggeraja, Kabupaten Enrekang .....................
7 Perangkap ngengat S. exigua (Feromon Exi) yang 35
dipasang di lahan bawang merah milik petani di
Kecamatan Anggeraja, Kabupaten Enrekang pada saat
penelitian pendahuluan .......................................................
8 Ngengat S. exigua hasil tangkapan menggunakan 35
feromonoid seks (Feromon Exi) pada saat percobaan
pendahuluan .......................................................................
9 Lahan percobaan di Desa Lakawan, Kecamatan 36
Anggeraja, Kabupaten Enrekang ........................................
10 Tanam bawang merah di lahan percobaan di Desa 36
Lakawan, Kecamatan Anggeraja, Kabupaten Enrekang
pada tanggal 25 April 2012 ................................................

  6
11 Tanaman bawang merah berumur 7 hari setelah tanam ... 37
12 Tanaman bawang merah berumur 30 hari setelah tanam . 37
13 Kegiatan pengamatan rutin ............................................... 38
14 Pengamatan harian ngengat S. exigua pada perangkap 38
Feromon Exi .......................................................................
15 Kegiatan temu lapangan “Sosialisasi Penggunaan 39
Feromon Exi dalam Pengendalian Ulat Bawang” ................
16 Temu lapangan “Sosialisasi Penggunaan Feromon Exi 39
dalam Pengendalian Ulat Bawang” yang dihadiri oleh
Kepala Dinas Pertanian Provinsi Sulawesi Selatan dan
Wakil Bupati Enrekang pada tanggal 28 Mei 2012 ...........
17 Pemaparan hasil penelitian sementara pada saat temu 40
lapangan “Sosialisasi Penggunaan Feromon Exi dalam
Pengendalian Ulat Bawang” pada tanggal 28 Mei 2012 ....
18 Penyerahan bantuan perangkap Feromon Exi dari Wakil 40
Bupati Enrekang kepada perwakilan Kelompok Tani
Bubun Tanjung pada saat acara temu lapangan
“Sosialisasi Penggunaan Feromon Exi dalam
Pengendalian Ulat Bawang” pada tanggal 28 Mei 2012 ...
19 Panen bawang merah ........................................................ 41
20 Penimbangan bobot kering hasil panen bawang merah ..... 41
21 Sosialisasi hasil penelitian di Balai Penyuluhan Pertanian 42
Kecamatan Anggeraja, Kabupaten Enrekang yang dihadiri
oleh Kepala BPTPH Sulawesi Selatan, Penyuluh, POPT,
dan Petani ...........................................................................
22 Presentasi hasil penelitian di Balai Penyuluhan Pertanian 42
Kecamatan Anggeraja, Kabupaten Enrekang yang dihadiri
oleh Kepala BPTPH Sulawesi Selatan, Penyuluh, POPT,
dan Petani ...........................................................................

  7
DAFTAR TABEL

No. Judul Tabel Halaman

1 Macam perlakuan yang diuji .......................................... 13


2 Jumlah ngengat S. exigua yang tertangkap per hari ...... 16
3 Populasi kelompok telur S. exigua pada tanaman 17
bawang merah ...............................................................
4 Kerusakan tanaman bawang merah oleh S. exigua ...... 19
5 Jumlah dan biaya penyemprotan insektisida untuk 23
mengendalikan hama S.exigua pada tanaman bawang
merah .............................................................................
6 Hasil panen bawang merah ........................................... 24
7 Perubahan penerimaan dan biaya berubah akibat 26
perubahan dari teknologi penyemprotan insektisida
dengan sistem kalender ke penerapan ambang
pengendalian ..................................................................

  8
I. PENDAHULUAN

Bawang merah merupakan salah satu komoditas sayuran yang banyak


diusahakan oleh petani di dataran rendah sampai dataran tinggi. Di Indonesia,
pusat pertanaman bawang merah terdapat di Pulau Jawa, Sumatera,
Sulawesi dan Nusa Tenggara Barat. Salah satu kendala dalam budidaya
bawang merah di Indonesia ialah adanya serangan Organisme Pengganggu
Tumbuhan (OPT) yang merugikan. Menurut Moekasan et al. (2012), ulat
bawang (Spodoptera exigua) merupakan salah satu OPT pada tanaman
bawang merah yang menyerang sepanjang tahun, baik pada musim kemarau
maupun pada musim hujan. Jika tidak dikendalikan serangan hama tersebut
dapat menyebabkan kegagalan panen.
Titik berat pengendalian hama S. exigua yang umum dilakukan oleh
petani bawang merah ialah dengan penggunaan insektisida yang umumnya
dilakukan secara intensif, dengan dosis yang tinggi, interval penyemprotan
yang pendek. dan melakukan pencampuran lebih dari dua jenis pestisida. Hal
ini menyebabkan masalah OPT menjadi semakin rumit, sehingga petani
semakin tidak rasional dalam menggunakan insektisida. Moekasan &
Murtiningsih (2010) melaporkan bahwa terdapat sembilan jenis insektisida
yang umum digunakan oleh petani bawang merah di Kabupaten Cirebon,
Brebes, dan Tegal untuk mengendalikan ulat bawang pada tanaman bawang
merah. Pada umumnya petani mencampur sampai 8 jenis insektisida untuk
mengendalikan hama tersebut. Soetiarso et al. (1999) juga melaporkan
bahwa 100% responden yang terdiri atas petani bawang merah di Brebes,
Jawa Tengah melakukan pencampuran 3 sampai 5 macam pestisida untuk
mengendalikan OPT. Menurut Koster (1990) biaya pengendalian OPT pada
tanaman bawang merah di daerah Brebes mencapai 30-50% dari total biaya
produksi per hektar. Hasil penelitian Adiyoga et al. (1999), Soetiarso et al.
(1999) dan Basuki (2009) menunjukkan bahwa penggunaan pestisida pada
tingkat petani di Brebes sudah melebihi kebutuhan optimum tanaman,
akibatnya biaya produksi meningkat dan budidaya bawang merah tidak lagi
efisien. Fenomena ini terjadi pula di Kabupaten Enrekang, Provinsi Sulawesi
Selatan yang merupakan salah satu sentra pertanaman bawang merah di
Provinsi Sulawesi Selatan. Berdasarkan pengamatan di lapangan dan

  9
wawancara dengan petani bawang merah di Kecamatan Anggeraja,
Kabupaten Enrekang, pada umumnya petani di daerah tersebut dalam
mengendalikan hama ulat bawang mencampur 8-12 macam insektisida dan
mengaplikasinnya dengan interval 1-2 hari. Keadaan ini selain secara
ekonomi tidak efisien juga dapat menimbulkan dampak negatif bagi
lingkungan dan kesehatan pekerja serta konsumen.
Salah satu upaya untuk menekan penggunaan pestisida ialah dengan
menerapkan ambang pengendalian OPT. Menurut Untung (1994)
penggunaan pestisida tidak harus dilakukan setiap saat secara rutin atau
terjadwal, tetapi hanya pada waktu tertentu yaitu pada saat populasi atau
intensitas serangan OPT sudah mencapai batas yang memerlukan
pengendalian yang disebut dengan ambang pengendalian. Jika pada saat itu
tidak dilakukan pengendalian, serangan OPT akan mengakibatkan kerugian.
Selama populasi atau intensitas serangan OPT masih berada di bawah
ambang pengendalian, pestisida belum perlu digunakan. Pada keadaan
demikian keberadaan OPT masih dapat dikendalikan secara alami oleh
musuh alaminya dan secara ekonomi belum merugikan. Menurut Moekasan
et al. (2004; 2012) dan Suhardi et al. (1994) ambang pengendalian ulat
bawang yang ada pada saat ini ialah berdasarkan kelompok telur atau
intensitas serangan. Dengan penerapan ambang pengendalian tersebut
penggunaan insektisida dapat ditekan lebih dari 50% dengan hasil panen
tetap tinggi. Namun demikian, di tingkat petani ambang pengendalian tersebut
sulit diterapkan karena petani dituntut memiliki keterampilan dan ketelitian.
Selain itu jumlah tanaman contoh yang diamati juga relatif banyak sehingga
petani enggan untuk melakukannya. Oleh karena itu perlu dicari alternatif
ambang pengendalian lain yang lebih praktis, mudah, dan tidak perlu
keterampilan khusus agar mudah diadopsi oleh petani.
Menurut Permana & Rostaman (2006), dewasa ini feromonoid seks
mulai banyak digunakan dalam program pengendalian hama. Hal ini
disebabkan penggunaannya lebih praktis, mudah dan aman bagi pemakai
dan lingkungan. Menurut Wakamura et al. (1989) dan Jackson et al. (1992)
feromonoid seks dapat digunakan sebagai alat pemantau keberadaan
populasi hama di lapangan dan untuk penangkapan masal serangga jantan.
Di Amerika, feromonoid seks juga telah digunakan untuk mengembangkan

  10
ambang pengendalian ngengat Tortricidae yang menyerang apel dan ambang
pengendalian Plutella xylostella pada tanaman kubis (Knight dan Light 2005;
Reddy dan Guerrero 2001). Hasil penelitian mereka menunjukkan bahwa
ambang pengendalian berdasarkan tangkapan ngengat lebih efektif dan
efisien daripada penyemprotan insektisida secara rutin.
Di Indonesia, penelitian penggunaan feromonoid seks S. exigua untuk
pemantauan populasi hama tersebut pada tanaman bawang merah telah
dilakukan oleh Dibiyantoro (1990) dan Soeriaatmadja & Omoy (1992).
Berdasarkan hasil panelitian mereka, nilai ambang kendalinya sangat
bervariasi. Hal ini diduga karena jenis dan asal feromonoid seks yang
digunakan pada penelitian mereka berbeda. Menurut Permana dan Rostaman
(2006), pemilihan jenis dan asal feromonoid seks sangat penting. Hal ini
disebabkan adanya indikasi perbedaan respons serangga terhadap
feromonoid seks yang digunakan pada suatu daerah atau regional. Kasus ini
terjadi pada serangga Ettiella zinckenella. Feromonoids seks yang berasal
dari negara Nesis (formulasi Mesir) tidak direspons dengan baik oleh ngengat
jantan spesies yang sama di wilayah Asia Timur, Asia Tenggara termasuk di
Indonesia.
Pada saat ini, feromonoid seks S. exigua telah diproduksi secara masal
oleh Balai Besar Biogen, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian
yang diberi nama Feromon Exi. Feromonoid seks tersebut telah digunakan
sebagai alat penangkapan masal serangga jantan S. exigua pada budidaya
bawang merah. Menurut Haryati dan Nurawan (2009), penggunaan Feromon
Exi sebagai alat penangkap masal pada budidaya bawang merah dapat
mengurangi penggunaan insektisida > 60% dibandingkan penggunaan
insektisida sistem kalender. Namun demikian, kapan penggunaan insektisida
yang tepat untuk mengendalikan hama S. exigua berdasarkan hasil
tangkapan ngengat oleh Feromon Exi belum diketahui.
 

II. TINJAUAN PUSTAKA

Feromon merupakan zat kimia yang berasal dari kelenjar endokrin dan
digunakan oleh mahluk hidup untuk mengenali sesama jenis dan untuk

  11
membantu proses reproduksi. Feromon seks serangga dapat dimanfaatkan
untuk memantau kepadatan populasi, sebagai perangkap masal dan untuk
mengganggu perkawinan. Feromone seks juga telah digunakan untuk
mengembangkan ambang pengendalian ngengat Tortricidae yang menyerang
apel dan ambang pengendalian Plutella xylostella pada tanaman kubis
(Knight & Light 2005; Reddy & Guerrero 2001). Hasil penelitian mereka
menunjukan bahwa ambang pengendalian berdasarkan tangkapan ngengat
lebih efektif daripada penyemprotan insektisida secara rutin. Dengan
demikian penggunaan feromon seks sebagai alat pemantau untuk menduga
populasi dapat dimanfaatkan sebagai cara untuk menekan penggunaan
insektisida.
Selama ini feromon seks yang tersedia bagi hama ulat bawang, S.
exigua di Indonesia baru digunakan sebagai perangkap masal untuk
pengendalian (Haryati & Nurawan 2009). Namun, penerapannya perlu
dilakukan pada hamparan yang luas, yaitu minimal 3 hektar. Oleh karena itu
perlu dikembangkan penggunaan feromon seks tersebut sebagai alat
pemantau populasi untuk menetapkan ambang pengendalian S. exigua dalam
rangka menekan penggunaan insektisida pada budidaya bawang merah.

III. TUJUAN DAN MANFAAT

Tujuan penelitian ini ialah menetapkan ambang pengendalian S.exigua


berdasarkan populasi ngengat hasil tangkapan feromonoid seks. Sasarannya
ialah mengurangi penggunaan insektisida untuk mengendalikan hama ulat
bawang (S.exigua) pada budidaya bawang merah.
 
IV. METODOLOGI

Tempat dan Waktu Penelitian


Penelitian dilaksanakan di lahan milik petani di Desa Lakawan,
Kabupaten Enrekang, Provinsi Sulawesi Selatan pada bulan Februari sampai
dengan Agustus 2012.

  12
Bahan Penelitian
Bawang merah yang ditanam ialah varietas Bima yang umum digunakan
oleh petani di daerah tersebut dengan jarak tanam 15 cm x 15 cm. Feromon
Exi, dan keler plastik. Pemupukan dasar dilakukan 7 hari sebelum tanam
dengan menggunakan kompos C-organik sebanyak 5 ton/ha, NPK Mutiara
sebanyak 500 kg/ha, TSP sebanyak 100 kg/ha, dan KCl sebanyak 60 kg/ha,
serta pemupukan susulan menggunakan ZA sebanyak 400 kg/ha yang
diberikan setengah dosis masing-masing pada umur 15 dan 30 hari setelah
tanam.

Prosedur Penelitian
Penetapan jumlah tangkapan ngengat S. exigua yang akan digunakan
sebagai perlakuan ambang pengendalian ditetapkan berdasarkan hasil
percobaan pendahuluan, yaitu dengan cara memasang 20 buah perangkap
feromonoid seks (Feromon Exi) selama satu minggu di pertanaman bawang
merah milik petani di sekitar lokasi penelitian. Banyaknya ngengat yang
tertangkap dijadikan acuan untuk menetapkan macam perlakuan yang diuji.

Tabel 1. Macam perlakuan yang diuji

No. Kode perlakuan Perlakuan


1 A Hasil tangkapan ngengat sebanyak > 0 ekor per hari
2 B Hasil tangkapan ngengat sebanyak ≥ 5 ekor per hari
3 C Hasil tangkapan ngengat sebanyak ≥ 10 ekor per hari
4 D Hasil tangkapan ngengat sebanyak ≥ 15 ekor per hari
5 E Hasil tangkapan ngengat sebanyak ≥ 20 ekor per hari
6 F Kelompok telur 0,1 per tanaman contoh
7 G Kerusakan tanaman 5%
8 H Disemprot dengan insektisida 2 kali per
9 I Kontrol (tanpa insektisida)

Berdasarkan hasil penelitian pendahuluan, macam perlakuan yang diuji


pada percobaan utama disajikan pada Tabel 1. Percobaan menggunakan
Rancangan Acak Kelompok dan tiap perlakuan diulang 3 (tiga) kali dengan
ukuran petak perlakuan masing-masing seluas 30 m2.

  13
Peubah Pengamatan dan Analisis Data
Pada pelaksanaan percobaan utama, 5 (lima) buah perangkap ngengat
feromonoid seks S. exigua dipasang secara diagonal di dalam area
percobaan. Pemasangan perangkap feromonoid seks dilakukan pada saat
tanam dan pengamatan jumlah ngengat yang tertangkap dilakukan setiap
hari. Keputusan pengendalian S. exigua dilakukan 3-4 hari sekali. Jika
populasi ngengat, populasi kelompok telur atau kerusakan tanaman telah
mencapai ambang pengendalian sesuai dengan perlakuan, maka perlakuan
disemprot dengan insektisida Spinoteram (0,5 ml/l) dan Lamda sihalotrin +
Klorantraniliprol (0,2 ml/l). Untuk mencegah serangan penyakit dilakukan
penyemprotan fungisida Klorotalonil (2 g/l), Mankozeb + mefenoksam (2 g/l),
atau Difenokonazol (0,5 ml/l) secara bergantian mulai umur 5 hari dengan
frekuensi 2 kali per minggu.
Pengamatan dilakukan pada 10 rumpun tanaman contoh/petak yang
dimulai sejak umur 5 hari setelah tanam (HST) hingga 53 HST dengan
interval 3-4 hari. Peubah yang diamati meliputi (1) populasi kelompok telur S.
exigua/ tanaman contoh, (2) kerusakan tanaman oleh S. exigua, Thrips sp.
dan Liriomyza sp, (3) insektisida yang digunakan (unit/petak perlakuan) (4)
bobot hasil panen dan (5) harga jual hasil panen.
Persentase kerusakan tanaman oleh serangan hama S. exigua dan
Liriomyza sp. dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut
(Moekasan et al. 2004) :

a
P=  x 100%
a+b
Keterangan : P adalah tingkat kerusakan daun (%)
a adalah jumlah daun terserang/ tanaman contoh
b adalah jumlah daun sehat/ tanaman contoh

Persentase kerusakan tanaman oleh serangan hama Thrips sp. dihitung


dengan menggunakan rumus sebagai berikut (Moekasan et al. 2004) :

  14
 (n.v)
P=  x 100%
ZxN
Keterangan : P adalah tingkat kerusakan tanaman (%)
n adalah jumlah tanaman yang memiliki skoring yang sama
v adalah nilai yang menunjukkan kerusakan tanaman, yaitu :
0 = tanaman sehat (tidak ada serangan)
1 = > 0 -  25%, bagian daun terserang
3 = > 25 -  50%, bagian daun terserang
5 = > 50 -  75%, bagian daun terserang
7 = > 75%, bagian daun terserang
Z adalah nilai kerusakan tanaman tertinggi
N adalah jumlah tanaman yang diamati

Persentase kerusakan tanaman oleh serangan penyakit trotol (Alternaria


porri). dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut (Suhardi et al.
1994) :

 (n.v)
P=  x 100%
ZxN
Keterangan : P adalah tingkat kerusakan tanaman (%)
n adalah jumlah tanaman yang memiliki skoring yang sama
v adalah nilai yang menunjukkan kerusakan tanaman, yaitu :
0 = tanaman sehat (tidak ada serangan)
1 = > 0 -  10%, bagian daun terserang
2 = > 10 -  20%, bagian daun terserang
3 = > 20 -  40%, bagian daun terserang
4 = > 40 -  60%, bagian daun terserang
5 = > 60 - 100%, bagian daun terserang
Z adalah nilai kerusakan tanaman tertinggi
N adalah jumlah tanaman yang diamati

Untuk mengetahui perbedaan antar perlakuan, data hasil pengamatan


dianalisis menggunakan analisis varian. Jika antar perlakuan menunjukkan
adanya perbedaan akan dilakukan uji lanjut menggunakan uji beda nyata
terkecil pada taraf 5%. Data peubah ekonomi dianalisis menggunakan teknik
Analisis Anggaran Parsial (Basuki 2009).
 
V. HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil Percobaan Pendahuluan


Rata-rata jumlah ngengat S.exigua yang tertangkap per hari disajikan
pada Tabel 2, yaitu sebanyak 23,11 ekor. Berdasarkan hal tersebut, maka

  15
perlakuan jumlah tangkapan ngengat tertinggi ditetapkan sebanyak 20 ekor/
hari. Secara lengkap macam perlakuan yang diuji disajikan pada Tabel 1.

Tabel 2. Jumlah ngengat S. exigua yang tertangkap per hari pada penelitian
pendahuluan

Rata-rata jumlah ngengat S. exigua


No. Tanggal
yang tertangkap per hari (ekor)
1 11 April 2012 19,30
2 12 April 2012 20,50
3 13 April 2012 18,50
4 14 April 2012 40,50
5 15 April 2012 17,50
6 16 April 2012 15,50
7 17 April 2012 30,00
Jumlah 161,80
Rata-rata 23,11

Hasil Percobaan Utama


Populasi kelompok telur S. exigua
Ngengat S. exigua meletakkan telurnya dalam kelompok pada daun
bawang merah. Menurut Rauf (1999) telur S. exigua diletakkan dalam bentuk
kelompok yang terdiri atas 20 – 100 butir. Lama stadium telur di dataran
rendah dan medium berlangsung selama 2 hari sedangkan di dataran tinggi 3
hari. Pada penelitian ini, kelompok telur S. exigua mulai terpantau pada umur
5 hari setelah tanam (HST) dan hasil pengamatannya disajikan pada Tabel 3.
Pada awal pengamatan populasi kelompok telur S. exigua tidak merata.
Baru pada umur 15 hari setelah tanam (HST) kelompok telur S. exigua merata
di semua petak perlakuan dan setelah itu populasi kelompok telur terus
menurun. Menurut Rauf (1999) puncak populasi kelompok telur S. exigua
terjadi pada umur 15 dan 37 HST. Keadaan ini menunjukkan bahwa pada
rentang waktu 15 sampai 37 HST kemungkinan untuk menemukan kelompok
telur S.exigua sangat sulit. Hal ini dibuktikan pada percobaan ini, pada umur
15 sampai 37 HST tidak dijumpai populasi kelompok telur yang mencapai
ambang pengendalian. Populasi kelompok telur S. exigua pada percobaan ini
yang terpantau mencapai ambang pengendalian (0,1 paket telur/ tanaman
contoh) terjadi pada umur 5 sampai 12 HST, yaitu pada petak perlakuan B, C,

  16
dan E masing-masing sebanyak 1 kali, G sebanyak 2 kali dan F sebanyak 3
kali. Menurut Kalshoven (1981), S. exigua digolongkan ke dalam kelompok
hama semusim dan biasanya ledakannya berlangsung singkat.

Tabel 3. Populasi kelompok telur S. exigua pada tanaman bawang merah

Jumlah kelompok telur S.exigua menurut umur tanaman (HST


Perlakuan
5 8 12 15 19 22 26

A. Hasil tangkapan ngengat sebanyak


0,07 bc 0,00 a 0,07 ab 0.07 a 0,03 a 0,03 a 0,00
> 0 ekor per hari

B. Hasil tangkapan ngengat sebanyak


0,10 abc 0,07 a 0,07 ab 0,07 a 0,03 a 0,00 a 0,00
≥ 5 ekor per hari

C. Hasil tangkapan ngengat sebanyak


0,03 bc 0,17 a 0,00 b 0,03 a 0,03 a 0,00 a 0,00
≥10 ekor per hari

D. Hasil tangkapan ngengat sebanyak


0,07 bc 0,03 a 0,33 a 0,03 a 0,00 a 0,00 a 0,00
≥ 15 ekor per hari

E. Hasil tangkapan ngengat sebanyak


0,00 d 0,10 a 0,07 ab 0,07 a 0,00 a 0,00 a 0,00
≥ 20 ekor per hari

F. Kelompok telur 0,1 per tanaman


0,17 a 0,13 a 0,30 ab 0,03 a 0,00 a 0,00 a 0,00
contoh

G. Kerusakan tanaman 5%
0,13 ab 0,10 a 0,03 ab 0,07 a 0,03 a 0,00 a 0,00

H. Disemprot dengan insektisida 2 kali


0,00 c 0,03 a 0,00 b 0,07 a 0,00 a 0,03 a 0,00
per minggu

I. Kontrol (tanpa insektisida) 0,00 c 0,07 a 0,07 ab 0,03 a 0,00 a 0,00 a 0,00

LSD 5% 0,06 0,17 0,19 0,08 0,04 0,03 -

CV (%). 4,89 8,19 13,90 6,47 3,06 2,14 -

Jumlah kelompok telur S.exigua menurut umur tanaman (HST)


Perlakuan
29 33 36 40 43 47 50

A. Hasil tangkapan ngengat sebanyak


0,00 a 0,00 b 0,00 b 0,00 0,00 0,00 0,00
> 0 ekor per hari

B. Hasil tangkapan ngengat sebanyak


0,07 a 0,00 b 0,00 b 0,00 0,00 0,00 0,00
≥ 5 ekor per hari

C. Hasil tangkapan ngengat sebanyak


0,00 a 0,00 b 0,00 b 0,00 0,00 0,00 0,00
≥10 ekor per hari

D. Hasil tangkapan ngengat sebanyak


0,00 a 0,00 b 0,00 b 0,00 0,00 0,00 0,00
≥ 15 ekor per hari

E. Hasil tangkapan ngengat sebanyak


0,00 a 0,00 b 0,00 b 0,00 0,00 0,00 0,00
≥ 20 ekor per hari

F. Kelompok telur 0,1 per tanaman


0,00 a 0,00 b 0,03 a 0,00 0,00 0,00 0,00
contoh

G. Kerusakan tanaman 5%
0,00 a 0,00 b 0,00 b 0,00 0,00 0,00 0,00

H. Disemprot dengan insektisida 2 kali


0,00 a 0,00 b 0,00 b 0,00 0,00 0,00 0,00
per minggu

I. Kontrol (tanpa insektisida) 0,03 a 0,07 a 0,00 b 0,00 0,00 0,00 0,00

LSD 5% 0,05 0,04 0,02 - - - -

CV (%). 3,93 3,50 1,62 - - - -

 HST = Hari setelah tanam


 Angka rata-rata perlakuan pada kolom yang sama dan diikuti oleh huruf yang sama tidak menunjukkan adanya perbedaan yang
nyata menurut uji Beda Nyata Terkecil pada taraf 5%

  17
Ciri lain ledakan hama pada tanaman semusim adalah migrasi hama ke
dalam pertanaman (French 1969). Pada tanaman bawang merah kejadian ini
ditandai dengan pada saat-saat tertentu kelompok telur S. exigua sangat
mudah dijumpai di lapangan, sedangkan pada saat lainnya sangat sulit
ditemukan (Rauf 1999). Namun, serangan S. exigua pada tanaman bawang
merah masih tetap berlangsung sepanjang umur tanaman tersebut.
Fenomena ini menunjukkan bahwa populasi kelompok telur tidak dapat
digunakan sebagai satu-satunya indikator penetapan ambang pengendalian
S. exigua pada tanaman bawang merah di sepanjang umur tanaman tersebut.
Selain itu pengamatan kelompok telur S. exigua setelah tanaman bawang
merah berumur lebih dari 15 HST harus dilakukan dengan sangat teliti. Hal ini
disebabkan, jumlah daun mulai bertambah sehingga tanaman mulai rimbun
dan jika pengamatan kurang teliti keberadaan kelompok telur tersebut akan
sulit dijumpai.

Kerusakan tanaman oleh S. exigua


Hasil pengamatan terhadap kerusakan tanaman bawang merah oleh
serangan hama S. exigua disajikan pada Tabel 4. Kerusakan tanaman
ditandai dengan timbulnya bercak-bercak putih transparan pada daun bawang
merah. Hal ini disebabkan larva S.exigua memakan daging daun dari dalam
rongga daun dan meninggalkan epidermis dan pada serangan berat seluruh
daun dimakan. Menurut Rauf (1999) puncak serangan hama S. exigua pada
tanaman bawang merah terjadi pada umur 27 HST, dan setelah itu intensitas
serangannya menurun.
Pada percobaan ini, kerusakan tanaman oleh serangan S. exigua mulai
terpantau pada umur 12 HST. Selama percobaan berlangsung, kerusakan
tanaman yang mencapai ambang pengendalian (kerusakan tanaman 5%)
terjadi pada semua petak perlakuan. Namun, intensitas terjadinya kerusakan
tanaman yang mencapai ambang pengendalian pada tiap petak perlakuan
berbeda. Hal ini disebabkan pada tiap petak perlakuan tersebut telah
mendapatkan tindakan pengendalian sesuai dengan perlakuan yang telah
ditetapkan.

  18
Tabel 4. Kerusakan tanaman bawang merah oleh S. exigua

Kerusakan tanaman bawang merah (%) oleh S.exigua menurut umur tanaman
Perlakuan (HST)

5 8 12 15 19 22 26

A. Hasil tangkapan ngengat sebanyak


0,00 0,00 0,35 ab 1,28 b 1,86 ab 1,77 d 3,14 b
> 0 ekor per hari

B. Hasil tangkapan ngengat sebanyak


0,00 0,00 0,51 ab 1,61 ab 1,79 ab 3,24 cd 1,36 b
≥ 5 ekor per hari

C. Hasil tangkapan ngengat sebanyak 11,30


0,00 0,00 1,25 a 5,21 a 4,90 ab 10,35 ab
≥10 ekor per hari abc

D. Hasil tangkapan ngengat sebanyak


0,00 0,00 0,85 ab 1,34 ab 6,08 a 19,50 a 33,68 a
≥ 15 ekor per hari

E. Hasil tangkapan ngengat sebanyak 7,42


0,00 0,00 0,24 b 3,26 ab 4,21 ab 14,09 ab
≥ 20 ekor per hari bcd

F. Kelompok telur 0,1 per tanaman 7,64


0,00 0,00 0,22 b 3,20 ab 6,21 a 33,83 a
contoh bcd

G. Kerusakan tanaman 5% 11,34


0,00 0,00 0,73 ab 2,22 ab 10,15 a 4,46 b
abc

H. Disemprot dengan insektisida 2 kali


0,00 0,00 0,13 b 0,82 b 0,45 b 1,28 d 2,16 b
per minggu

I. Kontrol (tanpa insektisida) 0,00 0,00 0,65 ab 1,11 b 10,48 a 14,85 ab 33,89 a

LSD 5% - - 1,00 3,35 8,51 8,67 27,20

CV (%). - - 18,62 19,92 19,31 15,50 19,13

Kerusakan tanaman bawang merah (%) oleh S.exigua menurut umur tanaman
Perlakuan (HST)

29 33 36 40 43 47 50

A. Hasil tangkapan ngengat sebanyak


1,89 c 1,65 cd 0,47 c 0,71 cd 1,57 cd 3,87 c 8,39 ab
> 0 ekor per hari

B. Hasil tangkapan ngengat sebanyak


1,98 c 1,98 cd 1,79 bc 0,84 cd 1,21 d 6,00 bc 7,43 ab
≥ 5 ekor per hari

C. Hasil tangkapan ngengat sebanyak 2,25


8,42 bc 3,96 cd 1,62 bc 2,99 bcd 4,60 bc 5,46 b
≥10 ekor per hari abcd

D. Hasil tangkapan ngengat sebanyak 11,10


22,73 ab 9,14 ab 4,66 ab 5,56 bc 12,77 ab 8,58 ab
≥ 15 ekor per hari abc

E. Hasil tangkapan ngengat sebanyak


22,27 ab 8,99 bcd 9,55 ab 3,97 abc 6,57 b 8,20 bc 6,45 ab
≥ 20 ekor per hari

F. Kelompok telur 0,1 per tanaman


27,73 ab 22,40 a 11,64 a 5,19 ab 14,61 a 11,31 ab 9,06 ab
contoh

G. Kerusakan tanaman 5% 10,45


12,55 bc 9,35 abc 2,80 bc 1,67 bcd 2,52 bcd 10,74 a
abc

H. Disemprot dengan insektisida 2 kali


0,12 c 0,69 d 1,68 bc 0,10 d 3,44 bcd 5,95 bc 9,41 ab
per minggu

I. Kontrol (tanpa insektisida) 35,90 a 19,36 ab 12,46 a 6,41 a 11,64 a 19,84 a 4,72 b

LSD 5% 23,18 13,97 8,16 3,76 4,10 6,54 5,01

CV (%). 16,13 18,27 19,19 18,84 27,80 30,58 27,70

 HST = Hari setelah tanam


 Angka rata-rata perlakuan pada kolom yang sama dan diikuti oleh huruf yang sama tidak menunjukkan adanya perbedaan yang
nyata menurut uji Beda Nyata Terkecil pada taraf 5%

Pada perlakuan G (ambang pengendalian kerusakan tanaman 5%)


terjadi sebanyak 7 kali kerusakan tanaman oleh serangan S. exigua yang
mencapai ambang pengendalian, sedangkan pada perlakuan F (0,1 kelompok
telur/ tanaman contoh) terjadi sebanyak 10 kali kerusakan tanaman yang

  19
mencapai ambang pengendalian. Padahal, jika berdasarkan populasi
kelompok telur (Tabel 3), pada perlakuan F hanya perlu dilakukan tindakan
pengendalian sebanyak 3 kali, yaitu pada umur 5, 8, dan 12 HST, sedangkan
jika berdasarkan kerusakan tanaman, pada perlakuan F diperlukan 10 kali
tindakan pengendalian, yaitu pada umur 19, 22, 26, 29, 33, 36, 40, 43, 47,
dan 50 HST. Hal ini membuktikan bahwa ambang pengendalian S. exigua
berdasarkan kerusakan tanaman lebih teliti dibandingkan dengan penetapan
ambang pengendalian berdasarkan kelompok telur.
Menurut Moekasan dan Sastrosiswojo (1992) dengan menerapkan
ambang pengendalian berdasarkan kerusakan tanaman 5%, penggunaan
insektisida dapat ditekan > 62% dengan hasil panen setara dengan
penyemprotan sistem kalender 2 kali/ minggu. Namun demikian, ambang
pengendalian tersebut membutuhkan ketelitian, kecermatan menghitung,
tenaga dan waktu yang cukup untuk mendapatkan hasil pengamatan yang
akurat. Hal ini sulit diterapkan oleh petani.

Populasi imago S. exigua


Populasi imago (ngengat) S. exigua hasil tangkapan Feromon Exi
disajikan pada Gambar 1. Ngengat S. exigua mulai tertangkap pada umur 5
HST dan mencapai puncaknya umur 47 HST, dengan kepadatan populasi
29,45 ekor per perangkap per hari. Berdasarkan hasil tangkapan tersebut,
maka perlakuan ambang pengendalian yang berdasarkan hasil tangkapan
ngengat S.exigua, yaitu petak A, B, C, D, dan E selama percobaan
berlangsung (54 hari) masing-masing mencapai ambang pengendalian
sebanyak 14, 11, 9, 6, dan 2 kali. Artinya pada perlakuan tersebut dilakukan
tindakan pengendalian S. exigua masing-masing sebanyak 14, 11, 9, 6, dan 2
kali.
Jika dibandingkan dengan penerapan ambang pengendalian
berdasarkan populasi kelompok telur S. exigua (perlakuan F, pada Tabel 3),
maka jumlah tindakan pengendalian yang setara atau mendekati jumlah
tindakan pengendalian pada perlakuan F (3 kali tindakan pengendalian)
adalah perlakuan E (hasil tangkapan ngengat sebanyak ≥ 20 ekor/ hari), yaitu
sebanyak 2 kali pada umur 33 dan 47 HST . Namun demikian, kerusakan
tanaman yang mencapai ambang pengendalian pada perlakuan E mencapai

  20
sebanyak 8 kali (Tabel 4). Dengan demikian, pada perlakuan E terdapat
sebanyak 6 kali kejadian mencapai ambang pengendalian yang tidak
dilakukan tindakan pengendalian S. exigua.

Gambar/ Figure 1. Populasi imago S. exigua pada tanaman bawang merah/ Imago of S. exigua
population on shallot. Enrekang, 2012

Gambar/ Figure 2. Perangkap feromonoid seks/ Sex pheromone trap; : (a & b) perangkap/ trap;
(c) imago S.exigua/ imago of S.exigua; (d) kapsul feromonoid seks/ capsule of
sex pheromone

  21
Jika dibandingkan dengan penerapan ambang pengendalian S. exigua
berdasarkan kerusakan tanaman (perlakuan G, Tabel 4), maka jumlah
tindakan pengendalian S. exigua yang setara atau mendekati perlakuan
tersebut (6 kali/ musim tanam) adalah perlakuan D (hasil tangkapan ngengat
sebanyak ≥ 15 ekor/ hari), yaitu sebanyak 6 kali/ musim (Tabel 4). Penerapan
ambang pengendalian berdasarkan hasil tangkapan populasi ngengat S.
exigua dengan menggunakan Feromon Exi lebih mudah dan praktis jika
dibandingkan dengan penerapan ambang pengendalian berdasarkan
populasi kelompok telur atau kerusakan tanaman. Hal ini sesuai dengan
pendapat Permana dan Rostaman (2006) yang menyatakan bahwa
penggunaan feromon lebih mudah dan aman bagi pemakai dan lingkungan.

Organisme Pengganggu Tumbuhan lain yang menyerang


Selama percobaan berlangsung ditemukan OPT lain yang menyerang
tanaman bawang merah, yaitu hama trips dan lalat pengorok daun serta
serangan penyakit trotol dan embun tepung. Serangan hama trips dan lalat
pengorok daun hanya terpantau satu kali, yaitu pada umur 8 HST dan
intensitas serangannya di bawah 2 % sehingga dianggap tidak mengganggu
jalannya percobaan. Namun, pada percobaan ini dijumpai serangan penyakit
trotol yang disebabkan oleh cendawan Alternaria porri dan penyakit embun
tepung yang disebabkan oleh cendawan Peronospora destructor. Kehadiran
kedua penyakit ini mulai terpantau pada umur 8 HST sampai akhir percobaan.
Untuk mengatasi serangan penyakit tersebut pertanaman bawang merah
disemprot dengan fungisida Klorotalonil, Difenokonazol, Mefenoksam +
Mankozeb secara bergantian dengan frekuensi 2 kali/ minggu.

Jumlah penyemprotan insektisida untuk mengendalikan S.exigua per


musim
Salah satu tujuan menerapkan ambang pengendalian ialah untuk
menekan penggunaan pestisida. Pada percobaan ini dengan menerapkan
ambang pengendalian S. exigua berdasarkan populasi kelompok telur,
kerusakan tanaman, atau populasi ngengat hasil tangkapan Feromon Exi
penggunaan insektisida dapat ditekan jika dibandingkan dengan penggunaan
insektisida 2 kali/ minggu (Tabel 5).

  22
Pada Tabel 5 terlihat bahwa pengurangan penggunaan insektisida
tertinggi terdapat pada perlakuan E (≥ 20 ekor ngengat
S.exigua/perangkap/hari), yaitu sebesar 85,71%, sedangkan yang terendah
pengurangannya terdapat pada perlakuan B (≥ 5 ekor
ngengat/perangkap/hari), yaitu sebesar 21,43%. Pada perlakuan ambang
pengendalian berdasarkan populasi kelompok telur (0,1/ tanaman contoh) dan
kerusakan tanaman 5%, masing-masing dapat menghemat penggunaan
insektisida sebesar 78,57% dan 57,14%. Hasil ini sejalan dengan hasil
penelitian Moekasan et al. (2004; 2012) dan Suhardi et al. (1994) yang
menyatakan bahwa penerapan ambang pengendalian tersebut dapat
menekan penggunaan insektisida > 50%.

Tabel 5. Jumlah dan biaya penyemprotan insektisida untuk mengendalikan hama S.exigua pada
tanaman bawang merah

Jumlah Perbedaan
Biaya
penyemprotan dengan
Perlakuan insektisida
insektisida per 2 perlakuan H
(Rp./ 30 m )
musim tanam (%)
A. Hasil tangkapan ngengat sebanyak > 0 ekor per
14 40.520 0
hari
B. Hasil tangkapan ngengat sebanyak ≥ 5 ekor per
11 31.837 21,43
hari
C. Hasil tangkapan ngengat sebanyak≥10 ekor per
9 26.049 35,71
hari
D. Hasil tangkapan ngengat sebanyak ≥ 15 ekor per
6 17.366 57,14
hari
E. Hasil tangkapan ngengat sebanyak ≥ 20 ekor per
2 5.789 85,71
hari
F. Kelompok telur 0,1 per tanaman contoh 3 8.683 78,57
G. Kerusakan tanaman 5% 6 17.366 57,14

H. Disemprot dengan insektisida 2 kali per minggu 14 40.520 0


I. Kontrol (tanpa insektisida) 0 0 100,00

Hasil panen bawang merah


Hasil panen bawang merah disajikan pada Tabel 6. Bobot bawang
merah pada saat panen (bobot basah) maupun setelah penjemuran selama 7
hari (bobot kering) pada perlakuan A (> 0 ngengat/ perangkap/hari), B (≥ 5
ngengat/ perangkap/hari), C (≥ 10 ngengat/ perangkap/hari) dan H (disemprot
insektisida secara rutin 2 x/ minggu) tidak menunjukkan adanya perbedaan
nyata, tetapi berbeda nyata lebih tinggi jika dibandingkan dengan perlakuan D

  23
(≥ 15 ngengat/ perangkap/hari), E (≥ 20 ngengat/ perangkap/hari), F (0,1
kelompok telur/ tanaman), G (kerusakan tanaman 5%) dan I (kontrol).

Tabel 6. Hasil panen bawang merah

Bobot
Perlakuan Umbi segar Umbi kering
2 2
kg/ 30 m ton/ha kg/ 30 m ton/ha
A. Hasil tangkapan ngengat sebanyak > 0 ekor per hari 71,50 a 23,83 40,50 a 13,50
B. Hasil tangkapan ngengat sebanyak ≥ 5 ekor per hari 71,33 a 23,77 40,20 a 13,40
C. Hasil tangkapan ngengat sebanyak ≥10 ekor per hari 70,70 a 23,56 40,37 a 13,46
D. Hasil tangkapan ngengat sebanyak ≥ 15 ekor per hari 36,27 c 12,09 22,97 c 7,66
E. Hasil tangkapan ngengat sebanyak ≥ 20 ekor per hari 23,60 e 7,86 13,27 e 4,42
F. Kelompok telur 0,1 per tanaman contoh 31,97 d 10,66 15,67 d 5,22
G. Kerusakan tanaman 5% 62,83 b 20,94 38,67 b 12,89
H. Disemprot dengan insektisida 2 kali per minggu 69,83 a 23,28 40,17 a 13,39
I. Kontrol (tanpa insektisida) 15,87 f 5,29 9,67 f 3,22
LSD 5% 2,06 - 1,46 -
CV (%). 2,36 - 2,90 -

 Angka rata-rata perlakuan pada kolom yang sama dan diikuti oleh huruf yang sama tidak menunjukkan adanya perbedaan yang nyata menurut uji Beda
Nyata Terkecil pada taraf 5%/ Average at the same column followed by the same letters were not significantly different at 5% level according to LSD
(Least Significant Difference) test.

Hasil panen pada perlakuan ambang pengendalian yang setara dengan


hasil panen pada perlakuan yang disemprot insektisida secara rutin terdapat
pada perlakuan A, B, dan C. Dari ketiga macam perlakuan tersebut (A, B, dan
C), perlakuan C adalah perlakuan yang dapat menghemat penggunaan
insektisida tertinggi, yaitu sebesar 35,71% dibandingkan dengan perlakuan B
sebesar 21,43% dan A = 0%. Sedangkan pada perlakuan F (kelompok telur
0,1 / tanaman) dan G (kerusakan tanaman 5%), hasil panen bawang merah
(bobot basah dan kering) lebih rendah jika dibandingkan dengan perlakuan H
yang disempeot rutin dengan insektisida 2 kali/ minggu. Berdasarkan uraian
tersebut, ditetapkan bahwa ambang pengendalian berdasarkan hasil
tangkapan ngengat S.exigua dengan menggunakan Feromon Exi sebesar >
10 ekor/ perangkap/ hari inilah yang paling menguntungkan karena selain
menekan penggunaan insektisida sebesar 35,71%, hasil panenpun (13,46
ton/ha) setara dengan hasil panen bawang merah pada perlakuan
penyemprotan insektisida dengan sistem kalender 2 kali/ minggu.

  24
Analisis anggaran parsial
Menurut Adiyoga (1984; 1985a; 1985b; 1987) analisis anggaran parsial
dapat digunakan untuk mengevaluasi kelayakan finansial suatu teknologi baru
untuk direkomendasikan sebagai pengganti teknologi lama atau teknologi
yang sedang berjalan (existing technology). Dalam analisis anggaran parsial,
dihitung besarnya perubahan-perubahan yang terjadi dalam penerimaan
(revenue), biaya berubah (variable cost), dan pendapatan bersih (net income)
sebagai akibat dari penggantian teknologi.
Pada percobaan ini analisis anggaran parsial dilakukan untuk perlakuan
C (≥ 10 ekor ngengat/ perangkap/ hari) dan dibandingkan dengan perlakuan
H (penyemprotan insektisida secara rutin 2 kali/ minggu). Biaya berubah
dengan adanya penggantian teknologi pada percobaan ini adalah biaya
pengamatan ngengat S. exigua, biaya pembelian Feromon Exi, biaya upah
penyemprotan insektisida, biaya pembelian insektisida, dan biaya bunga bank
(Tabel 7). Dengan penerapan ambang pengendalian berdasarkan tangkapan
populasi ngengat S.exigua dengan menggunakan Feromon Exi, ada
penambahan biaya berubah pada perlakuan penerapan ambang
pengendalian, yaitu biaya pengamatan dan pembelian Feromon Exi sebesar
Rp. 425.000,-. Namun, penambahan biaya tersebut masih jauh lebih kecil jika
dibandingkan pengurangan biaya pengendalian pada perlakuan tersebut
secara keseluruhan, yaitu sebesar Rp. 5.748.667,-/ ha yang terdiri atas
selisih biaya upah penyemprotan insektisida sebesar Rp. 1.350.000,-/ha;
biaya pembelian insektisida sebesar Rp. 4.823.667,-/ha; dan bunga bank/
modal sebesar Rp. 288.008,-/ha.
Suatu teknologi baru akan direkomendasikan untuk menggantikan
teknologi lama apabila teknologi baru tersebut dapat meningkatkan
pendapatan bersih atau memberikan tingkat pengembalian (rate of return) > 1
(Adiyoga et al. 1999; Adiyoga & Soetiarso 1999; Soetiarso et al. 1999;
Soetiarso et al 2006; Basuki 2009). Pada percobaan ini, penerapan ambang
pengendalian S. exigua menggunakan Feromon Exi dibanding penerapan
pengendalian S.exigua sistem kalender, dapat meningkatkan pendapatan
kotor sebesar Rp. 6.456.675,-/ha dan mengurangi biaya berubah sebesar Rp.
6.036.675,-/ha. Dengan demikian, penerapan ambang pengendalian S.exigua
menggunakan Feromon Exi secara ekonomi berpotensi untuk diadopsi karena

  25
dapat mengurangi biaya dan meningkatkan pendapatan bersih jika
dibandingkan dengan pengendalian S.exigua sistem kalender dengan
melakukan penyemprotan insektisida 2 kali/ minggu.

Tabel 7. Perubahan penerimaan dan biaya berubah akibat perubahan dari teknologi
penyemprotan insektisida dengan sistem kalender ke penerapan ambang
pengendalian (Rp./ha)

Perubahan teknologi

Uraian Disemprot Penerapan


insektisida ambang Perubahan
2 x/minggu pengendalian

I. Hasil panen
    Bobot (kg/ha) 13.390 13.460 70
    Harga (Rp./kg) 6.000 6.000 -
    Total penerimaan (Rp./ha)  80.340.000 80.760.000 420.000
Biaya berubah per hektar (Rp./ha) -
2.1. Tenaga kerja (Rp./ha) -
    Pengamatan populasi imago S.exigua - 300.000 300.000
    Feromon Exi - 125.000 125.000
    Penyemprotan insektisida 3.780.000 2.430.000 - 1.350.000
Subtotal biaya tenaga kerja (Rp./ha) 3.780.000 2.855.000 - 925.000
2.2. Bahan -
    Insektisida untuk untuk pengendalian S.exigua 13.506.667 8.683.000 - 4.823.667
Subtotal biaya bahan 13.506.667 8.683.000 - 4.823.667
Subtotal biaya bahan + upah 17.286.667 11.538.000 - 5.748.667
Bunga modal (1,67%/ bulan untuk 3 bulan) 866.062 578.054 - 288.008
Total biaya berubah (Rp./ha) 18.152.729 12.116.054 - 6.036.675
Pendapatan kotor (Rp./ha) 62.187.271 68.643.946 6.456.675

VI. KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan
Ambang pengendalian berdasarkan hasil tangkapan populasi ngengat
S.exigua dengan menggunakan Feromon Exi sebanyak ≥ 10 ekor/ perangkap/
hari lebih praktis, mudah, dan presisi dibandingkan dengan ambang
pengendalian berdasarkan populasi kelompok telur sebesar 0,1/ tanaman
atau berdasarkan kerusakan tanaman bawang merah oleh S.exigua sebesar

  26
5%. Dengan penerapan ambang pengendalian tersebut, penggunaan
insektisida dapat dikurangi sebesar 35,71% dengan hasil panen sebesar
13,46 ton/ha setara dengan penggunaan insektisida 2 kali/minggu. Dengan
demikian penerapan ambang pengendalian tersebut secara ekonomi layak
untuk diadopsi karena dapat meningkatkan pendapatan bersih dan
mengurangi biaya jika dibandingkan dengan penyemprotan insektisida 2 x/
minggu.

Saran
Untuk penerapan penggunaan Feromon Exi sebagai alat pemantau
populasi ngengat S. exigua pada budidaya bawang merah, rekomendasi yang
diberikan adalah sebagai berikut :
1. Kebutuhan perangkap per hektar adalah sebanyak 5 buah yang
dipasang secara diagonal
2. Pengamatan populasi ngengat pada perangkap dilakukan mulai umur 5
hari setelah tanam dengan interval 3 hari
3. Jika populasi ngengat S.exigua mencapai ≥ 30 ekor/ perangkap/ 3 hari
maka tanaman disemprot dengan insektisida yang dianjurkan

UCAPAN TERIMA KASIH

Ucapan terima kasih kami sampaikan kepada Kementerian Riset dan


Teknologi melalui Program PKPP yang telah mendanai penelitian ini. Ucapan
terima kasih, disampaikan pula kepada Bapak Thamshir, Bapak Mohamad
Yusuf, dan semua anggota Kelompok Tani Bubun Tanjung, Desa Lakawan,
Kecamatan Anggeraja, Kabupaten Enrekang, serta POPT dan PPL
Kecamatan Anggeraja, Kabupaten Enrekang yang telah sudi mengawal dan
membantu pelaksanaan penelitian ini. Semoga hasil penelitian ini dapat
membantu mengatasi serangan hama ulat bawang di Kabupaten Enrekang.

  27
DAFTAR PUSTAKA

Adiyoga, W. 1984. Pengaruh penggunaan tenaga kerja dan pestisida


terhadap pendapatan bersih usahatani kubis. Bull. Penel. Hort. XI (4):
20-25, 1984.

___________1985a. Pengaruh tumpangsari terhadap tingkat produksi dan


pendapatan petani kubis. Bull. Penel. Hort. XII (4): 8-18, 1985.

___________1985b. Hubungan kontribusi tenaga kerja dengan efisensi


produksi usahatani cabe. Bull. Penel. Hort. XII (2): 1-6, 1985.

___________1987. Efisiensi penggunaan pupuk kandang pada usahatani


lombok. Bull. Penel. Hort. XV (4): 6-11, 1987.

___________R.S. Basuki, Y. Hilman & B.K. Udiarto. 1999. Studi lini dasar
pengembangan teknologi pengendalian hama terpadu pada tanaman
cabai di Jawa Barat. J. Hort. 9 (1):67-83, 1999.

___________ & T.A. Soetiarso. 1999. Strategi Petani dalam Pengelolaan


Resiko pada Usahatani Cabai. J. Hort. 8 (4):1299-1311, 1999.

Basuki, R.S. 2009. Analisis kelayakan teknis dan ekonomis teknologi


budidaya bawang merah dengan benih biji botani dan benih umbi
tradisional. J. Horti. 19(2) : 213 – 226

Dibiyantoro, L.H. 1990. Pengaruh penggunaan insektisida dan ambang


kendali Spodoptera exigua Hbn. yang mendasarkan hasil tangkapan
imago dengan feromon seks sintetik terhadap populasi larva,
kerusakan tanaman, dan hasil panen bawang merah. Bull. Penel. Hort.
19(4) : 106-115.

  28
French, R.A. 1969. Migration of Laphygma exigua Hubner (Lepidoptera :
Noctuide) to Bristish Isles in relation to large-scale weather system.
J.Anim. Ecol. 38: 199-210.

Haryati, Y. & A. Nurawan. 2009. Peluang pengembangan feromon seks dalam


pengendalian hama ulat bawang (Spodoptera exigua) pada bawang
merah. J.Litbang Pertanian 28 (2) : 72-77
Jackson, D.M., G.C. Brown, G.L. Nordin, & D.M. Johnson. 1992.
Autodisemination of baculovirus for management of tobacco budworms
(Lepidiptera ; Noctuidae). J.Econ.Entomol. 85(3) : 710-719.

Kalshoven, L.G.E. 1981. Pest of crops in Indonesia. Revisi oleh P.A. van der
Laan. PT Ichtiar Baroe-van Hoeve. Jakarta. 701 hal.

Knight, A.L. & D.M. Light. 2005. Developing action thresholds for codling moth
(Lepidoptera : Tortricidae) with pear ester-and codlemone-baited traps
in apple orchads treated with sex pheromone mating disruption.
J.Canadian Entomol. 137(6) : 739-747

Koster, W.G. 1990. Exploratory survey on shallot in rice based cropping


system in Brebes. Bull.Penel.Hort.18(1) Edisi Khusus : 19-30.

Moekasan, T.K., & S. Sastrosiswojo. 1992. Pengujian ambang pengendalian


hama ulat bawang (Spodoptera exigua) pada tanaman bawang merah
di dataran rendah. Laporan Kerjasama Penelitian antara Balithort
dengan Ciba Geigy R & D. 15 hal.

Moekasan, T.K., E. Suryaningsih, I. Sulastrini, N. Gunadi, W. Adiyoga, A.


Hendra, M.A. Martono, & Karsum. 2004. Kelayakan teknis dan
ekonomis penerapan teknologi pengendalian hama terpadu pada
sistem tanam tumpanggilir bawang merah dan cabai. J. Hort. 14(3) :
188-203.

  29
Moekasan, T.K. & R. Murtiningsih. 2010. Pengaruh campuran insektisida
terhadap ulat bawang, Spodoptera exigua hubn. J.Horti. 20(1) : 67-79.

Moekasan, T.K., Basuki, R.S., & L. Prabaningrum. 2012. Penerapan ambang


pengendalian organisme pengganggu tumbuhan pada budidaya
bawang merah dalam upaya mengurangi penggunaan pestisida.
J.Hort. 22 (1) : 47-56.

Permana, A.D. & Rostaman. 2006. Pengaruh jenis perangkap seks terhadap
tangkapan ngengat jantan Spodoptera exigua. J.HPT Tropika. 6 (1) : 9-
13.

Rauf, A. 1999. Dinamika populasi Spodoptera exigua (HUBNER)


(Lepidoptera: Noctuidae) pada pertanaman bawang merah di dataran
rendah. Buletin Hama dan Penyakit Tumbuhan 11(2): 39-47.

Reddy, G.V. & A. Guerrero. 2001. Optimum timing of insecticide applications


against diamondback moth Plutella xylostella in cole crops using
threshold catches in sex pheromone traps. J. Pest. Manag.Sci. 57(1) :
90-94

Soeriaatmasdja, R.E. & T.R. Omoy. 1992. Penggunaan insektisida untuk


mengendalikan hama bawang merah Spodoptera exigua Hbn.
berdasarkan populasi ngengat yang tertangkap feromon seks di musim
hujan. Bull.Penel.Hort. 22 (3) : 10 – 13.

Soetiarso, T.A. Purwanto & A. Hidayat. 1999. Identifikasi usahatani tumpang


gilir bawang merah dan cabai merah guna menunjang pengendalian
hama terpadu di Brebes. J.Hort. 8(4):1312-1329.

Soetiarso, T.A., M. Ameriana, L. Prabaningrum & N. Sumarni. 2006.


Pertumbuhan, hasil dan kelayakan finansial penggunaan Mulsa dan
pupuk buatan pada usahatani cabai merah di luar musim. J.Hort.
16(1):63-76, 2006.

  30
Suhardi, T. Koestoni, & A.T. Soetiarso. 1994. Pengujian teknologi
pengendalian hama terpadu pada tanaman bawang merah
berdasarkan ambang kendali dan modifikasi tipe nozzle alat semprot.
Bul. Penel. Hort. 26(4) : 100-117.

Untung, K. 1994. Konsep, strategi, dan taktik pengendalian hama terpadu


dalam menunjang pembangunan pertanian berkelanjutan. Dalam : S.J.
Rondonuwu, J. Warouw, D.T. Sembel, M.E.R. Meray, dan C.S. Rante
(Eds). Pros. Lokakarya pengembangan Entomologi di Kawasan Timur
Indonesia dalam Upaya Menunjang Pengendalian Hama Terpadu, Tgl.
28-30 Maret 1994 di Sahid Hotel Menado. Faperta Universitas Sam
Ratulangi dan Program Nasional PHT-BAPPENAS. hal. 1-20.

Wakamura, S., M. Takai, S. Kozai, H. Inouse, I. Yamashita, S. Kuwahara and


M. Kawamura. 1989. Control of the beet armiworm, Spodoptera exigua
Hbn (Lepidoptera : Noctuidae), using synthetic sex pheromone. Effect
of communication distruption in Welsh onion field. App.Entomol.Zool.
24 (4) : 387-397.

  31
LAMPIRAN-LAMPIRAN

1. PERSONIL PELAKSANA KEGIATAN RISET

Nama lengkap Posisi Alokasi


Instansi/ Jabatan Bidang
dalam waktu
Unit kerja Fungisonal Keahlian
dan gelar kegiatan (Jam/bulan)

Ir. Tonny K. Moekasan Ketua Balitsa Peneliti Entomologi 60


Tim Madya
Ir. Wiwin Setiawati, MS Anggota Balitsa Peneliti Entomologi 60
Utama
Ir. Firdaus Hasan, MS Anggota BPTPH POPT Ahli Entomologi 60
Sulsel Madya
Aang Somantri Anggota Balitsa - Teknisi 60
Rahman Runa Anngota BPTPH - Teknisi 60
Sulsel

2. JADWAL KEGIATAN

Bulan
No. Kegiatan
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

1. Persiapan

2. Survai lokasi

3. Pengolahan tanah

4. Persiapan tanam

5. Penanaman

6. Pengamatan

7. Pemeliharaan tanaman

8. Pengolahan data

9. Pembuatan laporan

  32
3. ILUSTRASI KEGIATAN LAPANGAN

Gambar 3. Hamparan tanaman bawang merah di Desa Lakawan,


Kecamatan Anggeraja, Kabupaten Enrekang, Sulawesi Selatan

Gambar 4. Koordinasi rencana penelitian dengan penyuluh pertanian di


Balai Penyuluhan Kecamatan Anggeraja, Kabupaten Enrekang

  33
Gambar 5. Sosialisasi rencana penelitian dengan Gabungan Kelompok
Tani Bawang Merah di Kecamatan Anggeraja, Kabupaten
Enrekang

Gambar 6. Pembuatan plot percobaan bersama-sama dengan Ketua


Gabungan Kelompok Tani Bawang Merah Bubun Tanjung
(Bapak Thamshir, memakai baju kaus hijau), di Kecamatan

  34
Gambar 7. Perangkap ngengat S. exigua (Feromon Exi) yang dipasang di
lahan bawang merah milik petani di Kecamatan Anggeraja,
Kabupaten Enrekang pada saat penelitian pendahuluan

Gambar 8. Ngengat S. exigua hasil tangkapan menggunakan feromonoid


seks (Feromon Exi) pada saat percobaan pendahuluan

  35
Gambar 9. Lahan percobaan di Desa Lakawan, Kecamatan Anggeraja,
Kabupaten Enrekang, Provinsi Sulawesi Selatan

Gambar 10. Tanam bawang merah di lahan percobaan di Desa Lakawan,


Kecamatan Anggeraja, Kabupaten Enrekang pada tanggal 25
April 2012

  36
Gambar 11. Tanaman bawang merah berumur 7 hari setelah tanam

Gambar 12. Tanaman bawang merah berumur 30 hari setelah tanam

  37
Gambar 13. Kegiatan pengamatan rutin

Gambar 14. Pengamatan harian ngengat S. exigua pada perangkap


Feromon Exi

  38
Gambar 15. Kegiatan temu lapangan “Sosialisasi Penggunaan Feromon
Exi dalam Pengendalian Ulat Bawang”

Gambar 16. Temu lapangan “Sosialisasi Penggunaan Feromon Exi dalam


Pengendalian Ulat Bawang” yang dihadiri oleh Kepala Dinas
Pertanian Provinsi Sulawesi Selatan dan Wakil Bupati
Enrekang pada tanggal 28 Mei 2012

  39
Gambar 17. Pemaparan hasil penelitian sementara pada saat temu
lapangan “Sosialisasi Penggunaan Feromon Exi dalam
Pengendalian Ulat Bawang” pada tanggal 28 Mei 2012

Gambar 18. Penyerahan bantuan perangkap Feromon Exi dari Wakil Bupati
Enrekang kepada perwakilan Kelompok Tani Bubun Tanjung
pada saat acara temu lapangan Sosialisasi Penggunaan
Feromon Exi dalam Pengendalian Ulat Bawang” pada tanggal
28 Mei 2012

  40
Gambar 19. Panen bawang merah

Gambar 20. Penimbangan bobot kering hasil panen bawang merah

  41
Gambar 21. Sosialisasi hasil penelitian di Balai Penyuluhan Pertanian
Kecamatan Anggeraja, Kabupaten Enrekang yang dihadiri oleh
Kepala BPTPH Sulawesi Selatan, Penyuluh, POPT, dan Petani

Gambar 22. Presentasi hasil penelitian di Balai Penyuluhan Pertanian


Kecamatan Anggeraja, Kabupaten Enrekang yang dihadiri oleh
Kepala BPTPH Sulawesi Selatan, Penyuluh, POPT, dan Petani
 

  42

Anda mungkin juga menyukai