Anda di halaman 1dari 42

1111

RAHASIA

Lampiran II Keputusan Kadisbintalad


MARKAS BESAR ANGKATAN DARAT Nomor Kep / 11 / II /2019
DINAS PEMBINAAN MENTAL Tanggal 26 Februari 2019

PANCASILA

BAB I
PENDAHULUAN

1. Umum.

a. Setiap Negara yang ingin maju harus mempunyai pedoman dan pegangan
yang jelas dalam penyelenggaraan negara, agar mencapai tujuan negara yang
telah ditetapkan. Demikian pula dengan Negara Kesatuan Republik Indonesia
telah memiliki Pancasila sebagai pedoman dan pegangan bagi setiap warga
negara dan penyelenggara negara, baik dalam kehidupan bermasyarakat,
berbangsa dan bernegara guna mencapai tujuan negara sebagaimana yang
terdapat di dalam Pembukaan UUD 1945.
b. Agar Pancasila dapat digunakan sebagai pedoman dan pegangan oleh
setiap warga negara Indonesia termasuk Prajurit Siswa dalam pelaksanaan
Pembangunan Nasional, maka perlu diberikan Bahan Ajaran ( Hanjar ) Pancasila.

2. Maksud dan Tujuan.

a. Maksud. Naskah Sekolah ini disusun dengan maksud untuk dijadikan salah
satu Bahan Ajaran pada Pendidikan Perwira TNI AD.

b. Tujuan. Naskah Sekolah ini disusun dengan tujuan untuk digunakan sebagai
pedoman bagi Gadik dan Siswa agar mengetahui tentang Pancasila sebagai bekal
dalam pelaksanaan tugas.

3. Ruang lingkup dan Tata Urut. Naskah Sekolah ini tentang Pancasila meliputi :
Pengertian, Fungsi dan Peranan Pancasila, Sejarah perumusan Pancasila Tinjauan
fiosofis Pancasila, Nilai dan implementasi Pancasila serta periodesasi pelaksanaan
Pancasila, yang disusun dengan tata urut sebagai berikut :
a. Pendahuluan.
b. Pengertian, Fungsi dan Peranan Pancasila.
c. Butir-butir Pancasila.
d. Sejarah perumusan Pancasila.
e. Tinjauan Filosofis Pancasila.
f. Nilai dan Implementasi Pancasila.
g. Periodesasi Pelaksanaan Pancasila.
h. Evaluasi Akhir Pelajaran.
i. Penutup.

RAHASIA
2

BAB II
PENGERTIAN, FUNGSI DAN PERANAN PANCASILA

4. Umum. Pancasila, yang berarti lima dasar atau lima azas, adalah nama dasar
negara kita, yaitu negara Republik Indonesia. Istilah Pancasila telah dikenal sejak zaman
Majapahit pada abad XIV, yaitu terdapat di dalam buku Nagarakertagama karangan Pra-
panca dan buku Sutasoma karangan Tantular. Dalam buku Sutasoma istilah Pancasila di
samping mempunyai arti berbatu sendi yang kelima (dari bahasa Sansekerta), juga
mempunyai arti pelaksanaan kesusilaan yang lima (Pancasila Krama), yaitu :

a. Tidak boleh melakukan kekerasan;


b. Tidak boleh mencuri;
c. Tidak boleh berjiwa dengki;
d. Tidak boleh berbohong; dan
e. Tidak boleh mabuk minuman keras.

5. Pengertian.
a. Pada tanggal 1 Juni 1945 dalam sidang Badan Penyelidik Usaha-usaha
Persiapan Kemerdekaan, Ir. Soekarno mengusulkan agar dasar negara Indonesia
diberi nama Pancasila. (Menurut beliau nama Pancasila ini didapat atas petunjuk
kawan beliau seorang ahli bahasa). Dengan demikian, dapatlah dimengerti bahwa
dasar negara kita Pancasila bukanlah lahir pada tanggal 1 Juni 1945; kiranya lebih
tepat dikatakan bahwa tanggal 1 Juni 1945 adalah "hari lahir" istilah Pancasila
sebagai nama dasar negara kita. Dasar negara Republik Indonesia, yang sekarang
kita kenal dengan Pancasila, diterima dan disahkan oleh Panitia Persiapan
Kemerdekaan Indonesia (PPKI) yang merupakan penjelmaan atau wakil-wakil seluruh
bangsa Indonesia pada tanggal 18 Agustus 1945, yaitu bersamaan dengan
disahkannya pembukaan UUD 1945 dan batang tubuh UUD 1945. Nama Pancasila
itu sendiri sebenarnya tidaklah terdapat baik di dalam pembukaan UUD 1945 maupun
di dalam batang tubuh UUD 1945. Namun, telah cukup jelas bahwa Pancasila yang
kita maksud adalah lima dasar negara kita sebagaimana yang tercantum di dalam
pembukaan UUD 1945 alinea keempat, yang berbunyi sebagai berikut :

1) Ketuhanan Yang Maha Esa.


2) Kemanusiaan yang adil dan beradab.
3) Persatuan Indonesia.
4) Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam per-
musyawaratan/ perwakilan.
5) Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

b. Seperti telah disinggung di dalam pendahuluan buku ini banyak penyebutan


yang dihubungkan dengan Pancasila. Sekalipun semuanya itu benar, pada
hakikatnya dapat dikembalikan kepada dua pengertian, yakni Pancasila sebagai
pandangan hidup bangsa Indonesia dan Pancasila sebagai dasar negara Republik
Indonesia.
3

6. Peranan.
a. Pancasila sebagai Pandangan Hidup Bangsa Indonesia.

1) Pancasila dalam pengertian ini sering juga disebut way of life,


Weltanschauung, Wereldberschou wing, Wereld en !evens beschouwing,
pandangan dunia, pandangan hidup, pegangan hidup, pedoman hidup,
petunjuk hidup. Dalam hal ini, Pancasila dipergunakan sebagai petunjuk hidup,
sehari-hari (Pancasila diamalkan dalam hidup sehari-hari). Dengan kata lain,
Pancasila digunakan sebagai penunjuk arah semua kegiatan atau aktivitas
hidup dan kehidupan di dalam segala bidang. Ini beraiti bahwa semua
tingkah; laku dan tindak / perbuatan setiap manusia Indonesia harus dijiwai dan
merupakan pancaran dari semua sila Pancasila karena Pancasila sebagai
Weltanschauung selalu merupakan suatu kesatuan, tidak bisa dipisah-pisah-
kan satu dengan yang lain; keseluruhan sila di dalam Pancasila merupakan
satu kesatuan organik.

Pancasila yang harus dihayati ialah Pancasila sebagaimana yang


tercantum di dalam pembukaan UUD 1945. Dengan demikian, jiwa keagamaan
(sebagai manifestasi/perwujudan sila Ketuhanan Yang Maha Esa), jiwa yang
berperikemanusiaan (sebagai manifestasi/ perwujudan dari sila Kemanusiaan
yang adil dan beradab), jiwa kebangsaan (sebagai manifestasi/ perwujudan
dari sila persatuan Indonesia), jiwa kerakyatan (sebagai manifestasi/ perwu-
judan dari sila kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan/perwakilan), dan jiwa yang menjunjung tinggi keadilan sosial
(sebagai manifestasi/perwujudan sila Keadilan sosial bagi seluruh rakyat
Indonesia) selalu terpancar dalam segala tingkah laku dan tindak / perbuatan
serta sikap hidup seluruh bangsa Indonesia. Pancasila sebagai norma
fundamental sehingga Pancasila berfungsi sebagai cita-cita atau ide. Sebagai
cita-cita, semestinyalah selalu diusahakan untuk dicapai oleh tiap-tiap manusia
Indonesia sehingga cita-cita itu bisa terwujud menjadi suatu kenyataan.

2) Sesungguhnya tidaklah mudah merumuskan secara konkret betapa


perwujudan Pancasila itu dalam setiap tindak/perbuatan, tingkah laku, dan
sikap hidup sehari-hari. Hal ini disebabkan selain terlalu banyak macam
ragamnya, juga meliputi seluruh aspek kehidupan. Oleh karena itu, yang
mungkin dapat dikemukakan ialah bahwa Pancasila sebagai pegangan hidup
yang merupakan pandangan hidup bangsa, penjelmaan falsafah hidup bangsa,
dalam pelaksanaan hidup sehari-hari tidak boleh bertentangan dengan norma-
norma agama, norma-norma kesusilaan, norma-norma sopan-santun, dan
tidak bertentangan dengan norma-norma hukum yang berlaku.

3) Demikianlah pengertian Pancasila sebagai pandangan hidup bangsa


Indonesia. Dilihat dari kedudukannya, Pancasila mempunyai kedudukan yang
tinggi, yakni sebagai cita-cita dan pandangan hidup bangsa dan negara
Republik Indonesia. Dilihat dari fungsinya, Pancasila mempunyai fungsi utama
sebagai dasar negara Republik Indonesia. Dilihat dari segi materinya,
Pancasila digali dari pandangan hidup bangsa Indonesia, yang merupakan jiwa
dan kepribadian bangsa Indonesia. Demikianlah dapat dikatakan bahwa
Pancasila itu dibuat dari materi atau bahan "dalam negeri", bahan asli murni
dan merupakan kebanggaan bagi suatu bangsa yang patriotik.
4

4) Apabila kita memperhatikan penyebutan-.penyebutan yang dikaitkan


dengan Pancasila, maka kita dapat menduga betapa luas peranan Pancasila
dalam tata kehidupan bangsa Indonesia. Pengertian-pengertian yang
berhubungan dengan berbagai penyebutan Pancasila itu dapat diikhtisarkan
sebagai berikut :
a) Pancasila sebagai Jiwa Bangsa Indonesia. Pancasila dalam
pengertian ini adalah seperti yang dijelaskan dalam teori Von Savigny
bahwa setiap bangsa mempunyai jiwanya masing-masing yang disebut
Volkgeist (jiwa rakyat/jiwa bangsa). Pancasila sebagai jiwa bangsa
adanya/lahirnya bersamaan dengan adanya bangsa Indonesia, yaitu
pada zaman Sriwijaya-Majapahit. Hal ini diperkuat oleh Prof. Mr. A.G.
Pringgodigdo dalam tulisan beliau "Sekitar Pancasila". Beliau antara
lain mengatakan bahwa tanggal 1 Juni 1945 adalah hari lahir istilah
Pancasila, sedangkan Pancasila itu sendiri telah ada sejak dahulu kala
bersamaan dengan adanya bangsa Indonesia.

b) Pancasila sebagai Kepribadian Bangsa Indonesia. Jiwa bangsa


Indonesia mempunyai arti statis (tetap tidak berubah) dan mempunyai
anti dinamis (bergerak). Jiwa ini ke luar diwujudkan dalam sikap mental
dan tingkah laku serta aural/perbuatan. Sikap mental, tingkah laku, dan
amal/ perbuatan bangsa Indonesia mempunyai ciri-ciri khas, artinya
dapat dibedakan dengan bangsa lain. Ciri-ciri khas inilah yang kita
maksud dengan kepribadian; kepribadian bangsa Indonesia adalah
Pancasila.
c) Pancasila sebagai pandangan hidup bangsa Indonesia.
d) Pancasila sebagai dasar negara Republik Indonesia.
e) Pancasila sebagai sumber dari segala sumber hukum atau
sumber tertib hukum bagi negara Republik Indonesia
5) Pancasila dalam pengertian ini disebutkan dalam Ketetapan MPRS No.
XX/MPRS/1966 (jo Ketetapan MPR No. V/MPR/1973 dan Ketetapan MPR No.
IX/MPR/1978). Dijelaskan bahwa sumber tertib hukum Republik Indonesia
adalah pandangan hidup, kesadaran, dan cita-cita hukum serta cita-cita moral
yang meliputi suasana kejiwaan serta watak bangsa Indonesia. Selanjutnya
dikatakan bahwa cita-cita itu meliputi cita-cita mengenai kemerdekaan individu,
kemerdekaan bangsa, perikemanusiaan, keadilan sosial, perdamaian nasional
dan mondial, cita-cita politik mengenai sifat, bentuk, dan tujuan negara, cita--
cita moral mengenai kehidupan kemasyarakatan dan keagamaarn sebagai
pengejawantahan budi nurani manusia.
6) Pancasila sebagai Perjanjian Luhur Bangsa Indonesia pada Waktu
Mendirikan Negara.
a) Pancasila dalam pengertian ini diucapkan dalam pidato Presiden
Soeharto di depan sidang DPRGR pada tanggal 16 Agustus 1967.
Dinyatakan oleh beliau bahwa Pancasila adalah perjanjian luhur seluruh
rakyat Indonesia yang harus selalu kita bela selama-lamanya.
b) Sebagaimana kata ketahui, pada saat bangsa Indonesia men-
dirikan negara (Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945), bangsa
Indonesia belum mempunyai undang-undang dasar negara yang tertulis.
5

c) Baru pada keesokan harinya tanggal 18 Agustus 1945


disahkanlah pembukaan dan batang tubuh UUD 1945 oleh Panitia
Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI). PPKI ini merupakan
penjelmaan atau wakil-wakil dari seluruh rakyat Indonesia yang
mengesahkan perjanjian luhur itu.
7) Pancasila sebagai Cita-cita dan Tujuan Bangsa Indonesia. Pancasila
dalam pengertian ini, yaitu sebagai cita-cita dan tujuan bangsa Indonesia
pernah diucapkan dalam pidato Presiden Soeharto di depan sidang DPRGR
pada tanggal 17 Agustus 1967. Dikatakan oleh beliau bahwa cita-cita luhur
negara kita tegas dimuat dalam pembukaan UUD 1945. Karena pembukaan
UUD 1945 merupakan penuangan jiwa Proklamasi, yaitu jiwa Pancasila,
sehingga Pancasila juga merupakan sila-sila dan tujuan bangsa Indonesia.
Dalam pidato itu dikatakan pula bahwa cita-cita luhur inilah yang akan dicapai
oleh bangsa Indonesia.
8) Pancasila sebagai Falsafah Hidup yang Mempersatukan Bangsa
Indonesia. Pancasila merupakan sarana yang ampuh sekali untuk mem-
persatukan bangsa Indonesia. Hal ini sudah semestinya karena Pancasila
adalah falsafah hidup den kepribadian bangsa Indonesia, yang mengandung
nilai-nilai dan norma-norma yang oleh bangsa Indonesia diyakini paling benar,
paling adil, paling bijaksana, paling baik, dan paling sesuai/tepat bagi bangsa
Indonesia sehingga dapat mempersatukan bangsa Indonesia.
b. Pancasila sebagai dasar Negara Republik Indonesia. Pancasila dalam
pengertian ini sering disebut dasar falsafah negara (dasar falsafah negara),
philosofische Grondslag dari negara, ideologi negara, Staatsidee. Dalam hal ini
Pancasila dipergunakan sebagai dasar mengatur pemerintahan negara. Atau dengan
kata lain Pancasila digunakan sebagai dasar untuk mengatur penyelenggaraan
negara.
1) Pengertian Pancasila sebagai dasar negara seperti dimaksudkan di atas
sesuai dengan bunyi pembukaan UUD 1945, yang dengan jelas menyatakan :
"maka disusunlah kemerdekaan kebangsaan Indonesia itu dalam suatu
undang-undang dasar negara Indonesia, yang berbentuk dalam suatu susunan
negara Indonesia yang berkedaulatan rakyat dengan berdasar kepada ...".
2) Dipandang dari segi morfologi bahasa Indonesia, kata berdasar berasal
dari kata dasar, yang diberi berawalan ber menjadi berdasar.
3) Mengenai Pancasila sebagai dasar negara ini, Prof. Drs. Notonagoro,
S.H. dalam karangan beliau yang berjudul "Berita Pikiran ilmiah tentang Jalan
Keluar dari Kesulitan Mengenai Pancasila sebagai dasar negara Republik
Indonesia" antara lain dinyatakan, "di antara unsur-unsur pokok kaidah negara
yang fundamental, asas kerohanian Pancasila adalah mempunyai kedudukan
istimewa dalam hidup kenegaraan dan hukum bangsa Indonesia.
4) Di bagian lain beliau mengatakan, "norma hukum yang pokok dan
disebut pokok kaidah fundamental daripada negara itu dalam hukum
mempunyai hakikat dan kedudukan yang tetap, kuat, dan tak berubah bagi
negara yang dibentuk, dengan perkataan lain dengan jalan hukum tidak dapat
diubah."
6

7. Fungsi.
a. Pendapat di atas menjelaskan betapa fungsi dan kedudukan Pancasila sebagai
pokok kaidah negara yang fundamental. Hal ini penting sekali karena UUD, baik
yang tertulis maupun yang tidak tertulis harus bersumber dan berada di bawah pokok
kaidah negara yang fundamental itu.
b. Berbicara tentang fungsi Pancasila, yang perlu mendapat perhatian kita ialah
apa yang merupakan fungsi pokok Pancasila itu. Penentuan mengenai apa yang
menjadi fungsi pokok ini sangat penting karena sebagaimana telah diuraikan di muka
ada berbagai penyebutan tentang Pancasila yang sekaligus mengandung pengertian
pokoknya. Kaburnya pengertian pokok membawa akibat kaburnya fungsi pokok dan
akibat selanjutnya Pancasila tidak dapat mencapai tujuan untuk apa sebenarnya
Pancasila itu dirumuskan.
c. Fungsi pokok Pancasila adalah sebagai dasar negara, sesuai dengan
pembukaan UUD 1945, dan yang pada hakikatnya adalah sebagai sumber dari
segala sumber hukum atau sumber dari tertib hukum, sebagaimana yang tertuang
dalam Ketetapan MPRS No. XX/MPRS/1966 (jo Ketetapan MPR No. V/MPR/1973
dan Ketetapan MPR No. IX/MPR/1978). Pengertian demikian adalah pengertian
Pancasila yang bersifat yuridis-ketatanegaraan.
d. Pengertian Pancasila yang bersifat sosiologis adalah di dalam fungsinya
sebagai pengatur hidup kemasyarakatan pada umumnya, sedangkan pengertiannya
yang bersifat etis dan filosofis adalah di dalam fungsinya sebagai pengatur tingkah
laku pribadi dan cara-cara dalam mencari kebenaran. Dalam hal yang disebut
terakhir, yakni Pancasila sebagai philosophical way..of thinking atau philosophical
system dapat dianalisis dan dibicarakan secara mendalam karena orang berpikir
secara filosofis tidak akan henti-hentinya, ia selalu mencari dan mencari kebenaran
itu. Namun, harus disadari bahwa kebenaran yang dapat dicapai manusia adalah
kebenaran yang masih relative tidak absolute atau mutlak. Kebenaran yang absolute
atau mutlak adalah kebenaran yang ada pada Tuhan Yang Maha Esa. Oleh karena
itu, dalam mencari kebenaran Pancasila sebagai philosophical way of thingking atau
philosophical sistem tidaklah perlu sampai menimbulkan pertentangan dan
persengketaan apalagi perpecahan.

BAB III
BUTIR – BUTIR PANCASILA

8. Umum. 5 (lima) Asas dalam Pancasila dijabarkan lagi menjadi 36 butir pengamalan
sebagai Pedoman Praktis bagi pelaksanaan Pancasila, yang ditetapkan dalam Ketetapan
MPR No. II/MPR/1978 tentang Ekaprasetia Pancakarsa.

9. Butir – Butir Pancasila.

a. Sila Pertama : Ketuhanan Yang Maha Esa.

1) Percaya dan Takwa kepada Tuhan Yang Maha Esa sesuai dengan
agama dan kepercayaan masing-masing menurut dasar kemanusiaan yang
adil dan beradab.

2) Hormat menghormati dan bekerjasama antar pemeluk agama &


7

penganut-penganut kepercayaan yang berbeda-beda sehingga terbina


kerukunan hidup.

3) Saling hormat-menghormati kebebasan menjalankan ibadah sesuai


dengan agama dan kepercayaannya.

4) Tidak memaksakan suatu agama dan kepercayaan kepada orang lain.

b. Sila Kedua : Kemanusiaan yang Adil dan Beradab.

1) Mengakui persamaan derajat, persamaan hak dan persamaan


kewajiban antara sesama manusia.

2) Saling mencintai sesama manusia.

3) Mengembangkan sikap tenggang rasa.

4) Tdk semena-mena terhadap orang lain.

5) Menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan.

6) Gemar melakukan kegiatan kemanusiaan.

7) Berani membela kebenaran dan keadilan.

8) Bangsa Indonesia merasa dirinya sebagai bagian dari seluruh umat


manusia, karena itu kembangkan sikap hormat-menghormati dan bekerjasama
dengan bangsa lain.

c. Sila Ketiga : Persatuan Indonesia.

1) Menempatkan kesatuan, persatuan, kepentingan, dan keselamatan


bangsa dan negara di atas kepentingan pribadi atau golongan.

2) Rela berkorban untuk kepentingan bangsa dan negara.

3) Cinta Tanah Air dan Bangsa.

4) Bangga sebagai Bangsa Indonesia dan bertanah Air Indonesia.

5) Memajukan pergaulan demi persatuan dan kesatuan bangsa yang ber


Bhinneka Tunggal Ika.

d. Sila Keempat : Kerakyatan yang dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam


Permusyawaratan/Perwakilan.

1) Mengutamakan kepentingan Negara dan masyarakat.

2) Tidak memaksakan kehendak kepada orang lain.

3) Mengutamakan musyawarah dalam mengambil keputusan untuk


kepentingan bersama.
8

4) Musyawarah untuk mencapai mufakat diliputi semangat kekeluargaan.

5) Dengan itikad baik dan rasa tanggung jawab menerima dan


melaksanakan hasil musyawarah.

6) Musyawarah dilakukan dengan akal sehat dan sesuai dengan hati


nurani yang luhur.

7) Keputusan yang diambil harus dapat dipertanggung-jawabkan secara


moral kepada Tuhan Yang Maha Esa, menjunjung tinggi harkat dan martabat
manusia serta nilai-nilai kebenaran dan keadilan.

e. Sila Kelima : Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia.

1) Mengembangkan perbuatan luhur yang mencerminkan sikap dan


suasana kekeluargaan dan gotong-royong.

2) Bersikap adil.

3) Menjaga keseimbangan antara hak dan kewajiban.

4) Menghormati hak-hak orang lain.

5) Suka memberi pertolongan kepada orang lain.

6) Menjauhi sikap pemerasan terhadap orang lain.

7) Tidak bersifat boros.

8) Tidak bergaya hidup mewah.

9) Tidak melakukan perbuatan yang merugikan kepentingan umum.

10) Suka bekerja keras.

11) Menghargai hasil karya orang lain.

12) Bersama-sama berusaha mewujudkan kemajuan yang merata dan


berkeadilan sosial.

BAB IV
SEJARAH PERUMUSAN PANCASILA

10. Umum. Sejarah perjuangan bangsa Indonesia dalam mencapai cita-citanya berjalan
berabad-abad dengan cara bermacam-macam dan bertahap. Sejarah perumusan Pancasila
erat hubungannya dengan sejarah perjuangan bangsa Indonesia itu. Karena sejarah
perjuangan bangsa Indonesia sejak berabad-abad yang lalu itu panjang sekali, maka
perlulah ditetapkan tonggak-tonggak sejarah itu, yakni peristiwa-peristiwa yang menonjol,
terutama dalam hubungannya dengan Pancasila.
9

11. Tonggak-tonggak Sejarah itu dapat kita ikhtisarkan sebagai berikut :

a. Bangsa Indonesia (Abad VII-XVI).


1) Menurut sejarah, pada kira-kira sekitar abad VII-XII, bangsa Indonesia
telah mendirikan kerajaan Sriwijaya di Sumatera Selatan, dan kemudian pada
sekitar abad XIII-XVI didirikan pula kerajaan Majapahit di Jawa Timur.

2) Kedua zaman itu kita jadikan tonggak-tonggak sejarah karena pada


waktu itu bangsa Indonesia telah memenuhi syarat-syarat sebagai bangsa
yang mempunyai negara. Baik Sriwijaya maupun Majapahit pada zamannya
telah merupakan negara-negara yang berdaulat, bersatu serta mempunyai
wilayah yang meliputi seluruh nusa ini. Pada zaman itu bangsa Indonesia
telah mengalami kehidupan yang gemah ripah loh-jinawi, tata-tentram, kerta-
raharja.
3) Unsur-unsur yang terdapat didalam Pancasila, yakni Ketuhanan,
kemanusiaan, persatuan, tata pemerintahan atas dasar musyawarah, dan
keadilan sosial telah terdapat sebagai asas-asas yang menjiwai bangsa
Indonesia yang dihayati serta dilaksanakan pada waktu itu hanya saja belum
dirumuskan secara konkret. Dokumen tertulis yang membuktikan terdapatnya
unsur-unsur itu ialah prasasti-prasasti Te laga Batu, Kedukan Bukit, Karang
Brahi, Talang Tuo, dan Kota Kapur. Juga di dalam Nagarakartagama
karangan Mpu Prapanca di uraikan susunan pemerintahan Majapahit yang
mencerminkan unsur musyawarah, di samping hal-hal lain misalnya tentang
hubungan antara Majapahit dan negara-negara tetangga, wilayah kekuasaan
Majapahit dan sebagainya.
4) Kehidupan dua agama, yakni Hindu dan Budha secara berdampingan
yang membuktikan sifat toleransi bangsa Indonesia, pada zaman itu dilukiskan
oleh Mpu Tantular dalam kitabnya Sutasoma. ltulah sebabnya maka kedua
zaman kerajaan itu kita jadikan pula sebagai tonggak sejarah perjuangan
bangsa kita dalam mencapai cita-citanya.
b. Penjajahan Barat (Abad VII - XX).
1) Kesuburan Indonesia dengan hasil buminya yang melimpah, terutama
rempah-rempahnya yang sangat dibutuhkan oleh negara-negara di luar
Indonesia, menyebabkan bangsa asing berduyun-duyun masuk ke Indonesia.
Bangsa Barat yang membutuhkan sekali rempah-rempah Indonesia itu dari
pedagang-pedagang Asia, mulai berusah untuk langsung mengambil rempah-
rempah itu dari Indonesia. Maka mulai bermunculanlah bangsa-bangsa Barat,
yakni Portugis, Spanyol, Inggris, dan akhirnya Belanda di bumi Indonesia.
2) Bangsa-bangsa Barat berlomba-lomba memperebutkan kemakmuran
bumi Indonesia ini. Maka sejak itu mulailah lembaran hitam sejarah Indonesia
dengan mulainya penjajahan oleh bangsa-bangsa itu terutama Belanda
terhadap bumi dan bangsa Indonesia.
3) Masa penjajahan Barat ini kita jadikan tonggak sejarah perjuangan
bangsa Indonesia dalam mencapai cita-citanya sebab pada zaman penjajahan
ini apa yang telah dipunyai oleh bangsa Indonesia pada zaman Sriwijaya dan
Majapahit menjadi hilang. Kedaulatan negara hilang, persatuan dihancurkan,
kemakmuran lenyap, wiiayah di injak-injak penjajah.
10

c. Perlawanan Fisik Bangsa Indonesia (Abad XVII - XX).


1) Penjajahan Barat yang memusnahkan kemakmuran bangsa Indonesia
itu tidak dibiarkan begitu saja oleh segenap bangsa Indonesia. Sejak semula
imperialis itu menjejakkan kakinya di Indonesia, di mana-mana bangsa
Indonesia melawannya dengan semangat patriotik.
2) Kita mengenal nama-nama pahlawan bangsa yang berjuang dengan
gigih melawan penjajah. Cukup banyak untuk disebutkan. Pada abad XVII
dan XVIII perlawanan terhadap penjajah digerakkan oleh Pahlawan Sultan
Agung (Mataram 1645) Sultan-Ageng Tirta Yasa dan Ki Tapa (di Banten terjadi
pada ± 1650), Hasanuddin (di Makasar terjadi pada 1660), Iskandar Muda (di
Aceh terjadi pada ± 1635), Untung Surapati dan Trunojoyo (Jawa Timur ±
1670), Ibnu Iskandar (di Minangkabau ± 1680).
3) Pada permulaan abad ini sebenarnya pernah terjadi pergeseran
pemerintah penjajahan dari Hindia Belanda kepada Inggris, tetapi hal ini tidak
terjadi lama dan segera kembali lagi kepada Belanda. Di dalam usahanya
memperkuat kolonialisme-nya pada abad XIX itu, Belanda menghadapi
perlawanan bangsa Indonesia yang dipimpin oleh Pattimura (terjadi di Maluku
pada ± 1817), Imam Bonjol (terjadi di Minangkabau pada ± 1822-1837),
Diponegoro (terjadi di Mataram ± 1825-1830), Badaruddin (terjadi di
Palembang pada _+ 1817), Pangeran Antasari (terjadi di Kalimantan pada ±
1860), Jelantik (terjadi di Bali ± 1850), Anak Agung Made (terjadi di Lombok
pada ± 1895), Teuku Umar, Teuku Cik di Tiro, Cut Nya'Din (terjadi di Aceh
pada ± 1873-1904), Si Singamangaraja (terjadi di Batak pada ± 1906).
Apabila diperhatikan, sebenarnya perlawanan terhadap penjajahan Belanda itu
terjadi hampir di setiap daerah di Indonesia ini. Akan tetapi, sangatlah
disayangkan perlawanan-perlawanan secara fisik itu terjadi sendiri-sendiri pada
tiap-tiap daerah. Tidak adanya persatuan serta koordinasi perlawanan itu
mengakibatkan tidak berhasilhya bangsa Indonesia menghalau kolonialis pada
waktu itu.
d. Kebangkitan Nasional/Kesadaran Bangsa Indonesia (20 Mei 1908).
1) Pada permulaan abad XX bangsa Indonesia mengubah cara-caranya di
dalam melawan kolonialis Belanda. Kegagalan-kegagalan perlawanan secara
fisik yang tidak terkoordinasi pada masa lampau mendorong pemimpin-
pemimpin Indonesia pada permulaan abad XX itu untuk memakai bentuk
perlawanan yang lain. Bentuk perlawanan itu ialah dengan menyadarkan
bangsa Indonesia akan pentingnya bernegara. Maka lahirlah pada waktu itu
bermacam-macam organisasi politik di samping organisasi yang bergerak
dalam bidang pendidikan dan sosial yang dipelopori oleh Budi Utomo pada
tanggal 20 Mei 1908.
2) Mereka yang bergabung di dalam organisasi-organisasi itu mulai
merintis jalan baru ke arah tercapainya cita-cita perjuangan bangsa. Kita
mengenal nama-nama pahlawan perintis pergerakan nasional itu antara lain
H.O.S. Tjekroaminoto (SI. 1912), Douwes Dekker (Indische Partij 1912),
Soewardi Soerjaningrat atau Ki Hadjar Dewantoro, Tjiptomangunkusumo
(kedua-keduanya juga tokoh Indische Partij di samping Douwes Dekker), dan
masih banyak lagi nama-nama yang lain beserta macam-macam
organisasinya.
11

e. Sumpah Pemuda/Persatuan Bangsa Indonesia (28 Oktober 1928).


1) Pada tanggal 28 Oktober 1928 terjadilah penonjolan peristiwa sejarah
perjuangan bangsa Indonesia di dalam mencapai cita-citanya. Pada saat itu
pemuda-pemuda Indonesia yang dipelopori oleh Muh. Yamin, Kuntjoro
Purbopranoto, Wongsonegoro, dan lain-lainnya mengumandangkan Sumpah
Pemuda Indonesia yang berisi pengakuan akan adanya bangsa, tanah air, dan
bahasa yang satu, yakni Indonesia.
2) Dengan Sumpah Pemuda ini akan tegaslah apa yang diinginkan oleh
bangsa Indonesia, yaitu kemerdekaan tanah air dan bangsa Indonesia. Untuk
mencapai kemerdekaan tanah air din bangsa itu, diperlukan adanya rasa
persatuan sebagai bangsa yang merupakan syarat mutlak. Tali pengikat
persatuan sebagai satu bangsa itu adalah bahasa Indonesia.

f. Penjajahan Jepang (9 Maret 1942).


1) Pada tanggal 7-12-1941 meletuslah Perang Pasifik, yaitu dengan
dibomnya Pearl Harbour oleh Jepang. Dalam waktu yang singkat Jepang
dapat menduduki daerah-daerah jajahan Sekutu (Amerika, Inggris, Belanda) di
daerah Pasifik. Demikianlah maka pada tanggal 9-3-1942, Jepang masuk ke
Indonesia, menghalau penjajah Belanda. Pada waktu itu Jepang mengetahui
apa yang diinginkar, oleh bangsa Indonesia, yakni kemerdekaan bangsa dan
tanah air Indonesia.
2) Untuk mendapatkan bantuan rakyat Indonesia, Jepang
mempropagandakan bahwa kehadirannya di bumi Indonesia adalah justru un-
tuk membebaskan bangsa dan tanah air Indonesia dari cengkeraman penjajah
Belanda. Untuk meyakinkan propagandanya yang demikian itu terhadap
rakyat Indonesia, Jepang kemudian memperbolehkan rakyat Indonesia
mengibarkan bendera merah putih serta menyanyikan lagu Indonesia Raya.
Tipu muslihat Jepang yang demikian itu berhasil. Di mana-mana rakyat
Indonesia membantu Jepang menghancurkan Belanda dengarn tujuan agar
selekas mungkin bebas dari cengkeraman penjajah. Tetapi kenyataan yang
dihadapi oleh bangsa Indonesia pada waktu itu ialah bahwa sesungguhnya
Jepang pun merupakan penjajah yang tak kurang kejamnya dibandingkan
dengan penjajah Belanda. Bahkan pada zaman inilah bangsa Indonesia
mengalami penderitaan dan penindasan yang sampai pada puncaknya.
Kemerdekaan tanah air dan bangsa yang didambakan tak pernah
menunjukkan tanda-tanda kedatangannya, bahkan terasa semakin menjauh
bersamaan dengan semakin mengganasnya bala tentara Jepang.
3) Perang Pasifik menunjukkan tanda-tanda akan berakhir dengan
kekalahan Jepang di mana-mana. Untuk mendapatkan bantuan dari rakyat
Indonesia, Jepang yang pada waktu itu berada di ujung kekalahannya
mencoba menarik hati bangsa Indonesia dengan mengumumkan janji
Indonesia merdeka di kelak kemudian hari apabila perang telah selesai.
g. Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI
Tanggal 29 April 1945). Sebagai tindak lanjut dari janjinya seperti yang dikemukakan
di atas, pada tanggal 1 Maret 1945 Jepang mengumumkan akan dibentuknya Badan
Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia atau dalam bahasa
Jepang disebut Dokuritsu Junbi Choosakai (selanjutnya disebut Badan Penyelidik).
Badan ini kemudian terbentuk pada tanggal 29 April 1945, tetapi baru dilantik pada
tanggal 28 Mei 1945 dan baru mulai bekerja pada tanggal 29 Mei 1945. Dengan
12

terbentuknya Badan Penyelidik ini bangsa Indonesia dapat secara legal


mempersiapkan kemerdekaannya, untuk merumuskan syarat-syarat yang harus
dipenuhi sebagai negara yang merdeka. Oleh karena itu, peristiwa-peristiwa ini kita
jadikan suatu tonggak sejarah perjuangah bangsa Indonesia dalam mencapai cita-
citanya.

h. Mr, Muhamad Yamin (29 Msi 1945).

1) Pada tanggal 29 Mei 1945 Badan Penyelidik mengadakan sidangnya


yang pertama. Peristiwa ini kita jadikan tonggak sejarah karena pada saat
itulah Mr. Muh. Yamin mendapat kesempatan yang pertama untuk
mengemukakan pidatonya di hadapan sidang lengkap Badan Penyelidik.
Pidato Mr. Muh. Yamin itu berisikan lima asas dasar untuk negara Indonesia
merdeka yang diidam-idamkan itu, yakni :

a) Peri Kebangsaan.
b) Peri Kemanusiaan.
c) Peri Ketuhanan.
d) Peri Kerakyatan.
e) Kesejahteraan Rakyat.

2) Setelah berpidato, beliau menyampaikan usul tertulis mengenai


Rancangan UUD Republik Indonesia yang tercantum perumusan lima asas
dasar negara yang berbunyi sebagai berikut :

a) Ketuhanan Yang Maha Esa.


b) Kebangsaan Persatuan Indonesia.
c) Rasa Kemanusiaan yang adil dan beradab.
d) Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan perwakilan.
e) keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
3) Kenyataan mengenai isi pidato serta usul tertulis mengenai Rancangan
UUD yang dikemukakan oleh Mr. Muh. Yamin itu dapatlah menyakinkan kita
bahwa Pancasila tidaklah lahir pada tanggal 1 Juni 1945 karena pada tanggal
29 Mei itu Mr. Muh. Yamin telah mengucapkan pidato serta menyampaikan
usul Rancangan UUD Negara Republik Indonesia yang berisi lima asas dasar
negara. Bahkan lebih dari itu, perumusan dan sistematika yang dikemukakan
oleh Mr. Muh. Yamin pada tanggal 29 Mei 1945 itu hampir sama dengan
Pancasila yang sekarang ini (Pembukaan UUD 1945). Tiga sila, yakni sila
pertama, keempat, dan kelima (baik perumusan maupun tempatnya) sama
dengan Pancasila yang sekarang. Perbedaannya adalah pada sila ke dua dan
ketiga, yang di dalam sistematika usul Mr. Muh. Yamin berbalikan dengan
sistematika yang ada pada Pancasila sekarang. Selain itu, perumusan kedua
sila itu pun ada sedikit perbedaan, yaitu digunakannya kata "Kebangsaan"
pada sila "Kebangsaan Persatuan Indonesia", dan digunakannya kata "Rasa"
pada sila "Rasa Kemanusiaan yang adil dan beradab". Kedua kata di atas,
yakni kata Kebangsaan dan Rasa, sebagaimana diketahui di dalam Pancasila
yang sekarang tidak terdapat.
13

i. Ir. Soekarno (1 Juni 1945).

1) Pada tanggal 1 Juni 1945 Ir. Soekarno mengucapkan pidatonya di


hadapan sidang hari ketiga Badan Penyelidik. Dalam pidato itu di-
kemukakan/diusulkan juga lima hal untuk menjadi dasar-dasar negara
merdeka, yang perumusan serta sistematikanya sebagai berikut.

a) Kebangsaan Indonesia.
b) Internationalisme, - atau Perikemanusiaan.
c) Mufakat,atau Demokrasi.
d) Kesejahteraan Sosial.
e) Ketuhanan yang berkebudayaan.

2) Untuk lima dasar negara itu oleh beliau diusulkan pula agar diberi nama
Pancasila. Dikatakannya bahwa nama ini berasal dari seorang ahli bahasa
kawan beliau, tetapi tidak dikatakannya siapa. Usul mengenai nama Pancasila
ini kemudian diterima oleh sidang. Jika perumusan dan sistematika yang
dikemukakan/diusulkan oleh Ir. Soekarno itu kita bandingkan dengan Pancasila
yang sekarang, nyata sekali bahwa perumusan dan sistimatika Ir. Soekarno itu
lain dari perumusan dan sistematika Pancasila yang sekarang.

3) Kiranya sistematika yang dikemukakan oleh Ir. Soekarno itu merupakan


hasil pemikiran atas dasar denk methode historisch, materialisme. Dengan
pola berpikir yang dialektis ini, asas Kebangsaan Indonesia atau Nasionalisme
dihadapkan/ dipertentangkan dengan asas Internasionalisme atau
perikemanusiaan dan menjadi "Sosio-Nasionalisme". Selanjutnya asas
Mufakat atau Demokrasi dalam hal ini demokrasi politik dihadapkan/
dipertentangkan dengan asas Kesejahteraan Sosial, yakni demokrasi ekonomi
dan menjadi "Sosio-Demokrasi". Kemudian "Sosio-Nasionalisme", "Sosio-
Demokrasi", dan "Ketuhanan itu disebut Trisila, yang dikatakannya sebagai
perasaan dari lima sila/Pancasila. Trisila ini kemudian diperas lagi menjadi
Ekasila, yakni "Gotong-royong" Dengan demikian, kiranya dapat dimengerti
bahwa beliau tidak menggunakan cara berpikir filosofis dan religius itu.

4) Pada tahun 1947, pidato Ir. Soekarno tanggal 1 Juni 1945 diterbitkan/
dipublikasi dengan nama Lahirnya Pancasila, kemudian menjadi populer dalam
masyarakat bahwa Pancasila adalah nama dari dasar negara kita meskipun
bunyi rumusan dan sistematika serta metode berpikir antara usul Dasar Negara
1 Juni 1945 tidak sama dengan Dasar Negara yang disahkan dalam
Pembukaan UUD 1945 tanggal 18 Agustus 1945.

5) Pada tahun 1958 dan 1959 Presiden Soekarno memberikan kursus-


kursus dan kuliah umum di Islam Negara Jakarta dan Yogyakarta, yang pada
tanggal 1 Juni 1964 dibukukan dengan judul Tjamkan Pantjasila! (dengan denk
methode historisch materialisme). Pada tanggal 17 Agustus 1959 diucapkan
pidato Presiden Soekarno yang kemudian menjadi Manipol dan
Manipol/Usdek. Pada waktu itu Manipol dianggap sebagai pengalaman dari
Pancasila dengan "Nasakom" dan "Lima Azimat Revolusi"-nya. Kemudian
meletuslah pengkhianatan G-30-S/PKI tanggal 1 Oktober 1965.
14

6) Tanggal 1 Oktober 1965 dinyatakan sebagai tonggak demokrasi Orde


Baru dan selanjutnya tanggal 1 Oktober diperingati sebagai Hari Kesaktian
Pancasila. Berdasar radiogram Sekretaris Negara (Mayjen TNI Alam Syah)
sejak tahun 1970 sehingga sekarang tanggal 1 Juni tidak lagi diperingati
sebagai Hari Lahir Pancasila.
j. Piagam Jakarta (22 Juni 1945).
1) Pada tanggal 22 Juni 1945 sembilan tokoh nasional yang juga tokoh-
tokoh Dokuritsu Junbi Choosakai mengadakan pertemuan untuk membahas
pidato serta usul-usul mengenai asas dasar negara yang telah dikemukakan
dalam sidang-sidang Badan Penyelidik. Setelah mengadakan pembahasan,
maka oleh sembilan tokoh itu disusunlah sebuah piagam yang kemudian
terkenal dengan nama Piagam Jakarta, yang di dalamnya terdapat perumusan
dan sistematika Pancasila sebagai berikut :
a) Ketuhanan, dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi
pemeluk-pemeluknya.
b) Kemanusiaan yang adil dan beradab.
c) Persatuan Indonesia.
d) Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan dalam
permusyawaratan perwakilan.
e) Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
2) Adapun sembilan tokoh nasional itu ialah Ir. Soekarno, Drs. Moh. Hatta,
Mr. A.A. Maramis, Abikoesno tjokrosoejoso, Abdoelkahar Muzakir, Haji Agus
Salim; Mr. Achmad Soebardjo, K.H. Wa;hid Hasjim, Mr. Muh. Yamin.

k. Penerimaan Piagam Jakarta oleh Badan Penyelidik (14 Juli 1945).


1) Piagam Jakarta yang di dalamnya terdapat perumusan dan sistematika
Pancasila sebagaimana diuraikan di atas itu kemudian diterima oleh Badan
Penyelidik dalam sidangnya (kedua) pada tanggal 14-16 Juli 1945. Sampai di
sini kita dapat mengetahui bagaimana hubungan secara kronologis sejarah
perumusan dan sistematika-sistematika lima asas dasar negara berturut-turut
mulai tanggal 29 Mei 1945, 1 Juni 1945, 22 Juni 1945, dan 14 Juli 1945.
2) Apa yang telah terjadi pada tanggal-tanggal di atas belumlah merupakan
suatu keputusan yang final karena perumusan dan sistematika itu barulah
merupakan usul perseorangan, kecuali Piagam Jakarta yang telah diterima
oleh Badan Penyelidik. Akan tetapi, ini pun belum final di samping Badan itu
sendiri belum merupakan perwakilan yang representatif.
l. Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (9 Agustus 1945). Panitia
Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI). Ir. Soekarno diangkat sebagai ketua dan
Drs. Moh. Hatta sebagai wakil ketuanya. Panitia Persiapan Kemerdekaan ini penting
sekali fungsinya, apalagi setelah Proklamasi keanggotaannya disempurnakan, Badan
yang mula-mula bersifat "badan buatan Jepang" untuk menerima "hadiah
kemerdekaan" dari Jepang, setelah takluknya Jepang dan Proklamasi Kemerdekaan
Republik Indonesia lalu mempunyai sifat 'badan nasional' Indonesia. Badan yang
mula-mula bertugas memeriksa hasil-hasil Badan penyelidik, tetapi menurut sejarah
kemudian mempunyai kedudukan dan berfungsi yang penting sekali, adalah :
1) Mewakili seluruh bangsa Indonesia;
2) Sebagai pembentuk negara, yang menyusun negara Republik Indonesia
setelah Proklamasi Kemerdekaan tanggal 17 Agustus 1945;
15

3) Menurut teori hukum, badan seperti itu mempunyai wewenang untuk


meletakkan dasar negara (pokok kaidah negara yang fundamental).
m. Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945.
1) Pada tanggal 14 Agustus 1945 Jepang menyerah kalah kepada Sekutu.
Pada saat itu terjadilah kekosongan kekuasaan di Indonesia. Inggris yang oleh
Sekutu diserahi tugas untuk memelihara keamanan di Asia Tenggara termasuk
Indonesia pada saat itu belum datang. Sementara itu sambil menunggu
kedatangan Inggris, tugas penjagaan keamanan di Indonesia oleh Sekutu
diserahkan kepada Jepang yang telah kalah perang itu. Situasi kekosongan
kekuasaan itu tidak disia-siakan oleh bangsa Indonesia. Pemimpin-pemimpin
bangsa terutama para pemudanya segera menanggapi situasi ini dengan
mempersiapkan Proklamasi Kemerdekaan Indonesia. Penyelenggaraan
Proklamasi Kemerdekaan ini disiapkan oleh Badan yang disebut Panitia
Persiapan Kemerdekaan Indonesia (Dokuritsu Junbi Iinkai) yang telah
terbentuk sebelumnya, yang kita anggap mewakili bangsa Indonesia
seluruhnya dan yang merupakan sebagai pembentuk negara Republik
Indonesia. Naskah Proklamasi itu ditandatangani oleh Ir. Soekarno dan Drs.
Moh. Hatta atas nama bangsa Indonesia, bertanggal 17 Agustus 1945 (naskah
asli memakai tahun Jepang 05 = 2605).

2) Dari kenyataan sejarah itu dapatlah diketahui bahwa kemerdekaan


bangsa Indonesia bukanlah hadiah dari Jepang, melainkan sebagai suatu
perjuangan dan hasil perjuangan bangsa Indonesia sendiri. Proklamasi
Kemerdekaan merupakan titik kulminasi perjuangan bangsa Indonesia dalam
membebaskan dirinya untuk mencapai kemerdekaan negara dan bangsa yang
telah berabad-abad dicengkeram oleh penjajah.

n. Pengesahan Pembukaan dan Batang Tubuh UUD 1945.

1) Proklamasi Kemerdekaan tanggal 17 Agustus 1945 itu telah melahirkan


negara Republik Indonesia. Untuk melengkapi alat-alat perlengkapan negara
sebagaimana lazimnya suatu negara yang merdeka, maka Panitia Persiapan
Kemerdekaan Indonesia (disingkat PPKI) segera mengadakan siding. Dalam
sidangnya pada tanggal 18 Agustus 1945 itu, PPKI yang telah disempurnakan
antara lain telah mengesahkan undang-undang dasar negara yang kini terkenal
dengan sebutan UUD 1945.

2) UUD 1945 yang telah disahkan oleh PPKI itu terdiri dari dua bagian,
yakni bagian "Pembukaan" dan bagian "Batang tubuh UUD" yang berisi 37
pasal, 1 Aturan Peralihan terdiri atas 4 pasal, 1 Aturan Tambahan terdiri dari, 2
ayat. Di dalam bagian "Pembukaan" yang terdiri atas empat alinea itu, di
dalam alinea ke-4 tercantum perumusan Pancasila yang berbunyi sebagai
berikut :

1) Ketuhanan Yang Maha Esa.


2) Kemanusiaan yang adil dan beradab.
3) Persatuan Indonesia.
4) Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan/perwakilan.
5) Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
16

3) Rumusan dasar negara Pancasila yang tercantum dalam Pembukaan


UUD 1945 inilah yang, sah dan benar karena di samping mempunyai
kedudukan konstitusional, juga disahkan oleh suatu badan yang mewakili
seluruh bangsa Indonesia (Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia) yang
berarti disepakati oleh seluruh bangsa Indonesia. Sebagai catatan dapat
ditambahkan bahwa selain rumusan di atas, kita dapati pula rumusan-rumusan
sebagai berikut.

1) Dalam konstitusi RIS (Republik Indonesia Serikat) yang berlaku


mulai tanggal 29 Desember 1949 sampai dengan 17 Agustus 19560
rumusan dasar negara Pancasila berbunyi sebagai berikut.

a) Ketuhanan Yang Maha Esa.


b) Peri Kemanusiaan.
c) Kebangsaan.
d) Kerakyatan.
e) Keadilan Sosial.

2) Dalam Undang-Undang Dasar Sementara Republik Indonesia


(UUDS 1950) yang berlaku mulai tanggal 17 Agustus 1950 sampai
tanggal 5 Juli 1959 (sejak 5 Juli 1959 berdasarkan Dekrit Undang-
Undang 1945 berlaku kembali) rumusan dasar negara Pancasila sama
dengan yang tercantum dalam Konstitusi RIS.

BAB V
KEDUDUKAN DAN PERAN PANCASILA BAGI BANGSA INDONESIA

12. Umum. Setelah kita memahami dan menghayati sila-sila Pancasila sebagai telah
diuraikan di muka, di bawah ini akan diuraikan sekadarnya pengamalan Pancasila, baik
sebagai pandangan hidup bangsa maupun sebagai dasar negara RI. Pengamalan
Pancasila sebagai pan dangan hidup bangsa dapat pula disebut sebagai pengamalan
Pancasila secara subjektif atau pelaksanaan subjektif Pancasila, sedangkan pengamalan
Pancasila sebagai dasar negara dapat pula disebut sebagai pengamalan Pancasila secara
objektif atau pelaksanaan objektif Pancasila.

13. Kedudukan dan Peran Pancasila sebagai Pandangan Hidup Bangsa.

a. Mengamalkan Pancasila sebagai pandangan hidup bangsa (falsafah hidup


bangsa) berarti melaksanakan Pancasila dalam hidup sehari-hari, menggunakan
Pancasila sebagai petunjuk hidup sehari-hari, agar hidup kita dapat mencapai
kesejahteraan dan kebahagiaan lahir batin Secara umum dapat dirumuskan bahwa
mengamalkan Pancasila dalam hidup sehari-hari adalah apabila kita mempunyai
sikap mental, pola berpikir dan tingkah laku (amal perbuatan) yang dijiwai sila-sila
Pancasila secara kebulatan, bersumber kepada pembukaan dan batang tubuh UUD
1945, tidak bertentangan dengan norma-norma agama, norma-norma kesusilaan,
norma-norma sopan-sopan dan adat kebiasaan, dan tidak bertentangan dengan
norma-norma hukum yang berlaku. Secara konkret norma-norma itu dapat digali dan
dikembangkan dari :

a. Sila-sila Pancasila (termasuk di dalamnya ajaran-ajaran agama);


17

b. Pembukaan UUD 1945 (4 pokok pikiran);

c. Batang tubuh UUD 1945 (prinsip-prinsip);

d. Ketetapan-ketetapan MPR/S dan segala peraturan perundang-


undangan yang berlaku;

e. Norma- norma perjuangan bangsa Indonesia (jiwa dan nilai-nilai 1945),

f. Norma-norma lainnya yang bersumber kepada kepribadian bangsa


Indonesia.

b. Sebagai dikemukakan di atas, pengamalan Pancasila dalam hidup sehari-hari


dapat disebut pengamalan Pancasila secara subjektif (pelaksanaan subjektif
Pancasila). Pengamalan Pancasila secara subjektif ini meliputi bidang-bidang yang
luas, antara lain bidang ideologi, politik, ekonomi, sosial, kebudayaan, agama dan
kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa. Juga meliputi lingkungan hidup priba-
di, hidup keluarga, hidup kemasyarakatan dan sebagainya.

14. Kedudukan dan Peran Pancasila sebagai Dasar Negara.

a. Dalam penjelasan otentik UUD 1945 dinyatakan bahwa Undang-undang Dasar


menciptakan pokok-pokok pikiran yang terkandung dalam "Pembukaan" dalam pasal-
pasalnya. Di atas dasar UUD ini dibentuklah susunan pemerintahan dan keseluruhan
peraturan hukum positif yang mencakup segenap bangsa Indonesia dalam kesatuan
hidup bersama secara kekeluargaan dan gotong-royong.
b. Negara adalah lembaga kemanusiaan, baik secara lahir maupun batin.
Hakikat negara didasarkan atas pokok pikiran yang bersendi pada Pancasila dan
terdiri atas manusia yang mempunyai hakikat sifat sebagai individu dan makhluk
sosial dalam satu kesatuan serta keseimbangan. Negara Republik Indonesia adalah
monodualistis, yaitu kedua sifat manusia sebagai individu dan sebagai makhluk sosial
secara serasi sesuai dengan kepribadian bangsa Indonesia.
c. Penjelasan UUD 1945 telah menyebutkan sejumlah pokok pikiran yang
masing-masing tidak berdiri sendiri, tetapi mempunyai hubungan yang sangat erat
satu dengan yang lain karena secara keseluruhan semuanya merupakan satu sistem,
yaitu sistem pemerintahan negara RI yang dapat diterangkan sebagai berikut:
1) Indonesia ialah negara yang Berdasar atas Hukum (Rechstaat).
"Negara Indonesia berdasar atas hukum (Rechstaat) tidak berdasarkan
kekuasaan belaka (machrstaat)". Demikianlah keterangan dari penjelasan UUD
1945 mengenai prinsip pertama di atas. Maksud penjelasan UUD 1945 di atas
ialah bahwa pengertian pokok negara hukum ialah bahwa kekuasaan negara
dibatasi oleh, dan juga berdasarkan atas hukum, jadi bukanlah berdasarkan
atas kekuasaan semata-mata. Tujuan pembatasan terhadap kekuasaan
negara oleh hukum ini ialah agar kepentingan rakyat atau hak-hak asasi rakyat
dapat terjamin atau dijaga terhadap kemungkinan tindakan sewenang-wenang
dari penguasa yang sedang memerintah.
2) Sistem Konstitusional. Penjelasan dari UUD 1945 mengenai prinsip
kedua ini hanyalah berbunyi "Pemerintahan berdasar atas konstitusi (hukum
dasar) dan tidak bersifat absolutisme (kekuasaan yang tidak terbatas)."
18

Maksud pembentukan UUD 1945 dengan penjelasan di atas ialah bahwa


pemerintahan Indonesia haruslah suatu pemerintahan yang konstitusional.
Artinya adalah bahwa pemerintahan itu tidak hanya dibatasi tindakan--
tindakannya oleh ketentuan-ketentuan konstitusi, tetapi konstitusi itu haruslah
menjadi landasan atau pedoman dari negara. Karena sebagai landasan dari
negara, maka konstitusi haruslah mengatur susunan organisasi negara itu,
juga menentukan dari merumuskan hak dan kewajiban warga negara/
penduduk dan penguasa, baik di pusat maupun di daerah.

3) Presiden Tidak Bertanggung Jawab kepada Dewan Perwakilan Rakyat.


Mengenai prinsip ini Penjelasan Undang-Undang Dasar 1945 menyatakan,"Di
samping Presiden adalah Dewan Perwakilan Rakyat. Presiden harus
mendapat persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat untuk membentuk undang-
undang dan untuk menetapkan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara."
Oleh karena itu, Presiden harus bekerja bersama-sama dengan Dewan (DPR).
Akan tetapi, Presiden tidak bertanggung jawab kepada Dewan, artinya
kedudukan Presiden tidak bergantung dari Dewan.
4) Pengawasan Parlemen. Anggota-anggota Parlemen (DPR) adalah juga
anggota-anggota MPR. Karena kedudukannya itu maka Parlemen dapat
mengawasi jalannya pemerintahan (eksekutif), yaitu apabila Pemerintah
melakukan hal-hal yang tidak sesuai atau bertentangan dengan ketetapan-
ketetapan MPR, maka Parlernen (DPR) yang juga sebagai anggota MPR dapat
mengundang anggota-anggotanya untuk bersidang.
5) Peradilan Bebas. Dalam penjelasan resmi UUD 1945 dinyatakan bah-
wa kekuasaan kehakiman ialah kekuasaan yang merdeka, artinya terlepas dari
pengaruh kekuasaan Pemerintah. Berhubung dengan itu harus diadakan
jaminan dalam undang-undang tentang kedudukan para hakim.
6) Otonomi Daerah. Pembagian daerah Indonesia atas daerah besar dan
kecil, dengan bentuk susunan pemerintahannya ditetapkan dengan undang-
undang, dengan memandang dan mengingat dasar permusyawaratan dalam
sistem pemerinlah negara, dan hak-hak asal-usul dalam daerah-daerah yang
bersifat istimewa. Daerah Indonesia akan dibagi dalam daerah propinsi dan
daerah propinsi akan dibagi pula dalam daerah yang lebih kecil. Di daerah-
daerah yang bersifat otonom akan diadakan Badan Perwakilan Daerah karena
di daerah pun pemerintahan akan bersendi atas dasar permusyawaratan.
Negara RI menghormati kedudukan daerah-daerah istimewa dan segala
peraturan negara yang mengenai daerah itu akan mengingati hak-hak asal-
usul daerah itu.

15. Kesimpulan. Dari uraian di atas dapat disimpulkan hal-hal sebagai berikut :

a. Kedudukan dan Peran Pancasila sebagai pandangan Hidup Bangsa dalam


hidup sehari- hari sebagaimana digariskan di dalam Ketetapan MPR No.
11/MPR/1978 dapat diikhtisarkan sebagai berikut :

1) Berdasarkan Sila I : Ketuhanan Yang Maha Esa.

a) Percaya dan takwa kepada Tuhan Yang Maha Esa sesuai


dengan agama dan kepercayaan masing-masing menurut dasar
kemanusiaan yang adil dan beradab
19

b) Hormat-menghormati dan bekerjasama antara pemeluk agama


dan penganut-penganut kepercayaan yang berbeda-beda, sehingga
terbina kerukunan hidup.
c) Saling menghormati kebebasan menjalankan ibadat sesuai
dengan agama dan kepercayaannya.
d) Tidak memaksakan suatu agama dan kepercayaan kepada prang
lain.

2) Berdasarkan Sila II : Kemanusiaan yang Adil dan Beradab.

a) Mengakui persamaan derajat, persamaan hak dan persamaan


kewajiban antara sesama manusia
b) Saling mencintai sesama manusia.
c) Mengembangkan sikap tenggang rasa.
d) Tidak semena-mena terhadap orang lain.
e) Menjunjung tinggi nilai kemanusiaan.
f) Gemar melakukan kegiatan kemanusiaan.
g) Berani membela kebenaran dan keadilan.
h) Bangsa Indonesia merasa dirinya sebagai bagian dari seluruh
umat manusia, karena itu dikembangkan sikap, hormat menghormati
dan bekerjasama dengan bangsa lain.

3) Berdasarkan Sila III : Persatuan Indonesia.

a) Menempatkan persatuan, kesatuan, kepentingan dan kesela-


matan bangsa dan negara di atas kepentingan pribadi atau golongan.
b) Rela berkorban untuk kepentingan bangsa dan Negara.
c) Cinta Tanah Air dan Bangsa.
d) Bangga sebagai Bangsa Indonesia dan ber-Tanah Air Indonesia
e) Memajukan pergaulan demi persatuan dan kesatuan bangsa
yang ber-Bhinneka Tunggal Ika.

4) Berdasarkan Sila IV : Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat


kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan.

a) Mengutamakan kepentingan negara dan masyarakat.


b) Tidak memaksakan kehendak kepada orang lain.
c) Mengutamakan musyawarah dalam mengambil keputusan untuk
kepentingan bersama.
d) Musyawarah untuk mencapai mufakat diliputi oleh semangat
kekeluargaan.
e) Dengan itikad baik dan rasa tanggung jawab menerima dan
melaksanakan hasil keputusan musyawarah.
f) Musyawarah dilakukan dengan akal sehat dan sesuai dengan
hati nurani yang luhur.
g) Keputusan yang diambil harus dapat dipertanggungjawaban
secara moral kepada Tuhan Yang Maha Esa, menjunjung tinggi harkat
martabat manusia serta nilai-nilai kebenaran dan keadilan.
20

5) Berdasarkan Sila V : Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.


a) Mengembangkan perbuatan-perbuatan yang luhur yang
mencerminkan sikap dan suasana kekeluargaan dan kegotong-
royongan.
b) Bersikap Adil.
c) Menjaga keseimbangan antara hak dan kewajiban.
d) Menghormati hak-hak orang lain.
e) Suka memberi pertolongan kepada orang lain.
f) Menjauhi sikap pemerasan terhadap orang lain.
g) Tidak bersifat boros.
h) Tidak bergaya hidup mewah.
i) Tidak melakukan perbuatan yang merugikan kepentingan umum.
j) Suka bekerja keras.
k) Menghargai hasil karya orang lain.
l) Bersama-sama berusaha mewujudkan kemajaan yang merata
dan berkeadilan sosial.

b Kedudukan dan Peran Pancasila sebagai Dasar Negara.


1) Melaksanakan pokok-pokok pikiran yang terkandung dalam Pembukaan
UUD 1945:
a) Paham negara persatuan (sila III).
b) Negara mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat
Indonesia (sila V).
c) Negara berdasarkan kedaulatan rakyat, musyawarah/perwakilan
(sila IV).
d) Negara berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa atas dasar
kemanusiaan yang adil dan beradab (sila I dan ll).
e) Negara merdeka berdaulat.
f) Negara antipenjajahan
2) Melaksanakan Prinsip-prinsip yang Terkandung dalam Batang Tubuh
UUD 1945.
a) Negara kesatuan berbentuk republik.
b) Hak-hak asasi manusia berdasarkan Pancasila.
c) Sistem politik berdasarkan Pasal 27, Ayat I UUD 1945.
d) Sistem ekonomi berdasarkan Pasal 33, UUD 1945.
e) Sistem sosial budaya berdasarkan Pasal 32 , UUD'1945.
f) Sistem pertahanan keamanan berdasarkan Pasal 30, UUD 1945.
g) Sistem pemerintahan berdasarkan sistem demokrasi dengan
ketentuan-ketentuan :
(1) Negara hukum (rechtsstaat);
(2) Negara berdasarkan UUD yang tertulis (konstitusional).
(3) Pemerintah bertanggung jawab kepada MPR;
(4) Presidentil kabinet;
(5) Pengawasan parlemen;
(6) Peradilan bebas;
(7) Otonomi daerah.

3) Bidang-bidang Lain. Di samping cara pembidangan itu, dapat pula


dikemukakan cara pembidangan lain, misalnya:
21

a) Secara praktis dan yang lazim dipergunakan, bidang kehidupan


di bagi ke dalam :
(1) Bidang ideologi;
(2) Bidang politik;
(3) Bidang ekonomi;
(4) Bidang sosial - budaya;
(5) Bidang pertahanan dan keamanan.

b) Kita dapat pula membagi bidang kehidupan menurut sila-sila


Pancasila, yaitu :
(1) Bidang keagamaan/kepercayaan (sila I);
(2) Bidang kemanusiaan (sila II);
(3) Bidang kebangsaan (sila III);
(4) Bidang kenegaraan/kedaulatan (sila IV);
(5) Bidang sosial ekonomi (sila V).
c) Cara membagi yang lain, misalnya Prof. Dr. Drs. Notonagoro,
S.H. membagi sebagai berikut :
(1) Bidang kehidupan manusia meliputi :
(a) Sosial;
(b) Ekonomi;
(c) Teknologi;
(d) Kebudayaan;
(e) Kesusilaan;
(f) Pendidikan;
(g) Ilmu pengetahuan;
(h) Kejiwaan;
(i) Keagamaan;
(j) Kepercayaan.
(2) Bidang kehidupan negara meliputi :
(a) Pemerintahan;
(b) Perundang-undangan;
(c) Peradilan;
(d) Politik;
(e) Pertahanan-keamanan.

BAB VI
TINJAUAN FILOSOFIS PANCASILA

16. Umum. Pancasila sebagai dasar filsafat dari negara Republik Indonesia, secara
resmi ditetapkan oleh Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) pada tanggal 18
Agustus 1945. Rumusannya tercantum pada Pembukaan UUD 1945 dan diundangkan
dalam Berita Republik Indonesia tahun II, No. 7 bersamaan dengan Batang Tubuh UUD
1945. Pada perjalanan waktu sebagai dasar filsafat negara, Pancasila telah mengalami
berbagai interpretasi dan manipulasi makna sesuai dengan kepentingan politik para
penguasa. Pancasila sebagai dasar filasafat negara dan pandangan hidup bangsa harus
22

diletakkan pada kedudukan yang tepat dan benar. Hal itu telah direalisasikan melalui TAP
MPRRI No. XVIII/MPR/1998. Pancasila yang digali dari budaya bangsa merupakan
perjanjian luhur bangsa Indonesia serta mengandung nilai-nilai kebenaran serta ilmu
pengetahuan, maka dalam penggalian tersebut sangat erat kaitannya dengan ilmu filsafat.
Pancasila sebagai suatu sistem filsafat pada hakikatnya merupakan suatu nilai, serta
merupakan sumber dari segala penjabaran norma, baik norma hukum, moral maupun norma
kenegaraan. Pancasila memberikan dasar-dasar yang bersifat fundamental dan universal
bagi bangsa Indonesia, baik dalam kehidupan individu, maupun dalam kehidupan
bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Nilai-nilai tersebut perlu dijabarkan kedalam satu
norma-norma yang jelas, sehingga bisa menjadi suatu pedoman. Pancasila pada hakikatnya
bukanlah suatu pedoman yang langsung bersifat normatif dan praktis, karena dia merupakan
sistem nilai etika dan merupakan sumber norma, baik norma moral maupun norma hukum.
Dalam konteks inilah Pancasila dijadikan asas kerohanian negera, yang merupakan sumber
nilai, norma dan kaidah moral maupun hukum dalam Negara Republik Indonesia.
Kedudukan tersebut mewujudkan fungsi pokok sebagai dasar Negara yang manifestasinya
dijabarkan dalam peraturan perundang-undangan.
17. Filsafat Secara Umum. Filsafat adakalanya mempunyai pengertian yang berbeda-
beda sesuai sudut pandang serta ruang dan waktu dari berbagai kalangan dalam perjalanan
sejarah kehidupan manusia. Sebenarnya dalam sejarah peradaban manusia, filsafat sudah
dianggap segala sesuatu yang berkaitan dengan ilmu, juga mencakup sikap pribadi
manusia, sampai ke alam sekitarnya, yang mengakomodir keseluruhan ilmu pengetahuan
manusia. Menurut Hooking, “ Filsafat ialah pelukisan serta penafsiran yang umum dari
pengalaman kita, serta keharusan untuk memahami sesuatu yang menyebabkan orang
berfilsafat” Dengan kata lain suatu usaha untuk menempatkan diri kita di luar serta di atas
dunia tempat kita hidup dan memandangnya dari sudut pandang yang lebih tinggi.
Dari pendapat, pandangan dan ungkapan yang berbeda dari beberapa ahli filsafat
terdapat beberapa pengertian filsafat, diantaranya adalah :
a. Cinta kebijaksanaan.
b. Ilmu pengetahuan yang menyelidiki hakikat segala sesuatu untuk memperoleh
kebenaran dan kenyataan.
c. Hasil pemikiran yang kritis dan dikembangkan dengan cara yang sistematis.
d. Hasil pemikiran manusia yang paling dalam.
e. Pendalaman yang lebih lanjut dari ilmu pengetahuan.
f. Pandangan hidup.
g. Hasil analisa dan abstraksi.
h. Anggapan dasar.
i. Filsafat mempunyai unsur-unsur, antara lain kritis, analisis, evaluasi dan
abstraksi.

Dari beberapa pengertian tentang falsafat tersebut, dapat diambil suatu ungkapan
dengan mengesampingkan perbedaan, bahwa filsafat adalah : “ Usaha manusia melalui akal
fikiran dan pengalamannya secara kritis, mendasar, integral dan radikal, ingin mencari dan
menemukan kenyataan atau kebenaran, baik mengenai dirinya maupun segala sesuatu
yang dijadikan obyeknya”.

18. Pancasila Ditinjau dari Segi Filosofis. Dalam pembahasan Pancasila akan
dijumpai berbagai penekanan sesuai dengan fungsi dan kedudukannya, baik dari segi
sejarah perumusan, nilai-nilai yang terkandung di dalamnya, maupun sebagai pandangan
hidup bangsa. Selanjutnya Pancasila dijadikan dasar falsafah serta menjadi pandangan
23

hidup bangsa dan dasar negara. Pengertian Pancasila dapat ditinjau dari beberapa segi,
yaitu :

a. Etimologi. Sebelum membahas asal kata dan peristilahannya, kata Pancasila


berasal dari bahasa Sanskerta, yaitu induk dari bahasa yang digunakan di India.
Menurut Mr. Muh.Yamin, Pancasila mempunyai dua pengertian secara leksikal, yaitu :

“Panca “ artinya “lima”, sedangkan “sila” juga mempunyai dua asal-usul kata :
Pertama, “ syila” (i) artinya “batu sendi, alas atau dasar”.
Kedua, “syila” (ii) artinya “peraturan tingkah laku yang baik atau yang
penting”.
Dari segi etimologi, kata yang dipakai adalah sila dari pengertian pertama, yaitu
makna leksikal “batu sendi lima” atau secara harfiah bermaksud “berbatu sendi lima
yang berkonotasi kepada dasar yang memiliki lima unsur.
Istilah Pancasila masuk ke Indonesia diperkirakan pada masa kerajaan
Majapahit. Pemakaian pertama kata Pancasila ditemukan dalam buku “ Sutasoma”
yang ditulis oleh Mpu Tantular pada abad XIV. Dalam buku tersebut Pancasila
mengandung lima larangan yang harus dijauhi, yaitu :
Mateni artinya membunuh.
Maling artinya mencuri.
Madon artinya berzina.
Mabok artinya meminum minuman keras atau menghisap candu dan madat.
Main artinya berjudi.
Akhirnya kata Pancasila atau lima dasar susila itu dijadikan inspirasi oleh para
pendiri bangsa untuk menyusun dasar negara yang akan dibentuk.

b. Historis. Pada sidang BPUPKI, Dr. Radjiman Widyodiningrat, menyampaikan


permasalahan tentang apa yang akan dijadikan sebagai dasar dari negara yang akan
dibentuk. Dari permasalahan yang disampaikan dalam rapat tersebut, maka tampillah
tiga orang pembicara, yakni Mr. Moh. Yamin, Mr. Soepomo dan Ir. Soekarno.

Pada sidang yang pertama tanggal 29 Mei 1945, Mr. Moh. Yamin
menyampaikan secara lisan lima dasar negara, yaitu : 1. Peri Kebangsaan, 2. Peri
Kemanusiaan, 3. Peri Ketuhanan, 4. Peri Kerakyatan, 5. Kesejahteraan Rakyat.
Setelah berpidato Mr. Moh. Yamin menyerahkan rancangan dasar negara secara
tertulis, yang berisikan sebagai berikut : 1. Ketuhanan Yang Maha Esa, 2.
Kebangsaan Persatuan Indonesia, 3.Rasa Kemanusiaan yang Adil dan Beradab, 4.
Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmah Kebijaksanaan Dalam
Permusyawaratan/Perwakilan, 5. Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia.

Pada tanggal 1 Juni 1945, dalam pidatonya, secara lisan Ir. Soekarno
menyampaikan lima rancangan dasar negara yang akan dibentuk, yaitu : 1.
Nasionalisme atau Kebangsaan Indonesia, 2. Internasionalisme atau Peri
Kemanusiaan, 3. Mufakat atau Demokrasi, 4. Kesejehteraan Sosial, 5. Ketuhanan
yang Berkebudayaan.

Pada tanggal 22 Juni 1945, PPKI yang beranggotakan sembilan tokoh,


menelorkan lima dasar yang disebut “Piagam Jakarta, yang isinya sebagai berikut :
1) Ketuhanan Dengan Kewajiban Menjalankan Syari’at Islam bagi
Pemeluk-pemeluknya.
2) Kemanusiaan yang Adil dan Beradab.
24

3) Persatuan Indonesia.
4) Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan Dalam
Permusyawaratan/Perwakilan. 5. Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat
Indonesia.
c. Terminologi. Secara terminologi atau peristilahan Pancasila adalah lima dasar
negara Republik Indonesia yang sudah dimatangkan oleh PPKI atau panitia sembilan
panitia sembilan pada tanggal 18 Agustus 1945, yang konteksnya terdapat dalam
Pembukaan UUD dan pengesahannya seiring dengan pengesahkan berlakunya UUD
1945. Pembukaan atau Preambul UUD 1945 yang terdiri dari empat alinea dimana
rumusan sila-sila dari Pancasila terdapat pada alinea ke-IV, yang berbunyi sebagai
berikut :

1) Ketuhanan yang Maha Esa.


2) Kemanusiaan yang Adil dan Beradab,
3) Persatuan Indonesia,
4) Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan Dalam
Permusyawaratan/Perwakilan,
5) Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia.

Dengan demikian secara terminologi Pancasila adalah Dasar Negara Republik


Indonesia dimana lima sila yang terdapat di dalamnya adalah rumusan yang
terkandung dalam rumusan Pembukaan UUD 1945, alinea ke-IV.

Perlu diketahui bahwa pada periode berikutnya masih terjadi beberapa kali
perubahan tentang rumusan Pancasila, diantaranya berdasarkan Konstitusi RIS yang
berlaku tanggal 29 Desember 1949 sampai dengan 17 Agustus 1950. Rumusan
dalam UUDS 1950, yang berlaku semenjak 17 Agustus 1950 sampai dengan tanggal
5 Juli 1959. Walaupun terjadi beberapa kali perubahan kata, namun pada prinsipnya
makna tidak berubah, sesuai dengan prinsip boleh berbeda tapi makna tidak berubah.
Sama halnya dengan rumusan Pancasila yang populer di kalangan rakyat waktu itu
adalah :
1) Ketuhanan Yang Maha Esa,
2) Peri Kemanusiaan,
3) Kebangsaan,
4) Kedaulatan Rakyat,
5) Keadilan Sosial. .

d. Filsafat Pancasila. Berdasarkan pengertian filsafat dan pengertian Pancasila di


atas, maka Filsafat Pancasila dapat diartikan sebagai berikut : “ Suatu gagasan atau
usaha manusia melalui akal dan pengalaman secara kritis, mendasar, integral
(terpadu) dan radikal (sampai ke akar-akarnya) untuk mencari dan menemukan
hakikat kenyataan atau kebenaran yang ada dalam Pancasila, untuk dijadikan
pandangan hidup, baik untuk dirinya sendiri maupun untuk hidup bermasyarakat,
berbangsa dan bernegara. melalui proses deskripsi, komunikasi, sinthesa dan
evaluasi.” Dalam hal ini obyeknya adalah Pancasila yang sah dan benar, sesuai
dengan rumusan dan konteks yang tercantum dalam Pembukaan UUD 1945.

Bila filsafat Pancasila sudah dapat dihayati sebagai ideologi Pancasila, akan
mudah untuk mengetahui persamaan dan perbedaan serta pertentangannya dengan
ideologi lain seperti ideologi komunisme dan liberalisme. Dengan demikian filsafat
25

Pancasila dapat diamankan dari pengaruh negatif isme-isme lain dan dapat
dikembangkan ke arah yang lebih positif. Filsafat Pancasila adalah aktualisasi
Pancasila dari idealisme fiktif ke dalam realita konkrit, karena sebagai suatu filsafat
fungsinya adalah memberikan suatu kesadaran tentang pandangan hidup, yang
merupakan suatu sistem nilai, dalam arti sila-sila yang terkandung dalam Pancasila
merupakan suatu kesatuan yang bulat dan utuh.
Obyek filsafat Pancasila adalah Pancasila yang tercantum dalam Pembukaan
UUD 1945, sebagai sumber dokumen historis yang telah ditetapkan oleh para pendiri
bangsa pada tanggal 18 Agustus 1945, yaitu Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia tahun 1945. Filsafat Pancasila merupakan ilmu pengetahuan
yang mendalami tentang hakikat (inti dan isi) dari sila-sila Pancasila.
Menurut tinjauan filsafat bahwa Pancasila itu merupakan satu kesatuan yang
utuh dan totalitas, bersifat abstrak, umum dan universal. Pengertian sila menurut
Kamus Umum ”Poerwadarminta” adalah aturan yang melatarbelakangi perilaku
seseorang atau bangsa. Sila yang terdapat dalam Pancasila juga sebagai pedoman
dasar dari perilaku bangsa Indonesia, yang secara keseluruhan mengandung arti :

1) Pancasila sebagai azas persatuan, kesatuan dan kerjasama.

2) Pancasila sebagai cermin pandangan hidup bangsa Indonesia yang


mempunyai kedudukan tetap dan melekat padanya.

3) Pancasila sebagai konsep filasafat yang kemudian dijadikan dasar


negara dan ideologi negara mengandung isi yang abstrak, umum dan
universal.

e. Sifat filsafat Pancasila.

1) Teologis, yaitu mengarah pada tujuan yang ingin dicapai sebagaimana


yang tertuang dalam alinea 4 Pembukaan UUD 1945, yaitu :

a) Melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah


Indonesia.

b) Memajukan kesejahteraan umum.

c) Mencerdaskan kehidupan bangsa.

d) Ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan


kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial.

2) Antropocenteris yang menempatkan manusia sebagai tolok ukur.

a) Dimensi etis/moral yang terlihat nilai.

b) Dimensi religius yang terlihat dalam sila Ketuhanan Yang Maha


Esa.

3) Intergralistik, yaitu menyeluruh melihat sila-sila Pancasila menjadi satu


kesatuan yang bulat dan utuh.
26

19. Tingkat Kebenaran Filsafat. Ilmu Filsafat adalah suatu ilmu yang mempelajari
hakikat sesuatu sedalam-dalamnya, ilmu tersebut terdiri dari :

a. Metafisika, yaitu ilmu yang mempelajari tentang sesuatu yang ada di balik yang
fisik, hal ini terdiri dari ;

1) Ontologi mempelajari tentang yang ada.


2) Kosmologi, mempelajari tentang alam semesta.
3) Filsafat Ketuhanan.

b. Etika, yaitu ilmu yang mempelajari tentang baik dan buruk perbuatan manusia.

c. Logika, yaitu ilmu yang mempelajari tentang benar dan salah sesuai akal
fikiran.

d. Esthetika yaitu ilmu yang memepelajari tentang keindahan.

e. Epistemologi yaitu ilmu yang mempelajari tentang pengetahuan manusia.

f. Sejarah filsafat yaitu ilmu yang mempelajari tentang sejarah pemikiran ahli
filsafat.

Disamping itu tingkat kebenaran dari filsafat dapat dilihat melalui beberapa tingkat
yaitu :
1) Kebenaran indra, yaitu kenbenaran yang diperoleh sehari-hari secara
tidak sadar akan tetapi sifatnya mengandung kebenaran.

2) Kebenaran ilmiah, yaitu kebenaran yang diperoleh dari hasil


pengolahan, pengalaman empiris, fikiran ilmiah dengan menggunakan metode
ilmiah tertentu sehingga menuntut kebenaran.

3) Kebenaran filosofis yaitu kebenaran yang diperoleh dari hasil pemikiran


yang mendalam melalui empiris dengan menggunakan kaidah tertentu
sehingga menuntut kebenaran yang mendalam. Pancasila dijadikan dasar
ngara karena memiliki kebenaran filosofis dan kebenarannya sudah teruji
dalam kehidupan masyarakat, bangsa dan negara yang majemuk.

4) Kebenaran religius yaitu kebenaran yang berasal dari “Tuhan melalui


firman-Nya dalam kitab suci yang diwujudkan dalam ajaran agama”. Dasarnya
adalah kepercayaan sehingga kebenarannya bersifat mutlak.

BAB VII
NILAI DAN IMPLEMENTASI PANCASILA

20. Umum.
a. Pancasila selalu merupakan suatu kesatuan, sila yang satu tidak bisa dilepas-
lepaskan dari sila yang lain; keseluruhan sila di dalam Pancasila merupakan suatu
kesatuan organis atau suatu kesatuan keseluruhan yang bulat.
27

b. Paham kemanusiaan kiranya dimiliki pula oleh bangsa-bangsa lain, tetapi bagi
bangsa Indonesia paham kemanusiaan sebagai yang dirumuskan dalam sila II itu
adalah paham kemanusiaan yang dibimbing oleh Ketuhanan Yang Maha Esa,
tegasnya kemanusiaan sebagaimana diajarkan oleh Tuhan Yang Maha Esa. Inilah
yang dimaksud dengan sila II diliputi dan dijiwai oleh sila I. Begitu pula halnya dengan
sila-sila yang lain. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa sila-sila II, III. IV, dan V
pada hakikatnya merupakan penjabaran dan penghayatan sila I. Adapaun susunan
sila-sila Pancasila adalah sistematis-hierarkis, artinya kelima sila Pancasila itu
menunjukkan suatu rangkaian urut-urutan yang bertingkat (hierarkis). Tiap-tiap sila
mempunyai tempatnya sendiri di dalam rangkaian susunan kesatuan itu sehingga
tidak dapat digeser-geser atau di balik-balik. Ditilik dari intinya, urut-urutan lima sila
itu menunjukkan rangkaian tingkat dalam luas dan isi sifatnya. Tiap-tiap sila yang
dibelakang sila lainnya lebih sempit "luasnya", tetapi lebih banyak "isi sifatnya" dan
merupakan pengkhususan sila-sila yang di mukanya. Sekalipun sila-sila di dalam
Pancasila itu merupakan suatu kesatuan yang tidak bisa dilepas-pisahkan satu dari
yang lain, dalam hal memahami hakikat pengertiannya sangatlah diperlukan uraian
sila demi sila.
c. Dalam hubungan ini, sebagaimana dijelaskan di muka (IV", mengenai
kesimpulan), uraian atau penafsiran itu haruslah bersumber, berpedoman, dan
berdasar kepada pembukaan dan Batang Tubuh UUD 1945.

21. Nilai-nilai yang terkandung di dalam Pancasila.

a. Pengertian Nilai.

1) Nilai yang dalam bahasa Inggris value termasuk pengertian filsafat.


Menilai berarti menimbang, yaitu kegiatan manusia menghubungkan sesuatu
dengan sesuatu, untuk selanjutnya mengambil keputusan. Keputusan nilai
dapat mengatakan : berguna atau tidak berguna, benar atau tidak benar, baik
atau tidak baik, religius atau tidak religius. Hal ini dihubungkan dengan unsur-
unsur yang ada pada manusia, yaitu jasmani, cipta, rasa, karsa, dan
kepercayaannya.

2) Sesuatu dikatakan mempunyai nilai apabila sesuatu itu berguna, benar


(nilai kebenaran), indah (nilai aetetis), baik (nilai moral/etis), religius (nilai
agama). Prof. Dr. Drs. Mr. Notonagoro membagi nilai menjadi tiga :

a) Nilai material, yaitu segala sesuatu yang berguna bagi unsur


manusia.

b) Nilai vital, yaitu segala sesuatu yang berguna bagi manusia untuk
dapat mengadakan kegiatan atau aktivitas.

c) Nilai kerohanian, yaitu segala sesuatu yang berguna bagi rohani


manusia. Nilai kerohanian ini dapat dibedakan atas empat macam :

(1) Nilai kebenaran/kenyataan yang bersumber pada unsur


akal manusia (ratio, budi, cipta).

(2) Nilai keindahan, yang bersumber pada unsur rasa manusia


(gevoel, perasaan, aetetis).
28

(3) Nilai kebaikan atau nilai moral yang bersumber pada unsur
kehendak/kemauan manusia (will, karsa, ethic).

(4) Nilai religius yang merupakan nilai ketuhanan, kerohanian


yang tertinggi dan mutlak. Nilai religius ini bersumber pada
kepercayaan/ keyakinan manusia.

e) Manusia yang mengadakan penilaian terhadap sesuatu yang


bersifat rohaniah menggunakan budi nuraninya dengan dibantu oleh
inderanya, akalnya, perasaannya, dan kehendaknya, serta oleh
keyakinannya. Sampai sejauh mana kemampuan dan peranan alat-alat
bantu ini bagi manusia dalam menentu kan penilaiannya tidak sama
bagi manusia yang satu dengan yang lain; jadi, bergantung kepada
manusia yang mengadakan penilaian itu.

f) Dalam hubungannya dengan filsafat, nilai merupakan salah satu


hasil pemikiran filsafat yang oleh pemiliknya dianggap sebagai hasil
maksimal yang paling benar, paling bijaksana, dan paling baik. Bagi
manusia, nilai dijadikan landasan, alasan, atau motivasi dalam segala
perbuatannya. Hal ini terlepas dari kenyataan bahwa ada orang-orang
yang dengan sadar berbuat lain dari kesadaran nilai dengan alasan
yang lain pula. Dalam bidang pelaksanaannya (bidang operasional),
nilai-nilai ini dijabarkan dalam bentuk kaidah/ukuran (normatif) sehingga
merupakan suatu perintah/keharusan, anjuran, atau merupakan
larangan/tidak diinginkan/celaan. Segala sesuatu yang mempunyai nilai
kebenaran/keindahan/kebaikan dan sebagainya, diperintahkan/diharus-
kan/dianjurkan. Sedang segala sesuatu yang sebaliknya (tidak benar,
tidak indah, tidak baik, dan sebagainya), dilarang/tidak diinginkan/dicela.

b. Nilai-nilai yang Terkandung di dalam Sila-sila Pancasila.

1) Dalam hubungan dengan pengertian nilai sebagaimana diterangkan di


atas, Pancasila tergolong nilai kerohanian, tetapi nilai kerohanian yang
mengakui adanya material dan nilai vital. Dengan perkataan lain, Pancasila
yang tergolong nilai kerohanian itu di dalamnya terkandung pula nilai-nilai yang
lain secara lengkap dan harmonis, baik niiai material, nilai vital, nilai
kebenaran/kenyataan, nilai aestetis, nilai etis/moral maupun nilai religius. Hal
ini dapat terlihat pada susunan sila-sila Pancasila yang sistematis-hierarkis,
yang dimulai dari sila pertama Ketuhanan Yang Maha Esa sampai dengan sila
kelima Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Adapun nilai-nilai yang
terkandung di dalam sila-sila Pancasila itu dapat dikemukakan sebagai berikut :

a) Dalam sila I berbunyi Ketuhanan Yang Maha Esa terkandung


nilai-nilai religius antara lain :

(1) Keyakinan terhadap adanya Tuhan Yang Maha Esa


dengan sifat-sifatnya Yang Maha Sempurna, yakni Maha Kasih,
Maha Kuasa, Maha Adil, Maha Bijaksana, dan lain-lain sifat yang
suci;
(2) Ketakwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa, yakni men-
jalankan semua perintah-Nya dan menjauhi segala larangan-Nya;
(3) nilai sila I ini meliputi dan menjiwai sila-sila II, III, IV, dan V.
29

b) Dalam sila II yang berbunyi Kemanusiaan yang adil dan beradab


terkandung nilai-nilai kemanusiaan, antara lain :

(1) Pengakuan terhadap adanya martabat manusia;


(2) Perlakuan yang adil terhadap sesama manusia;
(3) Pengertian manusia yang beradab yang memiliki daya
cipta, rasa, karsa, dan keyakinan sehingga jelas adanya
perbedaan antara manusia dan hewan;
(4) Nilai sila II ini diliputi dan dijiwai sila I, meliputi dan
menjiwai sila III, IV, dan V.

c) Dalam sila III yang berbunyi Persatuan Indonesia terkandung nilai


persatuan bangsa, antara lain :
(1) Persatuan Indonesia adalah persatuan bangsa yang men-
diami wilayah Indonesia;
(2) Bangsa Indonesia adalah persatuan suku-suku bangsa
yang mendiami wilayah Indonesia;
(3) Pengakuah terhadap ke-"Bhinneka Tunggal Ika"-an suku
bangsa (etis) dan kebudayaan bangsa (berbeda-beda namun
satu jiwa) yang memberikan arah dalam pembinaan kesatuan
bangsa;
(4) Nilai sila Ill ini diliputi dan dijiwai sila I dan II, meliputi dan
menjiwai sila IV dan V.
d) Dalam sila IV yang berbunyi Kerakyatan yang dipimpin oleh
hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan terkandung
nilai kerakyatan, aptara lain :

(1) Kedaulatan negara adalah di tangan rakyat;


(2) Pemimpin kerakyatan adalah hikmat kebijaksanaan yang
dilandasi akal sehat;
(3) Manusia Indonesia sebagai warga negara dan warga ma-
syarakat Indonesia mempunyai kedudukan, hak, dan kewajiban
yang sama;
(4) Musyawarah tintuk mufakat dicapai dalam permusyawa-
ratan wakil-wakil rakyat;
(5) Nilai sila IV diliputi dan dijiwai sila I, II, dan III, meliputi dan
menjiwai sila V.
e) Dalam sila V yang berbunyi Keadilan sosial bagi seluruh rakyat
Indonesia terkandung nilai keadilan sosial, antara lain :
(1) Perwujudan keadilan sosial dalam kehidupan sosial atau
kemasyarakatan meliputi seluruh rakyat Indonesia;
(2) Keadilan dalam kehidupan sosial terutama meliputi bidang-
bidang ideologi, politik, ekonomi, sosial, kebudayaan, dan
pertahanan keamanan nasional (Ipoleksosbudhankamnas);
(3) Cita-cita masyarakat adil makmur, material, den spiritual,
yang merata bagi seluruh rakyat Indonesia;
30

(4) Keseimbangan antara hak den kewajiban, dan menghor-


mati hak orang lain;
(5) Cinta akan kemajuan dan pembangunan;
(6) Nilai sila V ini diliputi dan dijiwai sila-sila I, II, III, dan IV.

2) Nilai-nilai Pancasila termasuk golongan nilai kerohanian, tetapi nilai


kerohanian yang mengakui pentingnya nilai material dan nilai vital secara
seimbang, Nilai-nilai Pancasila juga mempunyai sifat objektif dan subjektif;
kedua-keduanya. Bersifat objektif karena sesuai dengan objeknya/
kenyataannya dengan bersifat umum/universal; bersifat subjektif karena
sebagai khas pemikiran bangsa Indonesia. Sifat objektif nilai-nilai Pancasila
dapat dijelaskan sebagai berikut :
a) Rumusan sila-sila Pancasila itu sendiri (Ketuhanan Yang Maha
Esa, Kemanusiaan yang adil dan beradab, Persatuan Indonesia, dan
seterusnya) menunjukkan kenyataan adanya sifat-sifat abstrak, umum,
dan universal. Jadi nilai-nilai Pancasila objektif, sesuai dengan
kenyataannya.
b) Inti sila-sila Pancasila akan tetap ada sepanjang masa dalam
kehidupan bangsa Indonesia (dan mungkin juga pada bangsa-bangsa
lain), baik dalam adat, kebiasaan, dalam kebudayaan, dalam hidup
keagamaan, dan lain-lain; hal ini disebabkan karena di dalam Pancasila
terkandung dalam hubungan hidup kemanusiaan yang mutlak (antara
manusia dan Tuhan, antara sesame manusia dan bangsa, dan
sebagainya). Dengan demikian, nilai-nilai Pancasila adalah absolut
(mutlak) tidak berubah; jadi objektif.
c) Pancasila yang terkandung dalam pembukaan UUD 1945
menurut ilmu hukum memenuhi syarat sebagai pokok kaidah negara
yang fundamental, tidak dapat diubah oleh setiap orang atau
badan/lembaga kecuali oleh pembentuk negara (yang melahirkan
negara) itu sendiri, sedangkan pembentuk negara itu sendiri adalah
Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia, sekarang sudah tidak ada.
Dengan demikian, nilai-nilai Pancasila akan tetap ada sepanjang masa;
jadi objektif.
c) Menurut Prof. Dr. Drs. Notonagoro, S.H., alinea III pembukaan
UUD 1945 yang berbunyi "Atas berkat rahmat Allah Yang Maha Kuasa
den seterusnya" merupakan alasan gaib mengapa pembukaan UUD
1945 yang mengandung Pancasila tidak dapat diubah (tetap) karena
kemerdekaan (yang di dalamnya mengandung Pancasila) merupakan
karunia Tuhan dan karena karunia Tuhan, maka manusia tidak dapat
mengubahnya; jadi objektif. Sifat subjektif nilai-nilai Pancasila dapat
dijelaskan sebagai berikut :
(1) Nilai-nilai Pancasila timbul dari bangsa Indonesia sebagai
hasil penilaian dan hasil pemikiran filsafat bangsa Indonesia.
Dilihat dari subjek yang menemukannya, nilai-nilai Pancasila
mempunyai sifat subjektif.
(2) Nilai-nilai Pancasila merupakan filsafat hidup (pandangan
dangan hidup, pegangan hidup, pedoman hidup, petunjuk hidup,
way of life) yang paling tepat bagi bangsa Indonesia, paling adil,
31

paling bijaksana, paling baik, dan paling sesuai bagi bangsa


Indonesia.
(3) Nilai-nilai Pancasila mengandung 4 macam nilai ke-
rohanian sebagai diuraikan di muka (nilai kenyataan/kebenaran,
nilai aestetis, nilai etis, dan nilai religius), yang merupakan
manifestasi hakikat sifat budi nurani bangsa Indonesia; jadi,
mempunyai sifat subjektif.

c. Nilai-nilai yang Terkandung di dalam Pembukaan UUD 1945.

1) Paham negara persatuan, yaitu negara yang melindungi segenap


bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia; negara yang mengatasi segala
paham golongan dan perseorangan; negara yang mangatasi segala
kepercayaan agama.
2) Tujuan negara, yaitu negara yang melindungi segenap bangsa dan
seluruh tumpah dqrah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum,
mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia
berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, keadilan sosial.
3) Negara yang berkedaulatan yang berdasar atas kerakyatan dan
permusyawaratan perwakilan.
4) Negara berdasarkan atas Ketuhanan Yang Maha Esa menurut dasar
Kemanusiaan yang adil dan beradab.
5) Menentang penjajahan karena tidak sesuai dengan perikemanusiaan
dan perikeadilan.
6) Mencita-citakan negara yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil, dam
makmur.
7) Bersemangat perjuangan dalam mencapai cita-citanya.

d. Hubungan Nilai-nilai Pancasila dengan Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus


1945, dengan Pembukaan UUD 1945, dengan Batang Tubuh UUD 1945, dan dengan
Manusia Indonesia

1) Nilai-nilai Pancasila bagi bangsa Indonesia menjadi landasan atau dasar


serta motivasi segala perbuatannya, baik dalam hidup sehari-hari maupun
dalam hidup kenegaraan. Dengan perkataan lain, nilai-nilai Pancasila di-
wujudkan menjadi kenyataan.
2) Fakta sejarah menunjukkan bahwa bangsa Indonesia memperjuangkan
terwujudnya nilai-nilai Pancasila itu dengan bermacam-macam cara dan
bertahap (perhatikan tonggak-tonggak sejarah perjuangan bangsa Indonesia).
3) Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945 merupakan titik kulminasi
sejarah perjuangan bangsa Indonesia yang didorong oleh amanat penderitaan
rakyat dan dijiwai Pancasila pada taraf yang tertinggi. Dapat dikatakan bahwa
Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945 merupakan perwujudan atau
penjelmaan nilai-nilai Pancasila.

4) Bagaimana perwujudan dan perumusan nilai-nilai Pancasila yang


menjelma di dalam Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945 dapat dibaca
lebih jelas di dalam pembukaan UUD 1945. Di dalam pembukaan UUD 1945
32

di samping tercantum rumusan Pancasila secara lengkap, juga terkandung dan


tercermin isi nilai-nilai Pancasila. Isi itu dapat dilihat pada tiap-tiap alinea dan
dari pokok-pokok pikiran yang terkandung di dalamnya. Pembukaan UUD 1945
adalah uraian terperinci dari Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945.
5) Bagi bangsa/manusia Indonesia, pembukaan UUD 1945 merupakan
konsensus/sebagai perwujudan atau pencerminan nilai-nilai Pancasila yang
kita terima dan kita sepakati bersama sehingga nilai-nilai penjabarannya yang
kita gali dan kata temukan kemudian akan selalu kita uji kebenarannya dengan
perwujudan nilai yang telah kita sepakati itu.

22. Hubungan Nilai, Norma dan Sanksi.


a. Nilai terbentuk atas dasar pertimbangan-pertimbangan cipta, rasa, karsa, dan
keyakinan seseorang atau sekelompok masyarakat/bangsa. Terbentuknya suatu nilai
secara teoritis melalui proses tertentu dan atas dasar kesadaran dan keyakinan, jadi
tidak dapat dipaksakan. Nilai secara singkat dapat dikatakan sebagai hasil pernilaian/
pertimbangan "baik/tidak baik" terhadap sesuatu yang kemudian dipergunakan
sebagai dasar alasan (motivasi) melakukan atau tidak melakukan sesuatu.
b. Norma (kaidah) adalah petunjuk tingkah laku (perilaku) yang harus dilakukan
dan tidak boleh dilakukan dalam hidup sehari-hari, berdasarkan suatu alasan
(motivasi) tertentu dengan disertai sanksi. Sanksi adalah ancaman/akibat yang akan
diterima apabila norma (kaidah) tidak dilakukan. Dari hubungan nilai, norma, dan
sanksi ini timbullah macam-macam norma dengan sanksinya, misalnya :
1) Norma agama, dengan sanksi agama;
2) Norma kesusilaan, dengan sanksi rasa susila;
3) Norma sopan-santun, dengan sanksi sosial dari masyarakat;
4) Norma hukum, dengan sanksi hukum dari Pemerintah (alat-alat negara).

c. Mengenai pembagian norma, masih ada cara-cara lain dalam pembagiannya.


Hubungan nilai, norma, dan sanksi sangat penting karena penjelmaan nilai menjadi
norma (apakah norma hukum atau bukan norma hukum) akan sangat mempengaruhi
pelaksanaan dari nilai-nilai itu. Mengingat bahwa nilai-nilai mempunyai sifat subjektif
dan objektif sehingga hal ini juga mempengaruhi peralihan nilai menjadi norma
beserta status norma dan sanksinya sehingga penerapan nilai-nilai dalam hidup
sehari-hari diperlukan adanya keserasian.

23. Implementasi Pancasila dalam tugas Keprajuritan. Manusia hidup di dunia


seolah sedang berlayar dengan sebuah bahtera ditengah lautan, menuju pelabuhan yang
berada jauh di sebuah pulau. Dalam pelayaran tersebut sangat dibutuhkan adanya sebuah
pedoman atau kompas agar bahtera tidak kesasar kemana-mana dan bisa sampai ke tujuan
dengan cepat dan tepat. Begitu juga dalam kehidupan berbangsa dan bernegara tidak
obahnya kita sedang mengarungi lautan yang luas, kita butuh pedoman atau kompas sesuai
dengan kapal yang dibawa. Maksudnya selaku warganegara Indonesia pedoman kita
sudah jelas yaitu Pancasila dan UUD 1945. Dalam perjalanan hidup selaku prajurit TNI di
Negara Kesatuan Repoblik Indonesia pedoman kita yaitu Sapta Marga dan Sumpah Prajurit
yang senantiasa tetap berinduk kepada Pancasila dan UUD 1945. Sapta Marga bagi prajurit
TNI merupakan inti dasar tekad dan isi kalbu dalam mendharma bhaktikan diri kepada
bangsa dan negara yang dilengkapi dengan keyakinan serta tekad yang terkandung dalam
Sumpah Parjurit. Prajurit TNI adalah manusia Sapta marga dan menurut hakekatnya juga
adalah manusia Pancasila, yaitu manusia yang mempunyai keseimbangan jiwa, baik
kedudukannya selaku individu maupun selaku anggota masyarakat.
33

Hubungan Sapta Marga dengan masing-masing sila dalam Pancasila sengat dominan
sekali, mulai dari Marga pertama “Yang bersendikan Pancasila”, Marga kedua “pendukung
serta pembela ideologi negara” Marga ketiga “ bertaqwa kepada Tuhan yang Maha Esa”
dan sampai kepada marga ketujuh, semuanya mempunyai hubungan yang sangat erat
dengan Pancasila. Bagi prajurit TNI, Sapta marga merupakan implementasi dari Pancasila.
Dalam hal ini ada beberapa jiwa yang terdapat dalam Sapta marga diantaranya :
a. Jiwa kenegaraan :
1) Kami warga Negara Kesatuan Repoblik Indonesia.
2) Patriot, pendukung serta pembela ideologi Negara.
3) Sebagai Bhayangkari Negara dan Bangsa Indonesia.
4) Siap sedia berbhakti kepada Negara dan Bangsa.

b. Jiwa Kepemimpinan.
1) Kami sebagai Patriot.
2) Kami sebagai Kesatria.
3) Memegang teguh disiplin, patuh dan ta’at.
4) Mengutamakan keperwiraan dalam melaksanakan tugas.

c. Jiwa Keprajuritan.
1) Kami Patriot pendukung serta pembela.
2) Ksatria yang membela kejujuran, kebenaran dan keadilan.
3) Prajurit sebagai Bhayangkari Negara.
4) Prajurit yang memegang teguh disiplin.
5) Prajuirt yang mengutamaklan keperwiraan.
6) Prajurit yang setia dan selalu menapati janji dan Sumpah Prajuirt.

Boleh jadi pengimplementasian Pancasila dalam kehidupan prajurit sehari-hari


tidak terlepas dari mengaktualisasikan nilai-nilai pengamalan Sapta Marga yang
secara garis besarnya sebagai berikut:
Marga Pertama : Bersendikan Pancasila, aktualisasinya adalah :

1) Setiap ide dan cara berfikir, perbuatan dan tindakan serta usaha-usaha
yang hendak dilaksanakan prajurit dalam pelaksanaan tugas serta mencapai
tujuan hendaklah sejalan dan tidak bertentangan dengan sila-sila dalam
Pancasila.
2) Mempelajari hakekat/ falsafah Pancasila dengan sungguh-sungguh serta
mengamalkannya dalam kehidupan sehari-hari.
Marga kedua : Sebagai patriot serta pembela ideologi negara

Pengamalan kedalam : Melaksanakan Tri pola dasar pembentukan manusia


Pancasila yang meliputi :
1) Memiliki ketahanan dalam bidang kejiwaan dan mental.

2) Memiliki cukup pengetahuan dan kemahiran teknis untuk pelaksanaan


tugas.

3) Memiliki daya tahan pisik/ jasmaniah yang diperlukan untuk


pelaksanaan tugas.
34

Pengamalan keluar :
1) Menyesuaikan sikap dan prilaku hidup yang sesuai dengan azas/prinsip
dan nilai-nilai Ideologi Pancasila.

2) Mengambil tinadakan yang cepat, tegas untuk memelihara dan


mengamankan kemurnian Ideologi Negara.

3) Selalu meningkatkan kewaspadaan terhadap usaha-usaha yang


merusak, merobah dan menghancurkan Pancasila, dengan memelihara
kesiapan pisik dan mental.

Marga ketiga : Sebagai Kesatria yang bertaqwa kepada Tuhan YME

1) Menjalankan ibadah menurut agama/keyakinan masing-masing.

2) Menerapkan norma-norma dan kaidah-kaidah agama/keyakinan dalam


kehidupan dan tata kehidupan sehari-hari.

3) Menempatkan setiap masalah pada proporsi yang sebenarnya.

4) Memupuk kebenaran moril untuk menentukan sikap, perbuatan ataupun


tindakan yang akan diambil.

Marga keempat : Sebagai prajurit Bhayangkari Negara dan Bangsa.


1) Membuka mata dan telinga terhadap segala kejadian dan keadaan yang
terjadi di sekitar kita.

2) Menentukan langkah dan tindakan yang sesuai dengan ketentuan


tatkala melihat dan mengetahui adanya ancaman.

Marga kelima : Memegang teguh disiplin, patuh dan ta’at kepada pimpinan.

1) Melatih diri untuk mematuhi, menta’ati dan melaksanakan tata tertib


yang berlaku sehingga menjadi kebiasaan.

2) Memupuk rasa hormat, percaya dan setia kepada pimpinan, sehingga


tugas yang dilaksanakan bukan karena takut dan bukan mengharapkan pujian,
tapi semata-mata karena ikhlas.

3) Menjaga diri dari sikap dan perbuatan yang tidak sesuai dengan hakekat
dan disiplin keprajuritan

4) Melaksanakan tugas pokok serta fungsi TNI dalam rangka perjuangan


bangsa dan negara.

Marga keenam : Mengutamakan keperwiraan

1) Meningkatkan pengetahuan dan kesadaran akan nilai-nilai sifat


keperwiraan serta menerapkan dalam setiap perbuatan.
35

2) Meningkatkan kemampuan fisik dan teknis agar senantiasa berada


dalam keadaan siap untuk melaksanakan tugas.

3) Mengikuti perkembangan situasi dan kondisi perjuangan yang sedang


berjalan, sehingga selalu dalam keadaan siap sedia.

Marga ketujuah : Prajurit yang setia dan menepati janji

1) Senantiasa memelihara serta meningkatkan keimanan dan ketaqwaan


kepada Tuhan YME.

2) Mendalami arti dan makna janji serta sumpah prajurit, selanjutnya


menerapkan dalam kehidupan sehari-hari.

3) Membina diri pribadi sesuai dengan azas-azas yang berlaku dalam


kehidupan berbangsa dan bernegara dilingkungan TNI.

Implementasi Pancasila dalam tugas keprajuritan di daerah operasi disamping


mengaktualisasikan Sapta Marga juga mengamalkan delapan wajib TNI, serta menitik
beratkan kepada hal-hal sebagi berikut :

1) Senantiasa memupuk iman dan taqwa kepada Tuhan YME terutama


dalam melandasi setiap tugas yang dilaksanakan.

2) Melaksanakan perintah Tuhan sesuai dengan keyakinan agama yang


dianut serta menjauhi segala yang dilarang Nya.

3) Menjaga kerukunan dengan cara menghargai dan menghormati


pemeluk agama lain dalam menjalankan ibadah sesuai dengan agamanya.

4) Menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan, menghormati hak azasi


manusia dengan cara menerapkan delapan TNI wajib dalam berhubungan
dengan masyarakat sekitar tempat tugas dalam arti ramah, sopan santun,
menjunjung tinggi kehormatan wanita, tidak bersikap sombrono, senantiasa
jadi contoh tauladan yang baik, tidak arogan terhadap rakyat dan lain-lain.

5) Berupaya menciptakan persatuan yang kokoh bagi masyarakat disekitar


tempat tugas walaupun mereka punya latar belakang berbeda, baik suku,
agama, ras dan latar belakang budaya serta golongan.

6) Membantu pemerintah agar masyarakat sama-sama ikut serta dalam


memelihara budaya bangsa, ikut membantu pengentasan kemiskinan serta
membantu segala kesulitan rakyat yang ada disekitarnya.

7) Menanamkan rasa cinta tanah air, kesetiaan kepada Pancasila, UUD 45


dan NKRI serta menjadi contoh dalam pelaksanaannya bagi rakyat sekitar
tempat tugas.

8) Senantiasa menghargai supermasi hukum serta menyeimbangkan


antara hak dan kewajiban.
36

24. Implementasi Pancasila dalam kehidupan individu.

a. Senantiasa meningkatkan iman dan taqwa. Iman dan Taqwa adalah kewajiban
setiap individu terhadap Tuhan Yang Maha Esa, karena manusia adalah makhluk
Tuhan yang diciptakan memiliki keutamaan dan kesempurnaan bila dibanding dengan
makhluk lainnya. Dengan keutamaan manusia tersebut mengandung konsekwensi,
yaitu dia harus melaksanakan pengabdian yang lebih kepada Tuhan Sang Pencipta
dibanding dengan makhluk lain. Disamping itu manusia juga wajib untuk
meningkatkan keimanan dan ketaqwaan kepada Tuhan sesuai dengan keyakinan
agama yang dia anut.

Oleh sebab itu manusia yang beriman senantiasa rajin dalam bekerja sesuai
dengan tujuan hidup manusia yaitu: “ bahagia di dunia dan bahagia di akhirat”. Bila
ingin hidup bahagia di dunia, dia harus rajin dan giat dalam bekerja memenuhi segala
keperluan hidup di dunia. Bila ingin bahagia dan mempunyai keutamaan hidup di
akhirat haruslah rajin pula beramal dan beribadah kepada Tuhan sebagai bekal hidup
diakhirat. Kesimpulannya adalah setiap individu prajurit wajib mengamalkan Pancasila
dalam kehidupannya sehari-hari, konsekwensinya dia harus rajin bekerja untuk dunia
dan rajin pula beramal untuk akhirat dalam hal ini terkait dengan upaya meningkatkan
iman dan taqwa.

b. Bersikap dan berprilaku sesuai dengan tuntutan moral atau akhlaq yang mulia.
Moral merupakan ajaran tentang sikap atau prilaku lahir dan bathin yang mempunyai
pengertian hampir sama dengan akhlaq, yaitu sikap dan perbuatan baik lahir maupun
bathin. Manusia selaku makhluk individu merupakan bahagian dari makhluk sosial
yang tidak terlepas dari pergaulan antar mausia. Setiap individu prajurit yang
mengamalkan Pancasila akan melahirkan sikap “teposeliro”, suka menolong, sadar
akan hak dan kewajiban, mengembangkan perbuatan yang luhur, adil, saling
menghargai, mau bekrja keras dan sikap positif lainnya. Hal ini merupakan sikap dan
tingkah laku yang senantiasa diajarkan oleh Moral Pancasila.

c. Hidup dengan kesederhanaan. Prajurit yang mengamalkan moral Pancasila


akan selalu hidup dalam kesederhanaan dan akan menjauhkan diri dari kehidupan
yang penuh hura-hura, yaitu hidup serba berlebihan dan boros. Kesederhanaan itu
juga akan tercermin dalam beberapa hal :

1) Dalam bertutur kata. Menggunakan tata bahasa yang baik,


membiasakan diri dalam mengungkapkan pendapat / perasaan dengan bahasa
Indonesia yang baik, kata yang sopan, santun serta sadar akan kesamaan
kedudukannya terhadap orang lain, sehingga dia tidak sombong.

2) Dalam berpakaian.tidak berlebihan serta tidak menonjolkan diri,


memperlihatkan sifat dan gejala eksentrik yang senantiasa berupaya menarik
perhatian, disamping selalu rapi dan bersih dalam berpakaian.

3) Dalam rumah tangga. Rumah tangganya tidak memperlihatkan kesan


mencolok, dan senantiasa menyesuaikan dengan lingkungan masyarakat
disekitarnya. Rumah tangga yang menonjolkan kelebihan dari masyarakat
sekitar akan melahirkan hidup yang eksklusif, keterasingan serta penilaian
negatif yang akan menjadi pemicu untuk lahirnya kecemburuan sosial.

4) Dalam pergaulan. Sederhana dalam bergaul dengan masyarakat


sekelilingnya, mengandung arti senantiasa bersikap ramah-tamah, suka
37

bertegur-sapa, menyatu dan tidak mengisolasi diri dari pergaulan masyarakat


serta selalu mejaga kerukunan pergaulan dengan lingkungan.

5) Dalam bersikap. Sederhana dalam bersikap dengan senantiasa


memberikan contoh tauladan yang baik, dengan mendorong warga sekitar
untuk bersama membangun lingkungannya serta menumbuhkan rasa
persatuan dan persaudaraan.

25. Implementasi Pancasila dalam Kehidupan Berkeluarga. Pancasila mengandung


nilai-nilai yang cukup mendalam, mulai dari nilai ketuhanan, kemanusiaan, perastuan,
kerakyatan dan keadilan. Dari nilai-nilai tersebut dikembangkan kedalam berbagai aspek
kehidupan, mulai dari kehiduapan pribadi, berkeluarga sampai kehidupan berbangsa dan
bernegara. Bagi prajurit yang Pancasilais implemetasinya dalam kehiduapan berkeluarga
diantaranya adalah sebagai berikut :

a. Bertanggung jawab. Prajurit yang mengamalkan Pancasila akan senantiasa


bertanggung jawab, baik tanggung jawab terhadap diri, terhadap tugas mapun
terhadap keluarganya. Baik suami maupun istri harus mempunyai rasa tanggung
jawab yang tinggi dalam membina keluarga, lantaran tidak sedikit keluarga yang
hancur berantakan lantaran salah satu diantara mereka melepaskan diri dari rasa
tanggung jawab. Prajurit yang mengamalkan Pancasila akan memiliki rasa tanggung
jawab yang lebih tinggi dalam membangun keluarganya, karena dia yakin keluarga
yang terdiri dari manusia yang punya jiwa,adalah amanah Tuhan Yang Maha Esa,
sehingga dia merasa bertanggung jawab untuk adil dalam mengurus rumah
tangganya sendiri.

b. Bersedia bekerja keras buat keluarga. Sebagai seorang prajurit yang punya
kewajiban mengabdi kepada bangsa dan negara, namun dia tidak terlepas akan
tanggung jawab keluarga. Untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarga baik kebutuhan
lahir maupun bathin, haruslah bekerja maksimal sehingga kebutuhan hidup
keluarganya tidak terabaikan dan bisa terpenuhi dengan baik.

c. Memupuk, memelihara dan meningkatkan keimanan dengan menjalankan


syari’at dan ibadah keagamaan dalam keluarga.

d. Mendidik dan membimbing anggota keluarganya untuk hidup sederhana,


hemat serta mempersiapkan kebutuhan masa depan yang lebih baik.

e. Memelihara kerukunan, ketenangan, ketentraman dan kebahagiaan dalam


keluarga, serta menjaga keutuhan keluarga.

f. Pandai membagi waktu sehingga kesejahteraan hidup berkeluarga tidak di


abaikan.

g. Senantiasa memperhatikan kesulitan-kesulitan yang dihadapi oleh anggota


keluarganya, baik yang bersifat lahiriah maupun bathiniah.

h. Memberikan tuntunan dan suri tauladan yang baik, terutama dibidang mental,
moral, akhlak, budi pekerti, serta hak dan kewajiban dalam kehidupan
bermasyarakat.
38

26. Implementasi Pancasila Dalam Kehidupan Bermasyarakat. Dalam kehidupan


sehari-hari seorang prajurit tidak bisa lepas dari kehidupan bermasyarakat karena dia juga
bahagian dari masyarakat. Prajurit bukanlah warga negara yang ekslusif dan terpisah dari
lingkungan kehidupan masyarakat, mereka bukan pula sebagai warga negara yang
istimewa. Namun demikian sesuatu yang tidak bisa dimungkiri dalam kehidupan
bermasyarakat, seorang prajurit pada umumnya sering ditempatkan pada posisi yang lebih
baik. Mereka cendrung dijadikan panutan, dihormati, dan diperlakukan sebagai tokoh atau
pimpinan informal. Sesuai dengan kenyataan tersebut, seorang prajurit dari segi moral harus
mengimplementasikan Pancasila serta Sebelas Azas Kepemimpinan, dengan menitik
beratkan dalam hal-hal sebagai berikut :
a. Ikut serta membina keimanan dan ketaqwaan masyarakat berdasarkan
Ketuhanan Yang Maha Esa sesuai dengan keyakinan agama mereka masing-masing.
b. Ikut serta membina kesadaran masyarakat terutama dalam bidang persatuan,
ketahanan masyarakat, ketahanan mental ideologi, politik, ekonomi dan sosial
budaya.
c. Ikut serta membantu usaha pemerintah dalam memajukan ilmu pengetahuan
masyarakat, baik dalam bidang pembangunan maupun dalam bidang lainnya.
d. Ikut serta dalam usaha-usaha peningkatan kesejahteraan masyarakat, baik
moril maupun materiil dan membantu mengatasi kesulitan masyarakat sekelilingnya.
e. Ikut serta dalam memelihara ketertiban dan keamanan masyarakat, terutama
dalam menegakkan kebenaran serta menegakkan keadilan yang merata.
f. Ikut serta dalam menggalang kerjasama, musyawarah, membina kesatuan
dan persatuan Nasioanal.
g. Ikut serta dalam membina kekuatan dan potensi kejuangan dan potensi
wilayah.

BAB VIII
PERIODESASI PELAKSAAN PANCASILA

27. Umum. Setelah kemerdekaan bangsa Indonesia dengan berlandaskan Pancasila,


maka Pancasila satu-satuanya sebagai dasar negara yang sah, untuk itu akan mengatur
berlangsung sistem pemerintahan selanjutnya. Sebagaimana telah ditetapkan di dalam
Ketetapan MPR No. lI/MPR/1983, pembangunan nasional yang dilaksanakan adalah di
dalam rangka pembangunan manusia Indonesia seutuhnya dan pembangunan seluruh ma-
syarakat Indonesia. Hal ini berarti bahwa pembangunan itu tidak hanya mengejar kemajuan
lahiriah atau kepuasan batiniah saja, tetapi keselarasan, keserasian, dan keseimbangan
antara keduanya, lahiriah dan batiniah, jasmaniah rohaniah, merata di seluruh tanah air dan
untuk seluruh masyarakat Indonesia.

28. Pancasila Sebagai Paradigma Pembangunan. Tujuan negara yang tertuang dalam
Pembukaan UUD 1945 adalah “Melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah
Indonesia” hal ini merupakan tujuan Negara hukum formal. Dalam rumusan “Memajukan
kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa” hal ini merupakan tujuan negara
hukum material, yang secara keseluruhan sebagai tujuan khusus atau nasional. Adapun
tujuan umum atau internasional adalah “ikut melaksanakan ketertiban dunia yang
39

berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial” Secara filosofis hakikat
kedudukan Pancasila sebagai paradigma pembangunan nasional mengandung suatu
konsekuensi bahwa dalam segala aspek pembangunan nasional kita harus mendasarkan
pada hakikat nilai-nilai Pancasila. Unsur-unsur hakikat manusia “monopluralis” meliputi
susunan kodrat manusia, terdiri rokhani (jiwa) dan jasmani (raga), sifat kodrat manusia
terdiri makhluk individu dan makhluk sosial sertakedudukan kodrat manusia sebagai
makhluk pribadi berdiri sendiri dan makhluk Tuhan.
Nilai-nilai dasar Pancasila itu dikembangkan atas dasar hakikat manusia. Hakikat
manusia menurut Pancasila adalah makhluk monopluralis. Kodrat manusia yang
monopluralis tersebut mempunyai ciri-ciri, antara lain:

a. Susunan kodrat manusia terdiri atas jiwa dan raga

b. Sifat kodrat manusia sebagai individu sekaligus sosial

c. Kedudukan kodrat manusia sebagai makhluk pribadi dan makhluk tuhan.

Berdasarkan itu, pembangunan nasional diarahkan sebagai upaya meningkatkan


harkat dan martabat manusia yang meliputi aspek jiwa, raga, pribadi, sosial, dan
aspek ketuhanan. Secara singkat, pembangunan nasional sebagai upaya peningkatan
manusia secara totalitas.

Pembangunan sosial harus mampu mengembangkan harkat dan martabat manusia


secara keseluruhan. Oleh karena itu, pembangunan dilaksanakan di berbagai bidang yang
mencakup seluruh aspek kehidupan manusia. Pembangunan, meliputi bidang politik,
ekonomi, sosial budaya, dan pertahanan keamanan. Pancasila menjadi paradigma
dalam pembangunan politik, ekonomi, sosial budaya, dan pertahanan keamanan.

29. Pancasila Sebagai Paradigma Pembangunan Politik. Manusia Indonesia selaku


warganegara harus ditempatkan sebagai subjek atau pelaku politik bukan sekadar objek
politik. Pancasila bertolak dari kodrat manusia maka pembangunan politik haru dapatmen
ingkatkan harkat dan martabat manusia. Sistem politik Indonesia yang bertolak dari manusia
sebagai subjek harus mampu menempatkan kekuasaan tertinggi pada rakyat.Kekuasaan
adalah dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakya Sistem politik Indonesia yang sesuai
Pancasila sebagai paradigma adalah sistem politik demokrasi bukan otoriter. Berdasar hal
itu, system politik Indonesia harus dikembangkan atas asas kerakyatan ( sila IV
Pancasila).Pengembangan selanjutnya adalah sistem politik di dasarkan pada asas-asas
moral dari pada sila-sila pada Pancasila.Oleh karena itu, secara berturut-turut sistem politik
Indonesia dikembangkan atas moral ketuhanan, moral kemanusiaan, moral persatuan,moral
kerakyatan,dan moral keadilan. Perilaku politik, baikdari warga negara maupun
penyelenggara negara dikembangkan atas dasar moral tersebut sehingga menghasilkan
perilaku politik yang santun dan bermoral.

30. Pancasila sebagai Paradigma Pengembangan IPTEK. Ilmu Pengetahuan dan


Tekhnologi (Iptek) pada hakikatnya merupakan suatu hasil kreativitas rohani manusia. Unsur
rohani (jiwa) manusia meliputi aspek akal, rasa, dan kehendak. Akal merupakan potensi
rohaniah manusia dalam hubungannya dengan intelektualitas, rasa dalam bidang estetis,
dan kehendak dalam bidang moral (etika). Tujuan yang esensial dari Iptek adalah demi
kesejahteraan umat manusia, sehingga Iptek pada hakekatnya tidak bebas nilai namun
terikat oleh nilai. Pengembangan Iptek sebagai hasil budaya manusia harus didasarkan pada
40

moral Ketuhanan dan Kemanusiaan yang adil dan beradab. Terhadap paradigma
pengembangan IPTEK dari setiap sila maka masing-masing sila memberikan arah sebagai
berikut :

a. Sila Ketuhanan Yang Maha Esa, mengkomplementasikan ilmu pengetahuan,


mencipta, keseimbangan antara rasional dan irasional, antara akal, rasa dan
kehendak. Berdasarkan sila ini Iptek tidak hanya memikirkan apa yang ditemukan,
dibuktikan dan diciptakan tetapi juga dipertimbangkan maksud dan akibatnya apakah
merugikan manusia dengan sekitarnya.

b. Sila Kemanusiaan yang adil dan beradab, memberikan dasar-dasar


moralitas bahwa manusia dalam mengembangkan Iptek harus bersifat beradab. Iptek
adalah sebagai hasil budaya manusia yang beradab dan bermoral.

c. Sila Persatuan Indonesia, mengkomplementasikan universalia dan


internasionalisme (kemanusiaan) dalam sila-sila yang lain. Pengembangan Iptek
hendaknya dapat mengembangkan rasa nasionalisme, kebesaran bangsa serta
keluhuran bangsa sebagai bagian dari umat manusia di dunia.

d. Sila Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam


permusyawaratan/perwakilan mendasari pengembangan Iptek secara demokratis.
Artinya setiap ilmuwan harus memiliki kebebasan untuk mengembangkan Iptek juga
harus menghormati dan menghargai kebebasan orang lain dan harus memiliki sikap
yang terbuka untuk dikritik, dikaji ulang maupun dibandingkan dengan penemuan
ilmuwan lainnya.

e. Sila Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, mengkomplementasikan


pengembangan Iptek haruslah menjaga keseimbangan keadilan dalam kehidupan
kemanusiaan yaitu keseimbangan keadilan dalam hubungannya dengan dirinya
sendiri, manusia dengan Tuhannya, manusia dengan manusia lainnya, manusia
dengan masyarakat bangsa dan negara serta manusia dengan alam lingkungannya.
Pancasila sebagai Paradigma Pembangunan POLEKSOSBUDHANKAM Hakikat
manusia merupakan sumber nilai bagi pengembangan POLEKSOSBUDHANKAM.
Pembangunan hakikatnya membangun manusia secara lengkap, secara utuh meliputi
seluruh unsur hakikat manusia monopluralis, atau dengan kata lain membangun
martabat manusia.

31. Pancasila Sebagai Paradigma Pembangunan Ekonomi. Sesuai dengan


paradigma Pancasila dalam pembangunan ekonomi maka sistem dan
pembangunan ekonomi berpijak pada nilai moral daripada Pancasila. Secara khusus,
sistem ekonomi harus mendasarkan pada dasar moralitas ketuhanan (sila I
Pancasila) dan kemanusiaan ( sila II Pancasila). Sistem ekonomi yang mendasarkan
pada moralitas dan humanistis akan menghasilkan sistem ekonomi yang
berperikemanusiaan. Sistem ekonomi yang menghargai hakikat manusia, baik selaku
makhluk individu, sosial, makhluk pribadi maupun makhluk tuhan. Sistem ekonomi
yang berdasar Pancasila berbeda dengan sistem ekonomi liberal yang hanya
menguntungkan individu-individu tanpa perhatian pada manusia lain. Sistem
ekonomi demikian juga berbeda dengan sistem ekonomi dalam sistem sosialis yang
tidak mengakui kepemilikan individu.
41

Pancasila bertolak dari manusia sebagai totalitas dan manusia sebagai subjek.
Oleh karena itu, sistem ekonomi harus dikembangkan menjadi sistem dan
pembangunan ekonomi yang bertujuan pada kesejahteraan rakyat secara keseluruhan.
Sistem ekonomi yang berdasar Pancasila adalah sistem ekonomi kerakyatan yang
berasaskan kekeluargaan. Sistem ekonomi Indonesia juga tidak dapat dipisahkan
dari nilai-nilai moral kemanusiaan. Pembangunan ekonomi harus mampu
menghindarkan diri dari bentuk-bentuk persaingan bebas, monopoli dan bentuk
lainnya yang hanya akan menimbulkan penindasan, ketidakadilan, penderitaan, dan
kesengsaraan warga negara.

32. Pancasila Sebagai Paradigma Pembangunan Sosial Budaya. Pancasila pada


hakikatnya bersifat humanistik karena memang Pancasila bertolak
dari hakikat dan kedudukan kodrat manusia itu sendiri. Hal ini sebagaimana
tertuang dalam sila Kemanusiaan yang adil dan beradab. Oleh karena itu,
pembangunan sosial budaya harus mampu meningkatkan harkat dan martabat manusia,
yaitu menjadi manusia yang berbudaya dan beradab. Pembangunan sosial budaya yang
menghasilkan manusia-manusia biadab, kejam, brutal dan bersifat anarkis jelas
bertentangan dengan cita-cita menjadi manusia adil dan beradab. Manusia tidak
cukup sebagai manusia secara fisik, tetapi harus mampu meningkatkan derajat
kemanusiaannya. Manusia harus dapat mengembangkan dirinya dari tingkat homo
menjadi human.

Berdasar sila persatuan Indonesia, pembangunan sosial budaya dikembangkan atas


dasar penghargaan terhadap nilai sosial dan budaya-budaya yang beragam si
seluruh wilayah Nusantara menuju pada tercapainya rasa persatuan sebagai bangsa.
Perlu ada pengakuan dan penghargaan terhadap budaya dan kehidupan sosial
berbagai kelompok bangsa Indonesia sehingga mereka merasa dihargai dan diterima
sebagai warga bangsa.

33. Pancasila sebagai Paradigma Pengembangan Hankam. Pertahanan dan


Keamanan negara harus mendasarkan pada tujuan demi tercapainya kesejahteraan hidup
manusia sebagai makhluk Tuhan yang Maha Esa. Pertahanan dan Keamanan negara
haruslah mendasarkan pada tujuan demi kepentingan rakyat sebagai warga negara.
Pertahanan dan keamanan harus menjamin hak-hak dasar, persamaan derajat serta
kebebasan kemanusiaan dan Hankam diperuntukkan demi terwujudnya keadilan dalam
masyarakat agar negara benar-benar meletakkan pada fungsi yang sebenarnya sebagai
suatu negara hukum dan bukannya suatu negara yang berdasarkan kekuasaan.

34. Pancasila sebagai Paradigma Reformasi. Negara Indonesia ingin mengadakan


suatu perubahan, yaitu menata kembali kehidupan berbangsa dan bernegara demi
terwujudnya masyarakat madani yang sejahtera, masyarakat yang bermartabat
kemanusiaan yang menghargai hak-hak asasi manusia, masyarakat yang demokratis yang
bermoral religius serta masyarakat yang bermoral kemanusiaan dan beradab. Reformasi
adalah mengembalikan tatanan kenegaraan kearah sumber nilai yang merupakan platform
kehidupan bersama bangsa Indonesia, yang selama ini diselewengkan demi kekuasaan
sekelompok orang, baik pada masa orde lama maupun orde baru. Proses reformasi
walaupun dalam lingkup pengertian reformasi total harus memiliki platform dan sumber nilai
yang jelas dan merupakan arah, tujuan, serta cita-cita yaitu nilai-nilai yang terkandung dalam
Pancasila.
42
RAHASIA

42

BAB VIII
EVALUASI AKHIR PELAJARAN
( Bukan Naskah Ujian )

35. Evaluasi Akhir.


a. Dalam proses pembentukannya terdapat beberapa pengertian awal tentang
keberadaaan Pancasila. Menurut pendapat Siswa apa yang diketahui tentang
Pancasila ?
b. Dalam peranannya Pancasila memilki posisi yang sangat strategis dan vital
dalam kehidupan bangsa dan negara Indonesia. Apa yang Siswa ketahui tentang
Pancasila sebagai pandangan hidup bangsa ?
c. Kebangkitan Nasional/Kesadaran Bangsa Indonesia (20 Mei 1908) pada
permulaan abad XX telah menyebabkan bangsa Indonesia mengubah cara-caranya di
dalam melawan kolonialis Belanda. Jelaskan bentuk-bentuk perubahan dalam
melakukan perlawanan terhadap penjajah tersebut ?
d. Piagam Jakarta merupakan sebuah piagam yang di dalamnya memuat
rumusan dan sistematiks Pancasila. Sebutkan isi dari Piagam Jakarta yang disusun
oleh sembilan tokoh pada tanggal 22 Juni 1945 Jelaskan apa yang dimaksud dengan
Pancasila sebagai Cita-cita dan Tujuan Bangsa Indonesia ?.
e. Dalam setiap sila di dalam Pancasila memilki pengertian yang masing-masing
silanya tidak dapat dilepaskan. Jelaskan Hakikat Pengertian Pancasila, dari Sila
Pertama Ketuhanan Yang Maha Esa ?
f. Dalam hakekat pengertian sila ketiga terdapat pemahaman dari Persatuan
Indonesia. Jelaskan yang dimaksud dengan Paham Negara Persatuan yang
Terkandung di dalam Pembukaan UUD 1945.
g Bagaimanakah Rumusan dasar negara Pancasila yang tercantum dalam
Pembukaan UUD 1945 ?
h. Dalam tata urutan perundang-undangan kita mengenal istilah hirarki
perundang-undangan. Bagaimanakah tata urutan peraturan perundangan yang
menggambarkan bahwa peraturan yang di atas merupakan pangkal bagi peraturan
yang lebih rendah
i. Bagaimana kewajiban Pemerintah atau negara hukum untuk mengatur
pelaksanaan dari pada hak-hak asasi dan dalam menjamin pelaksanaannya ?
j. Dalam pembangunan Nasional apa yang disebut dengan Asas manfaat ?

BAB IX
PENUTUP

36. Penutup. Demikian Naskah Sekolah ini disusun sebagai bahan ajaran untuk
pedoman bagi Gadik dan Pasis dalam proses belajar mengajar pelajaran Pancasila pada
Pendidikan Perwira TNI AD.

RAHASIA

Anda mungkin juga menyukai