RAHASIA
PANCASILA
BAB I
PENDAHULUAN
1. Umum.
a. Setiap Negara yang ingin maju harus mempunyai pedoman dan pegangan
yang jelas dalam penyelenggaraan negara, agar mencapai tujuan negara yang
telah ditetapkan. Demikian pula dengan Negara Kesatuan Republik Indonesia
telah memiliki Pancasila sebagai pedoman dan pegangan bagi setiap warga
negara dan penyelenggara negara, baik dalam kehidupan bermasyarakat,
berbangsa dan bernegara guna mencapai tujuan negara sebagaimana yang
terdapat di dalam Pembukaan UUD 1945.
b. Agar Pancasila dapat digunakan sebagai pedoman dan pegangan oleh
setiap warga negara Indonesia termasuk Prajurit Siswa dalam pelaksanaan
Pembangunan Nasional, maka perlu diberikan Bahan Ajaran ( Hanjar ) Pancasila.
a. Maksud. Naskah Sekolah ini disusun dengan maksud untuk dijadikan salah
satu Bahan Ajaran pada Pendidikan Perwira TNI AD.
b. Tujuan. Naskah Sekolah ini disusun dengan tujuan untuk digunakan sebagai
pedoman bagi Gadik dan Siswa agar mengetahui tentang Pancasila sebagai bekal
dalam pelaksanaan tugas.
3. Ruang lingkup dan Tata Urut. Naskah Sekolah ini tentang Pancasila meliputi :
Pengertian, Fungsi dan Peranan Pancasila, Sejarah perumusan Pancasila Tinjauan
fiosofis Pancasila, Nilai dan implementasi Pancasila serta periodesasi pelaksanaan
Pancasila, yang disusun dengan tata urut sebagai berikut :
a. Pendahuluan.
b. Pengertian, Fungsi dan Peranan Pancasila.
c. Butir-butir Pancasila.
d. Sejarah perumusan Pancasila.
e. Tinjauan Filosofis Pancasila.
f. Nilai dan Implementasi Pancasila.
g. Periodesasi Pelaksanaan Pancasila.
h. Evaluasi Akhir Pelajaran.
i. Penutup.
RAHASIA
2
BAB II
PENGERTIAN, FUNGSI DAN PERANAN PANCASILA
4. Umum. Pancasila, yang berarti lima dasar atau lima azas, adalah nama dasar
negara kita, yaitu negara Republik Indonesia. Istilah Pancasila telah dikenal sejak zaman
Majapahit pada abad XIV, yaitu terdapat di dalam buku Nagarakertagama karangan Pra-
panca dan buku Sutasoma karangan Tantular. Dalam buku Sutasoma istilah Pancasila di
samping mempunyai arti berbatu sendi yang kelima (dari bahasa Sansekerta), juga
mempunyai arti pelaksanaan kesusilaan yang lima (Pancasila Krama), yaitu :
5. Pengertian.
a. Pada tanggal 1 Juni 1945 dalam sidang Badan Penyelidik Usaha-usaha
Persiapan Kemerdekaan, Ir. Soekarno mengusulkan agar dasar negara Indonesia
diberi nama Pancasila. (Menurut beliau nama Pancasila ini didapat atas petunjuk
kawan beliau seorang ahli bahasa). Dengan demikian, dapatlah dimengerti bahwa
dasar negara kita Pancasila bukanlah lahir pada tanggal 1 Juni 1945; kiranya lebih
tepat dikatakan bahwa tanggal 1 Juni 1945 adalah "hari lahir" istilah Pancasila
sebagai nama dasar negara kita. Dasar negara Republik Indonesia, yang sekarang
kita kenal dengan Pancasila, diterima dan disahkan oleh Panitia Persiapan
Kemerdekaan Indonesia (PPKI) yang merupakan penjelmaan atau wakil-wakil seluruh
bangsa Indonesia pada tanggal 18 Agustus 1945, yaitu bersamaan dengan
disahkannya pembukaan UUD 1945 dan batang tubuh UUD 1945. Nama Pancasila
itu sendiri sebenarnya tidaklah terdapat baik di dalam pembukaan UUD 1945 maupun
di dalam batang tubuh UUD 1945. Namun, telah cukup jelas bahwa Pancasila yang
kita maksud adalah lima dasar negara kita sebagaimana yang tercantum di dalam
pembukaan UUD 1945 alinea keempat, yang berbunyi sebagai berikut :
6. Peranan.
a. Pancasila sebagai Pandangan Hidup Bangsa Indonesia.
7. Fungsi.
a. Pendapat di atas menjelaskan betapa fungsi dan kedudukan Pancasila sebagai
pokok kaidah negara yang fundamental. Hal ini penting sekali karena UUD, baik
yang tertulis maupun yang tidak tertulis harus bersumber dan berada di bawah pokok
kaidah negara yang fundamental itu.
b. Berbicara tentang fungsi Pancasila, yang perlu mendapat perhatian kita ialah
apa yang merupakan fungsi pokok Pancasila itu. Penentuan mengenai apa yang
menjadi fungsi pokok ini sangat penting karena sebagaimana telah diuraikan di muka
ada berbagai penyebutan tentang Pancasila yang sekaligus mengandung pengertian
pokoknya. Kaburnya pengertian pokok membawa akibat kaburnya fungsi pokok dan
akibat selanjutnya Pancasila tidak dapat mencapai tujuan untuk apa sebenarnya
Pancasila itu dirumuskan.
c. Fungsi pokok Pancasila adalah sebagai dasar negara, sesuai dengan
pembukaan UUD 1945, dan yang pada hakikatnya adalah sebagai sumber dari
segala sumber hukum atau sumber dari tertib hukum, sebagaimana yang tertuang
dalam Ketetapan MPRS No. XX/MPRS/1966 (jo Ketetapan MPR No. V/MPR/1973
dan Ketetapan MPR No. IX/MPR/1978). Pengertian demikian adalah pengertian
Pancasila yang bersifat yuridis-ketatanegaraan.
d. Pengertian Pancasila yang bersifat sosiologis adalah di dalam fungsinya
sebagai pengatur hidup kemasyarakatan pada umumnya, sedangkan pengertiannya
yang bersifat etis dan filosofis adalah di dalam fungsinya sebagai pengatur tingkah
laku pribadi dan cara-cara dalam mencari kebenaran. Dalam hal yang disebut
terakhir, yakni Pancasila sebagai philosophical way..of thinking atau philosophical
system dapat dianalisis dan dibicarakan secara mendalam karena orang berpikir
secara filosofis tidak akan henti-hentinya, ia selalu mencari dan mencari kebenaran
itu. Namun, harus disadari bahwa kebenaran yang dapat dicapai manusia adalah
kebenaran yang masih relative tidak absolute atau mutlak. Kebenaran yang absolute
atau mutlak adalah kebenaran yang ada pada Tuhan Yang Maha Esa. Oleh karena
itu, dalam mencari kebenaran Pancasila sebagai philosophical way of thingking atau
philosophical sistem tidaklah perlu sampai menimbulkan pertentangan dan
persengketaan apalagi perpecahan.
BAB III
BUTIR – BUTIR PANCASILA
8. Umum. 5 (lima) Asas dalam Pancasila dijabarkan lagi menjadi 36 butir pengamalan
sebagai Pedoman Praktis bagi pelaksanaan Pancasila, yang ditetapkan dalam Ketetapan
MPR No. II/MPR/1978 tentang Ekaprasetia Pancakarsa.
1) Percaya dan Takwa kepada Tuhan Yang Maha Esa sesuai dengan
agama dan kepercayaan masing-masing menurut dasar kemanusiaan yang
adil dan beradab.
2) Bersikap adil.
BAB IV
SEJARAH PERUMUSAN PANCASILA
10. Umum. Sejarah perjuangan bangsa Indonesia dalam mencapai cita-citanya berjalan
berabad-abad dengan cara bermacam-macam dan bertahap. Sejarah perumusan Pancasila
erat hubungannya dengan sejarah perjuangan bangsa Indonesia itu. Karena sejarah
perjuangan bangsa Indonesia sejak berabad-abad yang lalu itu panjang sekali, maka
perlulah ditetapkan tonggak-tonggak sejarah itu, yakni peristiwa-peristiwa yang menonjol,
terutama dalam hubungannya dengan Pancasila.
9
a) Peri Kebangsaan.
b) Peri Kemanusiaan.
c) Peri Ketuhanan.
d) Peri Kerakyatan.
e) Kesejahteraan Rakyat.
a) Kebangsaan Indonesia.
b) Internationalisme, - atau Perikemanusiaan.
c) Mufakat,atau Demokrasi.
d) Kesejahteraan Sosial.
e) Ketuhanan yang berkebudayaan.
2) Untuk lima dasar negara itu oleh beliau diusulkan pula agar diberi nama
Pancasila. Dikatakannya bahwa nama ini berasal dari seorang ahli bahasa
kawan beliau, tetapi tidak dikatakannya siapa. Usul mengenai nama Pancasila
ini kemudian diterima oleh sidang. Jika perumusan dan sistematika yang
dikemukakan/diusulkan oleh Ir. Soekarno itu kita bandingkan dengan Pancasila
yang sekarang, nyata sekali bahwa perumusan dan sistimatika Ir. Soekarno itu
lain dari perumusan dan sistematika Pancasila yang sekarang.
4) Pada tahun 1947, pidato Ir. Soekarno tanggal 1 Juni 1945 diterbitkan/
dipublikasi dengan nama Lahirnya Pancasila, kemudian menjadi populer dalam
masyarakat bahwa Pancasila adalah nama dari dasar negara kita meskipun
bunyi rumusan dan sistematika serta metode berpikir antara usul Dasar Negara
1 Juni 1945 tidak sama dengan Dasar Negara yang disahkan dalam
Pembukaan UUD 1945 tanggal 18 Agustus 1945.
2) UUD 1945 yang telah disahkan oleh PPKI itu terdiri dari dua bagian,
yakni bagian "Pembukaan" dan bagian "Batang tubuh UUD" yang berisi 37
pasal, 1 Aturan Peralihan terdiri atas 4 pasal, 1 Aturan Tambahan terdiri dari, 2
ayat. Di dalam bagian "Pembukaan" yang terdiri atas empat alinea itu, di
dalam alinea ke-4 tercantum perumusan Pancasila yang berbunyi sebagai
berikut :
BAB V
KEDUDUKAN DAN PERAN PANCASILA BAGI BANGSA INDONESIA
12. Umum. Setelah kita memahami dan menghayati sila-sila Pancasila sebagai telah
diuraikan di muka, di bawah ini akan diuraikan sekadarnya pengamalan Pancasila, baik
sebagai pandangan hidup bangsa maupun sebagai dasar negara RI. Pengamalan
Pancasila sebagai pan dangan hidup bangsa dapat pula disebut sebagai pengamalan
Pancasila secara subjektif atau pelaksanaan subjektif Pancasila, sedangkan pengamalan
Pancasila sebagai dasar negara dapat pula disebut sebagai pengamalan Pancasila secara
objektif atau pelaksanaan objektif Pancasila.
15. Kesimpulan. Dari uraian di atas dapat disimpulkan hal-hal sebagai berikut :
BAB VI
TINJAUAN FILOSOFIS PANCASILA
16. Umum. Pancasila sebagai dasar filsafat dari negara Republik Indonesia, secara
resmi ditetapkan oleh Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) pada tanggal 18
Agustus 1945. Rumusannya tercantum pada Pembukaan UUD 1945 dan diundangkan
dalam Berita Republik Indonesia tahun II, No. 7 bersamaan dengan Batang Tubuh UUD
1945. Pada perjalanan waktu sebagai dasar filsafat negara, Pancasila telah mengalami
berbagai interpretasi dan manipulasi makna sesuai dengan kepentingan politik para
penguasa. Pancasila sebagai dasar filasafat negara dan pandangan hidup bangsa harus
22
diletakkan pada kedudukan yang tepat dan benar. Hal itu telah direalisasikan melalui TAP
MPRRI No. XVIII/MPR/1998. Pancasila yang digali dari budaya bangsa merupakan
perjanjian luhur bangsa Indonesia serta mengandung nilai-nilai kebenaran serta ilmu
pengetahuan, maka dalam penggalian tersebut sangat erat kaitannya dengan ilmu filsafat.
Pancasila sebagai suatu sistem filsafat pada hakikatnya merupakan suatu nilai, serta
merupakan sumber dari segala penjabaran norma, baik norma hukum, moral maupun norma
kenegaraan. Pancasila memberikan dasar-dasar yang bersifat fundamental dan universal
bagi bangsa Indonesia, baik dalam kehidupan individu, maupun dalam kehidupan
bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Nilai-nilai tersebut perlu dijabarkan kedalam satu
norma-norma yang jelas, sehingga bisa menjadi suatu pedoman. Pancasila pada hakikatnya
bukanlah suatu pedoman yang langsung bersifat normatif dan praktis, karena dia merupakan
sistem nilai etika dan merupakan sumber norma, baik norma moral maupun norma hukum.
Dalam konteks inilah Pancasila dijadikan asas kerohanian negera, yang merupakan sumber
nilai, norma dan kaidah moral maupun hukum dalam Negara Republik Indonesia.
Kedudukan tersebut mewujudkan fungsi pokok sebagai dasar Negara yang manifestasinya
dijabarkan dalam peraturan perundang-undangan.
17. Filsafat Secara Umum. Filsafat adakalanya mempunyai pengertian yang berbeda-
beda sesuai sudut pandang serta ruang dan waktu dari berbagai kalangan dalam perjalanan
sejarah kehidupan manusia. Sebenarnya dalam sejarah peradaban manusia, filsafat sudah
dianggap segala sesuatu yang berkaitan dengan ilmu, juga mencakup sikap pribadi
manusia, sampai ke alam sekitarnya, yang mengakomodir keseluruhan ilmu pengetahuan
manusia. Menurut Hooking, “ Filsafat ialah pelukisan serta penafsiran yang umum dari
pengalaman kita, serta keharusan untuk memahami sesuatu yang menyebabkan orang
berfilsafat” Dengan kata lain suatu usaha untuk menempatkan diri kita di luar serta di atas
dunia tempat kita hidup dan memandangnya dari sudut pandang yang lebih tinggi.
Dari pendapat, pandangan dan ungkapan yang berbeda dari beberapa ahli filsafat
terdapat beberapa pengertian filsafat, diantaranya adalah :
a. Cinta kebijaksanaan.
b. Ilmu pengetahuan yang menyelidiki hakikat segala sesuatu untuk memperoleh
kebenaran dan kenyataan.
c. Hasil pemikiran yang kritis dan dikembangkan dengan cara yang sistematis.
d. Hasil pemikiran manusia yang paling dalam.
e. Pendalaman yang lebih lanjut dari ilmu pengetahuan.
f. Pandangan hidup.
g. Hasil analisa dan abstraksi.
h. Anggapan dasar.
i. Filsafat mempunyai unsur-unsur, antara lain kritis, analisis, evaluasi dan
abstraksi.
Dari beberapa pengertian tentang falsafat tersebut, dapat diambil suatu ungkapan
dengan mengesampingkan perbedaan, bahwa filsafat adalah : “ Usaha manusia melalui akal
fikiran dan pengalamannya secara kritis, mendasar, integral dan radikal, ingin mencari dan
menemukan kenyataan atau kebenaran, baik mengenai dirinya maupun segala sesuatu
yang dijadikan obyeknya”.
18. Pancasila Ditinjau dari Segi Filosofis. Dalam pembahasan Pancasila akan
dijumpai berbagai penekanan sesuai dengan fungsi dan kedudukannya, baik dari segi
sejarah perumusan, nilai-nilai yang terkandung di dalamnya, maupun sebagai pandangan
hidup bangsa. Selanjutnya Pancasila dijadikan dasar falsafah serta menjadi pandangan
23
hidup bangsa dan dasar negara. Pengertian Pancasila dapat ditinjau dari beberapa segi,
yaitu :
“Panca “ artinya “lima”, sedangkan “sila” juga mempunyai dua asal-usul kata :
Pertama, “ syila” (i) artinya “batu sendi, alas atau dasar”.
Kedua, “syila” (ii) artinya “peraturan tingkah laku yang baik atau yang
penting”.
Dari segi etimologi, kata yang dipakai adalah sila dari pengertian pertama, yaitu
makna leksikal “batu sendi lima” atau secara harfiah bermaksud “berbatu sendi lima
yang berkonotasi kepada dasar yang memiliki lima unsur.
Istilah Pancasila masuk ke Indonesia diperkirakan pada masa kerajaan
Majapahit. Pemakaian pertama kata Pancasila ditemukan dalam buku “ Sutasoma”
yang ditulis oleh Mpu Tantular pada abad XIV. Dalam buku tersebut Pancasila
mengandung lima larangan yang harus dijauhi, yaitu :
Mateni artinya membunuh.
Maling artinya mencuri.
Madon artinya berzina.
Mabok artinya meminum minuman keras atau menghisap candu dan madat.
Main artinya berjudi.
Akhirnya kata Pancasila atau lima dasar susila itu dijadikan inspirasi oleh para
pendiri bangsa untuk menyusun dasar negara yang akan dibentuk.
Pada sidang yang pertama tanggal 29 Mei 1945, Mr. Moh. Yamin
menyampaikan secara lisan lima dasar negara, yaitu : 1. Peri Kebangsaan, 2. Peri
Kemanusiaan, 3. Peri Ketuhanan, 4. Peri Kerakyatan, 5. Kesejahteraan Rakyat.
Setelah berpidato Mr. Moh. Yamin menyerahkan rancangan dasar negara secara
tertulis, yang berisikan sebagai berikut : 1. Ketuhanan Yang Maha Esa, 2.
Kebangsaan Persatuan Indonesia, 3.Rasa Kemanusiaan yang Adil dan Beradab, 4.
Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmah Kebijaksanaan Dalam
Permusyawaratan/Perwakilan, 5. Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia.
Pada tanggal 1 Juni 1945, dalam pidatonya, secara lisan Ir. Soekarno
menyampaikan lima rancangan dasar negara yang akan dibentuk, yaitu : 1.
Nasionalisme atau Kebangsaan Indonesia, 2. Internasionalisme atau Peri
Kemanusiaan, 3. Mufakat atau Demokrasi, 4. Kesejehteraan Sosial, 5. Ketuhanan
yang Berkebudayaan.
3) Persatuan Indonesia.
4) Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan Dalam
Permusyawaratan/Perwakilan. 5. Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat
Indonesia.
c. Terminologi. Secara terminologi atau peristilahan Pancasila adalah lima dasar
negara Republik Indonesia yang sudah dimatangkan oleh PPKI atau panitia sembilan
panitia sembilan pada tanggal 18 Agustus 1945, yang konteksnya terdapat dalam
Pembukaan UUD dan pengesahannya seiring dengan pengesahkan berlakunya UUD
1945. Pembukaan atau Preambul UUD 1945 yang terdiri dari empat alinea dimana
rumusan sila-sila dari Pancasila terdapat pada alinea ke-IV, yang berbunyi sebagai
berikut :
Perlu diketahui bahwa pada periode berikutnya masih terjadi beberapa kali
perubahan tentang rumusan Pancasila, diantaranya berdasarkan Konstitusi RIS yang
berlaku tanggal 29 Desember 1949 sampai dengan 17 Agustus 1950. Rumusan
dalam UUDS 1950, yang berlaku semenjak 17 Agustus 1950 sampai dengan tanggal
5 Juli 1959. Walaupun terjadi beberapa kali perubahan kata, namun pada prinsipnya
makna tidak berubah, sesuai dengan prinsip boleh berbeda tapi makna tidak berubah.
Sama halnya dengan rumusan Pancasila yang populer di kalangan rakyat waktu itu
adalah :
1) Ketuhanan Yang Maha Esa,
2) Peri Kemanusiaan,
3) Kebangsaan,
4) Kedaulatan Rakyat,
5) Keadilan Sosial. .
Bila filsafat Pancasila sudah dapat dihayati sebagai ideologi Pancasila, akan
mudah untuk mengetahui persamaan dan perbedaan serta pertentangannya dengan
ideologi lain seperti ideologi komunisme dan liberalisme. Dengan demikian filsafat
25
Pancasila dapat diamankan dari pengaruh negatif isme-isme lain dan dapat
dikembangkan ke arah yang lebih positif. Filsafat Pancasila adalah aktualisasi
Pancasila dari idealisme fiktif ke dalam realita konkrit, karena sebagai suatu filsafat
fungsinya adalah memberikan suatu kesadaran tentang pandangan hidup, yang
merupakan suatu sistem nilai, dalam arti sila-sila yang terkandung dalam Pancasila
merupakan suatu kesatuan yang bulat dan utuh.
Obyek filsafat Pancasila adalah Pancasila yang tercantum dalam Pembukaan
UUD 1945, sebagai sumber dokumen historis yang telah ditetapkan oleh para pendiri
bangsa pada tanggal 18 Agustus 1945, yaitu Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia tahun 1945. Filsafat Pancasila merupakan ilmu pengetahuan
yang mendalami tentang hakikat (inti dan isi) dari sila-sila Pancasila.
Menurut tinjauan filsafat bahwa Pancasila itu merupakan satu kesatuan yang
utuh dan totalitas, bersifat abstrak, umum dan universal. Pengertian sila menurut
Kamus Umum ”Poerwadarminta” adalah aturan yang melatarbelakangi perilaku
seseorang atau bangsa. Sila yang terdapat dalam Pancasila juga sebagai pedoman
dasar dari perilaku bangsa Indonesia, yang secara keseluruhan mengandung arti :
19. Tingkat Kebenaran Filsafat. Ilmu Filsafat adalah suatu ilmu yang mempelajari
hakikat sesuatu sedalam-dalamnya, ilmu tersebut terdiri dari :
a. Metafisika, yaitu ilmu yang mempelajari tentang sesuatu yang ada di balik yang
fisik, hal ini terdiri dari ;
b. Etika, yaitu ilmu yang mempelajari tentang baik dan buruk perbuatan manusia.
c. Logika, yaitu ilmu yang mempelajari tentang benar dan salah sesuai akal
fikiran.
f. Sejarah filsafat yaitu ilmu yang mempelajari tentang sejarah pemikiran ahli
filsafat.
Disamping itu tingkat kebenaran dari filsafat dapat dilihat melalui beberapa tingkat
yaitu :
1) Kebenaran indra, yaitu kenbenaran yang diperoleh sehari-hari secara
tidak sadar akan tetapi sifatnya mengandung kebenaran.
BAB VII
NILAI DAN IMPLEMENTASI PANCASILA
20. Umum.
a. Pancasila selalu merupakan suatu kesatuan, sila yang satu tidak bisa dilepas-
lepaskan dari sila yang lain; keseluruhan sila di dalam Pancasila merupakan suatu
kesatuan organis atau suatu kesatuan keseluruhan yang bulat.
27
b. Paham kemanusiaan kiranya dimiliki pula oleh bangsa-bangsa lain, tetapi bagi
bangsa Indonesia paham kemanusiaan sebagai yang dirumuskan dalam sila II itu
adalah paham kemanusiaan yang dibimbing oleh Ketuhanan Yang Maha Esa,
tegasnya kemanusiaan sebagaimana diajarkan oleh Tuhan Yang Maha Esa. Inilah
yang dimaksud dengan sila II diliputi dan dijiwai oleh sila I. Begitu pula halnya dengan
sila-sila yang lain. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa sila-sila II, III. IV, dan V
pada hakikatnya merupakan penjabaran dan penghayatan sila I. Adapaun susunan
sila-sila Pancasila adalah sistematis-hierarkis, artinya kelima sila Pancasila itu
menunjukkan suatu rangkaian urut-urutan yang bertingkat (hierarkis). Tiap-tiap sila
mempunyai tempatnya sendiri di dalam rangkaian susunan kesatuan itu sehingga
tidak dapat digeser-geser atau di balik-balik. Ditilik dari intinya, urut-urutan lima sila
itu menunjukkan rangkaian tingkat dalam luas dan isi sifatnya. Tiap-tiap sila yang
dibelakang sila lainnya lebih sempit "luasnya", tetapi lebih banyak "isi sifatnya" dan
merupakan pengkhususan sila-sila yang di mukanya. Sekalipun sila-sila di dalam
Pancasila itu merupakan suatu kesatuan yang tidak bisa dilepas-pisahkan satu dari
yang lain, dalam hal memahami hakikat pengertiannya sangatlah diperlukan uraian
sila demi sila.
c. Dalam hubungan ini, sebagaimana dijelaskan di muka (IV", mengenai
kesimpulan), uraian atau penafsiran itu haruslah bersumber, berpedoman, dan
berdasar kepada pembukaan dan Batang Tubuh UUD 1945.
a. Pengertian Nilai.
b) Nilai vital, yaitu segala sesuatu yang berguna bagi manusia untuk
dapat mengadakan kegiatan atau aktivitas.
(3) Nilai kebaikan atau nilai moral yang bersumber pada unsur
kehendak/kemauan manusia (will, karsa, ethic).
Hubungan Sapta Marga dengan masing-masing sila dalam Pancasila sengat dominan
sekali, mulai dari Marga pertama “Yang bersendikan Pancasila”, Marga kedua “pendukung
serta pembela ideologi negara” Marga ketiga “ bertaqwa kepada Tuhan yang Maha Esa”
dan sampai kepada marga ketujuh, semuanya mempunyai hubungan yang sangat erat
dengan Pancasila. Bagi prajurit TNI, Sapta marga merupakan implementasi dari Pancasila.
Dalam hal ini ada beberapa jiwa yang terdapat dalam Sapta marga diantaranya :
a. Jiwa kenegaraan :
1) Kami warga Negara Kesatuan Repoblik Indonesia.
2) Patriot, pendukung serta pembela ideologi Negara.
3) Sebagai Bhayangkari Negara dan Bangsa Indonesia.
4) Siap sedia berbhakti kepada Negara dan Bangsa.
b. Jiwa Kepemimpinan.
1) Kami sebagai Patriot.
2) Kami sebagai Kesatria.
3) Memegang teguh disiplin, patuh dan ta’at.
4) Mengutamakan keperwiraan dalam melaksanakan tugas.
c. Jiwa Keprajuritan.
1) Kami Patriot pendukung serta pembela.
2) Ksatria yang membela kejujuran, kebenaran dan keadilan.
3) Prajurit sebagai Bhayangkari Negara.
4) Prajurit yang memegang teguh disiplin.
5) Prajuirt yang mengutamaklan keperwiraan.
6) Prajurit yang setia dan selalu menapati janji dan Sumpah Prajuirt.
1) Setiap ide dan cara berfikir, perbuatan dan tindakan serta usaha-usaha
yang hendak dilaksanakan prajurit dalam pelaksanaan tugas serta mencapai
tujuan hendaklah sejalan dan tidak bertentangan dengan sila-sila dalam
Pancasila.
2) Mempelajari hakekat/ falsafah Pancasila dengan sungguh-sungguh serta
mengamalkannya dalam kehidupan sehari-hari.
Marga kedua : Sebagai patriot serta pembela ideologi negara
Pengamalan keluar :
1) Menyesuaikan sikap dan prilaku hidup yang sesuai dengan azas/prinsip
dan nilai-nilai Ideologi Pancasila.
Marga kelima : Memegang teguh disiplin, patuh dan ta’at kepada pimpinan.
3) Menjaga diri dari sikap dan perbuatan yang tidak sesuai dengan hakekat
dan disiplin keprajuritan
a. Senantiasa meningkatkan iman dan taqwa. Iman dan Taqwa adalah kewajiban
setiap individu terhadap Tuhan Yang Maha Esa, karena manusia adalah makhluk
Tuhan yang diciptakan memiliki keutamaan dan kesempurnaan bila dibanding dengan
makhluk lainnya. Dengan keutamaan manusia tersebut mengandung konsekwensi,
yaitu dia harus melaksanakan pengabdian yang lebih kepada Tuhan Sang Pencipta
dibanding dengan makhluk lain. Disamping itu manusia juga wajib untuk
meningkatkan keimanan dan ketaqwaan kepada Tuhan sesuai dengan keyakinan
agama yang dia anut.
Oleh sebab itu manusia yang beriman senantiasa rajin dalam bekerja sesuai
dengan tujuan hidup manusia yaitu: “ bahagia di dunia dan bahagia di akhirat”. Bila
ingin hidup bahagia di dunia, dia harus rajin dan giat dalam bekerja memenuhi segala
keperluan hidup di dunia. Bila ingin bahagia dan mempunyai keutamaan hidup di
akhirat haruslah rajin pula beramal dan beribadah kepada Tuhan sebagai bekal hidup
diakhirat. Kesimpulannya adalah setiap individu prajurit wajib mengamalkan Pancasila
dalam kehidupannya sehari-hari, konsekwensinya dia harus rajin bekerja untuk dunia
dan rajin pula beramal untuk akhirat dalam hal ini terkait dengan upaya meningkatkan
iman dan taqwa.
b. Bersikap dan berprilaku sesuai dengan tuntutan moral atau akhlaq yang mulia.
Moral merupakan ajaran tentang sikap atau prilaku lahir dan bathin yang mempunyai
pengertian hampir sama dengan akhlaq, yaitu sikap dan perbuatan baik lahir maupun
bathin. Manusia selaku makhluk individu merupakan bahagian dari makhluk sosial
yang tidak terlepas dari pergaulan antar mausia. Setiap individu prajurit yang
mengamalkan Pancasila akan melahirkan sikap “teposeliro”, suka menolong, sadar
akan hak dan kewajiban, mengembangkan perbuatan yang luhur, adil, saling
menghargai, mau bekrja keras dan sikap positif lainnya. Hal ini merupakan sikap dan
tingkah laku yang senantiasa diajarkan oleh Moral Pancasila.
b. Bersedia bekerja keras buat keluarga. Sebagai seorang prajurit yang punya
kewajiban mengabdi kepada bangsa dan negara, namun dia tidak terlepas akan
tanggung jawab keluarga. Untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarga baik kebutuhan
lahir maupun bathin, haruslah bekerja maksimal sehingga kebutuhan hidup
keluarganya tidak terabaikan dan bisa terpenuhi dengan baik.
h. Memberikan tuntunan dan suri tauladan yang baik, terutama dibidang mental,
moral, akhlak, budi pekerti, serta hak dan kewajiban dalam kehidupan
bermasyarakat.
38
BAB VIII
PERIODESASI PELAKSAAN PANCASILA
28. Pancasila Sebagai Paradigma Pembangunan. Tujuan negara yang tertuang dalam
Pembukaan UUD 1945 adalah “Melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah
Indonesia” hal ini merupakan tujuan Negara hukum formal. Dalam rumusan “Memajukan
kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa” hal ini merupakan tujuan negara
hukum material, yang secara keseluruhan sebagai tujuan khusus atau nasional. Adapun
tujuan umum atau internasional adalah “ikut melaksanakan ketertiban dunia yang
39
berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial” Secara filosofis hakikat
kedudukan Pancasila sebagai paradigma pembangunan nasional mengandung suatu
konsekuensi bahwa dalam segala aspek pembangunan nasional kita harus mendasarkan
pada hakikat nilai-nilai Pancasila. Unsur-unsur hakikat manusia “monopluralis” meliputi
susunan kodrat manusia, terdiri rokhani (jiwa) dan jasmani (raga), sifat kodrat manusia
terdiri makhluk individu dan makhluk sosial sertakedudukan kodrat manusia sebagai
makhluk pribadi berdiri sendiri dan makhluk Tuhan.
Nilai-nilai dasar Pancasila itu dikembangkan atas dasar hakikat manusia. Hakikat
manusia menurut Pancasila adalah makhluk monopluralis. Kodrat manusia yang
monopluralis tersebut mempunyai ciri-ciri, antara lain:
moral Ketuhanan dan Kemanusiaan yang adil dan beradab. Terhadap paradigma
pengembangan IPTEK dari setiap sila maka masing-masing sila memberikan arah sebagai
berikut :
Pancasila bertolak dari manusia sebagai totalitas dan manusia sebagai subjek.
Oleh karena itu, sistem ekonomi harus dikembangkan menjadi sistem dan
pembangunan ekonomi yang bertujuan pada kesejahteraan rakyat secara keseluruhan.
Sistem ekonomi yang berdasar Pancasila adalah sistem ekonomi kerakyatan yang
berasaskan kekeluargaan. Sistem ekonomi Indonesia juga tidak dapat dipisahkan
dari nilai-nilai moral kemanusiaan. Pembangunan ekonomi harus mampu
menghindarkan diri dari bentuk-bentuk persaingan bebas, monopoli dan bentuk
lainnya yang hanya akan menimbulkan penindasan, ketidakadilan, penderitaan, dan
kesengsaraan warga negara.
42
BAB VIII
EVALUASI AKHIR PELAJARAN
( Bukan Naskah Ujian )
BAB IX
PENUTUP
36. Penutup. Demikian Naskah Sekolah ini disusun sebagai bahan ajaran untuk
pedoman bagi Gadik dan Pasis dalam proses belajar mengajar pelajaran Pancasila pada
Pendidikan Perwira TNI AD.
RAHASIA