Anda di halaman 1dari 16

LAPORAN PENDAHULUAN KOMUNITAS LANSIA

DENGAN DIABETES MELITUS


DI PUSKESMAS STIKES BINA SEHAT PPNI MOJOKERTO

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN


STIKES BINA SEHAT PPNI MOJOKERTO
TAHUN AJARAN 2017-2018
LEMBAR PENGESAHAN

Laporan Pendahuluan Komunitas Lansia dengan Diabetes Melitus di


Puskesmas STIKes Bina Sehat PPNI Mojokerto.

Telah mendapat persetujuan dan pengesahan pada :


Hari :
Tanggal :

Mahasiswa

Mengetahui,

Pembimbing Akademik Pembimbing Ruangan

Kepala Ruangan
LAPORAN PENDAHULUAN

DIABETES MELITUS

Definisi
Pengertian lansia (Lanjut Usia) adalah fase menurunnya kemampuan akal dan
fisik, yang di mulai dengan adanya beberapa perubahan dalam hidup. Ketika
manusia mencapai usia dewasa, ia mempunyai kemampuan reproduksi dan
melahirkan anak. Ketika kondisi hidup berubah, seseorang akan kehilangan tugas
dan fungsi ini, dan memasuki selanjutnya, yaitu usia lanjut, kemudian mati. Bagi
manusia yang normal, siapa orangnya, tentu telah siap menerima keadaan baru
dalam setiap fase hidupnya dan mencoba menyesuaikan diri dengan kondisi
lingkunganya.
Sedangkan menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) pengertian lansia
digolongkan menjadi 4, yaitu:
a. Usia pertengahan (middle age) 45 -59 tahun
b. Lanjut usia (elderly) 60 -74 tahun
c. Lanjut usia tua (old) 75 – 90 tahun
d. Lansia sangat tua (very old) diatas 90 tahun.
Salah satu penyakit yang sering di derita pada lansia adalah Diabetes
Melitus.Diabetes melitus merupakan kelainan metabolisme yang kronis terjadi
defisiensi insulin atau retensi insulin, ditandai dengan tingginya keadaan glukosa
darah (hiperglikemia) dan glukosa dalam urine (glukosuria).
Diabetes mellitus (DM) merupakan penyakit metabolik dengan karakteristik
peningkatan kadar glukosa darah (hiperglikemia) yang terjadi akibat kelainan
sekresi insulin, kerja insulin atau keduanya. Glukosa dibentuk di hati dari
makanan yang dikonsumsi dan secara normal bersirkulasi dalam jumlah tertentu
dalam darah. Insulin merupakan suatu hormon yang diproduksi pankreas yang
berfungsi mengendalikan kadar glukosa dalam darah dengan mengatur produksi
dan penyimpanannya (Smeltzer, 2002)
Jadi dapat disimpulkan bahwa, diabetes mellitus adalah suatu kondisi tubuh
dimana terjadi peningkatan kadar gula dalam darah yang berlebihan karena tubuh
tidak dapat melepaskan atau menggunakan insulin secara adekuat.

Klasifikasi
1. Diabetes Melitus tipe I (IDDM / Insulin Dependent Diabetes Melitus)
Yaitu ditandai dengan kerusakan pada kelenjar sel beta pankreas sehingga
tidak dapat memproduksi insulin.Karakteristik Diabetes Melitus tipe I:
1) Mudah terjadi ketoasidosis
2) Tubuh tidak bisa menghasilkan insulin
3) Tergantung dengan injeksi insulin
4) Terjadi pada anak-anak atau ˂30 tahun
5) Disebabkan autoimun
6) Penyaki muncul tiba-tiba → cepat → kronis
7) Ada riwayat diabetes pada keluarga (10%)

2. Diabetes Melitus tipe II (NIDDM / Non Insulin Dependent Diabetes melitus)


Dikenal dengan maturity concept, dimana tidak terjadi defisiensi insulin
atau tidak membutuhkan insulin melainkan terjadi kerusakan pada insulin dan
reseptor sehingga insulin yang diproduksi tidak mencukupi kebutuhan dalam
tubuh.
DM tipe II berlangsung lambat dan progresif, sehingga tidak terdeteksi
karena gejala yang dialami pasien sering bersifat ringan seperti kelelahan,
iritabilitas, poliuria,polidipsi dan luka yang lama sembuh (Smeltzer&Barre,
2008). Karakteristik DM tipe II :
1) Sukar terjadi ketoasidosis
2) Insulin diproduksi, namun tidak mencukupi kebutuhan dalam tubuh
3) Terjadi pada usia ≥ 30 tahun atau diabetes dewasa
4) Tidak tergantung dengan insulin
5) Bisa dicegah dengan pola hidup sehat, diet sehat, olahraga
6) Gejala lambat (asimptomatik)
7) Ada riwayat diabetes pada keluarga (30%)

3. Diabetes Gestational (DMG atau diabetes melitus gestational)


Yaitu diabetes yang terjadi proses kehamilan (trimester 2-3), gula darah
ibu hamil dengan penyakit ini sangat tinggi, sehingga janin yang dikandungnya
akan berkembang sangat besar bisa mencapai berat 4 kg di dalam kandungan.
Pada masa kehamilan ketika hormon estrogen, progesteron, prolaktin
meningkat maka reseptor akan menurun atau berkurang, sehingga insulin juga
menurun. Ketika insulin menurun dan glukosa meningkat maka terjadilah
hiperglikemi dikarenakan glukosa tidak bisa memproses menjadi glikogen
yang digunakan sebagai sumber kalori, energi, dan nutrisi bagi tubuh.

4. Diabetes mellitus tipe lain


Diabetes melitus yang disebabkan misal karena penderita memiliki
sindrom seperti sindrom chusing, sindrom kelainan hormonal (androgen),dan
lain-lain.
(Kuliah, 2016-2017)

Etiologi
Beberapa ahli berpendapat bahwa dengan bertambahnya umur, intoleransi
terhadap glukosa juga meningkat, jadi untuk golongan usia lanjut diperlukan batas
glukosa darah yang lebih tinggi daripada orang dewasa non usia lanjut.
Beberapa faktor yang berkaitan dengan penyebab diabetes mellitus pada
lansia :
1) Obesitas
Pada lansia cenderung terjadi peningkatan berat badan, bukan karena
mengkonsumsi kalori berlebih namun karena perubahan rasio lemak-otot dan
penurunan laju metabolisme basal. Hal ini dapat menjadi faktor predisposisi
terjadinya diabetes mellitus. Penyebab diabetes mellitus pada lansia secara
umum dapat digolongkan ke dalam dua besar :
a. Proses menua/kemunduran (Penurunan sensitifitas indra pengecap,
penurunan fungsi pankreas, dan penurunan kualitas insulin sehingga
insulin tidak berfungsi dengan baik).
b. Gaya hidup (life style) yang jelek (banyak makan, jarang olahraga,
minum alkohol, dan lain-lain.)
2) Aktivitas fisik yang berkurang
3) Umur yang berkaitan dengan penurunan fungsi sel pancreas dan sekresi
insulin
4) Umur yang berkaitan dengan resistensi insulin (cenderung meningkat pada
usia di atas 65 th) akibat kurangnya massa otot dan perubahan vaskuler
5) Penyakit penyerta
6) Penggunaaan obat-obatan
7) Pada NIDDM Lebih dari 50% lansia diatas 60 tahun yang tanpa keluhan,
ditemukan hasil Tes Toleransi Glukosa Oral (TTGO) yang abnormal.
Intoleransi glukosa ini masih belum dapat dikatakan sebagai diabetes. Pada
usia lanjut terjadi penurunan maupun kemampuan insulin terutama pada post
reseptor.
8) Keturunan atau riwayat keluarga.
9) Keberadaan penyakit lain, sering menderita stress

Patofisiologi
Dalam proses metabolisme, insulin memegang peranan penting yaitu
memasukkan glukosa ke dalam sel yang digunakan sebagai bahan bakar. Insulin
adalah suatu zat atau hormon yang dihasilkan oleh sel beta di pankreas. Bila
insulin tidak ada maka glukosa tidak dapat masuk ke sel dengan akibat glukosa
akan tetap berada di pembuluh darah yang artinya kadar glukosa di dalam darah
meningkat.
Pada Diabetes melitus tipe 1 terjadi kelainan sekresi insulin oleh sel beta
pankreas. Pasien diabetes tipe ini mewarisi kerentanan genetik yang merupakan
predisposisi untuk kerusakan autoimun sel beta pankreas. Respon autoimun
dipacu oleh aktivitas limfosit, antibodi terhadap sel pulau langerhans dan terhadap
insulin itu sendiri.
Pada diabetes melitus tipe 2 yang sering terjadi pada lansia, jumlah insulin
normal tetapi jumlah reseptor insulin yang terdapat pada permukaan sel yang
kurang sehingga glukosa yang masuk ke dalam sel sedikit dan glukosa dalam
darah menjadi meningkat.
Beberapa kondisi dapat menjadi predisposisi bagi seseorang untuk mengalami
diabetes, walaupun terdapat dua tipe yang dominan. Diabetes mellitus tergantung
insulin (Insulin Dependent Diabetes Mellitus (IDDM)), atau diabetes tipe I, terjadi
bila seseorang tidak mampu untuk memproduksi insulin endogen yang cukup
untuk memenuhi kebutuhan tubuh. Tipe diabetes ini terutama dialami oleh orang
yang lebih muda.
Diabetes mellitus tidak tergantung insulin (Non-Insulin Dependent Diabetes
Mellitus (NIDDM)) atau diabetes tipe II, adalah bentuk yang paling sering pada
penyakit ini. Antara 85-90 % orang dengan diabetes memiliki tipe NIDDM, yang
lebih dekat dihubungkan dengan obesitas daripada dengan ketidakmampuan untuk
memproduksi insulin (Beare, 2006)
NIDDM, bentuk penyakit yang paling sering diantara lansia, adalah ancaman
serius terhadap kesehatan karena beberapa alasan, antara lain :
1) Pertama, komplikasi kronis yang dialami dalam hubungannya dengan fungsi
penglihatan, sirkulasi, neurologis, dan perkemihan dapat lebih menambah
beban pada sistem tubuh yang telah mengalami penurunan akibat penuaan.
2) Kedua, sindrom hiperglikemia hipeosmolar nonketotik, suatu komplikasi
diabetes yang dapat mengancam jiwa meliputi hiperglikemia, peningkatan
osmolalitas serum, dan dehidras, yang terjadi lebih sering di antara lansia
(Beare, 2006)
DM Tipe I DM Tipe II

Reaksi Autoimun Proses menua Life style (Kurang olahraga,


atau kemunduran konsumsi alkohol, obesitas, dll)

Kerusakan Sel ß Pankreas Fungsi Pengecap ↓ Fungsi pankreas ↓

Konsumsi gula > ↓ kualitas dan


Defisiensi insulin
kuantitas insulin

Hiperglikemi (DM)

Glukosa intra sel ↓ Komplikasi vaskuler Glikosuria

Glukoneogenesis me ↑ Proses pembentukan Mikro Makro Osmotik


ATP / energi terganggu vaskuler vaskuler deuresis

Cadangan lemak Basa keton ↑ Kekurangan


dan protein < volume
Mata Ginjal Saraf
cairan
↓ BB Ketoasidosis
diabetik Kebutan Nefropati Neuropati
Ekstermitas
Gangguan Kelelahan Risiko Glomerulus - Paraestesia
nutrisi : / Keletihan Cidera terganggu - Nyeri Ulkus kaki /
kurang dari
- Suhu ↓ gangren
keb. tubuh Otak
GGK
Risiko Gangguan
CVA / Stroke O2 ↓ Infeksi Integritas
kulit
Pe ↓ kesadaran Koma
diabetikum Gagal jantung Aterosklerosis Jantung
(PJK )
Manifestasi Klinis
Keluhan umum pasien DM seperti poliuria, polidipsia, polifagia pada lansia
umumnya tidak ada. Osmotik diuresis akibat glukosuria tertunda disebabkan
ambang ginjal yang tinggi, dan dapat muncul keluhan nokturia disertai gangguan
tidur, atau bahkan inkontinensia urin. Perasaan haus pada pasien DM lansia
kurang dirasakan, akibatnya mereka tidak bereaksi adekuat terhadap dehidrasi.
Karena itu tidak terjadi polidipsia atau baru terjadi pada stadium lanjut.
Sebaliknya yang sering mengganggu pasien adalah keluhan akibat komplikasi
degeneratif kronik pada pembuluh darah dan saraf.
Penyakit yang mula-mula ringan dan sedang pada pasien DM usia lanjut
dapat berubah tiba-tiba apabila pasien mengalami infeksi akut. Defisiensi insulin
yang tadinya bersifat relative sekarang menjadi absolute dan timbul keadaan
ketoasidosis dengan gejala khas hiperventilasi dan dehidrasi, kesadaran menurun
dengan hiperglikemia, dehidrasi dan ketonemia. Gejala yang biasa terjadi pada
hipoglikemia seperti rasa lapar, menguap dan berkeringat banyak umumnya tidak
ada pada DM usia lanjut. Biasanya tampak bermanifestasi sebagai sakit kepala
dan kebingungan mendadak. (Sudoyo, 2006)
Pada DM lansia terdapat perubahan patofisiologi akibat proses menua,
sehingga gambaran klinisnya bervariasi dari kasus tanpa gejala sampai kasus
dengan komplikasi yang luas. Keluhan yang sering muncul adalah adanya
gangguan penglihatan karena katarak, rasa kesemutan pada tungkai serta
kelemahan otot (neuropati perifer) dan luka pada tungkai yang sukar sembuh
dengan pengobatan lazim. (Suddarth, 2002)

Penatalaksanaan
Tujuan utama terapi diabetes mellitus adalah mencoba menormalkan aktivitas
insulin dan kadar glukosa darah dalam upaya untuk mengurangi komplikasi.
Tujuan terapeutik pada setiap tipe diabetes adalah mencapai kadar glukosa darah
normal. Penatalaksanaan diabetes tergantung pada ketepatan interaksi dari tiga
factor aktifitas fisik, diet dan intervensi farmakologi dengan preparat
hyperglikemik oral dan insulin.
Pada penderita dengan diabetes mellitus harus pantang guladan makanan
yang manis untuk selamanya. Tiga hal penting yang harus diperhatikan pada
penderita diabetes mellitus adalah 3J (jumlah, jadwal dan jenis makanan) yaitu :
J I :jumlah kalori sesuai dengan resep dokter harus dihabiskan.
J 2 :jadwal makanan harus diikuti sesuai dengan jam makan terdaftar.
J 3 :jenis makanan harus diperhatikan (pantangan guladan makanan manis)

Penatalaksanaan dalam diabetes melitus terbagi menjadi 2, antara lain :


1. Penatalaksanaan Medis
a. Obat Hipoglikemik oral
1) Golongan Sulfonilurea / sulfonyl ureas
Obat ini paling banyak digunakan dan dapat dikombinasikan
denagn obat golongan lain, yaitu biguanid, inhibitor alfa glukosidase
atau insulin. Obat golongan ini mempunyai efek utama meningkatkan
produksi insulin oleh sel-sel beta pankreas, karena itu menjadi pilihan
utama para penderita DM tipe II dengan berat badan yang berlebihan.
Obat-obat yang beredar dari kelompok ini adalah:
a. Glibenklamida (5mg/tablet).
b. Glibenklamida micronized (5 mg/tablet).
c. Glikasida (80 mg/tablet).
d. Glikuidon (30 mg/tablet).
2) Golongan Biguanid / Metformin
Obat ini mempunyai efek utama mengurangi glukosa hati,
memperbaiki ambilan glukosa dari jaringan (glukosa perifer).
Dianjurkan sebagai obat tunggal pada pasien dengan kelebihan berat
badan.
3) Golongan Inhibitor Alfa Glukosidase
Mempunyai efek utama menghambat penyerapan gula di saluran
pencernaan, sehingga dapat menurunkan kadar gula sesudah makan.
Bermanfaat untuk pasien dengan kadar gula puasa yang masih normal.
b. Insulin
1) Indikasi insulin
Pada DM tipe I yang tergantung pada insulin biasanya digunakan
Human Monocommponent Insulin (40 UI dan 100 UI/ml injeksi),
yang beredar adalah Actrapid. Injeksi insulin juga diberikan kepada
penderita DM tipe II yang kehilangan berat badan secara drastis. Yang
tidak berhasil dengan penggunaan obat-obatan anti DM dengan dosis
maksimal, atau mengalami kontraindikasi dengan obat-obatan
tersebut, bila mengalami ketoasidosis, hiperosmolar, dana sidosis
laktat, stress berat karena infeksi sistemik, pasien operasi berat, wanita
hamil dengan gejala DM gestasional yang tidak dapat dikontrol
dengan pengendalian diet.

2) Jenis Insulin
a. Insulin kerja cepat Jenis – jenisnya adalah regular insulin,
cristalin zink, dan semilente.
b. Insulin kerja sedang Jenis – jenisnya adalah NPH (Netral
Protamine Hagerdon)
c. Insulin kerja lambat Jenis – jenisnya adalah PZI (Protamine Zinc
Insulin)

2. Penatalaksanaan Medis
1) Diet
Salah satu pilar utama pengelolaan DM adalah perencanaan makan.
Walaupun telah mendapat tentang penyuluhan perencanaan makanan,
lebih dari 50 % pasien tidak melaksanakannya. Penderita DM sebaiknya
mempertahankan menu diet seimbang, dengan komposisi idealnya sekitar
75 % karbohidrat, 10 % lemak dan 15 % protein. Kandungan rendah lemak
dalam diet ini tidak hanya mencegah arterosklerosis, tetapi juga
meningkatkan aktivitas reseptor insulin.Karena itu diet yang tepat untuk
mengendalikan dan mencegah agar berat badan tidak menjadi berlebihan
dengan cara : Kurangi kalori, kurangi lemak, konsumsi karbohidrat
komplek, hindari makanan yang manis, perbanyak konsumsi serat.
2) Olahraga
Untuk lansia dengan NIDDM, olahraga dapat secara langsung
meningkatkan fungsi fisiologis dan mengontrol serta mengurangi kadar
gula darah karena membuat insulin bekerja lebih efektif. Olahraga juga
membantu menurunkan berat badan, memperkuat jantung atau
meningkatkan sirkulasi darah, dan mengurangi stress. Bagi pasien DM
melakukan olahraga dengan teratur akan lebih baik, tetapi jangan
melakukan olahraga yang berat-berat.
Walaupun berenang dan berjalan cepat telah dinyatakan sebagai
pilihan yang sangat baik untuk lansia dengan NIDDM, tipe aktivitas
lainnya juga sama-sama bermanfaat. Khususnya, aerobik yang
menawarkan manfaat paling banyak. Seseorang dengan NIDDM harus
melakukan latihan minimal satu kali setiap 3 hari (Beare, 2006).
3) Pemantauan
Pada pasien dengan diabetes, kadar glukosa darah harus selalu
diperiksa secara rutin. Selain itu, perubahan berat badan lansia juga harus
dipantau untuk mengetahui terjadinya obesitas yang dapat meningkatkan
resiko DM pada lansia.
4) Nutrisi
Perawat yang membantu lansia dalam merencanakan makan dapat
mengambil kesempatan untuk memberikan pendidikan kepada klien
tentang prinsip umum nutrisi yang baik. Perawat dapat mengajarkan klien
tentang membaca label untuk menghindari asupan sehari-hari, memilih
sumber-sumber makanan rendah kolesterol, dan memasukkan serat yang
adekuat dalam diet mereka. (Beare, 2006)
5) Pendidikan
Pendidikan yang dapat diberikan pada lansia antara lain, diet yang
harus dikosumsi, manfaat latihan atau olahraga, penggunaan insulin,
informasi mengenai diabetes melitus apabila tidak diobati, menjelaskan
prognosis atau dampak kedepannya mengenai penyakit tersebut, dan lain-
lain.

Pemeriksaan Diagnostik
1. Glukosa darah sewaktu
2. Kadar glukosa darah puasa
3. Tes toleransi glukosa
Kadar darah sewaktu dan puasa sebagai patokan penyaring diagnosis DM
(mg/dl)
Bukan DM Belum pasti DM DM
Kadar glukosa darah sewaktu
- Plasma vena < 100 110-199 >200
- Darah kapiler < 90 90-199 >200

Kadar glukosa darah puasa


- Plasma vena <110 110-125 >126
- Darah kapiler <90 90-109 >110

Kriteria diagnostik WHO untuk diabetes mellitus, sedikitnya 2 kali


pemeriksaan:
1. Glukosa plasma sewaktu >200 mg/dl (11,1 mmol/L)
2. Glukosa plasma puasa >140 mg/dl (7,8 mmol/L)
3. Glukosa plasma dari sampel yang diambil 2 jam kemudian sesudah
mengkonsumsi 75 gr karbohidrat (2 jam post prandial (pp) > 200 mg/dl
(Suddarth, Brunner, 2002)

Komplikasi Diabetes Melitus


Berikut beberapa kompliasi dari diabetes melitus :
a. Diabetes ketoasidosis
Diabetes ketoasidosis adalah akibat dari deficit insulin yang berat pada
jaringan adipose, otot skeletal, dan hepar. Jaringan tersebut termasuk sangat
sensitive terhadap kekurangan insulin. DKA dapat dicetuskan oleh infeksi
(penyakit)
b. Retinopati diabetic
Lesi paling awal yang timbul adalah mikroaneurism pada pembuluh
retina. Terdapat pula bagian iskemik, yaitu retina akibat berkurangnya aliran
darah retina. Respon terhadap iskemik retina ini adalah pembentukan
pembuluh darah baru, tetapi pembuluh darah tersebut sangat rapuh sehingga
mudah pecah dan dapat mengakibatkan perdarahan vitreous. Perdarahan ini
bisa mengakibatkan ablasio retina atau berulang yang mengakibatkan
kebutaan permanen.
c. Nefropati diabetic
Lesi renal yang khas dari nefropati diabetic adalah glomerulosklerosis
yang nodular yang tersebar dikedua ginjal yang disebut sindrom
Kommelstiel-Wilson. Glomeruloskleriosis nodular dikaitkan dengan
proteinuria, edema dan hipertensi. Lesi sindrom Kommelstiel-Wilson
ditemukan hanya pada DM.
d. Neuropati
Neuropati diabetic terjadi pada 60- 70% individu DM. Neuropati diabetic
yang paling sering ditemukan adalah neuropati perifer dan autonomic.
e. Dislipidemia
Kelainan metabolisme lipid yang ditandai dengan peningkatan atau
penurunan fraksi atau unsur lipid dalam plasma. Secara umum lipid di dalam
tubuh terdiri dari 2 komponen utama, yakni kolesterol dan triglesirida.
Triglesirida berasal dari pemecahan lemak dari makanan sehingga kadar
triglesirida sangat bergantung pada makanan yang dikonsumsi. Sedangkan
kolesterol adalah bentuk lemak yang berada dalam sirkulasi darah manusia.
Kolesterol dibagi menjadi 2 yaitu LDL (Low density lipoprotein) dan
HDL (High density lipoprotein). LDL merupakan kolesterol jahat, karena
bentuk kolesterol yang paling mudah menempel pada pembuluh darah dan
menyebabkan sumbatan pada PJK. Sedangkan HDL merupakan kolesterol
baik yang mengangkut lemak tubuh ke dalam hati untuk dipecah.
f. Hipertensi
Hipertensi pada pasien dengan DM tipe 1 menunjukkan penyakit ginjal,
mikroalbuminuria, atau proteinuria. Pada pasien dengan DM tipe 2, hipertensi
bisa menjadi hipertensi esensial. Hipertensi harus secepat mungkin diketahui
dan ditangani karena bisa memperberat retinopati, nepropati, dan penyakit
makrovaskular.
g. Kaki diabetic
Ada tiga factor yang berperan dalam kaki diabetic yaitu neuropati,
iskemia, dan sepsis. Biasanya amputasi harus dilakukan. Hilanggnya sensori
pada kaki mengakibatkan trauma dan potensial untuk ulkus. Perubahan
mikrovaskuler dan makrovaskuler dapat mengakibatkan iskemia jaringan dan
sepsis. Neuropati, iskemia, dan sepsis bisa menyebabkan gangrene dan
amputasi.
h. Hipoglikemia
Hipoglikemia adalah keadaan dengan kadar glukosa darah di bawah 60
mg/dl, yang merupakan komplikasi potensial terapi insulin atau obat
hipoglikemik oral. Penyebab hipoglikemia pada pasien sedang menerima
pengobatan insulin eksogen atau hipoglikemik oral.
1. Makroangiopati (aterosklerosis), mikroangiopati, dan neuropati.
2. Koma hiperosmolaritas dimana glukosa darah didapatkan sangat tinggi
(>600 mg/dL)
3. Hipernatremia, osmolaritas tinggi (>350 m Osm/L)
DAFTAR PUSTAKA

Beare, M. S. (2006). Buku Ajar Keperawatan Gerontik, Edisi 2. Jakarta : EGC.

Bulechek Gloria M, d. (2016). Nursing Interventions Classification (NIC), edisi


ke-6. Singapore: CV. Mocomedia.

Herdman, H. T. (2017). Nanda International Inc. Diagnosis Keperawatan :


Definisi & Klasifikasi 2015-2017 Edisi 10. Singapore: CV. Mocomedia.

Kuliah, C. (2016-2017). Sistem Endokrin Mengenai Diabetes Melitus. Semester 4.

Moorhead, S. M. (2016). Nursing Outocomes Classification (NIC), edisi ke-5.


Singapore: CV. Mocomedia.

NANDA, N.-N. (2015). Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa


medis dan Nanda Nic-Noc Edisi Revisi Jilid 1. Yogyakarta: Mediaction.

Smeltzer, B. &. (2002). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Edisi 8 Vol 2.
Jakarta : EGC.

Suddarth, B. (2002). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Edisi 8 Volume 3.


Jakarta: EGC.

Sudoyo, W. A. (2006). Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta : EGC.

Anda mungkin juga menyukai