Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH ALUMINIUM

BAB I

PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang

Metalurgi (metallurgy) adalah ilmu yang mempelajari cara-cara untuk


memperoleh logam (metal) melalui proses fisika dan kimia serta mempelajari cara-
cara memperbaiki sifat-sifat fisik dan kimia logam murni maupun paduannya (alloy).
Metalurgi dibedakan dalam dua kelompok utama, yaitu :

a. Metalurgi Ekstraksi (extractive metallurgy).

b. Metalurgi fisik dan ilmu bahan (physical metallurgy and material science).

Menurut Kirk-Othmer metalurgi ekstraktif adalah ilmu yang mempelajari cara-


cara pengambilan (ekstraksi) logam dari bijih dan proses pemurniannya, sehingga
sesuai dengan syarat-syarat komersial. Adapun proses-proses dari ekstraksi
metalurgi terdiri dari pyrometalurgy yaitu suatu proses ekstraksi metal dengan
menggunakan temperature tinggi, hydrometallurgy yaitu proses ekstraksi pada
temperature yang relative rendah dengan cara pelindian oleh media cairan dan
electrometallurgy yaitu proses ekstraksi yang melibatkan penerapan prinsip
elektrokimia, baik pada temperatur rendah maupun temperatur tinggi.

Aluminium sebagai logam yang bernilai komersial didapatkan dari hasil ekstraksi
metalurgi. Untuk mendapatkan Aluminium ini diperlukan Alumina sebagai bahan
baku yang didapat dari pengolahan bauksit atau dikenal juga dengan proses Bayer
dan proses Hall-Heroult. Pada saat ini Indonesia telah memiliki pabrik peleburan
alumunium satu-satunya dengan cara reduksi elektrolit yang di kelola oleh PT.
Inalum (Indonesia Asahan Alumunium) dimana bahan baku utamanya adalah alumina
(Al2O3).
I.2 Maksud dan Tujuan Penulisan

Adapun maksud dan tujuan dari penulisan ini adalah untuk mengetahui dan
memahami proses-proses ekstraksi metalurgi (proses peleburan dan pemurnian)
bijih Aluminium.

I.3 Permasalahan

Dalam makalah ini masalah yang akan dibahas yaitu mengenai proses
pengolahan bijih Bauksit hingga ekstraksi metalurgi untuk mendapatkan bijih
Aluminium.

I.4 Metode Penulisan

Metode yang digunakan dalam penulisan ini adalah metode literatur, dimana
bahan-bahan penulisan berasal dari buku-buku pedoman, materi kuliah, maupun
sumber lain yang masih berkaitan dengan permasalahan yang akan dibahas.

BAB II

PENAMBANGAN DAN PENGOLAHAN BIJIH BAUKSIT

II.1 Sistem Penambangan Bauksit

Aluminium didapatkan dari bijih bauksit yang ditambang terlebih dahulu. Pada
tahap awal penambangan dilakukan pembersihan lokal (land clearing) dari tumbuh-
tumbuhan yang terdapat di atas endapan bijih bauksit. Hal ini dimaksudkan untuk
mempermudah dalam operasi selanjutnya yaitu kegiatan pengupasan lapisan
penutup (overburden). Metode penambangan bijih Aluminium dapat dilakukan
secara tambang terbuka seperti metode penambangan bijih Aluminium yang
dilakukan di PT. Inalum Sumatra Utara.
Untuk melaksanakan kegiatan pengupasan lapisan penutup digunakan
bulldozer, sedangkan untuk penggalian endapan bauksit digunakan alat gali muat
excavator yang selanjutnya dimuatkan ke alat angkut dump truck. Untuk
mengoptimalkan perolehan, bauksit kadar rendah dicampur (mixing) dengan bijih
bauksit kadar tinggi, hal ini dapat berfungsi juga untuk memperpanjang umur
tambang. Untuk menghindari pengotoran dari batuan dasar yang ikut tergali pada
saat penambangan bauksit, maka penggalian dilakukan dengan menyisakan bauksit
setebal 40 - 50 cm di atas batuan dasarnya. Kemajuan penambangan setiap blok
disesuaikan dengan rencana penambangan pada peta tambang.

GAMBAR 2.1

PENAMBANGAN BAUKSIT

II.2 Pengolahan Bijih Bauksit

Pekerjaan pengolahan bahan galian dilakukan untuk mendapatkan konsentrat


atau bijih yang sesuai dengan standar, keinginan atau patokan pasar dengan
ketentuan - ketentuan atau kriteria tertentu. Adapun konsentrat yang didapatkan
dari hasil pengolahan ini berupa Alumina. Logam alumunium sebagai produk dari
industri pertambangan yang berasal dari pengolahan bijih bauksit melalui standar
yang telah kita kenal, yaitu didapat dari proses pengolahan bauksit menjadi alumina
(proses bayer) dan pengolahan alumina menjadi alumunium (proses Hall-Heroult).

Proses pencucian yang dilakukan bertujuan untuk meliberasi bijih bauksit


terhadap unsur-unsur pengotornya yang pada umumnya berukuran -2 mm yaitu
berupa tanah liat (clay) dan pasir kuarsa. Sehingga hasil dari proses pencucian
tersebut akan mempertinggi kualitas bijih bauksit, yaitu didapatkan kadar alumina
yang lebih tinggi dengan berkurangnya kadar silika, oksida besi, oksida titan dan
mineral-mineral pengotor lainnya.

GAMBAR 2.2
PENCUCIAN BIJIH BAUKSIT

Peralatan pencucian yang dapat digunakan adalah ayakan putar (tromol rail
atau rotary grizzly) dan ayakan getar (vibrating screen). Ayakan putar mempunyai
fungsi untuk mencuci bijih bauksit yang masuk melalui hopper (stationary grizzly),
sedangkan ayakan getar berfungsi untuk mencuci bijih bauksit yang keluar dari
ayakan putar. Ayakan getar mempunyai dua tingkat ayakan, dimana ayakan tingkat
pertama (bagian atas) mempunyai lebar lubang bukaan 12,5 mm dan ayakan tingkat
kedua (bagian bawah) mempunyai lebar bukaan 2 mm sehingga alat ini sering juga
disebut dengan system ayakan getar bertingkat (vibration horizontal double deck
screen).

GAMBAR 2.3

BAGAN ALIR PENCUCIAN BAUKSIT

Dengan demikian selama proses pencucian, bijih mengalami tiga tahap proses
pencucian antara lain :

1. Proses penghancuran untuk memperkecil ukuran bijih bauksit yang berasal dari
front penambangan.

2. Proses pembebasan (liberasi) yaitu proses pembebasan bijih bauksit dari unsur-
unsur pengotor.

3. Proses pemisahan (sorting) terhadap bijih bauksit yang berdasarkan pada


perbedaan ukuran dan pemisahan terhadap fraksi yang tidak diinginkan yaitu
yang berukuran -2 mm.

Adapun mekanisme dari pengolahan bijih Bauksit menjadi Alumina (proses


Bayer) adalah sebagai berikut :

a. Mereduksi ukuran bijih bauksit yang akan dijadikan feed deangan cara digerus
(grinding). Hal ini bertujuan untuk mempercepat proses pelarutan. Hasil atau
produk dari proses penggerusan ini umumnya yang dipakai sebagai feed pada
proses bayer yaitu bijih yang berukuran kurang dari 35 mesh.

b. Melarutkan alumina yang terdapat dalam bijih bauksit dengan larutan soda api
atau “caustic soda”dengan konsentrasi dan temperature tertentu, dengan
menggunakan media uap sebagai pemanas didalam suatu tabung yang dibuat dari
baja yang tehan terhadap tekanan yang timbul akibat proses pemanasan selama
berlangsungnya proses pelaruatan. Suhu pelarutan sekitar 108osampai 250o
dengan konsentrasi soda api 250 sapai 400 gr/liter. Pemilihan temperatu dan
konsentrasi serta lamanya waktu pelarutan tergantung pada sifat-sifat spesifik
bijih bauksit yang digunakan dan berdasarkan perhitungan-perhitungan yang
paling ekonomis meliputi semua rantai proses beserta efek- efeknya untuk dapat
menghasilkan alumina dengan mutu yang memenuhi persyaratan sesuai yang
dibutuhkan. Reaksi yang terjadi pada prosespelarutan adalah:

Bauksit + NaOH NaAlO2 + H2O

Atau

Al2O33H2O + 2NaOH 2NaAlO2 + 4H2O

Sesuai dengan reaksi diatas, diperkirakan sekitar 90% alumina yang ada dalam
bijih beuksit akan larut menjadi NaAlO2. sedangkan rekasi sampingan yang
terjadi sebagai akibat adanya unsure silica reaktif dalam bijih bauksit adalah:

SiO2 + 2NaOH Na2SiO2

5SiO2 + 6NaAlO2 + 5H2O 3Na2O.3Al2O3.5SiO2.5H2O

c. Proses memisahkan larutan natrium aluminat (NaAlO2) dari benda padat yang
tidak larut dan produk dari reaksi disilikasi. Pemisahan dilkaukan dengan cara
pengendapan, suhu pengendapan dikontrol sekitar 100oC, dimana alumina masih
dalam kondisi kelarutannya. Dari proses pengendapan ini akan didapat suatu
produk berupa larutan natrium aluminat yang bening.

d. Larutan bening yang didapat, kemudian diproses lagi dengan proses. Presipitasi
dengan cara menambahkan serbuk Al2O3 sebagai inti pengendapan (seed).
Endapan yang etrbentuk merupakan kristal-kristal dari hidrat alumina dan
sebagian teraglomerasi membentuk gumpalan-gumpalan alumina yang lebih
besar dan tidak mudah pecah. Hasil dari proses presipitasi yang ukurannya
dikembalikan lagi kedalam proses Presipitasi sebagai inti pengendapan. Larutan
sisa presipitasi (spent liquor), dimanfaatkan kembali dengan cara
mengembalikannya kedalam proses pelarutan dengan terlebih dahulu di uapkan
kemudian ditambahkan soda api. Reaksi yang terjadi selama berlangsungnya
proses presipitasi adalah:

2NaAlO2 + 4H2O 2NaOH + Al2O33H2O

e. Hidrat alumina yang didapat dari proses presipitasi sdan memenuhi persyaratan
yang telah ditentukan, selajutnya akan mengalami proses kalsinasi
(pemanggangan) pada suhu sekitar 1.200oC yang bertujuan untuk mengeluarkan
juga mengurangi kadar air dan air kristal yangbterikat dalam gumpalan-gumpalan
alumina. Reaksi-reaksi yang terjadi pada proses kalsinasi adalah :

Al2O33H2O Al2O3 + 3H2O

Al2O3 yang didapat dari proses diatas adalah alumina yang siap dikirim ke pabrik
peleburan untuk dilebur menjadi aluminium.

BAB III

DASAR – DASAR FISIKA DAN KIMIA ALUMINIUM

III.1 Dasar-Dasar Fisika Aluminium


Sebelum logam-logam atau senyawa-senyawa logam di ekstraksi dari bijihnya
perlu dilakukan proses-pengerjaan fisik terhadap bijih tersebut. Adapun
pengerjaan fisik yang dilakukan terhadap bijih Bauksit untuk meningkat kadarnya
yaitu mereduksi ukuran bijih bauksit yang akan dijadikan feed deangan cara
digerus (grinding). Hal ini bertujuan untuk mempercepat proses pelarutan. Hasil
atau produk dari proses penggerusan ini umumnya yang dipakai sebagai feed pada
proses bayer yaitu bijih yang berukuran kurang dari 35 mesh.

III.2 Dasar Kimia Bijih Aluminium

Dalam melakukan pengolahan untuk mendapatkan Aluminium diperlukan


penambahan soda abu setelah mereduksi ukuran bijih Bauksit. Reaksi Soda Abu
(NaOH) dengan bijih Bauksit (Al2O33H2O) memerlukan panas dan sebagai hasil dari
reaksi ini menghasilkan natrium aluminat (NaAlO2).

Al2O33H2O + 2NaOH 2NaAlO2 + 4H2O

Untuk pengolahan selanjutnya natrium aluminat (NaAlO2) didapatkan dengan


cara pengendapan.

BAB IV

PEMBAHASAN

IV.I Ekstraksi Bijih Aluminium

Bijih alumunium yang lebih dikenal dengan nama bauksit banyak terdapat di
daerah Tropik dan Sub-Tropik, yaitu Afrika, India Barat, Amerika Selatan dan
Australia. Bijih bauksit dimurnikan menjadi alumunium oxide trihydrate (alumina)
kemudian secara elektrolisa direduksi menjadi logam alimunium. Logam
alumunium sebagai produk dari industri pertambangan yang berasal dari
pengolahan bijih bauksit melalui standar yang telah kita kenal, yaitu didapat dari
proses pengolahan bauksit menjadi alumina (proses bayer) dan pengolahan
alumina menjadi alumunium (proses Hall-Heroult).
Setelah mendapatkan Alumina dari proses Bayer maka proses selanjutntya
untuk mendapatkan Aluminium adalah peleburan Alumina. Proses ini didasarkan
pada prinsip elektrolisa lelehan garam alumina pada temperature yang tinggi.
Syarat alumina yang akan dilebur menjadi logam aluminium adalah sebagai berikut
:

a. kadar Al2O3 98,50% - 99,40%

b. kadar SiO2 0,015% - 0,03%

c. kadar Fe2O3 0,015% - 0,03%

d. kadar TiO2 0,001% - 0,003%

Beberapa perlengkapan yang digunakan dalam proses Hall-Heroult


(Berdasarkan PT. Inalum) antara lain :

a. Anoda karbon yang digunakan di pabrik reduksi merupakan anoda karbon hasil
produksi dari pabrik karbon yang ada di PT. Inalum. Anoda ini terbuat dari kokas
residu hasil penyulingan minyak bumi atau kokas batubara. Anoda ini dilengkapi
dengan tangkai (rodding) untuk menghubungkan arus dari busbar anoda ke blok
anoda karbon. Anoda yang dipakai pada proses Hall-Heroult adalah karbon.
Pemilihan material karbon sebagai anoda ini perlu dipertimbangkan
berdasarkan acuan literatur sebagai berikut:

1) Konduktivitas listrik tinggi (0,0036-0,0091 Ωcm) agar aliran listrik dapat


mengalir efektif.

2) Daya tahan panas tinggi, titik sublimasi 4.200oC dan titik leleh 3.700oC pada
tekanan 1 atm berguna untuk bekerja pada suhu operasi yang tinggi (965 oC)

3) Konduktivitas panasnya tinggi berguna pada saat proses backing sehingga pot
reduksi cepat mencapai suhu yang tinggi.
4) Ekspansi panas yang rendah (± 0,5 kali tembaga) berguna pada saat konstruksi
perangkaian anoda agar anoda tidak terlepas dari tangkainya karena
pemuaian.

5) Densitas rendah (1,4-1,7 gr/m3) agar partikel karbon yang terlepas (debu)
tidak terendapkan pada katoda sehingga tidak mengotori produk ingot.

b. Katoda

Katoda merupakan elektroda berkutub negatif. Katoda yang sering


digunakan pada proses Hall-Heroult adalah katoda karbon.

Kategori dalam pemilihan karbon berdasarkanbahan baku dan proses


pembuatannya harus memiliki spesifikasi sebagai berikut :

1) Katoda amorphus bahan baku antrasit, suhu pemanggangan 1.200oC.

2) Katoda semigrafit bahan baku grafit, suhu pemanggangan 1.200oC.

3) Katoda semigrafit bahan baku semigrafit, suhu pemanggangan 2.300 oC.

4) Katoda semigrafit bahan baku kokas, terintegrasi hingga suhu 3.000oC.

c. Elektrolit

Elektrolit yang dipakai dibagian reduksi PT. Inalum pada proses Hall-
Heroult adalah lelehan kryolite (Na3AlF6). Lelehan ini dipilih karena
kemampuannya melautkan berbagai jenis oksida dengan baik. Kelarutan
alumina dalam kryolite (bath) dipengaruhi oleh suhu lelehan kryolite. Pada
suhu ± 960oC alumina melarut dalam lelehan kryolite murni sebanyak 11% dari
beratnya. Kelarutan alumina juga dapat dipengaruhi oleh zat tambahan (aditif)
dalam kryolite.

d. Bath
Bath adalah cairan yang mengandung 70-90% kryolite (Na3AlF6) dan
komponen lainnya seperti alumina dan alumunium fluorida. Dalam satu pot
reduksi alumunium dibutuhkan 12 ton bath. Karena hanya berfungsi sebagai
elektrolit, kehilangan kryolite di pot reduksi selama produksi relatif kecil yaitu
sekitar 0,2 kg/ton alumunium yang umumnya terjadi karena penguapan.

Bath ini memiliki sifat yang menguntungkan untuk operasi peleburan. Sifat-
sifat tersebut antara lain sebagai berikut :

1) Mampu melarutkan alumina dengan baik

2) Konduktivitas tinggi

3) Tegangan dekomposisi lebih tinggi dai alumina

4) Titik lelehnya relatif rendah

5) Tidak bereaksi dengan alumina dan karbon

6) Cukup encer sebagai pelarut

7) Tekanan uap rendah

TABEL 3

KOMPOSISI BATH

Komponen Kandungan (%)


AlF3 (Alumunium Florida) 7-9

CaF2 (Kalsium Florida) 3-4

Al2O3 (Alumina) 1-8

Na3AlF6 (Kryolite) 79-90


e. Alumunium Fluorida (AlF3)

Penggunaan Alumunium Fluorida (AlF3) didalam proses peleburan antara


lain dapat menurunkan nilai liquidus temperatur, daya serap logam dam cairan,
tegangan permukaan, kekentalan dan berat jenis serta dapat meningkatkan
keasaman bath. Sedangkan efek yang tidak diinginkan dari penambahan AlF 3 ini
adalah dapat menurunkan daya larut alumina, konduktivitas listrik serta
tekanan uap.

f. Soda Abu

Pemakaian soda abu pada pot reduksi hanya pada saat transisi saja, yaitu
untuk memperkuat struktur lapisan karbon pada katoda dan dinding samping
sehingga tidak mudah tererosi baik oleh bath maupun metal alumunium.
Pemakaian soda abu juga membantu mempercepat terbentuknya lapisan kerak
di dinding samping pot. Lapisan kerak ini fungsinya sebagai penahan erosi bath.

g. Energi Listrik

Energi listrik merupakan faktor penting pada peleburan alumunium


khususnya di bagian reduksi. Energi listrik yang digunakan merupakan energi
listrik arus searah (DC) untuk melangsungkan proses elektrolisis sekaligus
menghasilkan panas untuk melelehkan kryolite dan untuk mengoperasikan alat-
alat atau sistem pemrosesan lainnya pada pabrik reduksi.

Proses Hall-Heroult didasarkan pada prinsip elektrolisa lelehan garam alumina


pada temperatur tinggi (2.050oC). Lelehan garam alumina merupakan campuran
alumina (Al2O3) dengan kryolite (Na3AlF6) dengan titik leleh 1.010oC. Bejana yang
diperlukan dalam proses peleburan alumunium dengan proses Hall-Heroult disebut
bejana sel elektrolisa rectangular yang mempunyai dua elektroda, yaitu anoda
(elektroda positif) dan katoda (elektroda negatif).
Karena proses ini didasarkan pada proses elektrolisa maka dalam bejana ini
diperlukan suatu media yang dapat menyalurkan arus listrik untuk keperluan
tersebut. Oleh karena itu dipasanglah batang-batang baja yang dipasang pada dasar
bejana tersebut. Arus listrik yang dialirkan akan menyebabkan kedua elektroda
saling berinteraksi. Interaksi ini disebabkan karena adanya beda potensial yang
dimiliki kedua elektroda tersebut akibat aliran arus listrik yang dialirkan.

Reaksi dasar yang terjadi pada sel elektrolisa adalah sebagai berikut :

Katoda : 4Al2O3 8Al + 6O2

Anoda : 7C + 6O2 5CO2 + 2CO

___________________________________

4Al2O3 + 7C 8Al + 5CO2 + 2CO

Pada reaksi diatas dapat kita lihat bahwa produk setelah reksi adalah logam
aluminium, gas CO dan gas CO2. logam aluminium yang didapat dari proses ini akan
terendapkan pada dasar bejana elektrolisa, hal ini disebabkan karena beret jenis
logam aluminium lebih besar dri pada berat jenis larutan campuran alumina dan
kryolit. Logam aluminium produk dari reaksi ini akan memiliki presentase (kadar)
aluminium sekitar 99,70% dan siap untuk dipasarkan. Pemasaran logam ini biasanya
dalam bentuk balok-balok aluminium atau lebih dikenal dengan nama “aluminium
ingot”. Secara sistematis proses peleburan alumina menjadi aluminium dapat
digambarkan pada bagan berikut :

GAMBAR 4.1

SKEMA PROSES HALL HERRAULT

Untuk keperluan yang sifatnya langsung, logam aluminium yang didapat dari
pross elektrolisa tidak perlu lagi dimurnikan, misalnya untuk keperluan dunia
rekayasa dan elektronika. Sedangkan untuk keperluan yang sifatnya khusus,
misalnya untuk keperluan industri, pengepakan, makanan atau industri obat-
obatan, maka aluminium ini harus diproses lagi. Proses ulang ini disebut
“refinery”, dari proses ini akan didapatkan suatu produk logam aluminium dengan
kadar 99,9%.

BAB V

PENUTUP

Aluminium sebagai produk yang bernilai komersial didapatkan dari pengolahan bijih Bauksit.
Bijih Bauksit dari lokasi tambang terlebih dahulu dilakukan pengecilan ukuran (reduksi) untuk
memudahkan pada proses selanjutnya. Pengolahan bijih Bauksit ini dibedakan dalam dua proses
yaitu Proses Bayer, yaitu proses pengolahan bijih Bauksit untuk mendapatkan Alumina (Al 2O3)
dan proses Hall – Heroult yaitu proses peleburan Alumina untuk mendapatkan Aluminium.
Adapun Syarat alumina yang akan dilebur menjadi logam aluminium adalah sebagai berikut :

1. kadar Al2O3 98,50% - 99,40%

2. kadar SiO2 0,015% - 0,03%

3. kadar Fe2O3 0,015% - 0,03%

4. kadar TiO2 0,001% - 0,003%

Aluminium yang didapat dari proses peleburan ini memiliki kadar sekitar 99,70%

Anda mungkin juga menyukai