Anda di halaman 1dari 5

BAB II

DASAR TEORI

2.1 Genesa Bauksit


Bauksit merupakan bijih utama dari alumunium, perlu dipahami bahwa
bauksit adalah batuan bukan mineral tunggal. Rumus kimia bauksit adalah
Al(OH)3. Bauksit pertama kali ditemukan di Indonesia pada tahun 1924 di Kijang,
pulau Bintan. Deposit bauksit utamanya tersebar di Kepulauan Riau, Kalimantan
Barat, Bangka dan Belitung. Bauksit di Indonesia pada umunya terbentuk dari
proses sekunder berupa pelapukan pada batuan yang kaya akan mineral
alumunium (Al) seperti granit, granodiorit, diorit, gabro, dan andesit. Batuan-
batuan asal tersebut akan mengalami proses lateritisasi karena perubahan
temperature secara terus menerus, sehingga pada kondisi ini batuan akan mudah
lapuk dan hancur.

Pada musim hujan, air akan membawa material yang mudah larut, tetapi
material yang tidak larut akan tetap tinggal pada batuan dan selanjutnya
membentuk residu, jika residu tersebut kaya akan alumunium maka residu
tersebut disebut bauksit laterit. Proses pengendapan bauksit membutuhkan daerah
yang stabil, dimana proses erosi vertikal tidak aktif lagi, kondisi ini biasanya
terdapat pada daerah peneplain.

2.2 Faktor-Faktor Terbentuknya Bauksit


Pada proses terbentuknya bauksit, beberapa faktor yang mempengaruhi
proses pengendapan bauksit seperti yang disebutkan oleh Alcomin (1974), adalah
sebagai berikut:
1. Sumber batuan yang kaya akan unsur-unsur Al.
2. Wilayah sub tropis dengan lingkungan penguapan yang tinggi.
3. Suhu harian rata-rata >25°C.
4. Topografi bergelombang.
5. Daerah stabil.

4
6. Formasi batuan.

2.3 Jenis-Jenis Bauksit


Keterdapatan bauksit di alam dapat dibagi menjadi dua tipe (Retallack 2010)
yaitu:
1. Bauksit laterit: produk sekunder dalam bentuk endapan dari batuan asal
(batuan beku) yang kaya akan mineral feldspar (granodiorit, diorite, gabbro,
andesit dan granit) yang mengalami laterisasi, pelapukan dan pengayaan
sekunder menjadi Lateritic-Bauxite. Pada tipe ini mineral Gibbsite atau
Hydrargillite (Al2O3 3H2O) seringkali ditemukan.

2. Bauksit karst: produk pelarutan dari batugamping yang kaya akan mineral
aluminium silikat membentuk endapan Carbonate-Bauxite. Impurities
ditemukan dalam bentuk Halloysite, Kaolinite, Nontronite dan Oksida Besi,
kadang-kadang Octahedrite. Mineral Boehmite atau Diaspore (Al2O3 H2O)
seringkali ditemukan pada tipe ini.

2.4 Karakteristik Bauksit


Warna bauksit jika dilihat dengan mata telanjang berwarna coklat orange
kekuning-kuningan. Tetapi, jika dilihat dengan menggunakan mikroskop akan
nampak adanya kristal berwarna kehitaman.

Sifat bauksit termasuk sangat lunak dengan angka kekerasan 1-3 skala Mohs.
Selain itu juga relatif ringan dengan berat jenis 2,3-2,7. Bauksit mudah patah dan
tidak dapat larut dalam air serta tidak akan terbakar.

2.5 Tahapan dan Pengolahan Bijih Bauksit


Di dalam pemanfaatanya bijih bauksit digunakan untuk membuat alumunium
dapat dilakukan dengan 2 tahapan, yaitu:
1. Proses Bayer
Proses ini merupakan proses pemurnian bijih bauksit untuk menghasilkan
alumunium oksida atau yang biasa disebut alumina.

2. Proses Hall-Heroult

5
Proses ini merupakan proses peleburan alumunium oksida atau alumnina
untuk menghasilkan alumunium murni yang siap digunakan.

Proses Bayer adalah suatu proses pengolahan bauksit menjadi alumina yang
dikembangkan oleh Karl Josef Bayer, seorang ahli kimia berkebangsaan Jerman
yang biasanya digunakan untuk memperoleh aluminium murni. Secara garis besar,
proses Bayer dapat dilihat pada Gambar 1.1.

Sumber: The Australian Alumunium Council


Gambar 1.1 Proses Pemurnian Bauksit

Bauksit halus yang kering dimasukkan ke dalam autoclave dan direaksikan


dengan soda api (NaOH) di bawah pengaruh tekanan dan pada suhu di atas titik
didih. Bauksit merupakan sumber utama aluminium dengan kadar alumina sekitar
40 – 60% dan sisanya berupa silikon, titanium, oksida besi dan pengotor lainnya.
Alumina (Al2O3) adalah bahan baku utama untuk memproduksi aluminium.
Alumina mempunyai morfologi berbentuk bubuk berwarna putih dengan berat
molekul 102, titik leleh 2050°C dan densitas 3,5 – 4,0 gr/cm3. Dalam industri
peleburan, alumina mempunyai 3 fungsi penting, yaitu:
1. Sebagai bahan baku utama dalam memproduksi aluminium;
2. Sebagai insulasi termal untuk mengurangi kehilangan panas dari atas pot, dan
untuk mempertahankan temperatur operasi;
3. Melindungi anoda dari oksidasi udara.

6
Alumina yang dihasilkan dari proses Bayer ini mempunyai kemurnian yang
tinggi dengan melakukan reaksi kimia berdasarkan pada kelarutan aluminium.
Pada proses Bayer bauksit dari tambang dihaluskan, dicuci dan dikeringkan.
Setelah itu dilakukan penyaringan untuk memperoleh bauksit yang halus dan
kering yang sebagiannya akan menjadi residu. Sesudah itu bauksit mengalami
pemurnian menjadi oksida aluminum atau alumina. Proses Bayer biasanya
digunakan untuk memperoleh aluminium murni.
Adapun mekanisme dari pengolahan bijih bauksit menjadi alumina pada
proses Bayer adalah sebagai berikut:
1. Mereduksi ukuran bijih bauksit yang akan dijadikan umpan dengan cara
digerus. Hal ini bertujuan untuk mempercepat proses pelarutan. Hasil atau
produk dari proses penggerusan ini umumnya yang dipakai sebagai umpan
pada proses Bayer, yaitu bijih yang berukuran lolos dari 35 mesh.
2. Melarutkan alumina yang terdapat dalam bijih bauksit menggunakan larutan
soda api dengan konsentrasi dan temperatur tertentu serta menggunakan
media uap sebagai pemanas di dalam suatu tabung yang dibuat dari baja yang
tahan terhadap tekanan yang timbul akibat pemanasan selama berlangsungnya
proses pelarutan. Suhu pelarutan sekitar 108°C sampai 250°C dengan
konsentrasi soda api 250 sampai 400 gr/liter. Pemilihan temperatur dan
konsentrasi serta lamanya waktu pelarutan tergantung pada sifat-sifat spesifik
bijih bauksit yang digunakan dan berdasarkan perhitungan-perhitungan yang
paling ekonomis meliputi semua rantai proses beserta efeknya untuk dapat
menghasilkan alumina dengan mutu yang memenuhi persyaratan sesuai yang
dibutuhkan.
3. Proses pemisahan larutan natrium aluminat (NaAlO2) dari padatan yang tidak
larut dan produk dari reaksi disilikasi. Pemisahan dilakukan dengan cara
pengendapan dengan suhu pengendapan dikontrol sekitar 100°C, dimana
alumina masih dalam kondisi kelarutannya. Dari proses pengendapan ini akan
didapat suatu produk berupa larutan natrium aluminat yang bening.
4. Larutan bening yang didapat kemudian diproses lagi dengan proses
pengendapan dengan cara menambahkan serbuk Al2O3 sebagai inti

7
pengendapan. Endapan yang terbentuk merupakan kristal-kristal dari alumina
hidrat dan sebagian membentuk gumpalan-gumpalan alumina yang lebih
besar dan tidak mudah pecah. Hasil dari proses pengendapan (presipitasi)
yang ukurannya besar dikembalikan lagi ke dalam proses presipitasi.
Larutan sisa presipitasi dimanfaatkan kembali dengan cara
mengembalikannya ke dalam proses pelarutan dengan terlebih dahulu
diuapkan kemudian ditambahkan soda api.
5. Alumina hidrat yang didapat dari proses presipitasi dan memenuhi
persyaratan yang telah ditentukan selajutnya akan mengalami proses
pemanggangan pada suhu sekitar 1200°C yang bertujuan untuk mengeluarkan
juga mengurangi kadar air dan air kristal yang terikat dalam gumpalan-
gumpalan alumina.

Anda mungkin juga menyukai