Anda di halaman 1dari 50

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Guillain Barre Syndrome (GBS) adalah penyakit autoimun, dimana
sistem imun tubuh menyerang bagian dari sistem saraf perifer,
merupakan neuropati yang dimediasi oleh imun (Yuki dan Hartung,
2012).
Penyakit ini terdapat di seluruh dunia pada setiap musim,
menyerang semua umur. Insiden Guillain Barre Syndrome (GBS)
bervariasi antara 0,6 sampai 1,9 kasus per 100.000 orang pertahun. GBS
sering sekali berhubungan dengan infeksi akut non spesifik. Insiden
kasus GBS yang berkaitan dengan infeksi ini sekitar antara 56 – 80 %,
yaitu 1 sampai 4 minggu sebelum gejala neurologi timbul seperti infeksi
saluran pernafasan atas infeksi gastrointestinal. Kelainan ini juga dapat
menyebabkan kematian pada 3 % pasien, yang disebabkan oleh gagal
napas dan aritmia. Gejala yang terjadinya biasanya hilang 3 minggu
setelah gejala pertama kali timbul. Sekitar 30% penderita memiliki
gejala sisa kelemahan setelah 3 tahun. Tiga persen pasien dengan GBS
dapat mengalami relaps yang lebih ringan beberapa tahun setelah onset
pertama.pengobatan secara simtomatis dan perawatan yang baik dapat
memperbaiki prognosis.
Manifestasi dari Guillain Barre Syndrome adalah spectrum
gangguan saraf perifer dengan beberapa varians klinis yang
dikarakteristikkan dengan distribusi kelemahan dari ekstremitas atau
otot yang diinervasi oleh sraf kranila. Di negara berkembang, 5% pasien
dengan Guillain Barre Syndrom meninggal akibat komplikasi medis,
seperti sepsis, emboli pulmonal, cardiac arrest (Yuki dan Hartung,
2012).
Terapi oksigen hiperbarik adalah terapi dimana pasien bernafas
dengan oksigen 100 % ketika berada didalam chamber dengan tekanan
diatas tekanan atmosfer permukaan laut (Hardy, 2008). Terapi oksigen

1
hiperbarik awalnya di aplikasikan untuk pasien dengan decompression
sickness, intoksikasi CO, dan emboli gas. Selain itu, juga telah
ditemukan bahwa HBO mengubah beberapa kondisi fisiologis lainnya
seperti respon imun. Beberapa peneliti melaporkan bahwa HBO
memiliki efek pada respon imun in vitro atau in vivo (Murphy, et al,
1975; Babior, 1978; Jacob, et al 1978, Warren, et al, 1978).
Menurut penelitian-penelitian yang telah dipublikasikan, terapi
oksigen hiperbarik dapat membantu perbaikan neurologis dari Guillain
Barre syndrome, dimana terapi oksigen hiperbarik dapat meningkatkan
kecepatan regenerasi, dan myelinasi akson, serta menurunkan proses
demyelinasi dan inflamasi (nazario dan kuffler, 2011). Selain itu, terapi
oksigen hiperbarik juga dapat digunakan untuk mengobati penyakit
autoimun.terapi oksigen hiperbarik berfungsi sebagai imunosupresan,
dimana dapat menekan respon imun yang di induksi oleh antigen,
menekan sel B dan sel T helper, mereduksi produksi imunoglobulin,
dan memperbaiki gejala autoimun (Saito, Ota, Tanaka, et al, 1991)

1.2 Rumusan Masalah


“Bagaimana asuhan keperawatan terapi oksigen hiperbarik pada Tn. Y
dengan diagnosa medis Guillain Barre Syndrome (GBS) di LAKESLA
Drs. Med. R. Rijadi Satropanielar., Phys Surabaya ?”

1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan umum
Menganalisa Asuhan keperawatan terapi oksigen hiperbarik pada Tn. Y
dengan diagnose medis Guillain Barre Syndrome (GBS) di LAKESLA
Drs. Med. R. Rijadi Satropanielar., Phys Surabaya
1.3.2 Tujuan Khusus
1. Mengkaji asuhan keperawatan terapi oksigen hiperbarik pada
klien dengan diagnose medis Guillain Barre Syndrome (GBS) di
LAKESLA Drs. Med. R. Rijadi Satropanielar., Phys Surabaya
2. Menegakkan diagnose keperawatan hiperbarik pada Tn. Y Dengan
diagnose medis Guillain Barre Syndrome (GBS) di LAKESLA
Drs. Med. R. Rijadi Satropanielar., Phys Surabaya

2
3. Merumuskan intervensi asuhan keperawatan pada Tn.Y Dengan
diagnose medis Guillain Barre Syndrome (GBS) di LAKESLA
Drs. Med. R. Rijadi Satropanielar., Phys Surabaya
4. Melaksanakan implementasi asuhan keperawatan pada Tn. Y
Dengan diagnose medis Guillain Barre Syndrome (GBS) di
LAKESLA Drs. Med. R. Rijadi Satropanielar., Phys Surabaya
5. Mengevaluasi asuhan keperawatan pada Tn. Y Dengan diagnose
medis Guillain Barre Syndrome (GBS) di LAKESLA Drs. Med.
R. Rijadi Satropanielar., Phys Surabaya
1.4 Manfaat
Asuhan keperawatan hiperbarik yang koperehensif pada Tn.Y Dengan
diagnose medis Guillain Barre Syndrome (GBS) di LAKESLA Drs.
Med. R. Rijadi Satropanielar., Phys Surabaya dapat membantu
perbaikan keadaan pasien dengan pemenuhan kebutuhan dasar manusia.

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Penyakit

2.1.1 Pengertian

3
Guillain Barre Syndrome (GBS) merupakan penyakit inflamasi akut
autoimun yang menyebabkan demielinisasi lower motor pada sistem
saraf perifer (Jones, J & Fix, B, 2009).
GBS adalah sindrom klinis yang ditunjukan oleh onset akut dari
gejala - gejala yang mengenai saraf perifer dan kranial. Proses penyakit
mencakup demielinisasi dan degenarasi selaput myelin dari saraf tepid
dan kranial (Arif Mutaqqin, 2008). Gareth, J. Parry dan joel, S. Steinberg
(2007) mendefinisikan GBS sebagai neuropathy perifer akut yang
berkembang melebihi hari sampai minggu dan kondisi ini merupakan
degenerasi saraf yang berkembang sampai kepala, tubuh, dan lengan
sampai tungkai kaki.
Jadi dapat disimpulkan bahwa GBS adalah penyakit inflamasi akut
autoimun yang mengenai saraf perifer dan cranial, menyebabkan
demielinasasi atau degenerasi saraf otak, tubuh, lengan, dan lower motor.

2.1.2 Etiologi
Menurut Arif Mutaqqin (2008), etiologi dari GBS tidak diketahui.
Beberapa peneliti yakin bahwa sindrom ini berasal dari virus. GBS
paling banyak ditimbulkan oleh adanya infeksi penapasan atau
gastrointestinal 1-4 minggu sebelum terjadi serangan penurunan
neurologis. Pada beberapa keadaan dapat terjadi setelah vaksinasi atau
pembedahan. Hal ini juga dapat diakibatkan oleh adanya infeksi virus
primer, reaksi imun dan beberapa proses lain. Infeksi virus ini
menyebabkan reaksi autoimun yang menyerang saraf perifer.
GBS diakibatkan karena sistem imun tubuh menyerang sistem imun
saraf sehingga terjadi gangguan autoimun (ADAM Encyclopedia, 2012).
Sindrom ini biasa terjadi pada usia 30 dan 50. Hal ini juga biasa di ikuti
oleh infeksi minor, seperti infeksi paru-paru atau infeksi pencernaan.
GBS juga mungkin terjaddi karena infeksi virus, seperti AIDS, Herpes
simplex, dan Mononucleosis. Selain itu, kondisi medis, seperti sistemik
lupus, erythematosus, atau penyakit hodgkin’s.

2.1.3 Manifestasi Klinis


Menurut ADAM encyclopedia (2012) menifestasi klinik dari pasien
GBS dapat memburuk secara cepat. Hal ini membutuhkan waktu

4
beberapa jam untuk beberapa gejala tapi kelemahan otot terjadi bertahap
dalam beberapa hari.
Manifestasi klinik pasien GBS adalah sebagai berikut:
a. Kehilangan refleks di lengan dan kaki
b. Perubahan secara drastic pada tekanan darah (hipotensi ortostatik
atau hipertensi)
c. Kelemahan otot atau kehilangan fungsi otot (paralysis)
Dimulai dari lengan dan kaki pada saat yang bersamaan, semakin
memburuk dalam waktu 24 sampai 72 jam, mungkin hanya terjadi
pada saraf kepala, mungkin terjadi pada lengan dan bergerak
turun, mungkin terjadi pada telapak kaki, kaki dan bergerak naik
ke lengan dan kepala.
d. Kematian rasa
e. Hilangnya sensasi nyeri dan suhu
f. Nyeri otot, seperti kram
g. Gerakan yang tidak terkoordinasi (tidak dapat berjalan tanpa
bantuan)

Gejala lain meliputi:

a. Pandangan yang remang – remang atau kabur tiba – tiba

b. Hilangnya sensasi nyeri dan suhu

c. Kesulitan untuk menggerakkan otot wajah dan mata

d. Kontraksi otot atau hilangnya refleks – refleks tendon dalam


(arefleksia)

e. Palpitasi atau sensasi berdebar –debar pada denyut jantung,


takikardi, bradikardi dan disritmia jantung

Gejala emergency atau gawat daruat meliputi :

a. Henti nafas tiba –tiba untuk sementara


b. Perubahan pada kapasitas vital dan kekuatan inspirasi negative atau
henti nafas
c. Kesulitan menelan, salvias
d. Kejang
e. Peningkatan sensasi paru
f. Peningkatan protein di cairan

5
2.1.4 Komplikasi
Komplikasi GBS yang paling berat adalah kematian akibat
kelemahan atau paralisis pada otot – otot pernafasan (Parry, G.J &
Steinberg, J.S., 2007). Tiga puluh persen penderita membutuhkan
mesin bantu pernafasan untuk bertahan hidup, sementara 5% lainnya
akan meninggal meskipun dirawat di ruang perawatan intensif.
Sejumlah 80% penderita sembuh sempurna atau hanya menderita
gejala sisa ringan berupa kelemahan atau sensasi abnormal, seperti
kesemutan atau baal. Lima sampai sepuluh persen mengalami masalah
sensai dan koordinasi yang lebih serius dan permanen sehingga
menyebabkan disabilitas berat.
Dengan penatalaksanaan respirasi yang lebih modern, komplikasi
yang sering terjadi lebih diakibatkan oleh paralisis jangka panjang,
yaitu (ADAMS Encylopedia, 2012) :
1. Paralisis otot persisten
2. Gagal nafas dengan ventilasi mekanik
3. Aspirasi
4. Retensi urin
5. Masalah psikiatrik, seperti depresi dan ansietas
6. Nefropati pada penderita anak
7. Hipotensi atau hipertensi
8. Tromboemboli, pneumonia, ulkus (kerusakan kulit)
9. Aritmia jantung
10. Thrombosis vena dalam (pembekuan darah yang terbentuk
ketika seseorang tidak aktif atau terbatas pada tempat tidur)

2.1.5 Patofisiologi
Sindrom Guillain Barre akibat serangan autoimun pada myelin yang
membungkus saraf perifer. Dengan rusaknya myelin, akson dapat rusak.
Gejala GBS menghilang pada saat serangan autoimun berhenti dan
akson mengalami regenerasi. Apabila kerusakan badan sel terjadi selama
serangan, beberapa derajat distabilitas dapat tetap terjadi.
Otot ekstremitas bawah biasanya terkena pertama kali, dengan
paralisis yang berkembang ke atas tubuh. Otot pernafasan dapat terkena
dan menyebabkan kolaps pernafasan. Fungsi kardiovaskular dapat
terganggu karena gangguan fungsi saraf autonomy (Corwin, 2009).

6
Gullain Barre Syndrome di duga disebabkan oleh kelainan sistem imun
lewat mekanisme limfosit medialed delayed hypersensivity atau lewat
anti body mediated demyelinisation. Masih di duga, mekanismenya
adalah limfosit yang berubah responnya terhadap antigen.
Limfosit yang berubah responnya menarik makrofat ke saraf perifer,
maka semua saraf perifer dan myelin di serang sehingga selubung
myelin terlebas dan menyebabkan sistem penghantaran implus
terganggu. Karena proses ditujukan langsung pada myelin saraf perifer,
maka semua saraf perifer dan myelin saraf perifer, dan cabangnya
merupakan target potensial, dan biasanya terjadi difus. Kelemahan atau
hilangnya sistem sensoris terjadi karena block konduksi atau karena
axson telah mengalami degenerasi oleh karena denervasi. Proses
remyelinisasi biasanya dimulai beberapa minggu setelah proses
peradangan atau infeksi terjadi. Di mielinasi merupakan keadaan dimana
lapisan myelinnya hancur serta hilang pada beberapa segmen. Hal
tersebut menyebabkan hilangnya konduksi saltatori yang mengakibatkan
penurunan kecepatan konduksi serta terjadinya hambatan konduksi.
Kelainan ini terhadi cepat namun reversible karena sel schwann dapat
berdegenerasi dan membentuh myelin baru. Namun pada banyak kasus
dimielinasi menyebabkan hilangnya axson dan defisit permanen.
(Djamil, 2010).

2.1.6 Penatalaksanaan dan pengobatan medis


Tidak ada obat untuk GBS (ADAMS Ecyclopedia, 2012).
Namun, banyak perawatan yang tersedia untuk membantu mengurangi
gejala, mengobati komplikasi, dan mempercepat pemulihan. Beberapa
pengobatan yang dapat dilakukan untuk mengurangi komplikasi
belanjut:
1) Plasmapheresis
Digunakan untuk menghilangkan antibody dari darah, proses ini
melibatkan pengambilan darah dari tubuh (biasanya dari lengan)
kemudian di pompa ke dalam mesin yang menghilangkan antibody
kemudian mengirimkannya kembali kedalam tubuh. Pengobatan

7
dilakukan dengan mengganti 200-250 ml plasma/kg BB dalam 7-14
hari.
2) Immunoglobulin (IVIG)
Immunoglobulin (IVIG) adalah protein pelindung yang
terbentuk untuk melawan sel – sel asing yang masuk dalam tubuh,
terdiri dari IgA, IgE, IgD, IgG, dan IgM. Memblokir antibody
menggunakan terapi dosis tinggi immunoglobulin (IVIG). Dalam hal ini
immunoglobulin ditambahkan ke darah dalam jumlah besar sehingga
memblokir antibody yang menyebabkan peradangan.
3) Pengobatan lain :
a. Pengencer darah dapat digunakan untuk mencegah pembekuan
darah
b. Penggunaan ventilator untuk membantu otot – otot pernafasan
c. Nyeri dapat diobati dengan obat anti – inflamasi dan narkotika
jika diperlukan
d. Posisi tubuh yang tepat digunakan untuk mencegah tersedak
saat makan jika otot – otot vagal yang digunakan untuk menelan
melemah.

2.1.7 Pemeriksaan penunjang


1. Pemeriksaan LCS
Dari pemeriksaan LCS didapatkan adanya kenaikan kadar protein (1 -
1,5g/dl) tanpa diikuti kenaikan jumlah sel. Keadaan ini oleh Guilain
(1961) disebut sebagai disosiasi albumin sitologis. Pemeriksaan cairan
cerebrospinal pada 48 jam pertama penyakit tidak memberikan hasil
apapun juga. Kenaikan kadar protein biasanya terjadi pada minggu
pertama atau kedua. Kebanyakan pemerikasaan LCS pada pasien akan
menunjukan jumlah sel yang kurang dari 10/mm3 (albuminocytologic
dissociation).
2. Pemeriksaan EMG
Gambaran EMG pada awal penyakit masih dalam batas normal,
kelumpuhan terjadi pada minggu pertama dan puncaknya pada akhir
minggu kedua dan pada akhir minggu ke tiga mulai menunjukan adanya
perbaikan.
3. Pemeriksaan MRI

8
Pemeriksaan MRI akan memberikan hasil yang bermakna jika dilakukan
kira- kira pada hari ke-13 setelah timbulnya geja. MRI akan
memperlihatkan gambaran cauda equine yang bertambah besar.

2.2 Konsep Terapi Hiperbarik Oksigen


2.2.1 Pengertian
Terapi oksigen hiperbarik adalah terapi dimana pasien harus berada
dalam Ruang Udara Bertekanan Tinggi, dan bernafas dengan oksigen
100% pada suasana tekanan ruangan >1 ATA (atmosfer absolute)
(Mahdi, 2009).
Kondisi lingkungan dalam HB10O bertekanan udara yang lebih
besar dibandingkan dengan tekanan di dalam jaringan tubuh (1 ATA).
Keadaan ini dapat dialami oleh seseorang pada waktu menyelam atau di
dalam Ruang Udara Bertekan Tinggi yang dirancang baik untuk kasus
penyelaman maupun pengobatan penyakit klinis (Mahdi, 2009).

2.2.2 Hiperbarik Chamber


Terapi oksigen hiperbarik pada suatu ruang hiperbarik (Hyperbaric
Chamber) yang dibedakan menjadi 4, yaitu :

1. Monoplace chamber : terapi untuk satu pasien.


2. Multiplase chamber : terapi untuk beberapa pasien dalam waktu
bersamaan denagn bantuan masker tiap pasiennya.
3. Animal chamber : chamber yang digunakan untuk hewan,
biasanya untuk penelitian.
4. Portable chamber : chamber yang disa dipindahkan kemana
saja, biasanya dalam ambulan hiperbarik.
Pasien dalam suatu ruangan menghisap oksigen 100% bertekanan tinggi
>1 ATA. Tiap terapi diberikan dalam 2 – 3 ATA, menghasilkan 6 ml
oksigen terlarutdalam 100 ml plasma, dan durasi 60 – 90 menit. Jumlah
terapi bergantung dari jenis penyakit. Untuk penyakit akut sekitar 3 – 5
kali terapi. Dan untuk penyakit kronik bisa mencapai 50 – 60 kali.
Tekanan yang diberikan pada perawatan tidak boleh lebih dari 3 ATA
aman untuk pasien dan mempunyai efek imunosupresif (Adityo, 2015).

9
2.2.3 Manfaat Terapi HBO ( DVM, 2012 )
1) Hiperoksigenasi
Bernapas dengan oksigen murni 100% pada tekanan 2-3 atm memberikan
20 kali lebih banyak ksigen ke jaringan daripada dalam kondisi normal
(21%). Hal ini memberikan manfaat bagi jaringan iskemik lewat aliran
darah marginal.
2) Tekanan Langsung
Oksigen pada tekanan rendah akan memperkecil volume gelembung gas
yang mengarah ke reabsorbsi. Hal ini berguna pada arteri yang mengalami
emboli gas dan nitrogen dalam jaringan, yang disebabkan karena
kecelakaan menyelam
3) Bakterial dan bakterisidal
Hiperoksigenasi dari jaringan akan meningkatkan pembunuhan bakteri
terutama yang bersifat anaerob, dan penting dalam menyembuhakn infeksi
yang resisten. HBOT memfasilitasi sistem peroksidase oksigen sesuai
dengan tempat leukosit membunuh bakteri tersebut.
4) Vasokonstriksi
Terapi HBO dapat menyebabkan penyempitan dari lumen pembuluh
darah, terutama di jaringan yang terluka, sehingga mengurangi oedema
dan penting dalam pengobatan luka bakar, crush injury dan injury tissue
5) Angiogenesis
HBOT memicu aliran darah kolateral yang diproduksi oleh peningkatan
fibroblast pada jaringan yang terluka, sehingga menyebabkan peningkatan
kolagen. Oleh karena itu di daerah yang iskemik, oksigen hiperbarik
mendorong atau merangsang pembentukan pembuluh darah kapiler baru
sehingga dapat meningktan kecepatan penyembuhan luka
6) Stimulasi Superoksida Dismutase (SOD)
Superoksida dismutase merupakan salah satu antioksidan utama tubuh dan
melawan radikal bebas. HBOT merangsang antioksidan yang baik untuk
perbaikan jaringan yang terjadi peradangan akibat produk radikal bebas.
7) Antibiotik Sinergi
HBOT bersinergi dengan antibiotic berikut: fluoroquinolones,
aminoglikosida, sam amfoterisn B. Antibiotik ini menggunakan oksigen
untuk melintasi membrane sel.
8) Menurunkan inflamasi
HBOT mengurangi peradangan dengan beberapa mekanisme. Sitokin dan
mediator inflame lainnya, termasuk asam laktat yang dibersihkan dengan

10
HBOT. HBOT merangsang antioksidan dalam tubuh untuk mengurangi
inflamasi.
9) meningkatkan Stem sel
HBOT memicu delapan kali lebih tinggi dari tingkat normal agar stem sel
keluar dari bone marrow dan mengatasi daerah inflamasi

2.2.4 Indikasi ( Oxford Recovery Center, 2016 )


1. ADHD (attention deficit hyperactivity disorder)
2. ALS (Amyotrophic Lateral Sclerosis)
3. Alzheimer’s
4. Anal fissure
5. Anxiety
6. arthritis (Rheumatoid, Osteoarthritis, Osteoathrosis)
7. Autism
8. Bell’s palsy
9. Infeksi saluran kencing
10 patah tulang, osteomyelitis
11. Luka bakar
12. Kanker
13. Cerebral plasy
14. Dementia
15. Depresi
16. Diabetes
17. Kebugaran
18. Pendengaran menurun
19. Atherosklerosis
20. penyembuhan luka
21. Keracunan gas (CO,CO2,N)
22. Glaukoma
23. Kerusakan saraf perifer
24. Stroke
25. Sickle cell disease
26. Emboli Gas
27. DCS

2.2.5 Kontraindikasi
1. Kontraindikasi absolute :
a. Pneumothoraks
Merupakan pneumothoraks yang belum dilakukan pengobatan,
kecuali bila sebelum pemberian oksigen hiperbarik dapat dikerjakan
tindakan bedah untuk mengatasi pneumothoraks tersebut.
b. Bleomycin secara rutin
c. Konsumsi disulfiram
2. Kontraindikasi Relative :
a. ISPA

11
Menyulitkan penderita untuk melakukan ekualisasi. Dapat ditolong
dengan penggunaan dekongestan atau melakukan miringotomi
bilateral.
b. Sinusitis Kronis
c. Penyakit Kejang
Menyebabkan pasien lebih mudah terserang konvulsi oksigen, bila
memang diperlukan pasien dapat diberikan anti-konvulsan
sebelumnya.
d. Emfisema dengan retensi CO2
Ada kemungkinan bahwa pemberian O2 lebih dari normalakan
menyebabkan pasien berhenti bernafas secara spontan akibat
rangsangan hipoksik. Hal ini dapat diatasi dengan tindakan intubasi
atau pemakaian ventilator.
e. Hipertermi tidak terkontrol
Hal ini dapat memicu terjadinya konvulsi oksigen. Kemungkinan
dapat diperkecil dengan pemberian obat antipiretik dan anti konvulsi.
f. Riwayat pembedahan thoraks
g. Riwayat Operasi Telinga
Operasi telinga dengan penempatan kawat atau topangan plastic di
dalam telinga dapat menyebabkan perubahan tekanan dan perlu
dilakukan konsultasi dengan spesialisasi THT.

2.2.6 Komplikasi
Efek samping yang paling umum adalah (Maria, 2015):
a. Myopia reversibel
b. Otorrhagia
c. Barotrauma telinga
d. Barotrauma paru
e. Barotrauma sinus
f. Kejang
g. Keracunan O2

2.2.7 Tabel klinis Kind Wall (HBOT-Lakesla) 50fsw / 14 m / 2,4 ATA

12
Time (Minutes)
2.2.8 Pengaruh Terapi oksigen hiperbarik terhadap Guillain Barre
Syndrome
Yang dan Cheng (2005) dalam jurnalnya yang berjudul
“Comprarison of Therapeutic Effeicacy of Three Rehabilitation
Maneuvers to Treat Recovery of Myodynamia in Children with Guillain
Barre Syndrome” meneliti perbedaan efikasi terapi dari 3 manuver
rehabilitasi untuk mengobati perbaikan myodynamia pada anak-anak
dengan Guillain Barre Syndrome (GBS). Mereka menganalisis 74 kasus
GBS, kemudian dibagi menjadi 3 group secara acak. 24 kasus diterapi
dengan terapi oksigen hiperbarik (HBO) dan massage, 21 kasus diterapi
dengan ultrasonic wave dan medium frequency dan massage 2 kali
sehari selama paling sedikit 8 jam masing – masing 30 menit. Hasil
penelitian menunjukkan efikasi terapi pada grup HBO dan ultrasonic
wave dan medium frequency lebih baik daripada grup massage. Jadi,
terapi HBO dan ultrasonic wave dan medium frequency adalah salah
satu terapi yang efektif untuk anak – anak dengan Guillain-Barre
Syndrome.
Toledo, Gutierrez, Coraline, et al (2004) dalam jurnalnya yang
berjudul “Sindrome de Guillain Barre Y Oxigenoterapia Hiperbarica”
meneliti pasien yang menderita Guillain-Barre Syndrome (GBS)
disertai optical neuropathy (ON) yang diterapi dengan terapi oksigen
hiperbarik (HBO) pada tekanan 2 ATA. Hasil terapi menunjukkan
adanya perbaikan komplit dari visus pasien.

13
14
WOC
Infeksi pernafasan ringan, gastrointerstinal,pembedahan, penyakit
lupus, penyakit Hodgkin, dan limfoma

Proses inflamasi

Reaksi sel imunologi

Menyerang selaput myelin

Cidera deminilasi

Gualline Bare’ Sindrome (GBS)

Brain (B3) Bladder (B4) Bowel (B5)


Breathing (B1) Blood (B2) Bone (B6)

Gangguan fungsi saraf Kerusakan neuromuskuler Kerusakan neuromuskuler


Disfungsi saraf otonomik Gangguan saraf perifer dan
Gangguan Saraf Perifer kranial
neuromuskuler

Penumpukan vaskuler Pelepasan reseptor nyeri


Paralisis otot pernafasan Kehilangan sensasi dan imobilisasi
bradikinin, dan prostaglandin
saraf spingter Kelemahan otot

Infusifiensi pernafasan Penurunan aliran darah balik


Penurunan
vena MK: Gangguan rasa MK: Inkontinensia urine peristaltic usus Penekanan pada
nyaman nyeri MK: Resiko
Frekuensi nafas tidak teratur, daerah tertentu tinggi Cidera
irama nafas tidak vasikuler
Transport O2 kejaringan
terganggu MK: Konstipasi
MK: kerusakan
MK: Ketidakefektifan
integritas kulit
pola nafas MK: Gangguan perfusi
jaringan

15
Terapi HBO

Stress kurangnya dukungan psikososial proses embarkasi out

Koping individu tidak efektif

Kecemasan O2 100% tekanan tinggi (2,4 ATA)

Hambatan transfer in/out


Risiko
Keracunan
Oksigen
Perubahan tekanan dalam chamber
Risiko cidera

Peningkatan tekanan dalam labirin telinga

Resiko Tinggi Barotrauma

16
2.3 Konsep asuhan keperawatan HBO
Prosedur penatalaksanaan hiperbarik oksigen adalah berikut:
2.3.1 Pengkajian
1. Amanesa
a. Identitas : nama,alamat, lahir pekerjaan
b. Keluhan utama : DCS, Klinis dan kebugaran
c. Riwayat penyakit sekarang
a) DCS : (penyelama dilakukan, dimana dikedalam berapa, pasien
menunjukan gejala pada kedalaman, pingsan berapa lama,
penyelaman menggunakan apa, dan pertolongan yang dilakukan).
b) Klinis : riwayat penyakit sampai dengan dilakukan terapi HBO
c) kebugaran
d. Riwayat penyakit yang dulu
e. Kontra indikasi untuk terapi HBO
- Kontra indikasi absolut yaitu penyait pneumothorak yang belum
ditangani
- Kontra indikasi relatif yaitu meliputi keadaan umum , lemah, demam
tinggi >38c, HT, ispa,sinusitis,takut ruang tertutup (claustropobia)
asma, retensi co2 infeksi virus, infeksi aerop seperti TBC , riwayat
kejang.dll
2. Pemeriksaan fisik lengkap
3. Foto thorax, PA
4. Pemeriksaan tambahan bila dianggap perlu
- EKG
- Dowble detector untuk kasus penyelaman
- Perfusi dan po2 trancua
- Laboratorium darah
- Konsulkan dokter spesialis
5. Manfaat,efek samping, proses dan program terapi HBO
- Terapi dilaksanakan idi dalam udara bertekanan tinggi
- Cara adaptasi tehadap perbedaan tekanan : manuver valsafah
- Bernafas menghirup o2 100%melalui masker selma 3x30 menit
- Efek samping, barautroma, intoksikasi o2
6. Pengkajian Intra HBO
1) Selama psoses kompresi tender membantu adaptasi peserta terapi HBO
terhadap peningkatan lingkungan
2) Selama proses penghirupan o2 100% observasi TTV, intoksi oksigen
seperti pucat, keringat dingin, mual,muntah dan kejang. Bila terjadi hal
demikian lapor ke operator
7. Pengkajian Post HBO
1) Cek GDA pada pasien Diabetes Melitus
2) Cek Psikometri pada pasien dengn keracunan O2

17
3) Penilaian neurovaskuler pada pasien iskemia,trauma akut, dekompresi,
dan emboli gas arteri
4) Lakukan pendokumentasian pasien pasca HBO

2.3.2 Diagnosa terapi hiperbarik oksigen


1. Cemas b.d defisit pengetahuan tentang terapi oksigen hiperbarik dan
prosedur perawatan.
2. Resiko cidera b.d trasfer in/out dari ruang (chamber),tindakan peralatan
kebakaran dan /atau peralatan dukungan medis.
3. Resiko barotrauma ke telinga, sinus, gigi, dan paru-paru atau gas
emboli serebral b.d perubahan tekanan udara di dalam ruang oksigen
hiperbarik.
4. Resiko keracunan oksigen b.d pemberian oksigen 100 % selama
tekanan atmosfer mengikat.
5. Resiko terapi pengiriman gas tidak memadai b.d system pengiriman dan
kebutuhan / keterbatasan pasien.
6. Nyeri b.d masalah medis yang terkait
7. Kecemasan dan ketakutan b.d perasaan kecemasan kurang terkait
dengan ruang oksigen hiperbarik (claustrofobia).
8. Gangguan rasa nyaman b.d perubahan suhu dan kelembapan di dalam
ruang hiperbarik.
9. Ketidak efektifan koping individu b.d stress terhadap penyakit dan atau
kurangnya sistem dukungan psikososial.
10. Resiko perubahan dalam kenyamanan, cairan, dan ketidak seimbangan
elektrolt b.d mual dan muntah
11. Resiko disritmia b.d patologi penyakit
12. Kekurangan olume cairan b.d dehidrasi atau pergeseran cairan
13. Perubahan perfusi jaringan serebral .b.d keracunan CO penyakit
dekomresi, infeksi nikroit akut, gas emboli.
14. Ketidak efektifan pemliharaan kesehatan b.d defisit pengetahuan untuk
manejemen luka kronis keterbasan yang menyertai penyakit
dekompresi gejala yang dilaporkan setelah keracunan gas karbon
monoksida.

18
2.3.4 Intervensi keperawatan

Diagnosa Tujuan Dan Intervensi Rasional


Keperawatan Kriteria
Hasil
1.1. Kecemasan Klien dan atau 1. Dokumentasikan pemahaman 1. Dengan menegetahui klien
b/d defisit keluarga akan pasien/keluarga tentang tentang terapi HBO, kita dapat
pengetahuan menyatakan : pemikiran dan tujuan terapi mengukur tingkat pengetahuan
tentang terapi 1. Alasan untuk HBO, prosedur yang terlibat klien
oksigen terapi oksigen dan potensi bahaya terapi HBO
2. Untuk mengurangi kecemasan
2. Mengidentifikasi hambatan
hiperbarik hiperbarik
2. Tujuan terapi pembelajaran 3. Pasien memahami proses dan
dan prosedur
3. Prosedur yang 3. Mengidentifikasi kebutuhan
tindakan terapi HBO
perawatan.
terlibat belajar termasuk informasi
dengan terapi mengenai hal-hal berikut:
a. Tujuan dan hasil yang
oksigen
diharapkan dari terapi
hiperbarik
4. Potensi HBO
b. Urutan prosedur
bahaya dari
perawatan dan apa saja
terapi oksigen
yang diharapkan (yaitu
hiperbarik
tekanan, temperature,

19
suara, perawatan luka)
c. System pengiriman
oksigen
d. Teknik valsava
e. Barotrauma paru
f. Pencegahan toksisitas
4. Dengan memberikan
oksigen
4. Memberikan kesempatan terus kesempatan pada klien untuk
untuk diskusi dan instruksi.
bertanya, kita dapat mengetahui
hal-hal yang belum dipahami
oleh pasien
5. Menyediakan pasien dan atau
5. Brosur dapat membantu pasien
keluarga brosure informasi
untuk memahami terapi HBO
terapi HBO
6. Menjaga pasien atau keluarga 6. Dengan menjelaskan semua
diberitahu tentang semua prosedur, pasien akan
prosedur mengetahui tindakan apa yang
akan dilakukan kepada dirinya
7. Dokumen pasien/ keluarga
7. Pasien dapat mengenal
instruksi menggunakan
lingkungan HBO dan untuk
konfirmasi bentuk instruksi
mengetahui adanya gangguan
dan bentuk instruksi umum
selama terapi HBO
2.2. Risiko cidera Pasien tidak 1. Membantu pasien masuk dan 1. Memudahkan pasien dalam
yang akan keluar dari ruang menjalani terapi HBO

20
berkaitan mengalami 2. Mengamankan peralatan 2. Untuk mencegah terjadinya
dengan pasien cidera apapun didalam ruang sesuai dengan kerusakan peralatan juga demi
transfer in/out kebijakan dan prosedur keamanan serta kenyamanan
dari ruang, pasien.
ledakan 3. Memantau peralatan dan 3. Mencegah terjadinya perubahan
peralatan, supplise untuk perubahan tekanan dan volume selama
kebakaran, tekanan dan volume terapi HBO
dan atau 4. Mengikuti prosedur 4. Mencegah terjadinya kebakaran
peralatan pencegahan kebakaran sesuai
dukungan kebijakan susai prosedur yang
medis ditentukan
5. Memonitor adanya udara di 5. Memantau terjadinya emboli
IV dan tekanan tubing line udara
infvasif, udara semua harus
dikeluarkan dari tabung jika
ada
6. Dokumen yang semua line 6. Mencatat segala tindakan sesuai
invasif atau menghapus udara dengan prosedur
bertekanan sebelum ruang dan
depressurization
3.3. Risiko Tanda-tanda 1. Mengelola dekongestan, per 1. Menghindari perubahan

21
barotrauma ke dan terjadinya perintah dokter, sebelum tekanan yang besar selama
telinga, sinus tanda dari perawatan terapi oksigen mengalami infeksi saluran
gigi, dan barotrauma hiperbarik. pernapasan bagian atas atau
2. Sebelum perawatan
paru-paru, akan diakui, serangan alergi.
menginstrusikan pasien dalam 2. Berusaha untuk membuka tuba
atau gas ditangani, dan
teknik pemerataan telinga, eustachius dan mengurangi
emboli segera
seperti menelan, mengunyah, tekanan.
serebral b/d dilaporkan.
menguap, manuver valsava
perubahan
dimodifikasi, atau
tekanan udara
memiringkan kepala.
di dalam 3. Agar tidak terjadi barotrauma.
3. Menilai kinerja pasien teknik
ruang oksigen
pemerataan telinga sebagai
hiperbarik. 4. Meminimalkan terjadinya
ruang bertekanan terjadi.
4. Mengingatkan pasien untuk risiko barotrauma.
5. Kolaborasi dengan dokter untuk
bernapas dengan normal
mengetahui apakah ET/ manset
selama perubahan tekanan.
5. Konfirmasi ET/ manset Trach trach perlu di isi dengan NS
diisi dengan NS sebelum agar mencegah terjadinya
tekanan udara. emboli.
6. Memberikan tindakan
pertolongan dengan segera.
6. Memberitahukan operator
ruang multiplace jika pasien
7. Mencatat segala kondisi pasien

22
tidak dapat mencapai selama proses tindakan untuk
persamaan tekanan. menentukan intervensi
7. Dokumentasi penilaian
selanjutnya.

8. Terus memantau pasien


selama terapi oksigen a. Perawatan saat pre
hiperbarik untuk tanda-tanda chamber, intra chamber dan
dan gejala barotrauma post chamber untuk
termasuk: meminimalkan risiko
a. Ketidakmampuan untuk
barotrauma.
menyamakan telinga, atau
sakit di telinga dan/ sinus
(terutama setelah b. Memaksimalkan
pengobatan awal, dan keefektifan terapi HBOT
c. Mendeteksi secara dini
setelah perawatan
adanya pneumothorax
berikutnya).
b. Peningkatan tarif dan atau
kedalaman pernafasan
c. Tanda dan gejala dari
pneumotoraks, termasuk:
1) Tiba-tiba nyeri dada
tajam

23
2) Kesulitan, bernafas
9. Kolaborasi dengan dokter untuk
cepat
3) Gerakan dada mencapai hasil terapi HBOT
abnormal pada sisi yang maksimal.
yang terkena, dan
4) Takikardia atau
kecemasan
9. Mengikuti perintah dokter
hiperbarik untuk manajemen
pasien.

4.4. Risiko Tanda dan 1. Penilaian hasil laporan 1. TTV dilakukan untuk deteksi
toksitas gejala pasien ke dokter hiperbarik dini adanya risiko toksisitas O2
oksigen yang keracunan dari: dan mengidentifikasi adanya
a. Suhu tinggi tubuh
b/d pemberian oksigen akan infeksi.
b. Riwayat penggunaan
oksigen 100% diakui dan
steroid
dan pada segera c. Riwayat kejang oksigen
d. Dosis tinggi vitamin C
tekanan ditangani.
atau aspirin
atmosfir
e. Fi O2 > 50%
meningkat. f. Faktor risiko tinggi
lainnya sebagai approriate
2. Memantau pasien selama
2. Mencegah terjadinya keracunan
terapi oksigen hiperbarik dan
O2

24
tanda-tanda dokumen dan
gejala keracunan oksigen
sistem saraf pusat termasuk:
a. Mati rasa dan berkedut
b. Dering di telinga atau
halusinasi pendengaran
lainnya.
c. Rasa pusing
d. Penglihatan kabur
e. Gelisah dan mudah
tersinggung
f. Mual
(catatan: SSP toksisitas
oksigen pada akhirnya
dapat mengakibatkan
kejang)
3. Mengubah sumber oksigen
3. Kolaborasi dengan dokter
100% untuk udara untuk
dalam pemberian pertolongan
pasien jika tanda-tanda dan
segera untuk mencegah
gejala muncul, dan
terjadinya komplikasi
memberitahukan kepada
selanjutnya.
dokter hiperbarik.
4. Monitor pasien selama terapi
4. Penilaian awal terhadap tanda
oksigen hiperbarik dan tanda-
dan gejala keracunan O2

25
tanda dokumen dan gejala penting dilakukan.
keracunan oksigen paru,
termasuk:
a. Substernal iritasi atau
pembakaran
b. Sesak di dada
c. Batuk kering (terhenti-henti)
d. Kesulitan menghirup napas
penuh
e. Nafas yang sulit pada 5. Kolaborasi dengan dokter
pengerahan tenaga hiperbarik untuk tindakan
5. Memberitahukan dokter
selanjutnya
hiperbarik jika tanda-tanda dan
gejala keracunan oksigen paru
muncul.

26
BAB 3
TINJAUAN KASUS

1.1 PENGKAJIAN
a. Identitas
Nama :Tn. Y
No.RM :0001xx
Usia : 41 tahun
Agama :Islam
Pekerjaan : wiraswasta
Pendidikan : S1
Alamat : Banyuwangi
Diagnosa Medis : Guillain Barre Syndrome (GBS)
Tanggal Pengkajian : 04 Januari 2017
Jam : 07.00 WIB

Keluhan Utama:
Pasien mengeluh pandangan mata double

b. Riwayat Penyakit
1) Riwayat Penyakit Sekarang
Pada tanggal 19 Desember 2016 Tn. Y mulai merasakan saat bangun tidur
merasakan pandangan matanya kabur, telapak tangan dan kaki merasakan
kebas, lalu di bawa keluarga ke rumah sakit di daerah Banyuwangi lalu di
lakukan pemeriksaan MRI dan lumbal fungsi dari hasil pemeriksaan Lumbal
Fungsi di dapat hasil positif terkena GBS (Guillain Barre Syndrome). Lalu Tn.
Y di sarankan dokter untuk melakuan terapi oksigen hiperbarik di Lakesla
Surabaya. Saat pengkajian Tanggal 4 januari 2017 pukul 07.00 WIB pasien
datang untuk terapi HBO di LAKESLA Drs. Med. R. Rijadi S., Phys dengan
keluhan pandangan mata double dan tidak sedang flu maupun batuk. Pasien
melakukan terapi HBO pertama pada tanggal 01 januari 2017, ini merupakan
terapi yang ke 4. Pasien diantar oleh istri dengan menggunakan kursi roda.
Hasil observasi TTV didapatkan hasil TD : 130/80 mmHg, Suhu : 36,7 °C, RR
: 20x/menit, Nadi : 86 x/menit.
2) Riwayat Penyakit yang Pernah Diderita
Pasien mengatakan tidak ada riwayat penyakit yang menjadi
kontraindikasi HBO seperti pneumutoraks, PPOK, demam tinggi, ISPA.
3) Riwayat Kesehatan Keluarga
Pasien mengatakan belum pernah ada anggota keluarga yang menjalani
terapi HBO

27
4) Riwayat Pembedahan
Pasien mengatakan tidak pernah melakukan operasi atau riwayat
pembedahan sebelumnya
5) Riwayat Alergi
Pasien mengatakan tidak memiliki riwayat alergi terhadap makanan
maupun obat-obatan.

c. Pengkajian Pola Fungsi Kesehatan


1) Keyakinan terhadap kesehatan (keyakinan terhadap kesehatan dan
sakitnya)
Pasien mengatakan keadaan sekarang adalah cobaan dari Allah SWT
dan pasien optimis akan sembuh setelah mengikuti terapi HBO.
2) Pola Aktivitas dan Latihan
a. Kemampuan Perawatan Diri :
Pasien mengatakan mampu mandi dengan sendiri, namun
membutuhkan bantuan istri untuk berjalan ke kamar mandi.
b. Kebersihan Diri :
Pasien mengatakan mandi sehari dua kali, pasien tampak bersih dan
rapi
c. Aktivitas Sehari-hari :
Pasien mengatakan sebelum sakit dia bekerja sebagai driver, namun
saat sakit pasien tidak bisa bekerja dan hanya istirahat
d. Rekreasi :
Pasien mengatakan sejak sakit pasien hanya dapat ngobrol dengan
keluarga.

e. Olahraga :
Pasien mengatakan sebelum sakit pasien jarang olahraga. Semenjak
sakit pasien tidak pernah olah raga.

3) Pola Istirahat dan Tidur


Pasien mengatakan sebelum sakit tidur pada siang hari tidur 1 jam dan pada
malam hari tidur 7 jam total tidur dalam 24 jam adalah 8 jam. Pada saat
sakit tidur pasien pada siang hari 2 jam dan pada malam hari tidur 8 jam
total tidur dalam 24 jam adalah 10 jam

4) Pola Nutrisi – Metabolik


a. Pola Makan
Pasien mengatakan makan sehari 3x/ hari, dalam bentuk nasi biasa, 1
porsi makan habis. Pasien mengatakan tidak ada gangguan pola
makan.

28
b. Pola Minum
Pasien mengatakan frekuensi minum 5-8 gelas/ hari (± 1700 cc/hari)

5) Pola Eliminasi
a. BAB
Saat pengkajian pasien mengatakan sudah BAB, konsistensi lembek,
dan warna kuning kecoklatan
b. BAK
Pasien mengatakn BAK 6-8 x/hari, warna kuning jernih

6) Pola Kognitif Perseptual (Pola persepsi-sensori dan pola kognitif


meliputi keadekuatan bentuk sensori : kemampuan bicara, membaca,
persepsi terhadap penyakit, kecemasan, dan persepsi nyeri)
Kemampuan berbicara : baik, lancar, dan jelas, pasien mengatakan
pandangan matanya terhadap objek menjadi 2, keseimbangan dalam
berjalan menjadi terganggu. Pasien mengatakan optimis setelah melakukan
terapi HBO, keadaan pasien menjadi membaik.

7) Pola Konsep Diri


Identitas diri : pasien mengatakan dirinya seorang laki – laki berumur 41
tahun
Ideal diri : pasien mengatakan ingin cepat sembuh dan dapat
beraktivitas seperti biasa
Harga diri : pasien mengatakan sadar akan keadaannya dan ikhlas
menerima
Gambaran diri : pasien menyadari dirinya sedang sakit
Citra diri : pasien mengatakan sedikit terganggu dengan keadaan
fisiknya sekarang

8) Pola Koping
Pasien dan keluarga berharap rutin datang mengikuti terapi HBO demi
kesembuhan penyakitnya.

9) Pola Seksual Reproduksi


Pasien berjenis kelamin laki-laki, saat ini pasien tidak memiliki gangguan
seksual reproduksi.

10) Pola Peran dan Hubungan


Pasien mengatakan dirinya sebagai suami. Hubungan dengan keluarga
baik, sistem pendukung adalah keluarga.

11) Pola Nilai – Kepercayaan

29
Pasien mengatakan menjalankan ibadah sesuai ajaran agamanya serta
selalu berdoa agar di berikan kesembuhan.
d. Pengkajian Pola Fungsi Kesehatan
1) Tanda – tanda Vital
TD : 130/80 mmHg Suhu :36,7 0C
Nadi :86x / menit RR : 20x/ menit
TB : 158 cm BB : 68 kg
2) B1 (Breath)
Inspeksi : Bentuk dada normo chest, pergerakan dada simetris, tidak
terdapat otot bantu nafas
Palpasi : Fokal fremitus kiri kanan teraba sama
Perkusi : Perkusi dada sonor.
Auskultasi : Suara napas Vesikuler, irama napas regular.

3) B2 (Blood)
Inspeksi : Tidak adaa sianosis, tidak ada pembesaran vena jugularis.
Palpasi : CRT < 2 detik, Akral hangat, kering, merah, nadi 86
x/menit
Perkusi : perkusi jantung pekak
Auskultasi : Bunyi jantung S1 S2 tunggal

4) B3 (Brain)
GCS : 456
Kesadaran : Compos Mentis
Reflek cahaya +/+, pupil isokor
Nervus I (Olfaktorius) : penciuman normal
Nervus II (Optikus) :penglihatan pasien pandangan doubel
Nervus III (Okulomotorius) : gerakan kelopak mata normal
Nervus IV (Troklearis) : gerakan mata ke bawah normal
Nervus V (Trigeminal) : pasien mampu mengunyah
Nervus VI (Abdusen) : Pasien dapat menggerakan bola mata
Nervus VII (Facialis) : pergerakan mulut normal
Nervus VIII (Vestibulococlearis): pendengaran normal, keseimbangan
normal
Nervus IX (Glosofaringeus) : sensasi rasa normal
Nervus X (Vagus) : reflek muntah dan menelan normal
Nervus XI (Accesorius) : dapat bisa mengangkat bahu
Nervus XII ( Hipoglosus ) : gerakan lidah normal

5) B4 (Bladder)
Inspeksi : tidak terpasang kateter
Palpasi : tidak ada nyeri tekan, tidak ada retensi urin

6) B5 (Bowel)
Inspeksi : abdomen simetris, tidak ada asites
Palpasi : tidak ada distensi abdomen

30
Perkusi : suara tympani
Auskultasi : suara bising usus terdengar 14x/menit

7) B6 (Bone)
Kemampuan gerak sendi tidak terbatas
5555 5555

5555 5555

e. Pemeriksaan Penunjang
Pasien tidak membawa hasil laboratorium dan foto rontgen

f. Terapi/ obat yang konsumsi


Tabel KindWall

Surabaya, Januari 2017

31
Kelompok 2

3.2 Analisa Data


N Data Etiologi Problem
o
1. Ds : Perubahan sensori Gangguan
px mengatakan persepsi persepsi
pandangan terhadap sensori : Visual
suatu obyek menjadi 2 /
double

Do :
 px tampak jalan
perlahan
 px tampak
pandangan mata
tidak bisa focus
 TTV:

TD: 130 /80 mmHg


RR: 20x/m
N: 86x/m
S : 36,7° C

32
2. Ds: Transfer in/out dari Resiko Cidera
Px mengatakan ruang (chamber),
membutuhkan bantuan ledakan peralatan,
orang lain untuk kebakaran, dan
masuk chamber. peralatan
dukungan medis
Do:
 Saat berjalan px
tampak di tuntun
oleh perawat
 Pasien tampak
tidak seimbang
saat berjalan

3. Ds: Pemberian oksigen Risiko Tinggi


Px mengtakan 100% dan pada keracunan
menghirup oksigen tekanan atmosfir Oksigen
dari masker meningkat

Do :
 Pasien mendapatkan
Terapi HBO oksigen
100% murni.

4. Ds : Perubahan tekanan Resiko Tinggi


 Pasien udara dalam ruang Barotrauma
mengatakan sudah oksigen hiperbarik
bisa melakukan
valsava
 Pasien
mengatakan tidak
sedang flu

Do :
Px telah mengikuti
terapi HBO yang ke-3

3.2 Diagnosa Keperawatan


1. Gangguan persepsi sensori : Visual berhubungan dengan Perubahan
sensori Persepsi.
2. Resiko Cidera berhubungan dengan Transfer in/out dari ruang (chamber),
ledakan peralatan, kebakaran, dan peralatan dukungan medis.

33
3. Risiko Tinggi Keracunan Oksigen berhubungan dengan Pemberian
oksigen 100% dan pada tekanan atmosfir meningkat.
4. Resiko Tinggi Barotrauma berhubungan dengan Perubahan tekanan udara
dalam ruang oksigen hiperbarik.

34
3.4 Intervensi Keperawatan

Tanggal No. Tujuan dan Kriteria Intervensi Rasional


Dx
Hasil

4 Januari 1 Tujuan : 1. Kaji fungsi penglihatan 1. Untuk mengetahui adanya


Setelah dilakukan
2017 gangguan pada mata.
2. Jaga kebersihan mata
tindakan keperawatan 2. Untuk memberikan kenyamanan
selama 1x2 jam 3. Monitor penglihatan mata pada mata
3. Untuk mengetahuai adanya
diharapkan gangguan
4. Monitor tanda dan gejala kelainan
gangguan pada mata
persepsi sensori teratasi
penglihatan 4. Untuk mengetahui/ mendeteksi
KH:
1. Px menunjukan tanda sejauh mana adanya gangguan pada
dan gejala persepsi 5. Monitor fungsi lapang pandang, mata dan untuk menentukan
sensori visual dengan penglihatan visus klien tindakan selanjutnya.
5. Untuk menegetahui kemampuan
baik
2. Px mampu pendangan mata pasian dalam
mengungkapkan melihat suatu objek.
fungsi persepsi dan
sensori dengan tepat

4 Januari 2 Tujuan: 1. Observasi faktor yang 1. Untuk meningkatkan kesadaran px


Setelah dilakukan
2017 memungkinkan resiko cedera dan pemberi asuhan
tindakan keperawatan 2. Ajarkan px menggunakan peralatan 2. Untuk menurunkan potensi cedera

35
selama 1x2 jam adaptif saat susah untuk berjalan 3. Meminimalkan risiko cedera pada px
3. Beritahukan kepada px untuk
diharapakan cedera tidak
meminta bantuan bila
terjadi 4. Mengurangi risiko cidera
KH: membutuhkan bantuan
1. Px dapat 4. Bantu pasien saat transfer in/out
mempersiapkan dalam ruang (chamber)
lingkungan yang aman
saat transfer ke
chamber
2. Px mampu
mengidentifikasi resiko
yang meningkatkan
kerentanan terhadap
cedera
3. Px mamapu
menghindari cedera fisik
4 Januari 3 Tujuan : 1. Catat hasil pengkajian px dari 1. Untuk mengetahui riwayat penyakit
Setelah dilakukan
2017 dokter HBO: riwayat penggunaan px terkait resiko keracunan oksigen
tindakan keperawatan
steroid, riwayat kejang oksigen dan
selama 1x2 jam
peningkatan suhu
diharapkan tidak terjadi 2. Anjurkan untuk bernafas biasa saat
2. Untuk mencegah penggunaan
keracunan oksigen menggunakan masker dan tidak
oksigen berlebihan
KH :

36
1. Tidak terdapat tanda- melakukan gerakan yang berlebihan
tanda keracunan oksigen dalam chamber
3. Monitor kondisi px berkaitan
(tidak ada pusing, tidak 3. Untuk mengetahui tanda-tanda awal
dengan keracunan oksigen: vertigo,
ada mual muntah, tidak keracunan oksigen
mengantuk, kejang, penglihatan
ada kejang)
kabur, dsb.
4. Ingatkan kembali px untuk tetap
4. Untuk mencegah keracunan oksigen
bernafas biasa pada saat
menggunakan masker oksigen
5. Beritahukan operator dan dokter
hiperbarik jika terjadi keracunan 5. Untuk penanganan segera dan
oksigen pada px mencegah komplikasi
6. Berikan oksigen murni 100%
7. Evaluasi tanda-tanda keracunan
6. Prosedur terapi HBO
oksigen
8. Evaluasi keluhan px setelah 7. Untuk mengetahui tanda-tanda awal
melakukan terapi HBO keracunan oksigen
8. Untuk mengetahui kondisi px terkait
prosedur terapi HBO
4 Januari 4 Tujuan : 1. Ajarakan valsava manuver yang 1. Untuk mencegah barotrauma pada
Setelah dilakukan
2017 benar telinga
tindakan keperawatan
selama 1x2 jam
2. Untuk mengetahui status TTV px

37
diharapkan risiko 2. Lakukan observasi TTV sebelum terapi HBO dilakukan
barotrauma tidak terjadi
3. Prosedur terapi HBO
KH :
1. Pasien tidak mengeluh 4. Agar dapat mengevakuasi segera px
3. Berikan oksigen murni 100 %
nyeri pada telinga, sinus, dan mencegah komplikasi barotrauma
gigi, dan paru-paru
2. Tanda-tanda barotrauma
4. Beritahukan operator bila pasien 5. Mengetahui tanda-tanda klinis px
tidak ditemukan : nyeri
tidak dapat beradaptasi dengan 6. Untuk mengetahui tanda-tanda
telinga, nyeri dada, nyeri
perubahan tekanan barotrauma pada px
sinus dan gigi,
7. Untuk mengetahui apakah terjadi
kecepatan napas 5. Observasi keadaan umum pasien barotrauma pada px
meningkat
6. Evaluasi tanda-tanda barotrauma

7. Evaluasi kondisi klien setelah


melakukan terapi HBO

3.5 Implementasi Keperawatan

Tanggal/jam Diagnosa Tindakan


4 Januari 2017 1,2,3,4 Pre HBO
07.00 1. Membina hubungan saling percaya antara perawat dan pasien

38
2. Menganamnesa pasien
3. Mengkaji kondisi umum pasien
4. Mengobservasi TTV
5. Mengkaji fungsi penglihatan
6. Memonitor fungsi lapang pandang, penglihatan visus klien
7. Mengecek kembali barang-barang yang tidak boleh dibawa masuk ke dalam
chamber
8. Mengobservasi factor-faktor yang memungkinkan risiko cidera
9. Mengajarkan pasien untuk berpeganggan pada sekitar saat berjalan
10. Menganjurkan pasien untuk bernafas biasa saat menggunakan masker oksigen
11. Mengajarkan teknik valsava maneuver yang benar

4 Januari 2017 1,2,3,4 Intra HBO


07.30 1. Membantu pasien untuk masuk ke dalam chamber
2. Memberikan pasien posisi senyaman mungkin
3. Mengingatkan kembali untuk melakukan valsava maneuver ketika tekanan chamber
dinaikkan
4. Mengkaji kemampuan pasien melakukan teknik pengosongan telinga saat tekanan
dinaikkan dan kemampuan pasien melakukan valsavah
5. Memberikan oksigen murni 100%
6. Memonitor kondisi pasien terkait tanda dan gejala dari barotrauma, keracunan
oksigen, dan gelisah.
7. Mengingatkan kembali pasien untuk tetap bernafas dalam pada saat menggunakan
masker oksigen
8. Mendampingi pasien selama proses terapi HBO
4 Januari 2017 1,2,3,4 Post HBO
09.30 1. Membantu pasien keluar dari chamber

39
2. Mengevaluasi keadaan umum pasien termasuk TTV
3. Mengevaluasi tanda-tanda cidera pasien, keluhan pasien setelah THBO
4. Mengevaluasi tanda-tanda barotrauma dan keracunan oksigen
5. Mengevaluasi keadaan penglihatan visus pasien
6. Mendokumentasikan tindakan keperawatan yang telah dilakukan selama proses
THBO pada catatan keperawatan hiperbarik

Tanggal/jam Diagnosa Tindakan


5 Januari 2017 1,2,3,4 Pre HBO
07.00 1. Mengobservasi TTV
2. Mengkaji fungsi penglihatan
3. Memonitor fungsi lapang pandang, penglihatan visus klien
4. Mengecek kembali barang-barang yang tidak boleh dibawa masuk ke dalam
chamber
5. Mengobservasi factor-faktor yang memungkinkan risiko cidera
6. Mengajarkan pasien untuk berpeganggan pada sekitar saat berjalan
7. Menganjurkan pasien untuk bernafas biasa saat menggunakan masker oksigen
8. Mengajarkan teknik valsava maneuver yang benar
5 Januari 2017 1,2,3,4 Intra HBO
08.00 1. Membantu pasien untuk masuk ke dalam chamber
2. Memberikan pasien posisi senyaman mungkin
3. Mengingatkan kembali untuk melakukan valsava maneuver ketika tekanan chamber
dinaikkan
4. Mengobservasi kemampuan pasien melakukan teknik pengosongan telinga saat
tekanan dinaikkan dan kemampuan pasien melakukan valsavah
5. Memberikan oksigen murni 100%
6. Memonitor kondisi pasien terkait tanda dan gejala dari barotrauma, keracunan
oksigen, dan gelisah.

40
7. Mengingatkan kembali pasien untuk tetap bernafas dalam pada saat menggunakan
masker oksigen
8. Mendampingi pasien selama proses terapi HBO
5 Januari 2017 1,2,3,4 Post HBO
10.00 1. Membantu pasien keluar dari chamber
2. Mengevaluasi keadaan umum pasien termasuk TTV
3. Mengevaluasi tanda-tanda cidera pasien, keluhan pasien setelah THBO
4. Mengevaluasi tanda-tanda barotrauma dan keracunan oksigen
5. Mengevaluasi keadaan penglihatan visus pasien
6. Mendokumentasikan tindakan keperawatan yang telah dilakukan selama proses
THBO pada catatan keperawatan hiperbarik
Tanggal/jam Diagnosa Tindakan
6 Januari 2017 1,2,3,4 Pre HBO
07.30 1. Mengobservasi TTV
2. Mengkaji fungsi penglihatan
3. Memonitor fungsi lapang pandang, penglihatan visus klien
4. Mengecek kembali barang-barang yang tidak boleh dibawa masuk ke dalam
chamber
5. Mengobservasi factor-faktor yang memungkinkan risiko cidera
6. Mengajarkan pasien untuk berpeganggan pada sekitar saat berjalan
7. Menganjurkan pasien untuk bernafas biasa saat menggunakan masker oksigen
8. Mengajarkan teknik valsava maneuver yang benar
6 Januari 2017 1,2,3,4 Intra HBO
07.45 1. Membantu pasien untuk masuk ke dalam chamber
2. Memberikan pasien posisi senyaman mungkin
3. Mengingatkan kembali untuk melakukan valsava maneuver ketika tekanan chamber
dinaikkan
4. Mengobservasi kemampuan pasien melakukan teknik pengosongan telinga saat

41
tekanan dinaikkan dan kemampuan pasien melakukan valsavah
5. Memberikan oksigen murni 100%
6. Memonitor kondisi pasien terkait tanda dan gejala dari barotrauma, keracunan
oksigen, dan gelisah.
7. Mengingatkan kembali pasien untuk tetap bernafas dalam pada saat menggunakan
masker oksigen
8. Mendampingi pasien selama proses terapi HBO
6 Januari 2017 1,2,3,4 Post HBO
09.45 1. Membantu pasien keluar dari chamber
2. Mengevaluasi keadaan umum pasien termasuk TTV
3. Mengevaluasi tanda-tanda cidera pasien, keluhan pasien setelah THBO
4. Mengevaluasi tanda-tanda barotrauma dan keracunan oksigen
5. Mengevaluasi keadaan penglihatan visus pasien
6. Mendokumentasikan tindakan keperawatan yang telah dilakukan selama proses
THBO pada catatan keperawatan hiperbarik

42
3.6 Evaluasi

Tanggal/jam Evaluasi (SOAP)

4 Januari 2017 DX 1
09.30 S : Px mengatakan pandangan terhadap suatu obyek menjadi 2
/ double
O:
 Px tampak memakai kursi roda
 Px tampak pandangan mata tidak bisa fokus
 TTV:
TD : 130 /80 mmHg
RR : 20x/menit
N : 86x/menit
S : 36,7° C
A : Gangguan Persepsi Sensori : Visual Teratasi Sebagian
P : Intervensi terapi HBO ke-5 dilanjutkan

09.30 DX 2
S : Px mengatakan tidak ada cedera
O:
- Tidak ada cidera berkelanjutan
- Px dibantu perawat saat masuk dan keluar chamber
A : Cedera tidak terjadi
P : Intervensi terapi HBO ke-5 dilanjutkan

DX 3
09.30
S: Px mengatakan sudah menghirup oksigen murni 100%
O:
-Px mendapatkan Terapi HBO oksigen 100% murni.
-Px didampingi dengan perawat
 tanda-tanda keracunan oksigen ( pusing, mual, kejang &
muntah) tidak terjadi
A :keracunan oksigen tidak terjadi

43
P :Intervensi terapi HBO ke-5 dilanjutkan

DX 4
S : Px mengatakan tidak nyeri telinga
09.30 O:
- Px mampu melakukan valsavah secara mandiri, sesekali
didampingi perawat
- Tidak ada tanda barotrauma (tidak nyeri kepala, gigi,
dada, dan sinus)
A : Barotrauma tidak terjadi
P : Intervensi terapi HBO ke-5 dilanjutkan

5 Januari 2017 DX 1
10.00 S : Px mengatakan sudah bisa membedakan yang nyata dan
yang tidak benar terhadap objek
O:
 Px tampak jalan perlahan
 Px tampak pandangan mata mulai bisa fokus
 TTV:
TD : 130/80 mmHg
RR : 18x/menit
N : 88x/menit
S : 36° C
A : Gangguan Persepsi Sensori : Visual Teratasi Sebagian
P : Intervensi terapi HBO ke-5 dilanjutkan

10.00 DX 2
S : Px mengatakan tidak cedera
O:
- Tidak ada cedera yang tampak
- Px tampak berjalan dengan perlahan saat masuk dan
keluar chamber

44
A : Cedera tidak terjadi
P : Intervensi terapi HBO ke-6 dilanjutkan

10.00 DX 3
S : Px mengatakan mengalami pusing, mual, kejang dan
muntah
O:
- Px mendapatkan Terapi HBO oksigen 100% murni
- Px didampingi dengan perawat
- Tanda – tanda keracunan oksigen seperti pusing, mual,
kejang&muntah tidak terjadi
A : Keracunan Oksigen tidak terjadi
P : Intervensi terapi HBO ke- 6 dilanjutkan

DX 4
10.00
S:
- Px mengatakan tidak nyeri telinga
O:
- Px mampu melakukan valsavah secara mandiri, sesekali
didampingi perawat
- Tidak ada tanda barotrauma (tidak nyeri kepala, gigi,
dada, dan sinus)
A : Barotrauma tidak terjadi
P : Intervensi terapi HBO ke-6 dilanjutkan

6 Januari 2017 DX 1
09.45 S : Px mengatakan mulai berjalan dengan baik
O:
 Px sudah tidak menggunakan kursi roda
 Px tampak pandangan mata mulai fokus
 TTV:
TD : 130/90 mmHg
RR : 20x/menit
N : 90x/menit

45
S : 36° C
A : Gangguan Persepsi Sensori : Visual Teratasi Sebagian
P : Intervensi terapi HBO ke-5 dilanjutkan

09.45 DX 2
S : Px mengatakan tidak cedera
O:
- Tidak ada cedera yang tampak
- Px tampak berjalan dengan perlahan saat masuk dan keluar
chamber
A : Cedera tidak terjadi
P : Intervensi terapi HBO ke-7 dilanjutkan

DX 3
09.45
S : Px mengatakan sudah menghirup oksigen 100% murni
O:
- Px mendapatkan Terapi HBO oksigen 100% murni
- Px didampingi dengan perawat
A : Keracunan Oksigen tidak terjadi
P : Intervensi terapi HBO ke- 7 dilanjutkan

DX 4
09.45
S:
- Px mengatakan tidak mengalami nyeri telinga
O:
- Px mampu melakukan valsavah secara mandiri, sesekali
didampingi perawat
- Tidak ada tanda barotrauma (tidak nyeri kepala, gigi, dada, dan
sinus)
A : Barotrauma tidak terjadi
P : Intervensi terapi HBO ke-7 dilanjutkan

46
BAB 4
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
1. Pada pengkajian didapatkan pasien mengeluh jika melihat suatu objek
maka akan menjadi 2/ doble, serta kemampuan lapang pandang mata tidak

47
bisa fokus. Hasil pemeriksaan laboratorium menunjukan bahwa pasien
terdioagnosa Guillain-Barre Sindrom
2. Pada Tn. Y Muncul beberapa diagnosa yang muncul yaitu gangguan
persepsi sensori visual berhubungan dengan perubahan sensori persepsi,
resiko cidera berhubungan dengan in/ out dari ruang (chamber), ledakan
peralatan, kebakaran, dan peralatan dukungan medis. Resiko tinggi
keracunan oksigen berhubungan dengan pemberian oksigen 100% dan
pada tekanan atmosfir meningkat, resiko tinggi barotrauma berhubungan
dengan perubahan tekanan udara dalam ruang oksigen hiperbarik.
3. Perencanaan disesuaikan dengan diagnosa keperawatan dengan tujuan
utama kemampuan visual pasien tidak doble dan fokus, resiko cidera tidak
terjadi, resiko barutrauma tidak terjadi, tanda tanda keracunan oksigen
tidak terjadi dan resiko barotrauma tidak terjadi.
4. Pelaksanaan tindakan keperawatan yang dilakukan adalah memonitor
sejauh mana gangguan penglihatan mata Tn. Y. Memastikan Tn. Y tidak
mengalami cidera apapun dengan membatu menuntun pasien dalam
berjalan masuk dalam chamber.Memberikan edukasi untuk menghirup
oksigen saat terapi yaitu seperti nafas biasa serta melaporkan pada perawat
jika terjadi tanda tanda keracunan oksigen seperti muncul pusing, mual
dan muntah. Mengajarkan teknik valsavah yang baik dan benar.
5. Hasil evaluasi pada pasien Tn. Y didapatkan:
 Pandangan mata Tn. Y mulai fokus kembali dan pandangan terhadap
suatu objek tidak doble.
 Kemampuan berjalan Tn. Y membaik serta tidak mengalami cidera
apapun sehingga resiko terjadinya cidera tidak terjadi
 Pasien tidak mengeluh adanya tanda tanda Barotrauma. Px tidak
merasa nyeri dada, nyeri sinus dan gigi sehingga resiko barotrauma
tidak terjadi
 Pasien tidak menunjukkan adanya tanda tanda keracunan oksigendi
dalam chamber (mual, muntah, dan pusing)

4.2 SARAN

1. Untuk mencapai hasil keperawatan yang diharapkan diperlukan


hubungan yang baik dan keterlibatan pasien , keluarga dan tim
kesehatan lainya.

48
2. Bagi Rumah Sakit untuk menibgkatkan mutu pelayanan kesehatan
terutama dalam menerapkan asuhan keperawatan hiperbarik pada
pasien dengan Guillain-Barre Sindrom.
3. Perawat sebagai petugas pelayanan kesehatan hendaknya mempunyai
pengetahuan, keterampilan yang cukup serta dapat bekerjasama
dengan tim kesehatan yang lainya dengan memberika asuhan
keperwatan pada pasien dengan Guillain Barre Sindrom
4. Pendidikan dan pengetahuan perawat secara berkelanjutan perlu
ditingkatkan baik secara formal dan informal khususnya pengetahun
dalam bidang pengetahuan.
5. Mengembangkan dan tingkatkan pemahaman perawat terhadap konsep
manusia secara komprehensif sehingga mampu menerpkan asuhan
keperawatan yang baik.
6. Untuk pasien Tn.Y dengan Guillain Barre Sindrom terapi HBO
sebaiknya dilakukan sesuai dengan advis dokter karena dapat
meningkatkan kecepatan regenerasi, dan myelinasi akson, serta
menurunkan proses demyelinasi dan inflamasi (nazario dan kuffler,
2011).

49
DAFTAR PUSTAKA

Adams Encyclopedia. 2012. Guillain Barre Syndrome. Retrieved from


http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmedhealth/PMH0001704/. Di axses tanggal :
04 Januari 2017

Gunawan, I & Edwin Vam. 2013. Referat Pengaruh Terapi Oksigen Hiperbarik
terhadap Guillain-Barre Syndrome. Surabaya : Universitas Hang Tuah

Jones, J & Fix, B. 2009. Perawatan Kritis. Jakarta : Erlangga

Leach et al, BMJ. 2012. Hyperbaric Oxygen Therapy, DVM news magazine.

Mutaqqin, A. 2008. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan


Sistem Persarafan. Jakarta : Salemba Medika

Mahdi, Harijanto. 2009. Ilmu Kesehatan Bawah Air dan Hiperbarik. Surabaya.
Lembaga Kesehatan Angkatan Laut (Lakesla)

Satya R. Dhian & Yoga Kertapati.2012. Modul Pembelajaran Keperawatan


Matra dan Hiperbarik untuk Keperawatan. Surabaya : Science Training
Development Group

Yuki Nobuhiro, Hartung Hans-Peter. 2012. Guillain Barre Syndrome, New


England Journal of Medicine, vol. 366, pp. 2294-2304

50

Anda mungkin juga menyukai