Anda di halaman 1dari 4

Siska Dewi (26918001)

Magister Sistem dan Teknik Jalan Raya

TOPIK PENELITIAN

Evaluasi Alat Hamburg Wheel Tracking Device (HWTD) dan Wheel Tracking Machine
(WTM) dalam Penggunannya Terhadap Laston (AC-WC) Campuran Panas di Indonesia

KAJIAN LITERATUR

1. Topik Penelitian
Evaluasi Kinerja Campuran Beraspal dengan Bitumen Hasil Ekstrasi Penuh dari Asbuton
2. Penulis:
Suaryana N; Susanto I; Ronny Y; Rumkita SI
3. Tahun:
2018
4. Penerbit:
Media Komunikasi Teknik Sipil
5. Tujuan Penelitian:
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kinerja campuran beraspal AC-WC (Asphaltic
Concrete Wearing Course) dan HRS-WC (Hot Rolled Sheet Wearing Course) dengan
menggunakan bitumen hasil ekstraksi penuh dari asbuton dengan alat pengujian alur/
deformasi WTM (Wheel Tracking Machine).

6. Metode:
Penelitian terhadap kinerja campuran beraspal asbuton hasil ekstraksi penuh ini
menggunakan metode eksperimen dan dianalisa dengan membandingkan kinerjanya
dengan campuran beraspal konvensional yang menggunakan aspal minyak Pen 60.
Tahapan penelitian meliputi studi literatur, pengujian karakteristik bahan, perancangan
campuran (Marshall), pengujian karakteristik campuran yang meliputi pengujian
modulus resilien, pengujian ketahanan terhadap alur/deformasi, dan pengujian ketahanan
terhadap retak lelah.

Campuran beraspal yang digunakan adalah campuran AC-WC dan HRS-WC dengan
gradasi senggang dan menggunakan metoda Marshall yang mengacu pada SNI
2489:2014. Pengujian modulus resilien di laboratorium sesuai dengan ASTM D4123-
82; menggunakan pola pembebanan cyclic loading. Pengujian ketahanan campuran
terhadap deformasi permanen (alur) dilakukan dengan alat WTM (Wheel Tracking
Machine) pada temperatur 60°C dengan beban sebesar 6,4 kg/cm2 yang
menggambarkan beban berat dan dilakukan selama 60 menit.

7. Hasil Analisis Data:


Berdasarkan hasil pengujian didapat data sebagai berikut:
Siska Dewi (26918001)
Magister Sistem dan Teknik Jalan Raya

(1) Deformasi: Pen 60 yaitu, 4200 lintasan/mm berbanding dengan 492 lintasan/mm
pada campuran beraspal AC-WC, dan 2739 lintasan/mm berbanding 325 lintasan/mm
pada HRS-WC.
(2) Stabilitas Marshall: yang lebih tinggi yaitu 1871 kg berbanding 1100 kg pada
campuran AC-WC, dan 1241,9 kg berbanding 1094 kg pada campuran HRS-WC.
(3) Modulus resilien: campuran dengan asbuton murni mempunyai nilai yang yang lebih
tinggi pada temperatur 25°C dan setara pada temperatur 35°C dan 45°C.
(4) Ketahanan terhadap retak lelah: pada regangan uji 150 µs yang relatif sama dengan
campuran aspal minyak.

8. Kesimpulan:
Dapat disimpulkan bahwa:
(1) Berdasarkan data hasil uji karakteristik bitumen, menunjukkan asbuton murni yang
diperoleh dari hasil ekstraksi tidak memenuhi persyaratan spesifikasi berdasarkan
kelas penetrasi. Nilai penetrasinya lebih rendah dari persyaratan aspal minyak Pen
60, namun mempunyai titik lembek yang lebih tinggi.
(2) Berdasarkan hasil pengujian Marshall, diperoleh bahwa karakteristik campuran
beraspal dengan ekstraksi asbuton murni baik pada campuran AC-WC maupun HRS-
WC lebih baik dibandingkan karakteristik campuran beraspal dengan aspal minyak
Pen 60 ditinjau dari nilai stabilitas Marshall yang lebih tinggi.
(3) Hasil uji ketahanan terhadap deformasi permanen atau alur dengan alat WTM
menunjukkan campuran beraspal dengan asbuton murni baik pada campuran AC-WC
maupun HRS-WC lebih tahan terhadap alur dibandingkan aspal minyak Pen 60.
(4) Campuran AC-WC dan HRS-WC dengan asbuton murni mempunyai ketahanan
terhadap retak lelah yang relatif sama dengan campuran aspal minyak, tetapi pada
regangan uji yang lebih besar, mempunyai ketahanan terhadap retak lelah yang lebih
jelek, khususnya untuk AC-WC.

1. Topik Penelitian:
Evaluation of AASHTO T 324 Hamburg-Wheel Track Device test
2. Penulis:
Tsai B Coleri; E Harvey J; Monismith C
3. Tahun:
2016
4. Penerbit:
Construction and Building Materials
Siska Dewi (26918001)
Magister Sistem dan Teknik Jalan Raya

5. Tujuan Penelitian:
Belakangan ini tes Hamburg Wheel-Track Device (HWTD) mendapat banyak perhatian
dalam bidang jalan raya departemen transportasi (DOT) untuk digunakan dalam evaluasi
sensitivitas kelembaban campuran panas/ Hot Mixed Asphalt (HMA). Dalam penelitian
ini, saran disajikan guna meningkatkan dan memberikan konsistensi yang lebih dalam
spesifikasi AASHTO T 324 - Hamburg Wheel-Track Testing campuran aspal panas
(HMA).
Dalam spesifikasi AASHTO T 324, baik spesimen silinder atau slab dapat diuji.
Penggunaan analisis elemen hingga mikromekanik dua dimensi (2D-MMFE)
menunjukkan gap / ikatan yang signifikan dan efek bentuk spesimen pada hasil uji
HWTD untuk pengaturan spesimen silinder. Selain itu, analisis ini menyarankan metode
terbaik untuk menentukan kedalaman alur dan memastikan hasil yang konsisten antara
dua pengaturan spesimen.

6. Metode:
Penelitian ini dilakukan dengan melakukan analisa elemen mikromekanik dua dimensi
(2D-MMFE) untuk pengaturan spesimen silinder dan dilanjutkan dengan analisis hasil
tes HWTD menggunakan persamaan tiga tahap Weibull. Setelah definisi kedalaman
rutting/ alur rata-rata telah ditentukan, selanjutnya ini adalah melakukan pendekatan
yang lebih baik untuk menafsirkan kurva evolusi alur.

7. Hasil Analisis Data:


Temuan-temuan dari analisis 2D-MMFE untuk celah / ikatan adalah sebagai berikut:
(1) Ketegangan utama maksimum puncak untuk model tanpa ikatan sekitar enam kali
lebih besar dari itu untuk model dengan ikatan penuh. Hasil ini menunjukkan bahwa
tes HWTD dengan spesimen silinder yang terpasang bersama tanpa ikatan apa pun
dapat mengakibatkan kegagalan lokal di sekitar celah (gap / efek ikatan)
(2) Stasiun 5, 6, dan 7 memiliki perpindahan yang jauh lebih besar daripada stasiun lain
(gap / efek ikatan). Ketika dua spesimen silinder digunakan, mereka harus dilem
bersamaan untuk mencegah kegagalan lokal karena tegangan utama pada puncak
maksimum akan lebih besar jika persimpangan dari dua spesimen tidak terikat.
(3) Lebar segmen yang lebih kecil dari 120 mm cenderung mendapatkan nilai deformasi
lebih rendah.

Hasil analisis tes HWTD menggunakan persamaan tiga tahap Weibull adalah sebagai
berikut:
(1) Tidak ada definisi yang jelas kapan terjadi kedalaman alur maksimum, dalam hal ini
tidak selalu terjadi pada pertengahan tes.
Siska Dewi (26918001)
Magister Sistem dan Teknik Jalan Raya

(2) Pemilihan visual bagian pertama dan kedua untuk menentukan kemiringan dan
intersep yang sesuai tidak jelas dan dapat menimbulkan variasi saat menghitung titik
belok refleksi (Persamaan Stripping Inflection Point) dan ekstrapolasi jumlah lintasan
menuju kegagalan jika kedalaman maksimum yang diijinkan tidak tercapai.

8. Kesimpulan:
Hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa:
(1) Spesimen slab dapat memberikan hasil tes yang lebih andal karena ukuran dan
geometri seragam lebih besar.
(2) Dua spesimen silinder (cores) harus direkatkan bersama-sama untuk mencegah
kegagalan yang terlokalisasi karena strain maksimum puncak yang lebih besar ketika
tidak ada ikatan.
(3) Pengukuran kedalaman rata-rata harus dikumpulkan dari stasiun di dekat pusat
spesimen silindris untuk menjaga efek bentuk spesimen ke tingkat yang
memungkinkan.
(4) Suatu agensi tidak boleh membiarkan kedua spesimen yang diatur untuk digunakan
bersama-sama dalam spesifikasi HWTD.
(5) Investigasi juga menunjukkan bahwa rata-rata kurva evolusi kedalaman rata-rata
dilengkapi menggunakan pendekatan tiga tahap Weibull dapat menentukan jumlah
pembukaan gagal dan mendefinisikan stripping point (SIP) lebih baik daripada
meneguk visual yang ditentukan.

Anda mungkin juga menyukai