Anda di halaman 1dari 22

BAB I

PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang
Computed Tomography merupakan suatu metode pencitraan diagnosa
yang memanfaatkan komputer sebagai pengolah data sinar-X yang telah
mengalami atenuasi dalam tubuh pasien yang diperiksa. Data sinar-X
tersebut ditangkap dengan beberapa detektor yang dikonversikan dalam
bentuk digit untuk selanjutnya dikirimkan ke komputer. Data sinar-X yang
datang dari berbagai sudut ini oleh komputer dapat diolah, direkonstruksi dan
ditampilkan dalam bentuk informasi anatomis yang tipis dan dikenal dengan
istilah slice thickness selanjutnya disimpan dalam memori.
Istilah Computed Tomography Scanning atau CT-Scan diperkenalkan
pertama kali oleh seorang Insinyur dari EMI Limited London yaitu Godfrey
Hounsfield dan seorang teknisi dari Atkinson Morley’s Hospital, London yaitu
James Ambrosse (Ballinger, 1995). Kelebihan dari CT-Scan dibandingkan
dengan radiografi konvensional adalah dapat membedakan soft tissue,
lemak, udara, dan tulang pada irisan crossectional dan dapat direformat
menjadi 3 dimensi sehingga terlihat jelas tanpa terhalang oleh jaringan
(Grainger, 1992).
Pada prinsipnya, pemeriksaan radiologik konvensional juga dapat
menilai besar dan perluasan suatu lesi, namun jika terjadi komplikasi
intrakranial pada daerah fossa kranii posterior atau media, maka
pemeriksaan computerized tomography (CT) merupakan pemeriksaan terpilih
untuk mendeteksi hal tersebut dimana pada pemeriksaan CT dapat ditemui
defek tulang dengan lesi intrakranial.
Salah satu pemeriksaan yang dapat dilakukan dengan CT- Scan yaitu
pemeriksaan pada CT- Scan Mastoid.CT Mastoid merupakan pemeriksaan
radiologi guna mendapatkan gambaran cross sectional anatomi bagian
mastoid.Prosedur yang digunakan menggunakan potongan axial dan coronal
dengan slice thickness 5mm.Mastoid merupakan bagian tulang belakang
yang berjalan ke bawah sebagai prosesus mastoideus.Sedangkan prosedur
yang digunakan di Rumah Sakit Dr Kariadi Semarang menggunaan slice
thickness 2mm dan hanya menggunakan potongan axial.Untuk itulah penulis
ingin menggali lebih dalam mengenai pemeriksaan CT-Scan Mastoid melalui
2

laporan kasus Praktek Kerja Lapangan III dengan judul “PROSEDUR


PEMERIKSAAN COMPUTED TOMOGRAPHY MASTOID PADA KASUS
MASTOIDITIS SINISTRA DI RS Dr KARiADI SEMARANG “

1.2. Rumusan Masalah


1.2.1 Bagaimana prosedur pemeriksaan CT- Scan mastoid pada kasus
mastoiditis di Rumah Sakit Dr Kariadi Semarang ?
1.2.2 Mengapa pada pemeriksaan CT SCAN Mastoid pada kasus
Mastoiditis di Rumah Sakit Dr Kariadi Semarang menggunakan slice
thicness 2mm ?

1.3.Tujuan Penulisan
1.3.1 Mengetahui prosedur pemeriksaan CT- Scan mastoid pada kasus
Mastoiditis Sinistra di Rumah Sakit Dr Kariadi Semarang.
1.3.2 Mengetahui manfaat pemilihan slice thickness 2mm pada CT –Scan
Mastoid.

1.4. Manfaat Penulisan


Manfaat yang dapat diambil dari penulisan karya tulis ini adalah:
1.4.1 Bagi penulis
Menambah wawasan mengenai CT-Scan Mastoid pada kasus
Mastoiditis Sinistra.
1.4.2 Bagi Pembaca
Sebagai masukan guna mengetahui prosedur CT-Scan Mastoid pada
kasus Mastoidistis Sinistra.

1.5. Sistematika Penulisan


Dalam penulisan makalah ini sistematika penulisan yang penulis
gunakan secara garis besar antara lain:
Bab I : Merupakan pendahuluan yang berisi tentang latar belakang,
rumusan masalah,tujuan penulisan,Manfaat penulisan, serta
sistematika penulisan.
Bab II : Merupakan tinjauan pustaka yang berisi anatomi dan fisiologi
tulang temporal dan patologi mastoiditis, dasar-dasar CT Scan,
3

parameter CT Scan,prosedur pemeriksaan CT-Scan Mastoid


pada kasus mastoiditis sinistra.
Bab III : Merupakan hasil dan pembahasan yang berisi tentang paparan
kasus dan pembahasan.
Bab IV : Merupakan penutup yang berisi kesimpulan dan saran.
Daftar Pustaka
Lampiran
BAB II
TINJAUAN TEORI

2.1. Anatomi dan Fisiologi Tulang Temporal


Tulang temporal terdiri dari dua tulang dan membentuk bagian bawah
dari sisi kanan dan kiri tengkorak.Setiap tulang terdiri dari dua
bagian,antara lain :
2.1.1 Bagian squamosa
Disebut juga bagian pipih menjulang ke atas dan memungkinkan
otot-otot temporal berkait padanya.Dari Prosesus Zygomatikus (taju
lengkung pipih).Di belakang dan di bawah akar prosesus ini terletak
meatus auditorius externus (liang telinga luar).
2.1.2 Bagian Mastoid
Terletak di belakang dan berjalan ke bawahsebagai prosesus
mastoideus ;permukaan luar memungkinkan memungkinkan
sternokleido mastoid berkaitan padanya.Prosesus mastoideus
mempunyai ruang-ruang yang dikenal sebagai rongga udara mastoid
dan sebuah ruangan khusus yang besar dan terletak sedikit lebih ke
depan,disebut antrum timpanik (ruang gendang).Ruangan dilapisi
epitel yang bersambung dengan epitel dari rongga telinga tengah
dapat menyebabkan amtrum timpanik bernanah.

Gambar 1 : Tulang Temporal

Batas bawah ossa temporalis yaitu crista infra temporalis ala


major ossa spenoidalis,setinggi tepi atas arcus zygomaticum.
(Pearce,1999)
5

2.2. Patologi Mastoiditis


Mastoiditis terjadi karena perluasan dari peradangan telinga tengah,
dimana terdapat komunikasi langsung mukosa dari sel-sel udara mastoid di
infiltrasi oleh polimorf dengan pembentukan pus. Keadaan ini dapat
mengalami resolusi dengan pengobatan / dapat meluas. Perluasan melalui
tabung di bagian dalam dapat menimbulkan abses epidural / meningitis.
Penyegaran external dapat menimbulkan suatu obses bezoid, pada bagian
atas dari leher / menjadi selulitis pada jaringan lunak diatasnya.(Price,1991)

2.2.1 Mastoiditis Akut


Mastoiditis akut terjadi karena komplikasi atau ekstensi dari otitis
media akut. Otitis media akut ini terjadi karena infeksi yang dimulai
dari traktus respiratprius bagian atas dan nasofaring, kemudian
proses ini naik ke atas melalui tuba eustakius ke telinga tengah.
Jika proses ini terus berlangsung tanpa terapi yang kuat akan
terjadi supurasi (nanah) dan destruksi pada sel udara mastoid dan
pyramid tulang petrosus sehingga mengakibatkan terjadinya
abses.Supurasi terbentuk dari jaringan yang mengalami degenerasi
akibat radang dapat menjadi mencair sehingga terbentuk
nanah.Pencairan ini memungkinkan jaringan nekrotik diangkut
dengan aliran limfe sehingga penyembuhan tidak terlarang oleh
jaringan nekrolit.Nanah baru akan terjada bila :
a. Terjadi nekrosis jaringan
b. Bila jumlah leukosit yang turut pada radang cukup jumlahnya
c. Pencairan jaringan nekrotik karena fermen preseolitik

2.2.2 Mastoiditis Khronik


Mastoiditis khronik disebabkan oleh infeksi kronis atau infeksi
akut dengan resolusi yang tidak sempurna. Pada masa pra-
antibiotik, infeksi hebat disertai daya tahan tubuh sering
menyebabkan destruksi pada telinga tengah dan hal ini sering
menyebabkan supurasi yang kronik.
6

2.3 Dasar – dasar CT-Scan


CT- Scan merupakan perpaduan antara teknologi sinar x, computer dan
televisi.Prinsip kerjanya yaitu berkas sinar-x yang terkolimasi dan adanya
detektor. Didalam computer terjadi proses pengolahan dan perekontruksian
gambar dengan penerapan prinsip matematika atau lebih dikenal dengan
rekontruksi algoritma setelah proses pengolahan selesai maka data yang
diperoleh berupa data digital yang selanjutnya diubah menjadi data analog
untuk ditampilkan ke layar monitor. Gambar yang ditampilkan dilayar monitor
berupa informasi anatomis irisan tubuh. (Rasad, 2000) Pada CT-Scan prinsip
kerjanya hanya men-scaning tubuh dengan irisan melintang tubuh.

2.3.1 Komponen dasar CT-Scan


Tiga komponen utama dalam CT-Scan adalah gantry, meja
pemeriksaan (couch) dan konsul. Gantry dan couch berada diruang
pemeriksaan, sedangkan konsul diletakkan diruang terpisah dalam
ruang kontrol.
2.3.1.1 Gantry
Dalam pemeriksaan CT-Scan pasien berada diatas meja
pemeriksaan dan meja tersebut dapat bergerak menuju gantry.
Gantry ini terdiri dari beberapa komponen yang berfungsi untuk
menghasilkan gambaran.

Komponen ini terdiri dari:


a. Tabung sinar x
Tabung sinar x dalam CT- Scan memiliki struktur yang sama
dengan tabung sinar x pesawat konvesional, namun
perbedaannya terletak pada kemampuan untuk menahan panas
dan output yang tinggi. Ukuran focal spot yang cukup kecil
(kurang dari 1mm) sangat dibutuhkan untuk mendapatkan
resolusi gambar yang tinggi.
b.Kolimator
Kolimator berfungsi untuk mengurangi radiasi hambur,
membatasi jumlah sinar x yang sampai ketubuh pasien serta
untuk meningkatkan kualitas gambaran. Dalam pesawat CT-
Scan memiliki dua buah kolimator. Kolimator pertama
7

diletakkan pada rumah tabung sinar x yang disebut pre pasien


kolimator dan kolimator kedua diletakkan antara pasien dan
detektor yang disebut pre detektor kolimator atau post pasien
kolimator.
c. Detektor
Selama eksposi, berkas sinar x (foton) menembus pasien
dan mengalami perlemahan (atenuasi). Sisa-sisa foton yang
telah teratenuasi kemudian ditangkap oleh detektor, ketika
detektor menerima sisa-sisa foton tersebut, foton berinteraksi
dengan detektor dan memproduksi sinar dengan arus yang
kecil yang disebut sinar outout analog. Sinyal ini besarnya
sebanding dengan intensitas radiasi yang
diterima.Kemampuan penyerap detektor yang tinggi akan
berakibat kualitas radiograf gambar yang dihasilkan menjadi
lebih optimal. Detektor memiliki dua tipe yaitu detektor solid
state dan detektor isian gas.

2.3.1.2 Meja Pemeriksaan (couch)


Meja pemeriksaan merupakan tempat untuk memposisikan
pasien. Meja ini biasanya terbuat dari fiber karbon. Dengan
adanya bahan ini maka sinar x yang menembus pasien tidak
terhalangi jalanya untuk menuju detektor. Meja ini harus kuat
dan kokoh karena fungsinya untuk menopang tubuh pasien
selama meja bergerak kedalam gantry.

2.3.1.3 System Konsul


Konsul tersedia dalam berbagai variasi CT-Scan generasi
awal masih menggunakan dua system konsul yaitu untuk
mengoperasikan CT-Scan sendiri dan untuk perekam serta
untuk pencetakan gambar. Model yang terbaru sudah memakai
system satu konsul dimana memiliki banyak kelebihan dan
banyak fungsi. Bagian dari system konsul ini yaitu:
a. Sistem control
Dalam system kontrol petugas dapat mengontrol
parameter-parameter yang berhubungan dengan
8

pengoperasian CT-Scan seperti pengaturan kV,mA dan


waktu scanning, ketebalan irisan (slice thickness), dan lain-
lain. Juga dilengkapi dengan keybort untuk memasukkan
data pasien dan pengontrolan fungsi tertentu dalam
computer.
b. Sistem Pencetakan Gambar
Setelah gambaran CT-Scan diperoleh, gambaran
tersebut dipindahkan dalam bentuk film. Pemindahan ini
dengan menggunakan kamera multiformat. Cara kerjanya
yaitu kamera merekam gambaran dimonitor dan
memindahkan kedalam film. Tampilan gambar difilm dapat
mencapai 2 sampai 24 gambar tergantung ukuran film.
(biasanya 8 x 10 inci atau 14 x 17 inci).
c. System Perekaman Gambar
Merupakan bagian penting yang lain dari CT-Scan.
Data pasien yang telah ada disimpan dan dapat dicari
kembali dengan cepat. Biasanya system perekam ini
berupa disket optic dengan kemampuan penyimpanan
sampai ribuan gambar. Ada pula yang menggunakan
magnetic tape dengan kemampuan penyimpanan data
hanya sampai 200 gambar.

2.3.2 Parameter CT-Scan


Gambar CT-Scan dapat terjadi sebagai hasil dari berkas-berkas
sinar x yang mengalami perlemahan setelah menembus objek,
ditangkap detektor dan dilakukan pengolahan di dalam computer.
Penampilan gambar yang baik tergantung dari kualitas gambar-gambar
yang dihasilkan sehingga aspek klinis dari gambar tersebut dapat
dimanfaatkan dalam rangka untuk menegakkan diagnosa. Sehubungan
dalam hal tersebut maka pada CT-Scan dikenal beberapa parameter
untuk pengontrolan eksposi dan output gambar yang optimal.
2.3.2.1 Slice thickness
Slice thickness adalah tebalnya irisan atau potongan dari
obyek yang diperiksa.Nilainya dapat dipilih antara 1 sampai
10mm. Sesuai dengan keperluan klinis.Pada umumnya ukuran
9

yang tebal akan menghasilkan gambaran dengan detail yang


rendah sebaliknya pada pemakaian slice thickness yang tipis
akan menghasilkan gambaran dengan detail yang tinggi.
2.3.2.2 Range
Range adalah perpaduan dari beberapa sice
thikness.Sebagai contoh untuk CT-Scan untuk kepala range
yang digunakan dua. Pemanfaatan dari range adalah untuk
mendapatkan ketebalan irisan yang sama pada satu lapangan
pemeriksaan
2.3.2.3 Faktor Eksposi
Faktor ekposi adalah faktor-faktor yang berpengaruh
terhadap ekposi meliputi tegangan tabung (k V),arus tabung (m
A)dan waktu ekposi (s). Besarnya tegangan tabung dapat dipilih
secara otomatis pada tiap-tiap pemeriksan.Namun kadang-
kadang pengaturan tegangan tabung diatur ulang untuk
menyesuaikan ketebalan objek yang akan diperiksa
(rentangnya antara 80-140V). Tegangan tabung yang tinggi
biasanya dimanfaatkan untuk pemeriksaan paru dan struktur
tulang seperti pelwis dan vartebra. Tujuannya adalah untuk
mendapatkan resolusi gambar yang tinggi sehubungan dengan
letak dan struktur penyusunnya.
2.3.2.4 Field of View (FOV)
FOV adalah diameter maksimal dari gambaran yang akan
direkontruksi. Besarnya bervariasi dan biasanya berada pada
rentang 12-50 cm.FOV yang kecil akan mereduksi ukuran pixel
(picture element).Sehingga dalam proses rekontruksi matriks
hasil gambarannya akan menjadi lebih teliti. Namun jika ukuran
FOV terlalu kecil area yang mungkin dibutuhkan untuk
keperluan klinis menjadi sulit terdireksi.
2.3.2.5 Gantry Tilt
Gantry tilt adalah sudut yang dibentuk antara bidang
vertical dengan gantry (tabung sinar x dan detektor). Rentang
penyudutan antara -25º sampai +25º penyudutan dari gantry
bertujuan untuk keperluan diagnosa dari masing-masing kasus
10

yang dihadapi. Disamping itu berguna untuk mereduksi dosis


radiasi terhadap organ-organ yang sensitive seperti mata.
2.3.2.6 Rekontruksi matriks
Rekontruksi matriks adalah deretan baris dan kolom pada
picture element (pixel) dalam proses perekontruksi gambar.
Pada umumnya matriks yang digunakan berukuran 512 x 512
(5122) yaitu 512 baris dan 512 kolom. Rekontruksi matriks sinar
berpengaruh terhadap resolusi gambar yang akan dihasilkan
semakin tinggi matriks yang dipakai maka semakin tinggi
resolusi yang akan dihasilkan.
2.3.2.7 Rekontruksi Algorithma
Rekontruksi Algorithma adalah prosedur matematis
(algorithma) yang digunakan dalam merekontruksi gambar.
Penampakan dan karateristik dari gambar CT-Scan tergantung
pada kuatnya algorithma yang dipilih. Sebagian besar CT-Scan
sudah memiliki standar algorithma tertentu untuk pemeriksaan
kepala, abdomen, dan lain-lain. Semakin tinggi resolusi
algorithma yang dipilih maka semakin tinggi pula resolusi
gambar yang akan dihasilkan. Dengan adanya metode ini,
maka gambaran yang dihasilkan seperti tulang, soft tissue dan
jaringan-jaringan lain dapat dibedakan dengan jelas pada layar
monitor.
2.3.2.8 Window Width
Window width adalah rentang nilai CT yang dikoversi
menjadi graylevels untuk ditampilkan didalam TV monitor.
Setelah computer menyelesaikan pengolahan gambar melalui
rekontruksi matriks dan algorithma maka hasilnya akan
dikonvesi menjadi skala numeric yang dikenal dengan nama
nilai CT. Nilai ini memiliki satuan HU (Housflied Unit) yang
diambil dari nama pnemo CT-Scan pertama kali yaitu Godfrey
Housflied). Dasar pemberian nilai ini adalah air dengan nilai 0
HU. Untuk tulang memiliki nilai +1000 HU kadang sampai
+3000 HU.
11

2.3.2.9 Window Level


Window level adalah nilai tengah dari window yang
digunakan untuk penampilan gambar. Nilainya dapat dipilih dan
tergantung pada karakteristik perlemahan dari struktur objek
yang diperiksa. Window level ini menentukan densitas gambar
yang akan dihasilkan.

2.4 Prosedur pemeriksaan CT SCAN MASTOID


2.4.1 Pengertian
CT Mastoid merupakan pemeriksaan radiologi guna
mendapatkan gambaran cross sectional anatomi bagian mastoid.
2.4.2 Persiapan alat dan bahan
2.4.2.1 Unit pesawat CT-Scan
Karakteristik pesawat CT-Scan yang digunakan
Jenis : CT-Scan
Produksi : SIEMENS
Tipe :
Seri : SCT-700 TX
Waktu Scan : 0,8 – 1,5
Arus tabung : 60 – 300 mA
Tegangan tabung :
Waktu Rekonstruksi :
Slice thickness :
Monitor :

2.4.2.2 Selimut
2.4.2.3 head clem
2.4.2.4 Oksigen

2.4.3 Persiapan pasien


Tidak ada persiapan khusus bagi pasien,hanya saja assesoris di
daerah kepala (gigi palsu, anting, penjepit rambut dan lain-lain) yang
menempel pada obyek disingkirkan agar tidak menimbulkan bayangan
artefact.Kemudian pasien dan atau keluarga pasien diberi penerangan
mengenai tujuan dan prosedur pemerikssaan sampai dengan
12

memahami manfaat dan resiko pemeriksaan yang akan dilakukan


.Apabila memungkinkan pasien diingatkan tentang hal-hal yang tidak
boleh dilakukan selama pemeriksaan berlangsung (bergerak).

2.4.4 Teknik Pemeriksaan


2.4.4.1 Potongan Axial
a. Posisi pasien : Pasien tidur supine diatas meja
pemeriksaan dengan kepala diatur sedemikian rupa
sehingga simetris berada pada pertengahan gantry.

b. Posisi objek :Kepala hiper extensi dan diletakkan pada


head holder. Kepala diposisikan sehingga mid sagital
plane tubuh sejajar dengan lampu indicator longitudinal
dan interpapillary line sejajar dengan lampu indicator
horisontal. Lengan pasien diletakan diatas perut atau di
samping tubuh. Untuk mengurangi pergerakan dahi dan
tubuh pasien sebaiknya difiksasi bengan sabuk khusus
pada head holder dan meja pemeriksaan.(Nesseth,2000)

c.Masukkan data-data pasien dengan memilih protocol


pemeriksaan InnerEarSeq.Insert posisi pasien HeadFirst
supine pada registrasi pasien di komputer kemudian
dilanjutkan dengan membuat topogram pada daerah
kepala.

d. Buat garis potongan axial dengan batas bawah cranii


sampai dengan vertex.

Gambar 3:
13

Potongan Coranal
a.Posisi pasien : Pasien tidur prone diatas meja pemeriksaan
dengan kepala diatur sedemikian rupa sehingga simetris berada
pada pertengahan gantry.
b.Posisi objek :Kepala hiper extensi dan diletakkan pada head
holder. Kepala diposisikan sehingga mid sagital plane tubuh
sejajar dengan lampu indicator longitudinal dan interpapillary
line sejajar dengan lampu indicator horisontal. Lengan pasien
diletakan diatas perut atau di samping tubuh. Untuk mengurangi
pergerakan dahi dan tubuh pasien sebaiknya difiksasi bengan
sabuk khusus pada head holder dan meja pemeriksaan. .
(Nesseth,2000)
c.Masukkan data-data pasien dengan memilih protocol
pemeriksaan InnerEarSeq.Insert posisi pasien HeadFirst supine
pada registrasi pasien di komputer kemudian dilanjutkan
dengan membuat topogram pada daerah kepala.
d.Buat garis potongan coronal dengan batas bawah cranii
sampai dengan vertex.

Gambar 4:
BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1 Hasil Penelitian


Setelah melakukan penelitian dan pengumpulan data-data yang ada
mengenai pemeriksaan CT-Scan Mastoid dengan kasus Mastoiditis Sinistra
di Instalasi Radiologi Rumah Sakit dr. Kariadi Semarang maka didapatkan
hasil sebagai berikut :
3.1.1 Identitas responden
Adapun identitas responden yang penulis ambil sebagai kasus
dalam laporan kasus ini adalah sebagai berikut :
Nama : Ny. N
Umur : 24 tahun
Alamat : Gondel (Gedung Tuban, Blora)
NO. Register / CM : 70370 / B. 393705
Permintaan : CT-Scan mastoid
Diagnosa : Suspect Mastoiditis Sinistra

3.1.2 Riwayat pasien


Ny.N mengeluarkan cairan dari telinga kiri sejak kecil. Bagian
kepala terasa pusing bila disentuh, mual yang hebat pada perut dan
keluar darah sejak 1 tahun lalu.

3.1.3 Prosedur Pemeriksaan


3.1.3.1 Persiapan alat dan bahan
Alat dan bahan yang digunakan untuk pemeriksaan CT-
Scan Mastoid pada kasus mastoiditis sinistra di Instalasi
Radiologi Rumah Sakit Dr Kariadi Semarang yaitu :
a) Unit pesawat CT-Scan
Pesawat CT-Scan di Divisi Radiologi Rumah
Sakit Dr Kariadi Semarang menggunakan generasi
III, yang mempunyai spesifikasi:
Merk : Siemens
Tipe : Somatom Emotion Single Slice
15

No. Tabung : Art 3804890


s 46017
kV maks : 130 kV
mA maks : 245 mA
Tahun pemasangan : 2003

Gb 3.1 Gambar Pesawat CT-Scan Siemen Tipe Somatom


Emotion Single Slice

b) Selimut
c) head clem
d) Oksigen

3.1.3.2. Persiapan pasien


Tidak ada persiapan khusus bagi pasien,hanya saja
assesoris di daerah kepala (gigi palsu,anting,penjepit rambut dan
lain-lain) yang menempel pada obyek disingkirkan agar tidak
menimbulkan bayangan artefact.Kemudian pasien dan atau
keluarga pasien diberi penerangan mengenai tujuan dan prosedur
pemerikssaan sampai dengan memahami manfaat dan resiko
periksaan yang akan dilakukan.
16

3.1.3.3 Teknik pemeriksaan


a). Scan Parameter Mastoid:
1.Scanogram : axial
2.Range : 1 range
3. Slice Thickness : 2 mm
4. FOV : -6
6.Kv : 130 kV
7.mAs : 135 mAs

b). Posisi pasien : Supine diatas meja pemeriksaan dengan


kepala diatur sedemikian rupa sehingga simetris berada
pada pertengahan gantry.

c). Posisi objek : kepala hiper fleksi dan diletakkan pada head
holder. Kepala diposisikan sehingga mid sagital plane tubuh
sejajar dengan lampu indicator longitudinal dan
interpapillary line sejajar dengan lampu indicator horisontal.
Lengan pasien diletakan diatas perut atau di samping
tubuh. Untuk mengurangi pergerakan dahi dan tubuh pasien
sebaiknya difiksasi bengan sabuk khusus pada head holder
dan meja pemeriksaan.

d). Hasil bacaan dokter


Mastoid air cell kiri tampak berkurang dan suram.Tak
tampak destruksi tulang mastoid kanan,kiri tidak jelas.Tak
tampak massa pada meatus acusticus externa dan telinga
tengah kanan dan kiri Os maleus, inkus, stepes kanan dan
kiri tidak normal.Tak tampak air fluid level pada mastoid
kanan dan kiri

Kesan : Mastoiditis Sinistra

3.2 Pembahasan
Prosedur pemeriksaan CT- Mastoid pada kasus Mastoiditis di Rumah
Sakit Dr Kariadi Semarang hanya menggunakan potongan axial.Tidak
17

ada persiapan khusus pada pemeriksaan CT-Scan Mastoid,hanya saja


assesoris di daerah kepala (gigi palsu,anting,penjepit rambut dan lain-
lain) yang menempel pada obyek disingkirkan agar tidak menimbulkan
bayangan artefact.Kemudian pasien dan atau keluarga pasien diberi
penerangan mengenai tujuan dan prosedur pemerikssaan sampai dengan
memahami manfaat dan resiko pemeriksaan yang akan dilakukan.Pasien
diposisikan supine diatas meja pemeriksaan dengan kepala diatur
sedemikian rupa sehingga simetris berada pada pertengahan
gantry.Posisi objek,kepala hiper extensi dan diletakkan pada head holder.
Kepala diposisikan sehingga mid sagital plane tubuh sejajar dengan
lampu indicator longitudinal dan interpapillary line sejajar dengan lampu
indicator horisontal. Lengan pasien diletakan diatas perut atau di samping
tubuh. Untuk mengurangi pergerakan dahi dan tubuh pasien sebaiknya
difiksasi dengan sabuk khusus pada head holder dan meja
pemeriksaan.Selanjutnya data-data pasien dimasukkan dengan memilih
protocol pemeriksaan InnerEarSeq.Insert posisi pasien HeadFirst supine
pada registrasi pasien di komputer dilanjutkan dengan membuat
topogram pada daerah kepala.Kemudian membuat garis potongan axial
dengan batas bawah cranii sampai dengan vertex.
Berdasarkan hasil pengamatan penulis, pemeriksaan CT-Scan
Mastoid pada kasus Mastoiditis Sinistra di Instalasi Radiologi Rumah
Sakit Dr Kariadi Semarang menggunakan slice thickness 2
mm.Sedangkan menurut teori,penggunaan slice thickness pada mastoid
menggunakan 5mm.
Menurut Tortorici (1995) bahwa dengan slice thickness yang tipis
menghasilkan resolusi yang tinggi dan mengurang artefak. Menurut
Seeram (2001) slice thickness yang tipis akan menghasilkan amplitude
yang kecil dan banyak. Amplitudo tersebut akan akan saling overlapping
maka data yang ditangkap oleh detector tidak terjadi missing data dari
obyek yang diiris sehingga bisa menampakan lesi. Kalau dengan irisan
tebal maka amplitude yang dihasilkan lebih lebar dan sedikit dengan
menambah factor eksposi sehingga menghasilkan banyak foton dan signal
yang dihasilkan lebih kuat.Penggunaan 2mm dimaksudkan agar
mendapatkan detail gambar yang baik,Disamping itu,sesuai dengan
18

anatomi organ mastoid yang tipis maka dengan menggunakan slice


thickness 2mm organ akan lebih terlihat.
Secara prosedur,Potongan yang digunakan pada CT Mastoid
menggunakan potongan coronal dan axial sedangkan pada pemeriksaan
CT Mastioid pada kasus mastoiditis di Rumah Sakit DR Kariadi Semarang
hanya menggunakan axial saja.Potongan coronal digunakan apabila pada
potongan axial tidak menunjukkan adanya kelainan.
19

Gambar Hasil pemeriksaan CT-Scan Mastoid pada kasus Mastoiditis Sinistra di


Rumah Sakit DR. Kariadi Semarang.
20

BAB IV
PENUTUP

4.1. Kesimpulan
4.1.1 Prosedur pemeriksaan CT-Scan Mastoid pada kasus mastoiditis
Sinistra di Instalasi Radiologi Rumah Sakit Dr Kariadi Semarang
menggunakan pemilihan protocol InnerEarSeq dengan menggunakan
potongan axial saja. Topogram pada daerah kepala dengan batas
atas vertex sampai dengan cranii.
4.1.2 Slice thickness yang digunakan yaitu 2 mm.Penggunaan slice
thickness 2mm guna mendapatkan detail/resolusi yang lebih
baik,mengingat organ mastoid sangat tipis sehingga dapat
menampakkan kelainan.
4.2 Saran
4.2.1 Sebaiknya pada pemeriksaan CT-Scan Mastoid digunakan potongan
coronal dan axial dengan tujuan untuk mendapatkan hasil yang lebih
informative
DAFTAR PUSTAKA

Bontrager,Kenneth.L,2001.TextBook of Radiographic Positioning And


Related Anatom- Fift edition.St.Louis;Mousby.Inc
Nesseth,R.Wiliiam,Erica. K.2000.Procedures And Documentation for
CT And MRI.New York :MC Graw-Hill Companies,Inc.
Pearce, Evelyn C. 1993. Anatomi Dan Fisiologi Untuk Para
Medis. Jakarta : Penerbit PT. Gramedia.
Price, Sylvia A dan Lorraine Mc Carty W. 1991. Patofisiologi
Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit Edisi II. Jakarta :
EGC
Rasad, S. 2000. Radiologi Diagnostik-Cetakan Kedua. Jakarta :
Balai Penerbit FK UI
Robbins dan Kumar. 1995. Buku Ajar Patologi II, Edisi IV. Jakarta
: EGC

Anda mungkin juga menyukai