Anda di halaman 1dari 10

PENATALAKSAAN PEMERIKSAAN SINUS PARANASAL

DI RS KRAKATAU MEDIKA

Dita Puspa Wulansari1) , Hasan AL Bana, Amd. Rad2) , Eny Supriyaningsih,


SKM, M.Kes 3)
1
Mahasiswa Tingkat 3 Semester 6 Program Diploma 3 Teknik Radiodiagnostik
dan Radioterapi Poltekkes Kemenkes Jakarta II
2
Instruktur Praktek Kerja Nyata Rumah Sakit Krakatau Medika
3
Dosen Jurusan Teknik Radiodiagnostik dan Radioterapi Poltekkes Kemenkes
Jakarta II
e-mail: ditapuspa91@gmail.com

Abstrak

Latar Belakang : Sinus paranasal merupakan rongga yang berisi udara yang
terdapat di tulang tengkorak dan terdapat juga pada tulang wajah. Sinus paranasal
terdiri dari 4 (empat) bagian yaitu, sinus frontalis pada os frontal, sinus
ethmoidalis pada os ethmoid, sinus sphenoidalis pada os spenoid, dan sinus
maxillaries pada os maxilla. Fungsi dari keempat sinus tersebut adalah untuk
meringankan berat pada kepala dan memperjelas resonansi atau memperjelas
suara pada manusia. Semua rongga atau sinus ini saling berhubungan terhadap
saluran pernapasan)(3,6). Terdapat klinis yang sering terjadi pada sinus paranasal
yaitu sinusitis, sinusitis adalah radang sinus tulang, hidung, berasal dari demam
salesma atau sakit gigi. Disebabkan oleh bakteri: haemophilus influenzae,
streptococcus pneumonia atau staphylococcus. Ingus hijau dan berbau. (13).
Pemeriksaan radiografi sinus paranasal telah menjadi salah satu teroboson
terbesar dalam dunia kesehatan. Pemeriksaan radiografi sinus paranasal
memberikan gambaran yang jelas untuk sinus. Keadaan sinus normal pada
gambaran rontgen akan tampak berwarna lucent (hitam) karena rongga tersebut
berisi udara(3).

Tujuan : Untuk mendeskripsikan dan mengevaluasi prosedur pemeriksaan dan


teknik pemeriksaan sinus paranasal di RSUD. R. Syamsudin, SH. Kota Sukabumi
Metode dan material : Desain penelitian ini adalah deskriptif kualitatif. Metode
pengumpulan data yang digunakan dengan studi kepustakaan dan observasi
partisipatoris. Instrumen penelitian yang digunakan alat tulis untuk menulis data
yang diperoleh, alat dokumentasi untuk menyimpan data dan lembar kerja yang
digunakan sebagai alat untuk mencatat semua hal yang berhubungan dengan data
yang penulis gunakan. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan pesawat
konvensional di RSUD. R. Syamsudin, SH. Kota Sukabumi.

Hasil : Hasil penelitian menunjukkan pasien dengan nama NY. A berusia 25


Tahun telah melakukan pemeriksaan sinus paranasal dengan proyeksi waters
pada kasus sinusitis. hasil dari gambaran pemeriksaan sinus paranasal dengan
proyeksi waters dapat memperlihatkan sinusitis pada sinus maksilaris.

Kesimpulan : Kesimpulan dari penelitian ini adalah Pemeriksaan sinus paranasal


dengan proyeksi waters dapat memberikan gambaran yang jelas untuk
memperlihatkan sinus terutama sinus frontalis, sinus maksilaris dan sinus
ethmoidalis.

Kata kunci : sinus paranasal (SPN) proyeksi waters, sinusitis.

PENDAHULUAN

Frank D. Eugene (2012:363) mengatakan bahwa tengkorak manusia


selain terdiri dari tulang-tulang wajah, tengkorak manusia juga memiliki rongga-
rongga berisi udara yang dikenal dengan sinus paranasal. Sinus paranasal terdiri
dari empat bagian yaitu Sinus frontalis pada os frontalis, Sinus ethmoidalis pada
os ethmoid, Sinus sphenoidalis pada os sphenoid, Sinus maxillaries pada os
maxilla.

Menurut DR. R. N. Bajpai M. S (1991 : 198), tulang-tulang berongga di


sekliling rongga hidung berisi ruangan-ruangan udara yang berhubungan dengan
rongga hidung. Ruangan-ruangan udara tersebut disebut dengan sinus paranasal.
Keempat sinus paranasalis terletak pada masing-masing sisi yaitu, sinus
maksillaris, sinus frontalis, sinus ethmoidalis, sinus sphenoidalis.
Sinus maxilaris terletak di korpus maksila dan merupakan sinus yang
paling besar dari semua sinus-sinus. Sinus ini pada anak-anak lebih kecil dan
mencapai ukuran sempurna setelah tumbuhnya gigi tetap. Masing-masing sinus
ini merupakan sebuah rongga yang berbentuk pyramid.

Sinus frontalis pada masing-masing sisi terletak diantara kedua tabula os


frontal. Kedua sinus tersebut dipisahkan oleh sebuah septum yang paling sering
berdeviasi ke satu sisi atau ke sisi yang lainnya. Sinus-sinus frontalis biasanya
hanya berkembang setelah tahun ke dua dan mencapai ukuran dewasa setelah
pubertas. Dimensi-dimensinya yaitu tinggi vertikal 3cm, lebar 2,5cm dan panjang
anteroposterior 1,8cm.

Sinus ethmoidalis dibentuk oleh sejumlah tulang berongga yang


berdinding tipis dipisahkan oleh septum tulang yang tidak sempurna di dalam
labirin ethmoidalis. Dinding sinus disempurnakan oleh tulang-tulang di dekatnya.

Sinus sphenoidalis terletak didalam korpus sphenoidalis, sinus-sinus ini


dipisahkan oleh sebuah septum, pada waktu lahir sinus-sinus ini sangat kecil dan
mencapai ukuran yang sempurna hanya setelah pubertas.

Fungsi dari sinus-sinus tersebut yaitu :

1. Fungsi utama dari sinus adalah meringankan beban tengkorak

2. Berfungi untuk menambah resonansi suara. Jalur udara pada sinus-


sinus ini meresonansi suara selama produksi suara. Bila pintu-pintu
sinus di rongga tersumbat akibat pembengkakan karena proses
perdangan, maka akan terjadi perubahan suara yang jelas.

3. Sinus-sinus ini juga bertanggung jawab atas bentuk tengkorak yang


berguna untuk penampilan dari bentuk muka, perubahan penampilan.

Menurut Pearce C evelyn (2002 : 211), sinus dapat menjadi sasaran infeksi
yang disebut sinusitis, menjadi sasaran infeksi pada sinus, yang mengalir dari
hidung karena adanya hubungan sinus dengan hidung. Infeksi sinus frontalis yang
terdapat pada tulang dahi, menyebabkan rasa sakit kepala dan tubuh menjadi lesu.
Menurut Santy Sayuti (2015), sinusitis adalah radang sinus tulang, hidung,
berasal dari demam salesma atau sakit gigi. Disebabkan oleh bakteri:
haemophilus influenzae, streptococcus pneumonia atau staphylococcus. Ingus
hijau dan berbau.

Menurut Rasad Sjahriar (2005:436). Terdapat beberapa penyebab yang


mengakibatkan sinusitis yaitu :

a. Infeksi sinus paranasal

Infeksi pada sinus paranasal sangat sering terjadi pada sinusitis adalah
komplikasi, yang terbanyak adalah sinusitis bacterial, yaitu sinusitis yang
terjadi karena adanya infeksi. Sinusitis akut adalah peradandangan mukosa
pada sebagian atau seluruh sinus paranasal. Sedangkan sinusitis kronis
adalah proses peradangan kronis pada mukosa dan dinding tulang dari
sinus paransal.

b. Tumor pada sinus paransal

Tumor pada sinus paranasal biasanya ditandai dengan gejala-gejala yang


sesuai dengan lokasi terdapatnya massa tersebut antara lain penyumbatan
pada hidung. Tumor ini sangat jarang menunjukan tanda-tanda yang khas,
tanda-tanda tumor ini biasanya destruksi (merusak tulang-tulang yang
agresif yang meliputi seluruh ruang sinus).

c. Kista retensi

Kista retensi terbentuk dari kelenjar-kelenjar muscus secresi yang


tersumbat pada mukosa yang terdapat di dinding sinus. Biasanya yang
sering terserang adalah sinus maxillaris, bentuknya conveks, bundar, licin
dan homogen. Bila kista ini makin lama dan makin besar akan
menyebabkan air fluid level.

Teknik pemeriksaan untuk pemeriksaan sinus paranasal Menurut


Bontrager (2014) dan Menurut Smith J. Barbara (2016) ada empat proyeksi, yaitu
proyeksi lateral, proyeksi PA Axial (metode Caldwell), proyeksi parietoacanthion
metode waters dan proyeksi parientoachantion metode waters dengan modifikasi
open mouth.

Di RS Krakatau Medika pada pemeriksaan sinus paranasal dengan klinis


sinusitis proyeksi yang digunakan hanya parientoachantion metode waters dengan
modifikasi open mouth.

karena pada proyeksi parientoachantion metode waters dengan modifikasi open


mouth sudah bisa memperlihatkan semua Sinus paranasal yaitu, sinus frontalis,
sinus ethmoidalis, sinus sphenoidalis, dan sinus maxillaries.

METODE PENELITIAN
Jenis penelitian ini merupakan penelitian yang bersifat deskriptif kualitatif
berupa studi kasus dengan melakukan observasi pada instalasi Radiologi Rumah
Sakit Krakatau Medika. Observasi mengambil data selama tanggal 1 februari – 28
februari 2019 dan tempat pengumpulan data di lakukan di instalasi radiologi
Rumah Sakit Krakatau Medika. Populasi penelitian ini adalah pasien yang datang
ke instalasi radiologi untuk melakukan pemeriksaan radiografi sinus paranasal
proyeksi parietoacantial, metode waters selama tanggal 1 februari – 28 februari
2019. Jumlah sampel yang diambil adalah 1 orang pasien di instalasi Radiologi
Rumah Sakit Krakatau Medika yang melakukan pemeriksaan radiografi sinus
paranasal proyeksi parietoacantial, metode waters. Instrumen penelitian yang
digunakan adalah lembar kerja untuk mencatat seluruh hasil selama observasi.
Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah studi
pustaka, observasi lapangan, dan hasil ekpertise dari dokter radiolog. Pengolahan
data yang digunakan selama observasi di instalasi Radiologi Rumah Sakit
Krakatau Medika diperoleh secara kualitatif dan hasil gambaran dari pemeriksaan
sinus paranasal proyeksi parietoacantial, metode waters dengan cara deskriptif
sehingga menjadi hasil kesimpulan untuk menjawab permasalahan dalam kasus
ini.
Tidak ada persiapan khusus yang dilakukan sebelum dilakukan pemeriksaan
radiografi sinus paranasal, namun pasien disuruh melepaskan benda-benda logam,
anting, plastik atau benda lain yang terdapat dikepala yang dapat mengganggu
hasil gambaran pemeriksaan.
Teknik pemeriksaan yang dilakukan untuk pemeriksaan sinus paransal
1. Proyeksi parietoacantial, metode waters yaitu :
a) Menggunakan film berukuran 18 x 24cm
b) Posisi Pasien : erect atau duduk
c) Posisi Objek : tempatkan MSP (Mid Sagital Plane) tubuh sejajar
dengan garis tengah grid. tempatkan lengan pada posisi yang nyaman
dan atur bahu pada bidang yang sama. Ekstensikan leher tempatkan
pertengahan kaset pada acanthion. Letakkan dagu pada grid vertikal
dan atur sehinnga MSP (Mid Sagital Plane) kepala tegak lurus bidang
film. Gunakan busur derajat sebagai pembantu, atur kepala sehingga
garis orbitomeatal line membentuk suduk 37 derajat dengan bidang
film. Kepala dimobilisasikan dan minta pasien untuk menahan nafas
pada saat eksposi.
d) Central Ray : tegak lurus terhadap bidang film.
e) Central Point : tepat pada parieto occipital menembus acanthion.
f) Kriteria Gambar : sinus maxillaries ditampilkan dengan bagian petrous
ridge melintang pada dasar sinus maxillaries. Tampak pula gambaran
sinus frontalis dan sinus ethmoidalis.

2. Proyeksi Lateral
a) Menggunakan kaset ukuran 18x24 cm
b) Posisi Pasien : erect atau duduk
c) Posisi Objek : Titik tengah kaset sekitar 0,5-1 inchi berada diberada
dibelakang outer cantus. Sandarkan kepala pada kedudukan parietal dan
atur hingga benra-benar lateral. MSP (Mid Sagital Plane) kepala parallel
dengan bidang film dan IPL (Inter Pupilari Line) tegak lurus film.
Kepala di imobilisasikan.
d) Central Ray : tegak lurus terhadap bidang film
e) Central Point : 0,5-1 inchi posterior ke autercantus yang jauh dari film
f) Kriteria Gambar : semua sinus tercakup terutama sinus spenoidal,
sella tursica tidak mengalami perputaran, atap orbita dan ramus
mandibula akan superposisi serta luas kolimasi harus sesuai objek yang
dibutuhkan .

3. Proyeksi AP Axial Metode Cadwell


a) Menggunakan kaset ukuran 18x24 cm
b) Posisi Pasien : Pasien berdiri dan pusat MSP (Mid Sagital Plane)
tubuh berada digaris tengah grid. Lengan dan bahu diposisikan
nyaman dan berada pada bidang yang sama untuk metode sinar
horizontal tube disudutkan 150.
c) Posisi Objek : Titik tengah nasion ditujukan ke kaset. Letakkan kepala
pasien diatas dahi dan bidang. Atur kedua MSP (Mid Sagital Plane)
dan OML (Orbita Meatal Line) tegak lurus dibidang film.
Imobilisasikan kepala.
d) Central Ray : 150 caudaly
e) Central Point : menembus nasion
f) Kriteria Gambar : Jarak antara batas lateral orbita dengan kepala
sama, kedua petrousridge harus simetris dan harus terletak lebih
rendah dari orbita, sinus frontalis harus terletak diatas sutura
frontonatalis dan anterior etmoidal cells diatas petrous ridge, sinus
frontalis dan etmoidal bagian anterior tergambar dengan jelas. Serta
batas kolimasi sesuai dengan obyek.

HASIL DAN PEMBAHASAN


Berdasarkan penelitian yang dilakukan di instalasi radiologi Rumah Sakit
Krakatau Medika mengenai pemeriksaan sinus paranasal proyeksi waters maka
penulis mendapatkan data sebagai berikut :
Tidak ada persiapan khusus bagi pasien pemeriksaan sinus paranasal.
Persiapannya hanya melepaskan benda-benda logam yang akan mengganggu hasil
gambaran disekitar objek yang akan diperiksa. Alat dan bahan yang digunakan
adalah Pesawat Rontgen merk Philips Diagnostic Standar FSS, Kaset Radiografi
Ukuran 18 cm x 24 cm, Image Console merk Carestream, Image Reader merk
Carestream dan Imager merk Carestream. Data pasien yang melakukan
pemeriksaan sinus paranasal proyeksi parietoacantial, metode waters waters di
instalasi radiologi Rumah Sakit Krakatau Medika Kota Cilegon datanya sebagai
berikut :
Nama : Ny. H
Umur : 34 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Klinis : sinusitis
Teknik Pemeriksaan sinus paranasal proyeksi parietoacantial, metode waters
yang dilakukan di Rumah Sakit Krakatau Medika. Pasien diatur berdiri di depan
bucky stand dengan MSP (Mid Sagital Plane) tubuh sejajar dengan garis tengah
grid. tempatkan lengan pasien pada posisi yang nyaman dan atur bahu pasien pada
bidang yang sama. Leher pasien diekstensikan dengan acanthion berada di
pertengahan kaset. Letakkan dagu pasien pada grid vertikal dan atur sehingga
MSP (Mid Sagital Plane) kepala tegak lurus bidang film. kepala pasien di atur
hingga MML (mento meatal line) tegak lurus kaset. Pasien membuka mulutnya.
Pasien diinstuksikan untuk mengikuti instruksi menahan nafas pada saat eksposi
agar tidak terjadi pergerakan pada pasien saat dilakukan eksposi.

Hasil gambaran

Gambar 1
Hasil gambaran Sinus paranasal proyeksi waters
Hasil Ekspertise
Hasil ekspertise Sinus paranasal proyeksi waters yang dibacakan oleh
dokter spesialis radiologi di Rumah Sakit Krakatau Medika sebagai berikut :
Menguraikan : Septum nasi deviasi, penebalan mukosa konka nasal inferior
bilateral, penebalan mukosa sinus maksila bilateral, dinding antrum maksila
bilateral baik, sella tursica dan jaringan lunak adenoid tidak dapat dievaluasi.
Kesan : Hipertrofi mukosa sinus maksila bilateral

KESIMPULAN DAN SARAN


Sinus paranasal merupakan rongga yang berisi udara yang terdapat di
tulang tengkorak dan terdapat juga pada tulang wajah. Sinus paranasal terdiri dari
4 (empat) bagian yaitu, sinus frontalis, sinus ethmoidalis, sinus sphenoidalis dan
sinus maxillaries. Fungsi dari keempat sinus tersebut adalah untuk meringankan
berat pada kepala dan memperjelas resonansi atau memperjelas suara pada
manusia. Semua rongga atau sinus ini saling berhubungan terhadap saluran
pernapasan. Sinus dapat menjadi sasaran infeksi yang sering disebut sinusitis.
Kelainan - kelainan pada sinus paranasal dapat ditegakkan dengan berbagai
teknik pemeriksaan, khususnya pada klinis sinusitis pemeriksaan sinus paranasal
yang dianjurkan adalah proyeksi waters. Proyeksi waters pada pemeriksaan sinus
paranasal sangat jelas dalam memperlihatkan sinus frontalis, sinus maksilaris,
dan sinus ethmoidalis, dan dari hasil pemeriksaan yang dilakukan selama ini di
RS Krakatau Medika, untuk pasien dengan klinis sinusitis selalu dilakukan
dengan pemeriksaan Sinus paranasal proyeksi waters yang selanjutnya akan di
ekspertise oleh dokter radiologi sehingga dapat dilakukan pengobatan atau
tindakan lebih lanjut.

DAFTAR PUSTAKA

1. Bajpai, R. N. (1991). Osteologi Tubuh Manusia. Jakarta: Binarupa Aksara.


2. Ballinger, P. W. & Frank D.E. (2003). Merril’s Atlas Of Radiographic
Positioning and Radiologic Prosedures, Tenth Edition, Volume One. St.
Louis : Mosby.
3. Bontrager, Keneth L. (2014). Text Book Of Radiographic Positioning and
Related Anatomy, Eighth Edition. Elsevier Inc, Singapore
4. Bryan, Glenda J. 1974, Diagnostic Radiography, Second Edition. New
York, Churchill Livingstone.
5. Dorlan. (2007). Kamus Kedokteran Dorlan, 31st Edition . Penerbit Buku
Kedokteran Dorlan EGC, Jakarta.
6. Frank D.E, Long W.B, Smith J,B. (2016), Merril’s Atlas Of Radiographic
Positioning and Prosedures, Thirteen Edition, Volume One. St. Louis :
Mosby.
7. Moore, L. Keith., Anne M. R. (2002). Anatomi Klinis Dasar. Alih Bahasa
Hendra. Jakarta:Hipokrates. Terjemah dari : Essential clinical Anatomy.
8. Moini, J. (2016). Anatomi and Physiology For Health Professionals.
Burlington: Jones & Bartlett Learning.
9. Patel, Pradip R.2007. Lecture Notes Radiologi. Edisi ke 2.
Jakarta:Erlangga.
10. Pearce, E. C. (2000). Anatomi Dan Fisiologi Untuk Paramedis, Jakarta
PT Gramedia Pustaka Umum.
11. Putz, R., & Pabst, R. (2006). Sobotta: Atlas Anatomi Manusia, Edisi 22
Jilid 2, Penerbit Buku Kedokteran, EGC, Jakarta.
12. Rasad, Sjahriar. (2005). Radiologi Diagnostik. Jakarta: Balai Penerbit.
13. Sayuti, S., Nur Hidayati., & Dwi R. (2015). Kamus Lengkap Biologi.
Jakarta:Victory inti cipta.
14. Sloane, C., Holmes, K., Whitley, A. S. (2010). Clark’s Pocket Handbook
For Radiographers, an Hachette UK Company, London.
15. Yatim, F. (2006). Penyakit Tulang dan Persendian. Jakarta: Pustaka
Populer Obor.
16. Tortora, J. Gerard., & Bryan D. (2011). Principles of anatomy and
Physiology 13th Edition Volume 1.. Asia:John Wiley & Sons, Inc.

Anda mungkin juga menyukai