Anda di halaman 1dari 44

LAPORAN PERENCANAAN ARTIFICIAL LIFT DAN DESAIN SURFACE

FACILITIES SUMUR ICK-12 LAPANGAN MIRAMAR, CEKUNGAN


TARAKAN, KALIMANTAN UTARA, INDONESIA

(PICTURE)

PROPOSED BY:
Skolastika Marganing Pradipta Putri (113160113) as Manager Operation
Andi Dedy Setiawan (113160140) as Drilling Engineer
Fiky Eka Ramadhan (113160006) as Production Engineer
Theomas Abdi Jaya (113160048) as Production Engineer
Cahyadi Julianto (113160142) as Simulation Engineer
Tesya Ananda Siregar (113160144) as Surface Engineer
Sealtiel Jean Madaun (113160141) as Surface Engineer
DAFTAR ISI

I. HALAMAN JUDUL ............................................................................. i


II. EXECUTIVE SUMMARY ..................................................................... 1
III. GEOLOGICAL FINDING AND REVIEW .......................................... 2
3.1. Tinjauan Umum Cekungan Tarakan...........................................
3.2. Geologi Regional ............................................................................
3.2.1. Kondisi Tektonik Cekungan Tarakan ..............................
3.2.2. Sedimentasi Cekungan Tarakan........................................
3.2.3. Stratigrafi Cekungan Tarakan ..........................................
3.3. Petroleum System Cekungan Tarakan .........................................
3.3.1. Source Rock ..........................................................................
3.3.2. Reservoir ...............................................................................
3.3.3. Cap Rock...............................................................................
3.3.4. Trap .......................................................................................
3.3.5. Migrasi .................................................................................
IV. FLUID DESCRIPTION ........................................................................
V. WELL COMPLETION ..........................................................................
5.1. Pendahuluan Well Completion ......................................................
5.2. Analisa Well Completion Sumur ICK-12 .....................................
5.2.1. Formation Completion ..........................................................
5.2.2. Perforasi ................................................................................
5.2.3. Tubinfg Completion ..............................................................
5.2.4. Wellhead Completion ............................................................
VI. PRODUCTION ASPECT ......................................................................
6.1. Prdouction Method Design .............................................................
6.2. Surface Facilities ............................................................................
VII.KESIMPULAN .....................................................................................
VIII. SARAN ................................................................................................
IX. LAMPIRAN ...........................................................................................
II. EXCECUTIVE SUMMARY
Total E&P Indonesia didirikan di Jakarta, 14 Agustus 1968 sebagai Kontraktor
Kontrak Kerja Sama (KKKS) SKKMIGAS, dengan lapangan awal saat itu di
seputar delta mahakam. Lapangan awal mereka di Bekapai dan Handil kala itu,
diperkuat dengan ditemukannya lapangan Tambora pada tahun 1974 dan Tunu pada
tahun 1977. Lapangan Tunu yang dikembangkan pada tahun 90-an menjadi
penyumbang utama supply gas bagi Total E&P Indonesia hingga kini. Adapun
Total E&P Indonesia bermarkas di Balikpapan dan Jakarta.
Total merupakan perusahaan minyak dan gas terbesar nomor empat di dunia
yang mana cakupan operasinya tersebar di seluruh dunia. Aktivitasnya dapat
dikategorikan menjadi dua kategori, upstream dan downstream. Dengan 8 divisi
operasional yang terdiri dari :
1. Drilling, well services and logistics (DWL)
2. Field Operation (FO)
3. Information system and telecommunication (IST)
4. ISupply Chain (SC)
5. Engineering (ENG)
6. Health, Safety and Environment (HSE)
7. Geosciences and Reservoir (GSR)
8. Security (SEC)

Gambar 2.1. Logo Total EP


(Source)
III. GEOLOGICAL FINDING AND REVIEW
3.1. Tinjauan Umum Cekungan Tarakan
Cekungan Tarakan berada pada bagian utara dari Pulau Kalimantan.
Luasnya mencapai 68.000 km2. Secara umum, bagian utara dari cekungan ini
dibatasi oleh paparan Mangkaliat, dibagian Timut dibatasi oleh Laut Sulawesi
dan dibagian Barat dibatasi oleh Central Range Complex. Cekungan Tarakan
ini memiliki morfologi berupa depresi yang terbuka ke arah timur menghadap
ke selat Makasar dan termasuk ke dalam komponen batas benua bagian timur
dari kalimantan. Pada dasarnya, wilayahnya Cekungan NE Kalimantan terbagi
menjadi 4 grup Sub cekungan: Sub Cekungan Tidung, Sub Cekungan Berau,
Sub Cekungan Muara, dan Sub Cekungan Tarakan. Cekungan Tarakan
meliputi ke empat bagian tersebut. Cekungan Tarakan dengan Cekungan Kutai
dipisahkan oleh Lengkungan Mangkalihat (Mangkalihat Arch). Bagian sebelah
Barat termasuk ke dalam Sekatak-tinggian Berau pada bagian tengah (centre
of range).

Gambar 3.1. Peta Lokasi Cekungan Tarakan


(Cekungan Tarakan, 1984)
3.2. Geologi Regional
3.2.1. Kondisi Tektonik Cekungan Tarakan
Cekungan Tarakan memiliki variasi sesar, elemen struktur dan trend.
Sejarah tektonik cekungan Tarakan diawali dengan fase ekstensi sejak Eosen
Tengah yang membentuk wrench fault dengan arah NW – SE serta
berpengaruh pada proses perekahan Selat Makasar yang berhenti pada Miosen
Awal. Fase tektonik awal ini merupakan fase pembukaan cekungan ke arah
timur yang diindikasikan dengan adanya enechelon block faulting yang
memiliki slope ke arah timur.
Dari Miosen Tengah hingga Pliosen merupakan kondisi yang lebih stabil
dimana terendapkan sedimen dengan lingkungan delta yang menyebar dari
beberapa sistem pola penyaluran dari barat ke timur. Contoh sungai yang
memiliki hilir di daerah ini yaitu sungai Proto-Kayan, Sesayap, Sembakung
dan beberapa lainnya. Pada fase ini cekungan mengalami subsidence akibat
gravitasi beban dari endapan delta yang semakin banyak, sehingga terbentuk
sesar listrik. Pertumbuhan struktur sesar disini mengindikasikan bahwa terjadi
proses penyebaran endapan delta ke arah barat yang menjadi lebih sedikit dan
mulai terendapkan karbonat. Pada bagian cekungan yang mengarah ke timur
tersusun atas endapan delta yang tebal, yang berasosiasi dengan sesar normal
syngenetik (sesar normal yang terbentuk bersamaan dengan pengendapan).
Fase akhir tektonik pada cekungan ini yaitu proses kompresi yang terjadi
pada Plio – Pleistosen Akhir akibat dari kolisi lempeng Filipina dengan
lempeng Borneo / Kalimantan Timur. Hal ini mengaktifkan kembali struktur
yang telah ada dan membalikkan arah beberapa patahan gravitasional. Akan
tetapi gaya yang lebih kuat berada pada bagian utara cekungan dimana endapan
Miosen dan Plosen menjadi terlipat dan terpatahkan dengan arah NW – SE
hingga WNE – ESE. Pada bagian timur cekungan, fase kompresi ini
membentuk struktur yang tinggi karena material endapan bersifat plastis
sehingga membentuk antiklin Bunyu dan Tarakan.
Dari fase tektonik tersebut dipercaya bahwa deformasi yang terbentuk
sejak awal proses tektonik merupakan pengontrol utama pembentukan cebakan
hidrokarbon di Cekungan Tarakan.

Gambar 3.2. Kondisi Tektonik Cekungan Tarakan


(Cekungan Tarakan, 1984)

3.2.2. Sedimentasi Cekungan Tarakan


Secara umum, Cekungan Tarakan tersusun oleh batuan berumur Tersier
yang diendapkan di atas batuan dasar berumur Pra Tersier. Dinamika
sedimentasi pada cekungan ini dimulai pada Eosen, yang pada saat itu
Cekungan Tarakan ini masih merupakan wilayah daratan (Formasi Sembakung
– Formasi Sujau). Kemudian pada Oligosen berkembang pola transgressi yang
didominasi oleh klastik kasar dan juga batuan karbonat (Formasi Seilor).
Perkembangan sistem transgressi ini berlangsung terus hingga diendapkan
sedimen halus klastik halus (Formasi Nainputo) dan di beberapa tempat
diendapkan batugamping terumbu (Formasi Tabular). Selanjutnya terjadi
regresi hingga Cekungan ini mengalami pengangkatan, dan kemudian
terendapakan sedimen klastika kasar yang sumbernya berasal dari Central
Range Complex (LEMIGAS, 2006). Lingkungan pengendapannya berupa delta
yang kompleks dan membentang dari Barat ke Timur (Formasi Latih/Meliat).
Kearah Timur merupakan bagian Prodeltas yang tersusun atas fasies
batulempung (Formasi Tabul).
Pada Miosen akhir, terjadi pengangkatan ditinggian Kuching, sehingga
mengangkat bagian Utara dari Cekungan Tarakan ini. Dan pada Pliosen
terbentuk lingkungan delta kembali dan diendapkan Formasi Tarakan/Sajau.
3.2.3. Stratigrafi Cekungan Tarakan
Stratigrafi dari Cekungan Tarakan dari lapisan/formasi berumur tua ke
lapisan/formasi muda adalah sebagai berikut:
a. Formasi Sujau
Litologi penyusun berupa konglomerat, batupasir, volkaniklastik dengan
ketebalan 1000 m. Struktur geologi yang berkembang sangatlah kompleks
dan mengakibatkan daerah ini terlipat kuat. Jejak fosil plangtonik
foraminifera yang dijumpai pada Formasi ini berumur Eosen akhir.
b. Formasi Seilor
Formasi ini terendapkan secara selaras di atas Formasi Sujau. Penyusunya
berupa micrite limestone. Kehadiran Nummulites, Euliphidina dan
Lepidocyclina menunjukkan bahwa Formasi ini terbentuk pada Oligosen
awal. Ketebalan batugampingnya berkisar antara 100-500 m.
c. Formasi Mangkabua
Pada formasi ini terjadi perubahan progradasional dari formasi Seilor
(micrite limestone) menjadi batunapal yang tebal dan masif. Terdapat
Nummulites fichteli (Marks,1957) yang berumur Oligosen. Formasi ini
tererosi intensif pada akhir Oligosen karena proses tektonik berupa
pengangkatan yang diakibatkan aktivitas vulkanik.
d. Formasi Tempilan
Litologi penyusun formasi ini berupa lapisan tipis batupasir, tuff, shale dan
coal. Terendapkan secara tidak selaras di atas formasi Mangkabua.
Foraminifera besar berupa lepidocyclina dan heterostegina menunjukkan
umur Oligosen akhir (Van Der, 1925). Ketebalan formasi ini mencapai 1000
m, namun tidak bisa tersingkap dengan baik karena diperkirakan
terendapkan pada depresi lokal / graben.
e. Formasi Tabular
Tersusun oleh batugamping yang dominasinya berupa micrite limestone.
Formasi ini kaya akan fosil Lepidocyclina dan umurnya diperkirakan akhir
Oligosen-awal Miosen. Ketebalan formasi ini diperkirakan mencapai 500-
800 m. Perubahan terjadi pada bagian atas dari batugamping ini, mengalami
penipisan hingga ketebalannya mencapai 150 m. Semakan ke atas berubah
menjadi napal, batugamping dan shale yang nantinya berkembang menjadi
formasi Naintupo yang kaya akan fosil plangtonik.
f. Formasi Birang dan Naintupo
Formasi Birang yang terletak pada bagian selatan sebenarnya masih
termasuk ke dalam bagian dari formasi Tabular. Sedangkan dibagian utara
terdapat Formasi Naintupo. Litologi penyusunnya berupa batugamping dan
Napal. Fosil foraminifera Plangonik memiliki kisaran zona N9-N10.
Ketebalan formasi ini diperkirakan antara 200- 400 m dan di sub basin
Tarakan tebalnya bisa mencapai 600-800 m.
g. Formasi Latih / Meliat
Terletak pada bagian selatan Berau sub basin sehingga diberi nama Formasi
latih, mempunyai tebal 900-1100 m. Litologi penyusun nerupa batupasir,
shale, dan batugamping. Terendapkan secara tidak selaras di atas formasi
Birang. Terdapat foraminifera besar yang mengindikasikan umurnya
Miosen Tengah sampai Miosen akhir. Terjadi perubahan lingkungan
pengendapan yang cepat dari laut dalam menjadi laut dangkal. Ketebalan
formasi ini antara 250-700 m. Pada formasi ini terdapat batubara yang
menggambarkan lingkungan pengendapan delta.
h. Formasi Menumbar
Pada bagian Selatan muara sub basin terbentuk formasi Menumbar dan tidak
selaras menumpang dengan formasi Birang. Litologi penyusunnya berupa
batugamping tebal.
i. Formasi Tabul dan Formasi Sahul
Formasi Tabul ini tersingkap pada bagian utara sub cekungan Tidung.
Formasi Tabul tersusun oleh batupasir, batu lanau, shale dan batu gamping.
Formasi Tabul berumur Miosen Tengah - Akhir. Lingkungan
pengendapannya berupa delta. Sedangkan pada formasi Sahul tersusun oleh
batupasir, shale, dan batubara. Formasi Sahul berumur Miosen akhir.
Formasi sahul ini lingkungan pengendapannya berupa delta front - delta
plain.
j. Formasi Tarakan / Sajau
Formasi Tarakan secara umum masih sama dengan formasi Sahul, tersusun
oleh batupasir dan batubara. Formasi Tarakan diinterpretasikan lingkungan
pengendapannya masih berupa delta. Pada bagian Timur, secara gradasional
terjadi perubahan dari shale hingga batugamping, diinterpretasikan berupa
fasies prodelta dan lingkungannya dangkal. Terdapat kehadiran tuff yang
menunjukkan adanya aktivitas vulkanik yang diikuti oleh proses tektonik
berupa pengangkatan.
k. Formasi Domaring
Tersingkap pada sub cekungan Berau. Pada bagian barat muara sub
cekungan ini tersusun atas shale dan batu gamping berumur Pliosen.
l. Formasi Bunyu dan Waru
Ditemukan pada subcekungan Tarakan. Litologi penyusunya berupa
batupasir, shale, lignite, dan batu gamping. Terendapakan secara tidak
selaras di atas formasi Tarakan. Formasi Bunyu ini terbentuk pada
pleistosen dengan mengalami proses transgressi, perubahan lingkungan
pengendapan delta plain menjadi fluvial. Sedangkan formasi Waru, terdapat
pada bagian selatan (Sub Cekungan Muara dan Berau) yang diendapkan
pada kondisi laut dangkal hingga terbentuk napal hingga batugamping.
Gambar 3.3. Stratigrafi Regional Cekungan Tarakan
(http://digilib.itb.ac.id/files/disk1/678/jbptitbpp
-gdl-ryansurjau-33893-3-2009ta-2.pdf)
3.3. Petroleum System Cekungan Tarakan
3.3.1. Source Rock
Formasi yang berpotensi sebagai source rock adalah Formasi
Sembakung, Meliat, dan Tabul (Sasongko, 2006). Formasi Meliat juga
memiliki batuan yang mengandung material organik yang cukup dengan
sebagian formasi temperaturnya cukup tinggi, sehingga mampu mematangkan
hidrokarbon. Batuan Formasi Tabul merupakan source rock terbaik karena
memiliki material organic tinggi dan HI lebih dari 300, sehingga hidrokarbon
telah matang. Ketebalan formasi ini mencapai 1700 m, sehingga mampu
menyediakan hidrokarbon yang melimpah.
Menurut L.J. Polito (1978, dalam Indonesia Basins Summaries 2006),
batuan penghasil hidrokarbon di Cekungan Tarakan melampar di Formasi
Tabul, Meliat, Santul, Tarakan dan Naintupo. Wight et al (1992, dalam
Indonesia Basins Summaries 2006) juga memberikan argumen bahwa source
rock berasal dari fasies fluvio-lacustrine. Samuel (1980, dalam Indonesia
Basins Summaries 2006) menyebutkan bahwa dari kematangan termal dan
geokimia, hanya gas yang bisa didapatkan di Formasi Tabul, Santul dan
Tarakan. Migrasi bekerja pada blok-blok yang terbentuk Mio-pliocene.
3.3.2. Reservoir
Karakteristik batuan yang terdapat pada Formasi Sembakung,
Meliat/Latih, Tabul, dan Tarakan/Sanjau menunjukkan potensial sebagai
reservoir. Batuan mempunyai kastika kasar dengan geometri sedimen deltaik
yang penyebarannya terbatas. Berdasarkan Indonesia Basins Summaries
(2006), Formasi Meliat, Tabul, Santul, dan Tarakan merupakan seri delta
dengan batupasir berbentuk channel dan bar. Formasi Meliat berisi batupasir
dan shale dengan lapisan tipis batubara. Kualitas reservoir yang ada termasuk
sedang-bagus dengan pelamparan yang cukup luas. Formasi Tabul berisi
batupasir, batulanau, shale dengan lapisan tipis batubara. Tebal formasi
mencapai 400-1500 m dan menebal ke arah timur. Formasi Santul merupakan
fasies delta plain sampai delta front proksimal. Formasi ini didominasi oleh
batupasir dan shale dengan lapisan tipis batubara. Batupasir mempunyai
ketebalan 40-60 m. Pada beberapa titik, ada channel batupasir yang tebalnya
mencapai 115 m. Formasi Tarakan yang berumur Pliosen merupakan seri delta
dengan dominasi litologi berupa pasir, lempung, dan batubara yang
menunjukkan fasies delta plain hingga fluviatil.
3.3.3. Cap Rock
Batuan yang menjadi seal atau tudung adalah batuan penyusun Formasi
Sembakung, Mangkabua, dan Birang yang merupakan batuan sedimen klastik
dengan ukuran butir halus. Formasi Meliat/Latih, Tabul dan Tarakan tersusun
oleh batulempung hasil endapan delta intraformational yang berfungsi pula
sebagai batuan tidung.
3.3.4. Trap
Sistem perangkap hidrokarbon yang terdapat di Cekungan Tarakan
adalah perangkap stratigrafi karena adanya asosiasi litologi batuan sedimen
halus dengan lingkungan pengendapannya delta. Namun pada umur Plio-
Pleistosen, terjadi tektonik yang memungkinkan terbentuknya struktur geologi
dan dapat terjadi perangkap hidrokarbon yang berhubungan dengan syngenetic
fault dan struktur antiklin.
3.3.5. Migrasi
Model migrasi yang terjadi di Cekungan Tarakan disebabkan oleh sesar
normal dan sesar naik serta perbedaan elevasi. Samuel (1980, dalam Indonesia
Basins Summaries 2006) menyebutkan bahwa migrasi hidrokarbon bekerja
pada blok-blok yang terbentuk Mio-Pliosen. Hal itu juga didukung dengan
waktu yang tepat proses pematangan hidrokarbon pada Miosen Akhir dari
Formasi Tabul dan Tarakan akibat intrusi batuan beku. Pematangan
hidrokarbon terjadi pada kedalaman 4300 m.
Gambar 3.4. Hydrocarbon Play Model Cekungan Tarakan
(http://digilib.itb.ac.id/files/disk1/678/jbptitbpp
-gdl-ryansurjau-33893-3-2009ta-2.pdf)
IV. FLUID DESCRIPTION
Tabel IV-1.
Data Sifat Fisik Batuan dan Fluida Reservoir Sumur ICK-12
Layer 1200.8 - 1460.6 m
Litologi Sandstone
Porositas 18%
Drive Mechanism N/A
μo @ 30 C 13.3
μo @ 60 C 5.68
Rsi 22,69147 SCF/STB
Pb 318,5163 psi
ρ oil 53,015798 lb/cuft
Bo 1,115448 bbl/STB
GLR 1900,511998 SCF/STB
Co 0,0000157052 psi-1
SGO 0.9099
°API 24.01159468
Classified Minyak Sedang
SGg 0.62
SGw 1.012
Pour Point 38 °C
SI +
Water Cut 0.819998708
GOR 10558.324 scf/STB

Berdasarkan hasil analisa data sumur ICK-12 Lapangan Miramar, data


produksi, dan data reservoir Sumur ICK-12; selanjutnya dilakukan perhitungan
untuk mengetahui parameter-parameter tertentu untuk menentukan klasifikasi dari
minyak yang diproduksi dari Sumur ICK-12. Dari perhitungan yang dilakukan,
didapatkan nilai ˚API sebesar 24.01159468 sehingga dapat disimpulkan bahwa
jenis minyak pada Layer B Sumur ICK-12 pada Lapangan Miramar tergolong jenis
minyak ringan karena klasifikasi untuk minyak ringan yaitu memiliki ˚API sebesar
15 – 40. Selain itu, dari data analisa kimia fluida reservoir diketahui bawah nilai SI
positif (+). Hal ini dapat mengakibatkan problem scale.
V. WELL COMPLETION
5.1. Pendahuluan Well Completion
Setelah pemboran mencapai target pemboran (formasi produktif), maka
sumur perlu dipersiapkan untuk dikomplesi. Persiapan sumur untuk dikomplesi
bertujuan untuk memproduksikan fluida hidrokarbon ke permukaan. Komplesi
sumur demikian dikenal dengan istilah well completion.
Komplesi sumur meliputi bagian tahapan operasi produksi, yaitu :
1. Tahap pemasangan dan penyemenan pipa selubung produksi (production
casing).
2. Tahap perforasi dan atau pemasangan pipe liner.
3. Tahap penimbaan (swabbing) sumur.
5.1.1. Metoda Well Completion.
Kriteria umum untuk klasifikasi metode well completion didasarkan pada
beberapa faktor, yaitu :
a. Down-hole completion atau formation completion, yaitu membuat
hubungan antar formasi produktif dengan tiga metode, yaitu :
1. Open-hole completion (komplesi sumur dengan formasi produktif
terbuka).
2. Cased-hole completion atau perforated completion (komplesi sumur
dengan formasi produktif dipasang casing dan diperforasi).
3. Sand exclusion completion (problem kepasiran).
b. Tubing completion (komplesi pipa produksi) yaitu merencanakan
pemasangan atau pemilihan pipa produksi (tubing), yaitu meliputi metoda
natural flow dan artificial lift.
c. Well-head completion yaitu meliputi komplesi x-mastree, casing head, dan
tubing head.
5.1.1.1. Open-hole Completion
Pada metoda ini, pipa selubung produksi hanya dipasang hingga di
atas zona produktif (zona produktif terbuka). Metoda komplesi ini diterapkan
jika formasi produktif kompak, dan keuntungannya adalah didapatkan lubang
sumur secara maksimum, kerusakan (skin) akibat perforasi dapat dieliminir,
mudah dipasang screen, liner, gravel packing dan mudah diperdalam apabila
diperlukan. Kerugian metoda ini adalah sulit menempatkan casing produksi
pada horison yang tepat diatas zona produktif, sukarnya pengontrolan bila
produksi air atau gas berlebihan dan sukarnya menentukan zona stimulasi.
5.1.1.2. Conventional Perforated Completion
Pada tipe komplesi ini, casing produksi disemen hingga zona
produktif, kemudian dilakukan perforasi. Komplesi ini sangat umum dipakai,
terutama apabila formasi perlu penahan atau pada formasi yang kurang
kompak. Keuntungan metoda ini, produksi air atau gas yang berlebihan mudah
dikontrol, stimulasi mudah dilakukan, mudah dilakukan penyesuaian untuk
konfigurasi multiple completion jika diperlukan. Kerugian metoda ini,
diperlukan biaya untuk perforasi dan kerusakan (damage) akibat perforasi.
5.1.1.3. Sand Exclusion Types
Akibat terlepasnya pasir dari formasi dan terproduksi bersama fluida,
dapat menyebabkan abrasi pada alat-alat produksi dan kerugian lain, maka
untuk mengatasi adanya kepasiran diperlukan cara pencegahan pada sistem
komplesinya, yaitu dengan menggunakan:
1. Slotted atau Screen Liner
Cara ini dapat diterapkan baik pada open-hole maupun cased-hole, yaitu
dengan menempatkan slot atau screen didepan formasi. Terdapat tiga
bentuk atau macam screen :
a. Horizontal slotted screen.
b. Vertical slotted screen.
c. Wire wrapped screen.
Untuk pemasangan liner, mud cake harus dibersihkan terlebih dahulu dari
zona produktif untuk mencegah terjadinya penyumbatan (plugging) dengan
menggunakan fluida bebas clay aktif pada fluida komplesinya atau dengan
air garam.
2. Gravel Packing
Gravel pack juga dapat dikerjakan baik pada open-hole maupun pada cased-
hole completion. Metoda ini dilakukan baik untuk memperbaiki kegagalan
screen liner maupun sebagai metoda komplesi yang dipilih.
Sebelum menempatkan gravel, lubang harus dibersihkan sehingga ruang
atau gua untuk menempatkan gravel dapat dibuat, kemudian memasukkan
screen liner dan pompakan gravel sampai mengisi seluruh ruang atau gua
di muka formasi produktif, dengan demikian pasir akan tertahan oleh gravel
sehingga fluida produksi bebas dari pasir.
5.1.2. Perforasi
Pembuatan lubang menembus casing dan semen sehingga terjadi
komunikasi antara formasi dengan sumur yang mengakibatkan fluida formasi
dapat mengalir ke dalam sumur, disebut perforasi.
5.1.2.1. Perforator
Untuk melakukan perforasi, digunakan perforator yang dibedakan atas
dua tipe perforator :
1. Bullet atau Gun Perforator
Komponen utama dari bullet perforator meliputi :
a. Fluid seal disk : pengaman agar fluida sumur tidak masuk ke dalam alat.
b. Gun barrel : badan gun dimana disekrupkan dan untuk menempatkan
sumbu (ignitor) dan propellant (peluru) dengan shear disk di dasarnya,
untuk memegang bullet ditempatnya sampai tekanan maksimum dicapai
karena terbakarnya powder.
c. Electric Wire : kawat listrik yang meneruskan arus untuk pengontrolan
pembakaran powder charge.
d. Gun body : terdiri dari silinder panjang terbuat dari besi yang dilengkapi
dengan suatu alat kontrol untuk penembakan. Sejumlah gun atau
susunan gun ditempatkan dengan interval tertentu dan diturunkan
kedalam sumur dengan menggunakan kawat (electric wire-line cable)
dimana kerja gun dikontrol dari permukaan melalui wireline untuk
melepaskan peluru (penembakan) baik secara sendiri maupun serentak.
2. Jet Perforator
Prinsip kerja jet perforator berbeda dengan gun perforator, bukannya gaya
powder yang melepas bullet tetapi powder yang eksplosif diarahkan oleh
bentuk powder charge nya menjadi suatu arus yang berkekuatan tinggi
yang dapat menembus casing, semen, dan formasi.
5.1.2.2. Kondisi kerja perforasi
1. Conventional Overbalance
Merupakan kondisi kerja di dalam sumur dimana tekanan formasi dikontrol
oleh fluida atau lumpur komplesi atau dengan kata lain bahwa tekanan
hidrostatik lumpur (Ph) lebih besar dibandingkan tekanan formasi (Pf),
sehingga memungkinkan dilakukan perforasi, pemasangan tubing dan
perlengkapan sumur lainnya.
Cara overbalance ini, umumnya digunakan pada :
a. Komplesi multizona.
b. Komplesi gravel-pack (cased-hole).
c. Komplesi dengan menggunakan liner.
d. Komplesi pada casing intermediate.
Masalah atau problem yang sering timbul dengan teknik overbalance ini
adalah :
a. Terjadinya kerusakan formasi (damage) yang lebih besar, akibat reaksi
antara lumpur komplesi dengan mineral-mineral batuan formasi.
b. Penyumbatan oleh bullet/charge dan runtuhan batuan.
c. Sulit mengontrol terjadinya mud-loss dan atau kick.
d. Clean-up sukar dilakukan.
2. Conventional Underbalance
Merupakan kebalikan dari overbalance, dimana tekanan hidrostatik lumpur
komplesi lebih kecil dibandingkan tekanan formasi. Cara ini sangat cocok
digunakan untuk formasi yang sensitif atau reaktif dan umumnya lebih baik
dibandingkan overbalance, karena :
a. Dengan Ph < Pf, memungkinkan terjadinya aliran balik : dari formasi ke
sumur, sehingga hancuran hasil perforasi (debris) dapat segera terangkat
keluar dan tidak menyumbat hasil perforasi.
b. Tidak memungkinkan terjadinya mud-loss dan skin akibat reaksi antara
lumpur dengan mineral batuan.
c. Clean-up lebih cepat dan efektif.
5.1.2.3. Teknik/Cara Perforasi
Berdasarkan cara menurunkan gun ke dalam sumur, ada dua teknik
perforasi, yaitu :
1. Teknik perforasi dengan wireline (wireline conveyed perforation).
Pada sistem ini gun diturunkan ke dalam sumur dengan menggunakan
wireline (kawat listrik).
a. Wireline conveyed perforation
Biasanya menggunakan gun berdiameter besar. Kondisi kerja perforasi
dengan teknik ini adalah overbalance, sehingga tidak terjadi aliran
setelah perforasi dan menara pemboran dengan blow out preventer
(BOP) masih tetap terpasang untuk penyelesaian sumur lebih lanjut.
b. Wireline conveyed tubing gun
Gun berdiameter kecil dimasukkan ke dalam sumur melalui X-mastree
dan tubing string, setelah tubing dan packer terpasang diatas interval
perforasi. Penyalaan gun dilakukan pada kondisi underbalance dan
untuk operasi ini, umumnya tidak diperlukan menara pemboran tetapi
cukup dengan lubricator (alat kontrol tekanan) atau snubbing unit.
2. Teknik perforasi dengan tubing (tubing conveyed perforation).
Gun berdiameter besar dipasang pada ujung bawah tubing atau ujung tail-
pipe yang diturunkan kedalam sumur bersama-sama dengan tubing string.
Setelah pemasangan x-mastree dan packer, perforasi dilakukan secara
mekanik dengan menjatuhkan bar atau go-devil melalui tubing yang akan
menghantam firing-head yang ditempatkan di bagian atas perforator.
Perforasi dapat dilakukan baik pada kondisi overbalance maupun
underbalance dan setelah perforasi dilakukan, gun dibiarkan tetap
tergantung atau dijatuhkan ke dasar sumur (rat hole).
5.1.3. Swabbing
Swabbing adalah pengisapan fluida sumur atau fluida komplesi setelah
perforasi pada kondisi overbalance dilakukan, sehingga fluida produksi dari
formasi dapat mengalir masuk kedalam sumur dan kemudian diproduksikan ke
permukaan.
Ada dua sistem pengisapan fluida yang berbeda pada sumur sebelum
diproduksikan, yaitu :
1. Penurunan densitas cairan.
Dengan menginjeksikan lumpur yang mempunyai densitas lebih kecil dari
fluida yang berada di sumur, sehingga densitas lumpur baru akan
memperkecil tekanan hidrostatik (Ph) fluida sumur, sehingga akan terjadi
aliran dari formasi menuju sumur produksi selanjutnya ke permukaan.
2. Penurunan kolom cairan.
Seperti halnya penurunan densitas, untuk tujuan menurunkan tekanan
hidrostatik fluida dalam sumur agar lebih kecil dari tekanan formasi, dapat
dilakukan dengan dua cara :
a. Pengisapan
Dengan memasukkan karet penghisap (swab-cup) yang berdiameter
persis sama dengan tubing untuk swabbing. Dengan cara menarik swab-
cup keatas, maka tekanan dibawah swab-cup menjadi kecil sehingga
akan terjadi surge dari bawah yang akan mengakibatkan aliran.
b. Timba
Timba dimasukkan melalui tubing, dimana pada saat timba diturunkan,
katup pada ujung membuka dan bila ditarik katup tersebut akan menutup.
Dengan cara ini, maka suatu saat tekanan formasi akan melebihi tekanan
hidrostatik kolom lumpur.
5.2. Analisa Well Completion Sumur ICK-12
5.2.1. Formation Completion
Dasar-dasar penentuan dari formation completion antara lain ialah faktor
sementasi, kandungan lempung, kekompakan batuan, stabilitas batuan, dan.
Namun, data pada sumur ICK-12 hanya terdapat data porositas sehingga hanya
faktor sementasi yang menjadi dasar untuk menentukan jenis formation
completion.
a. Perhitungan nilai F
Hubungan antara tahanan formasi, porositas dan faktor sementasi
dikemukakan oleh G.E. Archie untuk tipe batuan karbonat sebagai berikut:
Persamaan Archie : F = a/Ф𝑚
Persamaan Humble : F = 0,62 x Ф−2,15
Sehingga harga faktor formasi (F) dari lapisan sandstone:
F = 0,62/Ф2,15 = 0,62/0,182,15= 24,748 ≈ 24,75

Grafik 5.1 Formation factor vs Porosity


(Materi Evaluasi Logging Sumur Dr. Ir. Dedy Kristanto, MT.)
Hasil perhitungan nilai F dengan persamaan Humble untuk lapisan
sandstone sudah sesuai pada Grafik 5.1.
 Mencari nilai m dengan persamaan Archie
log 𝐹
m=− log Ф
log (24,75)
m=− log (0,18)

m = 1,871255208 ≈ 1,87
 Tabel klasifikasi batuan berdasarkan nilai m
Tabel V-1
Klasifikasi Batuan berdasarkan Faktor Sementasi
(https://www.scribd.com/document/359191164/Well-Completion-2)

Menurut Tabel V-1. Klasifikasi Batuan berdasarkan Faktor Sementasi, dengan nilai m
sebesar 1,187; maka lapisan sandstone yang dianalisa tergolong dalam moderately
cemented. Dengan nilai faktor sementasi tersebut maka reservoir yang kita
produksikan dapat diketahui merupakan unconsolidated sandstone. Sehingga
formation completion yang cocok untuk sumur ICK-12 yaitu cased hole
completion.
5.2.2. Perforasi
Setelah proses cased hole completion selesai dikerjakan, hal selanjutnya
yang harus dilakukan ialah kegiatan perforasi. Perforator yang digunakan
adalah bullet gun perforator karena alat ini cocok untuk formasi yang memiliki
nilai faktor sementasi kecil (formasi unconsolidated) yakni sebesar 1,87(< 2).
Selain itu bullet gun perforator juga cocok digunakan untuk lapisan produktif
yang tebal karena pemakain bullet gun menyebabkan terjadinya perekahan
formasi. Keuntungan lainnya dari pemakaian bullet gun perforator yaitu biaya
yang dikeluarkan lebih murah daripada jet gun perforator serta lubang
perforasi yang dihasilkan alat ini berbentuk bulat, rata pada setiap sisi
lubangnya, dan tidak tajam sehingga sewaktu-waktu dapat ditutup dengan
klep-klep bola bila diperlukan.
Kegiatan perforasi dilakukan dalam kondisi underbalance dimana Ph
lumpur komplesi lebih kecil daripada Pf. Keuntungan dari metode
underbalance ini yaitu memungkinkan aliran balik dari formasi ke dalam
lubang sumur, sehingga hancuran dari hasil perforasi dapat segera keluar dan
tidak menyumbat lubang perforasi. Selain itu, dengan metode ini tidak
memungkinkan terjadinya mud loss dan skin akibat reaksi antara lumpur
dengan mineral batuan. Pemilihan metode underbalance ini dilakukan karena
surface facilities untuk sumur ICK-12 sudah siap sehingga dengan
menggunakan metode underbalanced ini, fluida produksi dari formasi bisa
langsung berproduksi setelah proses perforasi. Berikut dapat dilihat
perhitungan dari tekanan formasi dan tekanan hidrostatis densitas lumpur
komplesi:
Perhitungan tekanan formasi
Pf = 0,433 x kedalaman perforasi
= 0,433 x 1427,77
= 618,22441 psi
Perhitungan densitas lumpur komplesi
Ph yang diinginkan = 297,2319 Psi (dari Pwf desain)
Ph = 0,052 x Densitas Lumpur x Kedalaman perforasi
𝑃ℎ
Densitas Lumpur = 0,052 𝑥 𝑘𝑒𝑑𝑎𝑙𝑎𝑚𝑎𝑛 𝑃𝑒𝑟𝑓𝑜𝑟𝑎𝑠𝑖
297,2319
Densitas Lumpur = 0,052 𝑥 1427,77 = 4,003444586 ppg ≈ 4 ppg

Densitas lumpur komplesi didesain sedemikian rupa agar Ph lumpur


komplesi lebih kecil dari tekanan formasi yang diperforasi. Sehingga setelah
perforasi selesai, sisa-sisa perforasi dapat ikut terbawa keluar oleh aliran fluida
dari formasi yang masuk kedalam lubang sumur.
5.2.3. Tubing Completion
Tubing completion yang digunakan pada sumur ICK-12 merupakan
single tubing completion. Pemilihan jenis tubing completion ini dilakukan
dengan pertimbangan bahwa sumur ICK-12 hanya menemui satu lapisan
produktif. Tubing yang digunakan pada sumur ICK-12 memiliki ID sebesar
2,441 inch dan OD sebesar 2 7/8 inch.
5.2.4. Wellhead Completion
Wellhead completion yang digunakan pada sumur ICK-12 adalah
wellhead dan christmas tree yang pada umumnya digunakan baik untuk
natural flow maupun artificial lift. Wellhead sendiri berfungsi untuk
menggantungkan tubing atau casing dan juga wellhead merupakan tempat
dudukan x-mass tree. Pada sumur ICK-12, lapisan zona produktifnya
merupakan sandstone. Hal ini dapat menyebabkan butiran-butiran pasir ikut
terproduksi. Dimana pasir sendiri mempunyai sifat abrasif terhadap logam,
karena itu wellhead completion pada reservoir batu pasir harus
dipertimbangkan jenis wellhead yang tahan terhadap sifat abrasif dari pasir,
misalkan stainless steel.
VI. PRODUCTION ASPECT
VII. KESIMPULAN
VIII. SARAN
IX. LAMPIRAN
PERHITUNGAN
A. Menghitung data-data fluida sumur
1. Menentukan Water Cut
Potensi Water 431,462
Water Cut = Potensi Gross = 526,174 = 0,819998708

2. Menentukan GOR
Potensi Gas x 1000000 1000000
GOR = = = 10558,324 SCF/STB
Potensi Oil 94,712

3. Menentukan SG mix
SG mix = (Wc x SGw) + ((1-Wc) x SGo)
= (0,819998708 x 1,012) + ((1-0,819998708) x 0,9099)
= 0,9936218681
4. Menentukan GLR
Potensi Gas x 1000000 1000000
GLR = = = 1900,511998 SCF/STB
Potensi Gross 526,174

5. Menentukan WOR
Potensi Water 431,462
WOR = = = 4,5555157
Potensi Oil 94,712

6. Menentukan Pb dengan Metode Standing


X = (0,0125 x SGo) - (0,00091 x BHT)
= (0,0125 x 24,0115) - (0,00091 x 271,9)
= 0,052716
RS = (SGg x (((Ps/18,2) + 1,4) x 10(X)(1,2048)
= (0,62 x (((550/18,2) + 1,4) x 10(0,052716)(1,2048)
= 22,69147 SCF/STB
a = (0,00091 x BHT) - (0,0125 x SGo)
= (0,00091 x (271,9) - (0,0125 x 24,0115)
= -0,05272 psi
Pb = (18,2 x (((RSi/SGg)0,83) x (10a) -1,4))
= (18,2 x (((22,69147/0,62)0,83) x (10-0,05272) - 1,4))
= 318,5163 psi
7. Menentukan Bo
Bo = (0,9759 + 0,00012 x ( RSi x (( SGg/SGo)0,5) +
(1,25 x BHT))1,2)
= (0,9759 ) + 0,00012 x (22,69147 x ((0,62/0,9099)0,5) +
(1,25 x 271,9))1,2)
= 1,115448 bbl/STB
8. Menentukan Densitas Oil
Ρoil = ((62,4 x SGo) + (0,0136 x SGg x RSi)) / (0,927 +
(0,000147 x (Rsi x (( SGg/SGo)0,5))) + (1,25 x BHT)1,175))
= ((62,4 x 0,9099) + (0,0136 x 0,62 x 22,69147)) / (0,927 +
(0,000147 x (22,69147 x ((0,62/ 0,9099)0,5))) + 1,25 x
271,9)1,175))
= 53,015798 lb/cuft
9. Menentukan ̊API Oil
141,5 141,5
̊API Oil = SGo - 131,5 = 0,9099 - 131,5 = 24,011595 ̊API

10. Menentukan Densitas Mix


Pmix = SG mix x 62,4 = 0,9936218681x 62,4
= 62,002005 lb/cuft
11. Menentukan Nilai Co
10{0,83415+0,5002 log(𝑅𝑠)+0,3613 log(𝛾𝐴𝑃𝐼)+0,7606 log(𝑇)−0,35505log(𝛾𝑔𝑐)
Co =
106 (𝑃)

10{0,83415+0,5002 log(23,3062)+0,3613 log(24,0115)+0,7606 log(271,9)−0,35505log(0,62)


= 106 (550)

= 0,0000157052 psi-1
B. Langkah Perhitungan pada Pembuatan Kurva IPR
1. Mencari PI (Productivity Index)
Qtest 526,174
PI = (Ps-Pwf) = (550-200) = 1,503354286 STBd/psi
2. Mencari harga Qb (Laju Produksi saat Pwf=Pb)
Qb = PI x (Ps – Pb)
= 1,503354286 x (550 – 318,5163) = 348,0020125 bpd
3. Mencari harga laju produksi maksimum (Qmax)
Qmax = Qb + ((PI x Pb)/1,8)
= (348,0020125 + ((1,503354286 x 318,5163)/1,8)
= 614,0258151 bpd
4. Mencari harga laju produksi (Q) untuk Pwf ≥ Pb
Q = PI x (Ps – Pwf)
5. Mencari harga laju produksi (Q) untuk Pwf ˂ Pb
Q = Qb + ((Qmax – Qb) x (1 – (0,2 x Pwf/Pb) – (0,8 x (Pwf/Pb)2)))
Tabel IX-1.
Tabulasi Hasil Perhitungan IPR

pwf q

550 0

500 75,16771429

400 225,5031429

318,5163 348,0020125

300 375,1193617

200 496,7092114

100 576,3446959

0 614,0258151
IPR
600

500

400
Pwf (psi)

300

200 IPR

100

0
0 100 200 300 400 500 600 700
Q (bpd)

Grafik 9.1. Kurva IPR

C. Membuat Tubing Perfomance


Mencari tubing perfomance untuk mendapatkan Q optimum dengan
menggunakan tubing 2,441 inch ID.
Tabel IX-2.
Tabulasi Tubing Intake Performance

Q Pwf

100 550

200 600

300 630

400 700

500 780

600 850

700 900
1000
900
800
700
600
Pwf (psi)

500
IPR
400
TIP
300
200
100
0
0 200 400 600 800
Q (bpd)

Grafik 9.2. Kurva IPR dan Tubing Intake Performance Perhitungan Excel

Grafik 9.3. Kurva IPR dan Tubing Intake Performance Hasil Pipesim

D. Menentukan Qmax Design


Qmax design = Qmax x 80%
= 614,0258151 x 0,8 = 491,2206521 STBd
E. Menentukan Qmin Design
Qmin design = Qmax x 60%
= 614,0258151 x 0,6 = 368,415489 STBd
F. Menentukan Pwfqmaxd dari Qmax Design
Pwfqmaxd = Ps – (Qmax/PI) = 550 – (491,2206521/1,503354286)
= 223,25024 psi
G. Menentukan Pwfqmaxd dari Qmin Design
Pwfqmind = Ps – (Qmin/PI) = 550 – (368,415489/1,503354286)
= 304,93768 psi
Tabel IX-3.
Tabel Screening Criteria Pemilihan Artificial Lift

H. Langkah-langkah pembuatan desain grafik gas lift secara grafis


1. Menentukan Jumlah Titik Injeksi, Kedalaman, dan Tekanannya
berdasarkan Metode Grafis
a. Mencari Gradien Garis Statik
Rs . γg (0,0764)
γo (62,4)+ 5,614 1 WOR
γL =[ ] (1+WOR) + [γw (62,4) (WOR+1)]
Bo

22,69147 . 0,62 (0,0764)


0,9099(62,4)+ 5,614 1
γL =[ ]( )+
1,115448 1+4,5555157
4,5555157
[1,012 x (62,4) ( )]
4,5555157+1
= 60,17181 lb/cuft = 60,17181 /144 psi/ft
= 0,41786 psi/ft
b. Mencari Gradien Gas

Grafik 9.4. Grafik Traverse untuk Mencari Gradien Gas

Dari hasil pembacaan grafik didapatkan harga gradien gas sebesar 0,059.
Gambar 9.1. Gambar Kurva Desain Gas Lift Valve Hasil Pipesim

Gambar 9.2. Gambar Tabulasi Desain Gas Lift Valve Hasil Pipesim
I. Mencari Sensitivitas terhadap GLR dengan Traverse
Tabel IX-4.
Tabel Sensitivitas terhadap Berbagai Harga GLR
Pwf
Q GLR GLR GLR GLR GLR GLR GLR GLR
200 300 400 800 1000 1200 1300 1500
100 800 450 380 280 250 185 200 250
200 780 480 400 300 280 220 210 300
300 750 470 390 360 300 260 240 400
400 730 550 480 400 390 370 350 420
500 780 600 520 480 420 410 390 450
600 800 630 580 500 480 460 440 460
700 810 650 585 560 540 520 500 500

900
800
700 IPR
600 GLR 200
Pwf (psi)

500 GLR 300


400 GLR 400
300 GLR 800
200 GLR 1200
100 GLR 1300
0 GLR 1500
0 200 400 600 800
Q (bpd)

Grafik 9.5. Kurva Sensitivitas terhadap Berbagai Harga GLR


J. Mencari Qoptimum berdasarkan Sensitivitas terhadap GLR

Tabel IX-5.
Tabel Qoptimum berdasarkan Sensitivitas terhadap GLR
GLR Q opt
300 130
400 220
800 290
1000 330
1200 350
1300 380
1500 270

400
350
300
250
Q (bpd)

200
150 Q opt vs GLR

100
50
0
0 500 1000 1500 2000
GLR (scf/stb))

Grafik 9.6. Kurva Qoptimum vs GLR

Dari Tabel IX-5. Tabel Qoptimum berdasarkan Sensitivitas terhadap


GLR dan Grafik 9.6. Kurva Qoptimum vs GLR di atas, maka diperoleh
harga Qoptimum sebesar 380 bpd.
1) Dari hasil Kurva IPR,jika diinginkan laju produksi sebesar 475 STBd,maka
Pwf asumsi Kita didapatkan pada kisaran 450 psi

Kurva IPR Kurva Tubing Perfomance (Dari Grafik


P (Psi) Q (STBd) Pressure Traverse)
841 0 Q
820 26,93025 (STBd) P (Psi)
800 52,01615 100 400
750 112,3323 200 440
700 169,2219 300 480
400 520
650 222,6849
500 560
600 272,7214
600 600
550 319,3313
700 640
500 362,5146 800 680
465 390,7041
460 394,5941
452 400,7468
450 402,2713
415 428,0622
400 438,6015
350 471,5051
345 474,607
300 500,9822
200 549,6566
100 584,6247
0 605,8865

2) Pada desain gas lift manual didapatkan hasil jumlah valve dan kedalaman
tiap valve, seperti pada tabel
Perhitungan Valve Secara Manual
Valve Depth (ft) P Tubing (psi) P Casing (psi)
Valve 1 600 115 405
Valve 2 1000 125 280
Valve 3 1400 135 285
Valve 4 1760 145 290
Valve 5 2140 155 295
Valve 6 2500 165 298
Valve 7 2840 175 300
Valve 8 3160 185 305
Valve 9 3480 190 308
Valve 10 3800 200 310
Valve 11 4080 210 313
Valve 12 4360 215 315
GRAFIK TRAVERSE
Q = 100 STBd
Q= 200 STBd
Q = 300 STBd
Q= 400 STBd
Q = 500 STBd
Q = 600 STBd
Q = 700 STBd

Anda mungkin juga menyukai