Penyusun
Buku Konsep Keperawatan Anak i
DAFTAS ISI
B. Teori-teori Bermain......................................................................................... 79
E. Cara Komunikasi dengan Anak berdasarkan usia tumbuh kembang ............ 138
DAFTAR PUSTAKA
Sumber : Washington.edu
Sumber : coursehero.com
Selain beberapa teori dalam perawatan anak yang telah dipaparkan di atas,
dalam perspektif islam sendiri menganjurkan untuk mengiringi aktifitas
perawatan dengan doa-doa seperti yang sering dicontohkan oleh Rasulullah
SAW. Doa yang dibacakan oleh Rasulullah SAW sebagai berikut (Q. S. Ali Imran:
36)
Anak belajar baik dan buruk, atau benar dan salah melalui budaya
sebagai dasar dalam peletakan nilai moral. Fase ini terdiri dari tiga tahapan.
Tahap satu didasari oleh adanya rasa egosentris pada anak, yaitu kebaikan
adalah seperti apa yang saya mau, rasa cinta dan kasih sayang akan menolong
memahami tentang kebaikan, dan sebaliknya ekspresi kurang perhatian bahkan
mebencinya akan membuat mereka mengenal keburukan. Tahap dua, yaitu
orientasi hukuman dan ketaatan, baik dan buruk sebagai suatu konsekuensi dan
tindakan. Tahap selanjutnya, yaitu anak berfokus pada motif yang
menyenangkan sebagai suatu kebaikan. Anak menjalankan aturan sebagai
sesuatu yang memuaskan mereka sendiri, oleh karena itu hati-hati apabila anak
memukul temannya dan orangtua tidak memberikan sanksi. Hal ini akan
membuat anak berpikir bahwa tindakannya bukan merupakan sesuatu yang
buruk.
Anak usia remaja telah mampu membuat pilihan berdasar pada prinsip
yang dimiliki dan yang diyakini. Segala tindakan yang diyakininya dipersepsikan
3. Perkembangan Kognitif
Perubahan kognitif pada anak usia sekolah adalah pada kemampuan
untuk berpikir dengan cara logis tentang disini dan saat ini, bukan tentang hal
yang bersifat abstraksi. Pemikiran anak usia sekolah tidak lagi didominiasi oleh
persepsinya dan sekaligus kemampuan untuk memahami dunia secara luas.
Perkembangan kognitif Piaget terdiri dari beberapa tahapan, yaitu: (1) Tahap
sensoris-motorik (0-2 tahun); (2) Praoperasional (2-7 tahun); (3) Concrete op
erational (7-11 tahun); dan (4) Formal operation (11-15 tahun).
Pada masa ini, anak mulai dapat menerima rangsangan, meski masih
sangat terbatas. Si kecil pun sudah masuk kedalam lingkungan sosial. Ciri
tahapan ini adalah anak mulai bisa menggunakan operasi mental yang jarang
dan secara logika kurang memadai. Si kecil masih tergolong “ egosentris “ karena
hanya mampu mempertimbangkan sesuatu dari sudut pandang sendiri dan
kesulitan melihat dari sudut pandang orang lain. Ia sudah dapat
mengklasifikasikan objek menggunskan satu ciri, seperti mengumpulkan semua
benda berwarna merah, walaupun bentuknya berbeda-beda.
Fase ini, pemikiran meningkat atau bertambah logis dan koheren. Anak
mampu mengklasifikasi benda dan perintah dan menyelesaikan masalah secara
konkret dan sistematis berdasarkan apa yang mereka terima dari
Menurut Piaget, usia 7–11 tahun menandakan fase operasi konkret. Anak
mengalami perubahan selama tahap ini, dari interaksi egosentris menjadi
interaksi kooperatif. Anak usia sekolah juga mengembangkan peningkatan
mengenai konsep yang berkaitan dengan objek-objek tertentu, contohnya
konservasi lingkungan atau pelestarian margasatwa. Pada masa ini anak-anak
mengembangkan pola pikir logis dari pola pikir intuitif, sebagai contoh mereka
belajar untuk mengurangi angka ketika mencari jawaban dari suatu soal atau
pertanyaan. Pada usia ini anak juga belajar mengenai hubungan sebab akibat,
contohnya mereka tahu bahwa batu tidak akan mengapung sebab batu lebih
berat dari pada air (Piaget, J., 1996; Kozier, Erb, Berman, & Snyder, 2011).
Masa toddler merupakan waktu utama untuk meniru perilaku orang lain.
Anak-anak menirukan gerakan dan perilaku keagamaan orang lain tanpa
memahami makna atau pentingnya aktivitas tersebut. Selama usia pra sekolah
anak-anak menyerap beberapa nilai dan keyakian orang tua mereka. Melalui
cara meiru kepercayaan orang dewasa, anak kemudian berhasil merangsang,
Pada tahap ini, muncul sintetis kepercayaan dan tanggung jawab individual
terhadap kepercaayaan tersebut. Pengalaman persoalan [ada tahap ini
memainkan peranan penting dalam kepercayaan seseorang. Menurut Fowler,
tahap ini di tandai dengan :
Adanya kesadaran terhadap relativitas pandangan dunia yang di
berikan orang lain, individu mengambil jarak kritis terhadap asumsi-
asumsi nilai-nilai terdahulu;
Mengabaikan kepercayaan terhadap otoritas-otoritas eksternal
dengan munculnya “ ego eksekutif “ sebagai tanggung jawab dalam
memilih antara prioritas dan komitmen yang akan membantunya
membentuk identitas diri.
2. Aspek Perkembangan
a) Motorik kasar (gross motor) merupakan keterampilan meliputi aktivitas
otot-otot besar seperti gerakan lengan, duduk, berdiri, berjalan dan sebagainya
(Saputri, 2014).
b) Motorik halus (fine motor skill) merupakan keterampilan fisik yang
melibatkan otot kecil dan koordinasi mata dan tangan yang memerlukan
koordinasi yang cermat. Perkembangan motorik halus mulai memiliki
kemampuan menggoyangkan jari-jari kaki menggambar dua atau tiga bagian,
menggambar orang, melambaikan tangan dan sebagainya (Saputri, 2014).
Tahapan perkembangan anak yang baik dan sehat adalah yang berlangsung
Buku Konsep Keperawatan Anak 34
sesuai dengan tahapan usianya ( milestones ). Misalnya, si kecil berusia 12-18
bulan ia sudah bisa berdiri sendiri tanpa berpegangan atau pada usia 18 tahun ia
sudah mampu bertepuk dan melambaikan tangan
c) Bahasa (Language) adalah kemampuan untuk memberikan respon
terhadap suara, mengikuti perintah dan berbicara spontan, berkomunikasi
(Hidayat, 2011 )
Beberapa ciri perkembangan bahasa pada batita :
0-12 bulan
Merespon terhadap suara, menunjukkan ketertarikan sosial terhadap wajah dan
orang, babbling ( mengulang konsonal/ vocal ), memahami perintah verbal, dan
mampu menunjuk kearah yang di inginkan.
12-24 bulan
Mampu memproduksi dan memahami kata-kata tunggal, mampu menunjuk
bagian-bagian tubuh, perbendaharaan kata meningkat pesat, dan mampu
mengucapkan kalimat yang terdiri dari 2 kata
24-36 bulan
Memiliki pemahaman yang baik terhadap percakapan yang familiar (misalnya
oleh keluarga), mampu melakukan percakapan melalui tanya-jawab, dan mampu
bertanya” mengapa”.
d) Sosialisasi dan kemandirian merupakan aspek yang berhubungan dengan
kemampuan mandiri (makan sendiri, membereskan mainan selesai bermain),
berpisah dengan ibu/pengasuh anak, bersosialisasi dan berinteraksi dengan
lingkungan .
Untuk bisa mengetahui apakah tumbuh kembang seorang anak tertolong lewat pesat atau
tidak, selain konsultasi dengan ahlinya, menurut Mayke bisa melihat dari table pertumbuhan
dan berkembangan.
umur BB(kg) PB (cm) Lingkar Gerakan kasar Geerakan Komunikas Social dan
kepala halus i/ bicara kemandirian
1 bln 3.0-4,3 49,8-54,6 33-39 Tangan dan Bereaksi Menatap
kaki bergerak terhadap wajah ibu
aktif Kepala bunyi atau
menolek ke kencang mengasuh
samping
2 bln 3,6-5,2 52,8-58,1 34-41 Mengangkat Bersuara Tersenyum
kepala ketika spontan
terkuran
3 bln 4,2-6,0 55,5-61,1 37-43 Kepala tegak
ketika Memegang Tertawa/ Memandang
didudukan nainan berteriak tangannya
4 bln 4,7-6,7 57,8-63,7 38-44 Tengkurap/
Secara umum terdapat dua faktor menurut Narendra dkk (2002) dan
Soetjianingsih dan Ranuh (2014) yang berpengaruh terhadap tumbuh kembang
pada anak :
Masa dewasa akhir lebih sering disebut sebagai masa tua, dimana masa
ini merupakan masa terakhir dalam kehidupan manusia. Umumnya seseorang
dikatakan sudah tua saat berusia lebih dari 60 tahun. Masa ini ditandai dengan
semakin menurunnya berbagai fungsi fisik dan organ-organ tubuh, melemahnya
otot-otot tubuh sehingga akan merasa cepat lelah dan semakin sering mendapat
keluhan penyakit, selain itu fungsi ingatan juga semakin melemah atau sering
disebut pikun. Berdasarkan penjelasan di atas mengenai tahap perkembangan
manusiab diharapkan orangtua mampu memahami bahwa tahap perkembangan
merupakan suatu proses yang berjalan berurutan dan tidak dapat dipisahkan
satu dengan lainnya. Melalui pembagian tahapan perkembangan ini orangtua
akan lebih mudah memahami perkembangan anak sesuai dengan usianya.
a. Langkah Persiapan
1. Formulir Denver II
2. Benang
Buku Konsep Keperawatan Anak 54
3. Kismis
4. Kerincingan dengan gagang yang kecil
5. Balok-balok berwarna dengan luas 10 inci
6. Botol kaca kecil dengan lubang 5/8 inci
7. Bel kecil
8. Bola tennis
9. Pinsil merah
10. Boneka kecil dengan botol susu
11. Cangkir plastic dengan gagang / pegangan
12. Kertas kosong
b. Langkah Pelaksanaan
Deteksi dini penyimpangan perkembangan anak umur
1. Personal Social ( sosial personal )
Penyesuaian diri dengan masyarakat dan perhatian terhadap kebutuhan
perorangan.
2. Fine Motor Adaptive ( motorik halus adaptif )
Koordinasi mata – tangan, memainkan dan menggunakan benda-benda kecil.
3. Language ( bahasa )
Mendengar, mengerti dan menggunakan bahasa.
4. Gross Motor ( motorik kasar )
Duduk, jalan, melompat dan gerakan umum otot besar.
c. Pencatatan Hasil
1. Koreksi faktor prematuritas. Tarik garis umur dari garis paling atas ke bawah
dan cantumkan tanggal pemeriksaan pada ujung atas garis umur.
2. Semua uji coba untuk setiap sektor dimulai dengan uji coba yang terletak di
sebelah kiri garis umur, kemudian dilanjutkan sampai kanan garis umur.
e. Remaja
Pada masa remaja identik dengan pencarian identitas pribadi dan
kebebasan. Reaksi remaja yang mengalami stres hospitalisasi meliputi
penolakan, tidak kooperatif dan menarik diri. Respon depersonalisasi pada
remaja meliputi marah dan frustasi. (Nurlaila dkk, 2018)
5. Efek hospitalisasi pada anak
a. Faktor resiko individu
Sejumlah resiko membuat beberapa anak lebih rentan daripada yang
lainnya terhadap penyebab stres di rumah sakit antara lain:
1) Temperamen yang sulit
Anak-anak yang bertemperamen sulit biasanya sangat aktif, peka rangsang,
dan mempunyai kebiasaan yang tidak teratur. Anak dengan tipe temperamen ini
lambat beradaptasi dengan rutinitas, orang atau situasi baru. Ekspresi mood
biasanya kuat dan terutama negatif. Mereka sering menangis dan frustasi sering
menimbulkan tantrum kekerasan.
2) Kurangnya kecocokan antara anak dengan orang tua
3) Usia (khususnya anak usia 6 bulan sampai dengan 5 tahun)
4) Anak laki-laki
Buku Konsep Keperawatan Anak 63
5) Kecerdasan di bawah rata-rata
6) Berbagai macam penyebab hospitalisasi dan waktu lamanya
hospitalisasi ( frekuensi hospitalisasi).
b. Perubahan pada populasi anak yang di rumah sakit
Alasan anak dirawat di rumah sakit saat ini sudah berbeda dibandingkan
dengan dua dekade yang lalu. Terdapat dari tren yang berkembang tentang
penyakit yang diderita anak selama dirawat di rumah sakit, sebagian besar anak
dirawat di rumah sakit dengan masalah yang lebih serius dan kompleks
daripada anak yang dirawat di rumah sakit pada masa lalu. Fokus perawatan
anak dalam beberapa tahun terakhir telah adalah pada peningkatan lama rawat
inap karena perawatan medis dan masalah yang kompleks serta diagnosis yang
sulit dipahami dan masalah psikososial anak yang rumit.
c. Manfaat hospitalisasi pada anak
1) Memberikan kesempatan kepada keluarga untuk mempelajari reaksi
anak terhadap stres hospitalisasi. Hal ini akan membantu perkembangan
keluarga dan pasien.
2) Hospitalisasi sebagai media untuk belajar bagi keluarga
3) Meningkatkan kemampuan kontrol dari dengan pemberian kesempatan
pasien dan keluarga mengambil keputusan.
4) Meningkatkan pengalaman pasien dan keluarga melalui interaksi pasien
dengan pasien lainnya. (Nurlaila dkk, 2018)
d. Dampak negatif dari hospitalisasi anak
Banyaknya stressor yang dialami anak ketika menjalani hospitalisasi
menimbulkan dampak negatif yang mengganggu perkembangan anak. Kondisi
kecemasan yang dialami pada anak dengan hospitalisasi tersebut harus
ditangani sedini mungkin, karena keterlambatan dalam penanganan kecemasan
ini, akan berdampak tidak baik pada proses kesembuhan anak. Dampak
Buku Konsep Keperawatan Anak 64
hospitalisasi dan kecemasan yang dialami oleh anak akan berisiko mengganggu
tumbuh kembang anak dan berdampak pada proses penyembuhan. Dampak
lainnya yang dialami anak yakni anak akan menolak perawatan dan pengobatan.
Bila kecemasan dan ketakutan tidak ditangani akan membuat anak menolak
tindakan perawatan dan pengobatan yang diberikan sehinngga akan
mempengaruhi lamanya perawatan, memperberat kondisi anak bahkan
menyebabkan kematian pada anak, dampak dari anak sakit yang tidak ditangani
juga akan menyebabkan kesulitan dan kemampuan membaca yang buruk,
memiliki gangguan bahasa, menurunnya kemampuan intelektual dan social serta
fungsi imun (Saputro, 2017 dalam Nurmashitah & Purnama, t.t.)
1) Gangguan Emosional
Berkembangnya gangguan emosional jangka panjang merupakan
dampak dari hospitalisasi. Gangguan emosional tersebut terkait dengan
lama dan jumlah masuk rumah sakit, dan jenis prosedur yang dijalani di
rumah sakit. Hospitalisasi berulang dan lama rawat lebih dari 4 minggu
dapat berakibat gangguan di masa yang akan datang.
2) Gangguan Perkembangan
Gangguan perkembangan juga merupakan dampak negative dari
hospitalisasi, penelitian yang dilakukan oleh lilis murtutik dan wahyuni
dalam Utami, Y (2014) menunjukkan bahwa semakin sering anak
menjalani hospitalisasi berisiko tinggi mengalami gangguan pada
perkembangan motorik kasar. (Setiawati & Sundari t.t.)
6. Upaya-upaya yang dapat dilakukan demi kelancaran hospitalisasi
Rumah sakit tetap aswell prosedur as medical and per-operatif seperti
venipunktur dan induksi hasil anastesi dibeberapa tingkat kecemasan dihampir
Anak-anak adalah masa depan setiap bangsa. Jika anak-anak hari ini
sehat, itu dapat mengarah ke masa depan yang jauh lebih sehat. Rawat inap
untuk setiap anak adalah pengalaman yang sangat tidak menyenangkan dan
traumatis. Anak-anak yang dirawat di rumah sakit memerlukan lebih banyak
bermain rekreasi karena penyakit dan rawat inap merupakan krisis dalam
kehidupan anak dan karena situasi ini penuh dengan tekanan yang luar biasa,
anak-anak perlu memeriksanya ketakutan dan kecemasan sebagai sarana
Buku Konsep Keperawatan Anak 76
untuk mengatasi tekanan-tekanan ini. Bermain memungkinkan anak-anak
belajar perilaku sosial, mengembangkan kemampuan kognitif serta
keterampilan motorik kasar, dan bekerja melalui konflik emosional. Terapi
bermain sangat efektif untuk meninjau kembali kenangan traumatis untuk
membuat anak terbiasa dengan ketakutan dan kecemasan (Campbell, 2018).
The research finds that when a child plays, the experience is made into a
more manageable form. This way, the child feels safe and becomes comfortable
with expressing negative emotions which may eventually allow them to be more
comfortable in expressing positive emotions that will reduces their anxiety
(Therese, Karina, & Celine, 2016).
e. Rekapitulasi/Evolusi/Reinkarnasi (Hall)
Permainan merupakan kesimpulan dari masa lalu (anak
akan bermain permainan yang pernah dimainkan oleh nenek
moyangnya), serta pertumbuhan jiwa manusia yang wajar haruslah
melalui tahap-tahap perkembangan manusia yang wajar sampai
pada pertumbuhan yang sempurna. Kondisi sekarang permainan
tradisional hampir tergeser oleh permainan modern hasil
kemajuan IPTEK.
g. Teori C. Bühler
Bahwa di samping permainan merupakan kegiatan untuk
mempelajari fungsi hidup (teori Groos), bermain juga merupakan
Buku Konsep Keperawatan Anak 81
“funtion lust” (nafsu untuk berfungsi) & “aktivitat drang” (kemauan
untuk aktif. Untuk bisa bermain seseorang harus mempunyai
kehendak, kemauan & nafsu untuk bermain permainan yang
diinginkan.
h. Teori Kompensasi
Bermain tidak hanya berfungsi sebagai pengisi waktu
luang/rekreasi saja tetapi sekarang sudah menjadi kebutuhan
untuk mendapatkan penghargaan atau untuk mempertahankan
hidup (sebagai profesi).
C. Tujuan Bermain
2. Perkembangan intelektual
Pada saat bermain, anak melakumbedakan eksploitasi dan
manipulasi terhadap segala sesuatu yang ada di lingkungan sekitarnya,
terutama mengenal warna, bentuk, ukuran, tekstur, dan membedakan
objek.
3. Perkembangan sosial
Perkembangan sosial ditandai dengan kemampuan berinteraksi
dengan lingkungannya. Melalui kegiatan bermain, anak akan belajar
memberi dan menerima. Bermain dengan orang lain akan membantu
anak untuk mengembangkan hubungan social dan belajar
memesahkan masalah dari hubungan tersebut. Hal ini terjadi terutama
pada anak usia sekolah dan remaja. Meskipun demikian, anak usia
4. Perkembangan intelektual
Pada saat bermain, anak melakumbedakan eksploitasi dan
manipulasi terhadap segala sesuatu yang ada di lingkungan
sekitarnya, terutama mengenal warna, bentuk, ukuran, tekstur, dan
membedakan objek.
5. Perkembangan sosial
Perkembangan sosial ditandai dengan kemampuan berinteraksi
dengan lingkungannya. Melalui kegiatan bermain, anak akan belajar
memberi dan menerima. Bermain dengan orang lain akan membantu
anak untuk mengembangkan hubungan social dan belajar
memesahkan masalah dari hubungan tersebut. Hal ini terjadi terutama
pada anak usia sekolah dan remaja. Meskipun demikian, anak usia
toddler dan prasekolah adalah tahapan awal bagi anak untuk
meluaskan aktivitas sosialnya di luar lingkungan keluarga.
6. Perkembangan kreatifitas
Berkreasi adalah kemampuan untuk menciptakan sesuatu dan
mewujudkannya ke dalam bentuk objek dan/atau kegiatan yang
dilakukannya. Melalui kegiatan bermain anak akan belajar dan mencoba
merealisasikan ide-idenya. Misalnya, dengan membongkar dan
memasang satu alat permainan akan merangsang kreativitasnya untuk
semakin berkembang.
1. Faktor predisposisi
Faktor predisposisi hal yang menjadi rasional atau motivasi
berperilaku diantaranya:
a. Pengetahuan (cognitive)
Aktifitas bermain yang dilakukan oleh perawat di ruangan
untuk meminimalkan dampak hospitalisasi dimulai dari domain
kognitif. Faktor-faktor yang mempengaruhi bermain, prinsip dan
fungsi bermain di rumah sakit dan alat mainan yang diperbolehkan.
Semakin tinggi tingkat pengetahuan perawat tentang aktifitas
bermain pada anak maka akan semakin optimal pula perawat
dalam melaksanakan tindakan yang diberikannya.
b. Sikap (attitude)
Sikap adalaah suatu bentuk evaluasi atau reaksi perasaan.
Sikap seseorang terhadap suatu objek adalah perasaan yang
mendukung atau memihak maupun perasaan tidak mendukung
atau memihak pada objek tersebut.
2. Faktor pendukung
Faktor pendukung merupakan sesuatu yang memfasilitasi
seseorang kelompok untuk mecapai tujuan yang diinginkan seperti
kondisi lingkungan, ada atau tidaknya sarana atau fasiltas
kesehatan dan kemampuan sumber-sumber masyarakat.
1. Ekstra energi
Untuk bermain diperlukan ekstra energi. Bemain
memerlukan energi yang cukup, sehingga anak memerlukan
nutrisi yang memadai. Anak yang sehat memerlukan aktivitas
bermain yang bervariasi, baik bermain aktif maupun bermain
pasif, untuk menghindari rasa bosan atau jenih.
3. Alat permainan
Untuk bermain diperlukan alat permainan yang sesuai
dengan umur dan perkembangann anak. Orang tua hendaknya
memperhatikan hal ini, sehingga alat permainan yang diberikan
dapat berfungsi dengan benar. Yang perlu diperhatikan adalah
bahwa alat permainan tersebut harus aman dan mempunyai unsur
edukatif bagi anak.
G. Klasifikasi Bermain
Menurut Supartini (2014), klasifikasi bermain dibagi berdasarkan :
Sumber: https://lifestyle.okezone.com/read/2015/06/14/196/1165195/manfaat-
bermain-pasir-bersama-anak
Sumber: www.motormatters4kids.com/fine-motor-skill-activities
Sumber:
https://www.kompasiana.com/suhardin/557f9cf2509773d7056cd0ea/bermain-
sebagai-terapi?pagi=all
Sumber: www.letsplayandlearn.net
Sumber:
http://www.google.com/search?q=gambar+dramatic+play&s
afe=strict&client=ms-android-oppo&prmd=inv&source-
b. Solitary play
Dimulai dari toddler (1-2 tahun) dan merupakan jenis permainan
sendiri atau independen walaupun ada orang lain disekitarnya. Hal ini karena
keterbatasan sosial, keterampilan fisik dan kognitif. Anak tampak berada
dalam kelompok permainan tetapi anak bermain sendiri dengan alat
permainan yang dimilikinya, dan alat permainan tersebut berbeda dengan
alat permainan yang digunakan temannya, tidak ada kerja sama, atau
komunikasi dengan teman sepermainan.
Sumber:
https://images.app.go.gl/XW13oZGLhbECrWHw9
Sumber: https://en.wikipedia.org/wiki/Parallel_play
d. Assosiatif play
Pada permainan ini sudah terjadi komunikasi antara satu anak
dengan anak yang lain, tetapi tidak terorganisasi tidak ada pemimpin atau
yang memimpin permainan, dan tujuan permainan tidak jelas. Contoh
bermain boneka, bermain hujan-hujanan, bermain masak-masakan.
Sumber: https://images.app.goo.gl/MQ39wV8Ff4ExAbeB6
Sumber:
https://images.app.goo.gl/FqtfSoDY1L4r9J976
f. Therapeutic play
Merupakan pedoman bagi tenaga tim kesehatan, khususnya
untuk memenuhi kebutuhan fisik dan psikologis anak selama
hospitalisasi. Dapat membantu mengurangi stress, memberikan
instruksi dan perbaikan kemampuan fisiologis (Vessey & Mohan, 1990
dikutip oleh Supartini, 2004). Permainan dengan menggunakan alat-
alat medik dapat menurunkan kecemasan dan untuk pengajaran
perawatan diri. Pengajaran dengan melalui permainan dan harus
diawasi seperti menggunakan boneka sebagai alat peraga untuk
melakukan kegiatan bermain seperti memperagakan dan melakukan
Sumber:
https://images.app.goo.gl/jjPF8YwUCaDctMZt6
Sumber:https://www.google.com/search?q=mainan+anak+kerincingan&safe=strict&cli
2) Mengamati mainan
3) Meraih mainan
Permainan ini melatih motorik kasar anak dan membuat anak berusaha meraih
apa yang disukainya, yang perlu diperhatikan adalah jika anak sudah mulai bosan
karena tidak dapat menjangkau mainan tersebut, segera dekatkan dan berikan mainan
kepada anak. Permainan ini menggunakan benda-benda yang cerah dan menarik
perhatian anak, diletakkan diatas anak agar anak berusaha mengambil mainan tersebut.
Gerak-gerakkan mainan tersebut agar anak tertarik untuk memegang.
Sumber:https://bagibunda.com/2012/11/jenis-mainan-bayi-menurut-usianya/
4) Bermain bunyi-bunyian
Permainan ini ditujuan untu anak usia 6 bulan lebih. Pada permainan ini
menggunakan alat musik mainan, baik yang ditiup atau dipukul yang dapat
Sumber: https://trustdaycare.com/manfaat-musik-untuk-perkembangan-anak-anda/
5) Mencari mainan
Pada permainan ini ditujukan untu melatih toleransi anak terhadap adanya
kehilangan, agar anak bisa beradaptasi jika sesuatu benda hilang agar tenang dan
berfikir cara mendapatkannya. Permainan dengan menunjukkan suatu benda lalu
sembunyikan benda itu, atau sembunyikan benda yang sebelumnya digunakan anak lalu
ajak anak untuk mencarinya.
Sumber:http://www.google.com/search?q=anak+sedang+mencari+mainannya&safe=strict&
Permainan ini menggunakan mainan donat plastik yang bawahnya besar dan
semakin keatas semakin mengecil. Permainan ini berfungsi untuk melatih koordinasi
motorik halus anak yang menghubungkan mata dengan otot kecil tubuh.
Sumber: http://mommyasia.id/619
Sumber:http://www.google.com/search?q=permainan+anak+mengenal+bagian+tubuh
Sumber: https://bangsaid.com/2016/09/10-kegiatan-bermain-
yang-membangun-motorik-halus-anak.html
2) Tebak Gambar
Permainan ini membutuhkan gambar yang sudah tidak asing bagi anak seperti
binatang, buah-buahan, jenis kendaraan atau gambar profesi/pekerjaan. Permainan
dimulai dengan menunjukkan gambar yang telah ditentukan sebelumnya kemudian ajak
anak untuk menebak gambar tersebut, lakukan beberapa kali. Jika anak tidak
mengetahui gambar yang dimaksud, sebaiknya petugas memberitahu dan menanyakan
kembali ke anak setelah berpindah ke gambar lain untuk melatih ingatan anak.
Sumber:http://www.google.com/search?q=gambar+anak+main+tebak+gambar&safe=stri
ct&clie
Sumber: https://parenting.dream.co.id/ibu-dan-anak/anak-pra-sekolah.html
2) Bermain dokter-dokteran
Permainan ini sangat baik untuk mengenalkan situasi lingkungan di rumah sakit
dengan berperan sebagai profesi kesehatan. Dalam permainan ini ajak anak untuk
bermain drama yaitu anak sebagai dokternya sedangkan pasiennya adalah boneka.
Minta anak untuk memeriksa boneka dengan stetoskop mulai dada boneka hingga
perutnya. Kemudian berikan spuit/suntikan tanpa jarum kepada anak untuk berpura-
pura menyuntikkan obat kepasiennya. Permainan bisa dilanjutkan ke boneka lainnya
dengan perlakuan sama hingga menulis resep disebuah kertas andaikan
memungkinkan. Jelaskan juga fungsi suntikan dan obat itu sebagai apa saja dan hasil
dari suntikan dan obat yang didapat itu apa saja untuk pasien yang sakit.
Sumber: https://www.kaplanco.com/ii/preschool-dramatic-play-learning-center
Sumber:http://www.google.com/search?q=gambar+anak+bermain+abjad&safe=strict
4) Boneka tangan
Permainan ini dilakukan dengan menggunakan boneka tangan atau bisa juga
boneka jari. Dalam kegiatan ini petugas bercerita dengan menggunakan boneka tangan.
Cerita yang disampaikan diusahakan mengandung unsur sugesti atau cerita tentang
pengenalan kegiatan dirumah sakit. Biarkan anak memperhatikan isi cerita, sesekali
sebut nama anak agar merasa terlibat dalam permainan tersebut.
Sumber: https://images.app.goo.gl/qa9vexQtnnERKFMu8
Sumber: https://images.app.goo.gl/eqhdZEjVNPwcwch1A
2) Mewarnai gambar
Permainan ini juga melatih motorik halus anak dan meningkatkan kreatifitas
anak. Sediakan kertas bergambar dan krayon/spidol warna, kemudian berikan kertas
bergambar tersebut kepada anak dan minta anak untuk mewarnai gambar dengan warna
yang sesuai, ingatkan anak untuk mewarnai didalam garis.
Sumber: http://waspada.co.id
Sumber: https://images.app.goo.gl/4pPxMayAvyfEE5vy7
4) Menggambar bebas
Sediakan kertas kosong dan pensil atau krayon/spidol warna, lalu berikan
kepada anak dan minta anak menggambar diatas kertas tersebut. Kemudian minta anak
menceritakan gambar yang telah dibuatnya. Beri stimulus dalam memulai menggambar
seperti beri ide membuat gambar mobil, gambar binatang atau menggambar
pemandangan.
Sumber: https://erde-matabaru/2013/08/menggambar.html
Sumber: https://app.goo.gl/DTKpNQ9Y54Zb8hK5A
6) Meniup balon
Permainan ini sangat baik sekali untuk anak-anak, selain untuk bermain juga
melatih pernafasan anak. Berikan balon bermotif kepada anak kemudian minta anak
untuk meniup balon tersebut hingga besar. Hal yang perlu diperhatikan adalah pantau
anak dan balonnya, jangan sampai balonnya meletus atau anak memaksakan untuk
meniup balon sedangkan kondisi anak sudah kelelahan.
Menurut Yuliastati (2016), jenis permainan berdasarkan kelompok usia terbagi atas:
a. Anak usia bayi → sense of pleasure play
1) 0–3 bulan :
a) Interaksi yang menyenangkan antara bayi dan orang tua dengan
orang dewasa di sekitarnya.
b) Ciri khas : perasaan senang
c) Alat yang biasa digunakan : gantungan berwarna terang dengan
musik yang menarik (stimulasi pendengaran).
2) 3-6 bulan :
Stimulasi penglihatan dengan menonton TV, mainan warna terang,
mudah dipegang, misal cermin di depan bayi.
H. Permainan Edukatif
Menurut Heri Saputro dan Intan Fazrin (2017), permainan edukatif adalah suatu
kegiatan menggunakan teknik bermain dengan tujuan mendidik atau memasukkan
suatu pengertian atau pemahaman kepada anak. Permainan edukatif sangat bermanfaat
untuk meningkatkan keterampilan anak dalam berbagai bidang, keterampilan
berbahasa, keterampilan motorik kasar dan halus serta keterampilan personal sosial.
Selain itu, permainan edukatif juga bermanfaat untuk mengembangkan kepribadian
anak, mendekatkan hubungan orang tua/keluarga terhadap anak serta menyalurkan
bakat dan ekspresi anak.
1. Mainan tersebut sesuai dengan usia anak tersebut. Memampuan kognitif dan
memahami masing-masing usia anak berbeda-beda, jadi sebaiknya pilih dan
tentukan permainan yang sesuai dengan usia anak sat itu.
2. Permainan yang multifungsi. Permainan multifungsi ini bertujuan
menstimulasi anak agar lebih kreatif dan mengembangkan imajinasinya
terhadap suatu benda.
3. Melatih anak dalam memecahkan sebuah masalah. Dalam bermain anak
sering mengalami kesulitan dan hambatan, sebaiknya orang tua memotivasi
anak agar mau berusaha dan orang tua hanya membantu untuk
menstimulasi, tidak membantu anak bermain secara keseluruhan.
4. Melatih konsep konsep dasar. Melalui permainan edukatif, anak diajarkan
untuk mengembangkan kemampuan dasarnya seperti mengenal bentuk,
warna, besaran dan juga melatih motorik halusnya.
5. Melatih ketelitian dan ketekunan anak. anak-anak sering mengalami
kebosanan dan keputusasaan apabila tidak dapat mengerjakan atau
menyelesaikan suatu permainan, dalam hal ini anak dilatih untuk bersabar,
lebih tenang agar permainan dapat terselesaikan.
Permainan edukatif sangat tepat dilakukan di rumah sakit, dengan memasukkan
pemahaman anak terhadap alat-alat, peraturan dan tindakan agar anak dapat
kooperatif dalam mengikuti prosedur selama perawatan anak.
1. Bermain bahasa
Petugas atau orang tua mengajarkan anak tentang hal–hal yang ada di rumah
sakit, seperti menyebutkan kata kerja yang ada di rumah sakit, menyebutkan peralatan-
peralatan yang sering digunakan dalam perawatan dan pengobatan. Pengenalan
peralatan ini bisa dengan gambar bercerita atau petugas bercerita dengan
menggunakan peralatan seperti spuit, tensimeter, stetoskop dan anak boleh memegang
benda tersebut selama dalam pemantauan petugas. Selain itu, anak juga diminta untuk
Buku Konsep Keperawatan Anak 122
mengekspresikan perasaannnya, bisa dengan tulisan atau menggambar. Contohnya
meminta anak untuk menuliskan hal-hal yang disukai dan tidak disukai selama
perawatan, meminta anak menggambarkan anggota tubuh yang sakit.
2. Permainan ilmiah
Permainan ilmiah ditujukan untuk menambah pengetahuan anak tentang
kegiatan yang terjadi di rumah sakit agar anak bisa lebih paham dan kooperatif.
Permainan ini bisa tentang menjelaskan anggota tubuh yang sakit, menggambar
anggota tubuh yang sakit atau terpasang infus, menjelaskan tentang pentingnya nutrisi
untuk tubuh dan alasan mengapa anak sakit harus makan, menjelaskan cara kerja obat
minum, obat suntik, pemasangan gips serta menjelaskan berapa lama waktu yang
diperlukan untuk penyembuhan.
3. Permainan matematika
Gunakan materi rumah sakit untuk mendiskusikan sistem metrik dan membuat
anak semakin mengenal berat, panjang dan volume badan, misalnya menimbang berat,
mengukur tinggi badan sendiri. Situasi rumah sakit juga dapat didiskusikan kepada
anak seperti jam jaga perawat dengan jumlah perawat yang ada dalam satu hari.
5. Permainan geografi
Ajak anak menggambar peta ruangan rumah sakit, arah ke WC, arah ke ruang jaga
perawat, menggambar apa yang dilihat anak diluar jendela, pohon, rumput, lampu taman.
Aspek penting dalam komunikasi supaya anak bisa paham komunikasi sebagai
berikut.
1. Orang dewasa harus menggunakan bentuk bahasa yang bermakna bagi anak
yang diajak berbicara. Maksudnya sebagai berikut.
a. Menggunakan isyarat seperti menunjuk objek secara jelas jika objek tersebut
ingin dilihat anak
b. Memilih kata-kata secara tepat dan struktur bahasa yang mudah dipahami anak.
2. Anak berusaha agar komunikasinya juga dipahami orang lain. Maksudnya
sebagai berikut.
Buku Konsep Keperawatan Anak 124
a. Anak menggunakan isyarat-isyarat tertentu untuk menyampaikan keinginan
atau mengungkapkan perasaannya agar orang dewasa paham dengan apa yang
dia inginkan
b. Semakin bertambah besar anak, komunikasi dengan isyarat semakin kurang
diperlukan karena pemahaman komunikasi anak sudah lebih baik. (Anjaswara.
2016).
B. Teknik Komunikasi Pada Anak
Anak adalah individu yang unik dan berespons secara berbeda-beda untuk
kebutuhan mereka. Anak dengan keunikannya mempunyai cara yang berbeda pula dalam
menyatakan keinginannya. Untuk berkomunikasi dengan anak, diperlukan pendekatan
atau teknik khusus agar hubungan yang dijalankan dapat berlangsung dengan baik sesuai
dengan tumbuh kembang anak. Secara umum ada dua teknik berkomunikasi yang
digunakan pada anak, yaitu teknik komunikasi verbal dan nonverbal. Teknik komunikasi
nonverbal yang sering digunakan antara lain adalah bercerita, bibliotheraphy, mimpi,
menyebutkan permintaan, bemain dan permainan, melengkapi kalimat, serta teknik
prodan kontra. Teknik komunikasi verbal dapat berupa menulis, menggambar, gerakan
gambar keluarga, sociogram, menggambar bersama dalam keluarga, dan teknik
bermain.(Nasir.2009)
1. Teknik Verbal
a. Bercerita (story telling)
Bercerita menggunakan bahasa anak dapat menghindari ketakutan-
ketakutan yang yang terjadi selama anak dirawat. Teknik strory telling dapat
dilakukan dengan cara meminta anak menceritakan pengalamannya ketika
sedang diperiksa dokter. Teknik ini juga dapat menggunakan gambar dari suatu
peristiwa (misalnya gambar perawat waktu membantu makan) dan meminta
anak untuk menceritakannya dan selanjutnya perawat masuk dalam masalah
yang dihadapi anak.Tujuan dari teknik ini adalah membantu anak masuk dalam
masalahnya.Contohnya, anak bercerita tentang ketakutannya saat diperiksa
Sumber :https://images.app.goo.gl/i678WKnnzXD7GqBb9
Buku Konsep Keperawatan Anak 126
Pada dasarnya, buku tidak mengancam karena anak dapat sewaktu-
waktu menutup buku tersebut atau berhenti membacanya saat dia merasa tidak
aman atau tidak nyaman.Dalam menggunakan buku untuk berkomunikasi
dengan anak, yang penting diperhatikan adalah mengetahui emosi dan
pengetahuan anak serta melakukan penghayatan terhadap cerita sehingga
dapat menyampaikan sesuai dengan maksud dalam buku yang dibaca dengan
bahasa yang sederhana dan dapat dipahami anak. Selanjutnya, diskusikan isi
buku dengan anak dan bersama anak membuat kesimpulan.(Anjaswara,2016).
Umpan balik
Pengirim pesan disini adalah dapat individu dalam hal ini adalah anak,
keluarga atau kelompok yang melaksanakan komunikasi baik dengan individu
(anak) ataupun kelompok lain.Pengirim pesan dapat juga berasal dari sumber
pesan yang dikomunikasikan. Pengirim pesan disini adalah seseorang atau sumber
pesan yang memberikan informasi atau ide yang di sampaikan. Pada praktik
keperawatan pengirim pesan komunikasi dapat terjadi antara anak dengan
perawat, dokter atau petugas kesehatan lainnya serta orang tua. (A. Azis, 2009)
2. Penerima pesan
3. Pesan
4. Media
5. Umpan balik
Sikap dalam komunikasi merupakan salah satu unsur penting dalam membangun
efektifitas dari proses komunikasi, dengan sikap yang baik proses komunikasidapat
berjalan dengan sesuai dengan sasaran dan tujuan yang ada. Menurut Egan tahun 1995
dikutip Kozier dan Erb tahun 1983 menyampaikan konsep komunikasi merupakan
1. Sikap berhadapan
Berhadapan merupakan bentuk sikap dimana seseorang langsung bertatap
muka atau berhadapan langsung dengan anak (seseorang yang di ajak komunikasi),
sikap ini mempunyai arti bahwa komunikator siap untuk berkomunikasi. (Rika,
2018)
Selain beberapa sikap yang ada masih ada beberapa sikap nonverbal selama
komunkasi yang juga masuk dalam kategori sikap, seperti:
a. Gerakan mata, gerakan mata ini di gunakan dalam memberikan perhatian.
Gerakan mata merupakan cara interaksi yang tepat, mengingat proses
pendidikan dan sosialisasi anak dapat terwujud pada kontak mata.
2. cara Pelaksanaan Tindakan Keperawatan Pada Anak Usia Toddler & Pra Sekolah
Pada kelompok usia ini, anak sudah mampu berkomunikasi secara verbal
ataupun nonverbal. Anak sudah mampu menyatakan keinginan dengan
menggunakan kata-kata yang sudah dikuasainya.Ciri khas anak kelompok ini
adalah egosentris, yaitu mereka melihat segala sesuatu hanya berhubungan dengan
dirinya sendiri dan melihat sesuatu hanya berdasarkan sudut pandangnya sendiri.
Anak tidak mampu membedakan antara kenyataan dan fantasi sehingga tampak
jika mereka bicara akan banyak ditambahi dengan fantasi diri tentang obyek yang
diceritakan. (Rahma, 2009)
Contoh implementasi komunikasi dalam keperawatan sebagai berikut.
a. Memberi tahu apa yang terjadi pada diri anak
b. Memberi kesempatan pada anak untuk menyentuh alat pemeriksaan yang
akan digunakan
c. Nada suara rendah dan bicara lambat. Jika anak tidak menjawab, harus
diulang lebih jelas dengan pengarahan yang sederhana
d. Hindarkan sikap mendesak untuk dijawab seperti kata-kata, “jawab dong”
e. Mengalihkan aktivitas saat komunikasi, misalnya dengan memberikan
mainan saat komunikasi
f. Menghindari konfrontasi langsung
Komunikasi dengan orang tua adalah salah satu hal yang penting dalam perawatan
anak,mengigat pemberian asuhan keperawatan pada anak selalu melibatkan peran orang
tua yang memiliki peranan penting dalam mempertahankan komunikasi dengan
anak.(Redhian, 2011).
7. Merumuskan kembali
Dalam mencapai tujuan pemecehan masalah kita dan orang tua anak harus
sepakat terhadap masalah yang muncul kadang-kadang pada orang tua,dengan
merumuskan kembali beberapa permasalahan dan cara pemecahan bersama akan
Dalam melakukan komunikasi pada anak terdapat beberapa tahap yang harus
dilakukan sebelum mengadakan komunikasi secara langsung,tahapan ini dapat meliputi
tahapan awal (prainteraksi),tahap perkenalan atau orientasi,tahap kerja dan terakhir yaitu
tahap terminasi.(A. Aziz, 2009)
1. tahap prainteraksi
Pada tahap prainteraksi tahap ini yang dapat kita lakukan adalah
mengumpulkan data tentang klien dengan mempelajari status atau bertanya
kepada orang tua tentang masalah atau latar belakang yang ada,mengeksplorasi
perasaan,proses ini akan mengurangi kekurangan dalam saat komunikasi dengan
cara mengeksplorasikan persaan apa yang ada pada dirinya,membuat rencana
pertemuan dengan klien,proses ini ditunjukkan dengan kapan komunikasi akan
dilakukan,dimana dan rencana apa yang dikomunikasikan serta target dan sasaran
yang ada. (Rika, 2018).
Contoh: perawat mengumpulkan data pasien, menanyakan tentang data pasien
ke keluarga pasien, setelah data terkumpul, perawat membuat rencana pertemuan
selanjutnya pada pasien. Dengan pertemuan selanjutnya perawat akan
menjelaskan tindakan apa yang akan dilakukan. Jadi disini terjadi komunikasi
antara perawat, pasien dan keluarga pasien.
2. tahap perkenalan dan orientasi
Tahap ini yang dapat kita lakukan adalah memberikan salam dan senyuman
pada klien,melakukan falidasi (kognitif,psikomotor, efektif),mencari kebenaran
data yang ada dengan wawancara,mengobservasi atau pemeriksaan yang
lain,memperkenalkan nama kita dengan tujuan agar selalu ada yang
memperhatikan terhadap kebutuhannya,menanyakan nama panggilan kesukaan
klien karna akan mempermudah dalam berkomunikasi dan lebih
dekat,menjelaskan tanggung jawab perewat dan klien,menjelaskan peran kita dan
klien,menjelaskan kegiatan yang dilakukan,menjelaskan tujuan,menjelaskan waktu
1. Pendidikan
Pendidikan merupakan penuntun manusia untuk berbuat dan mengisi
kehidupannya yang dapat digunakan untuk mendapatkan informasi sehingga dapat
meningkatkan kualitas hidup. Sebagaimana umumnya semakin tinggi pendidikan
seseorang makin mudah menerima informasi dan makin bagus pengetahuan yang
dimiliki sehingga penggunaan komunikasi dapat secara efektif akan dapat
melakukannya. Dalam komunikasi dengan anak atau orangtua juga perlu
diperhatikan tingkat pendidikan khususnya orangtua karena sebagai infomasi akan
mudah diterima jika bahasa yang disampaikan sesuai dengan tingkat pendidikan
yang dimilikinya. (A. Aziz, 2009)
2. Pengetahuan
Merupakan proses belajar dengan menggunakan panca indera yang dilakukan
seseorang terhadap objek tertentu untuk dapat menghasilkan pengetahuan dan
keterampilan. Menurut Bloom dan Kartwalk (1996) yang dikutip oleh Wimar
Tinambunan (1998), membagi pengetahuan dalam 6 tingkatan diantaranya,
pertama; tahu, dimana subjek hanya dapat mengingat, menyebutkan tentang
materi yang dipelajarinya. Kedua; memahami, dimana hanya subjek dapat
menjelaskan dan menginterpretasikan, menyimpulkan, memberi contoh, dan
meramalkan terhadap objek yang sudah dipelajari. Ketiga; aplikasi, subjek dapat
menerapkan atau menggunakan materi yang sudah dipahami dalam kondisi
sebenarnya. Keempat; analisa, adalah subjek dapat menggambarkan, membedakan,
menjabarkan materi ke dalam komponen yang masih dalam satuan yang terkait,
misalnya dengan membuat suatu bagan tentang apa yang sudah diketahui secara
benar. Kelima; Sintesis, adalah subjek yang dapat menunjukkan kemampuan untuk
“Apakah kamu mengira bahwa kamu akan masuk surga, padahal belum datang
kepadamu (cobaan) sebagaimana halnya orang-orang terdahulu sebelum kamu? Mereka
ditimpa oleh malapetaka dan kesengsaraan, serta diguncangkan (dengan macam-
macamcobaan) sehingga berkatalah Rasul dan orang-orang beriman bersamanya:
“Bilakah datangnya pertolongan Allah?” Ingatlah, sesungguhnya pertolongan Allah itu
amat dekat.” (QS.Al-Ba`qarah:214).
Menurunkan
kecemasan anak dan
orang tua
Imunisasi berasal dari kata “imun” yang berarti kebal atau resisten.
Imunisasi merupakan pemberian kekebalan tubuh terhadap suatu penyakit dengan
memasukkan sesuatu ke dalam tubuh agar tubuh tahan terhadap penyakit yang
sedang mewabah atau berbahaya bagi seseorang (Lisnawati, 2011).
Imunisasi adalah cara untuk meningkatkan kekebalan seseorang terhadap
suatu penyakit, sehingga bila kelak terpajan pada penyakit tersebut ia tidak
menjadi sakit. Kekebalan yang diperoleh dari imunisasi dapat berupa kekebalan
pasif maupun aktif (Ranuh et.al, 2011).
Prinsip keadilan dibutuhkan untuk tercapainya sesuatu yang sama dan adil
terhadap orang lain yang menjunjung prinsip-prinsip moral,legal,dan
kemanusiaan.Nilai ini Direfleksikan dalam praktik profesional ketika perawat
bekerja untuk terapi yang benar sesuai hukum,standar praktik dan keyakinan yang
benar untuk memperoleh kualitas pelayanan kesehatan.
g. Kerahasian (Confidentiality)
h. Akuntabilitas (Accountability)
Akuntabilitas merupakan standar yang pasti bahwa tindakan seorang
profesional dapat dinilai dalam situasi yang tidak jelas atau tanpa terkecuali.
C. Tujuan pemberian imunisasi
Imunisasi bertujuan untuk memberikan kekebalan terhadap tubuh anak.
Tetapi hampir seperempat dari 130 juta bayi yang lahir tiap tahun tidak
diimunisasi. Cakupan imunisasi dasar lengkap (IDL) di Indonesia tahun 2016 belum
mencapai target. Pemerintah menargetkan cakupan IDL sebesar 91,5 persen,
namun hingga akhir tahun hanya 82,1 persen yang berhasil tercapai. Ada beberapa
faktor yang menyebabkan ibu tidak memberikan imunisasi pada bayinya, yaitu;
keterbatasan waktu ibu, informasi, dukungan keluarga yang kurang serta
komposisi vaksin. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor yang
berhubungan dengan pemberian imunisasi dasar lengkap di Posyandu Wilayah
Kerja Puskesmas Umban Sari Pekanbaru Tahun 2017. Jenis penelitian ini adalah
kuantitatif dengan desain cross sectional. Teknik sampling menggunakan
accidental sampling, populasi dalam penelitian ini berjumlah 1001 orang dan
sampel berjumlah 91 orang. Pengumpulan data menggunakan data primer dengan
Buku Konsep Keperawatan Anak 180
menggunakan lembar kuesioner. Analisa yang digunakan adalah univariat dan
bivariat dengan uji chi square. Hasil penelitian diperoleh keterbatasan waktu
(Pvalue =0,001), dukungan keluarga (Pvalue=0,010), Informasi (Pvalue=0,001),
komposisi vaksin (Pvalue=0,000). Hasil ini menunjukkan ada hubungan
keterbatasan waktu, dukungan keluarga, informasi dan komposisi vaksin terhadap
pemberian imunisasi dasar lengkap pada bayi. (bedasarkan Jurnal Endurance 3(1)
februari 2018 (153-161) faktor yang berhubungan dengan pemberian imunisasi
dasar lengkap pada bayi tahun 2017).
1. Tujuan umum imunisasi yaitu :
MANFAAT IMUNISASI
Nilai (value) vaksin dibagi dalam tiga kategori yaitu secara individu, sosial
dan keuntungan dalam menunjang sistem kesehatan nasional. Secara individu,
apabila anak telah mendapat vaksinasi maka 80%-95% akan terhindar dari
penyakit infeksi yang ganas. Makin banyak bayi/anak yang mendapat vaksinasi
(dinilai dari cakupan imunisasi), makin terlihat penurunan angka kesakitan
(morbiditas) dan kematian (mortalitas) (Ranuh et.al, 2011).
Imunisasi dapat terjadi secara alamiah dan buatan dimana masing-masing imunitas
tubuh (acquired immunity) dapat diperoleh secara aktif maupun secara pasif.
1. Imunisasi Aktif
Imunisasi aktif adalah pemberian kuman atau racun kuman yang sudah
dilemahkan atau dimatikan dengan tujuan untuk merangsang tubuh memproduksi
antibodi sendiri. Imunisasi aktif merupakan pemberian zat sebagai antigen yang
diharapkan akan terjadi suatu proses infeksi buatan sehingga tubuh mengalami
reaksi imunologi spesifik yang akan menghasilkan respon seluler dan humoral
serta dihasilkannya sel memori, sehingga apabila benar-benar terjadi infeksi maka
tubuh secara cepat dapat merespon (Maryunani, 2010).
2. Imunisasi Pasif
Imunisasi pasif dapat terjadi secara alami saat ibu hamil memberikan
antibodi ke janinnya melalui plasenta, terjadi di akhir trimester pertama
kehamilan. Jenis antibodi yang diberikan melalui plasenta adalah immunoglobulin G
(IgG). Pemberian imunitas alami dapat terjadi dari ibu ke bayi melalui kolostrum
(ASI), jenis yang diberikan adalah immunoglobulin A (IgA). Sedangkan pemberian
imunitas pasif dapat terjadi saat seseorang menerima plasma atau serum yang
mengandung antibodi tertentu untuk menunjang sistem kekebalan tubuhnya.
(Markum, 2009).
a. Imunisasi Rutin
Imunisasi rutin merupakan kegiatan imunisasi yang secara rutin dan terus
menerus harus dilaksanakan pada periode tertentu yang telah ditetapkan.
Berdasarkan tempat pelayanan imunisasi rutin dibagi menjadi: a). Pelayanan
imunisasi di dalam gedung (komponen statis) dilaksanakan di puskesmas,
puskesmas pembantu, rumah sakit atau rumah bersalin, b). Pelayanan imunisasi di
luar gedung dilaksanakan di posyandu, di sekolah, atau melalui kunjungan rumah,
c). Pelayanan imunisasi rutin dapat juga diselenggarakan oleh swasta (seperti
rumah sakit swasta, dokter praktek dan bidan praktek) (Lisnawati, 2011).
Imunisasi rutin terdiri atas imunisasi dasar dan imunisasi lanjutan.
1). Imunisasi Dasar
Imunisasi ini diberikan pada bayi sebelum berusia satu tahun. Jenis
imunisasi dasar terdiri atas Hepatitis B pada bayi baru lahir, BCG, Difhteria Pertusis
Tetanus-Hepatitis B (DPT-HB) atau Difhteria Pertusis Tetanus-Hepatitis B-
Haemophilus Influenza type B (DPT-HB-Hib), Polio dan Campak (Kemenkes RI,
2013).
b. Imunisasi Khusus
NO. PROSEDUR
1 Prosedur kerja
5) Lakukan identifikasi dan anamnesa dengan menanyakan pada
pasien :Nama, Umur dan alamat, Apakah ada alergi terhadap obat-
obatan
6) Pastikan kondisi pasien dalam keadaan sehat
(sumber:babylonish.com)
NO PROSEDUR
1 Prosedur kerja :
1. Petugas mencuci tangan
2. Pastikan vaksin dan spuit yang akan di gunakan
3. Larutkan vaksin dengan cairan pelarut BCG 1 ampul ( 4 cc )
4. Pastikan anak belum pernah di BCG dengan menanyakan pada
orang tua anak tersebut
5. Ambil 0.05 cc vaksin BCG yang telah kita larutkan tadi
6. Bersihkan lengan dengan kapas yang telah dibasahi air bersih,
jangan menggunakan alkohol / desinfektan sebab akan merusak
vaksin tersebut
7. Suntikan vaksin tersebut sepertiga bagian lengan kanan atas
(tepatnya pada insertio musculus deltoideus) secara intrakutan (ic)
(sumber:klinikvaksinasi.com)
NO PROSEDUR
1 Prosedur kerjaPetugas mencuci tangan
3. Imunisasi Polio
Imunisasi polio merupakan imunisasi yang bertujuan mencegah penyakit
poliomielitis. Vaksin polio telah dikenalkan sejak tahun 1950, Inactivated (Salk)
Poliovirus Vaccine (IPV) mendapat lisensi pada tahun 1955 dan langsung digunakan
secara luas. Pada tahun 1963, mulai digunakan trivalen virus polio secara oral
(OPV) secara luas. Enhanced potency IPV yang menggunakan molekul yang lebih
besar dan menimbulkan kadar antibodi lebih tinggi mulai digunakan tahun 1988.
Perbedaan kedua vaksin ini adalah IPV merupakan virus yang sudah mati dengan
formaldehid, sedangkan OPV adalah virus yang masih hidup dan mempunyai
kemampuan enterovirulen, tetapi tidak bersifat patogen karena sifat
neurovirulensinya sudah hilang (Ranuh et.al, 2011).
(sumber:kumparan.com)
Imunisasi dasar polio diberikan 4 kali (polio I, II, III, IV) dengan interval
tidak kurang dari 4 minggu. Imunisasi polio ulangan diberikan 1 tahun setelah
imunisasi polio IV, kemudian pada saat masuk SD (5-6 tahun) dan pada saat
meninggalkan SD (12 tahun). Vaksin ini diberikan sebanyak 2 tetes (0,1 ml)
langsung kemulut anak. Setiap membuka vial baru harus menggunakan penetes
(dropper) yang baru (Proverawati dan Andhini, 2010). Dosis pertama dan kedua
diperlukan untuk menimbulkan respon kekebalan primer, sedangkan dosis ketiga
Pemberian imunisasi polio tidak boleh dilakukan pada orang yang menderita
defisiensi imunitas. Tidak ada efek yang berbahaya yang ditimbulkan akibat
pemberian polio pada anak yang sedang sakit. Namun, jika ada keraguan, misalnya
sedang menderita diare, maka dosis ulangan dapat diberikan setelah sembuh.
(Proverawati dan Andhini, 2010). Vaksinasi polio tidak dianjurkan diberikan pada
keadaan ketika seseorang sedang demam (>38,5°C), obat penurun daya tahan
tubuh, kanker, penderita HIV, Ibu hamil trimester pertama, dan alergi pada vaksin
polio. Pernah dilaporkan bahwa penyakit poliomielitis terjadi setelah pemberian
vaksin polio. Vaksin polio pada sebagian kecil orang dapat menimbulkan gejala
pusing, diare ringan, dan nyeri otot (Cahyono, 2010).
Standar operasional prosedur polio
a. Ruang lingkup
Semua pasien yang akan melakukan imunisasi polio di unit pelayanan Posyandu
pada anak berumur 0 - 11 bln
b. Ketrampilan Petugas
1.Dokter
2.Bidan
3.Perawat
c. Alat dan bahan
1.Pinset
2.Vaksin polio dan pipet
NO PROSEDUR
1. Prosedur kerja
1. Petugas mencuci tangan
2. Pastikan vaksin polio dalam keadaan baik (perhatikan nomor ,
kadaluarsa dan vvm )
(sumber:ibudanmama.com)
a. Tujuan
Sebagai acuan dalam pemberian imunmsasi campak agar anak mempunyai daya
tahan terhad penyakit campak.
b. Ruang Lingkup
Unit pelayanan posyandu padi anak berumur 9 bulan
NO PROSEDUR
1. Prosedur kerja
1) Petugas mencuci tangan
2) Pastikan vaksin dalam keadaan baik
3) Buka tutup vaksin denggunakan Pinset
4) Larutkan dengan cairan pelarut campak yang sudah ada (5 cc)
5) Pastikan umur anak tepat untuk di imunisasi campak (9 bulan)
6) Ambil 0,5 cc vaksin campak yang telah dilarutkan tadi
7) Bersihkan lengan kiri bagian atas anak dengan kapas steril (air
panas).
8) Suntikan secara sub (sc)
9) Rapikan alat
Jadwal imunisasi anak usia 0-18 tahun rekomendasi Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI)
tahun 2017, berdasarkan table di bawah ini .
Cara membaca kolom usia: misal 2 berarti usia 2 bulan (60) hari sampai dengan 2 bulan
29 hari (89 hari) . rekomendasi imunisasi berlaku mulai Januari 2017. Dapat diakses pada
website IDAI (http://idai.or.id/public-articles/klinik/imunisasi/jadwal-imunisasi-anak-
idai.htm).
(sumber.scribd.ig)
6. Tetanus Penyakit yang Bakteri Spora kejang seluruh tubuh Emboli paru,
disebabkan oleh racun bakteri C. tetani yang berulang yaitu
yang dikeluarkan oleh masuk ke tubuh selama beberapa penyumbatan
kuman tetanus, yang melalui luka menit, pada arteri
masuk melalui luka atau terbuka atau rahang terkunci dan pulmonalis
perawatan tali pusat bayi terkena tusukan balita (mulut mencucu Jantung
(sumber.sumber.com)
yang tidak baik. benda tajam untuk bayi), Pneumonia,
(Cahyono, 2010)
Hidayat, a. Aziz, 2017, pengantar kebutuhan dasar manusia aplikasi konsep dan proses
keperawatan, jakarta: salemba medika.
Intan fazrin, heri saputro dkk, 2017, mengembangkan intelegensi quotient (iq) pada anak
prasekolah dengan stimulasi keluarga dan nak usia dini, ponorogo : forum ilmiah
kesehatan ( forikes )
Sri yenawati.(2017).stimulasi tumbuh kembang anak. Jurnal ilmiah psikologi. Vol. Iii, no.1: 121 –
130
hidayah, a. Aziz alimul, 2011. Ilmu kesehatananak untuk pendidiakan kebidanan: jakarta
salemba medical
Schehr k. Lindsay and teresa s. Johnson. Concept analysis of growth failure in preterm infants in
the nicu: university of wisconsin–milwaukee, 2017
Gilchris, courtney, dkk. Intrauterine growth restriction and development of the hippocampus:
implications for learning and memory in children and adolescents: school of health and
biomedical sciences, rmit university, bundoora, vic, australia. 2018
Utami, wuri dkk. 2018. Buku ajar keperawatan anak. Yogyakarta: pt leutika nouvelitera
Saputro, heri & intan, fazrin. 2017. Anak sakit wajib bermain di rumah sakit: penerapan terapi
bermain anak sakit; proses, manfaat dan pelaksanaannya. Ponorogo: forum ilmiah
kesehatan
kristanti, a., & lestari, n. (t.t.). Dongeng meningkatkan kualitas tidur pada anak usia sekolah
yang mengalami hospitalisasi. 2018, volume 8 no.3.
setiawati, e., & sundari. (t.t.). Pengaruh terapi bermain dalam menurunkan kecemasan pada
anak sebagai dampak hospitalisasi di rsud ambarawa. 2019, volume 2 no.1.
elnovreny, j., & fithri, a. (t.t.). Pengaruh pemberian bibliotherapy terhadap tingkat kecemasan
anak yang mengalami hospitalisasi di rumah sakit imelda medan. 2019, volume 3 no.1.
noviati, e., masru’ah, i., & firdaus, f. (t.t.). Hubungan peran keluarga dengan tingkat kecemasan
anak usia sekolahyang mengalami hospitalisasi. 2018.
hermalinda, novrianda, d., & putri, m. (t.t.). Pengaruh intervensi pelibatan keluarga terhadap
kecemasan anak yang mengalami hospitalisasi di ruang perawatan anak rsud dr. Rasidin
padang tahun 2016. 2017, volume 13 no.2.
mariani, r. (t.t.). Faktor-faktor yang mempengaruhi pola tidur pada anak yang menjalani
hospitalisasi di ruang rawat inap anak rsd. Mayjend. Hm. Ryacudu kotabumi tahun
2016. 2019, volume 2 no.2.
hermalinda, deswita, & sarfika, r. (t.t.). Respon kecemasan orang tua terhadap hospitalisasi
anak di rsup dr. M.djamil padang. 2018, volume 14 no.1.
nurmashitah, & purnama, a. (t.t.). Medical play dalam menurunkan respon kecemasan anak
usia prasekolah yang mengalami hospitalisasi di ruang rawat inap anak. 2018.
mulyani, s. (t.t.). Riwayat hospitalisasi, kehadiran orang tua terhadap respon perilaku anak
pra sekolah pada tindakan invasif. 2018, volume 3 no.1.
hulinggi, i., masi, g., & ismanto, a. (t.t.). Hubungan sikap perawat dengan stres akibat
hospitalisasi pada anak usia pra sekolah di rsu pancaran kasih gmim manado. 2018,
volume 6 no.1.
nilsson, stefan, cajsa, j., & gunilla, t. (t.t.). Children’s percepsionts of pictures intended in
measure ansiety. 2019.
coller, r., kelly, m., ehlenbach, m., goyette, e., wamer, g., & chung, p. (t.t.). Hospitalizations for
ambulatery care-sensitive conditions among children with crhonic and complex disiase.
2017.
nyamai, r., knight, v., amimo, f., & ayodo, g. (t.t.). Effective utilization of insecticide treated nets
and hospitalization of children under five years at matete health centre in westren
kenya. 2018.
dejong, n., richardson, t., & chandle, n. (t.t.). Outpatient visits before ambulatory care sensitive
hospitalization of children using medicaid. 2017.
rotman, m., hazan, g., & isaac, l. (t.t.). Purpuric rash and fever among hospitalized children
aged 0-18 years: comparison between clinical, laboratory, therapeutic and outcome
features of patients with bacterial versus viral etiology. 2018.
Alligood, m.r. 2014. Nursing theoristand their work, 8th edition. Mosby: elsevier.
Bukhari, al jami’ al shokih al bukhari, bairut : dar al kutub al ilmiyah, 2010. Jakarta: maghfirah
pustaka.
Campbell, m., & knoetze. 2018. Repetitive symbolic play as a therapeutic process in child-
centered play therapy. International journal of play therapy, vol 19, 222-234.
Christian, k. M., russ, s., & short, e. J. (2017). Pretend play processes and anxiety:
Considerations for the play therapist. International journal of play therapy, 20, 179–192
http://dx.doi.org/10.1037/a0025324.
Fadlillah. M, dkk. 2014. Pendidikan anak usia dini. Jakarta: kencana prenadamedia group.
Handayani, rahmawati dewi dan ni putu dewi puspitasari. 2017. Pengaruh terapi bermain
terhadap tingkat kooperatif selama menjalani perawatan pada anak usia pra sekolah
(3 – 5 tahun) di rumah sakit panti rapih yogyakarta. Staf pengajar stikes surya global
yogyakarta alumnus ilmu keperawatan stikes surya global yogyakarta: jurnal.
Imam, saeful. 2018. Prosedur medis agar anak tidak lagi menangis. Jakarta: rineka cipta.
Indrawaty, lina dkk. 2017. Pengaruh pemberian terapi aktivitas bermain terhadap tingkat
kecemasan anak usia toddler akibat hospitalisasi di ruang rawat inap anak rsud kota
Nurcahyo, fathan. 2017. Teori bermain. Fakultas ilmu kedokteran universitas negeri
yogyakarta: jurnal.
Patel., ravindra, & suresh. 2018. Study to assess the effectiveness of play therapy on anxiety
among hospitalized children. Iosr journal of nursing and health science, 5 17-23.
Rafati, fateme shah. 2018. Effectiveness of group play therapy on the communication of 5-8
years old children with high functioning autism. Pediatric neurorehabilitation research
center, department of psychology and exceptional children education, university of
social welfare and rehabilitation sciences, vol. 17 num. 3.
Saputro, heri dan intan fazrin. 2017. Anak sakit wajib bermain di rumah sakit: penerapan
terapi bermain anak sakit; proses, manfaat dan pelaksanaannya. Ponorogo: forum
ilmiah kesehatan (forikes).
Saputro, heri dan intan fazrin. Penurunan tingkat kecemasan anak akibat hospitalisasi
dengan penerapan terapi bermain. Jurnal konseling
indonesia;2017;3(1):12(online),(http://ejournal.unikama.ac.id/index.php/jki,diakses
oktober 2017).
Sufyanti, yuni dkk. 2017. Efektivitas penurunan stres hospitalisasi anak dengan terapi
bermain. Program studi s1 ilmu keperawatan fakultas kedokteran universitas
airlangga: jurnal.
Therese, karina g. Fernandez and celine o. Sugay. 2016. Psychodynamic play therapy: a case
of selective mutism. International journal of play therapy, vol. 25, no. 4, 203–209.
Wong, d. L. (2009). Buku ajar keperawatan pediatrik (vol. Volume 1). Jakarta: egc.
Yuliastati, nining dkk. 2016. Keperawatan anak; kementerian kesehatan repubik indonesia.
Jakarta: pusdik sdm kesehatan.
Azimul hidayat, (2009), pengantar ilmu keperawatan anak 1, salemba medika jakarta
Anjaswara (2016).komunikasi dalam keperawatan jakarta: pusdik sdm kesehatan
Nasir, a., muhith, a., sajidin, m., & mubarak, w.i. (2009). Komunikasi dalam keperawatan.
Jakarta: salemba medika.
Hidayat, a. Aziz alimul. (2009), pengantar ilmu keperawatan anak. Jakarta selemba medika
Rafidha hanun. (2017). Mengembangkan komunikasi yang efektif pada anak usia dini.fakultas
tarbiyah dan keguruan uin ar-raniry. Vol: 3
Dinar, (2017). Pengembangan keterampilan berkomunikasi anak usia dini melalui metode
bermain peran. Universitas islam bandung, media tor, vol 10 (1)
Ns, rika, ns, esthika, dan ns, windy.(2018). Buku ajar keperawatan dasar 2, komunikasi
terapeutik dalam keperawatan. Andalas universtiy press
Iis suwanti. (2017). Pengaruh komunikasi terapeutik terhadap kepatuhan dalam tindakan
keperawatan pada anak usia 4-12 tahun. Akademik keperawatan dian husada mojokerto
Ramdaniati, sri, ramdaniati, susy, &muryati. (2016). Comparison study of art therapy and
play therapy in reducing anxiety on pre-school children who experience hospitalization.
7.
Sanon e, perry. (2017). Maternal child nursing care in canada. Canadacataloguin in publication
Saputro. Heri, intan fazrin. (2017). Anak sakit wajib bermain di rumah sakit: penerapan terapi
bermain anak sakit; proses, manfaat dan pelaksanaannya. Forikes
Muhammad. 2016. *karya ilmiah tentang atraumatic care* . Universitas sumatra utara.
Fetianingsih, iis. 2017. *hubungan antara atraumatic care dengan kepuasan orang tua selama
anak mengalami hospitalisai di ruang cempaka rsud dr. R. Goeteng taroenadibrata.*
fakultas ilmu kesehatan ump.
Jebul suroso, iis fetianingsih, eko mardiyaningsih. *dampak atraumatic care pada kepuasan
keluarga pasien di rumah sakit*. Indonesian journal of nursing research (ijnr) 1 (2),
2019
Dary, danang puspita & jolanda frettry lukuhay. (2018). Peran keluarga dalam penanganan
anak dengan penyakit ispa di rsud piru.vol 3, no 1
Hakim, nuraini, allenidekania & happy hayati. (2018). Efektivitas asuhan keperawatan pada
anak kanker yang mengalami gangguan nutrisi dengan menggunakan teori levine. Vol 1,
1.
Hidayah, nur, risnah & arbianingsih. (2015). Perawatan holistik pada anak dalam perspektif
islam. Makassar:andira publisher
Https://dokumen.tips/documents/teori-praktik-keperawatan-kathryn-e-barnard.html
Https://www.admedika.co.id/index.php/id/medias/sehati-blog/item/110-masalah-
kesehatan-pada-anak
Huriati dan akp dardin. (2017). Falsafah dan teori dalam keperawatan. Gowa:yayasan
pemberdayaan masyarakat indonesia cerdas
Muhlisin, abi & burhanuddin ichsan. (2017). Aplikasi model konseptual caring dari jean
watson dalam asuhan keperawatan
Muhsinin & deswita. (2016). Asuhan keperawatan pada anak dengan gangguan nutrisi akibat
kanker melalui pendekatan model adaptasi roy. 2017 vol 8, 1.
Nurhayati, indah, endang nur widyaningsih & agus subayo. (2017). Pertumbuhan dan tingkat
morbiditas pada bayi usia 7-12 bulan berdasarkan status pemberian asi di wilayah
puskesmas gilingan kecamatan banjarsari surakarta. Vol 10, 1.
Puspasari, diana dkk. (2017). Konsep komunikasi pada anak, pendekatan teori model pada
anak. Https://www.scribd.com/document/373378735/tugas-kelompok-keperawatan-
anak-makalah
Rofiqoh, zuhrotul, nurfika asmaningrum & dodi wijaya. (2018). Hubungan mode adaptif
konsep diri berbasis teori callista roy dengan kemampuan interaksi sosial anak
tunagrahita di slb-c tpa kabupaten jember. Vol 6, 2.
Suryanti. (2017). Aplikasi teori konsep keperawatan jean watson terhadap anak “s” dengan
hidrocefalus di kelurahan sumur dewa kecamatan selebar wilayah kerja puskesmas
basuki rahmad kota bengkulu. Vol 5, 2.
Utami, kadek cahya. (2016). Integrasi teori/model kenyamanan (kolcaba) pada ruang
perawatan risiko tinggi
Wagner, a. L. (201). Core concepts of jean watson’s theory of human caring/caring science.
Yeni, roza indra. (2017). Aplikasi teori comfort katherine kolcaba pada anak dalam pemenuhan
kebutuhan oksigenasi di ruang perawatan. Vol 8, 1.
Muhlisin, abi & burhanuddin ichsan. (2017). Aplikasi model konseptual caring dari jean
watson dalam asuhan keperawatan