Anda di halaman 1dari 28

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Thorax adalah sebuah rongga yang berbentuk kerucut dengan bagian

belakang lebih panjang dari bagian depan. Pemeriksaan radiografi thorax sangat

penting karena penyakit paru belum bisa dilakukan penyembuhan secara pasti

tanpa pemeriksaan radiografi thorax terlebih dahulu. Kelainan – kelainan dini

pada paru juga dapat diketahui dalam pemeriksaan radiografi thorax sebelum

gejala klinis muncul. Sehingga pemeriksaan rutin radiografi thorax pada orang

yang sehat sudah menjadi prosedur yang lazim pada pemeriksaan kesehatan secara

masal, contohnya seperti yang dilakukan pada calon pegawai negeri, calon tentara,

mahasiswa, dll.

Tubuh kita terdiri dari beberapa bagian yang dalam setiap kegiatannya

tidak dapat dipisahkan satu dengan yang lainnya. Thorax adalah salah satu bagian

tubuh yang sangat penting yang terdiri dari beberapa tulang, paru – paru, jantung,

dan yang lainnya. Oleh karenanya banyak organ penting di rongga thorax, maka

thorax sangat rawan terkena penyakit, salah satunya efusi pleura.

Pada pemeriksaan radiografi thorax proyeksi yang biasa digunakan ialah

Postero Anterior ( PA ) erect jika pasien kooperatif atau Antero Posterior ( AP )

semi erect jika pasien non kooperatif dan proyeksi Lateral, masing – masing

proyeksi mempunyai kriteria radiograf yang berbeda dan dapat menampilkan

struktur anatomi fisiologi dan patofisiologi dari thorax pada posisi yang

bermacam – macam.

1
Kemudian, biasanya di setiap rumah sakit menggunakan proyeksi

Posterior Anterior (PA) dan Lateral, dan menurut teori Textbook of Radiografic

Positioning and Related Anatomy karangan Kenneth L. Bontrager, untuk kasus

efusi pleura menggunakan proyeksi Left Lateral Decubitus (LLD) tetapi di

Instalasi Radiologi RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo Purwokerto menggunakan

proyeksi Posterior Anterior (PA) pada kasus Efusi Pleura sehingga membuat

penulis tertarik untuk mengangkat sebagai laporan studi kasus.

Pada pembahasan diatas, penulis ingin mengangkat hal tersebut ke dalam

sebuah Laporan Kasus yang berjudul ”Teknik Pemeriksaan Radiografi Thorax

Pada Kasus Efusi Pleura di Instalasi Radiologi RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo

Purwokerto“.

1.2 Rumusan Masalah

Agar dalam penyusunan tugas ini penulis dapat lebih terarah serta karena

keterbatasan waktu dan terbatasnya kemampuan penulis, maka penulis hanya

membahas masalah sebagai berikut :

1. Bagaimana teknik pemeriksaan radiologi thorax pada kasus Efusi pleura di

instalasi radiologi RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo Purwokerto?

2. Apakah pemeriksaan radiologi thorax dengan menggunakan proyeksi PA erect

atau AP semi erect telah cukup efektif dalam menegakkan diagnosa pada kasus

Efusi pleura?

2
1.3 Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui teknik pemeriksaan radiologi thorax pada kasus Efusi

pleura di instalasi radiologi RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo Purwokerto.


2. Untuk mengetahui apakah teknik pemeriksaan radiologi thorax dengan

proyeksi PA erect atau AP semi erect telah cukup efektif dalam menegakkan

diagnosa pada kasus Efusi pleura di instalasi radiologi RSUD Prof. Dr.

Margono Soekarjo Purwokerto.

1.4 Manfaat Penulisan

1. Dapat menambah wawasan dan pengetahuan penulis tentang teknik

pemeriksaan radiologi thorax pada kasus Efusi pleura.

2. Sebagai bekal bagi penulis dalam penerapan dalam dunia kerja nanti.

1.5 Sistematika Penulisan

BAB I PENDAHULUAN.

Berisi tentang latas belakang, rumusan masalah, tujuan penulisan, manfaat

penulisan dan sistimatika penulisan.

BAB II TINJAUAN TEORI.

Berisi tentang anatomi Thorax, patofisiologi Efusi pleura, teknik

pemeriksaan Thorax dan Proteksi Radiasi.

BAB III PAPARAN KASUS DAN PEMBAHASAN.

Paparan kasus berisi tentang data pasien, riwayat patologi pasien, dan

teknik pemeriksaan Radiologi thorax pada kasus Efusi pleura.

BAB IV PENUTUP.

Berisi tentang kesimpulan dan saran.

3
DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

4
BAB II

TINJAUAN TEORI

2.1. Anatomi Rangka Dada

Rangka dada atau thorax tersusun dari tulang dan tulang rawan. Thorax

berupa sebuah rongga berbentuk kerucut, di bawah lebih besar dari pada di atas

dan di belakang lebih panjang dari pada bagian depan. Dibagian belakang, thorax

dibentuk oleh kedua belas vertebrae thoracalis, di depan dibentuk oleh sternum,

dibagian atas oleh clavicula, dibagian bawah oleh diafragma, dan di samping kiri

dan kanan dibentuk oleh kedua belas pasang iga yang melingkari badan mulai dari

belakang dari tulang belakang sampai ke sternum di depan ( Pearce , 1999 ).

Gambar 2.1

Rangka dada ( Snell, 1995 )

5
2.1.1. Sternum

Sternum atau tulang dada adalah sebuah tulang pipih yang terbagi atas

tiga bagian yaitu :

a. Manubrium Sterni. Yaitu bagian tulang dada sebelah atas yang

membentuk persendian dengan tulang clavicula dan tulang iga.

b. Korpus Sterni. Yaitu bagian yang terbesar dari tulang dada dan

membentuk persendian dengan tulang iga.

c. Procesus Xypoideus. Yaitu bagian ujung dari tulang dada dan pada

masih bayi berbentuk tulang rawan.

2.1.2. Tulang iga ( costae )

Tulang iga banyaknya 12 pasang ( 24 buah ), kiri dan kanan, bagian

depan berhubungan dengan tulang dada dengan perantara tulang rawan.

Bagian belakang berhubungan dengan columna vertebrae thoracalis.

Perhubungan ini memungkinkan costae bergerak kembang kempis sesuai

dengan irama pernafasan. Tulang – tulang iga dapat dibedakan menjadi

tiga bagian :

a. Tulang iga sejati ( Os. Costavera ). Jumlahnya 7 pasang ,

berhubungan dengan tulang dada melalui persendian.

b. Tulang iga tak sejati (Os. Costaspuria). Jumlahnya 3 pasang,

berhubungan dengan tulang dada dengan perantara tulang rawan dari

tulang iga sejati ke 7.

c. Tulang iga melayang (Os. Costaefluctuantes). Jumlahnya 2 pasang ,

tidak mempunyai hubungan dengan tulang dada.

6
2.1.3. Columna vertebrae thoracalis

Dinding posterior rongga thorax terbentuk dari columna vertebrae

thoracalis dengan bagian posterior costae. Columna vertebrae thoracalis

membentuk dinding posterior thorax melalui persendian dengan bagian

posterior costae. Masing –masing costae membentuk persendian dengan

columna vertebrae thoracalis dari 1 sampai 12.

2.1.4. Os. clavicula

Clavicula adalah tulang yang melengkung yang membentuk bagian

anterior dari shoulder joint. Untuk keperluan pemeriksaan os. clavicula

dibagi menjadi dua ujung, antara lain ujung medial disebut

sternoclavikular joint membentuk persendian dengan sternum dan ujung

lateral disebut acromioclavikular joint yang membentuk persendian

dengan acromion dari scapula.

2.1.5. Diafragma

Diafragma adalah struktur muskulo-tendineus berbentuk kubah yang

memisahkan rongga thorax dengan abdomen , serta membentuk lantai

dasar dari rongga thorax dan atap dari rongga abdomen. Pada saat inspirasi

otot diafragma berkontraksi sehingga menyebabkan kubah diafragma turun

sehingga ukuran thorax menjadi lebih besar. Turunnya diafragma

menyebabkan udara ditarik masuk oleh paru – paru dan meluas untuk

mengisi rongga thorax yang membesar. Pada saat ekspirasi otot diafragma

mengendor, diafragma naik sehingga ukuran thorak menjadi kecil dan

udara didorong keluar. Tinggi diafragma berubah sesuai dengan sikap

7
seperti bila duduk tegak atau berdiri. Pada diafragma terdapat tiga hiatus,

antara lain hiatus aorta , hiatus esophageal , dan hiatus kava.

2.2. Anatomi Saluran Pernafasan

Empat bagian penting saluran pernafasan dalam radiologi thorax adalah

sebagai berikut :

2.2.1 Laring

Laring ( tenggorokan ) terletak didepan bagian terendah faring yang

memisahkannya dari columna vertebrae , berjalan dari faring sampai

ketinggian vertebrae cervicalis dan masuk ke dalam dibawahnya. Laring

terdiri dari kepingan tulang rawan yang diikat oleh ligamen membran.

Yang terbesar diantaranya ialah tulang rawan tiroid dan dibagian depannya

terdapat benjolan yang dikenal sebagai jakun. Laring terdiri dari lima

tulang rawan, antara lain 1 buah kartilago tiroid, 2 buah kartilago aritenoid,

1 buah kartilago krikoid , dan 1 buah kartilago epiglotis. Pada puncak

tulang rawan tiroid terdapat epiglotis yang berfungsi menutup laring

sewaktu orang menelan. Laring dilapisi oleh selaput lendir kecuali pita

suara dan bagian epiglotis dilapisi oleh epitelium berlapis.

2.2.2 Trakea

Merupakan lanjutan dari laring , dibentuk oleh 16 sampai 20 cincin

yang terdiri dari tulang rawan yang membentuk huruf C. Berjalan dari

laring sampai ketinggian vertebrae thoracalis ke 5 dan ditempat ini

bercabang menjadi dua bronkus. Panjang trakea 9 sampai 11 cm dan

dilapisi oleh selaput lendir.

8
2.2.3 Bronkus kanan dan kiri

Merupakan lanjutan dari trakea , terdiri dari 2 bagian, yaitu bronkus

kanan dan kiri. Bronkus tersebut berjalan kebawah dan kesamping menuju

ke paru – paru. Bronkus kanan lebih pendek dan lebih lebar dari bronkus

kiri , sedikit lebih tinggi dari arteri pulmonalis dan memiliki 3 cabang.

Bronkus kiri lebih panjang dan lebih langsing dari bronkus kanan dan

berjalan di bawah arteri pulmonalis serta memiliki 2 cabang. Bronkus

memiliki cabang yang disebut bronkiolus dan pada ujungnya terdapat

gelembung paru atau alveoli.

Gambar 2.2

Trakea, bronkus, bronkiolus ( Snell, 1995 )

2.2.4. Paru – Paru

Merupakan alat pernafasan utama , berbentuk kerucut dengan apex

diatas dan muncul sedikit lebih tinggi dari clavicula. Sebagian besar paru

terdiri dari alveoli yang terbantuk dari sel endotel dan epitel, dibagian

inilah terjadi pertukaran udara, O2 masuk ke dalam darah dan CO2 keluar

dari darah. Paru dibagi menjadi dua bagian, yaitu paru kanan dan kiri. Paru

kanan dibagi menjadi tiga lobus dan paru kiri menjadi dua lobus. Antara

9
lobus kanan dan kiri dipisahkan oleh suatu fisura. Paru – paru dilapisi oleh

suatu selaput yang disebut pleura, dimana pleura dibagi menjadi 2 bagian :

a. Pleura Viseralis : selaput paru yang langsung membungkus paru.

b. Pleura Parietalis : selaput paru yang melapisi rongga dada sebelah

luar.

Antara kedua pleura ini terdapat sebuah rongga yang disebut cavum

pleura. Cavum pleura ini hampa udara dan terdapat sedikit cairan yang

meminyaki permukaannya untuk menghindarkan gesekan antara paru

dengan dinding dada pada saat bernafas.

Gambar 2.3

Paru – paru ( Snell, 1995 )

10
2.3. Fisiologi Pernafasan

Fisiologi pernafasan dapat dibedakan menjadi dua, yaitu pernafasan paru-paru

( pernafasan eksterna ) dan pernafasan jaringan ( pernafasan interna ).

2.3.1. Pernafasan Paru – paru ( Pernafasan Eksterna )

Merupakan pertukaran oksigen dan karbondioksida yang terjadi pada

paru-paru. Oksigen diambil melalui mulut dan hidung waktu bernafas,

oksigen masuk melalui trakea dan sampai ke alveoli berhubungan dengan

darah dalam kapiler pulmonary. Alveoli memisahkan oksigen dari darah ,

oksigen menembus membran , diambil oleh sel darah merah , dibawa ke

jantung dan dipompakan ke seluruh tubuh. Kemudian, ada 4 proses yang

berhubungan dengan pernafasan pulmoner :

a. Ventilasi Pulmoner, gerakan pernafasan yang menukar udara dalam

alveoli dengan udara luar.

b. Arus darah melalui paru mengandung O2, masuk ke seluruh tubuh dan

CO2 dari tubuh masuk ke paru.

c. Distribusi arus udara dan arus darah sedemikian rupa dengan jumlah

yang tepat bisa mencapai seluruh bagian.

d. Difusi gas yang menembus membran alveoli dan kapiler

karbondioksida lebih mudah berdifusi dari pada oksigen.

2.3.2. Pernafasan Jaringan ( Pernafasan Interna )

Darah merah yang banyak mengandung oksigen dari seluruh tubuh

masuk ke jaringan akhirnya mencapai kapiler darah mengeluarkan oksigen

11
ke dalam jaringan , mengambil karbondioksida untuk dibawa ke paru-paru

dan di paru terjadi pernafasan internal.

2.4. Patologi Efusi Pleura (Rosad,1992)

Pembentukan cairan dalam rongga pleura dapat disebabkan oleh banyak

keadaan yang dapat berasal dari dalam paru sendiri, misalnya infeksi, baik oleh

bakteri maupun virus atau jamur, tumor paru, tumor mediastinum, metastasis, atau

disebabkan oleh keadaan kelainan sistemik, antara lain penyakit-penyakit yang

mengakibatkan terhambatnya aliran getah bening, hipoproteinemia pada penyakit

ginjal, hati, dan kegagalan jantung. Tidak jarang disebabkan juga oleh trauma

akibat kecelakaan atau tindakan pembedahan.

Cairan (pleural effusion) dapat berupa :

1. Cairan Transudat, terdiri atas cairan yang bening, biasanya ditemukan dalam

kegagalan jantung, kegagalan ginjal yang akut atau kronik, keadaan

hipoproteinemia pada kegagalan fungsi hati, pemberian cairan infus yang

berlebihan, dan fibroma ovarii (Meig’s syndrome).

2. Cairan eksudat, berisi cairan yang keruh, paling sering ditemukan pada infeksi

tuberculosis, atau nanah (empiema) dan penyakit-penyakit kolagen (lupus

eritematosus, rheumatoid arthritis).

3. Cairan darah, dapat disebabkan trauma terbuka atau tertutup, infark paru, dan

karsinoma paru.

4. Cairan getah bening; meskipun jarang terjadi, tetapi dapat diakibatkan oleh

sumbatan aliran getah bening thoraks, misalnya pada filiariasis atau metastasis

pada kelenjar getah bening dari suatu keganasan.

12
2.5. Gambaran Radiologi (Rosad,1992)

Pada pemeriksaan foto thorax rutin tegak, cairan pleura tampak berupa

perselubungan homogen yang menutupi struktur paru bawah yang biasanya relatif

radiopak dengan permukaan atas cekung, berjalan dari lateral atas ke medial

bawah. Karena cairan mengisi ruangan hemithorax sehingga jaringan paru akan

terdorong kearah sentral/hilus, dan kadang-kadang mendorong mediastinum

kearah kontralateral.

Jumlah cairan yang dapat terlihat pada foto thorax tegak adalah 250-300 ml.

Bila cairan kurang dari 250 ml. (100-200 ml.), dapat ditemukan pengisian cairan

di sinus costophrenicus posterior pada foto thorax tegak. Cairan yang kurang dari

100 ml. (50-100 ml.), dapat diperlihatkan dengan posisi decubitus dan arah

horizontal dimana cairan akan berkumpul di sisi samping bawah.

Gambaran radiologis tidak dapat membedakan jenis cairan, mungkin dengan

tambahan keterangan-keterangan klinis atau kelainan lain yang ikut serta terlihat

dapat diperkirakan jenis cairan tersebut. Kadang-kadang sejumlah cairan

terkumpul setempat di daerah pleura atau fissure interlobar

(loculated/encapsulated) yang disebabkan oleh empiema dengan perlekatan

pleura.

2.6. Teknik Pemeriksaan Radiografi Thorax ( Ballinger , 1995 )

2.6.1. Persiapan Pasien

Pada pemeriksaan radiografi thorax tidak ada persiapan khusus bagi

pasien. Hanya saja, semua benda yang dapat mengganggu radiograf

dilepas terlebih dahulu, seperti kalung , pakaian dalam (BH) , kancing

13
baju, peniti, dll. Selain itu, komunikasi dengan pasien merupakan hal

penting yang harus diperhatikan. Lalu, penting untuk menjelaskan

mengenai prosedur pemeriksaan yang akan dilakukan serta alasan melepas

pakaian bagian atas dan benda-benda yang dapat mengganggu radiograf

serta diganti dengan pakaian yang bebas dari benda asing.

5.2 Persiapan Alat

Adapun alat-alat yang perlu dipersiapkan pada pemeriksaan radiografi

thorax adalah :

- Pesawat sinar-x

- Kaset dan film

- Marker R atau L

- Plester

- Baju pasien

5.3 Teknik Pemotretan

Proyeksi dasar yang digunakan pada pemeriksaan radiologi thorax

adalah proyeksi Postero Anterior (PA) atau Antero Posterior (AP),

proyeksi Lateral, dan proyeksi tambahan, yaitu proyeksi Right Lateral

Decubitus (RLD) yang khusus digunakan untuk melihat kelainan Efusi

Pleura.

A. Proyeksi Postero Anterior ( PA )

 Posisi Pasien : Pasien berdiri menghadap ke standar kaset.

Dagu diletakan pada penopang dagu yang terletak di tengah batas

atas kaset. Kedua telapak tangan endorotasi maksimum dan

diletakan diatas crista illiaka. Siku didorong ke depan hingga

14
menempel kaset agar scapula tidak menutupi lapangan paru.

Pundak agak diturunkan agar clavicula terletak di bawah paru.

 Posisi Objek : Atur Mid Sagital Plane ( MSP ) tepat ditengah

kaset. Pastikan tidak ada rotasi pada thorax. Batas atas kaset 4 – 5

cm diatas pundak.

 Pengaturan Sinar : Central Ray tegak lurus terhadap kaset

dengan arah horizontal. Central Point pada vertebrae thoracal ke 7

atau diantara kedua angulus inferior scapula. Source Image

Distance (SID) adalah 180 cm.

 Kolimasi : Luas lapangan penyinaran seluas lapangan objek

( thorax ).

 Ekspose : Dilakukan pada saat inspirasi kedua dan tahan nafas

dengan tujuan untuk memperluas lapangan paru.

 Kriteria Radiograf : Tampak kedua lapangan paru dari apex

sampai sinus costophrenicus , tampak bayangan udara pada trakea ,

tampak hilus jantung , tampak costae, clavicula, vertebrae

thoracalis 1 – 12. Pada saat inspirasi penuh tampak gambaran

costae belakang 9 – 10.

Gambar 2.4

Proyeksi PA ( Ballinger, 1995 )

15
B. Proyeksi Lateral

 Posisi Pasien : Pasien berdiri dengan sisi kiri tubuh menempel

kaset. Atur kedua tangan fleksi dan diletakan diatas kepala.

 Posisi Objek : Atur Mid Coronal Plane ( MCP ) pasien tegak

lurus atau tepat ditengah kaset dan Mid Sagital Plane ( MSP )

pasien sejajar kaset.

 Pengaturan Sinar : Central ray tegak lurus terhadap kaset

dengan arah sinar horizontal. Central Point setinggi vertebrae

thoracal ke 7. Source Image Distance (SID) 180 cm.

 Kolimasi : Luas lapangan penyinaran seluas objek dengan

batas atas sinar pada vertebrae prominens.

 Ekspose : Pada saat inspirasi kedua dan tahan nafas.

 Kriteria Radiograf : Tampak apex pulmo dan sinus

costophrenicus. Tampak sternum di bagian anterior. Batas jantung

dan diafragma tampak dengan jelas.

Gambar 2.5

Proyeksi Lateral ( Ballinger, 1995 )

16
C. Proyeksi Right Lateral Decubitus (RLD) (AP Projection)

 Posisi Pasien : Pasien tidur lateral recumbent dengan sisi kanan

menempel meja pemeriksaan. Atur kedua tangan fleksi dan

diletakan diatas kepala.

 Posisi Objek : Letakkan kaset menempel pada punggung

pasien, kemudian atur Mid Sagital Plane (MSP) pasien tegak lurus

kaset.

 Pengaturan Sinar : Central ray tegak lurus terhadap kaset

dengan arah sinar horizontal. Central Point setinggi vertebrae

thoracal ke 7. Source Image Distance (SID) 180 cm.

 Kolimasi : Luas lapangan penyinaran seluas objek dengan

batas atas sinar pada vertebrae prominens.

 Ekspose : Pada saat inspirasi kedua dan tahan nafas.

 Kriteria Radiograf : Tampak jantung, kedua sinus

costophrenicus

Gambar 2.6

Proyeksi RLD ( Ballinger, 1995 )

17
2.7 Proteksi Radiasi

2.7.1 Proteksi Pasien

 Kolimasi secukupnya dengan memperkecil luas lapangan penyinaran.

 Menggunakan faktor eksposi yang tepat.

 Tidak terjadi pengulangan foto karena kesalahan.

 Waktu penyinaran sesingkat mungkin.

 Pasien menggunakan apron.

 Pasien hamil pada triwulan pertama sebaiknya di tangguhkan.

2.7.2 Proteksi Bagi Petugas

 Tidak menggunakan berkas sinar – X yang mengarah ke petugas.

 Berlindung pada tabir / tirai, saat melakukan eksposi.

2.7.3. Proteksi Bagi Masyarakat

 Pintu pemeriksaan tertutup rapat.

 Tidak mengarahkan sinar sumber sinar – X ke ruangan umum.

18
BAB III

PAPARAN KASUS DAN PEMBAHASAN

3.1. Identitas Pasien

Adapun identitas pasien yang menjalani pemeriksaan radiologi thorax

dengan kasus Efusi Pleura di RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo Purwokerto

adalah sebagai berikut :

 Nama : Tn. MU

 Umur : 24 Tahun

 Jenis Kelamin : Laki-laki

 Alamat : Cilongok

 No. Rontgen : 02108497

 Pemeriksaan : Foto Thorax PA (Posterior Anterior)

 Dr. Pengirim : Dr. Wisuda Moniqa Sylvia Sp.P, M.Kes

3.2. Riwayat Klinis

Efusi Pleura Bilateral

Gambaran TB Pulmo

Diagnosa : Efusi Pleura Lobulated Dextra EC TB Paru

19
3.3. Tata Laksana Pemeriksaan

3.3.1. Persiapan pesawat , alat , dan bahan.

a) Pesawat sinar-x yang digunakan pada pemeriksaan thorax Tn. MU :

- Merk Pesawat : QUANTUM

- Type : CS-2 / RAD-74

- No. Seri Tabung : 68238-PO

- Tegangan maksimum : 110 KV

- Arus Maksimum : 32 mAs

b) Imaging Plate ukuran 35 X 43 cm

c) CR (Computer Radiografi)

3.3.2. Persiapan Pasien.

Pada pemeriksaan foto thorax tidak ada persiapan khusus pada pasien,

hanya saja pasien harus dibebaskan dari benda-benda disekitar dada,

seperti kalung , ikat rambut pada wanita , kancing baju yang dapat

mengganggu gambaran radiograf.

3.3.3. Prosedur Pemeriksaan.

Untuk kepentingan pemeriksaan radiologi pada kasus efusi pleura di

RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo Purwokerto, hanya dilakukan

pembuatan foto thorax dengan proyeksi PA erect dan lateral.

A. Posisi Pasien : Pasien jika memungkinkan berdiri atau duduk.

20
B. Posisi Obyek : Atur Mid Sagital Plane ( MSP ) pasien tepat

dipertengahan kaset. Atur kedua pundak agar sama

tinggi. Usahakan vertebrae prominens (

cervical 7 ) masuk dalam lapangan penyinaran.

Kedua sisi tubuh diatur agar mempunyai jarak

yang sama dari sisi lateral kaset.

C. Pengaturan sinar : Central Ray ( CR ) tegak lurus terhadap kaset

dengan arah sinar horizontal , central point ( CP )

pada pertengahan kedua angulus inferior scapula

atau setinggi vertebrae thoracal ke 7 , dengan

Source Image Distance (SID) sejauh 180 cm.

D. Kolimasi : Luas lapangan penyinaran seluas objek, dengan

batas atas vertebrae prominens , batas bawah

pada batas bawah kaset , dan batas kanan dan kiri.

E. Eksposi : Dilakukan pada saat inspirasi kedua dan tahan

napas, dengan tujuan agar lapangan paru

mengembang sempurna.

F. Kriteria Radiograf :

 Tampak kedua paru,

 Tampak jantung,

 Tampak hilus dan bronkus ,

 Tampak kedua sinus costophrenicus tumpul,

 Tampak diafragma

21
 Tampak tulang thorax, yaitu clavicula, vertebrae

thoracal, dan costae 10 , kecuali sternum yang superposisi dengan

vertebrae thoracal.

 Tampak adanya Efusi Pleura.

G. Gambaran Radiograf

Berdasarkan pemeriksaan radiology di atas di dapatkan gambaran

radiologi seperti di bawah ini :

Gambar 2.6

Gambaran hasil

pemeriksaan

Radiologi Tn.

MU.

22
Gambar 2.7

Hasil Radiograf Pasien (PA Erect)

3.4. Hasil Pembacaan Radiograf

Adapun hasil pembacaan radiograf oleh Dokter Spesialis Radiologi adalah

sebagi berikut :

- Trachea di tengah

- COR : CTR < 50 %

Bentuk dan letak jantung normal

- Pulmo : Corakan bronchovaskuler meningkat

Tampak bercak pada lapangan atas pulmo kanan

- Diafragma kanan kiri intak

- Tampak opasitas homogen pada hemithorax kanan kiri aspek

lateral

- Stema tulang yang tervisualisasi intak

Kesan : Cor tak membesar

Gambaran TB Pulmo

Efusi pleura bilateral

Tanggal pembuatan dan pembacaan radiograf 14 Agustus 2019.

3.5. Pembahasan

23
Pada pemeriksaan Radiologi thorak dengan kasus Efusi pleura di RSUD

Prof. Dr. Margono Soekarjo Purwokerto pada pemeriksaan radiologi thorax

proyeksi yang biasa digunakan ialah Postero Anterior ( PA ) erect jika pasien

kooperatif atau Antero Posterior ( AP ) semi erect jika pasien non kooperatif dan

proyeksi lateral. Apabila dilakukan dalam posisi supine, dikhawatirkan cairan

akan menyebar pada paru,sehingga sulit untuk dilakukan diagnosa. Namun pada

kasus yang penulis angkat di atas, hanya digunakan proyeksi Postero Anterior

( PA ) erect saja. Hal ini dilakukan untuk memastikan apakah memang benar

terjadi efusi pleura atau tidak.

Pada proyeksi Postero Anterior ( PA ) erect, MSP pasien tepat ditengah

– tengah kaset, Central Point ( CP ) pada vertebrae thoracal ke 7 atau diantara

kedua angulus inferior scapula dengan arah sinar horizontal. Batas – batas

lapangan penyinaran, pada bagian atas setinggi vertebrae prominens (

cervical ke 7 ), pada bagian bawah sepanjang batas bawah kaset, dan batas

kanan dan kiri pada bagian kanan dan kiri sisi lateral tubuh. Dengan batas –

batas seperti diatas maka apex paru akan tampak pada radiograf dan

sinuscostophrenicus akan masuk pada radiograf. Eksposi pada saat inspirasi

kedua dan tahan nafas dengan maksud agar lapangan paru tampak mengembang

sempurna, karena diafragma menjadi turun serta kapasitas udara yang masuk

lebih banyak. Proteksi radiasi yang diberikan kepada pasien dapat dilakukan

dengan cara mengatur luas lapangan penyinaran seluas objek thorax saja, serta

diusahakan agar tidak terjadi pengulangan pembuatan foto.

Kemudian, jika dibutuhkan kemungkinan akan dilakukan proyeksi

pemeriksaan tambahan, yaitu dengan menambahkan proyeksi Lateral. Dalam

24
hal ini, foto lateral tidak dilakukan proyeksi tambahan, karena dengan proyeksi

PA erect sudah dapat menegakkan diagnosa.

25
BAB IV

KESIMPULAN DAN SARAN

4.1. Kesimpulan

Dari uraian diatas penulis dapat menarik kesimpulan sebagai berikut :

1. Pada pemeriksaan Radiologi thorax dengan kasus Efusi pleura di RSUD Prof.

Dr. Margono Soekarjo Purwokerto proyeksi yang biasa digunakan ialah

Postero Anterior ( PA ) erect jika pasien kooperatif atau Antero Posterior

( AP ) semi erect jika pasien non kooperatif dan jika memang mengalami Efusi

Pleura, akan diberikan proyeksi pemeriksaan lanjutan, yaitu Lateral.

2. Berdasarkan hasil pembahasan diatas dapat diketahui bahwa proyeksi PA

erect atau AP semi erect saja sudah cukup efektif untuk menegakkan diagnosa

pada kasus Efusi pleura.

4.2. Saran

Saran yang ingin disampaikan penulis terhadap pemeriksaan Radiologi thorax

di RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo Purwokerto pada kasus Efusi pleura,yaitu

Pemeriksaan Radiologi thorax pada kasus Efusi pleura yang dilakukan dengan

proyeksi AP semi erect atau PA erect, harus diberikan proyeksi pemeriksaan

tambahan, yaitu proyeksi Lateral pada semua kasus efusi pleura.

DAFTAR PUSTAKA

26
Ballinger, P.W., 1995, Atlas of Radiographic Positioning and Radiologic

Prosedures, Volume One, Ninth Edition, The VC Mosby co London

Pearce, Evelyn C. Anatomi dan Fisiologi untuk Paramedis. Jakarta : Gramedia

Pustaka Utama, 1999.

Rosad Sjahrir , Sukanto Kertoleksono, Iwan Ekayuda, Radiologi Diagnostik.

Jakarta : Balai Penerbit FKUI , 1992.

Snell, R., 1975, Anatomi Klinik untuk Mahasiswa Kedokteran, alih bahasa Drs.

Adji Dharma, penerbit buku kedokteran EGC, Jakarta.

LAMPIRAN

27
Lampiran 1 : Lembar Permintaan Foto

Lampiran 2 : Hasil Ekspertise

28

Anda mungkin juga menyukai