Anda di halaman 1dari 26

ASUHAN KEPERAWATAN

APENDISITIS

MAKALAH
diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah Keperawatan Anak 1
dosen pengampu Agus Hendra, S.Kp., M.Kep
Oleh:
Aisah Nurhasanah (217050)
Dea Amelia Meilani (217055)
Dimas Agung Pratama (217059)
Indah Furiani (217064)
Lia Siti Mariyam (217067)
Liedya Fitriani (217068)
Muhammad Dandi Pratama (217073)
Nungky Kusdiana Dewi (217076)
Rhena Fitriyani Ramdhania (217079)
Rianti Agustina (217080)
Sahrul Ramadhan (217082)
Yusril Saepul Milah (217091)

PROGRAM STUDI S-1 KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KEPERAWATAN PPNI JABAR
BANDUNG
2019
KATA PENGANTAR

Syukur alhamdulillah penyusun panjatkan kehadirat Allah SWT, atas berkat dan
rahmat-Nya penyusun dapat menyelesaikan makalah ini dengan judul ‘‘Asuhan Keperawatan
Apendisitis”.

Dalam penyusunan makalah ini penyusun sangat menyadari bahwa masih banyaknya
terdapat kekurangan dikarenakan keterbatasan ilmu pengetahuan, pengalaman serta kehilafan
yang penyusun miliki. Maka dari itu, dengan ikhlas penyusun mengharapkan kritik dan saran
yang bersifat mendidik dan membangun dari semua pihak demi kesempurnaan penyusunan
makalah ini dimasa yang akan datang.

Penyusunan makalah ini tidak akan terlaksana dengan baik tanpa bantuan, bimbingan
serta saran dari berbagai pihak. Untuk itulah pada kesempatan ini penulis mengucapkan
banyak terima kasih kepada Bapak Agus Hendra, S.Kp., M.Kep. selaku dosen mata kuliah
Keperawatan Anak 1.
Semoga Allah SWT membalas dan selalu melimpahkan rahmat serta hidayahnya atas
bantuan yang telah diberikan kepada penyusun dalam penyusunan makalah ini, akhirnya
semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi pembangunan ilmu pendidikan Keperawatan
Anak 1.

Bandung, April 2019

Penyusun
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................... i

DAFTAR ISI.............................................................................................................. ii

BAB I PENDAHULUAN .........................................................................................

1.1 Latar Belakang ..................................................................................................... 1


1.2 Rumusan Masalah ................................................................................................ 1
1.3 Tujuan .................................................................................................................. 2

BAB II PEMBAHASAN .......................................................................................... 3

2.1 Definisi Apendiksitis ........................................................................................... 3


2.2 Anatomi Fisiologi Apendiksitis ........................................................................... 3
2.3 Etiologi Apendiksitis ........................................................................................... 4
2.4 Patofisiologi Apendiksitis .................................................................................... 5
2.5 Pathway Apendiksitis........................................................................................... 5
2.6 Manifestasi Klinis Apendiksitis ........................................................................... 6
2.7 Klasifikasi Apendiksitis ....................................................................................... 6
2.8 Komplikasi Apendiksitis...................................................................................... 8
2.9 Pemeriksaan Penunjang Apendiksitis .................................................................. 9
2.10 Penatalaksanaan Medis Apendiksitis ............................................................... 11
2.11 Pengkajian Asuhan Keperawatan Apendisitis .................................................. 12
2.12 Diagnosa Keperawatan ..................................................................................... 13
2.13 Intervensi Keperawatan .................................................................................... 13

BAB III PENUTUP .................................................................................................. 22

3.1 Kesimpulan .......................................................................................................... 22


3.2 Saran .................................................................................................................... 22

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................... 23


BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Apendisitis adalah inflamasi apendiks vermivormis (kandung buntu di ujung sekum).


Apendisitis akut adalah suatu keadaan darurat bedah yang paling umum dijumpai pada
kanak-kanak.

Di Amerika 60.000-80.000 kasus apendisitis didiagnosa per tahun, rata-rata usia anak
yang mengalami apendisitis adalah 10 tahun. Di Amerika Serikat angka kematian akibat
apendisitis 0,2-0,8%. (Santacroce & Craig, 2006).

Di Indonesia Apendisitis menjadi penyakit terbanyak diderita dengan urutan keempat


tahun 2006 setelah dyspepsia, gastritis dan duodenitis. (DepKesRI, 2006). Kelompok usia
yang umumnya mengalami apendisitis yaitu pada usia 10-30 tahun.

Apendisitis lebih sering terjadi di negara-negara maju pada masyarakat barat (Sulu,
Gunerhan, Ozturk & Arslan, 2010). Sebuah hasil penelitian menunjukkan masyarakat urban
Afrika Selatan yang mengkonsumsi makanan rendah serat daripada orang Caucasian, insiden
apendisitis terjadi lebih rendah pada orang Caucasian (Carr, 2000).

Urbanisasi mempengaruhi transisi demografi dan terjadi perubahan pola makan dalam
masyarakat seiring dengan peningkatan penghasilan yaitu konsumsi tinggi lemak dan rendah
serat (Sjamsuhidajat & Jong, 2005).

Apendisitis dapat disebabkan oleh gaya hidup dan kebiasaan sehari-hari yang tidak
sehat seperti kurangnya mengkonsumsi makanan berserat dalm menu sehari-hari. Makanan
rendah serat memicu terbentuknya fecalith yang dapat menyebabkan obstruksi pada lumen
appendiks (Marianne, Susan & Loren, 2007).

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa itu definisi dari apendisitis ?
2. Bagaimana anatomi fisiologis pada apendisitis ?
3. Apa etiologi dari apendisitis ?
4. Bagaimana patofisiologi dari apendisitis ?
5. Bagaimana pathway dari apendisitis ?
6. Apa saja manifestasi klinis dari apendisitis ?
7. Apa saja klasifikasi dari apendistis ?
8. Apa saja komplikasi yang bisa terjadi pada apendisitis ?
9. Bagaimana pemeriksaan penunjang yang harus dilakukan pada apendisitis ?
10. Apa saja penatalaksanaan medis dari apendisitis ?
11. Bagaimana pengkajian asuhan keperawatan pada apendisitis ?
12. Apa saja diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada apendisitis ?
13. Apa saja intervensi keperawatan yang harus dilakukan pada apendisitis ?
1.3 Tujuan
1. Untuk memahami definisi dari apendisitis.
2. Untuk memahami anatomi fisiologis pada apendisitis.
3. Untuk memahami etiologi dari apendisitis.
4. Untuk memahami patofisiologi dari apendisitis.
5. Untuk memahami pathway dari apendisitis.
6. Untuk memahami manifestasi klinis dari apendisitis.
7. Untuk memahami klasifikasi dari apendistis.
8. Untuk memahami komplikasi yang bisa terjadi pada apendisitis.
9. Untuk memahami pemeriksaan penunjang yang harus dilakukan pada apendisitis.
10. Untuk memahami penatalaksanaan medis dari apendisitis.
11. Untuk memahami pengkajian asuhan keperawatan pada apendisitis.
12. Untuk memahami diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada apendisitis.
13. Untuk memahami intervensi keperawatan yang harus dilakukan pada apendisitis.
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Definisi

Apendisitis adalah inflamasi apendiks vermivormis (kandung buntu di ujung sekum).


Apendisitis akut adalah suatu keadaan darurat bedah yang paling umum dijumpai pada
kanak-kanak.

Apendisitis jarang terjadi pada tahun pertama kehidupan, akan tetapi menjadi lebih
sering dijumpai pada tahun kedua dan seterusnya. Apendiks melekat pada sekum. Struktur,
ukuran, serta posisinya berbeda-beda. Saat masa kanak-kanak, bentuk apendiks mayoritas
tidak lurus, tetapi memperlihatkan lipatan serta belitan anguler.

Apendisitis, inflamasi pada apendiks vermikularis (umbai cacing, kantung buntu pada
ujung sekum), merupakan keadaan yang paling sering memerlukan tindakan bedah pada usia
kanak-kanak.

2.2 Anatomi Fisiologi

Appendiks merupakan organ yang berbentuk tabung dengan panjang kira-kira 10 cm


dan berpangkal pada sekum. Appendiks pertama kali tampak saat perkembangan embriologi
minggu ke delapan yaitu bagian ujung dari protuberans sekum. Pada saat antenatal dan
postnatal, pertumbuhan dari sekum yang berlebih akan menjadi appendiks yang akan
berpindah dari medial menuju katup ileocaecal.
Pada bayi appendiks berbentuk kerucut, lebar pada pangkal dan menyempit kearah
ujung. Keadaan ini menjadi sebab rendahnya insidens Apendisitis pada usia tersebut.
Appendiks memiliki lumen sempit di bagian proksimal dan melebar pada bagian distal. Pada
appendiks terdapat tiga tanea coli yang menyatu dipersambungan sekum dan berguna untuk
mendeteksi posisi appendiks. Gejala klinik Apendisitis ditentukan oleh letak appendiks.
Posisi appendiks adalah retrocaecal (di belakang sekum) 65,28%, pelvic (panggul) 31,01%,
subcaecal (di bawah sekum) 2,26%, preileal (di depan usus halus) 1%, dan postileal (di
belakang usus halus) 0,4%, seperti terlihat pada gambar dibawah ini.
Appendiks menghasilkan lendir 1-2 ml per hari. Lendir itu secara normal dicurahkan
ke dalam lumen dan selanjutnya mengalir ke sekum. Hambatan aliran lendir di muara
appendiks tampaknya berperan pada patogenesis Apendisitis. Imunoglobulin sekretoar yang
dihasilkan oleh Gut Associated Lymphoid Tissue (GALT) yang terdapat disepanjang saluran
cerna termasuk appendiks ialah Imunoglobulin A (Ig-A). Imunoglobulin ini sangat efektif
sebagai pelindung terhadap infeksi yaitu mengontrol proliferasi bakteri, netralisasi virus, serta
mencegah penetrasi enterotoksin dan antigen intestinal lainnya. Namun, pengangkatan
appendiks tidak mempengaruhi sistem imun tubuh sebab jumlah jaringan sedikit sekali jika
dibandingkan dengan jumlah di saluran cerna dan seluruh tubuh.

2.3 Etiologi

Penyebab apendiks yang sebenarnya masih belum di pahami dengan jelas, kendati
peristiwa ini hampir selalu terjadi karena obstruksi lumen apendiks oleh material feses yang
mengeras (fekalit), benda asing, mikroorganisme atau parasit. Terkadang lipatan peritoneum
menyebabkan pelekatan apendiks pada sekum sehingga timbul penekukan (kinking) yang
mengakibatkan obstruksi. Penyebab lain meliputi hyperplasia limpoid, stenosis fibrosa akibat
inflamasi sebelumnya, dan tumor. Kebiasaan makan juga dapat memainkan peranan. Anak-
anak dengan diet tinggi serat memiliki angka insidensi apendisitis yang lebih rendah dari
pada anak-anak dengan asupan serat yang rendah (Lund dan Folkman, 1996). Serat pangan
akan meningkatkan massa dan kelunakan feses- sebuah factor yang mengurangi
kemungkinan obstruksi dan yang meningkatkan evakuasi. Cacing kerawit (oksiuris) belum
pernah terbukti sebagai penyebab apendisitis.

Secara klinis, obstuksi lumen merupakan penyebab utama apendisitis (Behrman,


Kliegman & Arvin, 1996). Obstruksi ini disebabkan karena pengerasan bahan feses (fekolit).
Bahan keras ini biasanya mengapur, terlihat dalam foto rontgen sebagai apendikoloit (15-
20%).
2.4 Patofisiologi

Ketika terjadi obstruksi akut, aliran keluar sekresi mucus (lendir) akan tersekat dan di
dalam lumen apendiks terjadi peningkatan tekanan yang mengakibatkan kompresi pembuluh
darah. Iskemia yang terjadi akan diikuti dengan ulserasi dinding epitel dan invasi bakteri.
Nekrosis yang timbul kemudian menyebabkan perforasi atau rupture dengan kontaminasi
feses atau bakteri pada kavum peritoneum. Inflamasi yang ditimbulkan akan menyebar
dengan cepat keseluruh rongga abdomen (peritonitis) khususnya pada anak-anak kecil yang
tubuhnya belum mampu melokalisasi infeksi. Inflamasi peritoneum yang progresif
mengakibatkan obstruksi fungsional usus halus (ileus) karena refleks GI yang intensif akan
menghambat motilitas usus dengan kuat. Karena peritoneum mempresentasikan bagian
terbesar permukaan tubuh, kehilangan cairan ekstrasel kedalam kavum peritoneum akan
menimbulkan gangguan keseimbangan elektrolit dan syok hipervolemik.

2.5 Pathway
2.6 Manifestasi Klinis
1) Nyeri abdomen kuadran kanan bawah.
2) Demam .
3) Abdomen teraba kaku.
4) Bising usus melemah atau tidak terdengar.
5) Muntah.
6) Konstipasi atau diare dapat terjadi.
7) Anoreksia.
8) Takikardia.
9) Pucat.
10) Letargi.
11) Intabilitas.
12) Postur tubuh membungkuk.
2.7 Klasifikasi
1) Apendisitis akut

Apendisitis akut adalah radang pada jaringan apendiks. Apendisitis akut pada
dasarnya adalah obstruksi lumen yang selanjutnya akan diikuti oleh proses infeksi dari
apendiks. Penyebab obstruksi dapat berupa hiperplasi limfonodi sub mukosa dinding
apendiks, fekalit, benda asing, dan tumor.

Adanya obstruksi mengakibatkan mucin / cairan mukosa yang diproduksi tidak dapat
keluar dari apendiks, hal ini semakin meningkatkan tekanan intra luminer sehingga
menyebabkan tekanan intra mukosa juga semakin tinggi. Tekanan yang tinggi akan
menyebabkan infiltrasi kuman ke dinding apendiks sehingga terjadi peradangan supuratif
yang menghasilkan pus atau nanah pada dinding apendiks. Selain obstruksi, apendisitis juga
dapat disebabkan oleh penyebaran infeksi dari organ lain yang kemudian menyebar secara
hematogen ke apendiks.

2) Apendisitis Purulenta (Supurative Appendicitis)

Tekanan dalam lumen yang terus bertambah disertai edema menyebabkan


terbendungnya aliran vena pada dinding appendiks dan menimbulkan trombosis. Keadaan ini
memperberat iskemia dan edema pada apendiks. Mikroorganisme yang ada di usus besar
berinvasi ke dalam dinding appendiks menimbulkan infeksi serosa sehingga serosa menjadi
suram karena dilapisi eksudat dan fibrin.
Pada appendiks dan mesoappendiks terjadi edema, hiperemia, dan di dalam lumen
terdapat eksudat fibrinopurulen. Ditandai dengan rangsangan peritoneum lokal seperti nyeri
tekan, nyeri lepas di titik Mc Burney, defans muskuler, dan nyeri pada gerak aktif dan pasif.
Nyeri dan defans muskuler dapat terjadi pada seluruh perut disertai dengan tanda-tanda
peritonitis umum.

3) Apendisitis kronik

Diagnosis apendisitis kronik baru dapat ditegakkan jika dipenuhi semua syarat :
riwayat nyeri perut kanan bawah lebih dari dua minggu, radang kronik apendiks secara
makroskopikdan mikroskopik, dan keluhan menghilang satelah apendektomi. Kriteria
mikroskopik apendiksitis kronik adalah fibrosis menyeluruh dinding apendiks, sumbatan
parsial atau total lumen apendiks, adanya jaringan parut dan ulkus lama dimukosa, dan
infiltrasi sel inflamasi kronik. Insidens apendisitis kronik antara 1 - 5 %.

4) Apendissitis rekurens

Diagnosis rekuren baru dapat dipikirkan jika ada riwayat serangan nyeri berulang di
perut kanan bawah yang mendorong dilakukan apeomi dan hasil patologi menunjukan
peradangan akut. Kelainan ini terjadi bila serangn apendisitis akut pertama kali sembuh
spontan. Namun, apendisitis tidak perna kembali ke bentuk aslinya karena terjadi fribosis
dan jaringan parut. Resiko untuk terjadinya serangn lagi sekitar 50 persen. Insidens
apendisitis rekurens biasanya dilakukan apendektomi yang diperiksa secara patologik. Pada
apendiktitis rekurensi biasanya dilakukan apendektomi karena sering penderita datang dalam
serangan akut.

5) Mukokel Apendiks

Mukokel apendiks adalah dilatasi kistik dari apendiks yang berisi musin akibat
adanya obstruksi kronik pangkal apendiks, yang biasanya berupa jaringan fibrosa. Jika isi
lumen steril, musin akan tertimbun tanpa infeksi. Walaupun jarang,mukokel dapat
disebabkan oleh suatu kistadenoma yang dicurigai bisa menjadi ganas. Penderita sering
datang dengan eluhan ringan berupa rasa tidak enak di perut kanan bawah. Kadang teraba
massa memanjang di regio iliaka kanan. Suatu saat bila terjadi infeksi, akan timbul tanda
apendisitis akut. Pengobatannya adalah apendiktomi.
6) Tumor Apendiks/Adenokarsinoma apendiks

Penyakit ini jarang ditemukan, biasa ditemukan kebetulan sewaktu apendektomi atas
indikasi apendisitis akut. Karena bisa metastasis ke limfonodi regional, dianjurkan
hemikolektomi kanan yang akan memberi harapan hidup yang jauh lebih baik dibanding
hanya apendektomi.

7) Karsinoid Apendiks

Ini merupakan tumor sel argentafin apendiks. Kelainan ini jarang didiagnosis
prabedah,tetapi ditemukan secara kebetulan pada pemeriksaan patologi atas spesimen
apendiks dengan diagnosis prabedah apendisitis akut. Sindrom karsinoid berupa rangsangan
kemerahan (flushing) pada muka, sesak napas karena spasme bronkus, dan diare ynag hanya
ditemukan pada sekitar 6% kasus tumor karsinoid perut. Sel tumor memproduksi serotonin
yang menyebabkan gejala tersebut di atas. Meskipun diragukan sebagai keganasan, karsinoid
ternyata bisa memberikan residif dan adanya metastasis sehingga diperlukan opersai radikal.
Bila spesimen patologik apendiks menunjukkan karsinoid dan pangkal tidak bebas tumor,
dilakukan operasi ulang reseksi ileosekal atau hemikolektomi kanan.

2.8 Komplikasi

Komplikasi terjadi akibat keterlambatan penanganan Apendisitis. Faktor


keterlambatan dapat berasal dari penderita dan tenaga medis. Faktor penderita meliputi
pengetahuan dan biaya, sedangkan tenaga medis meliputi kesalahan diagnosa, menunda
diagnosa, terlambat merujuk ke rumah sakit, dan terlambat melakukan penanggulangan.
Kondisi ini menyebabkan peningkatan angka morbiditas dan mortalitas. Proporsi komplikasi
Apendisitis 10-32%, paling sering pada anak kecil dan orang tua. Komplikasi 93% terjadi
pada anak-anak di bawah 2 tahun dan 40-75% pada orang tua. CFR komplikasi 2-5%, 10-
15% terjadi pada anak-anak dan orang tua. 43 Anak-anak memiliki dinding appendiks yang
masih tipis, omentum lebih pendek dan belum berkembang sempurna memudahkan
terjadinya perforasi, sedangkan pada orang tua terjadi gangguan pembuluh darah. Adapun
jenis komplikasi diantaranya :
1) Abses

Abses merupakan peradangan appendiks yang berisi pus. Teraba massa lunak di
kuadran kanan bawah atau daerah pelvis. Massa ini mula-mula berupa flegmon dan
berkembang menjadi rongga yang mengandung pus. Hal ini terjadi bila apendisitis gangren
atau mikroperforasi ditutupi oleh omentum.

2) Perforasi

Perforasi adalah pecahnya appendiks yang berisi pus sehingga bakteri menyebar ke
rongga perut. Perforasi jarang terjadi dalam 12 jam pertama sejak awal sakit, tetapi
meningkat tajam sesudah 24 jam. Perforasi dapat diketahui praoperatif pada 70% kasus
dengan gambaran klinis yang timbul lebih dari 36 jam sejak sakit, panas lebih dari 38,50C,
tampak toksik, nyeri tekan seluruh perut, dan leukositosis terutama polymorphonuclear
(PMN) Perforasi, baik berupa perforasi bebas maupun mikroperforasi dapat menyebabkan
peritonitis.

3) Peritononitis

Peritonitis adalah peradangan peritoneum, merupakan komplikasi berbahaya yang


dapat terjadi dalam bentuk akut maupun kronis. Bila infeksi tersebar luas pada permukaan
peritoneum menyebabkan timbulnya peritonitis umum. Aktivitas peristaltik berkurang sampai
timbul ileus paralitik, usus meregang, dan hilangnya cairan elektrolit mengakibatkan
dehidrasi, syok, gangguan sirkulasi, dan oligouria. Peritonitis disertai rasa sakit perut yang
semakin hebat, muntah, nyeri abdomen, demam, dan leukositosis.

2.9 Pemeriksaan Penunjang


1) Laboratorium

Terdiri dari pemeriksaan darah lengkap dan C-reactive protein (CRP). Pada
pemeriksaan darah lengkap ditemukan jumlah leukosit antara 10.000-18.000/mm3
(leukositosis) dan neutrofil diatas 75%, sedangkan pada CRP ditemukan jumlah serum yang
meningkat. CRP adalah salah satu komponen protein fase akut yang akan meningkat 4-6 jam
setelah terjadinya proses inflamasi, dapat dilihat melalui proses elektroforesis serum protein.
Angka sensitivitas dan spesifisitas CRP yaitu 80% dan 90%.
2) Radiologi

Terdiri dari pemeriksaan ultrasonografi (USG) dan Computed Tomography Scanning


(CT-scan). Pada pemeriksaan USG ditemukan bagian memanjang pada tempat yang terjadi
inflamasi pada appendiks, sedangkan pada pemeriksaan CT-scan ditemukan bagian yang
menyilang dengan fekalith dan perluasan dari appendiks yang mengalami inflamasi serta
adanya pelebaran sekum. Tingkat akurasi USG 90-94% dengan angka sensitivitas dan
spesifisitas yaitu 85% dan 92%, sedangkan CT-Scan mempunyai tingkat akurasi 94-100%
dengan sensitivitas dan spesifisitas yang tinggi yaitu 90-100% dan 96-97%.

3) Analisa Urine

Bertujuan untuk mendiagnosa batu ureter dan kemungkinan infeksi saluran kemih
sebagai akibat dari nyeri perut bawah.

4) Pengukuran enzim hati dan amilase

Dapat membantu mendiagnosa peradangan hati, kandung empedu, dan pankreas.

5) Serum Beta Human Chorionic Gonadotrophin (B-HCG)

Untuk memeriksa adanya kemungkinan kehamilan.

6) Pemeriksaan Barium enema

Untuk menentukan lokasi sekum. Pemeriksaan barium enema dan colonoscopy


merupakan pemeriksaan awal untuk kemungkinan karsinoma colon.

7) Pemeriksaan foto polos abdomen

Untuk mengetahui ada atau tidaknya menunjukkan tanda pasti apendisitis, tetapi
mempunyai arti penting dalam membedakan Apendisitis dengan obstruksi usus halus atau
batu ureter kanan.
2.10 Penatalaksanaan Medis

Penatalaksanaan yang dapat dilakukan pada penderita Apendisitis meliputi


penanggulangan konservatif, operasi, dan pencegahan tersier.

1) Penanggulangan konservatif

Penanggulangan konservatif terutama diberikan pada penderita yang tidak


mempunyai akses ke pelayanan bedah berupa pemberian antibiotik. Pemberian antibiotik
berguna untuk mencegah infeksi. Pada penderita Apendisitis perforasi, sebelum operasi
dilakukan penggantian cairan dan elektrolit, serta pemberian antibiotik sistemik.

2) Operasi

Bila diagnosa sudah tepat dan jelas ditemukan Apendisitis maka tindakan yang
dilakukan adalah operasi membuang appendiks (appendektomi). Penundaan appendektomi
dengan pemberian antibiotik dapat mengakibatkan abses dan perforasi. Pada abses appendiks
dilakukan drainage (mengeluarkan nanah).

3) Pencegahan Tersier

Tujuan utama dari pencegahan tersier yaitu mencegah terjadinya komplikasi yang
lebih berat seperti komplikasi intra-abdomen. Komplikasi utama adalah infeksi luka dan
abses intraperitonium. Bila diperkirakan terjadi perforasi maka abdomen dicuci dengan
garam fisiologis atau antibiotik. Pasca appendektomi diperlukan perawatan intensif dan
pemberian antibiotik dengan lama terapi disesuaikan dengan besar infeksi intra abdomen.
2.11 Pengkajian Asuhan Keperawatan Apendisitis
a) Identitas klien :

Meliputi nama, umur, jenis kelamin, agama, suku/bangsa, pendidikan, pekerjaan,


pendapatan, alamat, dan nomor register.

b) Riwayat kesehatan sekarang :

Keluhan utama klien akan mendpatkan nyeri disekitar epigastrium menjalar ke perut
kanan bawah. Timbul keluhan nyeri perut kanan bawah mungkin beberapa jam kemudian
setelah nyeri di pusat atau di epigastrium dirasakan dalam beberapa waktu lalu, sifat keluhan
nyeri dirasakan terus menerius, dapat hilang atau timbul nyeri dalam waktu yang lama.
Keluhan yang menyertai biasannnya klien mengeluh rasa mual muntah dan panas.

c) Riwayat kesehatan dahulu :

Tanyakan apakah klien pernah mengalami gangguan pencernaan yang behubungan dengan
masalah kesehatan klien sekarang

d) Riwayat kesehatan keluarga :

Tanyakan riwayat kesehatan keluarga klien.

e) Pemeriksaan fisik

Keadaan umum : Klien tampak sakit ingan/sedang/berat.

Tanda-tanda Vital : Nadi klien mungkn takikardi, RR takipneu, pernapasan dangkal.

Aktivtas/istirahat : Malaise.

Elminasi : Konstipasi, teradang diare.

Abdomen : Distensi abdomen, nyeri tekan/lepas, kekakuan, penurungan bising usus/tidak


ada nyeri abdomen sekitar epgastrium dan umbilicus, yang meningkat berat
pada terlkasinya pada titik Mc.Burney, meningkat karena berjalan, bersin,
batuk, atau napas dalam. Nyeri pada kuadran kanan bawah karena posisi
ekstensi kaki kanan/posisi duduk tegak.

Data psikologis : Klien tampak gelisah dan ada perasaan takut.


2.12 Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri b.d apendiks yang terinflamasi.
2. Resiko tinggi kekurangan volume cairan b.d penurunan masukan dan kehilangan
sekunder karena kehilangan nafsu makan dan muntah.
3. Resiko tinggi infeksi b.d kemungkinan ruptur.

Pasca Bedah

1. Resiko tinggi cedera b.d prosedur bedah, anestesia.


2. Cemas (takut) b.d pembedahan, lingkungan asing, ketidaknyamanan, dan perpisahan
dari sistem pendukung.
3. Nyeri b.d insisi bedah.
4. Resiko tinggi kekurangan volume cairan b.d status puasa sebelum dan atau sesudah
pembedahan, kehilangan nafsu makan, muntah.
5. Resiko tinggi infeksi b.d kondisi yang lemah, adanya organisme infeksius.
6. Perubahan proses keluarga b.d krisis situasi (kedaruratan hospitalisasi anak), kurang
pengetahuan.

Ruptur Apendiks

1. Resiko tinggi penyebaran infeksi b.d adanya organisme infektif di dalam abdomen.
2. Resiko tinggi cedera b.d tidak adanya motilitas usus.
3. Perubahan proses keluarga b.d anak sakit dan hospitalisasi.
2.13 Intervensi Keperawatan
1. Nyeri b.d apendiks yang terinflamasi.

Tujuan dan Kriteria Hasil :

Setelah dilakukan tindakan asuhan keperawatan 1 x 24 jam diharapkan nyeri menurun


sampai tingkat yang dapat diterima anak dengan kriteria hasil :

1) Anak isirahat dengan tenang.


2) Tidak melaporkan atau menunjukkan adanya bukti-bukti ketidaknyamanan.
Intervensi Keperawatan :

1) Beri posisi yang nyaman (biasanya dengan kaki fleksi, hal ini dapat bervariasi
2) Beri bantal kecil untuk membebani abdomen.
3) Beri analgesik untuk mengurangi nyeri.

2. Resiko tinggi kekurangan volume cairan b.d penurunan masukan dan kehilangan
sekunder karena kehilangan nafsu makan dan muntah.

Tujuan dan Kriteria Hasil :

Setelah dilakukan tindakan asuhan keperawatan 1 x 24 jam diharapkan anak


mendapatkan terapi cairan untuk hidrasi yang adekuat dengan kriteria hasil :

1) Anak mendapatkan cairan yang cukup untuk menggantikan kehilangan.


2) Anak menunjukkan tanda hidrasi adekuat.

Intervensi Keperawatan :

1) Pertahankan puasa untuk meminimalkan kehilangan cairan melalui muntah dan


meminimalkan distensi abdomen.
2) Pertahankan integritas area infus untuk pemberian cairan intravena dan elektrolit.
3) Beri cairan intravena dan elektrolit sesuai ketentuan.
4) Pantau masukan dan haluaran untuk mengkaji hidrasi.

3. Resiko tinggi infeksi b.d kemungkinan ruptur.

Tujuan dan Kriteria Hasil :

Setelah dilakukan tindakan asuhan keperawatan 1 x 24 jam diharapkan anak


mengalami risiko yang minimal terhadap infeksi dengan kriteria hasil :

1) Anak bebas dari gejala peritonitis.


2) Tanda-tanda peritonitis dikenali secara dini.
Intervensi Keperawatan :

1) Pantau dengan ketat tanda-tanda vital, khusunya adanya peningkatan frekuensi


jantung dan suhu serta pernapasan cepat dan dangkal untuk mendeteksi rupturnya
apendiks.
2) Observasi adanya tanda-tanda lain dari peritonitis (misalnya hilangnya nyeri secara
tiba-tiba atau kadang-kadang pada saat terjadi perforasi, diikuti dengan peningkatan
nyeri yang menyebar dan kaku abdomen, distensi abdomen, kembung, sendawa
karena akumulasi udara, pucat, menggigil, dan peka rangsang untuk menentukan
tindakan yang tepat).
3) Hindari laksatif atau enema karena tindakan ini merangsang motilitas usus dan
meningkatkan risiko perforasi.
4) Pantau jumlah sel darah putih sebagai indikator infeksi.

Pasca Bedah

1. Resiko tinggi cedera b.d prosedur bedah, anestesia.

Tujuan dan Kriteria Hasil :

Setelah dilakukan tindakan asuhan keperawatan 1 x 24 jam diharapkan keluarga


menerima anak saat kembali dari pembedahan, anak menunjukkan tanda-tanda perubahan
luka tanpa bukti infeksi luka, tidak menunjukkan bukti-bukti komplikasi dengan kriteria hasil
:

1) Anak tidak menunjukan bukti-bukti komplikasi.


2) Anak tidak menunjukan komplikasi.

Intervensi Keperawatan :

1) Tempatkan anak di tempat tidur kecuali di pindahkan ke tempat tidur sendiri atau ke
ranjang dengan menggunakan teknik yang tepat untuk tipe pembedahan untuk
mencegah cedera .
2) Gantukan alat IV dan sambungkan alat yang di perlukan.
3) Tempatkan pada posisi nyaman dan aman yang sesuai dengan intruksi bedah.
4) Lakukan aktivitas segera.
5) Gunakan teknik cuci tangan yang tepat.
6) Lakukan perawatan luka dengan hati-hati untuk meminimalkan risiko infeksi.
7) Jaga agar luka bersih dan balutan utuh.
8) Pasang balutan yang meningkatkan kelembaban penyembuhan (misalnya balutan
hidrokoloid seperti deuderm).
9) Ganti balutan bila diindikasikan, jika kotor buang balutan yang kotor dengan hati-hati.
10) Lakukan perawatan luka khusus sesuai ketentuan (misalnya irigasi, perawatan drain).
11) Bersihkan dengan perparat yang ditentukan (bila diintruksikan).
12) Berikan larutan antimikrobial dan atau salep sesuai intruksi untuk mencegah infeksi.
13) Laporkan adanya tampilan tidak umum atau adanya drainase untuk deteksi dini
adanya infeksi.
14) Tempatkan popok di bawah balutan abdomen, bila tepat dapat berfungsi untuk
mencegah kontaminasi.
15) Apabila anak mulai makan per oral, berikan diet bergizi sesuai inturksi untuk
meningkatkan penyembuhan luka.
16) Ambulasi sesuai ketentuan untuk menurunkan komplikasi yang berkaitan dengan
imobilisasi.
17) Pertahankan anak agar tetap puasa sampai ia sadar untuk mencegah aspirasi.
18) Dorong untuk berkemih saat bangun, berikan bedpan. Anak laki-laki diizinkan untuk
berdiri dismaping tempat tidur.
19) Beri tahu praktisi bila tidak ddapat berkemih untuk menjamin intervensi yang tepat.
20) Pertahankan dekompresi abdomen , selang dada, atau alat lain bila di resepkan.
21) Berikan diet sesuai ketentuan , tingkatkan sesuai ketepatan.

2. Cemas (takut) b.d pembedahan, lingkungan asing, ketidaknyamanan, dan perpisahan


dari sistem pendukung.

Tujuan dan Kriteria Hasil :

Setelah dilakukan tindakan asuhan keperawatan 1 x 24 jam diharapkan anak


mengalami penurunan kecemasan dengan kriteria hasil :

1) Anak istirahat dengan tenang.


2) Anak mendiskusikan prosedur dan aktivitas tanpa bukti kecemasan.
Intervensi Keperawatan :

1) Pertahankan sikap tenang dan meyakinkan.


2) Dorong ekspresi perasaan untuk memudahkan koping.
3) Jelaskan prosedur dan aktivitas lain sebelum memulai.
4) Jawab pertanyaan dan jelaskan tujuan aktivitas.
5) Tetap menginformasikan kemajuan.
6) Tetap bersama anak sebanyak mungkin.
7) Berikan dorongan dan umpan balik positif atas kerja samanya dalam perawatan.
8) Dorong kebeeradaan orang tua segera setelah dizinkan untuk menurunkan stress
perpisahan.
9) Apabila prosedur kedaruratan, tinjau ingatan anak tentang kejadian sebelumnya
sehingga kesalahan konsep dapat diperjelas.

3. Nyeri b.d insisi bedah.

Tujuan dan Kriteria Hasil :

Setelah dilakukan tindakan asuhan keperawatan 1 x 24 jam diharapkan anak tidak


mengalami nyeri atau mengalami penurunan nyeri sampai tingkat yang dapat diterima anak
dengan kriteria hasil :

1) Anak beristirahat tenang dan menunjukkan bukti-bukti nyeri yang minimal atau tidak
ada (uraikan).

Intervensi Keperawatan :

1) Jangan menunggu sampai anak mengalami nyeri hebat untuk mengintervensi


mencegah terjadinya nyeri.
2) Hindari mempalpasi area operasi kecuali jika diperlukan.
3) Pasang selang rektal jika diindikasikan.
4) Dorong untuk berkemih, bila tepat berfungsi untuk mencegah distensi kandung
kemih.
5) Berikan perawatan mulut untuk memberikan kenyamanan.
6) Lumasi lubang hidung untuk menurunkan iritasi karena selang nasogastrik, bila ada.
7) Berikan posisi yang nyaman pada anak bila tidak dikontraindikasikan.
8) Lakukan aktivitas dan prosedur keperawatan (misalnya mengganti balutan, napas
dalam, ambulasi) setelah analgesik.
9) Beri analgesik sesuai ketentuan untuk nyeri.
10) Beri antimetik sesuai intruksi untuk mual dan muntah.
11) Pantau keefektifan analgesik.

4. Resiko tinggi kekurangan volume cairan b.d status puasa sebelum dan atau sesudah
pembedahan, kehilangan nafsu makan, muntah.

Tujuan dan Kriteria Hasil :

Setelah dilakukan tindakan asuhan keperawatan 1 x 24 jam diharapkan anak


mendapat hidrasi yang adekuat dengan kriteria hasil :

1) Anak tidak menunjukkan dehidrasi.


2) Anak menggunakan dan mempertahankan jahitan bila diizinkan.

Intervensi Keperawatan :

1) Pantau infus IV pada kecepatan yang ditentukan untuk memastikan hidrasi yang
adekuat. Pasangkan alat IV pediatrik bila tidak dilakukan di ruang operasi.
2) Berikan cairan segera setelah diinstruksikan dan ditoleransi anak. Mulai dengan
hisapan sedikit air dan tingkatkan sesuai toleransi.
3) Dorong anak untuk minum. Berikan minuman kesukaan anak.

5. Resiko tinggi infeksi b.d kondisi yang lemah, adanya organisme infeksius.

Tujuan dan Kriteria Hasil :

Setelah dilakukan tindakan asuhan keperawatan 1 x 24 jam diharapkan pasien dapat


mempertahankan fungsi pernapasan normal dengan kriteria hasil :

1) Paru-paru tetap bersih.

Intervensi Keperawatan :

1) Kaji kebutuhan terhadap obat nyeri sebelum terapi pernapasan.


2) Bantu untuk membalik dan napas dalam. Bebat sisi operasi dengan tangan atau bantal
bila mungkin sebelum batuk (bila batuk diizinkan) untuk meminimalkan nyeri.
3) Bantu penggunaan spirometer insentifatau tiupan botol untuk meningkatkan
kedalaman ventilasi.
4) Hisap sekret bila perlu.
5) Kaji pernapasan termasuk bunyi napas.

6. Perubahan proses keluarga b.d krisis situasi (kedaruratan hospitalisasi anak), kurang
pengetahuan.

Tujuan dan Kriteria Hasil :

Setelah dilakukan tindakan asuhan keperawatan 1 x 24 jam diharapkan anak dan


keluarga mendapatkan dukungan dan ketenangan yang adekuat, menunjukkan pemahaman
tentang perawatan di rumah dengan kriteria hasil :

1) Keluarga mendiskusikan kondisi anak dan terapinya dengan nyaman.


2) Keluarga mendemonstrasikan kesadaran tentang kemajuan anak (uraikan metode
evaluasi).
3) Anggota keluarga menerima dan mereka sendiri tentang bantuan yang tepat.

Intervensi Keperawatan :

1) Jelaskan semua prosedur untuk menurunkan kecemasan.


2) Pertahankan agar keluarga tetap mendapat informasi tentang kemajuan anak.
3) Dorong ekspresi perasaan untuk memudahkan koping.
4) Rujuk pada perawatan kesehatan masyarakat bila diindikasikan untuk perawatan
tindak lanjut.
5) Rujuk pada lembaga yang tepat atau individu untuk bantuan khusus (misalnya
pelayanan sosial, bantuan rohaniawan).
6) Apabila penggantian balutan diberikan di rumah, ajarkan orangtua tentang prosedur
steril atau aseptik, berikan daftar tertulis tentang alat yang dibutuhkan dan
instruksikan untuk menjamin perawatan adekuat di rumah.
7) Instruksikan orangtua tentang pemberian obat (bila diinstruksiakan), termasuk
kemungkinan efek samping dan reaksi yang tidak diinginkan untuk menjamin
perawatan adekuat di rumah.
8) Instruksikan orangtua dalam perawatan dan penatalaksanaan prosedur khusus
(misalnya irigasi) untuk menjamin perawatan di rumah yang adekuat.
Ruptur Apendiks

1. Resiko tinggi penyebaran infeksi b.d adanya organisme infektif di dalam abdomen.

Tujuan dan Kriteria Hasil :

Setelah dilakukan tindakan asuhan keperawatan 1 x 24 jam diharapkan anak


mengalami risiko minimal terhadap penyebaran infeksi dengan kriteria hasil :

1) Anak menunjukkan resolusi peritonitis seperti dibuktikan dengan berkurangnya


demam, luka bersih, dan sel darah putih normal.

Intervensi Keperawatan :

1) Berikan perawatan luka dan penggantian balutan sesuai ketentuan untuk mencegah
infeksi.
2) Pantau tanda-tanda vital dan jumlah sel darah putih untuk mengkaji adanya infeksi.
3) Berikan antibiotik sesuai ketentuan.

2. Resiko tinggi cedera b.d tidak adanya motilitas usus.

Tujuan dan Kriteria Hasil :

Setelah dilakukan tindakan asuhan keperawatan 1 x 24 jam diharapkan anak tidak


mengalami distensi abdomen atau muntah dengan kriteria hasil :

1) Anak tidak menunjukkan tanda-tanda ketidaknyamanan, abdomen tetap lunak dan


tidak distensi.
2) Anak tidak muntah.

Intervensi Keperawatan :

1) Pertahankan puasa pada periode awal pascaoperasi untuk mencegah distensi abdomen
dan muntah.
2) Pertahankan dekompresi selang nasogastrik sampai motilitas usus kembali.
3) Kaji abdomen untuk adanya distensi, nyeri tekan, dan adanya bising usus untuk
mengkaji ada tidaknya peristaltik usus.
3. Perubahan proses keluarga b.d anak sakit dan hospitalisasi.

Tujuan dan Kriteria Hasil :

Setelah dilakukan tindakan asuhan keperawatan 1 x 24 jam diharapkan anak


(keluarga) mendapat dukungan yang adekuat dengan kriteria hasil :

1) Anak dan keluarga mengekspresikan perasaan dan kekhawatirannya.


2) Anak dan keluarga menunjukkan pemahaman tentang hopitalisasi dan tindakan.

Intervensi Keperawatan :

1) Dorong ekspresi perasaan dan masalah untuk meningkatkan koping.


2) Dorong anak untuk memperjelas kesalahan konsep.
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Apendisitis adalah inflamasi apendiks vermivormis (kandung buntu di ujung sekum).


Apendisitis akut adalah suatu keadaan darurat bedah yang paling umum dijumpai pada
kanak-kanak.

Penyebab apendiks yang sebenarnya masih belum di pahami dengan jelas, kendati
peristiwa ini hampir selalu terjadi karena obstruksi lumen apendiks oleh material feses yang
mengeras (fekalit), benda asing, mikroorganisme atau parasit. Terkadang lipatan peritoneum
menyebabkan pelekatan apendiks pada sekum sehingga timbul penekukan (kinking) yang
mengakibatkan obstruksi. Penyebab lain meliputi hyperplasia limpoid, stenosis fibrosa akibat
inflamasi sebelumnya, dan tumor. Kebiasaan makan juga dapat memainkan peranan. Anak-
anak dengan diet tinggi serat memiliki angka insidensi apendisitis yang lebih rendah dari
pada anak-anak dengan asupan serat yang rendah (Lund dan Folkman, 1996).

3.2 Saran

Makalah ini masih jauh dari kesempurnaan. Untuk itu, penyusun mengharapkan kritik
dan saran yang membangun dari pembaca demi kesempurnaan makalah ini.
DAFTAR PUSTAKA

Bangli, Wayan Promkes. Laporan Pendahuluan Apendisitis. [Online]. Tersedia:

https://www.academia.edu/9140893/LAPORAN_PENDAHULUAN_APENDISITIS.
[2019, April 13].

dr. Andry Hartono, Sari Kurniasih, S.Kp, & Setiawan, S.Kp, MNS. (2009).

Buku Ajar Keperawatan Pediatrik Wong, Ed.6, Vol.2. Jakarta: Buku Kedokteran
EGC.

Ferinable. (2015, April 13). Makalah Seminar Apendisitis Askep. [Online]. Tersedia:

https://www.scribd.com/doc/261686515/Makalah-Seminar-Apendisitis-Askep. [2019,
April 14].

Prof. Dr. dr. A. Samik Wahab, SpA(K) & dr. Sugiarto. (2014). Buku Ajar Pediatri

Redolph, Ed.20, Vol.2. Jakarta: Buku Kedokteran EGC

Setiono, Wiwing S.Kep., Ns. (2014, Januari 21). Laporan Pendahuluan Apendisitis.

[Online]. Tersedia: http://lpkeperawatan.blogspot.com/2014/01/laporan-pendahuluan-


apendisitis.html#.XLKczzVS_IX. [2019, April 13].

Anda mungkin juga menyukai