Makalah Askep Apendisistis Kel.2
Makalah Askep Apendisistis Kel.2
APENDISITIS
MAKALAH
diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah Keperawatan Anak 1
dosen pengampu Agus Hendra, S.Kp., M.Kep
Oleh:
Aisah Nurhasanah (217050)
Dea Amelia Meilani (217055)
Dimas Agung Pratama (217059)
Indah Furiani (217064)
Lia Siti Mariyam (217067)
Liedya Fitriani (217068)
Muhammad Dandi Pratama (217073)
Nungky Kusdiana Dewi (217076)
Rhena Fitriyani Ramdhania (217079)
Rianti Agustina (217080)
Sahrul Ramadhan (217082)
Yusril Saepul Milah (217091)
Syukur alhamdulillah penyusun panjatkan kehadirat Allah SWT, atas berkat dan
rahmat-Nya penyusun dapat menyelesaikan makalah ini dengan judul ‘‘Asuhan Keperawatan
Apendisitis”.
Dalam penyusunan makalah ini penyusun sangat menyadari bahwa masih banyaknya
terdapat kekurangan dikarenakan keterbatasan ilmu pengetahuan, pengalaman serta kehilafan
yang penyusun miliki. Maka dari itu, dengan ikhlas penyusun mengharapkan kritik dan saran
yang bersifat mendidik dan membangun dari semua pihak demi kesempurnaan penyusunan
makalah ini dimasa yang akan datang.
Penyusunan makalah ini tidak akan terlaksana dengan baik tanpa bantuan, bimbingan
serta saran dari berbagai pihak. Untuk itulah pada kesempatan ini penulis mengucapkan
banyak terima kasih kepada Bapak Agus Hendra, S.Kp., M.Kep. selaku dosen mata kuliah
Keperawatan Anak 1.
Semoga Allah SWT membalas dan selalu melimpahkan rahmat serta hidayahnya atas
bantuan yang telah diberikan kepada penyusun dalam penyusunan makalah ini, akhirnya
semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi pembangunan ilmu pendidikan Keperawatan
Anak 1.
Penyusun
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI.............................................................................................................. ii
PENDAHULUAN
Di Amerika 60.000-80.000 kasus apendisitis didiagnosa per tahun, rata-rata usia anak
yang mengalami apendisitis adalah 10 tahun. Di Amerika Serikat angka kematian akibat
apendisitis 0,2-0,8%. (Santacroce & Craig, 2006).
Apendisitis lebih sering terjadi di negara-negara maju pada masyarakat barat (Sulu,
Gunerhan, Ozturk & Arslan, 2010). Sebuah hasil penelitian menunjukkan masyarakat urban
Afrika Selatan yang mengkonsumsi makanan rendah serat daripada orang Caucasian, insiden
apendisitis terjadi lebih rendah pada orang Caucasian (Carr, 2000).
Urbanisasi mempengaruhi transisi demografi dan terjadi perubahan pola makan dalam
masyarakat seiring dengan peningkatan penghasilan yaitu konsumsi tinggi lemak dan rendah
serat (Sjamsuhidajat & Jong, 2005).
Apendisitis dapat disebabkan oleh gaya hidup dan kebiasaan sehari-hari yang tidak
sehat seperti kurangnya mengkonsumsi makanan berserat dalm menu sehari-hari. Makanan
rendah serat memicu terbentuknya fecalith yang dapat menyebabkan obstruksi pada lumen
appendiks (Marianne, Susan & Loren, 2007).
PEMBAHASAN
2.1 Definisi
Apendisitis jarang terjadi pada tahun pertama kehidupan, akan tetapi menjadi lebih
sering dijumpai pada tahun kedua dan seterusnya. Apendiks melekat pada sekum. Struktur,
ukuran, serta posisinya berbeda-beda. Saat masa kanak-kanak, bentuk apendiks mayoritas
tidak lurus, tetapi memperlihatkan lipatan serta belitan anguler.
Apendisitis, inflamasi pada apendiks vermikularis (umbai cacing, kantung buntu pada
ujung sekum), merupakan keadaan yang paling sering memerlukan tindakan bedah pada usia
kanak-kanak.
2.3 Etiologi
Penyebab apendiks yang sebenarnya masih belum di pahami dengan jelas, kendati
peristiwa ini hampir selalu terjadi karena obstruksi lumen apendiks oleh material feses yang
mengeras (fekalit), benda asing, mikroorganisme atau parasit. Terkadang lipatan peritoneum
menyebabkan pelekatan apendiks pada sekum sehingga timbul penekukan (kinking) yang
mengakibatkan obstruksi. Penyebab lain meliputi hyperplasia limpoid, stenosis fibrosa akibat
inflamasi sebelumnya, dan tumor. Kebiasaan makan juga dapat memainkan peranan. Anak-
anak dengan diet tinggi serat memiliki angka insidensi apendisitis yang lebih rendah dari
pada anak-anak dengan asupan serat yang rendah (Lund dan Folkman, 1996). Serat pangan
akan meningkatkan massa dan kelunakan feses- sebuah factor yang mengurangi
kemungkinan obstruksi dan yang meningkatkan evakuasi. Cacing kerawit (oksiuris) belum
pernah terbukti sebagai penyebab apendisitis.
Ketika terjadi obstruksi akut, aliran keluar sekresi mucus (lendir) akan tersekat dan di
dalam lumen apendiks terjadi peningkatan tekanan yang mengakibatkan kompresi pembuluh
darah. Iskemia yang terjadi akan diikuti dengan ulserasi dinding epitel dan invasi bakteri.
Nekrosis yang timbul kemudian menyebabkan perforasi atau rupture dengan kontaminasi
feses atau bakteri pada kavum peritoneum. Inflamasi yang ditimbulkan akan menyebar
dengan cepat keseluruh rongga abdomen (peritonitis) khususnya pada anak-anak kecil yang
tubuhnya belum mampu melokalisasi infeksi. Inflamasi peritoneum yang progresif
mengakibatkan obstruksi fungsional usus halus (ileus) karena refleks GI yang intensif akan
menghambat motilitas usus dengan kuat. Karena peritoneum mempresentasikan bagian
terbesar permukaan tubuh, kehilangan cairan ekstrasel kedalam kavum peritoneum akan
menimbulkan gangguan keseimbangan elektrolit dan syok hipervolemik.
2.5 Pathway
2.6 Manifestasi Klinis
1) Nyeri abdomen kuadran kanan bawah.
2) Demam .
3) Abdomen teraba kaku.
4) Bising usus melemah atau tidak terdengar.
5) Muntah.
6) Konstipasi atau diare dapat terjadi.
7) Anoreksia.
8) Takikardia.
9) Pucat.
10) Letargi.
11) Intabilitas.
12) Postur tubuh membungkuk.
2.7 Klasifikasi
1) Apendisitis akut
Apendisitis akut adalah radang pada jaringan apendiks. Apendisitis akut pada
dasarnya adalah obstruksi lumen yang selanjutnya akan diikuti oleh proses infeksi dari
apendiks. Penyebab obstruksi dapat berupa hiperplasi limfonodi sub mukosa dinding
apendiks, fekalit, benda asing, dan tumor.
Adanya obstruksi mengakibatkan mucin / cairan mukosa yang diproduksi tidak dapat
keluar dari apendiks, hal ini semakin meningkatkan tekanan intra luminer sehingga
menyebabkan tekanan intra mukosa juga semakin tinggi. Tekanan yang tinggi akan
menyebabkan infiltrasi kuman ke dinding apendiks sehingga terjadi peradangan supuratif
yang menghasilkan pus atau nanah pada dinding apendiks. Selain obstruksi, apendisitis juga
dapat disebabkan oleh penyebaran infeksi dari organ lain yang kemudian menyebar secara
hematogen ke apendiks.
3) Apendisitis kronik
Diagnosis apendisitis kronik baru dapat ditegakkan jika dipenuhi semua syarat :
riwayat nyeri perut kanan bawah lebih dari dua minggu, radang kronik apendiks secara
makroskopikdan mikroskopik, dan keluhan menghilang satelah apendektomi. Kriteria
mikroskopik apendiksitis kronik adalah fibrosis menyeluruh dinding apendiks, sumbatan
parsial atau total lumen apendiks, adanya jaringan parut dan ulkus lama dimukosa, dan
infiltrasi sel inflamasi kronik. Insidens apendisitis kronik antara 1 - 5 %.
4) Apendissitis rekurens
Diagnosis rekuren baru dapat dipikirkan jika ada riwayat serangan nyeri berulang di
perut kanan bawah yang mendorong dilakukan apeomi dan hasil patologi menunjukan
peradangan akut. Kelainan ini terjadi bila serangn apendisitis akut pertama kali sembuh
spontan. Namun, apendisitis tidak perna kembali ke bentuk aslinya karena terjadi fribosis
dan jaringan parut. Resiko untuk terjadinya serangn lagi sekitar 50 persen. Insidens
apendisitis rekurens biasanya dilakukan apendektomi yang diperiksa secara patologik. Pada
apendiktitis rekurensi biasanya dilakukan apendektomi karena sering penderita datang dalam
serangan akut.
5) Mukokel Apendiks
Mukokel apendiks adalah dilatasi kistik dari apendiks yang berisi musin akibat
adanya obstruksi kronik pangkal apendiks, yang biasanya berupa jaringan fibrosa. Jika isi
lumen steril, musin akan tertimbun tanpa infeksi. Walaupun jarang,mukokel dapat
disebabkan oleh suatu kistadenoma yang dicurigai bisa menjadi ganas. Penderita sering
datang dengan eluhan ringan berupa rasa tidak enak di perut kanan bawah. Kadang teraba
massa memanjang di regio iliaka kanan. Suatu saat bila terjadi infeksi, akan timbul tanda
apendisitis akut. Pengobatannya adalah apendiktomi.
6) Tumor Apendiks/Adenokarsinoma apendiks
Penyakit ini jarang ditemukan, biasa ditemukan kebetulan sewaktu apendektomi atas
indikasi apendisitis akut. Karena bisa metastasis ke limfonodi regional, dianjurkan
hemikolektomi kanan yang akan memberi harapan hidup yang jauh lebih baik dibanding
hanya apendektomi.
7) Karsinoid Apendiks
Ini merupakan tumor sel argentafin apendiks. Kelainan ini jarang didiagnosis
prabedah,tetapi ditemukan secara kebetulan pada pemeriksaan patologi atas spesimen
apendiks dengan diagnosis prabedah apendisitis akut. Sindrom karsinoid berupa rangsangan
kemerahan (flushing) pada muka, sesak napas karena spasme bronkus, dan diare ynag hanya
ditemukan pada sekitar 6% kasus tumor karsinoid perut. Sel tumor memproduksi serotonin
yang menyebabkan gejala tersebut di atas. Meskipun diragukan sebagai keganasan, karsinoid
ternyata bisa memberikan residif dan adanya metastasis sehingga diperlukan opersai radikal.
Bila spesimen patologik apendiks menunjukkan karsinoid dan pangkal tidak bebas tumor,
dilakukan operasi ulang reseksi ileosekal atau hemikolektomi kanan.
2.8 Komplikasi
Abses merupakan peradangan appendiks yang berisi pus. Teraba massa lunak di
kuadran kanan bawah atau daerah pelvis. Massa ini mula-mula berupa flegmon dan
berkembang menjadi rongga yang mengandung pus. Hal ini terjadi bila apendisitis gangren
atau mikroperforasi ditutupi oleh omentum.
2) Perforasi
Perforasi adalah pecahnya appendiks yang berisi pus sehingga bakteri menyebar ke
rongga perut. Perforasi jarang terjadi dalam 12 jam pertama sejak awal sakit, tetapi
meningkat tajam sesudah 24 jam. Perforasi dapat diketahui praoperatif pada 70% kasus
dengan gambaran klinis yang timbul lebih dari 36 jam sejak sakit, panas lebih dari 38,50C,
tampak toksik, nyeri tekan seluruh perut, dan leukositosis terutama polymorphonuclear
(PMN) Perforasi, baik berupa perforasi bebas maupun mikroperforasi dapat menyebabkan
peritonitis.
3) Peritononitis
Terdiri dari pemeriksaan darah lengkap dan C-reactive protein (CRP). Pada
pemeriksaan darah lengkap ditemukan jumlah leukosit antara 10.000-18.000/mm3
(leukositosis) dan neutrofil diatas 75%, sedangkan pada CRP ditemukan jumlah serum yang
meningkat. CRP adalah salah satu komponen protein fase akut yang akan meningkat 4-6 jam
setelah terjadinya proses inflamasi, dapat dilihat melalui proses elektroforesis serum protein.
Angka sensitivitas dan spesifisitas CRP yaitu 80% dan 90%.
2) Radiologi
3) Analisa Urine
Bertujuan untuk mendiagnosa batu ureter dan kemungkinan infeksi saluran kemih
sebagai akibat dari nyeri perut bawah.
Untuk mengetahui ada atau tidaknya menunjukkan tanda pasti apendisitis, tetapi
mempunyai arti penting dalam membedakan Apendisitis dengan obstruksi usus halus atau
batu ureter kanan.
2.10 Penatalaksanaan Medis
1) Penanggulangan konservatif
2) Operasi
Bila diagnosa sudah tepat dan jelas ditemukan Apendisitis maka tindakan yang
dilakukan adalah operasi membuang appendiks (appendektomi). Penundaan appendektomi
dengan pemberian antibiotik dapat mengakibatkan abses dan perforasi. Pada abses appendiks
dilakukan drainage (mengeluarkan nanah).
3) Pencegahan Tersier
Tujuan utama dari pencegahan tersier yaitu mencegah terjadinya komplikasi yang
lebih berat seperti komplikasi intra-abdomen. Komplikasi utama adalah infeksi luka dan
abses intraperitonium. Bila diperkirakan terjadi perforasi maka abdomen dicuci dengan
garam fisiologis atau antibiotik. Pasca appendektomi diperlukan perawatan intensif dan
pemberian antibiotik dengan lama terapi disesuaikan dengan besar infeksi intra abdomen.
2.11 Pengkajian Asuhan Keperawatan Apendisitis
a) Identitas klien :
Keluhan utama klien akan mendpatkan nyeri disekitar epigastrium menjalar ke perut
kanan bawah. Timbul keluhan nyeri perut kanan bawah mungkin beberapa jam kemudian
setelah nyeri di pusat atau di epigastrium dirasakan dalam beberapa waktu lalu, sifat keluhan
nyeri dirasakan terus menerius, dapat hilang atau timbul nyeri dalam waktu yang lama.
Keluhan yang menyertai biasannnya klien mengeluh rasa mual muntah dan panas.
Tanyakan apakah klien pernah mengalami gangguan pencernaan yang behubungan dengan
masalah kesehatan klien sekarang
e) Pemeriksaan fisik
Aktivtas/istirahat : Malaise.
Pasca Bedah
Ruptur Apendiks
1. Resiko tinggi penyebaran infeksi b.d adanya organisme infektif di dalam abdomen.
2. Resiko tinggi cedera b.d tidak adanya motilitas usus.
3. Perubahan proses keluarga b.d anak sakit dan hospitalisasi.
2.13 Intervensi Keperawatan
1. Nyeri b.d apendiks yang terinflamasi.
1) Beri posisi yang nyaman (biasanya dengan kaki fleksi, hal ini dapat bervariasi
2) Beri bantal kecil untuk membebani abdomen.
3) Beri analgesik untuk mengurangi nyeri.
2. Resiko tinggi kekurangan volume cairan b.d penurunan masukan dan kehilangan
sekunder karena kehilangan nafsu makan dan muntah.
Intervensi Keperawatan :
Pasca Bedah
Intervensi Keperawatan :
1) Tempatkan anak di tempat tidur kecuali di pindahkan ke tempat tidur sendiri atau ke
ranjang dengan menggunakan teknik yang tepat untuk tipe pembedahan untuk
mencegah cedera .
2) Gantukan alat IV dan sambungkan alat yang di perlukan.
3) Tempatkan pada posisi nyaman dan aman yang sesuai dengan intruksi bedah.
4) Lakukan aktivitas segera.
5) Gunakan teknik cuci tangan yang tepat.
6) Lakukan perawatan luka dengan hati-hati untuk meminimalkan risiko infeksi.
7) Jaga agar luka bersih dan balutan utuh.
8) Pasang balutan yang meningkatkan kelembaban penyembuhan (misalnya balutan
hidrokoloid seperti deuderm).
9) Ganti balutan bila diindikasikan, jika kotor buang balutan yang kotor dengan hati-hati.
10) Lakukan perawatan luka khusus sesuai ketentuan (misalnya irigasi, perawatan drain).
11) Bersihkan dengan perparat yang ditentukan (bila diintruksikan).
12) Berikan larutan antimikrobial dan atau salep sesuai intruksi untuk mencegah infeksi.
13) Laporkan adanya tampilan tidak umum atau adanya drainase untuk deteksi dini
adanya infeksi.
14) Tempatkan popok di bawah balutan abdomen, bila tepat dapat berfungsi untuk
mencegah kontaminasi.
15) Apabila anak mulai makan per oral, berikan diet bergizi sesuai inturksi untuk
meningkatkan penyembuhan luka.
16) Ambulasi sesuai ketentuan untuk menurunkan komplikasi yang berkaitan dengan
imobilisasi.
17) Pertahankan anak agar tetap puasa sampai ia sadar untuk mencegah aspirasi.
18) Dorong untuk berkemih saat bangun, berikan bedpan. Anak laki-laki diizinkan untuk
berdiri dismaping tempat tidur.
19) Beri tahu praktisi bila tidak ddapat berkemih untuk menjamin intervensi yang tepat.
20) Pertahankan dekompresi abdomen , selang dada, atau alat lain bila di resepkan.
21) Berikan diet sesuai ketentuan , tingkatkan sesuai ketepatan.
1) Anak beristirahat tenang dan menunjukkan bukti-bukti nyeri yang minimal atau tidak
ada (uraikan).
Intervensi Keperawatan :
4. Resiko tinggi kekurangan volume cairan b.d status puasa sebelum dan atau sesudah
pembedahan, kehilangan nafsu makan, muntah.
Intervensi Keperawatan :
1) Pantau infus IV pada kecepatan yang ditentukan untuk memastikan hidrasi yang
adekuat. Pasangkan alat IV pediatrik bila tidak dilakukan di ruang operasi.
2) Berikan cairan segera setelah diinstruksikan dan ditoleransi anak. Mulai dengan
hisapan sedikit air dan tingkatkan sesuai toleransi.
3) Dorong anak untuk minum. Berikan minuman kesukaan anak.
5. Resiko tinggi infeksi b.d kondisi yang lemah, adanya organisme infeksius.
Intervensi Keperawatan :
6. Perubahan proses keluarga b.d krisis situasi (kedaruratan hospitalisasi anak), kurang
pengetahuan.
Intervensi Keperawatan :
1. Resiko tinggi penyebaran infeksi b.d adanya organisme infektif di dalam abdomen.
Intervensi Keperawatan :
1) Berikan perawatan luka dan penggantian balutan sesuai ketentuan untuk mencegah
infeksi.
2) Pantau tanda-tanda vital dan jumlah sel darah putih untuk mengkaji adanya infeksi.
3) Berikan antibiotik sesuai ketentuan.
Intervensi Keperawatan :
1) Pertahankan puasa pada periode awal pascaoperasi untuk mencegah distensi abdomen
dan muntah.
2) Pertahankan dekompresi selang nasogastrik sampai motilitas usus kembali.
3) Kaji abdomen untuk adanya distensi, nyeri tekan, dan adanya bising usus untuk
mengkaji ada tidaknya peristaltik usus.
3. Perubahan proses keluarga b.d anak sakit dan hospitalisasi.
Intervensi Keperawatan :
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Penyebab apendiks yang sebenarnya masih belum di pahami dengan jelas, kendati
peristiwa ini hampir selalu terjadi karena obstruksi lumen apendiks oleh material feses yang
mengeras (fekalit), benda asing, mikroorganisme atau parasit. Terkadang lipatan peritoneum
menyebabkan pelekatan apendiks pada sekum sehingga timbul penekukan (kinking) yang
mengakibatkan obstruksi. Penyebab lain meliputi hyperplasia limpoid, stenosis fibrosa akibat
inflamasi sebelumnya, dan tumor. Kebiasaan makan juga dapat memainkan peranan. Anak-
anak dengan diet tinggi serat memiliki angka insidensi apendisitis yang lebih rendah dari
pada anak-anak dengan asupan serat yang rendah (Lund dan Folkman, 1996).
3.2 Saran
Makalah ini masih jauh dari kesempurnaan. Untuk itu, penyusun mengharapkan kritik
dan saran yang membangun dari pembaca demi kesempurnaan makalah ini.
DAFTAR PUSTAKA
https://www.academia.edu/9140893/LAPORAN_PENDAHULUAN_APENDISITIS.
[2019, April 13].
dr. Andry Hartono, Sari Kurniasih, S.Kp, & Setiawan, S.Kp, MNS. (2009).
Buku Ajar Keperawatan Pediatrik Wong, Ed.6, Vol.2. Jakarta: Buku Kedokteran
EGC.
Ferinable. (2015, April 13). Makalah Seminar Apendisitis Askep. [Online]. Tersedia:
https://www.scribd.com/doc/261686515/Makalah-Seminar-Apendisitis-Askep. [2019,
April 14].
Prof. Dr. dr. A. Samik Wahab, SpA(K) & dr. Sugiarto. (2014). Buku Ajar Pediatri
Setiono, Wiwing S.Kep., Ns. (2014, Januari 21). Laporan Pendahuluan Apendisitis.