Anda di halaman 1dari 21

LAPORAN PRAKTIKUM AGROKLIMATOLOGI

ACARA II

PENGAMATAN MIKRO

Disusun Oleh :

Kelompok 3

Agung Prasetyo18011055

Rumini

Ago Malik Ibrahim

Hendika

Mustaghfiri Asror 18011063

Tri May Widartiningsih 18011034

Vina Enggi Widiani 18011050

PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI

FAKULTAS AGROINDUSTRI

UNIVERSITAS MERCU BUANA YOGYAKARTA

YOGYAKARTA

2019
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pada umumnya tanaman ditanam pada lingkungan terbuka, misalnya di sawah,
kebun, ataupun ladang. Lingkungan memberikan pengaruh terhadap tanaman.
Pengaruh tersebut dapat berupa iklim makro ataupun mikro. Tanaman akan
dibudidayakan untuk diambil manfaatnya oleh manusia. Dengan semakin besarnya
kebutuhan akan hasil dari tanaman, manusia dituntut untuk memenuhi kebutuhan
tersebut. Oleh karena itu manusia selalu bersaha untuk memanfaatkan lahan yang ada
dengan segala kondisi iklim. Modifikasi iklim mikro tentu dibutuhkan untuk
membudidayakan tanaman yang tidak sesuai dengan lingkungannya.
Iklim mikro adalah faktor-faktor kondisi iklim setempat yang memberikan
pengaruh langsung terhadap kenikmatan (fisik) dan kenyamanan (rasa) pemakai di
sebuah ruang bangunan, sedangkan iklim makro adalah kondisi iklim pada suatu
daerah tertentu yang meliputi area yang lebih besar dan mempengaruhi iklim mikro.
Iklim mikro sendiri selain dipengaruhi oleh iklim makro juga dikendalikan
beberapa faktor seperti, keadaan vegetasi (jenis, tinggi, kerapatan), bentuk relief
mikro tanah, sifat tanah (tekstur, struktur, dan bahan induk), kelengasan tanah dan
penutupan tanah. Anasir paling penting dalam kajian iklim mikro adalah radiasi
matahari. Hal ini dikarenakan energi matahari merupakan sumber utama dari energi
atmosfer. Penyebarannya diseluruh permukaan bumi merupakan pengendalian yang
besar terhadap cuaca dan iklim. Selain radiasi matahari, anasir iklim mikro lain adalah
suhu udara, suhu tanah, kelembaban udara, penguapan (evaporasi dan transpirasi) dan
kecepatan angin.
Tanaman membutuhkan keadaan cuaca dan iklim tertentu untuk dapat tumbuh
berkembang dengan baik sehingga didapatkan hasil yang maksimal.Cuaca dan iklim
mempunyai pengaruh yang sangat penting dalam pertanian. Sebab dalam proses
pembentukkan hasil pertanian sangat ditentukan oleh keadaan lingkungan disekitar
tanaman tumbuh. Cuaca dan iklim tidak hanya berpengaruh terhadap kegiatan
manusia dalam usaha pertanian, tetapi juga dalam hal tempat tinggal, makanan dan
kebudayaan serta dalam aspek kehidupan yang lain. Adapun manfaat-manfaat penting
dalam mempelajari iklim yang ada di Indonesia dalam kegiatan pertanian
yaitu mengetahui hubungan iklim dan pertanian mengeksplorasi potensi iklim untuk
perencanaan intensifikasi dan ekstensifikasi produksi, dapat menentukan kebijakan
pengelolaaan usaha tani (pola tanam, irigasi, pemupukan, tindakan modifikasi, dan
lainnya).
Iklim mikro dapat berpengaruh pada tanaman. Pengaruh yang sederhana
contohnya yaitu kondisi udara dibawah pohon yang rindang pada saat matahari
bersinar penuh. Keadaan udara di bawah pohon tersebut lebih sejuk, lembab dan
teduh. Lebih sejuk karena energi cahaya matahari berkurang intensitasnya untuk
memanaskan udara di bawah pohon terhalang oleh daun-daun pohon. Lebih teduh
karena intensitas cahaya matahari sebagian besar terhalangin dan tidak bias tertembus
oleh kanopi pohon tersebut. Selain menurunkan intensitas cahaya langsung dan suhu,
pohon dan semak dapat pula mempertinggi kelembaban udara dan dapat mengurangi
kecepatan angin. Peran pepohonan untuk mengurangi kecepatan angin ini besar
manfaat kehadirannya pada budidaya tanaman semusim dan tanaman hortikultura
yang gampang roboh.
Unsur-unsur cuaca yang berpengaruh terhadap pertanian adalah keadaan
cuaca, angin, awan, suhu udara dan suhu tanah, kelembaban udara, tekanan udara,
curah hujan, dan lamanya penyinaran matahari. Unsur-unsur tersebut dapat diamati
dengan alat-alat tertentu dan hasil-hasil pengamatan tersebut dapat digunakan untuk
memperkirakan keadaan-keadaan alam yang berhubungan dengan pertanian. Sehingga
dapat digunakan untuk menentukan langkah yang sesuai dalam melakukan kegiatan
pertanian.

B. Tujuan Praktikum
Dari praktikum Agroklimatologi acara 2 dengan judul acara yaitu
“Pengamatan Mikro” ini bertujuan untuk melatih mahasisa agar :
1. Mengenal cara-cara mengukur unsur-unsur iklim mikro
2. Mengetahui iklim pada berbagai ekosistem
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Mikro klimatologi ialah ilmu yang mempelajari tentang iklim mikro atau iklim yang
terdapat di dalam daerah yang cukup kecil. salah satu peredaran antara mikrometeorologi dan
mikroklimatologi ialah mikrometeorologi memerlukan dasar matematika dan dasar fisika
yang kompleks sehingga dapat mempelajari proses fisis atmosfer, lagipula mikrometeorologi
tidak terbatas pada atmosfer dekat permukaan bumi, tetapi mungkin dapat mempelajari
mikrofisika dari awan ( Tjasjono,1999).

Iklim mikro adalah kondisi iklim pada suatu ruang yang sangat terbatas sampai batas
kurang lebih setinggi dua meter dari permukaan tanah. Iklim mikro merupakan iklim dalam
ruang kecil yang dipengaruhi oleh beberapa faktor, seperti hutan, rawa, danau, dan aktivitas
manusia. Keadaan unsur-unsur iklim ini akan mempengaruhi tingkah laku dan metabolisme
yang berlangsung pada tubuh makhluk hidup, sebaliknya keberadaan makhluk tersebut
(terutama tumbuhan) akan pula mempengaruhi keadaan iklim mikro di sekitarnya. Pengaruh
lingkungan terhadap iklim mikro misalnya terhadap suhu udara, suhu tanah, kecepatan arah
angin, intensitas penyinaran yang diterima oleh suatu permukaan, dan kelembaban udara
(Holton, 2004).

Perbedan antara iklim mikro dan iklim makro, terutama disebabkan oleh jarak dengan
permukaan bumi. Faktor-faktor yang mempengaruhi dapat disebabkan oleh macam tanah,
yaitu tanah hitam, tanah abu-abu, tanah lembek, dan tanah keras, oleh bentuk yaitu bentuk
konkaf (lembah), bentuk konveks (gunung) dan danau, kemudian juga ditentukan oleh tanam-
tanaman yang tumbuh diatasnya, yaitu rawa, hutan dan lain-lain. Setelah itu juga dipengaruhi
oleh jumlah radiasi dan profil angin yang terakhir dipengaruhi oleh aktivitas manusia yaitu
daerah industri, kawasan kota, pedesaan, dan sebagainya. Sebenarnya diantara iklim makro
dan iklim mikro terdapat iklim meso, akan tetapi istilah iklim meso kurang umum dipakai
dan dimengerti sehingga istilah meso klimatologi sangat jarang dijumpai dalam pustaka
(Tjasjono,1999).
Anasir terpenting dalam kajian iklim mikro meliputi radiasi matahari, suhu udara,
kelembaban udara, penguapan (evaporasi dan transpirasi) dan kecepatan angin. Radiasi
adalah proses energi dipindahkan oleh gelombang elektromagnetik dari benda yang satu ke
benda yang lain tanpa adanya medium perantara. Energi matahari sampai ke bumi dalam
bentuk radiasi dalam bentuk gelombang pendek yang diradiasikan kembali oleh bumi dalam
bentuk radiasi gelombang panjang. Bagian radiasi yang sampai ke bumi disebut insolasi.
Radiasi matahari maksimum tercapai pada saat matahari tegak lurus permukaan tanah
(Lansberg, 1981).

Penyebaran berbagai jenis tumbuhan akan dibatasi oleh kondisi iklim dan tanah serta
daya adaptasi dari masing-masing spesies tumbuhan tersebut. Sesungguhnya hubungan antara
vegetasi dan iklim merupakan hubungan saling pengaruh. Selain iklim dapat mempengaruhi
pertumbuhan dan perkembangan tanaman, keberadaan vegetasi juga dapat mempengaruhi
iklim di sekitarnya. Semakin besar total biomassa vegetasi yang terlibat dan semakin nyata
pengaruhnya terhadap iklim wilayah tersebut. Peran vegetasi mirip bentang dan air. Hal ini
disebabkan karena tumbuhan mengandung banyak air dan tumbuhan menyumbang banyak
uap air ke atmosfer melalui proses transpirasi (Lakitan, 1994). Anasir iklim mikro yang
mempengaruhi pertumbuhan, antara lain:

1. Kecepatan Angin
Kecepatan angin dapat diukur dengan suatu alat yang disebut Anemometer.
Kecepatan angin dapat ditentukan oleh beberapa faktor, antara lain:
a. Besar kecilnya gradien barometrik.
Gradien Barometrik, yaitu angka yang menunjukkan perbedaan tekanan
udara melalui dua garis isobar pada garis lurus, dihitung untuk tiap-tiap
111 km (jarak 111 km di equator 1 ( atau 1/360 x 40.000 km = 111 km).
Menurut hukum Stevenson bahwa kecepatan angin bertiup berbanding
lurus dengan gradien barometriknya. Semakin besar gradien
barometriknya, semakin besar pula kecepatannya.
b. Relief Permukaan Bumi.
Angin bertiup kencang pada daerah yang reliefnya rata dan tidak ada
rintangan. Sebaliknya bila bertiup pada daerah yang reliefnya besar dan
rintangannya banyak, maka angin akan berkurang kecepatannya.
c. Ada Tidaknya Tanaman.
Banyaknya pohon-pohonan akan menghambat kecepatan angin dan
sebaliknya, bila pohon-pohonannya jarang maka sedikit sekali memberi
hambatan pada kecepatan angina
d. Tinggi Tempat dari Permukaan Tanah.
Angin yang bertiup dekat dengan permukaan bumi akan mendapatkan
hambatan karena bergesekan dengan muka bumi, sedangkan angin yang
bertiup jauh di atas permukaan bumi bebas dari hambatan.
2. Suhu Udara
Suhu udara dipengaruhi oleh 3 faktor, yaitu :
a. Tinggi rendahnya suatu tempat
Semakin tinggi suatu wilayah semakin rendah suhu udaranya.
b. Jarak suatu tempat dari pantai
Semakin dekat suatu tempat dari pantai, semakin tinggi suhu udaranya.
c. Penyerapan sinar matahari oleh permukaan bumi
Semakin banyak sinar matahari yang dipantulkan ke angkasa, suhu udara
akan semakin tinggi (efek rumah kaca).
3. Suhu Tanah
Suhu tanah merupakan salah satu faktor tumbuh tanaman penting seperti air,
udara dan hara. Proses pertumbuhan tanaman dari akar tanaman dan mikroba tanah
langsung dipengaruhi oleh suhu tanah.
4. Curah Hujan
Informasi atas curah hujan yang terbaik didapat dari sebuah ukuran yang
dipertahankan dalam lahan itu sendiri. Informasi tersebut tersedia dalam catatan curah
hujan. Catatan curah hujan harian lebih bermanfaat, tetapi jika ini tidak tersedia maka
curah hujan bulanan dapat digunakan (Weisner, 2001).
5. Kelembaban Udara
Kelembaban udara merupakan kandungan uap air di udara. Udara mudah
menyerap kelengasan dalam bentuk uap air. Banyaknya uap air tergantung pada suhu
udara dan suhu air. Semakin tinggi suhu udara, semakin banyak uap air yang
disimpan oleh udara (Wilson, 1993). Semakin tinggi suatu tempat maka kelembaban
udara di tempat tersebut akan semakin tinggi.
6. Radiasi Matahari
Radiasi matahari merupakan unsur iklim/cuaca yang mempengaruhi keadaan
unsur iklim/cuaca yang lainnya. Perbedaan penerimaan radiasi surya antar tempat di
permukaan bumi akan menciptakan pola angin yang selanjutnya dapat mempengaruhi
curah hujan, suhu udara, kelembaban nisbi udara, dll.
Lama penyinaran juga dapat berpengaruh terhadap aktivitas makhluk hidup
dan metabolisme yang berlangsung pada makhluk hidup misalnnya pada tanaman.
Penyinaran yang lama akann dimanfaatkan oleh tanaman untuk proses fotosintesis.
Pergeseran garis edar matahari menyebabkan terjadinya perbedaan lama penyinaran
antar tempat. Semakin jauuh letak tempat dari ekuator, fluktuasi lama penyinaran
matahari semakin besar (Lakitan, 1994).
BAB III
METODELOGI PRAKTIKUM

A. Waktu dan Tempat


Praktikum Agroklimatologi acara 2 ini dengan judul acara “Pengamatan Mikro”
dilaksanakan pada hari Selasa, 01 oktober 2019 pukul 07.30 – 10.00 WIB. Pada saat
praktikum dilaksanakan di Laboratorium Ilmu Tanah, Taman Agro, dan Lahan
Universitas Mercu Buana Yogyakarta.

B. Alat dan Bahan


1. Alat
a. Thermometer Tanah
b. Thermohygrometer
c. Psycrometer
d. Hand Anemometer
e. Mistar / penggaris
f. Alat tulis
g. Stopwatch
h. Bor tanah manual

C. Cara Kerja
1. Memilih beberapa tempat yang keadaannya berbeda, misalnya sawah, kebun,
pekarangan, tegalan
2. Pada waktu berasamaan, pada masing-masing tempat diamati suhu udara, lembab
nisbi, kecepatan angin, intensitas penyinaran pada ketinggian tertentu sushu tanah
pada kedalam tertentu.
3. Pengamatan pada masing-masing tempat diulangi pada setiap selang waktu tertentu.
4. Pengunaan alat-alat tersebut harus terlindung sinar matahari langsing kecuali luxs
meter.
5. Semua hasil pengamatan di catat kemudian dibandingkan antara masing-masing
tempat dianalisa, dibuat grafik pada kertas millimeter dan disimpulkan.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil
Tabel 1. Hasil Pengamatan Keseluruhan
Parameter Berkanopi Tak Berkanopi Rata – rata
U1 U2 U1 U2 berkanopi Tak
(5menit) (10menit) (5menit) (10menit) berkanopi
Co 27 o 25o 27o 29o 27,5o 28o
Thermohy
grometer
Rh 76 75 75 75 76 75

5 cm 28o 28o 32o 32o 28o 32o


Thermom
eter 10 cm 30o 30o 29o 29o 30o 29o
Tanah
15 cm 29o 29o 28o 28o 29o 28o

T.B 22 23 23 24 22,5 23,5


Psycromet
basa
er
h
T.B 27,5 27,5 27 28 27,5 27,5
Keri
ng
16 88 75 74 52 74,5
Hand
Anemometer
B. Pembahasan
Praktikum Agroklimatologi acara 2 yang berjudul Pengamatan Mikro ini
bertujuan untuk mengenal cara-cara mengukur unsur-unsur iklim mikro dan
mengetahui iklim pada berbagai ekosistem. Setelah melakukan pengamatan,
didapatkan data hasil pengamatan yang telah digambarkan dalam grafik sebagai
berikut.

Tabel 2. Thermohygrometer (Co)


Parameter Berkanopi Tak Berkanopi Rata-Rata
U1 U2 U1 U2 Berkanopi Tak
(5 (10 (5 (10 Berkanopi
menit) menit) menit) menit)
Thermohygrometer 27 o 25o 27o 29o 27,5o 28o

(Co)

Grafik Thermohygrometer (Co)

Suhu (oC)
30

29.5

29
RATA-RATA

28.5
28
28
27.5
27.5

27
Berkanopi Tak Berkanopi
PARAMETER

Berdasarkan grafik suhu udara pada lingkungan berkanopi dan tanpa kanopi dengan
perlakuan masing-masing 5 menit dan 10 menit didapatkan hasil rata-rata yaitu pada
lingkungan tanpa kanopi suhu udaranya lebih tinggi sebesar 28oC dibandingkan dengan
lingkungan berkanopi sebesar 27,5 oC. Hal ini disebabkan oleh perbedaan intensitas
penyinaran matahari. Di lingkungan tanpa kanopi radiasi matahari akan langsung sampai
sedangkan pada lingkungan berkanopi radiasi matahari yang akan masuk akan terhalang oleh
tanaman-tanaman atau pepohonan di atasnya, akibatnya suhu udara yang dhasilkan pada
lingkungan berkanopi akan lebih rendah.

Tabel 3. Thermohygrometer (Rh)


Parameter Berkanopi Tak Berkanopi Rata-Rata
U1 U2 U1 U2 Berkanopi Tak
(5 (10 (5 (10 Berkanopi
menit) menit) menit) menit)
Thermohygrometer 76 75 75 75 76 75

(Rh)

Grafik Thermohygrometer (Rh)

Kelembapan (Rh)
78

77
76
76
75
75
RATA-RATA

74

73

72

71

70
Berkanopi Tak Berkanopi
PARAMETER

Hasil pengukuran kelembaban udara pada lingkungan yang berkanopi dengan waktu 5
menit sebesar 76 dan pada waktu 10 menit sebesar 75 sehingga didapatkan rata-rata sebesar
76. Sedangkan pengukuran kelembaban udara pada lingkungan tidak berkanopi dengan
waktu 5 menit dan 10 menit hasil rata-ratanya sebesar 75. Berdasarkan grafik, kelembaban
udara di lingkungan yang berkanopi lebih tinggi dibandingkan dengan lingkungan yang tidak
berkanopi. Kurangnya sinar matahari yang sampai pada permukaan yang pada umumnya
vegetasi, menyebabkan kurangnya penguapan yang terjadi, sehingga pada lingkungan tanpa
kanopi kelembabannya rendah dibandingkan dengan kelembaban di lingkungan yang
berkanopi. Menurut teori, tempat dengan suhu yang lebih rendah akan memiliki kelembaban
yang tinggi, dan begitu pun sebaliknya. Hal ini dikarenakan adanya kanopi menyebabkan
sinar matahari tidak dapat diteruskan sampai ke permukaan tanah sehingga suhu udara pada
tempat berkanopi akan lebih rendah sehingga kelembaban naik.

Tabel 4. Thermometer Tanah (5 cm)


Parameter Berkanopi Tak Berkanopi Rata-Rata
U1 U2 U1 U2 Berkanopi Tak
Berkanopi
Thermometer 28o 28o 32o 32o 28o 32o

Tanah (oC)

Grafik Thermoometer Tanah (5 cm)

Suhu (oC)
33
32
32

31
RATA-RATA

30

29
28
28

27
Berkanopi Tak Berkanopi
PARAMETER
Dari grafik suhu tanah dengan kedalaman 5 cm dapat diamati bahwa daerah berkanopi
memiliki suhu tanah yang lebih rendah sebesar 28 oC dibandingkan dengan daerah tidak
berkanopi dengan suhu sebesar 32oC. Hal ini disebabkan karena daerah tidak berkanopi
memiliki suhu tanah lebih tinggi karena berada di tempat tempat terbuka sehingga radiasi
matahari langsung mengenai permukaan tanah. Sedangkan pada daerah yang berkanopi panas
dari radiasi matahari sukar untuk menembus permukaan tanah karena terhalang oleh
pepohonan yang membentuk kanopi sehingga membuat suhu tanah lebih rendah daripada
daerah yang tidak berkanopi. Hasil yang didapatkan ini sudah sesuai dengan teori yang ada.
Suhu dan kelembaban baik udara maupun tanah sangat dipengaruhi oleh jenis dan kerapatan
vegetasi yang menutupinya. Daerah yang tertutup vegetasi akan memiliki kelembaban yang
tinggi dan mengakibatkan suhu udara menjadi turun, dan begitu juga suhu tanah (Noor,
2001).

Tabel 5. Thermometer Tanah (10 cm)


Parameter Berkanopi Tak Berkanopi Rata-Rata
U1 U2 U1 U2 Berkanopi Tak
Berkanopi
Thermometer 30o 30o 29o 29o 30o 29o

Tanah (oC)

Grafik Thermoometer Tanah (10 cm)


30 Suhu (oC)
30

29.5
29
29
RATA-RATA

28.5

28

27.5

27
Berkanopi Tak Berkanopi
PARAMETER

Pada grafik suhu tanah kedalaman 10 cm, perbedaan suhu antara daerah yang
berkanopi dan tidak berkanopi adalah 1oC dimana suhu tertinggi terdapat pada daerah yang
berkanopi yaitu sebesar 30oC sedangkan pada daerah yang tidak berkanopi sebesar 29oC.
Pada daerah tak berkanopi, suhu tanah harusnya lebih tinggi daripada daerah yang berkanopi,
sebab daerah yang tidak berkanopi terkena paparan sinar matahari langsung sehingga suhu
tanah tinggi. Hal ini tidak sesuai dengan teori yang ada. Seharusnya penurunan suhu tanah
berbanding lurus dengan kedalaman dikarenakan semakin dalam suhu tanah diukur, maka
tingkat porositas tanah semakin kecil dan kandungan lengas tanah akan semakin naik yang
membuat suhu tanah menjadi semakin rendah. Namun pada pengamatan ini fluktuatif suhu
bisa terjadi karena kelembaban tanah itu sendiri. kelembaban yang tinggi menyebabkan suhu
udara menjadi rendah dan berbanding lurus dengan suhu tanah.

Tabel 6. Thermometer Tanah (15 cm)


Parameter Berkanopi Tak Berkanopi Rata-Rata
U1 U2 U1 U2 Berkanopi Tak
Berkanopi
Thermometer 29o 29o 28o 28o 29o 28o

Tanah (oC)
Grafik Thermoometer Tanah (15 cm)

Suhu (oC)
30

29.5
29
29
RATA-RATA

28.5
28
28

27.5

27
Berkanopi Tak Berkanopi
PARAMETER

Berdasarkan grafik suhu tanah diatas dapat dilihat bahwa suhu tanah pada daerah
berkanopi lebih tinggi yaitu sebesar 29oC daripada suhu tanah pada daerah yang tidak
berkanopi sebesar 28oC. Sama halnya pada pengukuran suhu tanah dengan kedalaman 10 cm,
seharusnya suhu tanah di daerah yang berkanopi lebih rendah karena tidak terpapar langsung
oleh sinar matahari. Selain itu, suhu tanah harusnya berbanding lurus dengan kedalaman
tanah, semakin dalam tanah yang diukur maka semakin rendah suhunya. Sebagaimana teori
menjelaskan bahwa penurunan suhu tanah berbanding lurus dengan kedalaman dikarenakan
semakin dalam suhu tanah diukur, maka tingkat porositas tanah semakin kecil dan kandungan
lengas tanah akan semakin naik yang membuat suhu tanah menjadi semakin rendah. Semakin
mendekati permukaan tanah tingkat porositas tanah semakin naik, sehingga suhu udara di
atas tanah dapat mempengaruhi suhu permukaan tanah. Kelembaban udara juga dapat
mempengaruhi suhu tanah, apabila kelembaban semakin tinggi maka sebaliknya suhu udara
akan semakin rendah dan suhu tanah akan berbanding lurus dengan suhu udara (Irawan dan
June, 2013).
Tabel 7. Psycrometer (T.B basah)
Parameter Berkanopi Tak Berkanopi Rata-Rata
U1 U2 U1 U2 Berkanopi Tak
(5 (10 (5 (10 Berkanopi
menit) menit) menit) menit)
Psycrometer (T.B 22 23 23 24 22,5 23,5

basah)

Grafik Psycrometer (T.B basah)

24
23.8
23.6 23.5

23.4
23.2
RATA-RATA

23
22.8
22.6 22.5

22.4
22.2
22
Berkanopi Tak Berkanopi
PARAMETER

Berdasarkan hasil pengukuran kelembaban udara menggunakan psychrometer dengan


termometer bola basah pada daerah yang berkanopi dan daerah yang tidak berkanopi dengan
perlakuan masing-masing 5 menit dan 10 menit didapatkan hasil rata-rata pada daerah
berkanopi sebesar 22,5 sedangkan pada daerah yang tidak berkanopi sebesar 23,5. Terlihat
pada grafik bahawa kelembaban udara di daerah yang tidak berkanopi lebih tinggi
dibandingkan dengan daerah yang berkanopi.
Tabel 8. Psycrometer (T.B kering)
Parameter Berkanopi Tak Berkanopi Rata-Rata
U1 U2 U1 U2 Berkanopi Tak
(5 (10 (5 (10 Berkanopi
menit) menit) menit) menit)
Psycrometer (T.B 27,5 27,5 27 28 27,5 27,5

basah)

Grafik Psycrometer (T.B kering)

27.6
27.5 27.5
27.5

27.4
RATA-RATA

27.3

27.2

27.1

27
Berkanopi Tak Berkanopi
PARAMETER
Tabel 9. Hand Anemometer
Parameter Berkanopi Tak Berkanopi Rata-Rata
U1 U2 U1 U2 Berkanopi Tak
(5 (10 (5 (10 Berkanopi
menit) menit) menit) menit)
Hand Anemometer 16 88 75 74 52 74,5

Grafik Hand Anemometer

74.5
75

70

65
RATA-RATA

60

55
52

50
Berkanopi Tak Berkanopi
PARAMETER

Berdasarkan hasil pengukuran kecepatan angin pada daerah yang berkanopi dengan
waktu 5 menit sebesar 16 dan pada waktu 10 menit menjadi 88 sehingga didapatkan rata-rata
sebesar 52. Sedangkan pengukuran kecepatan angin pada derah yang tidak berkanopi dengan
waktu 5 menit sebesar 75 dan pada waktu 10 menit sebesar 74 sehingga rata-ratanya sebesar
74,5. Dari gafik di atas dapat dilihat bahwa kecepatan angin pada daerah yang berkanopi
lebih rendah dibandingkan dengan daerah yang tidak berkanopi. Hal ini disebabkan karena
daerah yang berkanopi mempunyai suhu udara yang lebih rendah sehingga tekanan udaranya
tinggi. Padahal dapat diketahui bahwa angin bergerak dari daerah bertekanan tinggi ke daerah
yang bertekanan udara rendah. Selain itu, kecepatan angin di daerah berkanopi terhalang oleh
pepohonan sehingga kecepatan angin menjadi berkurang. Kecepatan angin di daerah tidak
berkanopi lebih tinggi karena pergerakan angin bergerak menuju daerah yang bertekanan
udara rendah, yaitu daerah tanpa kanopi. Kecepatan angin semakin tinggi karena disekeliling
daerah tanpa kanopi tidak terlalu banyak pepohonan atau terhalang oleh bangunan.
BAB V

KESIMPULAN

Dari hasil praktikum yang telah dilakukan dapat disimpulkan sebagai berikut :

1. Iklim mikro adalah kondisi iklim pada suatu ruang yang sangat terbatas sampai batas
kurang lebih setinggi dua meter dari permukaan tanah.
2. Keadaan unsur-unsur iklim ini akan mempengaruhi tingkah laku dan metabolisme
yang berlangsung pada tubuh makhluk hidup, sebaliknya keberadaan makhluk
tersebut (terutama tumbuhan) akan pula mempengaruhi keadaan iklim mikro di
sekitarnya.
3. Anasir iklim mikro yang mempengaruhi pertumbuhan antara lain kecepatan angin,
suhu udara, suhu tanah, kelembaban nisbi udara, curah hujan, dan radiasi matahari.
4. Iklim mikro pada daerah berkanopi memilikisuhu udara, suhu tanah dan intensitas
penyinaran yang lebih rendah serta kelembaban nisbi udara yang lebih tinggi,
sedangkan daerah tanpa kanopi memiliki suhu udara, suhu tanah, intensitas
penyinaran yang lebih tinggi dan kelembaban nisbi udara yang lebih rendah.
DAFTAR PUSTAKA

Holton, J.R. 2004. An Introduction to Dynamic Meteorology. Md: Elsevier Inc., Burlington.

Irawan, A. dan T. June. 2013. Hubungan iklim mikro dan bahan organik tanah dengan emisi
CO2 dari permukaan tanah di hutan alam babahaleka taman nasional lore lindu,
sulawesi tengah. Jurnal Agromet Indonesia 25: 21-31.

Lakitan, B. 1994. Dasar-Dasar Klimatologi. PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta.


Landsberg, H.E. 1981. General Climatology 3. Elsevier Scientific Publishing Company,
NewYork.
Noor, M. 2001. Pertanian Lahan Gambut, Potensi dan Kendala. Penerbit Kanisius:
Yogyakarta.

Tjasjono, B. 1999. Klimatologi Umum. Institut Teknologi Bandung Press. Bandung

Weisner, C. J. 2001. Climate, Irrigation, and Agriculture. Angus and Robertson. L. T. D.,
Sidney.

Anda mungkin juga menyukai