Anda di halaman 1dari 27

EVALUASI AKTIVITAS ENZIMATIK INULINASE KOMERSIAL

DARI Aspergillus niger YANG DI IMOBILISASI DENGAN


POLIURETAN

SEMINAR LITERATUR

OLEH :

SELFI YANTI SAFITRI


NIM.1203113473

JURUSAN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS RIAU
PEKANBARU
2015
LEMBARAN PENGESAHAN

Nama Mahasiswa : Selfi Yanti Safitri


NIM : 1203113473
Jurusan : KIMIA
Fakultas : MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
Judul Seminar Literatur : EVALUASI AKTIVITAS ENZIMATIK
INULINASE KOMERSIAL DARI Aspergillus
niger YANG DI IMOBILISASI DENGAN
POLIURETAN

Pekanbaru, November 2015

Mengetahui, Menyetujui,
Ketua Jurusan Kimia Pembimbing Seminar Literatur,
FMIPA UR,

Dra. Itnawita, M.Si Prof.Dr.Saryono, M.Si


NIP.19610505 198803 2 001 NIP.19620611 198903 1 005
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis haturkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkat dan
rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan makalah seminar literatur yang berjudul
“Evaluasi Aktivitas Enzimatik Inulinase Komersial dari Aspergillus niger Yang di
Imobilisasi Dengan Poliuretan”. Tujuan penulisan makalah ini adalah untuk mempelajari
dan membahas penelitian yang telah dilakukan oleh Silva dkk. (2013) tentang Evaluation
of enzymatic activity of commercial inulinase from Aspergillus niger immobilized in
polyurethane foam.

Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada
bapak Prof. Dr. Saryon, M.Si selaku dosen pembimbing yang telah meluangkan waktunya
untuk memberikan bimbingan dan arahan kepada penulis sehingga makalah seminar
literatur ini dapat diselesaikan dengan baik.

Penulis berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua dalam
pengembangan ilmu pengetahuan di masa depan. Akhir kata penulis mengucapkan terima
kasih kepada seluruh pihak yang telah membantu dalam penyelesaian makalah ini.

Pekanbaru, November 2015

Selfi Yanti Safitri


NIM: 1203113473
EVALUASI AKTIVITAS ENZIMATIK INULINASE KOMERSIAL DARI
Aspergillus niger YANG DI IMOBILISASI DENGAN POLIURETAN

SELFI YANTI SAFITRI


NIM. 1203113473

Ringkasan

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengevaluasi stabilitas inulinase komersial dari
Aspergillus niger yang telah diimobilisasi dengan menggunakan poliuretan. Penentuan
aktivitas enzim menggunakan reaksi hidrolisis sukrosa maupun inulin pada suhu 50°C dan
pH 5,5. Enzim yang telah digunakan sebanyak 29 kali selama 59 hari berhasil dievaluasi.
Imobilisasi inulinase pada poliuretan dapat mempertahankan aktivitas awal sebanyak 49.7
% dan 49.4% untuk hidrolisis inulin dan sukrosa dimana enzim inulinase telah digunakan
selama 1008 jam dan 24 kali digunakan. Pada penelitian ini, imobilisasi enzim dilakukan
bersamaan dengan pembentukan busa poliuretan.
Kata kunci : Inulinase, Aspergillus niger, imobilisasi, poliuretan, aktivitas enzim

DAFTAR ISI

LEMBARAN PENGESAHAN
ABSTRAK

DAFTAR ISI

DAFTAR GAMBAR

DAFTAR TABEL

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


1.2 Perumusan Masalah
1.3 Tujuan Penulisan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA


2.1 Inulinase
2.2 Imobilisasi Enzim
2.2.1 Metode imobilisasi enzim
2.2.1.1 Adsorpsi Fisika
2.2.1.2 Metode Penjebakan Enzim
2.2.1.3 Metode Ikatan Silang
2.2.1.4 Metode Ikatan Kovalen
2.2.2 Matriks Imobilisasi Enzim
BAB III METODE PENELITIAN
3.1 Alat dan Bahan
3.1.1 Alat yang digunakan
3.1.2 Bahan yang digunakan
3.2 Prosedur Penelitian
3.2.1 Imobilisasi Inulinase
3.2.2 Aktivitas Inulinase
3.2.3 Karakterisasi Struktur Katalis
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
BAB V KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1. Reaksi enzim bebas dan enzim yang diimobilisasi

Gambar 2.2. Tiga teknik umum imobilisasi enzim

Gambar 2.3. Metode ikatan silang

Gambar 3.1 Prosedur penelitian imobilisasi enzim inulinase

Gambar 4.1 Aktivitas residual untuk pemanfaatan kembali inulinase

Gambar 4.2 kandungan protein dan aktivitas spesifik inulinase


DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Klasifikasi matriks imobilisasi enzim

Tabel 4.1 Variasi temperatur reaksi sebagai fungsi volume monomer


BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang


Inulase adalah enzim yang berpotensi untuk memproduksi High Fructose Syrups
(HFS) melalui reaksi hidrolisis enzimatik inulin, menghasilkan rendemen 95% (Missau
dkk, 2014). Enzim Inulinase (R-fruktosidase) bekerja dengan memotong satuan fruktosa
dari inulin pada posisi terminal 0-2,1 dan digolongkan sebagai 2,1-8-D-frukto-
fruktanohidrolase (EC 3.2.1.7). Kemampuan ini berperan dalam menghidrolsis inulin dari
umbi dahlia untuk memperoleh fruktosa atau fruktooligosakarida (FOS) sebagai serat
inulin baik SDF (Solouble Dietary Fiber/serat larut air) maupun sebagai IDF (Insoluble
Dietary Fiber/serat tak larut air) untuk anti kolesterol (Susilowati, 2013).
Enzim inulinase yang bebas perlu dilakukan imobilisasi. Imobilisasi enzim
meningkatkan sifat katalitik enzim, memungkinkan pemakaian enzim secara berulang dan
terus-menerus sehingga ekonomis untuk diaplikasikan pada industri (Missau dkk, 2014).
Enzim terimobilisasi dapat dengan mudah dipisahkan dari campuran reaksi. Ada berbagai
macam metode imobilisasi enzim yaitu menggunakan proses adsorpsi, ikatan kovalen,
ikatan silang, enkapsulasi dan penjebakan di dalam matriks (bahan pendukung). Diantara
bahan pendukung, poliuretan adalah matriks polimer yang sangat baik untuk imobilisasi
enzim inulinase karena stabilitas kimia dan mekaniknya (Skowronek dkk, 2011). Selain
itu, menurut Silva dkk (2013) poliuretan merupakan bahan pendukung yang resisten
terhadap pelarut organik dan secara biokimia karakteristiknya adalah inert.
Berdasarkan aspek-aspek tersebut dan kurangnya literatur mengenai imobilisasi enzim
yang menggunakan poliuretan sebagai matriks Silva,dkk (2013) melakukan evaluasi
aktivitas enzimatik inulinase yang diimobilisasi pada poliuretan menggunakan enzim
inulinase komersial dari Aspergillus niger.
1.2 Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan makalah ini adalah untuk mempelajari dan mengetahui penelitian
yang telah dilakukan oleh Silva, dkk (2013) mengenai evaluasi aktivitas enzimatik
inulinase yang diimobilisasi pada poliuretan menggunakan enzim inulinase komersial dari
Aspergillus niger.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Inulinase
Inulinase adalah enzim yang mengkatalisis reaksi hidrolisis inulin, cadangan
polisakarida pada tumbuhan menjadi fruktosa dan fruktooligosakarida yang banyak
digunakan sebagai makanan tambahan (Laoklom, 2012). Inulinase diklasifikasikan
menjadi endo-inulinase dan ekso-inulinase tergantung caranya menghidrolisis inulin.
Endo-inulinase (2,1-β-D-fructan fruktanohidrolase; EC 3.2.1.7) menghidrolisis ikatan
molekul inulin dari bagian dalam menghasilkan oligosakarida. Ekso-inulinase (β-D-
fructohidrolase-; EC 3.2.1.80), memecah unit fruktosa terminal dari ujung yang tidak
mereduksi, enzim ini juga dapat menghidrolisis molekul sukrosa dan rafinosa
(Sirisansaneeyakul, 2007).
Inulinase mengkatalisis reaksi hidrolisis inulin dapat diproduksi oleh beberapa
mikroorganisme, seperti Kluyveromyces, Aspergillus, Staphylococcus, Xanthomonas, dan
Pseudomonas. Jamur seperti Kluyveromyces fragilis, K. marxianus, Candida kefyr,
Debaryomyces cantarelli, and fungi, Penicillium, dan spesies Aspergillus adalah
mikroorganisme yang umumnya dapat memproduksi inulinase (Dilipkumar, dkk. 2013).
Inulinase digunakan untuk memproduksi sirup fruktosa, fruktooligosakarida,
etanol, dan inulooligasakarida, yang banyak digunakan dibidang farmasi dan industri
pangan (Narayanan, dkk. 2013). Menurut El-Naggar,dkk. (2014) sirup fruktosa memiliki
pengaruh yang menguntungkan bagi pasien diabetes, meningkatkan absorbsi besi pada
anak-anak, memiliki rasa manis yang tinggi sehingga dapat digunakan untuk diet bagi
orang obesitas, merangsang absorbsi kalsium pada wanita menopaus, merangsang
pertumbuhan bifidobakteria dalam usus halus dan usus besar, mencegah kanker usus.

2.2 Imobilisasi Enzim


Istilah “enzim amobil” mengacu kepada enzim yang secara fisik dibatasi atau
terlokalisir pada suatu matriks atau bahan pendukung (support) sehingga enzim dapat
digunakan secara kontinyu (Mohammad, 2015). Umumnya istilah imobilisasi enzim
mengacu pada enzim yang dibatasi pergerakannya, memperlambat pergerakannya, dan
membuat ia tidak mampu untuk bergerak (Elnashar, 2010). Amobilisasi adalah proses
pengendalian pergerakan dan pertumbuhan secara total atau sebagian pada enzim, sel, atau
organel (Bintang, 2010).
Enzim yang mahal kurang disukai dibidang industri dalam keadaan enzim bebas
karena sulit untuk dipisahkan dari produk (Gambar 2.1 (a)). Sehingga, akan berkurang
setelah digunakan satu kali. Ada alternatif lain yaitu melakukan imobilisasi enzim pada
support padatan (Gambar 2.2 (b)) sehingga enzim tersebut mudah dipisahkan dari produk
melalui filtrasi sederhana (Elnashar, 2010). Imobilisasi Enzim telah terbukti sangat
berguna, karena telah memungkinkan enzim untuk dapat dengan mudah digunakan
beberapa kali pada reaksi yang sama dengan waktu paruh yang panjang. Imobilisasi juga
mencegah kontaminasi substrat dengan enzim/protein sehingga menurunkan biaya
pemurnian enzim (Spahn dan Minteer, 2008).
Gambar 2.1. Reaksi enzim bebas dan enzim yang diimobilisasi. (a) reaksi enzim bebas
dengan substrat dan pembentukan produk, yang harus dipisahkan melalui dialisis; (b)
reaksi enzim yang diimobilisasi dengan substrat dan pembentukan produk, yang dapat
dipisahkan melalui filtrasi sederhana (Elnashar, 2010).

2.2.1 Metode Imobilisasi Enzim


Metode amobilisasi yang ideal harus mudah pengerjaannya dan tidak merusak
substansi yang mengalami amobilisasi. Faktor-faktor seperti suhu, perubahan pH, dan
bahan penyangga selama proses amobilisasi harus ditetapkan kondisi optimumnya. Bahan
penyangga yang digunakan bersifat inert dan teraktivasi (Bintang, 2010). Pada dasarnya
metode imobilisasi enzim bisa dibagi menjadi dua, yaitu metode fisika dan kimia. Metode
fisika dikarakterisasikan dengan ikatan yang lemah seperti ikatan hidrogen, ikatan
hidrofobik, gaya van der Waals, ikatan ion dari enzim dengan bahan penyangga. Pada
metode kimia, pembentukan ikatan kimia melalui ikatan kovalen oleh eter, thio-eter, amida
atau ikatan karbamat antara enzim dengan support yang terlibat. Ada empat teknik
imobilisasi enzim yang disebut dengan adsorpsi, penjebakan (entrapment), ikatan kovalen
(covalent bonding) dan ikatan silang (cross lingking). (Gambar 2.2). Namun, tidak ada
satu metodepun untuk semua molekul (Mohamad, 2015).
Gambar 2.2. Tiga teknik umum imobilisasi enzim. (A) adsorpsi fisika, (B) penjebakan
dan (C) ikatan kovalen/ikatan-silang (Mohamad, 2015).

2.2.1.1 Adsorpsi fisika


Imobilisasi melalui adsorpsi merupakan metode yang paling sederhana dan
melibatkan interaksi permukaan antara enzim dengan support secara reversibel (Elnashar,
2010). Adsorpsi dapat terjadi melalui gaya lemah yang tidak spesifik, seperti ikatan van
der Waals, interaksi hidrofobik dan ikatan hidrogen, dimana ikatan ionik enzim diikat oleh
garam. Metode adsorpsi ini terdiri dari mencampurkan komponen biologis dengan bahan
support pada kondisi pH dan kekuatan ionik yang sesuai, lalu diinkubasi pada waktu
tertentu, kemudian diikuti dengan pengumpulan material yang telah diimobilisasi.
Penggunaan imobilisasi pertama kali di industri yang menggunakan metode adsorpsi

adalah asam amino asilase pada DEAE-selulosa (Mohamad, 2015).


Kelebihan imobilisasi enzim menggunakan metode adsorpsi fisika adalah : (a)
reversibilitas; (b) sederhana; (c) memiliki aktivitas yang tinggi karena tidak ada modifikasi
kimia; (d) mudah dan cepat; (e) tidak terjadi perubahan kimia baik pada enzim maupun
support. Sedangkan kekurangan imobilisasi enzim menggunakan metode adsorpsi fisika
adalah: (a) enzim yang diimobilisasi melalui adsorpsi cenderung mudah lepas pada
support karena ikatan antara enzim dengan support relatif lemah yang bisa di desorpsi
akibat kekuatan ionik yang tinggi, pH, dan lain-lain. (b) produk terkontaminasi; (c) ikatan
yang tidak spesifik (Elnashar, 2010).
2.2.1.2 Metode Penjebakan Enzim
Penjebakan enzim dapat didefinisikan sebagai metode imobilisasi enzim
irreversibel dimana enzim terjebak didalam kisi matriks maupun dalam membran polimer
yang memungkinkan substrat dan produk melewatinya tetapi mempertahankan enzim.
metode penjebakan enzim dapat meningkatkan stabilitas mekanik dan mengurangi
kerusakan enzim, enzim tidak berinteraksi dengan polimer secara kimia sehingga
kerusakan enzim dapat dicegah (Mohamad, 2015).
Prinsip metode penjebakan adalah inklusi sel atau enzim di dalam jaringan rigid
yang berfungsi untuk mencegah sel atau enzim berdifusi keluar medium, namun substrat
masih tetap masuk ke dalam butiran gel (beads). Matriks berupa polisakarida (seperti agar,
alginat, karagenan, dan selulosa), protein (kolagen dan gelatin), dan sintetik
(poliakrilamida). Matriks alginat, karagenan, dan poliakrilamida paling banyak digunakan
pada teknik amobilisasi sel maupun enzim. alginat adalah heteropolisakarida linear dari
asam D-manuronat dan L-guluronat, biasanya berasal dari alga cokelat yang secara luas
digunakan sebagai bahan pengental, penstabil, gel, dan film (Bintang, 2010).
Penjebakan sel atau enzim biasanya menggunakan alginat, karena alginat tidak
larut air, pengerjaannya mudah, dan tidak berbahaya. Campuran sel atau enzim dengan
natrium alginat diteteskan ke dalam larutan yang mengandung kation multivalen menjadi
kalsium alginat. Alginat akan mengalami pemadatan oleh adanya ion kalsium, tetapi tidak
menyebabkan perubahan suhu, pH, dan tekanan osmosis yang drastis. Sel atau enzim
teramobilisasi di dalam presipitasi kalsium alginat dalam bentuk beads. Namun, kalsium
alginat secara kimia tidak stabil sehingga perlu ditentukan kondisi amobilisasi yang dapat
meningkatkan kestabilan kimia beads tanpa membatasi transfer masa (Bintang, 2010).
2.2.1.3 Metode Ikatan silang
Ikatan silang merupakan metode imobilisasi enzim irreversibel yang tidak
memerlukan bahan pendukung untuk mencegah enzim yang lepas pada larutan substrat.
Metode ini disebut juga imobilisasi bebas support dimana enzim bertindak sebagai support
untuk dirinya dan sebenarnya enzim murni diperoleh dengan mengeliminasi kelebihan dan
kekurangan berikatan dengan support (Mohamad, 2015).
Amobilisasi yang menggunakan teknik pengikatan silang dilakukan dengan
menggunakan dua atau lebih pereaksi. Bahan yang digunakan adalah polietilen glikol
(PEG) dan glutaraldehid, dimana polietilen glikol sebagai agen presipitasi dan
glutaraldehid sebagai pembentuk ikatan silang (Bintang, 2010).
Gambar 2.3.
Metode ikatan silang (Elnashar, 2010).
2.2.1.4 Metode ikatan kovalen
Amobilisasi dengan pengikatan kovalen adalah pembuatan ikatan antara gugus
fungsi enzim seperti –OH, -SH, -NH2, dan –COOH atau sel mikroba dengan bahan
penyangga anorganik untuk membentuk ikatan kovalen yang stabil. Pembentukan ikatan
kovalen ini akibat dilapisi oleh glutaraldehid. Glutaraldehid digunakan untuk
membangun protokol antara gugus fungsi enzim dan bahan penyangga (Bintang, 2010).

2.2.2 Matriks imobilisasi enzim


Karakteristik matriks merupakan hal yang sangat penting untuk menentukan
keefektifan sistem imobilisasi enzim. Pemilihan matriks dapat mempengaruhi proses
imobilisasi karena sifat enzim maupun bahan pendukung kedua-duanya akan ditentukan
oleh sifat preparasi enzim yang telah diberi bahan pendukung. Sifat ideal support dapat
dijelaskan melalui hidrofilisitasnya, sifat inert terhadap enzim, biokompatibilitas, tahan
terhadap mikroba, tahan terhadap tekanan dan tidak memerlukan biaya yang tinggi
(Mohamad, 2015). Support dapat diklasifikasikan menjadi dua yaitu support organik dan
anorganik berdasarkan komposisi kimianya, dan bisa dibagi lagi menjadi polimer alami
dan sintetis (Tabel 2.1). Support yang paling banyak digunakan adalah karboksimetil-
selulosa, pati, kolagen, sefarosa termodifikasi, resin penukar ion, arang aktif, silika,
lempung, aluminium oksida, titanium, hidroksiapatit, dan beberapa polimer tertentu
(Mohammad, 2015).
Dalam menggunakan bahan pendukung untuk imobilisasi molekul-molekul aktif
seperti enzim, beberapa sifat dasar harus dimiliki oleh bahan pendukung tersebut, seperti
matriks berasal dari sumber komersial, matriks memiliki gugus fungsi yang mudah
diturunkan, matriks tersebut mempunyai stabilitas kimia dan mekanik yang baik, memiliki
kapasitas untuk molekul target, dan mudah digunakan (Elnashar, 2010).
Tabel 2.1 Klasifikasi matriks imobilisasi enzim (Elsanashar, 2010).

Organik Anorganik
Polimer alami Mineral
Selulosa Lempung attapulgit
Dekstran Bentonit
Pati Kieselgur
Agar dan agarosa Batu apung
Alginat Pasir
Karageenan
Protein
Kolagen
Gelatin
Albumin
Feritin
Polimer sintetik Bahan modifikasi
Polistiren Kaca tak berpori
Poliakrilat dan polimetakrilat Kaca yang dikontrol porinya
Poliakrilamid Logam oksida
Hidroksialkil metakrilat Katalis alumina
Polimer vinil Silika
Polimer maleat anhidrida Besi oksida
Polietilenglikol
Polimer aldehid
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Alat dan Bahan
Penulisan ini berdasarkan penelitian Silva, dkk (2013) tentang evaluasi aktivitas
enzimatik inulinase dari Aspergillus niger komersial yang diimobilisasi pada poliuretan
dengan tata kerja seperti yang diterangkan dibawah ini.

3.1.1 Alat yang digunakan

Alat yang digunakan pada penelitian ini adalah labu 500 mL, batang pengaduk,

3.1.2 Bahan yang digunakan

Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah Enzim inulinase komersial dari
Aspergillus niger (Fruktozim, ekso-inulinase EC 3.2.1.80 dan endo-inulinase EC 3.2.1.7)
yang bersumber dari Sigma-Aldrich, poliuretan, poliol polieter, toluen, diisosianat, larutan
sukrosa, dan buffer natrium asetat.

3.2 Metode Penelitian

Pada penelitian ini, ada beberapa tahap penelitian yang dilakukan oleh peneliti
antara lain yaitu :

1. Imobilisasi enzim inulinase komersial dari Aspergillus niger dengan menggunakan


polimer poliuretan.
2. Penentuan aktivitas enzim inulinase yang telah diimobilisasi dengan menggunakan
polimer poliuretan melalui metode 3,5-dinitrosalicylic acid (DNS).
3. Karakterisasi struktur katalis.

3.3 Prosedur Penelitian


3.3.1 Imobilisasi Inulinase
Reaksi sintesis poliuretan menggunakan volume monomer poliol polieter dan
toluen diisosianat yang berbeda (1, 3, 5, dan 50 mL) dengan perbandingan poliol
polieter:toluen diisosianat 1:1 (v/v). Reaksi polimerisasi dilakukan pada labu 500 mL.
Monomer-monomer tersebut dipindahkan dengan menggunakan plastic syringe. Setelah
penambahan monomer-monomer, sistem dihomogenkan dengan menggunakan batang
pengaduk selama 2 menit, dan biarkan reaksi berlangsung. Kemudian, tahap
polimerisasi dilakukan selama 5 menit dan dibiarkan semalam agar pemadatan
terbentuk. Selama polimerisasi, temperatur sistem dicatat.
Tahap imobilisasi dilakukan dengan menggunakan volume enzim yang
mengandung ekstrak glikolat 10%. Untuk imobiliasasi, enzim yang mengandung
ekstrak glikolat ditambahkan pada monomer poliol polieter dan dihomogenkan.
Selanjutnya, ditambahkan isosianat sehingga reaksi polimerisasi poliuretan dapat
dimulai. Gambar 3.1 memperlihatkan ilustrasi prosedur imobilisasi enzim inulinase.
Gambar 3.1 Prosedur penelitian imobilisasi enzim inulinase
Setelah tahap polimerisasi, poliuretan yang mengandung enzim dipisahkan
untuk penentuan aktivitas enzim inulinase. Cataloguing dilakukan untuk menguji
kehomogenitas dari distribusi enzim pada polimer. Penelitian ini juga melibatkan uji
stabilitas dari enzim yang telah diimobilisasi karena adanya pertimbangan bahwa enzim
ini telah berulangkali digunakan. Katalis yang diimobilisasi telah digunakan berulang
kali sebanyak 29 kali dalam waktu 59 hari.

3.3.2 Aktivitas Inulinase


Sebanyak 0.5 gram enzim diinkubasi dengan 4.5 mL larutan sukrosa 2% dalam
bufer natrium asetat (0,1 mol/L pH 5,5) pada suhu 50°C. Gula pereduksi kemudian
ditentukan dengan menggunakan metode 3,5-dinitrosalicylic acid (DNS). Satu unit
aktivitas inulinase didefinisikan sebagai jumlah enzim yang diperlukan untuk
menghidrolisis 1 µmol sukrosa per menit pada kondisi tertentu (sukrosa sebagai substrat).
Hasilnya, aktivitas inulinase dinyatakan per gram padatan kering (U/mgds).

3.3.3 Karakterisasi Struktur Katalis


Sampel katalis dianalisis dalam kaitannya dengan struktur melalui adsorpsi
nitrogen pada 77 K menggunakan instrumen Quantachrome Autosorb-1 seri 2200e.
Sebelum analisis, sampel diperlakukan dibawah vakum pada 373 K untuk pengeringan dan
kemudian dialirkan gas cair N2. Rata-rata daerah dangkal spesifik ditentukan dengan
metode BET sedangkan rata-rata diameter pori diperoleh dengan menggunakan metode
BJH (Barret, Joynere, Halenda).
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
Mengingat kedua reaksi polimerisasi poliuretan berlangsung dengan pembebasan
panas dan kenyataan bahwa ini mungkin parameter penting mengenai aktivitas enzim,
awalnya telah dievaluasi hubungan antara volume monomer isosianat dan poliol dengan
panas yang dibebaskan selama reaksi polimerisasi dan rasio volume monomer konstan
yaitu 1: 1. Dalam tahap 5 reaksi polimerisasi yang dilakukan dengan menggunakan volume
monomer 1, 3, 5, 10 dan 50 mL. Hubungan antara volume monomer dan suhu reaksi
disajikan pada Tabel 4.1.

Tabel 4.1 Variasi temperatur reaksi sebagai fungsi volume monomer

No. Isosianat (mL) Poliol (mL) Temperatur (°C)


1 1 1 42
2 3 3 57
3 5 5 57
4 10 10 77
5 50 50 85

Seperti dapat dilihat dari tTabel ini, menunjukkan hubungan langsung antara
kenaikan suhu reaksi dengan volume monomer yang bekerja untuk reaksi polimerisasi
poliuretan. Peningkatan suhu diamati pada suhu 42-, 57, 77, dan 85°C ketika volume
monomer meningkat dari 1 sampai 50 mL.

Mengingat bahwa enzim yang akan diimobilisasi dalam studi ini memiliki stabilitas
termal sampai kira-kira 70 ◦C (data tidak ditampilkan), volume monomer dari 5 mL (run 3,
suhu reaksi 57 ◦C) dipilih untuk imobilisasi eksperimen, yang dalam batasan stabilitas
termal enzim, lebih tepatnya, dekat dengan suhu optimum untuk enzim ini (50 ◦C).
Dalam konteks ini, tahapan imobilisasi dilakukan dengan 1 mL ekstrak glikolat
yang mengandung enzim 10% dari volume total, sebelumnya diencerkan dalam 5 ml
monomer poliol. Setelah penentuan kondisi eksperimental terbaik untuk imobilisasi
inulinase, analisis enzim yang diimobilisasi pada poliuretan yang dilakukan,
menggunakan sukrosa dan inulin sebagai substrat. Aktivitas awal enzim diperoleh 300 dan
225 U / g, masing-masing, untuk sukrosa dan inulin. Data yang diperoleh pada langkah ini
disajikan dalam Gambar 4.1.

Gambar 4.1 Aktivitas residual untuk pemanfaatan kembali inulinase yang


diimobilisasi dengan poliuretan menggunakan sukrosa (a) dan inulin (b) sebagai substrat.

Pemeriksaan angka ini memungkinkan kita untuk memverifikasi bahwa sampai


hari ke-20 aktivitas residu stabil untuk kedua substrat. Pada hari ke-40 itu terlihat bahwa
aktivitas ini adalah 50% dari nilai aktivitas awal. Melalui plot Michaelis-Menten
mungkinkan untuk menentukan waktu paruh enzim di kedua substrat sukrosa 28
hari (693 jam) dan inulin 48 hari (1155 jam). Nilai km untuk sukrosa dan inulin adalah
34,2 M dan 211,6 M dan nilai Vmax masing-masing yaitu 17,1 mol L min-1 dan 8,4 mol L
min-1, masing-masing.

Astolfi et dkk (2011) mengevaluasi parameter kinetik ekstrak kasar enzim bebas
inulinase dari Kluyveromyces marxianus NRRL Y-7571 dan memperoleh nilai Km untuk
sukrosa dan inulinase dari 2,94 mM dan 8,71 mM, masing-masing, dan nilai Vmax yaitu
0,053 mol L min-1 dan 0,017 mol L min-1.
Ettalibi dan Baratti (2001) telah mengimobilisasi enzim inulinase dari Aspergillus
ficuum dan memperoleh nilai Km sebesar 0,060 M dan Vmax 192U g-1 dengan
menggunakan sukrosa sebagai substrat. Nguyen et al. (2011) mengevaluasi parameter
kinetik Km dan Vmax dari enzim inulinase bebas yang diimobilisasi menggunakan kitin
sebagai bahan penyangga (support), diperoleh nilai 2,04% (b / v) dan 80,88 U / mg, dan
2,19% (b / v) dan 291,58 U / g, masing-masing, menggunakan sukrosa sebagai substrat.

Stabilitas enzim yang telah diimobilisasi adalah parameter yang sangat penting dan
menentukan kemungkinan enzim dapat diaplikasikan dalam skala besar untuk mengurangi
biaya operasi untuk tujuan praktis. Gülay dan Sanli-Mohamed (2012) mempelajari
imobilisasi rekombinan thermoalkalophilic esterase dari Geobacillus sp. dengan Ca-
alginat, dan setelah tiga siklus berikutnya lebih dari 80% dari aktivitas enzim dengan
silikat berlapis alginat dapat dipertahankan stabilitasnya.

Danisman dkk. (2004) melakukan imobilisasi enzim invertase dengan metode


ikatan kovalen pada membran pHEMA-GMA, dan dapat diamati aktivitasnya dapat
dipertahankan 78% dari aktivitas awal setelah 35 hari penyimpanan dan Akgol dkk.
(2001) aktivitas dapat dipertahankan sebanyak 62% setelah 28 hari untuk invertase yang
diimobilisasi pada PVAL mikrosfer pada 4 ◦C, sedangkan enzim bebas menurut kedua
penelitan ini enzim tersebut kehilangan semua aktivitasnya.

Cadena dkk. (2010) melakukan imobilisasi enzim invertase dengan


menggunakan PU dan diperoleh bahwa enzim dapat digunakan lebih dari 2 bulan
tanpa hilangnya aktivitas yang besar (68,5% aktivitas dapat dipertahankan) dan
dipertahankan 12,6% setelah lima kali penggunaan.

Dalam sebuah penelitian yang dilakukan oleh Quezada dkk. (2009) menggunakan
PU + iso-propanol sebagai co-substrat untuk imobilisasi Monascus kaoliang CBS 302,78,
penulis membuktikan bahwa setelah 17 kali penggunaan enzim, enzim dapat
dipertahankan 60% aktivitas katalitiknya.

Memperhatikan bahwa sifat kimia PU cukup kompleks, tergantung pada perbedaan


konstituen diisosianat dan dyol atau poliol, poliuretan yang dihasilkan mungkin sangat
berbeda, masing-masing dengan kelebihan dan kekurangannya. Isosianat dapat bereaksi
dengan berbagai gugus kimia, dan sifat yang dihasilkan dari polimer akan bervariasi sesuai
dengan rute reaksi. PU mungkin memiliki struktur yang sangat beragam tergantung pada
jenis isosianat dan jenis komponen hidrogen reaktif yang ada dalam perumusan. Adanya
berbagai gugus di sepanjang urethane yang saling terkait akan mengontrol sifat polimer
yang dihasilkan. Memperluas ikatan silang dapat bervariasi dan akan tercermin dalam sifat
akhir dari PU, mulai dari rantai linear elastomer yang fleksibel, kaku, dan berat
polimer(Bruins, 1969). Karena sifat kimia dari sampel PU yang digunakan dalam
penelitian ini tidak diketahui, begitu juga sifat kimia dari PU yang digunakan dalam
referensi ini, sehingga tidak mungkin bagi kita untuk membuat perbandingan hasil yang
lebih lengkap.

Sesuai dengan penelitian Guncheva dkk. (2011) lipase dari Candida rugosa telah
diamobilisasi pada PU dan diterapkan dalam esterifikasi asam palmitat dengan setil
alkohol. Penulis mengamati bahwa aktivitas biokatalis dapat dipertahankan 80% dari
aktivitas aslinya setelah lima belas kali penggunaan. Sel Bacillus sp. diamobilisasi dalam
alginat dan PU menunjukkan tingginya degradasi phthalate dibandingkan dengan sel
bebas dan dapat digunakan secara berulang lebih dari 12 dan 24 kali, masing-masing (Patil
et al., 2006).

Seperti data yang ditunjukkan pada Gambar 4.2 kandungan protein disajikan
pengurangan sebagai kegiatan residual menurun, yang berarti bahwa setelah siklus 20
reuse kekuatan katalitik enzim berkurang. Menurut Fang et al. (1995), yang biogranules
mikro adalah sangat tergantung pada kinetika degradasi substrat. Para penulis ini
mengamati bahwa biogranules mengembangkan struktur berlapis ketika langkah degradasi
awal adalah jauh lebih cepat daripada berikutnya tangga. Biogranules mengobati pati
sebagai satu-satunya substrat disajikan didefinisikan dengan baik mikro tiga lapis (Fang
dan Kwong, 1994).

Pada penelitian Song et al. (2010), Kluyveromyces lactis β-Galaktosidase yang


dibuat perlakuan dengan laktosa untuk mencegah berkurangnya aktivitas selama proses
imobilisasi, dan glutaraldehid digunakan sebagai pereaksi untuk mengimobilisasi β-
galaktosidase pada permukaan gel silika, menunjukkan penggunaan berulang lebih baik
daripada amobilisasi non-pretreatment b-galaktosidase, dengan 63,9% dari aktivitas
aslinya masih dipertahankan setelah 10 kali pemakaian.

Secara umum, hasil imobilisasi secara kovalen dapat menurunkan aktivitas enzim
yang dihasilkan dari transformasi gugus fungsi (misalnya, gugus amino yang bereaksi
dengan gugus fungsi
aldehida yang ada didalam
reagen ikatan silang atau
dengan gugus isosianat) atau
dari perubahan
struktural oleh lampiran
multipoint. Dalam sebuah
garis besar yang
diusulkan oleh Bakker
et al. (2000), isosianat yang
bisa bereaksi dengan
komponen enzim yang
mengandung gugus amino
maupun hidroksil
selama polimerisasi,
yang pertama menjadi jauh
lebih reaktif menuju
isosianat.
Gambar 4.2 kandungan protein dan aktivitas spesifik inulinase yang diimobilisasi pada
poliuretan dengan substrat (a) inulin (b)sukrosa

Proses ini berjalan terus-menerus sampai semua gugus isosianat habis bereraksi.
Akibatnya, CO2 yang dihasilkan mengisi matriks polimer seperti PU. Karena gugus amina
dan gugus hidroksil sudah berada di permukaan enzim, katalis diikat silang oleh isosianat
pada pre-polimer. Akibatnya, enzim yang diimobilisasi secara kovalen mengandung bahan
biokatalitik dapat diperoleh dalam bentuk ikatan silang. Manfaat dari pengujian ini adalah
bahwa proses ini lebih cepat dan aktivitas yang lebih tinggi dapat dipertahankan (Ozdemir,
2009).

Sehubungan dengan karakterisasi struktural pada bahan pendukung sebelum dan


sesudah imobilisasi, menghasilkan volume total pori enzim sebelum imobilisasi adalah
0.002 mL/g dan setelah imobilisasi sebesar 0.007 mL/g. Sedangkan luas permukaan
sebelum imobilisasi adalah sebesar 0.56 m2/g dan setelah imobilisasi 3.77 m2/g. Hasil ini
menunjukkan bahwa enzim yang telah diimobilisasi dan dilakukan modifikasi struktur
bahan pendukung dapat meningkatkan stabilitas enzim.
BAB V

KESIMPULAN

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan oleh Silva, dkk tahun 2013 dapat
diambil kesimpulan bahwa tahap penting dalam proses imobilisasi enzim memungkinkan
enzim dapat digunakan kembali. Efektivitas proses imobilisasi tergantung pada bahan
pendukung yang digunakan. Keuntungan dari imobilisasi ini adalah proses cepat dan
diperoleh tingginya aktivitas enzim yang dapat dipertahankan. Inulinase yang telah
diimobilisasi pada poliuretan mempertahankan aktivitas inulinase 49,7% untuk sukrosa
dan 49,4% untuk inulin dari aktivitas awal selama 1008 jam dan setelah penggunaan 24
kali.
DAFTAR PUSTAKA

Astolfi, V., Joris, J., Verlindo, R., Oliveira, J.V., Maugeri, F., Mazutti, M.A., de Oliveira,
D., Treicheil, H. 2011. Operation of a fixed-bed bioreactor in batch and fed-batch
modes for production of inulinase by solid-state fermentation. Biochem. Eng. J. 58-
59, 39-49.

Bintang, M. 2010. Biokimia Teknik Penelitian. Jakarta: Erlangga.

El-Naggar, N.E., Metwally, E.A., El-Tanash, A.B., Sherief, A.A. 2014. Screening of
Inulinolytic Potentialities of some Fungi Isolated from Egyptian Soil. Biotechnology.
13(4):152-158.
Elnashar, M., M. 2010. Review Article : Immobilized Molecules Using Biomaterials and
Nanotechnology. Journal of Biomaterials and Nanotechnology. 1:61-77.

Ettalibi, M., Baratti, J.G. 2001. Sucrose hydrolysis by thermostable immobilized inulinases
from Aspergillus ficuum. Enzyme Microb. Technol. 28, 596-601.

Gulay, S., Sanli-Mohamed, G. 2012. Immobilization of thermoalkalophilic recombinant


esterase enzyme by entrapment in silicate coated Ca-alginate beads and its
hydrolytic properties. Int.J.Biol.Macromol. 50, 545-551.

Laowklom, N., Chantanaphan, R., Pinphanichakarn, P. 2012. Production, Purification and


Characterization of Inulinase from a Newly Isolated Streptomyces sp. CP01.
Natural Resources. (3): 137-144.

Missau, J., Scheid, A.J., Foletto, E.L., Jahn, S.L., Mazutti, M.A., Kuhn, R.C. 2014.
Immobilization of commercial inulinase on alginate-chitosan beads. Sustainable
Chemical Process. 2:13.

Mohammad, N.R. Marzuki N.H.C., Buang, N.A., Huyop, F., Wahab, R.A. 2015. An
overview of technologies for immobilization of enzymes and surface analysis
techniques for immobilized enzymes. Biotechnology & Biotechnological Equipment.
29(2):205-220.

Narayanan, M., Srinivasan, B., Gayathiri,A., Ayyadurai, A., Mani, A. 2013. Studies on the
Optimization and Characterization for the Biosynthesis of Inulinase under Solid state
Fermentation. International Journal od ChemTech Research. 5(1):376-384.

Nguyen, Q.D., Rezessy-Szabo, J.M., Gzukorb, B., Hoschke, A. 2011. Continuous


Production of oligofructose syrup from Jerusalem artichoke juice by immobilized
endo-inulinase. Process Biochem. 46, 298-303.

Silva, M.F., Rigo, D., Mossi, V., Dallago, R.M. Henrick, P., Kuhn, G.O., Rosa, C.D.,
Oliveira, D., Oliveira, J.V., Treichel, H. 2013. Evaluation of enzymatic activity of
commercial inulinase from Aspergillus niger immobilized in polyutethane foam.
Food and Bioproducts Processing. 54-59.

Spahn, C., Minteer, S.D. 2008. Enzyme Immobilization in Biotechnology. Recent Patents
on Engineering. (2):195-200.
Skowronek, M., Fiedurek, J., Trytek, M. 2011. Inulinase Production by Aspergillus niger
Micellium Immobilized on Polyurethane Foam in a Bioreactor with Alternative
Oxygenation. International Journal of Biotechnology Applications. 3(2): 80-88.

Susilowati, A. 2013. Alternatif Enzim Inulinase dari Kapang Endofit Hasil Isolasi Kulit
Umbi Dahlia Merah (Dahlia spp) Lokal dan Aplikasinya sebagai Sumber Enzim
Inulinase untuk Perolehan Serat Inulin.

Anda mungkin juga menyukai