Anda di halaman 1dari 15

ANALISIS & INTERPRETASI DATA KINETIKA

SISTEM REAKTOR BATCH

PERCOBAAN KINETIKA REAKSI


Salah satu cakupan atau ruang lingkup studi kinetika reaksi adalah penentuan kecepatan reaksi
secara kuantitatif; hal ini menjadi titik berat pekerjaan seorang chemical engineer yang harus
melakukan perancangan reaktor kimia dalam skala komersial. Untuk itulah, pecobaan atau eksperimen
kinetika harus dilakukan. Beberapa pendekatan umum yang harus dilakukan dalam melakukan
percobaan kinetika reaksi adalah:
1. Pemilihan spesies (reaktan atau produk) untuk memantau atau mengamati keberlangsungan
reaksi dan/atau untuk menspesifikasi kecepatan reaksi.
2. Pemilihan jenis reaktor yang digunakan dan mode pengoperasiannya (misalnya: reaktor batch
yang beroperasi pada volume tetap)
3. Pemilihan metode untuk mengamati keberlangsungan reaksi terhadap waktu (misalnya:
dengan analisis kimia)
4. Pemilihan strategi percobaan, yakni bagaimana cara melakukan percobaan kinetika, termasuk
jumlah dan jenis percobaan yang diperlukan; bagaimana mengantisipasi adanya kemungkinan
reaksi-reaksi samping; bagaimana kondisi operasinya; bagaimana menjamin supaya data-data
yang dihasilkan mempunyai reproducibility yang tinggi; dsb.
5. Pemilihan metode untuk menentukan harga-harga parameter kecepatan reaksi secara
kuantitatif/numerik.
Penentuan persamaan kecepatan reaksi biasanya dilakukan melalui 2 langkah prosedur, yakni:
1. Pengaruh konsentrasi (concentration-dependence) yang dilakukan pada suhu tetap
2. Pengaruh suhu (temperature-dependence) yang dilakukan untuk memperoleh harga konstanta
kecepatan reaksi (k) sebagai fungsi suhu. Untuk ini, percobaan dilakukan pada berbagai variasi
suhu T.
Sistem reaktor (dalam percobaan kinetika):
1. Reaktor batch (umumnya digunakan untuk studi kinetika reaksi-reaksi homogen)
2. Reaktor alir / kontinyu (umumnya digunakan untuk studi kinetika reaksi-reaksi heterogen)
Percobaan kinetika sistem batch pada umumnya dilakukan pada kondisi isotermal dan pada volume-
tetap (atau densitas-tetap), karena hasilnya lebih mudah diinterpretasikan. Selain itu, percobaan batch
melibatkan peralatan-peralatan yang relatif sederhana, sehingga mudah diterapkan dalam percobaan
skala-kecil.
Keberlangsungan reaksi pada berbagai waktu (concentration-dependence) secara kuantitatif dapat
diamati atau dipantau melalui pengukuran-pengukuran:
1. Pengukuran konsentasi komponen i (Ci) secara langsung; Metode Kimia
Contohnya: titrasi asam dengan basa, titrasi basa dengan asam, presipitasi ion dalam suatu
senyawa insoluble.
Metode kimia ini sering digunakan untuk reaksi-reaksi yang berlangsung relatif lambat.
2. Pengukuran konsentasi komponen i (Ci) secara tidak langsung, yakni melalui pengukuran sifat-
sifat lain yang bergantung kepada konsentrasi; Metode Fisika
Pada saat reaksi kimia berlangsung, sifat-sifat fisik sistem reaksi mengalami perubahan
seiring dengan perubahan komposisi kimiawi yang terjadi. Oleh karena itulah, perubahan
sifat-sifat fisik yang bersesuaian (secara kuantitatif) yang diukur menunjukkan (secara tidak
langsung) kecepatan reaksinya. Hubungan antara sifat-sifat fisik tersebut dengan konsentrasi
atau komposisi harus ditentukan melalui prosedur kalibrasi yang menghasilkan kurva
kalibrasi atau kurva/grafik standar.
Keuntungan metode fisika ini adalah pemantauan keberlangsungan reaksi dapat dilakukan
secara kontinyu/terus-menerus, melalui penggunaan instrumen-instrumen yang bersesuaian,
tanpa mengganggu sistem reaksi (yang disebabkan oleh kegiatan pengambilan sampel).
Contoh metode-metode fisika:
♦ Perubahan tekanan total sistem reaksi (pada sistem reaktor batch bervolume-tetap) pada
reaksi fase gas yang melibatkan perubahan jumlah mol gas.

dy/igsb/swm/analisis & interpretasi data kinetika-sistem reaktor batch/2007/halaman 1 dari 15 halaman


♦ Perubahan volume sistem reaksi (pada sistem reaktor batch bertekanan-tetap)
♦ Perubahan sudut putaran optik zat-zat (dalam sistem reaksi yang melibatkan isomer-
isomer optik aktif; misalnya reaksi inversi sukrosa). Instrumen yang digunakan adalah
polarimeter yang mengukur sudut putaran cahaya yang terpolarisasi karena melewati
sistem.
♦ Perubahan hantaran listrik zat-zat (dalam sistem reaksi yang melibatkan zat-zat yang
terionisasi; misalnya reaksi hidrolisis etil asetat). Reaksi dilakukan di dalam sebuah sel
hantaran.
♦ Perubahan indeks bias zat-zat, yang melibatkan penggunaan refraktometer (untuk
sistem fase cair) atau interferometer (untuk sistem fase gas)
♦ Perubahan warna atau kekeruhan atau serapan cahaya (absorbansi) zat-zat. Instrumen
yang digunakan adalah spektrofotometer.
Selain besaran-besaran yang bersifat concentration-dependent tersebut di atas, beberapa besaran
berikut ini perlu diukur dalam studi kinetika reaksi, yakni:
1. Suhu, T (pada umumnya T tidak hanya perlu diukur, melainkan juga perlu dikontrol atau
dikendalikan, karena kecepatan reaksi relatif sangat dipengaruhi oleh suhu),
2. Tekanan, P,
3. Besaran-besaran geometrik (seperti: panjang, L, dilatometer (untuk sistem reaktor bervolume-
berubah), luas permukaan katalis, A, dan volume bejana reaksi, V),
4. Waktu, t, dan
5. Laju alir fluida yang masuk dan keluar reaktor, Q (dalam sistem reaktor alir)

PROSEDUR ANALISIS DAN INTERPRETASI DATA KINETIKA


Prosedur ini dimaksudkan untuk mengolah, menganalisis, dan menginterpretasikan data-data
percobaan, guna menghasilkan persamaan kecepatan reaksi secara kuantitatif.
Dua prosedur atau metode atau teknik analisis dan interpretasi data kinetika:
1. Metode integral (atau integrasi)
Didasarkan pada hasil integrasi persamaan kecepatan reaksi. Pada metode ini, analisis data
kinetika dilakukan dengan mengalurkan beberapa fungsi konsentrasi reaktan versus waktu,
dalam grafik-grafik yang bersesuaian.
Relatif mudah digunakan dan diterapkan, meskipun bersifat trial and error
Direkomendasikan untuk: ♦ pengujian sebuah mekanisme reaksi
♦ persamaan-persamaan kinetika yang sederhana
♦ data-data kinetika yang persebarannya tidak cukup baik
(atau tidak menentu)
2. Metode diferensial (atau diferensiasi)
Didasarkan pada diferensiasi data-data percobaan (konsentrasi versus waktu) untuk
memperoleh kecepatan reaksi yang sebenarnya. Pada metode ini, analisis data kinetika
dilakukan dengan menduga beberapa hubungan antara kecepatan reaksi sebagai fungsi
konsentrasi, dan menguji dugaan-dugaan tersebut melalui grafik-grafik yang bersesuaian.
Terkait langsung dengan persamaan kecepatan reaksi dalam bentuk diferensial.
Mengevaluasi harga-harga turunan dCi/dt atau dpi/dt atau dP/dt dalam persamaan kecepatan
reaksi (dari data-data percobaan)
Dapat digunakan untuk persamaan-persamaan kinetika yang lebih kompleks
Memerlukan data-data yang banyak dan akurat

Pada sistem reaktor batch bervolume-tetap atau berdensitas-tetap (constant-volume or constant-density


batch reactor), kecepatan reaksi homogen komponen i dapat dinyatakan sebagai:
d ⎛⎜ i ⎞⎟
n
1 d ni V ⎠ d Ci
ri = = ⎝ =
V dt dt dt
Untuk sistem reaksi fase gas isotermal (yang jumlah mol komponen-komponenya mengalami
perubahan), ri dapat dinyatakan sebagai perubahan tekanan total sistem atau perubahan tekanan parsial
komponen i per satuan waktu.

dy/igsb/swm/analisis & interpretasi data kinetika-sistem reaktor batch/2007/halaman 2 dari 15 halaman


Hubungan antara tekanan parsial i (pi) dengan tekanan total sistem (P atau Pt atau π):
n
pi = yi P dan yi = i
nt
Karena: ∑y
i
i = 1 maka: ∑p
i
i =P

Hubungan antara tekanan parsial i (pi) dengan konsentrasi molar i (Ci):


⎛n ⎞ pi
pi = z ⎜ i ⎟ R T = z Ci R T atau: Ci =
⎝V ⎠ z RT
Pada densitas yang relatif rendah: z =1; dan untuk penyederhanaan, jika gas-gas dianggap
p d Ci 1 d pi
mengikuti perilaku gas ideal, maka: Ci = i sehingga: ri = =
RT dt R T dt
n
n 1 d pi ⎛ p ⎞ k n
Jika: ri = k C i maka: = k ⎜⎜ i ⎟⎟ = pi
R T dt ⎝ R T ⎠ (R T ) n

d pi k n n
sehingga: = pi = k' pi
dt (R T ) n −1

(Ingat kembali: bagaimana cara menjabarkan hubungan antara konsentrasi dengan tekanan, pada
materi kuliah sebelumnya)
Untuk reaksi-reaksi fase gas dengan perubahan jumlah mol, cara sederhana untuk menentukan
kecepatan reaksi adalah dengan mengikuti atau mengamati perubahan tekanan total sistem reaksi.
Tinjaulah reaksi dengan persamaan stoikiometri berikut: a A + b B rR+sS
Hubungan antara tekanan parsial komponen dengan perubahan tekanan total sistem selama reaksi
berlangsung dinyatakan sebagai:
a
p A = C A R T = p A0 − (P − P0 )
r + s−a−b
r
pR = C R R T = pR 0 + (P − P0 )
r + s−a−b
pinert = Cinert R T = pinert ,0
νi
atau, secara umum: pi = Ci R T = pi 0 + (P − P0 )
∑i
ν
Keterangan:
pi ≡ tekanan parsial i setiap saat R ≡ konstanta gas universal
pi0 ≡ tekanan parsial i mula-mula T ≡ suhu mutlak
P ≡ tekanan total sistem setiap saat νi ≡ koefisien stoikiometri reaksi (jangan lupa
P0 ≡ tekanan total sistem mula-mula konvensi untuk harga νi!!)
yi ≡ fraksi mol i fase gas k ≡ konstanta kecepatan reaksi (berbasis satuan
ni ≡ jumlah mol i konsentrasi molar)
nt ≡ jumlah mol total (termasuk inert) k’ ≡ konstanta kecepatan reaksi (berbasis satuan
Ci ≡ konsentrasi molar i tekanan)
z ≡ faktor kompresibilitas gas n ≡ orde reaksi
V ≡ volume sistem reaksi (fluida)

METODE INTEGRAL UNTUK ANALISIS DATA


Beberapa metode yang tercakup dalam metode integral untuk menganalisis data kinetika:
1. Metode grafik (atau metode grafik pembanding)
Metode ini bersifat trial and error
Plotkan data-data kinetika dalam grafik yang bersesuaian (yakni grafik antara persamaan
kecepatan reaksi (dugaan/tebakan/asumsi) yang telah diintegrasikan versus waktu). Orde
reaksi tebakannya dianggap sesuai jika plot yang dihasilkan membentuk garis lurus (linier).
Penyimpangan terhadap bentuk linier dapat dinyatakan dalam 2 bentuk, yakni: (a)
kelengkungan positif atau naik (positive/upward curvature), atau (b) kelengkungan negatif
atau turun (negative/downward curvature). (Perhatikan 2 buah grafik berikut ini!!)
dy/igsb/swm/analisis & interpretasi data kinetika-sistem reaktor batch/2007/halaman 3 dari 15 halaman
Kelengkungan positif akan teramati jika orde reaksi yang ditebak (atau diasumsikan) lebih
besar daripada orde reaksi yang sebenarnya. Dan sebaliknya, kelengkungan negatif akan
teramati jika orde reaksi yang ditebak (atau diasumsikan) lebih kecil daripada orde reaksi
yang sebenarnya.
Prosedur umum metode integral untuk analisis data (metode grafik):
Mulai

Data-data percobaan kinetika

Tentukan model persamaan kinetika


yang dianggap mewakili

Tebak orde reaksi

Integrasikan persamaan kinetika


yang ditinjau

Linierisasikan persamaan
yang bersesuaian

Hitung harga-harga
parameter kinetikanya

Tidak Sesuai dengan


data percobaan kinetika?

Ya

Persamaan kinetika (lengkap dengan harga-harga


parameter kinetikanya)

Selesai

2. Metode merata-ratakan harga k (k averaging procedure) – metode numerik


Metode ini bersifat trial and error
Metode ini dilakukan melalui perhitungan harga k (pada sebuah orde reaksi yang
ditebak) secara individual, dan kemudian merata-ratakannya. Jika harga-harga k yang
diperoleh tidak menunjukkan adanya konsistensi, berarti orde reaksi yang ditebak tidak
sesuai, dan harus ditebak orde yang lain.

dy/igsb/swm/analisis & interpretasi data kinetika-sistem reaktor batch/2007/halaman 4 dari 15 halaman


Perhatikan 2 buah grafik berikut ini!! Grafik (a) menunjukkan harga-harga k yang tidak
konsisten (karena adanya variasi yang cukup lebar antara harga-harga k yang dihitung pada
pasangan-pasangan data yang berbeda). Grafik (b) menunjukkan harga-harga k yang relatif
konsisten (karena harga-harga k yang dihitung pada pasangan-pasangan data yang berbeda
tidak terlalu bervariasi).

(a) (b)
Catatan: Konsistensi harga k biasanya berarti pula bahwa harga-harga k tersebut relatif
tetap (pada pasangan-pasangan data yang berbeda), dan tidak menunjukkan
kecenderungan naik ataupun turun.
Beberapa macam cara perhitungan harga k: (a) Metode long-interval
(b) Metode short-interval
(c) Metode least-squares
Ilustrasi:
Untuk pasangan data-data kinetika berikut ini:
t 0 t1 t2 t3 t4 t5
CA CA0 CA1 CA2 CA3 CA4 CA5
Jika orde reaksi yang ditebak: n = 1, maka persamaan kecepatan reaksi yang telah diintegrasi
C
mempunyai bentuk: ln A0 = k t ... (*)
CA
C
Dengan demikian, jika reaksi yang ditinjau benar-benar berorde-1, maka plot antara ln A0
CA
versus t akan menghasilkan bentuk yang linier (garis lurus). Atau, harga-harga k yang dihitung
berdasarkan kinetika reaksi orde-1 akan konsisten. Langkah-langkah yang sama atau analog
berlaku juga jika orde yang ditebak: selain n = 1.
(a) Metode long-interval:
t 0 t1 t2 t3 t4 t5
CA CA0 CA1 CA2 CA3 CA4 CA5
k C C C C C
ln A0 ln A0 ln A0 ln A0 ln A0
tebakan - C A1 C A2 C A3 C A4 C A5
k1 = k2 = k3 = k4 = k5 =
orde-1 t1 t2 t3 t4 t5

Maka, harga k rata-ratanya = ∑k i


=
k1 + k2 + k3 + k4 + k5
∑i 5

(b) Metode short-interval:


t 0 t1 t2 t3 t4 t5
CA CA0 CA1 CA2 CA3 CA4 CA5
k C C C C C
ln A0 ln A1 ln A2 ln A3 ln A4
tebakan - C A1 C A2 C A3 C A4 C A5
k1 = k2 = k3 = k4 = k5 =
orde-1 t1 − 0 t2 − t1 t3 − t 2 t4 − t3 t5 − t4

Maka, harga k rata-ratanya = ∑k i


=
k1 + k2 + k3 + k4 + k5
∑i 5

dy/igsb/swm/analisis & interpretasi data kinetika-sistem reaktor batch/2007/halaman 5 dari 15 halaman


(c) Metode least-squares
Berdasarkan metode least-squares terhadap persamaan (*), maka harga k untuk orde tebakan
⎛ C ⎞
∑ ⎜⎜ ti .ln CA0 ⎟⎟
n = 1, dapat dihitung dengan cara: k = ⎝ Ai ⎠

∑ ti
2

Nomor 0 1 2 3 4 5 Jumlah
t 0 t1 t2 t3 t4 t5 ∑ ti
CA CA0 CA1 CA2 CA3 CA4 CA5 ∑C Ai

∑t
2 2 2 2 2 2
t2 - t1 t2 t3 t4 t5 i

C A0 C A0 C A0 C A0 C A0 C A0 ⎛ C A0 ⎞
t .ln
CA
- t1 .ln
C A1
t2 .ln
C A2
t3 .ln
C A3
t4 .ln
C A4
t5 .ln
C A5 ∑ ⎜⎜ t .ln C
i
⎟⎟
⎝ Ai ⎠

(Ingat kembali: bagaimana cara menentukan parameter-parameter sebuah persamaan


empirik dengan metode least-squares/kuadrat terkecil, pada mata kuliah lain yang
bersesuaian).

3. Metode fractional-life atau metode waktu paruh (half-life)


Metode ini didasarkan pada hubungan antara fractional-life atau waktu paruh reaksi dengan
konsentrasi reaktan A mula-mula (lihat kembali di dalam materi kuliah sebelumnya).
Hubungan antara waktu paruh (t½) versus konsentrasi awal reaktan:

( 1 )1 − n − 1 ⎜ ( )
⎛ 1 1− n − 1 ⎞

atau: log t 1 = log ⎜ 2 ⎟ + (1 − n ) log C A0
1− n
t 12 = 2 C A0 [n ≠ 1]
(n − 1) k 2 ⎜ (n − 1) k ⎟
⎝ ⎠
Analog, hubungan antara waktu fraksional (tF) versus konsentrasi awal reaktan:
F 1− n − 1 ⎛ F 1− n − 1 ⎞
tF = C A0
1− n
atau: log t F = log ⎜⎜ ⎟⎟ + (1 − n ) log C A0 [n ≠ 1]
(n − 1) k ⎝ (n − 1) k ⎠
Pada metode ini, percobaan dilakukan dengan mengukur harga-harga t½ atau tF pada berbagai
variasi konsentrasi awal reaktan (CA0). Plot linier antara log t½ atau log tF versus log CA0

menghasilkan kemiringan/slope sebesar (1-n) dan intercept sebesar log ⎜ 2


⎛ 1 1− n − 1 ⎞
⎜ ⎟ ( )
⎟ atau
⎜ (n − 1) k ⎟
⎝ ⎠
⎛ F − 1⎞
1− n
log ⎜⎜ ⎟⎟ . Dengan demikian, harga orde reaksi (n) dan konstanta kecepatan reaksinya (k)
⎝ (n − 1) k ⎠
dapat dihitung berdasarkan harga-harga slope dan intercept tersebut.

METODE DIFERENSIAL UNTUK ANALISIS DATA


Metode diferensial dilakukan dengan mengevaluasi seluruh term dalam persamaan kecepatan reaksi
d Ci d pi dP
yang berbentuk diferensial (meliputi: , , atau ) dan menguji kesesuaian bentuk
dt dt dt
persamaan kecepatan reaksi yang ditinjau dengan data-data yang diperoleh berdasarkan percobaan.
Harga-harga parameter kinetikanya dapat ditentukan melalui prosedur atau teknik linierisasi terhadap
model persamaan kinetika yang ditinjau. Jika ada 2 model persamaan kinetika yang ditinjau:
d CA n
1. Bentuk: − rA = − = k CA
dt
⎛ d CA ⎞
Bentuk ini dapat dilinierisasi menjadi: log ⎜ − ⎟ = log k + n .log C A
⎝ dt ⎠
atau: log (− rA ) = log k + n .log C A

dy/igsb/swm/analisis & interpretasi data kinetika-sistem reaktor batch/2007/halaman 6 dari 15 halaman


(Catatan: logaritma bilangan dasar 10
(log) dapat saling digantikan dengan
logaritma bilangan dasar natural (ln))
Slope = n

d CA k1 C A
2. Bentuk: − rA = − =
dt 1 + k2 C A
Bentuk ini dapat dilinierisasi menjadi:
1 k 1 1 1 k 1 1
(a) = 2+ atau: = 2 +
d C A k1 k1 C A − rA k 1 k 1 C A

dt
⎛ d CA ⎞
⎜− ⎟
d C A k1 1 ⎝ dt ⎠ k 1 (− rA )
(b) − = − atau: − rA = 1 −
dt k2 k2 CA k2 k2 C A

(a) (b)

Catatan:
Selain dengan teknik linierisasi terhadap model persamaan kinetika yang dipilih (seperti yang
disajikan di atas), metode diferensial juga dapat dilakukan secara trial and error.
Tinjaulah persamaan kecepatan reaksi yang dituliskan dalam bentuk umum:
d CA
− rA = − = f ( CA )
dt
dan f(CA) ditebak atau diasumsikan. Bentuk persamaan kecepatan reaksi tebakan tersebut
d CA
dianggap sesuai jika plot antara − rA = − versus f (CA) menghasilkan bentuk yang linier.
dt
(lihat gambar berikut ini)

dy/igsb/swm/analisis & interpretasi data kinetika-sistem reaktor batch/2007/halaman 7 dari 15 halaman


Prosedur umum metode diferensial untuk analisis data:
Mulai

Data-data percobaan kinetika: t, CA

Plotkan data-data CA vs t (atau gambarkan 'smooth curve'


yang merepresentasikan kecenderungan data)

Tentukan atau evaluasi harga-harga dCA/dt (atau


kemiringan kurva) pada harga-harga CA yang dipilih

Tentukan model persamaan kinetika


yang dianggap mewakili

Linierisasikan persamaan
yang bersesuaian

Hitung harga-harga
parameter kinetikanya

Tidak Sesuai dengan


data percobaan kinetika?

Ya

Persamaan kinetika (lengkap dengan harga-harga


parameter kinetikanya)

Selesai

Catatan:
Perhatikan 2 buah grafik di samping. Contoh
smooth-curve atau freehand-curve ditunjukkan
pada kurva (a). Smooth-curve harus dibuat
secara hati-hati, dengan pandangan mata. Pada
umumnya kurva ini tidak akan melewati semua
titik data, tetapi mampu menunjukkan
kecenderungan (trendline) data. Bandingkanlah
dengan kurva (b), yang melewati semua titik
data, tetapi justru tidak menunjukkan (a) (b)
kecenderungan data.

d CA
♦ Penentuan
dt
d CA
Beberapa metode yang digunakan untuk mengevaluasi harga :
dt
1. Metode grafik
Pengamatan secara visual terhadap plot CA versus t dan menarik garis-garis singgung yang
bersesuaian pada kurva tersebut.

dy/igsb/swm/analisis & interpretasi data kinetika-sistem reaktor batch/2007/halaman 8 dari 15 halaman


Perhatikanlah gambar di samping!! Garis singgung
Berdasarkan smooth-curve antara CA versus t pada kurva
yang telah dibuat, beberapa buah garis ΔCA
Δ CA
Slope ≈
singgung dapat ditarik/dibuat secara Δt
sembarang (atau random), pada beberapa
titik data yang bersesuaian. Δt
Harga slope setiap garis singgung tersebut
d CA
merupakan harga-harga yang
dt
dievaluasi.

Metode diferensiasi
(a) Diferensiasi sederhana
Δ CA d CA
Yakni dengan mengambil pendekatan harga: − sebagai − , dan
Δt dt
( )
CA rata-rata C A sebagai CA
pada dua pasangan data yang berdekatan.
Ilustrasi:
Δ CA
t CA Δt - ΔCA − CA
Δt
0 CA0
C A0 − C A1
t1 – 0 CA0 - CA1 ½ (CA0 + CA1)
t1 − 0
t1 CA1
C A1 − C A 2
t2 –t1 CA1 - CA2 ½ (CA1 + CA2)
t 2 − t1
t2 CA2
C A 2 − C A3
t3 – t2 CA2 – CA3 ½ (CA2 + CA3)
t3 − t2
t3 CA3
dst. dst. dst. dst. dst. dst.

(b) Diferensiasi equal-area


Merupakan pengembangan dari diferensiasi sederhana (pada butir (a)).
Algoritma:
Δ CA
‰ Lakukan perhitungan − seperti pada butir (a).
Δt
Δ CA
‰ Plotkan harga-harga − versus t ke dalam sebuah histogram (diagram batang).
Δt
‰ Buatlah sebuah garis yang mewakili d CA ΔCA
− −
Δ CA dt 0 Δt 1
kecenderungan data-data − versus t
Δt
d CA
dan yang akan memotong histogram (atau −
setiap batang pada histogram) menjadi dua dt 1
area dengan luas yang (hampir) sama antara ΔCA Δ CA
− −
area bagian atas dan area bagian bawah Δt Δt 2
equal-area atau
d CA d CA
‰ Evaluasi harga-harga − berdasarkan −
dt dt
perpotongan antara garis tersebut dengan
histogram (atau setiap garis vertikal pada
t
histogram)

dy/igsb/swm/analisis & interpretasi data kinetika-sistem reaktor batch/2007/halaman 9 dari 15 halaman


Ilustrasi:
Δ CA d CA
t CA Δt - ΔCA − −
Δt dt
d CA
0 CA0 −
dt 0
Δ CA C − C A1
t1 – 0 CA0 - CA1 − = A0
Δt 1 t1 − 0
d CA
t1 CA1 −
dt 1
Δ CA C − C A2
t2 –t1 CA1 - CA2 − = A1
Δt 2 t2 − t1
d CA
t2 CA2 −
dt 2

Δ CA C − C A3
t3 – t2 CA2 – CA3 − = A2
Δt 3 t3 − t2
t3 CA3 ..........
dst.
(kolom ini ditentukan
dst. dst. dst. dst. dst.
berdasarkan pembacaan
dari grafik)

2. Metode numerik
Finite difference
Data-data kinetika:
t 0 t1 t2 ..... tk-1 tk tk+1 ..... tm-2 tm-1 tm
CA CA0 CA1 CA2 ..... CA,k-1 CA,k CA,k+1 ..... CA,m-2 CA,m-1 CA,m
⎛ d CA ⎞ − 3 C A0 + 4 C A1 − C A 2
Untuk data pertama : ⎜ ⎟ = ... (a)
⎝ dt ⎠t =0 2 Δt
⎛ d CA ⎞ C A ,k + 1 − C A ,k −1
Untuk data-data tengah : ⎜ ⎟ = ... (b)
⎝ dt ⎠t k 2 Δt
⎛ d CA ⎞ C − 4 C A ,m −1 + 3 C A ,m
Untuk data terakhir : ⎜ ⎟ = A ,m − 2 ... (c)
⎝ dt ⎠t = t m 2 Δt
Catatan: Cara ini baik diterapkan untuk data-data kinetika yang harga Δt-nya tetap. Jika
pada poin k terjadi perubahan interval Δt, maka dapat digunakan persamaan (a).

Pendekatan polinomial orde-k (metode Polymath)


Cara ini dilakukan dengan memplotkan data-data CA vs t, kemudian proses curve-fitting
dilakukan terhadap persamaan CA = f(t) yang didekati dengan persamaan polinomial orde k:
C A = a0 + a1 t + a2 t 2 + a3 t 3 + ........ + ak −1 t k −1 + ak t k

d CA
sehingga: = a1 + 2 a2 t + 3 a3 t 2 + ........ + (k − 1) ak −1 t k − 2 + k ak t k −1
dt
ai merupakan konstanta-konstanta polinomial, yang terhitung dari proses curve-fiiting (atau,
bisa juga ditentukan dengan paket software komputer seperti MS Excel, dsb).

Catatan:
Jika model persamaan kecepatan reaksi (dengan lebih dari satu reaktan) mempunyai bentuk umum:
m n
− rA = k C A CB ... , maka persamaan tersebut dapat dilinierisasikan menjadi:

dy/igsb/swm/analisis & interpretasi data kinetika-sistem reaktor batch/2007/halaman 10 dari 15 halaman


log (− rA ) = log k + m log C A + n log C B + ...
dan selanjutnya harga-harga parameter kinetika k, m, n, ... dapat ditentukan melalui teknik least-
squares dengan metode regresi multilinier (multiple linear regression).
Penentuan harga-harga parameter ini juga dapat dilakukan dengan merancang serangkaian percobaan
sedemikian sehingga:
‰ Harga m ditentukan dengan melakukan serangkaian tempuhan percobaan di mana konsentrasi
reaktan B (CB) dibuat tetap, sedangkan konsentrasi reaktan A (CA) dibuat bervariasi, dan
kemudian kecepatan reaksi untuk masing-masing tempuhan percobaan diukur.
‰ Harga n ditentukan dengan melakukan serangkaian tempuhan percobaan di mana konsentrasi
reaktan A (CA) dibuat tetap, sedangkan konsentrasi reaktan B (CB) dibuat bervariasi, dan
kemudian kecepatan reaksi untuk masing-masing tempuhan percobaan diukur.
‰ Harga k selanjutnya dapat ditentukan berdasarkan harga m dan n yang telah dihitung
sebelumnya.
Metode percobaan seperti ini biasa disebut sebagai metode isolasi. Metode isolasi juga dapat
diterapkan dengan merancang percobaan (untuk kasus reaksi dengan 2 reaktan, A dan B) di mana salah
satu reaktan dikondisikan dalam konsentrasi yang berlebih dibandingkan dengan konsentrasi reaktan
yang lain. Dengan demikian, konsentrasi yang berlebih ini dapat dianggap tetap (atau relatif tidak
berkurang selama berlangsungnya reaksi) dan karenanya dapat dianggap sebagai suatu konstanta atau
tetapan.
Contoh: Reaksi: a A + b B produk reaksi
m n
Jika kecepatan reaksinya dituliskan dalam bentuk: − rA = k C A C B
dan CB dibuat berlebih (sedemikian sehingga: CB >>> CA, atau: CB = CB0 = konstanta)
maka kecepatan reaksinya dapat disusun ulang menjadi:
m n
( n m
)
− rA = k C A CB0 = k CB 0 C A = k' C A
m

(Perhatikanlah bahwa, pada kasus ini, kecepatan reaksi yang semula berorde [m+n] dengan konstanta
kecepatan reaksi sebesar k, berubah menjadi berorde m-semu dengan konstanta kecepatan reaksi
semu sebesar k’ = k CB0n, melalui penggunaan metode isolasi)

♦ Metode Initial Rate (r0)


Metode ini merupakan salah satu bentuk metode
diferensial, sama dengan metode-metode diferensial
yang lain. Perbedaannya adalah hanya pada
penggunaan harga-harga kecepatan reaksi yang
diukur pada t = 0 (r0), yang diperoleh dengan
melakukan ekstrapolasi pada konsentrasi-
konsentrasi reaktan yang diukur pada periode waktu
reaksi yang relatif singkat.
Percobaan dilakukan dengan mengukur kecepatan
reaksi awal (initial rate) pada berbagai variasi
konsentrasi awal reaktan, dan reaksi
dilangsungkan hanya hingga konversi reaktan
pembatas yang sangat kecil (sekitar 5-10% atau
kurang).
Pada metode ini, setiap pengukuran kecepatan
reaksi melibatkan sebuah percobaan yang baru.
Harga r0 ditentukan dengan mengukur slope awal
dari masing-masing kurva konsentrasi vs waktu
(pada harga konsentrasi reaktan awal yang berbeda-
beda). (Perhatikan grafik di samping!!).

Keuntungan penerapan metode initial rate antara lain adalah bahwa bentuk-bentuk persamaan kinetika
yang kompleks dan sulit diintegralkan dapat ditangani melalui pendekatan yang lebih sederhana, dan
reaksi-reaksi reversibel yang reaksi baliknya ingin diabaikan dapat dipelajari.

dy/igsb/swm/analisis & interpretasi data kinetika-sistem reaktor batch/2007/halaman 11 dari 15 halaman


Berdasarkan beberapa model umum persamaan kinetika reaksi yang telah diperkenalkan sebelumnya
(di atas), persamaan-persamaan kecepatan reaksi yang berdasarkan metode initial rate dapat dituliskan
sebagai berikut:
n n
‰ − rA = k C A Metode initial rate − rA0 = k C A0
m n m n
‰ − rA = k C A CB ... Metode initial rate − rA0 = k C A0 CB 0 ...
k1 C A Metode initial rate k 1 C A0
‰ − rA = − r A0 =
1 + k2 C A 1 + k 2 C A0
Dengan menggunakan metode initial rate, harga-harga parameter kinetika reaksi yang bersesuaian
dapat ditentukan secara analog dengan menggunakan metode-metode yang telah disajikan sebelumnya.

CONTOH SOAL
Di dalam sebuah reaktor batch bervolume-tetap, reaktan A terdekomposisi menurut persamaan reaksi
homogen berikut: A produk
Komposisi A dalam reaktor (CA) yang diukur pada berbagai variasi waktu t disajikan sebagai berikut:
t (detik) 0 20 40 60 120 180 300
CA (mol/liter) 10 8 6 5 3 2 1
Tentukan persamaan kinetika reaksi yang merepresentasikan data-data kinetika tersebut di atas, dengan
menggunakan teknik integral dan teknik diferensial.
d CA n
Persamaan kecepatan reaksi dianggap mengikuti model hukum pangkat: − rA = − = k CA
dt
Penyelesaian:
I. Penyelesaian dengan Teknik atau Metode Integral
Teknik integral dapat dilakukan melalui metode grafik dan metode merata-ratakan harga k
(khususnya, long-interval k averaging procedure), pada beberapa harga orde reaksi yang ditebak.
d CA n
Untuk bentuk persamaan kecepatan reaksi: − rA = − = k CA
dt
dan jika ditebak:
n = 0, maka persamaan kecepatan reaksi yang telah diintegrasi menjadi: C A0 − C A = k t (a)
sehingga harga k tebakan orde-0 menjadi: k = C A0 − C A (b)
t
C A0
n = 1, maka persamaan kecepatan reaksi yang telah diintegrasi menjadi: ln =kt (c)
CA
C A0
ln
sehingga harga k tebakan orde-1 menjadi: CA (d)
k=
t
n = 2, maka persamaan kecepatan reaksi yang telah diintegrasi menjadi: 1 − 1 = k t (e)
CA C A0
1 1

sehingga harga k tebakan orde-2 menjadi: k=
C A C A0 (f)
t
Hasil-hasil perhitungan terhadap persamaan-persamaan (a), (b), (c), (d), (e), dan (f) tersaji pada
tabulasi berikut ini.

C A0 1 1 k tebakan k tebakan k tebakan


t CA ln −
CA0 - CA orde-0 orde-1 orde-2
(detik) (mol/L) CA C A C A0
(mol/L.detik) (detik-1) (L/mol.detik)
1 2 3 4 5 6 7 8
0 10 0 0 0 - - -
20 8 2 0,2231 0,025 0,1 0,0112 1,25 .10-3
40 6 4 0,5108 0,0667 0,1 0,0128 1,67 .10-3
60 5 5 0,6931 0,1 0,0833 0,0116 1,67 .10-3
120 3 7 1,2040 0,2333 0,0583 0,0100 1,94 .10-3
180 2 8 1,6094 0,4 0,0444 0,0089 2,22 10-3
300 1 9 2,3026 0,9 0,03 0,0077 3,00 .10-3
Plot terhadap persamaan (a), (c), dan (e) tersaji pada 3 buah grafik berikut ini.
dy/igsb/swm/analisis & interpretasi data kinetika-sistem reaktor batch/2007/halaman 12 dari 15 halaman
10 2.5 1
9 0.9
8 2.0 0.8

[1/CA-1/CA0] (L/mol)
7 0.7
[CA0-CA] (mol/L)

6 1.5 0.6

ln [CA0/CA]
5 0.5
4 1.0 0.4
3 0.3
2 (1) 0.5 (2) 0.2
1 (3)
0.1
0 0.0 0
0 50 100 150 200 250 300 0 50 100 150 200 250 300 0 50 100 150 200 250 300
t (detik) t (detik) t (detik)

Analisis:
(a) Berdasarkan metode grafik, terlihat bahwa baik grafik (1), grafik (2), maupun grafik (3),
ketiga-tiganya sama-sama tidak menunjukkan plot yang berbentuk garis lurus (linier). Hal ini
berarti bahwa orde-0, orde-1, dan orde-2 bukanlah orde yang sesuai untuk kasus reaksi ini.
Perhatikanlah bahwa grafik (1) dan grafik (2) mempunyai kelengkungan yang sama, yakni
kelengkungan turun/negatif, sedangkan grafik (3) mempunyai kelengkungan naik/positif.
Hal ini berarti bahwa orde reaksi yang sebenarnya tidak berada di antara orde-0 dan orde-1,
melainkan di antara orde-1 dan orde-2.
(b) Berdasarkan metode perata-rataan harga k menggunakan long-interval procedure, terlihat dari
tabel di atas bahwa harga-harga k yang dihitung untuk masing-masing tebakan orde-0, orde-1,
dan orde-2 sama-sama tidak menunjukkan adanya konsistensi (karena harga-harga k-nya
berubah-ubah selama interval waktu pengamatan reaksi). Dengan demikian, dapat
disimpulkan bahwa orde-0, orde-1, dan orde-2 bukanlah orde yang sesuai untuk kasus reaksi
ini.
(c) Karena orde reaksi yang sebenarnya belum dapat ditentukan dengan mengunakan kedua
metode di atas, maka persoalan ini perlu diselesaikan dengan alternatif metode yang lain,
misalnya metode waktu paruh reaksi.

Teknik Integral dengan Metode Waktu Paruh Reaksi


Hubungan antara waktu paruh reaksi dengan konsentrasi reaktan awal:
(
t 12 = 2
1 )1 − n − 1
C A0
1− n
[n ≠ 1] ... (g)
(n − 1) k
⎛ 1 1− n − 1 ⎞
⎜ ⎟ ( )
atau, jika dilinierisasikan: log t 1 = log ⎜ 2 ⎟ + (1 − n ) log C A0 ... (h)
2 ⎜ (n − 1) k ⎟
⎝ ⎠
Persamaan (h) merupakan plot linier antara log t½ vs log CA0, dengan harga slope sebesar (1 − n ) dan
⎛ 1 1− n − 1 ⎞

intercept-nya sebesar log ⎜ 2
⎟ ( )
⎟ . Dengan demikian, harga-harga n dan k dapat ditentukan
⎜ (n − 1) k ⎟
⎝ ⎠
berdasarkan harga-harga slope dan intercept tersebut.
Untuk membuat tabulasi data antara t½ vs CA0, lakukan langkah-langkah berikut ini:
Plotkan data-data CA vs t, kemudian buatlah sebuah smooth curve yang mewakili
kecenderungan data-data tersebut.
Ambil beberapa harga CA0 secara sembarang (dari grafik)
Hitunglah harga-harga CA masing-masing (Jangan lupa, jika menggunakan metode waktu
paruh, maka: CA = ½ CA0)
Hitunglah waktu yang dibutuhkan untuk mengkonversi tiap pasangan data CA0 dan CA (dapat
dilihat secara visual dari grafik)
Hasil perhitungan untuk 6 buah data CA0 yang diambil secara sembarang disajikan pada tabulasi berikut
ini.

dy/igsb/swm/analisis & interpretasi data kinetika-sistem reaktor batch/2007/halaman 13 dari 15 halaman


11
10 1
9
8 4
7

CA (mol/L)
6 2
5 5
4
6
3
3
2
1
0
0 50 100 150 200 250 300
t (detik)

No. CA0 CA akhir


t½ (detik) log CA0 log t½
data (mol/L) (≡ CA = ½ CA0, mol/L)
Tersedia 1 10 5 60 [=60-0] 1 1,7782
dalam soal 2 6 3 80 [=120-40] 0,7782 1,9031
3 2 1 120 [=300-180] 0,3010 2,0792
4 8 4 67,5 [=87,5-20] 0,9031 1,8293
Dibaca dari
5 5 2,5 85 [=145-60] 0,6990 1,9294
grafik
6 3 1,5 102,5 [=222,5-120] 0,4771 2,0107

Plot antara log t½ vs log CA0:

Slope = -0,422
2.10 Berdasarkan regresi linier yang bersesuaian:
Intercept = 2,2141
R2 = 0,99 Slope = (1-n) = -0,422
2.05
n = 1,422
2.00 n ≈ 1,4
∴ Orde reaksinya = 1,4
1.95
( )
log t1/2

⎛ 1 1− n − 1 ⎞
⎜ ⎟
Intercept = log ⎜ 2 ⎟ = 2 ,2141
1.90 ⎜ (n − 1) k ⎟
⎝ ⎠
1.85 Karena n = 1,4, maka: k = 0,005
∴ Konstanta kecepatan reaksinya,
1.80 k = 0,005 (L/mol)0,4.detik-1

1.75 d CA 1 ,4
Jadi: − rA = − = 0 ,005 C A
0 0.25 0.5 0.75 1 1.25 dt
log CA0

II. Penyelesaian dengan Teknik atau Metode Diferensial


Jika teknik diferensial digunakan untuk menyelesaikan persoalan dalam kasus ini, maka bentuk
d CA n
persamaan kecepatan reaksi: − rA = − = k CA
dt
⎛ d CA ⎞ ⎛ d CA ⎞
perlu diubah menjadi: log ⎜ − ⎟ = log k + n .log C A atau: ln ⎜ − ⎟ = ln k + n .ln C A
⎝ dt ⎠ ⎝ dt ⎠
agar harga-harga n dan k-nya dapat ditentukan.
dy/igsb/swm/analisis & interpretasi data kinetika-sistem reaktor batch/2007/halaman 14 dari 15 halaman
d CA
Harga dievaluasi meggunakan metode menarik garis-garis singgung pada grafik CA vs t
dt
pada beberapa harga CA yang dipilih.
11
10.5
10
9.5
9
8.5 Smooth curve yang
8
merepresentasikan data
7.5
7
6.5 4
CA (mol/L)

6
5.5
5 5 Data percobaan yang
4.5 dilaporkan, 7 titik data
4
3.5 6
3
2.5 7
2
Tangents (garis-garis 1.5 7
singgung) pada titik-titik 1 3
0.5 4 6
data yang bersesuaian 1 2 5
0
-25 0 25 50 75 100 125 150 175 200 225 250 275 300
t (detik)

Berdasarkan gambar di atas, dibuatlah tabulasi berikut ini.

Nomor CA d CA ⎛ d CA ⎞
t (detik) Slope, , dari grafik CA vs t di atas log ⎜ − ⎟ log C A
data (mol/L) dt ⎝ dt ⎠
1 0 10 [10-0] / [0-75] = -0,1333 -0,875 1
2 20 8 [10-0] / [-3-94] = -0,1031 -0,987 0,903
3 40 6 [10-0] / [-21-131] = -0,0658 -1,182 0,778
4 60 5 [8-0] / [-15-180] = -0,0410 -1,387 0,699
5 120 3 [6-0] / [-10-252] = -0,0238 -1,623 0,477
6 180 2 [4-1] / [24-255] = -0,0108 -1,967 0,301
7 300 1 [3-1] / [-10-300] = -0,0065 -2,190 0

⎛ d CA ⎞
Plot antara log ⎜ − ⎟ vs log C A :
⎝ dt ⎠
Berdasarkan regresi linier yang
0.0 bersesuaian:
0.0 0.2 0.4 0.6 0.8 1.0 Slope = n = 1,3779
-0.5 n ≈ 1,4
∴ Orde reaksinya = 1,4
log (-dCA/dt)

-1.0 Intercept = log k = 2 ,2773


k = 10-2,2773 = 5,3 .10-3
k ≈ 0,005
-1.5
∴ Konstanta kecepatan
Slope = 1,3779 reaksinya,
-2.0 Intercept = -2,2773 k = 0,005 (L/mol)0,4.detik-1
R2 = 0,98
d CA 1 ,4
Jadi: − rA = − = 0 ,005 C A
-2.5 dt
log CA

dy/igsb/swm/analisis & interpretasi data kinetika-sistem reaktor batch/2007/halaman 15 dari 15 halaman

Anda mungkin juga menyukai