Anda di halaman 1dari 92

KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas kesempatan dan karunia yang telah diberikanNya
sehingga buku Modul Praktikum Dasar-Dasar Proses 2016 ini dapat terselesaikan. Buku panduan ini
dimaksudkan untuk membantu kelancaran pelaksanaan Praktikum Praktikum Dasar-Dasar Proses
Departemen Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas Gadjah Mada Tahun 2016.

Materi yang ada didalam buku ini disusun berdasarkan urutan kode mata praktikum yang
bersangkutan secara terpisah satu dengan yang lain agar dapat lebih mudah dipahami. Uraian mata praktikum
yang terdiri atas tujuan, dasar teori dan prosedur percobaan yang diharapkan dapat membuka wawasan
tentang mata praktikum sebagai revisi dan perbaikan dari edisi sebelumnya. Hal ini antara lain menyangkut
beberapa perubahan yang terjadi pada Praktikum Dasar-Dasar Proses itu sendiri.

Penyusun menyadari bahwa buku ini masih jauh dari sempurna, baik dari segi materi maupun
penulisan. Oleh karena itu, penyusun mengharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun dari pembaca
dan pengguna buku ini demi perbaikan di masa mendatang. Ucapan terima kasih penyusun sampaikan
kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan ini antara lain :

1. Ir. Harry Sulistyo, S.U., Ph.D., selaku Kepala Laboratorium Dasar-Dasar Proses.
2. Wiratni, S.T., M.T., Ph.D. ; Ir. Suprihastuti Sri Rahayu, M.Sc. ; Sang Kompiang Wirawan, ST., MT.,
Ph.D. ; Teguh Ariyanto, S.T., M.Eng ; Himawan Tri Bayu Murti Petrus, S.T., M.E., D.Eng. ;
Muhammad Mufti Aziz, S.T., M.Sc., Ph.D. ; Chandra Wahyu Purnomo, S.T., M.Eng., D.Eng. ; Indra
Perdana, S.T., MT., Ph.D. ; selaku Dosen Pembimbing Mata Praktikum Dasar-Dasar Proses.
3. Bapak Heri dan Ibu Risma Wati selaku Laboran Laboratorium Praktikum Dasar-Dasar Proses.
4. Seluruh Asisten Praktikum Dasar-Dasar Proses 2016/2017.

Semoga buku ini bermanfaat untuk kemajuan dan perkembangan pendidikan di Departemen
Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas Gadjah Mada.

Yogyakarta, Agustus 2016

Penyusun

i
DAFTAR ISI

Kata Pengantar .................................................................................................................................... i

Daftar Isi ............................................................................................................................................. ii

Daftar Dosen Pembimbing Praktikum dan Asisten ............................................................................. iii

Format Penulisan Laporan Ringkas .................................................................................................... iv

Format Penulisan Laporan Resmi ....................................................................................................... vi

Tata Cara Penulisan Laporan ............................................................................................................... x

Keselamatan Kerja di Laboratorium ................................................................................................... xii

(A) Hidrolisis Pati ........................................................................................................................ 1

(B) Esterifikasi Asam Asetat ....................................................................................................... 10

(C) Pemungutan Pektin ............................................................................................................... 22

(D) Analisis Minyak Nabati ......................................................................................................... 29

(E) Distilasi Campuran Immiscible ............................................................................................. 38

(F) Pengambilan Minyak Atsiri ................................................................................................... 46

(G) Analisis Kadar Nitrogen pada Slow Release Urea ................................................................. 55

(H) Rekristalisasi Asam Oksalat ................................................................................................. 66

ii
DAFTAR DOSEN PEMBIMBING PRAKTIKUM DAN ASISTEN

A. HIDROLISIS PATI
Dosen Pembimbing : Wiratni, S.T., M.T., Ph.D.
Asisten Praktikum : 1. Annisa Amalia Ulfah
2. Dwi Rinaldy Gunawan
B. ESTERIFIKASI ASAM ASETAT
Dosen Pembimbing : Ir. Suprihastuti Sri Rahayu, M.Sc.
Asisten Praktikum : 1. Muhammad Naufal Fakhry
2. Ivone Marselina Nugraha
C. PEMUNGUTAN PEKTIN
Dosen Pembimbing : Sang Kompiang Wirawan, S.T., M.T., Ph.D.
Asisten Praktikum : 1. Erda Cantia Ayunandya
2. Kanda Wiba Pratama
D. ANALISIS MINYAK NABATI
Dosen Pembimbing : Teguh Ariyanto, S.T., M.Eng.
Asisten Praktikum : 1. Galuh Amalia Agata
2. Mayzaki Dwi Putra
E. DISTILASI CAMPURAN IMMISCIBLE
Dosen Pembimbing :. Himawan Tri Bayu Murti Petrus, S.T., M.E., D.Eng.
Asisten Praktikum : 1. Bill Rich
2. Afrizal Luthfi Anggara
F. PENGAMBILAN MINYAK ATSIRI
Dosen Pembimbing : Muhammad Mufti Aziz, S.T., M.Sc., Ph.D.
Asisten Praktikum : 1. Rifani Amanda
2. Rizky Putri Armandani
G. ANALISIS KADAR NITROGEN PADA SLOW RELEASE UREA
Dosen Pembimbing : Chandra Wahyu Purnomo, S.T., M.Eng., D.Eng.
Asisten Praktikum : 1. Farida Arisa
2. Muhammad Aldian Astrayudha
H. REKRISTALISASI ASAM OKSALAT
Dosen Pembimbing : Indra Perdana, S.T., M.T., Ph.D.
Asisten Praktikum : 1. Pramesti Prihutami
2. Salsabila Isna F

iii
FORMAT PENULISAN LAPORAN RINGKAS

JUDUL MATA PRAKTIKUM

I. TUJUAN PERCOBAAN
Tujuan percobaan ini adalah:
1. ....
2. ....

II. CARA KERJA


Cara kerja berupa uraian secara lengkap dan rinci mengenai tahap-tahap dalam percobaan. Uraian tersebut
dituliskan dalam bentuk narasi menggunakan kalimat pasif.
Setiap kalimat yang diawali dengan angka atau rumus senyawa tertentu, maka harus dituliskan dalam
kata-kata. Contoh : 10 gram .. ditulis Sepuluh gram., HCl. ditulis Asam klorida..

III. HASIL PERCOBAAN


A. Data Percobaan
Semua data yang ada di laporan sementara ditulis kembali di bagian ini.
B. Analisis Data
Berisi persamaan-persamaan yang digunakan untuk perhitungan, lengkap dengan nomor persamaan
dan keterangan dari variabel-variabel yang digunakan, dilengkapi dengan perhitungan.
Penulisan angka di belakang koma (abk) :
Untuk data percobaan, ditulis berdasarkan ketelitian alat. Contoh : gelas ukur memiliki ketelitian 0
abk.
Untuk hasil perhitungan persen, 2 abk.
Untuk hasil perhitungan dengan ketelitian alat kurang dari 4 abk, maka ditulis 4 abk.

IV. PEMBAHASAN
Berisi penjelasan mengenai hasil percobaan yang diperoleh serta penjelasan mengenai grafik yang dibuat
(jika ada).

V. KESIMPULAN
Kesimpulan yang dapat diambil dari percobaan ini adalah:
1. ....
2. ....

VI. SARAN
Berisi saran untuk kemajuan Praktikum Dasar-Dasar Proses (bukan saran untuk asisten secara pribadi).

iv
Yogyakarta, 2016
Asisten, Praktikan,

Nama Lengkap Asisten Nama Lengkap Praktikan

Catatan: Laporan sementara harus disertakan di akhir laporan.

KETENTUAN PENGUMPULAN LAPORAN RINGKAS

1. Laporan dikumpulkan kepada asisten jaga sebelum mengikuti praktikum selanjutnya.


2. Laporan dikumpulkan dalam bentuk sudah dijilid rapi.
3. Laporan akan dikoreksi oleh asisten dan dikembalikan kepada praktikan maksimal 2 (dua) minggu
setelah tanggal pengumpulan laporan untuk direvisi oleh praktikan.
4. Laporan yang telah direvisi dikembalikan kepada asisten dengan waktu sesuai dengan kebijakan asisten.
5. Keterlambatan pengumpulan laporan yang telah direvisi akan dikenai pengurangan nilai sebanyak 3
(dua) poin per hari atau sesuai kebijakan asisten.
6. Kartu acara harus selalu dibawa pada saat pengambilan dan pengumpulan laporan.

v
FORMAT PENULISAN LAPORAN RESMI

JUDUL MATA PRAKTIKUM

I. TUJUAN PERCOBAAN
Tujuan percobaan ini adalah:
1. ....
2. ....

II. DASAR TEORI


Berisi teori-teori yang berhubungan dengan praktikum terkait. Sumber dari dasar teori yang digunakan
harus dicantumkan. Contoh: dikenal sebagai pektin(Kertesz, 1951).

III. METODOLOGI PERCOBAAN


A. Bahan
Bahan-bahan yang digunakan dalam percobaan ini adalah:
1. ....
2. .

B. Alat
Alat-alat yang digunakan dalam percobaan ini ditunjukkan oleh gambar rangkaian alat berikut:

Gambar 1. Rangkaian Alat ............................................................

Alat yang digambar hanya alat utama saja. Merk dagang dari alat yang digunakan harus di
cantumkan, misalnya : Gelas beker pyrex 250 mL.

C. Cara Percobaan
Cara kerja berupa uraian secara lengkap dan rinci mengenai tahap-tahap dalam percobaan. Uraian
tersebut dituliskan dalam bentuk narasi menggunakan kalimat pasif.

vi
D. Analisis Data
Berisi persamaan-persamaan yang digunakan untuk perhitungan, lengkap dengan nomor persamaan
dan keterangan dari variabel-variabel yang digunakan.

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN


Berisi hasil percobaan dan penjelasan mengenai hasil percobaan yang diperoleh serta penjelasan
mengenai grafik yang dibuat (jika ada).

V. KESIMPULAN
Kesimpulan yang dapat diambil dari percobaan ini adalah:
1. ....
2. ....

VI. DAFTAR PUSTAKA


Berisi daftar pustaka yang dijadikan acuan dalam penulisan laporan. Cara penulisan dijelaskan pada
bagian selanjutnya.

VII. LAMPIRAN
A. Identifikasi Hazard Proses dan Bahan Kimia
Identifikasi hazard terdiri dari:
Identifikasi hazard proses selama praktikum, merupakan identifikasi kegiatan yang memiliki
potensi bahaya selama praktikum beserta penanganannya. Contoh: mengambil H 2SO4 di lemari
asam.
Identifikasi hazard dari bahan-bahan yang digunakan dalam percobaan. Contoh: HCl.

B. Penggunaan Alat Perlindungan Diri


Berisi poin-poin alat perlindungan diri apa saja yang harus digunakan selama percobaan beserta
kegunaannya. Contoh: Jas laboratorium lengan panjang.

C. Manajemen Limbah
Berisi poin-poin limbah yang dihasilkan dalam percobaan disertai dengan penanganannya. Contoh:
Sisa larutan NaOH.

D. Data Percobaan
Semua data yang ada di laporan sementara ditulis kembali di bagian ini.

E. Perhitungan
Berisi perhitungan yang diperoleh dari hasil percobaan.

vii
Catatan:
- Laporan sementara harus disertakan di akhir laporan.
- Setelah cover laporan resmi disertakan lembar pengesahan.

KETENTUAN PENGUMPULAN LAPORAN RESMI

1. Laporan resmi yang ditulis tangan dikumpulkan kepada asisten jaga sebelum mengukuti praktikum
selanjutnya. Setiap praktikan membuat satu laporan.
2. Laporan dikumpulkan dalam bentuk sudah dijilid rapi.
3. Laporan akan dikoreksi oleh asisten dan dikembalikan kepada praktikan maksimal 1 (satu) minggu
setelah tanggal pengumpulan laporan untuk direvisi oleh praktikan.
4. Laporan yang telah direvisi dikembalikan kepada asisten dengan waktu sesuai dengan kebijakan asisten.
5. Laporan yang telah di-acc oleh asisten dikembalikan lagi kepada praktikan untuk diketik. Setiap
kelompok membuat satu laporan.
6. Laporan yang telah diketik kemudian dikonsultasikan kepada dosen pembimbing masing-masing mata
praktikum.
7. Batas waktu pengumpulan laporan resmi yang sudah dikonsultasikan kepada dosen pembimbing adalah
4 (empat) minggu setelah praktikum dilakukan.
8. Kartu acara dan kartu kontrol laporan resmi harus selalu dibawa pada saat pengambilan dan
pengumpulan laporan.

viii
FORMAT LEMBAR PENGESAHAN LAPORAN RESMI

LEMBAR PENGESAHAN

LAPORAN RESMI PRAKTIKUM DASAR DASAR PROSES 2016


dengan judul mata praktikum :

HIDROLISIS PATI

Disusun oleh :

Nama Praktikan NIM Tanda Tangan

Bill Rich 13/349306/TK/41089

Afrizal Luthfi Anggara 14/363408/TK/41535

Yogyakarta, 2016

Dosen Pembimbing Praktikum, Asisten,

Wiratni, S.T., M.T., Ph.D Dwi Reinaldy Gunawan


NIP. 19730207 199702 2 001

ix
TATA CARA PENULISAN LAPORAN

1. Laporan yang ditulis tangan ditulis dengan tinta berwarna hitam di kertas folio bergaris.
2. Laporan yang diketik dicetak pada kertas HVS ukuran A4 dengan line spacing 1,5 dan margin: Atas
: 4 cm Bawah : 3 cm Kiri : 4 cm Kanan : 3 cm.
3. Menggunakan bahasa Indonesia yang baku.
4. Tidak diperbolehkan menyingkat kata.
5. Menggunakan tanda baca yang tepat.
6. Tidak diperbolehkan menggunakan kata penghubung untuk memulai kalimat.
7. Permulaan kalimat yang berupa bilangan, lambang, atau rumus kimia ditulis dengan kata-kata.
Contoh: NaOH dibuat.... ditulis Natrium hidroksida dibuat....
8. Menggarisbawahi setiap istilah asing (jika ditulis tangan) atau dicetak miring (jika diketik).
Contoh: aquadest atau aquadest.
9. Penulisan sumber dijadikan satu dengan kalimat.
Contoh: ... dikenal sebagai pektin (Kertesz, 1951).
10. Penulisan pada cover menggunakan huruf kapital.
11. Judul mata praktikum ditulis dengan huruf kapital.
Contoh: HIDROLISIS PATI
12. Judul bab ditulis dengan huruf kapital dan digaris bawah (jika ditulis tangan) atau huruf kapital
dan dibold (jika diketik). Contoh:
I.TUJUAN PERCOBAAN (jika ditulis tangan).
I. TUJUAN PERCOBAAN (jika diketik).
13. Daftar / tabel diberi border atas dan bawah dengan garis double dan tidak boleh dipenggal kecuali
daftar/tabel lebih dari satu halaman. Nomor dan judul daftar ditempatkan di atas daftar.
14. Yang termasuk gambar adalah gambar alat, bagan, serta grafik. Gambar alat merupakan gambar
penampang depan alat utama dan rangkaian alat. Keterangan dituliskan di samping gambar (jika
tidak cukup baru di bawah gambar), sedangkan nomor dan judul gambar ditempatkan di bawah
gambar.
15. Penomoran daftar, gambar, persamaan:
Daftar/ tabel diberi nomor urut dengan angka romawi besar. Jika ditulis tangan tulisan diberi
garis bawah, sedangkan jika diketik tulisan dibuat bold. Contoh:
Daftar I. Data Hasil Titrasi .... (jika ditulis tangan)
Daftar I. Data Hasil Titrasi .... (jika diketik)
Gambar diberi nomor urut dengan angka arab. Jika ditulis tangan tulisan diberi garis bawah,
sedangkan jika diketik tulisan dibuat bold. Contoh:
Gambar 1. Rangkaian Alat .... (jika ditulis tangan)
Gambar 1. Rangkaian Alat .... (jika diketik)

x
Persamaan diberi nomor urut dengan angka arab di dalam kurung pada tepi kanan. Contoh:
CaSO4 + K2CO3 CaCO3 + K2SO4 (1)
16. Ketentuan penulisan daftar pustaka:
Ke bawah menurut abjad nama akhir penulis pertama.
Ke kanan:
Buku : Nama akhir penulis, tahun terbit, judul buku, jilid, edisi ke, nomor halaman, nama
penerbit, kota.
Majalah/ jurnal : Nama akhir penulis, tahun terbit, judul penelitian, nama majalah (singkatan
resmi), jilid, nomor halaman.
17. Ketentuan penulisan nomor halaman:
Laporan tulis tangan :
Jika terdapat bab baru : pojok kanan bawah
Tidak terdapat bab baru : pojok kanan atas
Laporan ketik : pojok kanan bawah
18. Syarat tidak inhall laporan:
Harus sesuai ketentuan (format) laporan.
Seluruh bab dan sub bab harus ada beserta isinya.
Gambar rangkaian alat utama harus ada dan lengkap.

xi
KESELAMATAN KERJA DI LABORATORIUM

Di dalam laboratorium praktikan harus:

Mencuci tangan ketika masuk dan keluar laboratorium, dan ketika kontak dengan bahan-bahan
kimia.
Selalu memakai jas laboratorium lengan panjang yang dikancingkan.
Memakai alat perlindungan diri seperti masker,sarung tangan,dan goggle.
Mengikat rambut panjang ke belakang.
Memastikan bahwa label telah sesuai dengan bahan-bahan kimia yang ada di dalamnya dan dalam
kondisi yangbaik.
Mencabut dan mematikan aliran listrik dan air di akhir percobaan.

Di dalam laboratorium praktikan dilarang:

Bekerja diluar area kerja.


Menggunakan gelang, kalung, dan lengan yang terlalu longgar.
Bekerja sendiri di laboratorium,khususnya untuk resiko tinggi.
Merokok, makan,dan minum.
Meletakkan makanan di kulkas bersama bahan-bahan kimia.
Menggunakan lensa kontak.
Menggunakan kembali suatu wadah untuk bahan kimia lain tanpa membuang label awal.
Membawa bahan kimia dalam saku baju atau saku jas laboratorium.
Menghisap menggunakan mulut.
Menyentuh bahan kimia.
Menyimpan bahan kimia dalam jumlah besar dilaboratorium.
Menuangkan bahan kimia ke wastafel.

xii
Beberapa contoh simbol bahaya yang terdapat pada label bahan kimia:

Untuk informasi lebih lengkap lihat poster Keselamatan Kerja di Laboratorium yang ada di
Laboratorium Dasar-Dasar Proses

xiii
HIDROLISIS PATI
(A)

I. TUJUAN PERCOBAAN
1. Memahami prinsip dasar proses hidrolisis.
2. Menentukan kadar pati (karbohidrat) dalam pati.
3. Analisis konsentrasi glukosa dengan metode Lane dan Eynon.

II. DASAR TEORI


Pati adalah karbohidrat yang merupakan polisakarida dengan rumus umum
(C6H10O5)n yang merupakan polimer glukosa yang saling berikatan melalui ikatan
1,4 alfa-glukosa. Di dalam pati terdapat amilosa dengan rantai lurus dan
amilopektin yang rantainya bercabang.
Sifat-sifat pati :
1. Tidak mereduksi Fehling A dan Fehling B.
2. Tidak dapat larut dalam air dengan sebab memiliki gugus hidroksil terbuka.
3. Pati akan membentuk warna biru bila bereaksi dengan iodin.
4. Dapat dipisahkan menjadi 2 fraksi utama berdasarkan kelarutannya dalam air
panas, yaitu amilosa (larut) dan amilopektin (tidak larut).
Contoh bahan-bahan yang mengandung pati antara lain beras, sagu, kentang,
singkong, jagung, dan gandum.
Reaksi hidrolisis merupakan reaksi pengikatan gugus hidroksil (OH) oleh
suatu senyawa. Reaksi hidrolisis pati :
[C6H10O5]n + nH2O n[C6H12O6]
Faktor-faktor yang mempengaruhi reaksi pengikatan gugus hidroksil pati
adalah :
1. Waktu reaksi. Semakin lama waktu reaksi, maka semakin banyak pati yang
terhidrolisis.
2. Suhu reaksi. Semakin tinggi suhu, maka semakin cepat reaksi sehingga pati
yang terhidrolisis lebih banyak pada waktu reaksi yang sama.
3. Katalisator. Penggunaan katalisator bertujuan untuk mempercepat reaksi
hidrolisis. Katalisator akan menurunkan tenaga pengaktif.

1
Untuk analisis kadar glukosa dalam pati digunakan Fehling A dan Fehling B
yang akan bereaksi dengan glukosa dalam larutan hasil hidrolisis dengan
indikator metil biru. Pada akhir titrasi, titik ekivalen ditandai dengan
terbentuknya larutan bening dengan endapan merah bata.

III. METODOLOGI PERCOBAAN


A. Bahan
1. Pati kanji
2. Larutan Fehling A
3. Larutan Fehling B
4. NaOH pellets
5. Larutan HCl
6. Glukosa standar
7. Air suling
8. Indikator metil biru
9. Kertas lakmus merah
10. Kertas saring

B. Alat
Rangkaian alat percobaan tertulis pada gambar I :

Keterangan :
1. Statif
2. Pendingin bola
3. Klem
4. Steker
5. Pemanas mantel
6. Batu didih
7. Labu leher tiga
8. Pengaduk merkuri
9. Tombol pengatur skala
10. Termometer alkohol
Gambar I. Susunan Alat Hidrolisis

2
C. Cara Kerja
Percobaan yang dilakukan meliputi : pembuatan larutan HCl 1 N,
pembuatan larutan NaOH 1 N, proses hidrolisis pati, pembuatan larutan
glukosa standar, titrasi blangko dan titrasi blangko + larutan hasil hidrolisis
dengan larutan glukosa standar.
a. Pembuatan Larutan HCl 1 N
1. Isi gelas beker 250 mL dengan 50 mL air suling.
2. Ambil sebanyak 20,8 mL HCl pekat dari lemari asam dengan
menggunakan pipet ukur 10 mL dan masukkan ke dalam gelas beker
berisi air suling.
3. Pindahkan larutan HCl ke dalam labu ukur 250 mL dengan corong
gelas.
4. Tambahkan air suling hingga tanda batas dan gojog hingga homogen.

b. Pembuatan Larutan NaOH 1 N


1. Timbang 2 gram NaOH dengan botol timbang menggunakan neraca
analitis digital.
2. Ambil air suling sebanyak 50 mL dengan pipet volume dan masukkan
ke dalam gelas beker.
3. Larutkan NaOH yang sudah ditimbang, kemudian masukkan ke dalam
gelas beker yang berisi air suling.

c. Hidrolisis Pati
1. Timbang pati kanji sebanyak 5 gram pada gelas arloji menggunakan
neraca analitis digital.
2. Campurkan pati dan larutan HCl 1 N dalam gelas beker 250 mL dan
aduk hingga homogen dengan gelas pengaduk.
3. Masukkan campuran pati dan larutan HCl 1 N serta batu didih ke dalam
labu leher tiga lalu rangkai alat dan alirkan air pada pendingin bola.
4. Hidupkan pemanas mantel dan tunggu larutan mulai mendidih,
kemudian lakukan hidrolisis selama 1 jam dihitung sejak mendidih.
5. Matikan pemanas mantel setelah 1 jam mendidih, kemudian dinginkan
larutan yang telah dihidrolisis dengan tetap menggunakan pendingin
bola.
3
6. Saring larutan hasil hidrolisis ke dalam Erlenmeyer 250 mL dengan
kertas saring.
7. Ambil filtrat cairan hasil hidrolisis sebanyak 25 mL dengan pipet
volume 25 mL dan masukkan ke dalam gelas beker 250 mL.
8. Masukkan kertas lakmus ke filtrat dalam gelas beker 250 mL. Netralkan
filtrat dengan larutan NaOH 1 N. Cek dengan kertas lakmus, hingga
kertas lakmus berubah dari merah menjadi biru.
9. Maukkan filtrat yang sudah dinetralkan ke dalam labu ukur 100 mL dan
tambahkan air suling hingga tanda batas, lalu gojog hingga homogen.

d. Pembuatan Larutan Glukosa Standar


1. Timbang 1 gram glukosa monohidrat dengan gelas arloji menggunakan
neraca analitis digital.
2. Larutkan glukosa standar dalam 50 mL air suling di dalam gelas beker
250 mL.
3. Kemudian masukkan larutan ke dalam labu ukur 250 mL, tambahkan
air suling hingga tanda batas, kemudian gojog hingga homogen.

e. Titrasi blangko (Fehling A + Fehling B) dengan Larutan Glukosa


Standar
1. Masukkan larutan glukosa standar ke dalam buret 50 mL.
2. Ambil 10 mL larutan Fehling A dan 10 mL larutan Fehling B,
kemudian masukkan ke dalam Erlenmeyer 125 mL, dan goyang hingga
homogen.
3. Didihkan di atas kompor listrik, kemudian titrasi dengan larutan glukosa
standar pada keadaan mendidih hingga warna birunya hampir hilang
dan terbentuk endapan berwarna merah bata.
4. Tambahkan 3 tetes metil biru ke dalam larutan tersebut dan teruskan
titrasi hingga cairan berubah menjadi bening dan terbentuk endapan
merah bata, kemudian catat volume larutan glukosa standar yang
diperlukan untuk titrasi.
5. Lakukan langkah 2 sampai 4 untuk 2 sampel lainnya.

4
f. Titrasi larutan Fehling A + Fehling B yang ditambahkan larutan hasil
hidrolisis dengan Larutan Glukosa Standar
1. Masukkan larutan glukosa standar ke dalam buret 50 mL.
2. Ambil 10 mL larutan Fehling A, 10 mL larutan Fehling B, dan 10 mL
larutan hasil hidrolissi yang dinetralkan kemudian masukkan ke dalam
Erlenmeyer 125 mL, dan goyang hingga homogen.
3. Didihkan di atas kompor listrik, kemudian titrasi dengan larutan
glukosa standar pada keadaan mendidih hingga warna birunya
hampir hilang dan terbentuk endapan berwarna merah bata.
4. Tambahkan 3 tetes metil biru ke dalam larutan tersebut dan teruskan
titrasi hingga cairan berubah menjadi bening dan terbentuk endapan
merah bata, kemudian catat volume larutan glukosa standar yang
diperlukan untuk titrasi.
5. Lakukan langkah 2 sampai 4 untuk 2 sampel lainnya.

D. Analisis Data
1. Penentuan konsentrasi glukosa dalam larutan glukosa standar

=

dengan, = konsentrasi larutan glukosa standar, mg
glukosa/mL.
= massa glukosa monohidrat standar, mg
= volume larutan glukosa standar, mL
= berat molekul glukosa, mg/mmol
= berat molekul glukosa monohidrat, mg/mmol
2. Penentuan konsentrasi glukosa dalam larutan hidrolisis pati
a. Menghitung selisih volume larutan glukosa standar yang digunakan
untuk titrasi larutan blangko dengan glukosa standar yang digunakan
untuk titrasi larutan blangko + larutan hidrolisis pati
=
dengan, = selisish volume larutan glukosa standar yang digunakan
untuk titrasi larutan Fehling A + Fehling B ( )
dengan yang digunakan untuk larutan Fehling A +
Fehling B + hasil hidrolisis pati ( ), mL
5
= volume larutan glukosa standar yang digunakan untuk
titrasi larutan blangko (Fehling A + Fehling B) sampel
n, mL
= volume larutan glukosa standar yang digunakan untuk
titrasi larutan blangko (Fehling A + Fehling B) + larutan
hasil hidrolisis sampel n, mL
= 1, 2, 3
b. Menghitung konsentrasi glukosa dalam larutan hidrolisis pati setelah
diencerkan

=

dengan, = konsentrasi glukosa sampel n dalam larutan hidrolisis
setelah diencerkan, mg glukosa/mL.
= volume larutan hidrolisis setelah diencerkan yang
ditambahkan ke larutan blangko, mL
c. Menghitung konsetrasi glukosa dalam larutan hidrolisis pati sebelum
diencerkan

=

dengan, = konsentrasi glukosa dalam larutan hidrolisis pati
sebelum diencerkan, mg glukosa/mL.
= volume larutan hidrolisis pati yang diencerkan, mL
= volume larutan hidrolisis pati sebelum diencerkan, mL
3. Penentuan ekivalen glukosa dalam larutan hidrolisis pati
=
dengan, = massa ekivalen glukosa dalam larutan hidrolisis pati
sebelum diencerkan, mg glukosa
= volume larutan hidrolisis pati total, mL
4. Penentuan jumlah glukosa yang terbentuk hasil hidrolisis

=

dengan, = massa ekivalen glukosa yang terbentuk hasil hidrolisis
pati, mg glukosa/mg pati
= massa pati yang dianalisis, mg pati

6
5. Penentuan kadar pati

= 100%

dengan, = kadar pati, %
= berat molekul pati, mg/mmol

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN


Hal-hal yang perlu dibahas antara lain :
1. Penjelasan hidrolisis tentang proses hidrolisis dalam percobaan
2. Penjelasan hasil percobaan
3. Kesalahan relatif
4. Asumsi asumsi yang digunakan

V. KESIMPULAN
Poin-poin kesimpulan diantaranya :
1. Metode yang dapat digunakan untuk analisis hasil hidrolisis
2. Faktor-faktor yang mempengaruhi hidrolisis pati
3. Perbandingan antara hasil hidrolisis dengan teori

VI. DAFTAR PUSTAKA


Woodman, A.G.,1941, Food Analysis, 4 ed, pp. 254-306, McGraw-Hill
Company, New York.
Groggins, P.H., 1985, Unit Process in Organic Synthesis, 5 ed., pp.750-753, 761-
765, 770-771, McGraw-Hill Book Company, New York.
Kirk, R.E.. and Othmer, D.E., 1987, Encyclopedia of Chemical Technology, 3
ed. Vol 21, p.76, The Interscience Encyclopedia, Inc., New York.

VII. LAMPIRAN
A. Identifikasi Hazard Proses dan Bahan Kimia
Proses yang harus diidentifikasi hazard adalah :
1. Proses Hidrolisis Pati
2. Proses Titrasi Analisis Kadar Glukosa
Bahan-bahan kimia yang harus diidentifikasi hazard adalah :

7
1. Pati kanji 5. Larutan HCl
2. Larutan Fehling A (CuSO4) 6. Glukosa standar
3. Larutan Fehling B (K-Na- 7. Air suling
Tartrat) 8. Indikator metil biru
4. NaOH pellets

B. Penggunaan Alat Perlindungan Diri


Alat perlindungan diri yang harus dipakai dalam percobaan ini dan
dijelaskan penggunaannya adalah jas lab, masker, sarung tangan, dan kacamata
lab (goggles).

C. Manajemen Limbah
Limbah yang dihasilkan dari sisa hidrolisis pati adalah glukosa yang terlarut
dalam HCl. Penanganan larutan ini adalah dengan membuangnya pada wadah
limbah halogenik karena mengandung zat klor yang termasuk dalam golongan
halogen.
Limbah yang harus dibahas adalah :
1. Limbah sisa hidrolisis pati
2. Limbah hasil titrasi
3. Limbah sisa larutan glukosa standar

D. Data Percobaaan

E. Perhitungan

8
LAPORAN SEMENTARA
HIDROLISIS PATI
(A)
Nama Praktikan : 1. NIM :
2. NIM :
3. NIM :
Hari/tanggal :
Asisten : Dwi Reynaldi Gunawan/ Annisa Amalia Ulfah
Data Percobaan
Massa glukosa monohidrat : gram
Massa NaOH : gram
Volume larutan glukosa monohidrat : mL
Volume larutan HCl : mL
Massa pati : gram
Lama hidrolisis : jam
Warna larutan sebelum hidrolisis :
Warna larutan setelah hidrolisis :
Volume larutan yang dinetralkan : mL
Volume larutan setelah pengenceran : mL

A. Titrasi larutan Fehling A + Fehling B dengan larutan glukosa standar


Volume larutan glukosa
No. Fehling A, mL Fehling B, mL
standar, mL
1.
2.
3.

B. Titrasi larutan Fehling A + Fehling B + larutan hasil hidrolisis dengan larutan


glukosa standar
Larutan Hasil Volume larutan
No. Fehling A, mL Fehling B, mL
Hidrolisis, mL glukosa standar, mL
1.
2.
3.

Yogyakarta,
Asisten Jaga, Praktikan,
1.

2.

3.

9
ESTERIFIKASI ASAM ASETAT
(B)

I. TUJUAN PERCOBAAN
Percobaan ini bertujuan untuk mempelajari reaksi esterifikasi asam asetat dengan
etanol menggunakan katalisator asam sulfat pada suhu didih campuran.
II. DASAR TEORI
Dalam reaktor batch, konsentrasi zat-zat yang terlibat dalam suatu reaksi berubah
terhadap waktu. Seiring bertambahnya waktu, konsentrasi reaktan dalam campuran
semakin rendah, sedangkan konsentrasi produk semakin tinggi. Pada sistem homogen,
selain konsentrasi (reaktan dan kadang- kadang juga produk) dan sifat-sifat reaktan,
suhu reaksi dan adanya katalisator (jenisnya dan banyaknya) juga berpengaruh pada
laju reaksi (pengurangan reaktan atau pembentukan produk). Semakin tinggi
konsentrasi dan suhu reaksi, masing-masing meningkatkan frekuensi tumbukan
antarmolekul, sehingga laju reaksi umumnya semakin cepat. Katalisator berfungsi
menurunkan energi aktivasi, sehingga penambahan katalisator menyebabkan reaksi
lebih cepat, meskipun katalisator tidak bereaksi.
Esterifikasi merupakan proses pembuatan ester dari asam karboksilat dan alkohol.
Salah satu ester yang banyak digunakan dalam industri adalah etil asetat, yang
dihasilkan dari reaksi asam asetat (CH3COOH) dengan etanol (C2H5OH), sebagai
berikut:

Atau : A + B D + E (1)
Persamaan (1) menggambarkan bahwa ester etil asetat yang terbentuk dari reaksi
esterifikasi dapat terhidrolisis, kembali membentuk asam asetat dan etanol.
Secara matematis, laju reaksi A dapat dituliskan sebagai :
() = 1 2 (2)
Dalam hal ini :

( ) = laju reaksi A,
.

1 = konstanta laju reaksi ke kanan (esterifikasi), .

10

2 = konstanta laju reaksi ke kiri (hidrolisis), .

, , , = berturut-turut adalah konsentrasi asam asetat, etanol, etil



asetat dan air,

Hubungan suhu absolut (T), energi aktivasi (E), dan frekuensi tumbukan (A)
dinyatakan sebagai persamaan Arrhenius:
E
k = AeRT (3)
.
R = tetapan gas ideal = 1,987 . = 0,082 .

Karena reaksi ini bersifat reversibel, maka pada suatu saat tercapai keadaan setimbang
(equilibrium), yaitu laju reaksi ke kanan = laju reaksi ke kiri, atau( ) = 0,
sehingga hubungan konsentrasi reaktan dan produk pada saat setimbang sbb :
1 CDeCEe
K= = (4)
2 CAe CBe
dalam hal ini,K = konstanta kesetimbangan kimia, sedang C De, CEe, CAe dan CBe,
berturut turut adalah konsentrasi ester, air, asam asetat dan etanol pada saat setimbang.
Bila konversi asam asetat dinyatakan sebagai banyaknya asam asetat yang telah
bereaksi terhadap asam asetat mula-mula,
n Ao n A C Ao C A
x (5)
n Aa C Aa
Banyaknya (mol) asam asetat yang bereaksi = banyaknya (mol) etil asetat yang
terbentuk = . Pada keadaan setimbang, , dapat ditentukan dari
(CDo + )(CEo + )
K= (6)
CAa (1 )(CBo )

Dalam hal ini: nAa = mol asam asetat mula- mula, nAo = jumlah mol asam asetat +
asam sulfat pada t = 0, nA= jumlah mol asam asetat yang tersisa + asam sulfat, pada t

= t, CAa = konsentrasi ( ) asam asetat pada t = 0, CAo = konsentrasi ( ) asam


asetat + asam sulfat pada t = 0, CA= konsentrasi ( ) asam asetat + asam sulfat pada

t = t, x = konversi (bagian) asam asetat, CDo, CEo, dan CBo berturut-turut adalah
konsentrasi ester, air, dan etanol pada saat t = 0.
Nilai K juga dipengaruhi oleh suhu, hubungan suhu dengan K (persamaan vant
Hoff) :
dlnK Hr
dT
= RT2 (7)

11
Bila panas reaksi(Hr) konstan terhadap suhu T, maka
1 1
= 298 ( 298) (8)

Berbagai usaha dilakukan untuk memperbanyak hasil ester, antara lain :


1. Pengusiran salah satu hasil dari campuran
2. Salah satu reaktan digunakan berlebihan
3. Kemurnian reaktan yang tinggi
4. Prinsip Le Chatelier:
a. Penggunaan suhu reaksi yang lebih tinggi untuk reaksi endotermis atau
penggunaan suhu reaksi lebih rendah untuk reaksi eksotermis akan menggeser
kesetimbangan ke kanan
b. Untuk reaksi fase gas, jika setelah reaksi terjadi penambahan jumlah mol,
tekanan operasi yang rendah menggeser kesetimbangan ke kanan
c. Adanya inert bisa mempengaruhi banyaknya hasil.
III. METODOLOGI PERCOBAAN
A. Bahan Percobaan
Bahan bahan yang digunakan :
1. Larutan asam asetat
2. Etanol
3. Asam sulfat pekat
4. Akuades
5. Natrium hidroksida
6. Larutan HCl 0,1 N
7. Indikator pp (phenolphthalein)
8. Air es

12
B. Alat Percobaan
Alat yang digunakan berupa rangkaian alat (gambar 1) dan alat-alat gelas
untuk titrasi.
Keterangan:
1. Labu leher tiga 500 mL
2. Pemanas mantel
3. Motor listrik
4. Pengaduk merkuri
5. Pendingin bola
6. Pengatur skala pemanas
7. Termometer alkohol
8. Pengambil cuplikan
9. Penyumbat
10. Steker

Gambar 1. Rangkaian Alat Esterifikasi

C. Cara Percobaan
1. Buat larutan NaOH 0,1 N sebanyak 500 mL, lanjutkan dengan standardisasi
a. Ambil 25 mL larutan NaOH 0,1 N yang sudah dibuat, tuang ke dalam
Erlemeyer 250 mL, tambahkan 3 tetes indikator pp, lalu titrasi dengan
HCl 0,1 N yang sudah distandarisis. Catat volume HCl.
b. Lakukan 2 kali lagi, lalu hitung rata-rata volume HCl yang diperlukan
(=VHCl)
2. Lakukan analisis kadar asam asetat yang akan diesterifikasi.
a. Encerkan (dengan aquadest) 5 mL (gunakan pipet volum) asam asetat
yang disediakan menjadi 100 mL (dalam labu ukur 100 mL)
b. Lakukan titrasi asam asetat yang telah diencerkan : ambil 25 mL asam
asetat encer yang tersedia di meja praktikan, tuang ke dalam Erlenmeyer
250 mL, tambahkan 3 tetes indikator pp, lalu titrasi dengan larutan
standar NaOH 0,1 N. Catat volume NaOH.
c. Ulangi titrasi 2 kali lagi, lalu hitung rata-rata volume NaOH yang
diperlukan (=Va).

13
3. Esterifikasi Asam Asetat
a. Ambil 25 mL asam asetat 1:1 yang disediakan di lemari asam (dengan
pipet volum 25 mL) lalu tuang ke Erlenmeyer 250 mL. Tambahkan 2 mL
asam sulfat (dengan pipet volum 2 mL). Aduk (dengan pengaduk gelas)
hingga tercampur rata, lalu tuang ke dalam reaktor (labu leher 3). Buka
kran pendingin, nyalakan pengaduk dan panaskan reaktor hingga suhu
campuran 900C.
b. Bersamaan dengan itu, ambil 200 mL etanol (gunakan gelas ukur) lalu
tuang ke dalam Erlenmeyer 250 mL (gunakan bekas asam asetat + asam
sulfat), pasang sumbat beserta termometer, kemudian panaskan di atas
kompor listrik hingga suhu 600C, matikan kompor.
c. Tuang etanol panas ke dalam reaktor, lalu catat waktu dan suhu akhir
campuran (usahakan suhu campuran menjadi 700C). Selanjutnya segera
ambil sampel/cuplikan awal (ambil sampel kira-kira 10 mL), tuang ke
dalam botol sampel t=0, lalu dinginkan/direndam dalam air es. Lakukan
pengambilan sampel/cuplikan berikutnya setelah 5 menit, 10 menit, 15
menit 30 menit, 60 menit dan 90 menit. Masing - masing sampel dituang
ke dalam botol sampel no t=5, t=10, t=15, t=30, t=60 dan t=90. Setiap
sampel/cuplikan selesai diambil, segera direndam dalam air es hingga
saatnya untuk dianalisis. Selama reaksi usahakan suhu campuran konstan
pada suhu 700C dengan mengatur pemanas. Catat suhu dan waktu jika
ada kenaikan/penurunan suhu. Catat kembali waktunya ketika suhu
kembali konstan.
d. Matikan pemanas dan motor pengaduk setelah pengambilan
sampel/cuplikan terakhir selesai diambil.
4. Lakukan analisis kadar asam dalam sampel 1 (t=0):
a. Encerkan sampel: Ambil 5 mL sampel (dengan pipet volume) lalu tuang ke
labu ukur 100 mL yang telah diisi aquadest. Gojog hingga homogen.
b. Lakukan titrasi: Ambil 25 mL cuplikan yang telah diencerkan (gunakan
pipet volume), lalu tuang ke dalam Erlenmeyer 250 mL. Tambahkan 3
tetes indikator pp, lalu titrasi dengan NaOH 0,1 N yang telah diketahui
normalitasnya. Catat volume NaOH yang dibutuhkan.
c. Ulangi titrasi 2 kali lalu hitung rata-rata volume NaOH yang diperlukan
(=Vt=0)
14
d. Lakukan analisis kadar asam dalam sampel berikutnya, yang diambil pada
t= 0, 5, 10, 15, 30, 60, 90 menit, lalu hitung rata-rata volume NaOH yang
diperlukan (=Vt=0, Vt=5, Vt=10, Vt=15, Vt=30, Vt=60, Vt=90)
D. Analisis Data
a. Normalitas HCl 0,1 N:
2 . Wboraks
NHCl = (7)
BMboraks VHCl
dengan,
N HCl = Normalitas larutan HCl, mgek/mL
W boraks = Berat boraks, mgram
BM boraks = Berat molekul boraks = 381,37 mg/mmol
V HCl = Volume larutan HCl untuk titrasi boraks, mL
b. Normalitas NaOH 0,1 N
VHCl NHCl
NNaOH = (9)
25
dengan,
NNaOH = Normalitas larutan NaOH, mgek/mL
NHCl = Normalitas larutan HCl, mgek/mL
VHCl = Volume larutan HCl yang diperlukan untuk titrasi, mL
c. Normalitas asam asetat yang diesterifikasi
100 250
= (11)
25 5 10
dengan,

= Normalitas ( ) asam asetat yang diesterifikasi

Va = Volum larutan standar NaOH yang diperlukan untuk titrasi 25


mL asam asetat yang sudah diencerkan
VNaOH = Volum larutan NaOH yang diperlukan untuk titrasi, mL
NNaOH = Normalitas larutan NaOH, mgek/mL
d. Normalitas asam asetat mula-mula (tanpa asam sulfat)
25
= (12)
227
dengan,

= Normalitas ( )asam asetat yang diesterifikasi


= Normalitas ( ) asam asetat awal dalam campuran reaktan

e. Normalitas asam (asetat dan sulfat) pada t = 0


=0 100
,=0 = (13)
25 5
dengan,

15

,=0 = Normalitas ( )asam asetat pada saat t=0

Vt=0 = Volum larutan NaOH yang diperlukan untuk titrasi, mL


NNaOH = Normalitas larutan NaOH, mgek/mL
f. Normalitas asam (asetat dan sulfat) pada setiap t
= 100
,= = (14)
25 5
dengan,

,= = Normalitas ( ) asam asetat pada saat t tertentu

Vt=t = Volum larutan NaOH yang diperlukan untuk titrasi, mL


NNaOH = Normalitas larutan NaOH, mgek/mL
g. Konversi asam asetat
,=0 ,=
= 100 % (15)

dengan,
XA = Konversi asam asetat, %

= Normalitas ( ) asam asetat awal dalam reaktan


,=0 = Normalitas ( )asam asetat pada saat t=0


,= = Normalitas ( ) asam asetat pada saat t tertentu

h. Normalitas etil asetat pada setiap t



,= = (14)
100
dengan,

,= = Normalitas (
) etil asetat pada saat t tertentu

= Normalitas ( ) asam asetat awal dalam reaktan

XA = Konversi asam asetat, %


i. Jumlah mol asam asetat mula-mula:
Vas
Aa = (16)
1000
dengan,
Aa = Mol asam asetat mula-mula, mol

= Normalitas ( ) asam asetat awal dalam campuran reaktan

Vas = Volume asam asetat yang diesterifikasi = 25 mL


j. Jumlah mol etanol mula-mula:
VB .B .
Bo = (17)
MrB
dengan,

16
nBo = Mol etanol mula-mula
VB = Volume etanol (200 mL)
B = Massa jenis etanol pada suhu ruang (280C), g/mL
CBb = Kadar etanol = 72%
MrB = Berat molekul etanol, 46 gram/mol
k. Jumlah mol air mula-mula :

= ( + (1 )) ( ) (18)

dengan,
nEo = Mol air mula-mula
Aa = Mol asam asetat mula-mula, mol
MrA = Berat molekul asam asetat, 60 gram/mol
A = Massa jenis asam asetat pada suhu ruang (280C), g/mL
VB = Volume etanol = 200 mL
CBb = Kadar etanol = 72%
E = Massa jenis air pada suhu ruang (280C),, g/mL
MrE = Berat molekul air, 18 gram/mol
l. Konversi setimbang teoritis

= 100% (19)

dengan,
= Konversi asam asetat setimbang teoritis, %
= Mol asam asetat yang bereaksi dalam setimbang teoritis, mol
Aa = Mol asam asetat mula-mula, mol
Nilai dapat dihitung dengan persamaan:
( +)
= ( (20)
)( )

Dengan,
K = Konstanta kesetimbangan reaksi
= Mol asam asetat yang bereaksi dalam setimbang teoritis, mol
Aa = Mol asam asetat mula-mula, mol
nBo = Mol etanol mula-mula
nEo = Mol air mula-mula
Nilai konstanta kesetimbangan reaksi dihitung dengan persamaan Vant Hoff
seperti pada persamaan berikut:

17
()
= 2 (21)

1 1
ln 1 ln 2 = ( ) (22)

Dengan,
2 = Konstanta kesetimbangan reaksi pada suhu percobaan
1 = Konstanta kesetimbangan reaksi pada suhu referensi
= Entalpi reaksi esterifikasi, J/mol
= Konstanta gas = 8,314 J/(mol.K)
= Suhu percobaan, K
= Suhu referensi, K = 298 K
Adapun untuk mencari nilai K1, dihitung dengan persamaan berikut:
0
ln 1 = (23)

Dengan,
1 = Eonstanta kesetimbangan reaksi pada suhu referensi
0 = Energi Gibbs reaksi, J/mol
= Konstanta gas = 8,314 J/(mol.K)
= Suhu referensi, K
Entalpi dan energi Gibbs reaksi esterifikasi dapat dihitung dari entalpi serta
energi Gibbs masing-masing senyawa yang diperoleh dari referensi.

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN


1. Alasan dilakukan standarisasi NaOH dengan HCl dan HCl dengan boraks.
Dilanjutkan dengan penjelasan hasil standardisasi.
2. Penjelasan reaksi esterifikasi.
3. Alasan segera meletakkan botol sampel dalam wadah yang berisi air es.
4. Kesimpulan yang didapat dari hasil titrasi dan data hasil perhitungan konversi.
5. Daftar dan grafik CA vs t, XA vs t, Cetil asetat vs t dan pembahasan hasilnya, dan
asumsinya (bila ada). Kdcenderungan hasil titrasi terhadap konsentrasi yang ada
dalam sampel cuplikan. Sebutkan jika terjadi perubahan bau dan warna. Apakah
laju reaksinya seragam?
6. Tampilkan Hf masing-masing komponen (etanol, asam asetat, etil asetat dan air),
K298 dan hasil hitung Hr, Keq pada suhu reaksi, dan XAe. Sebutkan asumsi-asumsi
yang digunakan. Lampirkan data dari literatur yang digunakan pada analisis data.

18
7. Bandingkan XA hasil percobaan dengan XAe. Beri penjelasan. Apakah reaksi
menuju seimbang? Bagaimana ciri reaksi seimbang?
8. Hal-hal yang berpengaruh (kecenderungan) pada reaksi.
9. Penjelasan usaha-usaha untuk memperbanyak hasil ester (agar reaksi ke arah
produk).

V. KESIMPULAN
(tuliskan apa saja yang Saudara dapat simpulkan dari percobaan ini)

VI. DAFTAR PUSTAKA


Atkins, Peter. 2006. Physical Chemistry 8th Edition. Oxford: Oxford University
Press.
Griffin, R.C., 1921, Technical Methods of Analysis, 2 ed., pp.309-311, McGraw-
Hill Book Company, Inc., New York.
Groggins, P. H., 1958, Unit Processes In Organic Synthesis, 5th ed., pp 694-702,
McGraw-Hill Book Company, Inc., New York
Perry, R. H., and Green, D. 1999. Perrys Chemical Engineers Handbook, 7th ed.
New York: McGraw-Hill Book Company.

VII. LAMPIRAN
A. Identifikasi Hazard Bahan Kimia dan Proses
Semua bahan yang digunakan untuk praktikum diindentifikasi tingkat hazard-
nya sesuai dengan MSDS. Aktivitas praktikum yang berbahaya dan
kemungkinan terjadinya bahaya diidentifikasi lalu disertakan cara
penanganannya.
Format :
Identifikasi hazard terdiri dari :
Jenis bahan
Sifat-sifat bahan
Cara penanganan
Identifikasi hazard untuk unsafe acts terdiri dari :
Jenis tindakan berbahaya
Bahaya yang ditimbulkan

19
Tindakan yang seharusnya
B. Penggunaan Alat Perlindungan Diri
(Jelaskan penggunaan masing-masing alat perlindungan diri)
C. Manajemen Limbah
Identifikasi semua limbah yang dihasilkan dari percobaan ini, termasuk
jenis dan pembuangannya. Pisahkan dalam wadah tersendiri : larutan NaOH
sisa agar bisa digunakan lagi, campuran hasil reaksi, hasil titrasi.
D. Data Percobaan
E. Perhitungan

20
LAPORAN SEMENTARA
ESTERIFIKASI ASAM ASETAT
(B)

Nama Praktikan : 1. NIM :


2. NIM :
3. NIM :
Hari/tanggal :
Asisten : Muhammad Naufal Fakhry / Ivone Marselina Nugraha
Data Percobaan
1. Berat Boraks : 1. 2. 3.
Volume HCl titrasi : 1. 2. 3.
2. Berat NaOH : gram
Volume larutan NaOH : mL
3. Standardisasi NaOH
Volume larutan NaOH 0,1 N yang dititrasi = 25 mL
Volume HCl untuk titrasi larutan NaOH : 1. 2. 3.
Analisa Vsampel encer, VNaOH, Perubahan Perubahan
Pukul Suhu, oC
kadar asam mL mL warna Bau
25
Asetat 25
25
25
Asetat +
25
Sulfat t=0
25
25
Asetat +
25
Sulfat t=15
25
25
Asetat +
25
Sulfat t=30
25
25
Asetat +
25
Sulfat t=60
25
25
Asetat +
25
Sulfat t=90
25
25
Asetat +
25
Sulfat t=120
25
Yogyakarta,
Asisten Jaga, Praktikan,
1.

2.

3.
21
PEMUNGUTAN PEKTIN
(C)

I. TUJUAN PERCOBAAN
Tujuan percobaan ini adalah sebagai berikut :
1. Mempelajari proses pemungutan pektin dari kulit jeruk.
2. Mempelajari pengaruh jenis dan volume dari bahan kimia penggumpal terhadap jumlah pektin
yang diperoleh.
3. Mempelajari pengaruh waktu pengovenan terhadap hasil pektin yang diperoleh.

II. DASAR TEORI


Pektin adalah polisakarida heterogen yang didominasi oleh gugus homogalakturonat
(kopolimer yang tersusun dari asam galakturonat dan metal ester dari asam galakturonat)
(Walter, 1991). Semula pektin hanya digunakan sebagai bahan pembentuk gel dan pemodifikasi
tekstur dalam industri yang berkaitan dengan makanan. Dalam perkembangan selanjutnya,
pektin dikenal sebagai senyawa yang berguna untuk modifikasi aspek rasa dan estetika pada
makanan, studi - studi modern juga telah mengungkapkan manfaat pektin sebagai senyawa
fungsional dalam tubuh manusia, antara lain berfungsi untuk menstimulasi sistem pertahanan
tubuh dan menurunkan kadar kolesterol dalam darah.
Pektin adalah senyawa utama penyusun dinding sel tumbuhan yang berfungsi mengikat sel-
sel satu sama lain. Dalam jaringan tumbuhan (terutama pada buahnya) yang masih muda,
senyawa pektin masih dalam bentuk protopektin yang sifatnya tidak larut dalam air. Hal ini
karena protopektin terbentuk dari reaksi pectic substances dengan selulosa. Selulosa terdapat
pada dinding sel tanaman dan protopektin terletak pada bagian tengah lamela antara dinding-
dinding sel (Nagodawithana, 1993). Oleh karena itu, dimungkinkan mereka saling bergabung
(bereaksi) membentuk makromolekul yang tidak larut dalam air. Senyawa ini dapat dipisahkan
dari jaringan tumbuhan dengan cara hidrolisis untuk mengubah protopektin tersebut menjadi
senyawa pektat yang dapat terdispersi dalam air. Dengan penambahan senyawa-senyawa polar
(misalnya alkohol rantai pendek, keton rantai pendek, atau garam-garam logam), senyawa pektat
terdispersi dapat diendapkan sebagai senyawa polisakarida yang sehari-hari disebut pektin.
Kandungan pektin dalam beberapa sumber antara lain: apel 1-15%, aprikot 1%, ceri 0,4%,
jeruk 0,5-3,5%, wortel 1,4%. Pektin yang banyak dijual merupakan hasil ekstraksi dari kulit
buah jeruk yang mengandung sekitar 25% pektin, dan buah apel yang dikeringkan (Walter,
1991). Salah satu sumber pektin yang sangat potensial adalah limbah dari industri produk olahan
buah-buahan, misalnya pabrik jus jeruk, jus apel, dan lain-lain. Limbah tersebut dapat berupa
kulit buah, ampas daging buah, dll. Produksi pektin dari bahan baku limbah akan memberikan

22
keuntungan tambahan karena pektin murni dapat dijual dengan harga tinggi dan proses
produksinya tidak terlalu rumit. Walaupun demikian, diperlukan pertimbangan yang matang
dalam pemilihan kondisi proses dan bahan kimia penggumpal agar dipeoleh percent recovery
optimum dan kemurnian maksimum.

III. METODOLOGI PERCOBAAN


A. Bahan
Bahan-bahan yang digunakan pada percobaan ini adalah:
a. Serbuk albedo jeruk bali
b. HCl pekat 37%
c. Aquadest
d. Air kran
e. Etanol 96 %
f. Isopropil alkohol
g. Aseton
h. HCl 0,05 N

B. Alat
Alat-alat dalam percobaan ini dirangkai seperti gambar berikut :

Keterangan:
a. Waterbath
b. Labu leher tiga 500 mL
c. Pendingin bola
d. Pengaduk merkuri
e. Termometer alkohol 110
f. Motor listrik
Arah aliran air pendingin

Gambar 1.Rangkaian Alat Hidrolisis Pektin

C. Cara Kerja
Percobaan dilaksanakan dengan prosedur sebagai berikut:
a. Proses hidrolisis protopektin menjadi senyawa pektat

23
a. Hidupkan waterbath dan thermostat 30 menit sebelum praktikum serta diatur pada
suhu 65 .
b. Buat larutan HCl dengan pH 1 sebanyak 250 mL dengan cara mengambil 2,10 mL
larutan HCl pekat 37% dan masukkan ke dalam gelas beker 250 mL yang berisi 50
mL aquadest, lalu pindahkan campuran HCl ke dalam labu ukur 250 mL dan
tambahkan aquadest hingga volume larutan 250 mL.
c. Rangkai alat percobaan seperti pada gambar 1.
d. Pisahkan larutah HCl tersebut ke dalam tiga buah gelas beker 250 mL dengan
volume yang sama banyak.
e. Masukkan larutan HCl yang terdapat pada salah satu gelas beker tersebut ke dalam
labu leher tiga 500 mL.
f. Hidupkan motor pengaduk dan alirkan air melalui pendingin bola.
g. Panaskan larutan hingga suhunya sekitar 60 .
h. Timbang serbuk albedo jeruk bali sebanyak 10 gram dengan petridish menggunakan
neraca analitis digital.
i. Masukkan serbuk albedo jeruk bali yang telah ditimbang ke dalam salah satu gelas
beker yang berisi larutan HCl tersebut. Aduk hingga terbentuk slurry.
j. Masukkan slurry yang telah dibuat dengan bantuan corong gelas setelah suhu
larutan dalam labu leher tiga 500 mL mencapai 60 .
k. Bilas sisa slurry pada gelas beker 250 mL tersebut dengan larutan HCl yang terdapat
pada gelas beker yang tersisa.
l. Lakukan hidrolisis selama 1 jam pada suhu 60 .
m. Matikan dan lepaskan semua rangkaian alat setelah hidrolisis selesai dengan tetap
menyalakan pendingin bola.
n. Catat suhu akhir hidrolisis.
o. Dinginkan larutan dalam labu leher tiga 500 mL sampai suhunya 40 dengan
merendam larutan dalam baskom berisi air kran.
p. Saring larutan dari labu leher tiga 500 mL dengan menggunakan kain saring yang
dipasang pada corong gelas (buchner) dan tampung filtrat dalam erlenmeyer 500
mL.

b. Presipitasi dispersi asam pektat menjadi pektin


a. Masukkan 5 petridish kosong ke dalam oven selama 10 menit, kemudian masukkan
5 petridish kosong yang telah di oven tersebut ke dalam eksikator selama 10 menit.
b. Siapkan 5 buah gelas beker 250 mL dan masukkan 25 mL filtrat dengan pipet
volume 25 mL ke dalam setiap gelas beker 250 mL untuk gelas beker I, II, III, IV
dan V.

24
c. Untuk kode ganjil, Masukkan 15 mL aseton ke dalam gelas beker I, 25 mL aseton ke
dalam gelas beker II, 25 mL isopropil alkohol ke dalam gelas beker III, 25 mL
etanol 96% ke dalam gelas beker IV, dan 25 mL HCl 0,05 N ke dalam gelas beker
V.
Dan untuk kode genap, Masukkan 25 mL aseton ke dalam gelas beker I, 15 mL
isopropil alkohol ke dalam gelas beker II, 25 mL isopropil alkohol ke dalam gelas
beker III, 25 mL etanol 96% ke dalam gelas beker IV, dan 25 mL HCl 0,05 N ke
dalam gelas beker V.
d. Aduk larutan dalam masing-masing gelas beker 250 mL, selama kurang lebih 1
menit dan biarkannya selama kurang lebih 15 menit.
e. Timbang berat kering 5 kertas saring yang akan digunakan untuk menyaring pektin
dan 5 petridish kosong yang akan digunakan untuk penentuan berat kering pektin.
f. Pisahkan pektin yang terbentuk pada gelas beker I, II, III, IV, dan V dari cairan
dengan menyaringnya menggunakan kertas saring yang dipasang pada corong gelas
dan tampung filtratnya dalam erlenmeyer 125 mL.
g. Masukkan kertas saring dengan pektin yang tertahan ke dalam petridish (masing-
masing petridish diisi dengan satu kertas saring).
h. Timbang kertas saring yang terisi pektin tertahan bersama dengan petridish
menggunakan neraca analitis, catat hasilnya.
c. Penentuan berat kering pektin
a. Masukkan 5 petridish yang berisi kertas saring dan pektin ke dalam oven dan
lakukan pengovenan selama 1 jam, lalu masukkan 5 petridish tersebut ke dalam
eksikator selama 10 menit kemudian timbang beratnya menggunakan neraca analitis
digital dan catat hasilnya.
b. Lakukan pengovenan kedua selama 1.5 jam, lalu masukkan petridish berisi kertas
saring tersebut ke dalam eksikator selama 10 menit, kemudian timbang beratnya
menggunakan neraca analitis digital dan catat hasilnya.
c. Ulangi langkah 2 di atas sekali lagi.
d. Cuci petridish dan letakkan di tempat pektin.
D. Analisis Data
Penentuan volume HCl pekat yang harus diencerkan dapat menggunakan persamaan
sebagai berikut :

a= ... (1)

Keterangan :
a = volume HCl pekat yang harus diencerkan, mL
M = molaritas atau konsentrasi hasil pengenceran, M
V = volume hasil pengenceran, mL

25
k = kadar HCl pekat, %
= densitas HCl pekat, g/mL
BM = berat molekul HCl

Penentuan berat kering pektin yang terambil

= - ... (2)

Massa krus + kertas saring + pektin diambil dari data terakhir penimbangan (setelah
pengovenan ketiga)

Penentuan total pektin yang terdapat dalam cairan hidrolisis

Massa total pektin (gram) = ... (3)

Keterangan :
V1 = volume total filtrat cairan hidrolisis, mL
V2 = volume filtrat dalam sampel, mL
X3 = massa pektin dalam sampel, gram

Perhitungan Percent Recovery


... (4)
% Recovery =

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN


Hal - hal yang perlu dibahas adalah perlakuan perlakuan dalam percobaan (tujuan, langkah
- langkah, fungsi bahan, asumsi yang diambil, faktor yang mempengaruhi, hal menyimpang yang
terjadi, dan lain lain) dan juga pengetahuan umum tentang pektin. Selain itu yang penting
adalah berdasarkan hasil analisa data, dibahas pengaruh jenis bahan kimia penggumpal terhadap
% recovery pektin. Pembahasan perlu difokuskan pada penjelasan ilmiah terhadap fenomena
yang teramati dalam percobaan ini, khususnya pada proses penggumpalan pektin (pelajari pula
mekanisme pemecahan dispersi dan efek polaritas molekul terhadap keberhasilan usaha
pemecahan dispersi tersebut).

V. KESIMPULAN
Kesimpulan menjadi poin akhir dari pembahasan hasil percobaan serta menjawab tujuan
percobaan.

26
VI. DAFTAR PUSTAKA
Walter, Reginald H, 1991, The Chemistry and Technology of Pectin, pp. 2 5, 68, Academic
Press, Inc., California.
Nagodawithana, Tilak, 1993, Enzymes in Food Processing, pp. 363 - 365, Academic Press,
Inc., California.

VII. LAMPIRAN
A. Identifikasi Hazard Proses dan Chemical
Mengidentifikasi tingkat hazard suatu bahan kimia yang digunakan dalam praktikum ini
sesuai MSDS dan mengidentifikasi potensi bahaya dari setiap proses yang dilakukan.
B. Penggunaan Alat Perlindungan Diri
Masker, jas laboratorium, sarung tangan, goggle, sepatu tertutup.
C. Manajemen Limbah
Menjelaskan tentang cara penanganan dan pembuangannya limbah-limbah yang
dihasilkan pada praktikum pemungutan pektin ini. Beberapa contoh limbah hasil praktikum
ini adalah limbah larutan aseton, isopropil alkohol, sisa HCl, etanol 96% dan pektin.
D. Data Percobaan
E. Perhitungan

27
LAPORAN SEMENTARA
PEMUNGUTAN PEKTIN
(C)

Nama Praktikan : 1. NIM :


2. NIM :
3. NIM :
Hari/tanggal :
Asisten : Erda Cantia Ayunandya / Kanda Wiba Pratama
Data Percobaan
A. Hidrolisis
Massa serbuk albedo : gram
Volume cairan hidrolisis awal : mL
pH larutan hidrolisis :
Suhu hidrolisis : C
Suhu oven : C
Waktu hidrolisis : jam
Waktu pengovenan : jam
Volume cairan hidrolisis (V1) : mL

B. Penggumpalan
Gelas Beker
Data
I II III IV V
Jenis penggumpal
Kenampakan
Volume filtrat
pektin dalam
hidrolisis, V2 (mL)
kertas saring
Massa petridish +
kertas saring (g)
Massa petridish +
kertas saring +
pektin (g)
Massa petridish + 1. 1. 1. 1. 1.
kertas saring +
pektin setelah 2. 2. 2. 2. 2.
pengeringan (g) 3. 3. 3. 3. 3.
Hasil Pektin (g)

Yogyakarta,
Asisten Jaga, Praktikan,
1.

2.

3.

28
ANALISIS MINYAK NABATI

(D)
I. TUJUAN PERCOBAAN

Percobaan ini bertujuan untuk mengetahui kualitas minyak nabati dengan melihat tingkat
bilangan asam dan bilangan penyabunan minyak tersebut.

II. DASAR TEORI


Lemak atau dalam Bahasa Inggris lipid berasal dari kata Bahasa Yunani, yaitu lipos yang
berarti lemak dalam bentuk padat pada suhu ruangan. Lemak merupakan senyawa yang larut
dalam pelarut non-polar. Lemak biasanya ditemukan pada makhluk hidup atau biologis.
Senyawa asam karboksilat yang ditemukan pada makhluk hidup ditemukan sebagai bentuk ester
dari gliserol yang bernama triasilgliserol atau yang umumnya disebut lemak. Lemak yang
berwujud cair pada suhu ruangan biasanya disebut sebagai minyak.

Lemak pada hewan biasanya berbentuk padat pada suhu kamar dikarenakan adanya
kandungan asam lemak jenuh (asam palmilat dan stearat) yang memiliki titik cair yang lebih
tinggi. Minyak yang ditemukan pada tumbuhan biasa disebut sebagai minyak nabati dikarenakan
mengandung asam lemak tidak jenuh yang memiliki titik cair yang lebih rendah, sehingga
berwujud cair dalam suhu kamar.

Dari rumus bangunnya, lemak atau minyak dipandang sebagai hasil kondensasi satu molekul
gliserol (gliserin) dengan 3 molekul asam lemak sebagaimana yang tersajikan pada gambar 1:

29
Minyak dan lemak mempunyai sifat fisis dan kimia yang berebeda karena adanya perbedaan
jumlah dan jenis eter yang menyusun komponen tersebut (Ketaren, 1986)

a. Sifat Fisis
Zat warna yang terkandung dalam minyak dapat berupa zat warna alamiah (misalnya
dan karoten, xantofil, klorofil dan antocyanin) maupun zat warna hasil degradasi zat
warna alamiah. Sifat fisis lainnya yaitu kemampuan minyak atau lemak menimbulkan
bau amis yang mirip bau tidak sedap pada ikan (fishy flavor) yang disebabkan interaksi
antara trimetilamin oksida dengan ikatan rangkap dari lemak tidak jenuh. Minyak dan
lemak tidak larut dalam air, sedikit larut dalam etanol. Namun, dalam pelarut non-polar
seperti etil eter, karbon disulfida dan pelarut halogen, minyak dan lemak larut
sempurna.
b. Sifat Kimia
Senyawa ini memiliki sifat mudah dihidrolisis menjadi asam lemak bebas dan gliserol,
mudah membentuk sabun dengan penambahan basa dan mudah dihidrogenasi oleh
hidrogen murni dengan nikel sebagai katalis membentuk asam lemak jenuh (Ketaren,
1986). Minyak mengandung asam lemak sangat tidak jenuh sehingga mudah teroksidasi
secara spontan oleh oksigen pada suhu ruang. Reaksi oksidasi ini akan mengakibatkan
munculnya bau tengik pada minyak.

Pengujian minyak nabati bertujuan untuk mengetahui kualitas minyak pada percobaan ini.
Metode uji yang digunakan adalah metode bilangan asam dan bilangan penyabunan.

Bilangan asam adalah bilangan yang menunjukkan jumlah miligram KOH atau NaOH yang
dibutuhkan untuk menitrasi kandungan asam lemak bebas dalam 1 gram minyak. Yang dimaksud
dengan asam lemak bebas adalah asam lemak yang tidak ter-ester dengan gliserol. Bilangan
asam ini menunjukkan tingkat ketengikan (randicity) dari minyak dikarenakan asam lemak bebas
yang teoksidasi.

Bilangan penyabunan dinyatakan sebagai jumlah miligram KOH atau NaOH yang
diperlukan untuk menyabunkan 1 gram minyak. Minyak yang mempunyai berat molekul rendah
akan mempunyai bilangan penyabunan yang lebih tinggi daripada minyak dengan berat molekul
besar. Minyak dengan berat molekul rendah menunjukkan banyaknya ikatan rangkap atau ikatan
tidak jenuh dalam struktur hidrokarbon minyak. Ini juga menunjukkan banyaknya asam lemak
yang terikat oleh minyak sehingga minyak tidak mudah teroksidasi.

30
III. METODOLOGI PERCOBAAN
A. Bahan

Bahan yang digunakan pada percobaan ini adalah:

1. Minyak Goreng
2. Larutan etanol 96%
3. Larutan HCl 1 N
4. Larutan NaOH 0,1 N
5. KOH pelet
6. Indikator phenolphthalein
7. Aquadest

B. Rangkaian Alat Percobaan

Gambar 2. Rangkaian Alat Penentuan Bilangan Asam dan Bilangan Penyabunan

C. Cara Kerja
1. Standardisasi larutan NaOH x N dengan larutan HCl 0,1 N
Larutan NaOH x N diambil sebanyak 10 mL dengan pipet volume 10 mL dan
dimasukkan ke dalam Erlenmeyer 125 mL. Indikator phenolphthalein ditambahkan
sebanyak 3 tetes. Larutan NaOH x N dititrasi dengan larutan HCl 0,1 N standar hingga
titik ekivalen tercapai, yaitu terjadi perubahan warna dari ungu menjadi bening. Volume
HCl yang digunakan untuk titrasi dicatat dan percobaan ini diulangi dua kali lagi.
2. Penentuan bilangan asam
a. Pembuatan etanol netral

31
Larutan etanol diambil sebanyak 120 mL dan dimasukkan ke dalam gelas beker 250
mL serta ditambahkan 3 tetes indikator phenolphthalein. Larutan tersebut dititrasi dengan
larutan NaOH x N menggunakan pipet tetes hingga titik ekivalen, yaitu saat tetesan
NaOH x N berwarna merah muda.
b. Pelarutan minyak ke dalam etanol netral
Minyak ditimbang 10 gram dalam Erlenmeyer 250 mL dan ditambahkan 50 mL
larutan etanol netral menggunakan pipet volume 25 mL serta 5 tetes indikator
phenolphthalein ke dalam Erlenmeyer tersebut. Alat dirangkai seperti gambar 3. Air
pendingin dialirkan dan kompor dinyalakan. Proses ini ditunggu hingga 15 menit setelah
larutan mendidih. Kompor listrik dimatikan dan larutan didinginkan.
c. Titrasi dengan latutan NaOH x N

Seluruh isi Erlenmeyer 250 mL dititrasi dengan larutan NaOH x N hingga titik
ekivalen tercapai, yaitu terjadi perubahan warna dari putih keruh menjadi merah muda.
Volume NaOH yang diperlukan dicatat. Percobaan diulangi sekali lagi.

3. Penentuan bilangan penyabunan


a. Pembuatan larutan KOH alkoholis
Etanol teknis diambil sebanyak 250 mL dan dituangkan ke dalam gelas beker 500 mL.
Kalium Hidroksida ditambahkan sebanyak 7,5 gram. Campuran diaduk hingga KOH
terlarut sempurna. Larutan KOH alkoholis 0,5 N siap digunakan.
b. Pembuatan larutan sampel

Minyak ditimbang sebanyak 4 gram dalam Erlenmeyer 250 mL dan ditambahkan


larutan KOH alkoholis sebanyak 50 mL dengan dengan pipet volume 25 mL serta 5 tetes
indikator phenolphthalein. Air pendingin dialirkan ke rangkaian alat dan kompor
dinyalakan. Proses ini ditunggu selama 60 menit setelah larutan mendidih. Kompor
dimatikan dan larutan didinginkan.

c. Pembuatan larutan blangko


Larutan KOH alkoholis diambil 50 mL dengan pipet volume 25 mL dan dituangkan ke
Erlenmeyer 250 mL yang masih kosong. Indikator phenolphthalein ditambahkan
sebanyak 5 tetes ke dalam larutan. Air pendingin dialirkan dan kompor dinyalakan.
Proses ditunggu hingga 60 menit setelah larutan mendidih. Kompor dimatikan dan
larutan didinginkan.
d. Titrasi larutan sampel dan blangko

32
Masing-masing larutan (sampel dan blangko) dititrasi dengan larutan HCl 1 N sampai
titik ekivalen tercapai, yaitu terjadi perubahan warna larutan menjadi kuning pucat untuk
larutan blangko dan menjadi kuning sangat bening untuk larutan sampel. Volume HCl
yang diperlukan dicatat. Percobaan diulangi sekali lagi.

D. Analisis Data
1. Standardisasi larutan NaOH X N dengan larutan HCl 0,1 N

Normalitas larutan NaOH tiap sampel diperoleh dari persamaan berikut:

.
= (3)

dengan: : normalitas larutan NaOH (N)

: volume larutan HCl untuk titrasi (mL)

: normalitas larutan HCl (N)

: volume larutan NaOH untuk titrasi (mL)

Normalitas larutan NaOH rata-rata diperoleh dari persamaan berikut:

1 +2 +3
| | = (4)
3

dengan: | |: normalitas larutan NaOH rata-rata (N)

1 : normalitas larutan NaOH sampel 1 (N)

2 : normalitas larutan NaOH sampel 2 (N)

3 : normalitas larutan NaOH sampel 3 (N)

2. Penentuan bilangan asam

Bilangan asam dari masing-masing sampel diperoleh dari persamaan berikut:

. .
= (5)

Dengan:

: bilangan asam

: normalitas larutan NaOH (N)

33
: volume larutan NaOH untuk titrasi larutan sampel (mL)

: berat molekul NaOH (40 gram/mol)

: massa minyak sampel (gram)

Bilangan asam dari seluruh sampel diperoleh dari persamaan berikut:

1 +2
= (6)
2

dengan: : bilangan asam rata-rata

1 : bilangan asam sampel 1

2 : bilangan asam sampel 2

3. Penentuan bilangan penyabunan

Bilangan penyabunan dari masing-masing sampel diperoleh dari persamaan berikut:

( ). .
= (7)

Dengan:

: bilangan penyabunan

: volume larutan HCl untuk titrasi larutan blangko(mL)

: volume larutan HCl untuk titrasi larutan sampel (mL)

: normalitas larutan HCl

: berat molekul HCl (36,5 gram/mol)

: massa minyak sampel (gram)

Bilangan penyabunan rata-rata dari seluruh sampel diperoleh dari persamaan berikut:

1 +2
= (8)
2

dengan: : bilangan penyabunan rata-rata

1 : bilangan penyabunan sampel 1

2 : bilangan penyabunan sampel 2


34
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
Hal-hal yang adan dalam pembahasan :
1. Asumsi-asumsi yang digunakan dalam percobaan.
2. Hasil dari percobaan dan pembahasannya, kaitkan dengan teori yang ada dan beri
penjelasan mengenai pencapaian tujuan percobaan.
3. Bandingkan kualitas minyak nabati percobaan dengan standar kualitas minyak nabati
yang digunakan, bila ada ketidaksesuaian, beri penjelasan logis mengapa hal itu terjadi.
V. KESIMPULAN
Berisi poin-poin yang diperoleh dari percobaan ini. Kesimpulan dibuat berkaitan dengan
tujuan dan berhubungan dengan pembahasan.

VI. DAFTAR PUSTAKA


Solomons, T.W. dan Fryhle, C.B., 2011, Organic Chemistry, edisi ke-10, John Wiley &
Sons, Inc., New York.

Griffin, R.C, 1927, Technical Methods of Analysis, 2 ed,pp. 309-311, Mcgraw Hill Book
Comapany, Inc, New York.
Groggins,P.H, 1958,Unit Processes in Organic Synthesis,pp. 107-110, Mcgraw Hill Book
Comapany, Inc, New York.
Ketaren,S., 1986, Minyak dan Lemak Pangan, hal 22-23,61-72, Penerbit Universitas
Indonesia, Jakarta.
Kirk,R.E, and Othmer, D.F, 1950, Encyclopedia of Chemical Technology, vol , pp. 817-
819, Interscience Encyclopedia, Inc., New York.
Werthem,E.,1948, Introduction Organic Chemistry, pp.339-354, Mcgraw Hill Book
Comapany, Inc, New York.
VII. LAMPIRAN
A. Identifikasi Hazard Proses dan Bahan kimia
1. Hazard Proses
Identifikasi potensi hazard dan tindakan yang seharusnya dilakukan dalam percobaan.
2. Bahan kimia
Identifikasi hazard semua bahan kimia yang digunakan dalam percobaan meliputi
sifat bahan sesuai MSDS dan penanganannya.
B. Penggunaan Alat Perlindungan Diri
Jelaskan masing-masing alat perlindungan diri yang digunakan.
C. Manajemen Limbah

35
Identifikasi limbah yang dihasilkan dari percobaan (standardisasi, penentuab bilangan
asam dan penentuan bilangan penyabunan). Jelaskan penanganan dan pembuangan
masing-masing limbah beserta alasannya.
D. Data Percobaan
E. Perhitungan

36
LAPORAN SEMENTARA
ANALISIS MINYAK NABATI
(D)

Nama Praktikan : 1. NIM :


2. NIM :
3. NIM :
Hari/tanggal :
Asisten : Galuh Amalia Agata / Mayzaki Dwi Putra
Data Percobaan
Jenis minyak yang dianalisis :
1. Standardisasi larutan NaOH x N dengan larutan HCl 0.1 N
No. Volume Larutan NaOH, mL Volume Larutan HCl, mL
1.
2.
3.
2. Penentuan bilangan asam
Berat minyak : 1.
2.
Lama pemanasan :
Volume larutan etanol netral dalam larutan :
Volume larutan NaOH untuk titrasi : 1.
2.
Perubahan warna larutan setelah titrasi : 1.
2.
3. Penentuan bilangan penyabunan
Berat minyak : 1.
2.
Berat KOH :
Lama pemanasan :
Volume larutan KOH alkoholis dalam larutan :
Volume larutan HCl untuk titrasi larutan blangko : 1.
2.
Volume larutan HCl untuk titrasi larutan sampel : 1.
2.
Perubahan warna larutan blangko setelah titrasi : 1.
2.
Perubahan warna larutan sampel setelah titrasi : 1.
2.

Yogyakarta,
Asisten Jaga, Praktikan,
1.

2.

3.

37
DISTILASI CAMPURAN IMMISCIBLE
(E)

I. TUJUAN PERCOBAAN
Percobaan ini bertujuan untuk:
1. Memahami cara melakukan operasi distilasi untuk pengambilan minyak atsiri dari
campuran immiscible dengan konsentrasi rendah.
2. Memahami cara menentukan recovery minyak atsiri dengan proses distilasi yang
dilakukan.

II. DASAR TEORI


Proses pemisahan merupakan salah satu inti dari bidang teknik kimia. Pada
industri kimia, pemisahan dilakukan pada unit persiapan untuk mendapatkan bahan
baku yang dibutuhkan pada unit proses dan juga dilakukan pada unit finishing untuk
memurnikan produk hasil reaksi agar produk yang didapatkan memiliki nilai ekonomis
yang lebih tinggi.
Proses pemisahan terjadi pada campuran. Campuran dapat dipisahkan menjadi
campuran homogen dan campuran heterogen. Campuran homogen yakni pencampuran
antara dua bahan atau lebih yang berfase sama dan pada akhir pencampuran tidak
terlihat batas antar bahan karena molekul-molekulnya yang bercampur, seperti garam
yang larut dalam airCampuran heterogen adalah pencampuran dua bahan atau lebih
yang memiliki beda fase dan terlihat jelas batas fase antar kedua bahan. Proses
pemisahan untuk campuran heterogen biasanya didasarkan pada perbedaan ukuran
partikel antar fase atau atas perbedaan densitas (Purwono dkk, 2005).
Minyak atsiri adalah minyak yang terkandung pada hampir seluruh bagian
tumbuhan, yaitu daun, ranting, bunga, buah, kayu, kulit kayu, dan akar meskipun
dengan kadar berbeda-beda. Minyak atsiri dalam tumbuhan biasanya merupakan bahan
yang volatile (mudah menguap), termasuk golongan hidrokarbon asiklik dan isosiklik
serta turunan hidrokarbon yang mengikat oksigen. Minyak atsiri mengandung
bermacam-macam komponen yang berbeda satu sama lainnya, tetapi secara umum
dapat digolongkan dalam empat senyawa dominan, yaitu terpene, senyawa hidrokarbon
berantai lurus, senyawa turunan benzene, dan senyawa lain yang spesifik untuk masing-
masing tanaman (Guenther, 1948).

38
Pemungutan minyak atsiri pada campuran immiscible ini biasa digunakan untuk
memungut minyak atsiri dari campuran immiscible dengan konsentrasi minyak rendah.
Dengan melakukan proses distilasi ini, konsentrasi minyak akan semakin berkurang
pada campuran immiscible-nya. Setelah konsentrasi minyakyang diperoleh dari hasil
distilasi cukup tinggi, maka proses pemisahan dapat dilanjutkan dengan melakukan
proses dekantasi yang lebih sederhana.
Distilasi merupakan suatu cara yang digunakan untuk memisahkan dua atau
lebih komponen cairan berdasar perbedaan titik didihnya. Uap yang dibentuk selama
distilasi makin lama makin jenuh dan makin banyak mengandung komponen yang lebih
mudah menguap (yaitu komponen yang titik didihnya rendah) (Perry, 1999). Sehingga
komponen yang diuapkan tersebut diembunkan, dan campuran dapat dipisahkan.
Campuran immiscible merupakan campuran antara dua atau lebih cairan yang
tidak saling larut akibat sifat molekul yang berbeda (misalnya: kepolaran bahan), seperti
minyak yang bersifat non polar tidak bisa larut dalam air yang bersifat polar. Karena
minyak dan air bersifat immiscible, maka kedua zat tersebut akan mendidih bersama
pada suhu campuran yang lebih rendah dari titik didih solvennya yakni air sehingga
minyak pada hasil uap akan lebih banyak karena titik didih minyak di bawah titik didih
air. Hal ini sangat menguntungkan karena suhu opersai menjadi rendah sehingga
kerusakan alat dapat diminimalisir.
Untuk suatu keadaan, dimana bahan volatil (A) yang tidak larut dalam air
(immiscible) maka komponen A dapat dipisahkan dengan operasi distilasi kukus. Cairan
akan mendidih jika tekanan uap total dari cairan sama dengan tekanan sistem.
Berdasarkan keadaan ini, maka suhu didih cairan dapat diturunkan dengan penurunan
tekanan sistem. Selain itu untuk menurunkan titik didih cairan dapat dilakukan dengan
menambahkan uap inert ke dalam sistem. Uap inert tersebut akan memiliki kontribusi
pada tekanan uap, sehingga cairan akan mendidih pada tekanan yang lebih rendah.
Bahan inert harus mudah dipisahkan dari distilat dan tidak bereaksi dengan komponen-
komponen yang diambil sebagai produk. Uap bahan inert yang ditambahkan ke dalam
sistem biasanya berupa kukus (steam), sehingga distilasi ini sering disebut sebagai
distilasi kukus.
Jika tekanan uap kukus yang ditambahkan adalah Ps dan tekanan total sistem
adalah P, maka campuran akan mendidih jika tekanan uap komponen volatil mencapai
(P Ps). Dengan hadirnya steam menyebabkan tekanan efektif sistem sama dengan
tekanan total dikurangi dengan tekanan parsial kukus, dengan cara ini suhu penguapan
komponen A lebih rendah dari titik didih komponen A dan titik didih air. Oleh karena
39
itu, dengan distilasi kukus ini titik didih campuran menjadi lebih rendah. Rasio jumlah
molekul kukus dan komponen volatil yang terdistilasi dalam uap dapat ditentukan
berdasarkan rasio tekanan parsialnya, yang dapat dituliskan sebagai berikut:
PA P - PS WA / MA
= =
PS PS WS / MS

WA MA P - PS
=
WS MS PS
Dengan:
MA dan MS = Berat molekul A dan berat molekul kukus
P = Tekanan total sistem
PA dan PS = Tekanan parsial komponen A dan tekanan parsial kukus
WA dan WS = Massa komponen A dan massa kukus dalam uap
Contoh distilasi di industri ialah pemisahan minyak mentah ke dalam fraksi-
fraksi, yang memiliki titik didih tertentu dan berbeda-beda. Hal ini karena jenis
komponen hidrokarbon begitu banyak, sehingga memiliki titik didih yang beragam.
Secara sederhana prosesnya, minyak mentah dipanaskan dalam boiler padasuhu tinggi
( 600 C), kemudian minyak dialirkan ke menara distilasi, dalam menara distilasi uap
minyak mentah bergerak keatas, dalam pergerakannya, uap minyak mentah menjadi
dingin karena terkondensasi dalam bentuk cairan, cairan tersebut diperoleh dalam suhu
tertentu ini disebut fraksi. Fraksi yang memiliki titik didih tinggi akan terkondensasi
bagian bawah menara, dan yang memiliki titik didih rendah terkondensasi di bagian
atas.
Dekantasi merupakan pemisahan fluida immiscible berdasarkan perbedaan
densitasnya. Semakin besar perbedaan antar densitas antar fluida tersebut maka
pemisahan fluida akan semakin mudah. Proses dekantasi biasa dilakukan untuk
memisahkan campuran dengan kadar zat yang akan dipisahkan telah cukup tinggi. Hasil
pada akhir proses akan diperoleh light product dan heavy product. Seberapa baik derajat
pemisahan atau kemurnian produk yang diinginkan tergantung pada optimasi variabel
prosesnya.
Contoh dekantasi dalam dunia industri seperti :
1. Pemisahan minyak atsiri yang bercampur dengan air di industri parfum.
2. Pemisahan krim dengan susu pada pabrik susu skim.
3. Pemisahan minyak cengkeh dan air pada industri minyak atsiri

40
III. METODOLOGI PERCOBAAN
A. Bahan Percobaan
1. Minyak atsiri
2. Indikator methylorange
3. Aquadest

B. Rangkaian Alat Percobaan

Keterangan :
1. Pemanas mantel
2. Tombol on/off
3. Steker
4. Labu leher tiga
5. Termometer alkohol
6. Lubang dekanter
7. Aliran pendingin
8. Kran pengeluaran
9. Gelas beker
10. Dekanter
11. Sumbat
12. Pipa aliran refluks
arah aliran pendingin

Gambar 1. Rangkaian Alat Distilasi

C. Cara Percobaan
a) Pengukuran rapat masssa minyak dengan piknometer
1. Timbang piknometer kosong dengan neraca analisis digital dan dicatat
beratnya.
2. Piknometer diisi dengan minyak hingga penuh, dan ditutup hingga tidak ada
udara di dalamnya.
3. Piknometer berisi minyak ditimbang dengan neraca analisis digital, dan
dicatat beratnya.
41
b) Distilasi Campuran Immiscible
1. Alat dirangkai seperti gambar 1
2. Masukkan aquadest sebanyak 790 mL ke dalam labu leher tiga dengan
bantuan corong gelas.
3. Masukkan minyak atsiri sebanyak 10 mL ke dalam labu leher tiga dengan
bantuan pipet volum.
4. Labu leher tiga digojog hingga minyak dapat terdispersi dalam aquadest.
5. Air pendingin dialirkan dan pemanas mantel dihidupkan. Sebelum distilasi
dimulai, pastikan aliran kondensat mengalir ke pipa refluks dengan
mengatur posisi kran kemudian proses distilasi dilakukan selama 1 jam
setalah tetesan pertama di kondensor.
6. Atur posisi kran selama praktikum berlangsung sedemikian rupa sehingga
tidak terjadi over-pressured.
7. Proses distilasi dapat dihentikan setelah 1 jam berjalan, dengan mematikan
pemanas mantel, tanpa mematikan pendingin.
8. Sisa minyak dapat diambil, kemudian ditunggu selama 15 menit hingga
tidak ada lagi uap air ataupun minyak yang terkondensasi.
9. Proses dekantasi dapat dilakukan dengan menuang campuran minyak dan
air tertampung melalui lubang dekanter yang telah diberi beberapa tetes
indikator methyl orange terlebih dahulu.
10. Jika telah terbentuk batas fase yang jelas, minyak dan air dipisahkan
kembali dengan mengatur posisi kran.
11. Minyak murni (tanpa air) ditampung dalam botol timbang yang telah
diketahui berat kosongnya.
12. Botol timbang yang berisi minyak ditimbang dengan neraca analisis digital
dan dicatat hasilnya.

D. Analisis Data
1. Mengukur massa jenis minyak kayu putih
= ( 1 + )
( 1 )

42
2. Menghitung recovery minyak kayu putih


% = 100%

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN


- Penjelasan singkat campuran immiscible, distilasi dan dekantasi
- Proses yang terjadi selama 1 jam distilasi, 15 menit, dan dekantasi
- Alasan distilasi dilakukan terlebih dahulu daripada dekantasi
- Pengaruh pendingin dan panjang pendingin
- Alasan menggunakan methyl orange
- Asumsi yang dipakai
- Hasil percobaan
- Apakah massa jenis minyak yang dipakai sudah memenuhi SNI, apabila belum
jelaskan mengapa
- Alasan percent recovery tidak bisa mencapai 100%
- Kesulitan-kesulitan saat praktikum

V. KESIMPULAN
Berisi kesimpulan-kesimpulan yang diperoleh dari praktikum ini, tulis per
poin.Tuliskan pula hasil dari percobaan.

VI. DAFTAR PUSTAKA


Brown, G. G., 1950, Unit Operations, Modern Asia Editions, New York.
Foust, A.S., 1980, Principles of Unit Operations, John Wiley and Sons, New York.
Guenther, E., 1948, The Essential Oil, 1 ed., Von Nostrand Company, Inc., New York.
Guenther, E., 1948, The Essential Oil, 2 ed., Von Nostrand Company, Inc., New York.
Perry, R. H., dan Green D. W., 1999, Perrys Chemical Engineers Handbook, edisi 7,
New York : McGraw-Hill, hal. 1246.
Purnomo, S., Budiman, A., Rahayuningsih, E., dkk., 2005, Pengantar Operasi Stage
Setimbang, edisi 1, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.
Winkle, M.V., 1967, Distillation, McGraw-Hill Chemical Engineering Series, New
York.

43
VII. LAMPIRAN
A. Identifikasi Hazard Proses dan Bahan bahan Kimia
Mencakup semua bahan yang digunakan untuk praktikum, kemudian di identifikasi
tingkat ke hazard-annya sesuai dengan MSDS. Identifikasi proses praktikum yang dapat
menimbulkan bahaya, juga disertakan cara penanganannya.

B. Alat Perlindungan Diri


1. Jas laboratorium lengan panjang
2. Masker
3. Kacamata laboratorium
4. Gloves
5. Sepatu tertutup

C. Manajemen Limbah
Setiap limbah yang dihasilkan dalam praktikum ini dijelaskan dibuang kemana dan
disertai alasan. Limbah yang dihasilkan dalam praktikum ini adalah campuran minyak
dan aquadest.

D. Data Percobaan

E. Perhitungan

44
LAPORAN SEMENTARA

DISTILASI CAMPURAN IMMISCIBLE

(E)

Nama Praktikan : 1. NIM :


2. NIM :
3. NIM :
Hari/tanggal :
Asisten : Bill Rich / Afrizal Luthfi Anggara

Data Percobaan

Pengukuran Rapat Massa Minyak


0
Suhu ruangan : C
Massapiknometer kosong + tutup : gram
Massapiknometer + tutup + minyak : gram

Distilasi Campuran Immiscible


0
Suhu distilasi : C
Waktu mulai :
Waktu selesai :
Volum minyak mula-mula : mL
Massa botol timbang kosong + tutup : gram
Massa botol timbang kosong + tutup + minyak hasil distilasi : gram

Yogyakarta,
Asisten Jaga, Praktikan,
1.

2.

3.

45
PENGAMBILAN MINYAK ATSIRI
(F)

I. TUJUAN PERCOBAAN
Percobaan ini bertujuan untuk:
1. Memahami cara pengambilan minyak atsiri dari tumbuh-tumbuhan dengan operasi distilasi
kukus.
2. Memahami cara menentukan kandungan minyak atsiri mula-mula dalam tumbuhan dengan
cara ekstraksi menggunakan soxhlet.

II. DASAR TEORI


Minyak atsiri yang terkandung dalam tumbuhan memiliki nilai ekonomi yang sangat
tinggi karena minyak atsiri banyak diperlukan di industri kosmetik dan farmasi, misalnya
dalam industri parfum, sabun, lotions, shampo, obat-obatan, dan lain-lain. Minyak atsiri
terkandung pada hampir seluruh bagian tumbuhan, yaitu daun, ranting, bunga, buah, kayu, kulit
kayu, dan akar dengan kadar berbeda-beda. Minyak atsiri dalam tumbuhan biasanya merupakan
bahan yang volatile (mudah menguap), termasuk golongan hidrokarbon asiklik dan isosiklik
serta turunan hidrokarbon yang mengikat oksigen. Minyak atsiri mengandung bermacam-
macam komponen yang berbeda satu sama lain, tetapi secara umum dapat digolongkan dalam
empat senyawa dominan, yaitu terpene, senyawa hidrokarbon berantai lurus, senyawa turunan
benzene, dan senyawa lain yang spesifik untuk masing-masing tanaman (Guenther, 1948).
Cara pengambilan minyak atsiri dari tumbuhan dapat dilakukan antara lain dengan
distilas kukus (steam distillation) dan ekstraksi menggunakan pelarut (solvent extraction).
Dasar teori distilasi kukus dapat diuraikan sebagai berikut. Untuk suatu keadaan di mana bahan
volatile (A) diambil dari bahan padat yang tidak volatile (B), komponen A dan B tidak larut
dalam air, maka komponen A dan B dapat dipisahkan dengan operasi distilasi kukus. Cairan
akan mendidih jika tekanan uap total dari cairan sama dengan tekanan sistem. Berdasarkan
keadaan ini, maka suhu didih cairan dapat diturunkan dengan penurunan tekanan sistem.
Sebagai contoh, mendidihkan air pada tekanan vakum. Selain itu untuk menurunkan titik didih
cairan dapat dilakukan pula dengan menambahkan uap inert ke dalam sistem. Uap inert tersebut
akan memiliki kontribusi pada tekanan uap, sehingga cairan akan mendidih pada tekanan yang
lebih rendah. Jika bahan inert yang ditambahkan ke dalam sistem tidak diinginkan tercampur
dengan hasil (produk), maka bahan inert tersebut harus mudah dipisahkan dari distilat dan tidak
bereaksi dengan komponen-komponen yang diambil sebagai produk. Uap bahan inert yang

46
ditambahkan ke dalam sistem biasanya berupa kukus (steam), sehingga distilasi ini sering
disebut sebagai distilasi kukus.
Jika tekanan uap kukus yang ditambahkan adalah Ps dan tekanan total sistem adalah P,
maka campuran akan mendidih jika tekanan uap komponen volatile mencapai (P - Ps). Dengan
cara ini suhu penguapan komponen A dari padatan B lebih rendah dari titik didih komponen A
dan titik didih air. Pada keadaan seperti ini, sistem distilasi kukus mirip dengan distilasi vakum.
Oleh karena itu, dengan distilasi kukus ini titik didih campuran menjadi lebih rendah. Rasio
jumlah molekul kukus dan komponen volatile yang terdistilasi dalam uap dapat ditentukan
berdasarkan rasio tekanan parsialnya, yang dapat dituliskan sebagai berikut:
WA
PA PPs MA
= = WS (1)
PS Ps
MS

WA MA PPs
= (2)
WS MS Ps

dengan:
MA dan MS = berat molekul A dan berat molekul kukus
P = tekanan total sistem
PA dan PS = tekanan parsial komponen A dan tekanan parsial kukus
WA dan WS = massa komponen A dan massa kukus dalam uap

Kebanyakan komponen volatile (MA) yang terdistilasi memilki berat molekul lebih
besar daripada berat molekul kukus (MS), maka massa komponen volatile dalam uap (WA)
menjadi relatif besar, walaupun kandungan komponen volatile dalam bahan relatif rendah. Oleh
karena itu distilasi kukus menjadi sangat populer digunakan untuk mengambil minyak atsiri
dari tumbuhan (http://www.nziftst.org.nz/unitoperations).
Prinsip distilasi kukus ini dapat digunakan untuk mengambil minyak atsiri (volatile)
dari bagian tumbuhan yaitu daun, kulit bunga, atau buah (nonvolatile). Minyak atsiri (A) lebih
volatile bila dibandingkan dengan bagian tumbuhan (B) yang akan diambil minyak atsirinya
dan sifat minyak atsiri tidak larut dalam air (S). Walaupun pada keadaan ini campuran A dan B
bukan merupakan campuran ideal, tetapi suhu distilasi dapat dilakukan lebih rendah dari suhu
didih masing-masing komponen.
Pada prinsipnya, pada distilasi kukus terjadi proses perpindahan massa minyak atsiri
secara difusi dari dalam padatan ke permukaan padatan dan perpindahan massa antar fasa dari
permukaan padatan ke uap. Ada dua tahapan kecepatan perpindahan massa, yaitu kecepatan
perpindahan massa tetap dan kecepatan perpindahan massa menurun. Kecepatan perpindahan
massa tetap terjadi dari waktu awal sampai kadar minyak atsiri dalam padatan tertentu.

47
Keadaan ini terjadi bila kandungan minyak atsiri dalam padatan masih cukup tinggi, sehingga
konsentrasi minyak atsiri di permukaan padatan relatif tetap. Konsentrasi minyak atsiri di
permukaan padatan dapat tetap karena kecepatan perpindahan massa minyak atsiri antar fasa
dari permukaan padatan ke uap sama dengan kecepatan perpindahan massa secara difusi dari
dalam padatan ke permukaan padatan. Tahap kecepatan perpindahan tetap berlangsung sangat
singkat dibandingkan dengan kecepatan perpindahan menurun. Kecepatan perpindahan massa
menurun terjadi bila kandungan minyak atsiri dalam padatan sudah cukup rendah. Pada
keadaan ini konsentrasi minyak atsiri di permukaan selalu menurun, karena kecepatan
perpindahan massa antar fasa jauh lebih besar daripada kecepatan perpindahan massa secara
difusi dalam padatan. Kecepatan perpindahan massa tetap dan menurun dapat dilihat dari hasil
distilat pada berbagai waktu.
Minyak atsiri dikenal juga dengan nama minyak eteris atau essential oil. Ciri umum
minyak atsiri adalah mudah menguap pada suhu kamar, rasanya getir, berbau khas, tidak larut
dalam air, dan mudah larut dalam pelarut organik. Berdasarkan sifat ini, maka pengambilan
minyak atsiri dapat dilakukan dengan cara ekstraksi. Ekstraksi adalah pemisahan campuran
menjadi komponen-komponen penyusunnya berdasarkan beda daya larut komponen tersebut
dalam pelarut yang digunakan. Pada keadaan ini pelarut sebagai media pemisah (separating
agent). Jenis pelarut yang digunakan harus dipilih dengan sebaik-baiknya. Dasar pemilihan
pelarut antara lain dapat melarutkan minyak atsiri tetapi tidak melarutkan senyawa lainnya,
murah, tidak mengganggu kualitas hasil, dan mudah dipisahkan dari minyak atsirinya. Dalam
bidang teknik kimia, ekstraksi padat-cair juga dikenal dengan istilah leaching. Ekstraksi padat-
cair dapat dilakukan dengan cara mengontakkan padatan yang mengandung minyak atsiri
dengan pelarut. Selama berkontak minyak atsiri akan larut dalam pelarut. Bila kontak antara
padatan dengan pelarut dilakukan berulang-ulang, maka hampir semua minyak atsiri dapat
diambil dari padatan. Ekstraksi padat-cair di laboratorium sering dilakukan dengan
menggunakan soxhlet, yang memungkinkan pelarut dapat berkontak dengan padatan secara
berulang-ulang. Dengan cara ekstraksi ini, maka dimungkinkan semua minyak atsiri dapat
terambil dari padatan. Oleh karena itu, kandungan minyak atsiri mula-mula dalam bahan padat
dapat ditentukan dengan ekstraksi padat-cair dengan soxhlet.

III. METODOLOGI PERCOBAAN


A. Bahan
Bahan yang digunakan pada percobaan ini adalah:
1. Daun cengkeh
2. Etanol
48
B. Alat
Alat yang digunakan dalam percobaan ini ditunjukkan pada gambar rangkaian alat berikut:
Keterangan:
1. Statif
2. Selang
3. Kertas saring berisi daun cengkeh
4. Soxhlet
5. Minyak atsiri dan etanol
6. Pemanas mantel
7. Pengatur suhu
8. Labu ekstraksi
9. Steker
10. Pipa kapiler
11. Pendingin bola
12. Klem

Gambar 1. Rangkaian Alat Ekstraksi Soxhlet


Keterangan:
1. Steker
2. Labu leher tiga
3. Tombol on/off pemanas mantel
4. Kukusan
5. Tumpukan daun cengkeh
6. Angsang
7. Pemanas mantel
8. Koil pemanas
9. Pendingin balik
10. Pengatur tegangan
11. Pembangkit panas
12. Erlenmeyer
13. Selang pengeluaran uap
14. Adapter
15. Statif
Gambar 2. Rangkaian Alat Distilasi Kukus

49
C. Cara Percobaan
a) Penentuan kadar air
1. Mencuci botol timbang, mengeringkannya dalam oven 100C selama 10 menit lalu
meletakkannya ke dalam eksikator selama 10 menit.
2. Menimbang botol timbang dengan neraca analitis digital dan mencatat hasilnya.
3. Memasukkan daun yang dianalisis (daun cengkeh) sebanyak 0,5 gram.
4. Mengoven botol timbang yang berisi daun cengkeh tersebut dalam oven 100C
selama 3 jam.
5. Meletakkan dalam eksikator selama 10 menit dan menimbang berat akhir kemudian
mencatat hasilnya.

b) Ekstraksi soxhlet untuk menentukan kadar minyak atsiri mula-mula dalam bahan
1. Mencuci Petri dish kosong kemudian menimbangnya dengan neraca analitis digital.
2. Merangkai alat seperti gambar 1.
3. Menimbang 3 gram daun dan batang cengkeh yang telah diremas-remas.
4. Membungkus daun dan batang cengkeh yang telah ditimbang dengan kertas saring
dan memasukkanya ke dalam soxhlet (jangan sampai menyumbat pipa sirkulasi dan
tidak boleh sampai tercecer).
5. Memasukkan etanol ke dalam soxhlet dengan bantuan corong gelas sebanyak 1,5
sirkulasi.
6. Menghidupkan air pendingin, pemanas mantel pada skala 8 dan melakukan proses
ekstraksi sebanyak 1 sirkulasi, kemudian dilanjutkan pada skala 10 hingga sirkulasi
ke 8.
7. Mematikan pemanas mantel dan mengeluarkan kertas saring yang berisi daun
cengkeh dari dalam soxhlet.
8. Mengembalikan etanol yang tertinggal di soxhlet ke labu didih.
9. Melanjutkan proses untuk mendistilasi etanol dari minyak dengan skala pemanas
mantel 10 sampai sirkulasi.
10. Mengambil etanol hasil distilasi tersebut ( sirkulasi) kemudian menuang ke dalam
botol etanol bekas.
11. Melanjutkan proses untuk mendistilasi etanol dari minyak dengan skala pemanas
mantel 10 sampai sirkulasi.
12. Mengambil etanol hasil distilasi tersebut ( sirkulasi) kemudian menuang ke dalam
botol etanol bekas.

50
13. Memasukkan minyak hasil ekstraksi ke dalam Petri dish kosong, lalu meletakkan
Petri dish berisi minyak tersebut ke dalam oven 100oC selama 1 jam (dipastikan
sampai kering).
14. Meletakkan Petri dish berisi minyak ke dalam eksikator selama 10 menit lalu
menimbangnya dengan neraca analitis digital.
15. Melihat kenampakan minyak.

c) Distilasi kukus
1. Mencuci gelas beker 50 mL kemudian memasukkannya ke dalam oven 100C
selama 10 menit dan mendinginkannya dalam eksikator selama 10 menit lalu
menimbangnya dengan neraca analitis digital.
2. Memasukkan air ledeng ke dalam labu leher tiga/tangki pembangkit uap hingga terisi
setengahnya.
3. Menghidupkan air pendingin.
4. Menyalakan saklar on/off, 1, 2.
5. Mengatur regulator pada skala 75 V.
6. Melakukan proses distilasi selama 1 jam terhitung sejak adanya tetesan pertama
dalam Erlenmeyer penampung. Apabila selama proses distilasi, air yang tertampung
di atas labu leher tiga/tangki penuh maka air dikeluarkan dan ditampung di gelas
beker 250 mL.
7. Memisahkan campuran minyak dan air hasil distilasi dalam corong pemisah. Tunggu
hingga terpisah menjadi 2 fase.
8. Menampung minyak ke dalam gelas beker 50 mLkosong.
9. Menimbang gelas beker 50 mL yang telah berisi minyak dengan neraca analitis
digital (dipastikan hanya minyak yang ada di gelas beker).
10. Melihat kenampakan minyak.
11. Menimbang daun cengkeh yang telah diremas-remas sebanyak 200 gram.
12. Memasukkan daun dan batang cengkeh yang telah ditimbang ke dalam kukusan/
ketel distilasi dengan meminta pengawasan laboran.
13. Merangkai alat kembali sesuai dengan gambar 2.

D. Analisis Data
1. Perhitungan kadar air dalam bahan
Berat botol timbang Berat botol
Berat daun basah = ( )( ) (3)
+ daun basah timbang kosong

51
Berat botol timbang Berat botol
Berat daun kering =( )( ) (4)
+ daun kering timbang kosong

(Berat daun basah) (Berat daun kering)


KA = . 100% (5)
Berat daun basah

dengan, KA = kadar air dalam bahan, %.


Berat daun basah = berat daun sebelum dioven, gram.
Berat daun kering = berat daun setelah dioven, gram.
2. Ekstraksi soxhlet untuk menentukan kadar minyak atsiri mula-mula dalam bahan
berat berat
Berat minyak =( )-( ) (6)
+ minyak kosong
Kadar minyak atsiri berat minyak atsiri hasil ekstraksi
mulamula
= berat daun kering untuk ekstraksi soxhlet . 100% (7)

Berat daun kering untuk ekstraksi soxhlet dapat dicari dengan persamaan:
Berat daun kering
untuk ekstraksi soxhlet
= Berat daun untuk ekstraksi
mulamula
x (100% - % KA) (8)
3. Distilasi kukus
Berat minyak terambil Kadar minyak Berat daun kering
secara teoritis
= ( )x ( ) (9)
atsiri mula mula untuk distilasi kukus
Berat minyak terambil Berat gelas beker Berat gelas beker
=( ) ( ) (10)
menurut percobaan 50 mL + minyak 50 mL kosong
Persentase minyak terambil Berat minyak terambil percobaan
dengan distilasi kukus
= Berat minyak terambil teoritis . 100% (11)

Berat daun kering untuk distilasi kukus dapat dicari dengan persamaan:
Berat daun kering
untuk distilasi kukus
= Berat daun untuk distilasi
kukus mulamula
x (100% - % KA) (12)

IV. PEMBAHASAN
Tulislah hasil percobaan yang diperoleh dalam bentuk hasil akhir, sedangkan data
percobaan dan perhitungan tuliskan di lampiran. Buatlah pembahasan terhadap hasil yang
diperoleh dan ditambah dengan poin-poin berikut
1. Prinsip kerja dan proses/mekanisme pengambilan minyak atsiri dari daun cengkeh
dengan metode distilasi kukus dan ekstraksi soxhlet
2. Fungsi steam pada distilasi kukus
3. Faktor-faktor yang mempengaruhi efisiensi ekstraksi soxhlet dan distilasi kukus
4. Kelebihan dan kekurangan metode distilasi kukusdan ekstraksi soxhlet
5. Alasan minyak tidak bisa terambil seluruhnya
6. Alasan pemilihan solven
7. Alasan penggunaan suhu ekstraksi soxhlet lebih rendah dari distilasi kukus
52
8. Alasan daun harus diremas-remas terlebih dahulu
9. Alasan sirkulasi tidak bisa penuh dan solusinya
10. Hasil percobaan

V. KESIMPULAN
Tulis kesimpulan-kesimpulan yang diperoleh setelah melakukan praktikum ini dalam
bentuk poin-poin.

VI. DAFTAR PUSTAKA


Brown, G. G., 1950, Unit Operations, Modern Asia Editions, New York.
Foust, A.S., 1980, Principles of Unit Operations, John Wiley and Sons, New York.
Guenther, E., 1948, The Essential Oil, 1 ed., Von Nostrand Company, Inc., New York.
Guenther, E., 1948, The Essential Oil, 2 ed., Von Nostrand Company, Inc., New York.
(http://www.nziftst.org.nz/unitoperations).
Winkle, M.V., 1967, Distillation, McGraw-Hill Chemical Engineering Series, New York.

VII. LAMPIRAN
A. Identifikasi Hazard Proses dan Bahan Kimia
Identifikasi hazard mencakup semua proses dan bahan yang digunakan untuk
praktikum kemudian diidentifikasi tingkat hazard serta penanganannya.
B. Alat Perlindungan Diri
1. Jas laboratorium lengan panjang
2. Masker
3. Goggle
4. Sarung tangan
5. Sepatu tertutup
C. Manajemen Limbah
D. Data Percobaan
E. Perhitungan

53
LAPORAN SEMENTARA
PENGAMBILAN MINYAK ATSIRI
(F)

Nama Praktikan : 1. NIM :


2. NIM :
3. NIM :
Hari/tanggal :
Asisten : Rizky Putri Armandani / Rifani Amanda

Data Percobaan

Penentuan Kadar Air


Berat botol timbang kosong + tutup : gram
Berat botol timbang + tutup+ daun cengkeh (sebelum dioven) : gram
Berat botol timbang + tutup+ daun cengkeh (sesudah dioven) : gram
Jam pengeringan dimulai : WIB
Jam pengeringan selesai : WIB

Ekstraksi Dengan Soxhlet


Jenis bahan baku :
Berat bahan baku : gram
Jenis pelarut :
Jumlah pelarut : sirkulasi
Waktu ekstraksi : menit
Jumlah sirkulasi : sirkulasi
Berat Petri dish kosong : gram
Berat Petri dish + minyak atsiri : gram
Kenampakan minyak atsiri :

Distilasi Kukus
Jenis bahan baku :
Berat bahan baku : gram
Jam tetesan pertama : WIB
Waktu distilasi : menit
Berat gelas beker 50 mL kosong : gram
Berat gelas beker 50 mL + minyak atsiri : gram
Kenampakan minyak atsiri :

Yogyakarta,
Asisten Jaga, Praktikan,
1.

2.

3.

54
ANALISIS KADAR NITROGEN PADA

SLOW RELEASE UREA

(G)

I. TUJUAN PERCOBAAN
Percobaan ini bertujuan untuk menganalisis Kadar Nitrogen dalam Slow Release
Urea [CO(NH2)2] dengan Metode Kjedahl.

II. DASAR TEORI

Pada laporan resmi, poin-poin dasar teori yang diangkat adalah sebagai berikut:

1. Definisi Slow Release Fertilizer..


2. Definis dan Peranan Slow Release Urea [CO(NH2)2] di bidang pertanian.
3. Alasan dilakukannya analsis Kadar Nitrogen pada Slow Release Urea
[CO(NH2)2].
4. Langkah-langkah analisis Kadar Nitrogen pada Slow Release Urea [CO(NH2)2]
dengan Metode Kjedahl, dilengkapi dengan pembahasannya dan reaksi-reaksi
yang terlibat.
5. Kelebihan dan kekurangan Metode Kjedahl untuk analisis Kadar Nitrogen pada
Slow Release Urea [CO(NH2)2].

Slow Release Fertilizer adalah, salah satu metode pengendalian pelepasan Nitrogen
di alam dengan mencampurkan Pupuk dengan campuran matriks. Matriks terdiri dari
komponen utama dan binding atau agen pengikat. Salah satu contoh Slow Release
Fertilizer adalah, Slow Release Urea [CO(NH2)2].

Analisis dengan metode Kjeldahl terdiri atas tiga langkah berikut.


1. Destruksi
Dengan penambahan Asam Sulfat Pekat, Nitrogen dilepaskan dari Senyawa Urea
dan terkonversi menjadi Garam Ammonium Sulfat menurut reaksi berikut.
N (dalam Urea)(aq) + H2SO4 pekat(aq) (NH4)2SO4(aq) (1)

55
2. Distilasi
Distilasi bertujuan untuk melepaskan Nitrogen dari cairan hasil destruksi. Selama
Nitrogen masih terikat sebagai Garam Ammonium Sulfat, hanya air yang akan
teruapkan selama distilasi. Untuk membebaskan NH3 dari cairan hasil destruksi,
Garam (NH4)2SO4 direaksikan dengan basa kuat, misalnya NaOH 50%, sehingga
terjadi reaksi sebagai berikut.
(NH4)2SO4(aq) + 2NaOH(aq) Na2SO4(aq) + 2NH4OH(aq) (2)

NH4OH NH3 + H2O (3)


Menurut Petruci, keseimbangan antara Ion NH4+ dan NH3 dalam cairan pada
suhu 25 C adalah (Kalsum dkk., 1997) :
+ (1.74)105
4
= (4)
3

Dengan demikian, agar seluruh NH4+ dapat terkonversi menjadi NH3,


konsentrasi OH- dalam sistem tersebut harus cukup tinggi maka distilasi dilakukan
pada keadaan basa. Kemudian NH3 yang terlepas segera ditangkap dengan larutan
asam penangkap yang telah diketahui normalitasnya.

3. Titrasi
Ammonia yang dilepaskan selama proses distilasi akan bereaksi dengan asam
penangkapnya membentuk Garam Ammonium. Dengan Titrasi Alkalimetri dapat
ditentukan jumlah asam yang masih tersisa pada larutan penangkapnya.

III. METODOLOGI PERCOBAAN


A. Bahan
1. Slow Release Urea [CO(NH2)2]
2. Aquadest
3. Asam Sulfat Pekat [H2SO4 98%]
4. Kalium Sulfat [K2SO4]
5. Tembaga (II) Sulfat [CuSO4]
6. Asam Klorida Pekat [HCl 37%]
7. Natrium Hidroksida [NaOH]
8. Zinc [Zn]
9. Indikator Phenolphpthalein
10. Indikator Methyl Orange
11. Boraks [Na2B4O7.10H2O]
56
B. Alat
1. Botol Semprot
2. Rangkaian Alat Distilasi
3. Labu Kjeldahl
4. Labu Ukur 500 mL
5. Statif dan Klem
6. Kompor Listrik
7. Baskom
8. Buret 50 mL dan 25 mL
9. Erlenmeyer 100 mL, 250 mL, dan 500 mL
10. Gelas Beker 250 mL
11. Gelas Ukur 250 mL dan 50 mL
12. Gelas Arloji
13. Sendok Plastik
14. Sendok Logam
15. Gelas Pengaduk
16. Botol Timbang 30 x 50
17. Bola Penghisap
18. Penghisap Asam Pekat
19. Pipet Tetes
20. Pipet Volum 10 mL dan 25 mL
21. Pipet Ukur 10 mL
22. Corong Gelas 75 mm

C. Rangkaian Alat Percobaan

Keterangan :

1. Lemari asam
2. Statif
3. Klem
4. Labu Kjeldahl Schott
Duran 500 mL
5. Knop listrik
6. Knop pengatur daya

Gambar 1. Rangkaian Rangkaian Destruksi


57
D. Cara Kerja
1. Destruksi
a. Ambil 10 mL larutan sampel yang akan dianalisis dengan pipet volume 25
mL, 10 gram K2SO4, dan 0,2 gram CuSO4 dengan gelas arloji serta 25 mL
H2SO4 (98%) yang diambil dengan Pipet Ukur 10 mL, kemudian semua
bahan tersebut masukkan ke dalam Labu Kjeldahl.
b. Panaskan Labu Kjeldahl berisi campuran tersebut dengan kompor listrik
berdaya 600 Watt dalam lemari asam. Selama proses pemanasan, blower
dinyalakan apabila terbentuk asap dan ketika praktikan membuka lemari
asam.
c. Lakukan pemanasan hingga kabut dalam Labu Kjeldahl hilang dan warna
cairan menjadi jernih kehijau-hijauan. Proses pemanasan berlangsung kurang
lebih 20 menit.

58
d. Setelah destruksi selesai, dinginkan Labu Kjeldahl dengan menyalakan
blower dan meletakkan labu Kjeldahl di atas batu selama kurang lebih 15
menit.

2. Distilasi
a. Erlenmeyer 1000 mL di rangkaian alat distilasi diisi dengan air kran sampai
tanda batas 1000 mL.
b. Kompor dihidupkan dengan skala 600 Watt, ketika akan melakukan proses
destruksi.
c. Selama proses pemanasan Klem Hoffman digunakan untuk mengunci selang
dari alat pembuat uap ke rangkaian alat distilasi.
d. Siapkan baskom berisi air dan pecahan es untuk proses pendinginan. Air di
dalam baskom diperkirakan cukup, sehingga seluruh cairan di dalam Labu
Kjedahl tercelup.
e. Larutan NaOH 50% dibuat dengan melarutkan 40 gram NaOH pellets ke
dalam 40 mL Aquadest dan aduk hingga NaOH pellets larut seluruhnya.
f. Ke dalam Labu Kjeldahl tambahkan 175 mL Aquadest, dua butir Zinc dan
lima tetes Indikator Phenolphpthalein, kemudian labu dicelupkan ke dalam
ember berisi air es dan ditambahkan Larutan NaOH 50% dengan bantuan
pipet tetes secara berkala sambil menggoyang-goyangkan larutan di dalam
Labu Kjedahl, hingga campuran menjadi basa, ditandai dengan perubahan
warna campuran menjadi ungu kebiruan.
g. Campuran yang telah berubah warna dibagi menjadi 2 bagian dengan
volume yang kira-kira sama.
h. Erlenmeyer 250 mL pada rangkaian alat distilasi diisi dengan larutan HCl
0,1 N sebanyak 75 mL dan tambahkan 3 tetes Indikator Methyl Orange,
larutan ini berperan sebagai larutan penangkap.
i. Sampel yang telah dibagi dua kemudian dimasukkan ke dalam rangkaian
alat distilasi. Melalui kran bagian atas pada rangkaian alat distilasi. Selama
proses distilasi Klem Hoffman dipindahkan untuk mengunci selang dari alat
pembuat uap ke botol penampung pada vakum.
j. Distilasi dihentikan ketika volume larutan pada saat larutan penangkap
sudah mencapai 125 mL.
k. Setelah proses distilasi selesai, larutan yang bersisa di rangkaian alat
distilasi dikeluarkan dengan bantuan pompa vakum. Klem Hoffman dibuka,
59
dan kran bagian atas rangkaian alat distilasi ditutup, sedangkan kran
pengeluaran dibuka.

3. Titrasi
a. Pindahkan larutan penangkap hasil distilasi ke dalam Erlenmeyer 500 mL.
b. Larutan NaOH 0,1 N diisi ke dalam buret 50 mL.
c. Titrasi larutan hasil distilasi dengan Larutan NaOH 0,1 N hingga terjadi
perubahan warna dari merah muda menjadi kuning. Jika titrasi lebih dari 50
mL, maka buret diisi kembali dengan Larutan NaOH 0,1 N
d. Volume Larutan NaOH 0,1 N untuk yang diperlukan untuk menitrasi
dicatat.
Lakukan kembali langkah di atas untuk larutan sampel yang lainnya.

4. Standardisasi
a. Standardisasi Larutan HCl
1) Ambil Asam Klorida Pekat [HCl 37%] sebanyak 4,2 mL dan tuang ke
dalam Gelas Beker 250 mL yang telah berisi aquadest 50 mL. Kemudian
pindahkan larutan tersebut ke Labu Ukur 500 mL dan tambahkan Aquadest
sampai tanda batas, labu ukur digoyang-goyangkan hingga campuran
merata.
2) Larutan HCl yang telah dibuat digunakan untuk mengisi buret 25 mL
hingga penuh.
3) Ambil sebanyak 0,2 gram Boraks larutkan dengan 25 mL aquadest dalam
Erlenmeyer 100 mL.
4) Tambahkan tiga tetes Indikator Methyl Orange kedalam larutan Boraks
dan titrasi dengan Larutan HCl hingga berubah warna dari kuning menjadi
merah muda. Catat volume Larutan HCl yang dibutuhkan untuk menitrasi.
Percobaan diulangi hingga diperoleh tiga data titrasi.
b. Standardisasi Larutan NaOH
1) Larutan NaOH 0,1 N dibuat dengan melarutkan 2 gram NaOH pellets ke
dalam 50 mL aquadest dalam gelas beker 250 mL. Kemudian pindahkan
larutan tersebut ke Labu Ukur 500 mL dan tambahkan Aquadest sampai
tanda batas. Campuran digoyang-goyangkan hingga homogen.
2) Larutan tersebut diambil sebanyak 10 mL dan dimasukkan ke dalam
Erlenmeyer 100 mL.
60
3) Tambahkan tiga tetes Indikator Phenolphpthalein ke dalam Larutan
NaOH, kemudian larutan dititrasi dengan Larutan HCl hingga terjadi
perubahan warna larutan dari ungu menjadi bening. Catat volume Larutan
HCl yang dibutuhkan. Titrasi diulangi hingga diperoleh dua data.

E. Analisis Data
1. Penentuan Normalitas Larutan HCl

Normalitas larutan HCl sebenarnya:

2
= (7)

dengan, NHCl : Normalitas HCl yang sebenarnya, N


mboraks : Massa boraks, mg
Mrboraks : Massa molekul relatif boraks = 382 mg/mmol
VHCl : Volume HCl untuk titrasi, mL
Normalitas Larutan HCl rata-rata:
1 + 2
= (8)
2

dengan, NHCl 1 : Normalitas HCl sampel 1


NHCl 2 : Normalitas HCl sampel 2

2. Penetuan Normalitas Larutan NaOH


Normalitas NaOH sebenarnya:


= (9)

dengan, NNaOH : Normalitas NaOH sebenarnya, N


VNaOH : Volume NaOH yang dititrasi, mL
NHCl : Normalitas HCl sebenarnya untuk titrasi, N
VHCl : Volume HCl untuk titrasi, mL
Normalitas Larutan NaOH rata-rata:
1 + 2
= (10)
2

dengan, NNaOH 1 : Normalitas NaOH sampel 1


NNaOH 2 : Normalitas NaOH sampel 2
61
Untuk penentuan normalitas Larutan NaOH dan Larutan HCl, tidak perlu disajikan dalam tabel.

3. Menentukan Kadar Nitrogen dalam Sampel


Praktikan perlu memahami alur perhitungan di bawah ini, namun pada laporan yang
disajikan adalah data perhitungan berat N total dalam masing-masing sampel dan
seterusnya.
Jumlah larutan penangkap HCl mula-mula = (Va.Na) mgrek (11)
dengan, Va : Volume Larutan HCl Penangkap
Na : Normalitas Larutan HCl Penangkap

Sisa larutan HCl penangkap setelah distilasi = mgrek NaOH untuk titrasi
= (Vb.Nb) mgrek (12)
dengan, Vb : Volume Larutan NaOH
Nb : Normalitas Larutan NaOH

Jumlah mgrek NH3 hasil distilasi = jumlah mgrek larutan HCl penangkap
yang bereaksi
=(Va.Na-Vb.Nb)mgrek (13)

Jumlah mgrek NH3 hasil distilasi = Jumlah mgrek N total (14)

Berat N total dalam sampel = (Va.Na-Vb.Nb) mgrek x (Berat atom N) mgram


% Nitrogen Release =| | 100%

Catatan untuk meghitung berat N total secara teoritis:

Sampel merupakan larutan dengan konsentrasi 0,1 g/mL. Kadar N dalam urea
dapat dicari dari referensi.

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN


Hasil percobaan ditampilkan dan dibahas secara kualitatif maupun kuantitatif.
Pembahasan mengenai hasil percobaan dikaitkan dengan teori yang ada. Berikut adalah
poin-poin pembahasan pada Praktikum Analisis Kadar Nitrogen pada Slow Release
Urea.

62
1. Tahapan-tahapan yang dilakukan dalam praktikum, tujuan dari tahap tersebut, dan
peristiwa-peristiwa yang teramati selama praktikum diikuti dengan penjelasan
logisnya.
2. Hasil dari percobaan yang meliputi normalitas larutan HCl dan NaOH, berat total N
dalam sampel, dan persentase nitrogen release pada masing-masing sampel.
3. Pembahasan atas hasil percobaan yang diperoleh.

V. KESIMPULAN
Kesimpulan besisi poin-poin yang dapat diambil pada percobaan ini dan disesuaikan
dengan tujuan.
1. Tahapan-tahapan penentuan kadar nitrogen dengan Metode Gunning
2. Hasil percobaan yang meliputi, persentase nitrogen release pada sampel yang diuji.

VI. DAFTAR PUSTAKA


Griffin, R. C., 1955, Technical Methods of Analysis, pp. 87-94, Mc.Graw-Hill Book
Company, Inc., New York.
Kalsum, U., Sediawan, W. B., dan Rochmadi, 1997, Desorpsi Ammonia dari Air ke
Udara dalam Tangki Berpengaduk, Prosiding Seminar Nasional Teknik Kimia
FT-UGM, 115-122.

VII. LAMPIRAN
A. Identifikasi Hazard dan Alat Proses
Seluruh proses, kondisi dan bahan-bahan yang berpotensi untuk
menimbulkan kecelakaan atau berbahaya selama melakukan praktikum dijabarkan
beserta penanggulangannya.
B. Penggunaan Alat Perlindungan Diri
Alat-alat perlindungan diri yang digunakan pada praktikum ini disebutkan
dan dijabarkan.
C. Manajemen Limbah
Limbah yang dihasilkan pada praktikum ini dijabarkan dan dijelaskan jenis
pembuangan limbah yang sesuai untuk limbah tersebut.
D. Data Percobaan
E. Perhitungan

63
LAPORAN SEMENTARA
ANALISIS KADAR NITROGEN PADA SLOW RELEASE UREA
(G)

Nama Praktikan : 1. NIM :


2. NIM :
3. NIM :
Hari/tanggal :
Asisten : Farida Arisa / Muhammad Aldian Astrayudha

Data Percobaan

1. Data Bahan Uji


Bahan yang dianalisis :
Volume sampel : mL

2. Massa K2SO4 : gram


Massa CuSO4 : gram

3. Standarisasi Larutan HCl


Volum HCl pekat : mL
Volum larutan HCl : mL
Volum larutan boraks : mL
No Massa boraks, gram Volum HCl, mL
1.
2.
3.

4. Standarisasi Larutan NaOH


Massa NaOH : gram
Volum larutan NaOH : mL
No Volum larutan NaOH, mL Volum larutan HCl, mL
1.
2.
3.

64
5. Titrasi Asam Penangkap
Volum Asam Penangkap, mL
No Volum NaOH, mL
Mula-mula Akhir
1.
2.
3.
4.

6. Pengamatan Perubahan Warna


Titrasi Asam
Destruksi Destruksi-Destilasi Distilasi
Penangkap

Yogyakarta,
Asisten Jaga, Praktikan,
1.

2.

3.

65
REKRISTALISASI ASAM OKSALAT
(H)

I. TUJUAN PERCOBAAN

Percobaan ini bertujuan untuk meningkatkan kemurnian asam oksalat kotor dengan metode
pelarutan, rekristalisasi, dan penyaringan serta menentukan kemurnian asam oksalat.

II. DASAR TEORI


Kelarutan atau solubilitas adalah suatu istilah yang digunakan untuk menyatakan jumlah
maksimum suatu zat yang dapat larut dalam sejumlah zat pelarut (solute) atau larutan tertentu.
Kelarutan suatu zat pada suatu pelarut (solute) tergantung pada jenis pelarutnya. Ada zat yang
mudah larut tetapi ada juga yang sedikit larut. Kelarutan suatu zat juga sangat dipengaruhi oleh
suhu. Pada umumnya semakin tinggi suhu maka semakin besar kelarutan suatu zat yang dimaksud.
Pada beberapa kondisi, konsentrasi zat terlarut dalam pelarut dapat melampaui batas
kelarutannya dan menghasilkan suatu larutan yang disebut larutan lewat jenuh (supersaturated).
Kondisi supersaturated bisa dicapai dengan cara menurunkan suhu larutan. Jika suhu semakin
rendah maka kelarutan solute akan semakin kecil sehingga pada suatu suhu kelarutan solute sama
dengan konsentrasinya di cairan. Kondisi supersaturated juga bisa dicapai melalui pemekatan
larutan dengan cara menguapkan sebagian pelarut (evaporasi). Pada kondisi lewat jenuh, zat terlarut
dapat kembali membentuk padatan. Prinsip ini digunakan dalam proses pemisahan yang dikenal
dengan istilah kristalisasi.
Selain proses kristalisasi juga dikenal peristiwa rekristalisasi. Rekristalisasi merupakan suatu
proses pembentukan kembali partikel padatan dalam sebuah fasa homogen dari padatan yang telah
dilarutkan. Proses rekristalisasi dapat digunakan dalam proses pemurnian suatu campuran padatan
berdasarkan perbedaan kelarutannya (Rositawati, 2013).
Baik proses kristalisasi maupun rekristalisasi menghasilkan padatan berupa kristal. Kristal
merupakan bahan padat dengan susunan atom atau molekul penyusun yang teratur dan terpola
(memiliki struktur berulang).
Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi laju pembentukan kristal antara lain adalah:
1. Kelarutan dan supersaturasi
2. Jumlah inti kristal dan luas permukaan spesifik kristal yang ada.
3. Ukuran kristal.
4. Jenis dan banyaknya pengotor.
5. Transfer massa antara larutan dan kristal.

66
(Fachry, 2008).
Untuk merekristalisasi suatu senyawa harus dipilih suatu pelarut yang cocok dengan
senyawa tersebut. Pelarut umumnya merupakan suatu cairan yang dapat berupa zat murni ataupun
campuran. Dalam kaitannya dengan proses rekristalisasi, pelarut yang digunakan dalam proses
kristalisasi dan rekristalisasi sebaiknya memenuhi persyaratan sebagai berikut :
1. Zat pelarut hanya dapat melarutkan zat yang akan dimurnikan pada suhu tertentu,
sedangkan zat pengotor tidak larut dalam pelarut tersebut.
2. Memiliki titik didih rendah sehingga dapat mempermudah proses pengeringan kristal
yang terbentuk.
3. Titik didih pelarut hendaknya lebih rendah dari pada titik leleh zat padat yang
dilarutkan sehingga padatan yang terbentuk akibat proses rekristalisasi tidak terurai/
rusak saat proses pengeringan.
4. Pelarut tidak bereaksi dengan zat yang akan dilarutkan.
Pada percobaan ini digunakan asam oksalat sebagai bahan yang akan dimurnikan dengan
cara rekristalisasi. Asam oksalat adalah suatu senyawa karboksilat dengan rumus molekul C2 H2 O4 .
Produk komersial asam oksalat dikenal dalam bentuk padatan dihidrat yang mempunyai rumus
molekul C2 H2 O4 . 2H2 O dengan berat molekul 126,07 gram/mol (Perry, 2008). Kelarutan asam
oksalat dalam air 90 gram/dm3 (suhu 20oC). Produk komersial asam oksalat berupa padatan
berbentuk butiran tidak berwarna atau putih, mengandung asam oksalat anhidrat sebesar 71,42%
berat dan air 28,58% berat.

III. METODOLOGI PERCOBAAN


A. Bahan-bahan yang digunakan dalam percobaan ini adalah:
1. Asam oksalat kotor
2. Asam oksalat pro analitis
3. Larutan HCl x N
4. Larutan NaOH y N
5. Boraks (sodium tetraborate decahydrate)
6. Aquadest
7. Indikator phenolphthalein
8. Indikator methyl orange
9. Es batu
10. Kertas saring Whatman 42
B. Alat
Alat-alat yang digunakan dalam percobaan ini adalah sebagai berikut :
67
Keterangan:

1. Erlenmeyer 250 ml
2. Corong Buchner
3. Kertas saring
4. Filtrat
5. Pengaduk
6. Gelas beker
7. Asam oksalat
8. Pompa vakum

Gambar 1. Rangkaian Alat Penyaringan Vakum

7 Keterangan :

1. Gelas beker berisi larutan asam


5 oksalat.
2. Pemanas listrik
3. Steker
4. Statif
4 1 5. Thermometer raksa
2 6. Kipas angin
7. Klem
3 6

Gambar 2. Rangkaian Alat Pemekatan Larutan Asam Oksalat

1 2

Keterangan :
1. Statif
2. Klem
3. Buret 50 ml
4. Erlenmeyer 125 ml

4
Gambar 3. Rangkaian Alat Titrasi

68
Keterangan :

1. Gelas beker 250 ml


1 7 2. Magnetic stirrer
3
2 5 3. Batang magnet
4
4. Knop pengatur skala
6
5. Kristal asam oksalat
6. Gelas arloji
7. Steker
Gambar 4. Rangkaian Alat Pelarutan

Keterangan :

3 1. Baskom
2. Es Batu
1 2
3. Gelas Beker 250 ml

Gambar 5. Rangkaian Alat Pendinginan

C. Cara Percobaan
1. Standardisasi Larutan HCl x N
a. Timbang boraks sebanyak 0,2 gram dengan gelas arloji menggunakan neraca analitis
digital.
b. Larutkan boraks dalam erlenmeyer 125 mL dengan 25 mL aquadest yang diambil
menggunakan gelas ukur 100 mL, lalu panaskan larutan boraks tersebut hingga seluruh
boraks larut.
c. Tambahkan 3 tetes indikator methyl orange ke dalam larutan boraks tersebut.
d. Isi buret 50 mL dengan larutan HCl x N yang telah dibuat dengan bantuan corong gelas.
e. Titrasi larutan boraks dengan larutan HCl x N hingga terjadi perubahan warna dari
kuning menjadi jingga.
f. Catat volume larutan HCl x N yang dibutuhkan untuk titrasi.
g. Ulangi langkah-langkah tersebut hingga diperoleh tiga data percobaan.
2. Standardisasi Larutan NaOH y N dengan Larutan HCl x N
a. Ambil 10 mL larutan NaOH y N yang telah disiapkan dengan menggunakan pipet
volume 10 mL kemudian masukkan kedalam erlenmeyer 125 mL.
b. Isi buret 50 mL dengan larutan HCl x N yang telah dibuat dengan bantuan corong gelas.
c. Tambahkan 3 tetes indikator phenolphthalein ke dalam larutan NaOH y N.

69
d. Titrasi larutan NaOH y N dengan larutan HCl x N hingga terjadi perubahan warna dari
ungu menjadi bening.
e. Catat volume larutan HCl x N yang diperlukan untuk titrasi.
f. Ulangi langkah-langkah tersebut hingga diperoleh tiga data percobaan.
3. Penentuan Kadar Larutan Asam Oksalat Kotor
a. Timbang 1 gram asam oksalat kotor di atas gelas arloji menggunakan neraca analitis
digital.
b. Larutkan asam oksalat tersebut dengan 50 mL aquadest yang diambil dengan pipet
volume 25 mL dalam gelas beker 250 mL, lalu aduk hingga homogen.
c. Ambil 5 mL larutan asam oksalat tersebut menggunakan pipet volume 5 mL, lalu
masukkan ke dalam erlenmeyer 125 mL.
d. Tambahkan 3 tetes indikator phenolphthalein ke dalam larutan asam oksalat tersebut.
e. Isi buret 50 mL dengan larutan NaOH y N dengan bantuan corong gelas.
f. Titrasi larutan asam oksalat dengan larutan NaOH y N hingga terjadi perubahan warna
dari bening menjadi ungu.
g. Catat volume larutan NaOH y N yang diperlukan untuk titrasi.
h. Ulangi percobaan di atas dari langkah c sampai g hingga diperoleh tiga data percobaan.
4. Penentuan Kadar Larutan Asam Oksalat Pro Analitis
a. Timbang 1 gram asam oksalat pro analitis di atas gelas arloji menggunakan neraca
analisis digital.
b. Larutkan asam oksalat tersebut dengan 50 mL aquadest yang diambil dengan pipet
volume 25 mL dalam gelas beker 250 mL, lalu aduk hingga homogen.
c. Ambil 5 mL larutan asam oksalat tersebut menggunakan pipet volume 5 mL, lalu
masukkan ke dalam erlenmeyer 125 mL.
d. Tambahkan 3 tetes indikator phenolphthalein ke dalam larutan asam oksalat tersebut.
e. Isi buret 50 mL dengan larutan NaOH y N dengan bantuan corong gelas.
f. Titrasi larutan asam oksalat dengan larutan NaOH y N hingga terjadi perubahan warna
dari bening menjadi ungu.
g. Catat volume larutan NaOH y N yang diperlukan untuk titrasi.
h. Ulangi percobaan di atas dari langkah c sampai g hingga diperoleh tiga data percobaan.

5. Proses Pemurnian Asam Oksalat Kotor


a. Timbang 20 gram asam oksalat kotor di atas Petri dish menggunakan neraca analitis
digital.

70
b. Ambil 100 mL aquadest menggunakan gelas ukur 100 mL lalu masukkan kedalam gelas
beker 250 mL.
c. Rangkai alat pengaduk magnetik.
d. Letakkan gelas beker 250 mL yang telah terisi aquadest di atas pengaduk magnetik,
hidupkan pengaduk magnetik pada skala 2 kemudian masukkan asam oksalat kotor yang
telah ditimbang ke dalam gelas beker yang berisi aquadest sedikit demi sedikit.
e. Lakukan pengadukan selama 30 menit sampai didapat larutan yang jenuh.
f. Hentikan pengadukan, lalu saring larutan tersebut ke dalam erlenmeyer vakum dengan
bantuan kertas saring Whatman 42 dan corong buchner. Setelah itu tuangkan filtrat ke
dalam gelas beker 250 mL.
g. Panaskan filtrat yang diperoleh dengan pemanas listrik pada skala 600 W dan dijaga agar
suhunya tidak lebih dari 80oC sampai volume filtratnya mencapai setengah volume awal.
h. Hentikan pemanasan, kemudian filtrat didinginkan menggunakan es batu yang telah
ditambah air sambil digoyang-goyang sampai di dapat kristal-kristal asam oksalat.
i. Saring kristal yang terbentuk ke dalam erlenmeyer vakum dengan bantuan kertas saring
Whatman 42 dan corong buchner, kemudian larutan difiltrasi vakum.
j. Lakukan pengovenan pada kristal-kristal asam oksalat pada kertas saring selama 15 menit
dengan menggunakan Petri dish pada suhu 70oC hingga diperoleh kristal asam oksalat
bebas air.
k. Masukkan Petri dish yang berisi kristal asam oksalat yang telah dioven ke dalam
eksikator selama 5 menit.
6. Penentuan Kadar Larutan Asam Oksalat Hasil Pemurnian
a. Timbang 1 gram asam oksalat hasil pemurnian dalam gelas arloji dengan menggunakan
neraca analitis digital.
b. Larutkan kristal asam oksalat hasil pemurnian tersebut dengan 50 mL aquadest yang
diambil dengan pipet volume 25 mL dalam gelas beker 250 mL lalu aduk hingga
homogen.
c. Ambil 5 mL larutan asam oksalat tersebut menggunakan pipet volume 5 mL lalu
masukkan ke dalam erlenmeyer 125 mL.
d. Tambahkan 3 tetes indikator phenolphthalein ke dalam larutan asam oksalat tersebut.
e. Isi buret 50 mL dengan larutan NaOH y N dengan bantuan corong gelas.
f. Titrasi larutan asam oksalat dengan larutan NaOH y N hingga terjadi perubahan warna
dari bening menjadi ungu.
g. Catat volume larutan NaOH y N yang diperlukan untuk titrasi.

71
h. Ulangi percobaan di atas sekali lagi dari langkah c sampai g hingga diperoleh tiga data
percobaan.

D.Analisis Data
1. Penentuan normalitas larutan HCl x N
a. Penentuan normalitas Larutan HCl x N
Normalitas larutan HCl dihitung dengan persamaan :
2.w
N = BM.V
dengan, N : normalitas HCl sesungguhnya, N
W : berat boraks, g
V : volume HCl untuk titrasi, L
BM : berat molekul boraks, g/mol

b. Penentuan normalitas larutan HCl x N rata-rata



Normalitas HCl rata-rata =

dengan, : jumlah normalitas larutan HCl hasil titrasi, N


n : jumlah data

2. Penentuan normalitas Larutan NaOH y N


a. Penentuan normalitas larutan NaOH y N
Normalitas larutan NaOH y N harus ditentukan dengan titrasi menggunakan larutan
HCl x N, dan dapat dihitung dengan persamaan :
VHCl.NHCl
NNaOH = VNaOH
dengan, NNaOH : Normalitas NaOH, N
VNaOH : Volume NaOH, mL
NHCl : Normalitas larutan HCl x N rata-rata, N
VHCl : Volume HCl, mL

b. Penentuan normalitas larutan NaOH y N rata-rata



Normalitas NaOH rata-rata =

dengan, : jumlah normalitas larutan NaOH hasil titrasi, N


n : jumlah data

72
3. Penentuan Kadar Asam Oksalat
a. Perhitungan normalitas teoritis asam oksalat
W. n
Nas.teo =
BM. V
dengan , Nas.teo : normalitas asam oksalat teoritis, N
W : massa asam oksalat, g
n : valensi asam oksalat
BM : berat molekul relative asam oksalat, g/mol
V : volume larutan, mL
Perhitungan dilakukan untuk asam oksalat pro analitis.

b. Perhitungan normalitas asam oksalat hasil titrasi


VNaOH . NNaOH
Nas =
Vas
dengan, Nas : normalitas asam oksalat, N
Vas : volume asam oksalat, mL
NNaOH : normalitas NaOH, N
VNaOH : volume NaOH, mL
Perhitungan dilakukan untuk asam oksalat kotor, asam oksalat pro analitis, dan
asam oksalat hasil pemurnian.

c. Penentuan normalitas asam oksalat hasil titrasi rata-rata


Nas
Nas ratarata =
n
dengan, Nas rata-rata : normalitas asam oksalat rata-rata, N
Nas : normalitas asam oksalat, N
n : jumlah data
Perhitungan dilakukan untuk asam oksalat kotor, asam oksalat pro analitis, dan
asam oksalat hasil pemurnian.

d. Penentuan standar deviasi normalitas asam oksalat hasil titrasi

73
1
SDNas = (Nas i Nas ratarata )2
n
dengan, SDNas : standar deviasi normalitas asam oksalat hasil titrasi
n : jumlah data
Nas i : normalitas asam oksalat pada sampel ke i, N
Nas rata-rata : normalitas asam oksalat rata-rata, N
Perhitungan dilakukan untuk asam oksalat kotor dan asam oksalat hasil pemurnian.

e. Penentuan kadar asam oksalat


Kadar asam oksalat dapat ditentukan dengan membandingkan normalitas asam
oksalat dengan normalitas asam oksalat pro analitis
Nas.kotor i
Kas. kotor i = 100%
Nas.pa
Nas.hasil pemurnian i
Kas. hasil pemurnian i = 100%
Nas.pa

dengan, Nas.kotor i : normalitas asam oksalat kotor pada sampel ke i,N


Nas.hasil pemurnian i : normalitas asam oksalat hasil pemurnian pada
sampel ke i, N
Nas.pa : normalitas asam oksalat pro analitis rata-rata, N
Kas.kotor i : kemurnian asam oksalat kotor pada sampel ke i,%
Kas.hasil pemurnian i : kemurnian asam oksalat hasil pemurnian pada
sampel ke i, %

f. Penentuan kadar asam oksalat rata-rata


K as.kotor i
K as.kotor ratarata =
n
K as.hasil pemurnian i
K as.hasil pemurnian ratarata =
n
dengan, Kas.kotor rata-rata : kemurnian asam oksalat kotor rata-rata, %
Kas.kotor i : kemurnian asam oksalat kotor pada sampel
ke i, %
Kas.hasil pemurnian rata-rata : kemurnian asam oksalat hasil pemurnian
rata-rata, %
Kas.hasil pemurnian i : kemurnian asam oksalat hasil pemurnian
pada sampel ke i, %
74
n : jumlah data

g. Penentuan standar deviasi kadar asam oksalat

1
SDKas.kotor = (K as.kotor i K as.kotor ratarata )2
n

1 2
SDKas.hasil pemurnian = (K as.hasil pemurnian i Nas.hasil pemurnian ratarata )
n

dengan, SDKas.kotor : standar deviasi kadar asam oksalat kotor


Kas.kotor i : kemurnian asam oksalat kotor pada sampel
ke i, %
Kas.kotor rata-rata : kemurnian asam oksalat kotor rata-rata, %
SDKas.hasil pemurnian : standar deviasi kadar asam oksalat hasil
pemurnian
Kas.hasil pemurnian i : kemurnian asam oksalat hasil pemurnian
pada sampel ke i, %
Kas.hasil pemurnian rata-rata : kemurnian asam oksalat hasil pemurnian
rata-rata, %

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN


Hal-hal yang perlu dibahas antara lain :
- Hasil percobaan yang menjawab tujuan percobaan.
- Penjelasan mengenai data percobaan yang diperoleh.
- Penyimpangan hasil percobaan terhadap landasan teori (jika ada).

V. KESIMPULAN
Data yang diperoleh perlu dibahas dengan penjelasan yang rasional.

VI. DAFTAR PUSTAKA

Brown, G.G., 1950,Unit Operation, Modern Asia Edition, pp.493-501, John Wiley and
Sons, Inc., New York.

75
Fachry, A. Rasyidi, dkk, 2008, Pengaruh Waktu Kristalisasi dengan Proses Pendinginan
Terhadap Pertumbuhan Kristal Amonium Sulfat dari Larutannya, Jurnal Teknik
Kimia Universitas Sriwijaya, No.2, vol.15, halaman 9

Foust, A.S., 1980,Principle of Unit Operation, 2ed.,pp. 494-525, John Wiley and Sons,
Inc., New York.

Rositawati, Agustina Leokristi, dkk, 2013, Rekristalisasi Garam Rakyat dari Daerah Demak
untuk Mencapai SNI Garam Industri, Jurnal Teknologi Kimia dan Industri, vol.2,
No.4, halaman 217

VII. LAMPIRAN
A. Identifikasi Hazard Proses dan Bahan Kimia
Identifikasi hazard mencakup semua proses dan bahan yang digunakan untuk
praktikun kemudian diidentifikasi tingkat hazard serta penanganannya.
B. Penggunaan Alat Pelindung Diri
Alat perlindungan diri yang dipakai adalah : jas laboraturium, masker, sarung tangan
karet. Jas lab digunakan untuk melindungi tubuh dari bahan-bahan kimia yang
digunakan selama praktikum.
(Tulislah alat perlindungan diri lain yang dirasa penting pada praktikum ini beserta
alasan pemakaiannya).
C. Manajemen Limbah
Perlakuan terhadap limbah hasil percobaan beserta alasannya kenapa dibuang ke
tempat itu. Contoh : Hasil titrasi boraks dan larutan HCl x N dibuang ke limbah
halogenik
D. Data Percobaan
E. Perhitungan

76
LAPORAN SEMENTARA
REKRISTALISASI ASAM OKSALAT
(H)

Nama Praktikan : 1. NIM :


2. NIM :
3. NIM :
Hari/tanggal :

Asisten : Pramesti Prihutami / Salsabila Isna Firdausi

Data Percobaan

A. Standardisasi Larutan HCl x N


Volume larutan Boraks : mL
Data Standardisasi Larutan HCl x N dengan Larutan Boraks
Titrasi ke- Berat boraks (gram) Volume HCl (mL)
I
II
III

B. Standardisasi Larutan NaOH y N


Data Standardisasi Larutan NaOH y N dengan larutan HCl x N
Titrasi ke- Volume NaOH (mL) Volume HCl (mL)
I
II
III

C. Penentuan Kemurnian Asam Oksalat Kotor


Berat Asam Oksalat kotor : gram
Volume Larutan : mL
Data Hasil Titrasi Larutan Asam Oksalat Kotor dengan Larutan NaOH y N
Titrasi ke- Volume H2C2O4.2H2O (mL) Volume NaOH y N (mL)
I
II
III

D. Penentuan Kemurnian Asam Oksalat Hasil Pemurnian


Berat Asam Oksalat kotor Sebelum Pemurnian : gram
77
Berat Asam Oksalat Hasil Pemurnian : gram
Volume Larutan : mL
Data Hasil Titrasi Larutan Asam Oksalat Hasil Pemurnian dengan Larutan
NaOH y N
Titrasi ke- Volume H2C2O4.2H2O (mL) Volume NaOH y N (mL)
I
II
III

E. Penentuan Kemurnian Asam Oksalat Pro Analitis


Berat Asam Oksalat Pro Analitis : gram
Volume Larutan : mL
Data Hasil Titrasi Larutan Asam Oksalat Pro Analtis dengan Larutan NaOH y N
Titrasi ke- Volume H2C2O4.2H2O (mL) Volume NaOH y N (mL)
I
II
III

Yogyakarta,
Asisten Jaga, Praktikan,
1.

2.

3.

78

Anda mungkin juga menyukai