Anda di halaman 1dari 17

HASIL PELAKSANAAN

KEGIATAN KONSULTASI BIDANG PERTANIAN BERUPA KONSEP


SECARA PERORANGAN

1. Hari : Rabu

2. Tanggal : 13 Agustus 2014

3. Tempat : Kebun Bp. Jurianto, Desa Plangkrongan

4. Nama Perorangan : Jurianto

5 Masalah yang dikonsultasikan : Kerontokan Bunga pada tanaman Durian

6 Arahan dan Bimbingan : Terlampir

Yang berkonsultasi Poncol, 13 – 08 – 2014


Penyuluh Pertanian

SAYOGO PAMUNGKAS, STP.


J U R IANTO
NIP. 19820506 201101 1 009
MATERI ARAHAN DAN BIMBINGAN

Kerontokan karena faktor fisiologis kimiawi :

Kandungan nutrisi, khususnya hara fosfat (P) dan kalium (potassium = K) yang terbatas dalam
tanah atau media tanam tabulampot menjadi faktor penyebab utama kerontokan bunga dan bakal
buah atau buah yang sedang mengalami proses pembesaran. Jika kandungan kalium dalam tanah
sangat terbatas, maka kerontokan buah akan menjadi lebih banyak. Kerontokan buah ini akan
semakin parah jika pasokan air dari dalam tanah ke tanaman juga terbatas. Jika kerontokan buah
disebabkan oleh faktor malnutrisi kalium, maka pemberian pupuk kalium, baik dalam bentuk
tunggal (Kalium Chloride, KCl) maupun dalam bentuk majemuk (Kalium nitrate, KNO3) dapat
menjadi solusi untuk mengatasi kerontokan buah. Pemberian pupuk yang mengandung kalium
harus dilakukan seawal mungkin, sebelum pembungaan berlangsung dan pasca persarian selesai
sehingga pemanfaatan unsur hara oleh tanaman dapat terjadi secara optimal. Pada beberapa
kasus, pemberian pupuk fosfat yang dikombinasikan dengan kalium (pupuk MKP, mono kalium
phosphate, KH2PO4 misalnya) sangat membantu tanaman untuk berbunga dan berbuah dengan
normal karena pasokan kalium diberikan dalam jumlah lebih sedikit, namun diberikan bersamaan
dengan pemberian fosfat yang sangat dibituhkan tanaman saat memasuki periode vegetatif untuk
berbunga dan berbuah. Pasokan air sebagai salah satu komponen utama dalam proses fotosintesis
juga akan sangat membantu mencegah timbulnya masalah kerontokan bakal buah. Pasokan air
yang cukup jangan diartikan bahwa tanaman harus mendapatkan air dalam jumlah berlebihan,
namun harus dimaknai bahwa kondisi tanah di sekeliling media tanam haruslah selalu berada
dalam keadaan lembab (bukan becek, apalagi tergenang), untuk memastikan bahwa pasokan air
selalu tersedia saat dibutuhkan oleh tanaman untuk proses persarian, pembesaran dan pemasakan
buah. Ketersediaan kalium dan fosfat yang baik akan lebih bermakna bagi tanaman jika
ketersediaan air juga mencukupi, sehingga proses pembentukan dan pengisian buah akan
berlangsung dengan baik pula.

Kerontokan karena faktor biologis :

Pasca persarian bunga, seharusnya diikuti oleh pembentukan bakal buah yang akan berkembang
menjadi buah sempurna, namun sering terjadi bakal buah rontok karena terserang beberapa jenis
hama maupun penyakit buah. Hama-hama ini umumnya menyerang, dimulai pada saat
pembentukan kelopak bunga hingga pembentukan bakal buah pasca persarian bunga. Beberapa
hama berwujud ulat yang memakan bakal buah yang baru terbentuk, hama penggerek berupa
serangga yang menghisap cairan sel bakal buah yang baru terbentuk, serta beragam jenis kutu
penghisap cairan sel yang mengeluarkan sejenis madu yang disukai oleh semut. Simbiosis antara
kutu dengan semut ini menimbulkan gejala lapisan hitam (embun jelaga) di sekujur bakal buah
dan daun di sekelilingnya. Selain merusak buah muda, tampilan tanaman secara keseluruhan juga
menjadi jelek karena lapisan jelaga hitam terlihat mengotori tanaman. Selain itu, jelaga hitam
juga menghalangi daun tanaman untuk berfotosintesis dengan normal, dan mengurangi jumlah
fotosintat yang terbentuk untuk disimpan sebagai cadangan bahan kering (biomassa) di dalam
tubuh tanaman.

Kerontokan karena faktor fisik :

Di musim penghujan dengan curah hujan yang tinggi, yang mengguyur terus-menerus dengan
intensitas jangka waktu panjang, menjadi penyebab utama rontoknya bunga atau bakal buah
pasca persarian. Dalam kondisi basah, benangsari (alat kelamin jantan pada bunga) lengket satu
sama lain karena terikat oleh air, benangsari tidak bisa bertemu dan membuahi kepala putik (alat
kelamin betina pada bunga). Sebaliknya di musim kemarau, suhu panas yang ekstrim disertai
dengan pengaruh kelembaban yang rendah di siang hari, juga menjadi faktor fisik penyebab
kegagalan persarian, karena pada suhu ekstrim, viabilitas atau daya hidup dan vigor benangsari
menjadi sangat rendah (singkat) sehingga sulit bagi benangsari untuk tetap viabel dan membuahi
kepala putik. Akibat kedua penyebab utama ini, bunga akhirnya layu dan gagal membentuk bakal
buah karena proses persarian bunga tidak berlangsung secara normal.

Ada 3 hal penyebab rontoknya bunga atau bakal buah durian yang masih kecil.
1. Musim kering yang berjalan lebih lama dari tiga bulan.
2. Musim Hujan dengan Intensitas tinggi dan disertai angin kencang yang merontokkan
bunga dan bakal buah
3. Kekurangan unsur makanan berupa unsur N (nitrogen), P (fosfor), dan K(kalium) dari
pupuk majemuk NPK. Penyebab pertama dan kedua tidak dapat dicegah. Mestinya sebelum
bertanan durian kita harus melihat dahulu apakah di sekitar tempat yang akan ditanam pohon
durian itu sudah ada durian orang lain yang tumbuh subur. Kalau tidak, berarti iklim di
daerah itu tidak memenuhi syarat. Durian membutuhkan curah hujan yang merata sepanjang
tahun, jadi, setiap bulan harus ada hujan.

Penyebab ketiga, dapat diusahakan dengan pemupukan teratur dan cukup. Semasa pohon durian
masih muda, perlu di beri pupuk kandang sebanyak tiga blek minyak tanah setahun, ditambah
pupuk majemuk NPK 15-15-15 sebanyak 200 g per pohon per tahun.Pupuk dibenamkan dalam
empat buah lubang yang di gali di sekeliling batang pohon sejauh daun yang terluar. Kalau sudah
berbunga, jumlah pupuk di tingkatkan. Pupuk kandang ditambah satu blek minyak tanah tiap
tahun, sedangkan yang majemuk ditambah dua kali lipat sehingga mencapai 600 g.
Tapi kalau kelak sudah mencapai 4 kg, tidak perlu ditambahkan lagi. jadi, tiap tahun hanya
diberikan 4 kg per pohon. Namun perlu juga di ketahui bahwa pemupukan itu akan sia-sia, bila
pada tahun musim kemarau yang berlangsung lebih dari tiga tahun

Selain faktor-faktor tersebut di atas, pada tanaman-tanaman tertentu, terdapat selisih waktu yang
cukup nyata antara pemasakan benang sari (alat kelamin jantan) dan kepala putik (alat kelamin
betina), artinya, benang sari masak lebih awal atau bahkan masak lebih lambat dari masaknya
kepala putik. Perbedaan waktu pemasakan inilah yang menjadi penyebab kegagalan persarian
pada tanaman karena benang sari tidak dapat membuahi kepala putik. Akibatnya, bunga langsung
layu beberapa waktu setelah bunga mekar. Pemberian beberapa senyawa kimia, misalnya
gibberelic acid (GA3), dapat merangsang terjadinya pemasakan benangsari yang serempak
dengan pemasakan kepala putik atau sebaliknya, yang bertujuan untuk meningkatkan persentase
keberhasilan persarian/pembuahan dan pada akhirnya akan meningkatkan pula persentase bunga
menjadi bakal buah. Aplikasi GA3 konsentrasi sangat rendah (misalnya, kurang dari 200
ppm/bpj : bagian per juta) dapat dilakukan sebelum atau pada saat masa pembungaan
berlangsung, diaplikasikan dengan cara penyemprotan bakal bunga maupun dengan cara
pengocoran ke akar tanaman, akan sangat tergantung kepada jenis tanaman yang
diperlakukan.Pada beberapa tanaman, kegagalan persarian bunga dan tentu saja tidak akan
diikuti oleh pembentukan bakal buah juga bisa terjadi karena ketidak hadiran serangga
penyerbuk (entomogami), sehingga relatif sulit bagi benang sari bunga untuk menyerbuki kepala
putik. Peranan angin sebagai salah satu penyebab terjadinya persarian bunga (anemogami) juga
minimal, sehingga perlu dilakukan penyerbukan buatan dengan bantuan tenaga manusia, contoh
pada tanaman panili, beberapa varietas salak, serta varitas buah naga. Benangsari dari bunga
yang mekar diambil menggunakan kuas dan benangsari yang terkumpul kemudian dikuaskan ke
kepala putik saat kepala putik siap untuk dibuahi, sementara pada salak diambil bunga jantan
yang matang dan dilekatkan sambil dioles-oleskan ke bunga betina agar terjadi persarian atau
perkawinan. Dengan proses artifisial ini diharapkan terjadi persarian bunga dan dari persarian
tersebut tentu saja diharapkan muncul bakal buah yang akan berkembang menjadi buah
sempurna. Tanpa persarian buatan, bunga akan mekar lalu kemudian layu dan rontok begitu saja.

Yang berkonsultasi Poncol, 13 – 08 – 2014


Penyuluh Pertanian

SAYOGO PAMUNGKAS, STP.


J U R IANTO
NIP. 19820506 201101 1 009
HASIL PELAKSANAAN
KEGIATAN KONSULTASI BIDANG PERTANIAN BERUPA KONSEP
SECARA PERORANGAN

1. Hari : Kamis

2. Tanggal : 24 Juli 2014

3. Tempat : Kebun Bp. Suratno, Desa Plangkrongan

4. Nama Perorangan : Suratno

5 Masalah yang dikonsultasikan : Banyaknya keluhan dari petani binaan gapoktan tentang
rendahnya harga gabah.

6 Arahan dan Bimbingan : Terlampir

Yang berkonsultasi Poncol, 24-07-2014


Penyuluh Pertanian

SAYOGO PAMUNGKAS, STP.


S U RAT N O
NIP. 19820506 201101 1 009
MATERI ARAHAN DAN BIMBINGAN

Secara umum ada 2 macam penyebab kebusukan buah pada Durian, yaitu :

1. Busuk buah phytophthora


Busuk buah akibat infeksi cendawan Phytophthora palmivora sering terjadi pada
musim hujan. Kerusakan buah dapat mencapai 30%. Infeksi terjadi pada buah
kecil sampai yang matang.

Infeksi cendawan phytophthora ditandai dengan munculnya bercak-bercak berair


pada kulit buah. Bercak itu akan membesar dan berubah menjadi kecokelatan, lalu
cokelat gelap sampai hitam. Dalam kelembapan tinggi, di atas bercak itu akan
muncul benang-benang cendawan berwarna putih seperti kapas. Selanjutnya akan
terjadi pembusukan yang berkembang ke biji bagian dalam buah.

Penyemprotan tanaman dengan fungisida yang cocok merupakan salah satu


alternatif mengatasi busuk buah. Namun perlu diperhatikan waktu penyemprotan
agar residu fungisida tidak tertinggal dalam buah. Bisa juga dengan menyuntikkan
fungisida sistemik melalui batangnya. Selain itu, hindari serangga atau siput yang
bisa menjadi vektor. Menyemprot batang / cabang dengan insektisida atau
molusida yang sesuai akan mencegah / mengurangi penyebaran penyakit ke
bagian atas pohon.

2. Busuk buah pascapanen


Buah durian yang jatuh ke tanah bisa terinfeksi berbagai mikroorganisme,
betapapun keras kulit buahnya. Infeksi ini akan menyebabkan penampilan buah
tidak mulus lagi, bahkan daging buahnya pun bisa rusak. Bila buah sudah tua atau
matang, kerusakan itu dapat menurunkan nilai komersialnya.

Gejala infeksi ini adalah sebagian kulit buah busuk nekrotik, tidak beraturan,
berwarna cokelat, lama-lama berubah cokelat gelap sampai hitam. Penyakit busuk
buah ini banyak penyebabnya. Di antaranya infeksi cendawan Phytophthora,
Sclerotium, Rhizopus, Mucor, Lasiodiplodia, Curvularia, atau Colletotrichum.

Busuk buah dapat dikurangi dengan mengambil buah jatuh sesering mungkin,
menjaga buah tetap dalam keadaan bersih. Tanah atau kotoran yang menempel
pada kulit buah segera dibersihkan. Cara lain, buah diikat dengan tali plastik /
bambu, atau memasang jaring di bawah pohon pada musim buah matang, agar
buah yang jatuh terhalang jaring dan tidak menyentuh tanah.

Yang berkonsultasi Poncol, 24-07-2014


Penyuluh Pertanian

SAYOGO PAMUNGKAS, STP.


S U RAT N O
NIP. 19820506 201101 1 009
HASIL PELAKSANAAN
KEGIATAN KONSULTASI BIDANG PERTANIAN BERUPA KONSEP
SECARA PERORANGAN

1. Hari : Kamis

2. Tanggal : 13 Maret 2014

3. Tempat : BPP Kecamatan Poncol

4. Nama Perorangan : Mahmud Efendi

5 Masalah yang dikonsultasikan : Keinginan petani membuat biogas dari kotoran sapi tetapi
masih terkendala informasi dan pengetahuan.

6 Arahan dan Bimbingan : Terlampir

Yang berkonsultasi Poncol, 13 – 03 – 2014


Penyuluh Pertanian

SAYOGO PAMUNGKAS, STP.


MAHMUD EFENDI
NIP. 19820506 201101 1 009
MATERI ARAHAN DAN BIMBINGAN

Cara Membuat Biogas Dari Kotoran Sapi. Biogas dari kotoran sapi diperoleh dari
dekomposisi anaerobik dengan bantuan mikroorganisme. Pembuatan biogas dari kotoran sapi
harus dalam keadaan anaerobik (tertutup dari udara bebas) untuk menghasilkan gas yang
sebagian besar adalah berupa gas metan (yang memiliki sifat mudah terbakar) dan karbon
dioksida, gas inilah yang disebut biogas.
Proses fermentasi untuk pembentukan biogas maksimal pada suhu 30-55 OC, dimana pada
suhu tersebut mikroorganisme mampu merombak bahan bahan organik secara optimal. Hasil
perombakan bahan bahan organik oleh bakteri adalah gas metan.
Peralatan Pembuatan Biogas Kotoran Sapi :
a. Bak Penampungan Sementara
Terbuat dari kotak dengan ukuran 0,5 m x 0,5 m x 0,5 m berguna sebagai tempat
mengencerkan kotoran sapi.
b. Digester
Bangunan utama dari instalasi biogas adalah digester. Digester berfungsi untuk menampung
gas metan hasil perombakan bahan bahan organik oleh bakteri. Jenis digester yang paling
banyak digunakan adalah model continuous feeding dimana pengisian bahan organiknya
dilakukan secara kontinu setiap hari. Besar kecilnya digester tergantung pada kotoran ternak
yamg dihasilkan dan banyakn ya biogas yang diinginkan. Lahan yang diperlukan sekitar 16
m2. Untuk membuat digester diperlukan bahan bangunan seperti pasir, semen, batu kali, batu
koral, bata merah, besi konstruksi, cat danpipa prolon.
c. Plastik Penampungan Gas
Terbuat dari bahan plastik tebal berbentuk tabung yang berguna untuk menampung gas
methane yang dihasilkan dari digester. Gas metan kemudian disalurkan ke kompor gas.
d. Kompor Gas
Berfungsi sebagai alat untuk membakar gas metan untuk menghasilkan api. Api inilah yang
digunakan untuk memasak.
e. Bak penampungan Kompos
Bak ini dapat dibuat dengan cara mengali lobang ukuran 2 m x 3 m dengan kedalaman 1 m
sebagai tempat penampungan kompos yang dihasilkan dari digester.
Tahapan Pembuatan Biogas Kotoran Sapi.
Setelah peralatan digester selesai dipasang maka selanjutnya adalah tahapan pembuatan biogas
dari kotoran sampi dengan cara sebagai berikut :
1. Kotoran sapi dicampur dengan air hingga terbentuk lumpur dengan perbandingan
1:1 pada bak penampung sementara. Pada saat pengadukan sampah di buang dari bak
penampungan. Pengadukan dilakukan hingga terbentuk lumpur dari kotoran sapi.
2. Lumpur dari bak penampungan sementara kemudian di alirkan ke digester. Pada
pengisian pertama digester harus di isi sampai penuh.
3. Melakukan penambahan starter (banyak dijual dipasaran) sebanyak 1 liter dan isi
rumen segar dari rumah potong hewan (RPH) sebanyak 5 karung untuk kapasitas digester 3,5
- 5,0 m2. Setelah digester penuh, kran gas ditutup supaya terjadi proses fermentasi.
4. Gas metan sudah mulai di hasilkan pada hari 10 sedangkan pada hari ke -1 sampai
ke - 8 gas yang terbentuk adalah CO2. Pada komposisi CH4 54% dan CO2 27% maka biogas
akan menyala.
5. Pada hari ke -14 gas yang terbentuk dapat digunakan untuk menyalakan api pada
kompor gas atau kebutuhan lainnya. Mulai hari ke-14 ini kita sudah bisa menghasilkan energi
biogas yang selalu terbarukan. Biogas ini tidak berbau seperti bau kotoran sapi.
6. Digester terus diisi lumpur kotoran sapi secara kontinu sehingga dihasilkan biogas
yang optimal.
7. Kompos yang keluar dari digester di tampung di bak penampungan kompos.
Kompos cair di kemas ke dalam deregent sedangkan jika ingin di kemas dalam karung maka
kompos harus di keringkan.

Yang berkonsultasi Poncol, 13 – 03 – 2014


Penyuluh Pertanian

SAYOGO PAMUNGKAS, STP.


MAHMUD EFENDI
NIP. 19820506 201101 1 009
HASIL PELAKSANAAN
KEGIATAN KONSULTASI BIDANG PERTANIAN BERUPA KONSEP
SECARA PERORANGAN

1. Hari : Selasa

2. Tanggal : 8 April 2014

3. Tempat : BPP Kecamatan Poncol

4. Nama Perorangan : Taslim

5 Masalah yang dikonsultasikan : Keluhan petani tentang penyakit busuk yang menyerang
tanaman cabe.

6 Arahan dan Bimbingan : Terlampir

Yang berkonsultasi Poncol, 08 – 04 – 2014


Penyuluh Pertanian

SAYOGO PAMUNGKAS, STP.


TAS LI M
NIP. 19820506 201101 1 009
MATERI ARAHAN DAN BIMBINGAN

Gejala serangan penyakit busuk batang dan busuk daun dicirikan oleh :
1. Infeksi pertama terjadi pada titik tumbuh, bunga dan pucuk daun, kemudian menyebar ke
bagian bawah tanaman.
2. Pucuk daun berubah warna dari hijau muda menjadi warna coklat, lalu hitam dan
akhirnya membusuk.
3. Busuk ini merata menuju ke bagian bawah tanaman dan menyerang kuncup bunga yang
lain, sehingga seluruh bagian atas tanaman terkulai.
4. Batang yang terserang menjadi busuk kering, kulitnya mudah terkelupas, akhirnya
tanaman mati.
5. Dalam kondisi kelembaban tinggi terbentuk bulu-bulu berwarna hitam yang muncul dari
jaringan yang terinfeksi cendawan.

Cara Mengantisipasi Datangnya Penyakit Busuk :


 Memperbaiki drainase lahan.
 Gunakan mulsa plastik hitam perak.
 Lakukan penyemprotan secara rutin menggunakan Pestisida jenis Fungisida dan
Bakterisida.
 Sanitasi lapangan dengan cara memusnahkan sisa-sisa tanaman yang terinfeksi dan gulma
yang bersifat inang.
 Rotasi tanaman dengan tanaman bukan inang, seperti dari padi-padian dan palawija.
 Pengendalian serangga inang yang dapat menularkan dari satu tanaman ke tanaman lain.
 Mengatur waktu tanam yaitu dengan tidak menanam cabai merah pada musim hujan
dengan curah hujan tinggi.
 Mengurangi kerapatan tanaman dengan cara mengatur jarak tanam.
 Terus lakukan pengotrolan pada tanaman.

Cara untuk mengendalikan penyakit Busuk Batang, Busuk Buah dan busuk daun :
 Gunakan Fungisida dan Bakterisida yang tepat sasaran :
Tepat sasaran dalam arti kita menggunakan Produk Fungisida dan Produk Bakterisida
yang benar-benar bisa digunakan untuk mengatasi Penyakit Busuk, tidak semua
Fungisida dan Bakterisida itu mampu untuk mengendalikan penyakit busuk, karena jenis
Fungisida dan Bakterisida itu bermacam-macam juga memiliki dosis dan kandungan serta
bahan aktif yang berbeda-beda. Penggunaan pestisida yang tepat pada sasaran akan
menjadikan hasil yang lebih optimal juga akan menghemat biaya modal dan tenaga.
 Kenali bahan aktif :
Bahan aktif yang bisa digunakan untuk mengendalikan Penyakit Busuk : Mancozeb,
Mefenoksam, Klorotalonil, Famoxadone, Dimetomorf, Propamokarb Hidroklorida dll.

Cara untuk melakukan pencegahan bisa menggunakan produk sebagai berikut :


1. Fungisida - Previcur N 1,5 ml
2. Fungisida - Mandazim 74/6WP
3. Fungisida - Dakonil 75WP
4. Fungisida - Detazeb 80WP
5. Bakterisida - Agrept 20WP

Cara untuk melakukan pengendalian bisa menggunakan produk sebagai berikut :


1. Fungisida - Ridomil 35SD
2. Fungisida - Equation 52WG
3. Fungisida - Sircus 50WP
4. Fungisida - Manzate 82WP
5. Bakterisida - Agrept 20WP
6. Bakterisida - Plantomicyn 150AL

Saran :
Jika tanaman yang terserang Penyakit Busuk Jamur yang sudah begitu parah sebaiknya gunakan
jenis Fungisida, seperti: Equation 52WG dan Sircus 50WP, lakukan penyemprotan pada pagi
hari atau sore hari usahakan selesai 5 jam sebelum hujan, dan tambahkan Perekat & Pembasah
untuk membantu kinerja pestisida dan melindungi pestisida disaat curah hujan yang tidak
mendukung.

Jika tanaman terserang Penyakit Busuk Bakteri yang sudah begitu parah sebaiknya gunakan
Bakterisida Plantomicyn 150AL dicampur bersamaan dengan Fungisida Bahan Mancozeb seperti
: Manzate 82WP atau Detazeb 80WP.

Yang berkonsultasi Poncol, 08 – 04 – 2014


Penyuluh Pertanian

SAYOGO PAMUNGKAS, STP.


TAS LI M
NIP. 19820506 201101 1 009
HASIL PELAKSANAAN
KEGIATAN KONSULTASI BIDANG PERTANIAN BERUPA KONSEP
SECARA PERORANGAN

1. Hari : Selasa

2. Tanggal : 20 Mei 2014

3. Tempat : BPP Kecamatan Poncol

4. Nama Perorangan : M. Jihadudin

5 Masalah yang dikonsultasikan : Banyaknya serangan virus CVPD pada tanaman Jeruk.

6 Arahan dan Bimbingan : Terlampir

Yang berkonsultasi Poncol, 20 – 05 – 2014


Penyuluh Pertanian

SAYOGO PAMUNGKAS, STP.


M. JIHADUDIN
NIP. 19820506 201101 1 009
MATERI ARAHAN DAN BIMBINGAN

Tindakan Pengendalian yang dapat Dilakukan

1. Tindakan Karantina

Tindakan karantina merupakan tindakan preventif yang sangat efektif untuk mencegah
penyebaran penyakit CVPD ini. Namun, permasalahan yang sering dihadapi adalah arus
pengiriman komoditas jeruk di luar wilayah pemasukan resmi yang ditetapkan pemerintah
sehingga sering menyebabkan tersebarnya bibit penyakit tanpa diketahui pihak Karantina
Pertanian sehingga tidak jarang terjadi insidensi penyakit CVPD di lapangan. Oleh karena itu,
diperlukan tindakan komprehensif lainnya untuk mengantisipasi meluasnya CVPD.

2. Pengendalian Serangga Vektor D. citri


Penyakit CVPD ditularkan oleh serangga vektor Diaphorina citri. Hubungan antara vektor
D.citri dengan penyakit CVPD adalah sebagai berikut.
1. Vektor D.citri baru dapat menularkan CVPD setelah mengisap tanaman sakit selama 48
jam. Berdasarkan tunas sakit, hasil penularan makin tinggi apabila vektor telah
mengisap tanaman sakit selama 72 jam
2. Penularan terjadi setelah 360 jam vektor selesai menghisap tanaman sehat. Sampai 168
jam setelah menghisap tanaman sehat, vektor yang viruliferous belum menularkan
CVPD. Makin banyak populasi D. citri (sampai 10 ekor) semakin tinggi penularan
3. Vektor yang mengandung CVPD rata- rata berumur 33 hari dan umur ini lebih pendek
dari vektor yang tidak mengandung CVPD.

Berdasarkan uraian di atas, upaya mengendalikan serangga vektor D. citri mutlak


dilakukan guna memutus penyebaran penyakit CVPD dari satu tanaman ke tanaman lainnya.
Untuk keberhasilan tindakan ini, diperlukan pemantauan populasi hama agar tindakan yang kita
lakukan sesuai dengan kaidah pengelolaan hama terpadu. Tindakan pengendalian dapat
dilakukan melalui berbagai cara seperti menggunakan perangkap serangga berwarna kuning
berperakat, pemanfaatan parasitoid maupun pengendalian dengan menggunakan insektisida.
Predator Coccinellidae stadia larva instar I-IV mampu memangsa nimfa kutu loncat ( D.
citri) sebanyak 23 ekor selama 24 jam. Menurutnya, populasi D. citri di rumah kasa setelah
pelepasan predator Coccinellidae pada jenis jeruk Keprok, Manis, Besar dan Hybrid adalah 0
ekor. Penggunaan insektisida sistemik masih menjadi pilihan untuk menekan serangan D. citri
pada tanaman jeruk. Beberapa pestisida yang bisa digunakan diantaranya: Curacron 500EC,
Matador 25EC, Mavrik 50EC, Perfekthion 400EC, Supracide 40EC (Komisi Pestisida, 1993).

3. Perlakuan Perendaman Bibit Jeruk dengan Senyawa Kimiawi


Untuk memperoleh bibit jeruk yang bebas penyakit dapat dilaksanakan melalui teknik
penyambungan tunas pucuk secara in vitro. Penggunaan senyawa kimia untuk menekan
serangan CVPD dapat dilakukan terutama pada fase pembibitan. Beberapa penelitian
membuktikan bahwa penggunaan senyawa kimiawi dapat menginduksi ketahanan pada
tanaman dari serangan patogen. Di China pengadaan bibit jeruk bebas penyakit melalui
penyambungan masih dianggap kurang sehingga tunas pucuk tersebut perlakuannya masih
ditambah dengan kombinasi pencelupan matat tempel jerukd alam air panas atau dalam larutan
antibiotik tetrasiklin 1.000-2.000 ppm selama 2 jam, dalam kurun waktu 5 tahun tanaman
masih terbebas dari penyakit
Tanaman yang direndam dalam larutan penisilin 1000 ppm, pada umur 15 minggu
setelah perlakuan tidak menunjukkan adanya gejala CVPD serta memberikan penampilan yang
lebih baik. Hal ini terjadi karena penisilin adalah antibiotik spektrum luas yang dapat
mematikan banyak jenis bakteri dalam tanaman jeruk. Beberapa penelitian membuktikan
bahwa, senyawa kimia tertentu mampu menginduksi ketahanan terhadap penyakit tanaman.

4. Teknologi Infus Batang pada Tanaman Dewasa

Teknologi infus batang telah banyak diterapkan ketika terjadi endemi penyakit CVPD di
Sumatera Selatan. Tanaman jeruk yang sakit ringan dapat diobati dengan senyawa
oxytetracycline-HCl (Terramycin) melalui cara penginfusan. Sebanyak 5 g bahan ini dilarutkan
dalam 10 l air untuk 10-20 pohon (0,5-1 l per mst). Penginfusan sebaiknya dilakukan pada sore
sampai malam selama lebih kurang 12 jam untuk mencegah terjadinya kerusakan larutan dan
dilakukan selama 2 malam berturut-turut. Penginfusan ini harus dibarengi dengan pemupukan
tanaman secara teratur dan setelah diadakan penginfusan sebaiknya dilakukan penyemprotan
insektisida guna menekan serangan hama yang bisa memicu munculnya penyakit baru.

5. Eradikasi Selektif Tanaman yang Terserang

Eradikasi selektif pada tanaman terserang merupakan salah satu tindakan yang dapat
menekan serangan dan penyebaran penyakit CVPD. Tindakan eradikasi selektif ini jarang
dilakukan petani karena mereka menganggap secara ekonomi tindakan ini merugikan. Sepintas
anggapan ini benar, namun jika kita telaah dari segi ekologi penyakit maka tindakan ini dapat
memutus siklus penyebaran dari suatu patogen
7. Penggunaan Tanaman Tapak Dara

Tapak dara (Catharanthus roseus) telah lama digunakan sebagai obat tradisional untuk
penumpas kanker. Tanaman ini diketahui dapat digunakan untuk memerangi bakteri penyebab
penyakit CVPD. Manfaat lain tapak dara itu ditemukan oleh tim ilmuwan dari Agricultural
Research Service (ARS), University of Ronda Indian River Research and Education Center-di
Fort Pierce, Florida, Amerika Serikat. Tapak dara terbukti sebagai alat pemindai yang efektif
untuk mengendalikan penyakit Huang-longbing (HLB), kata Yongfing Duan, peneliti di
Laboratorium Riset Hortikultura ARS. Mereka menemukan bahwa tapak dara terbukti dapat
menjadi pengganti jeruk karena mudah terinfeksi bakteri-um HLB dan merespons senyawa
antibiotik dengan baik yang diuji untuk mengurangi infeksi. Mereka juga merendam potongan
tapak dara yang terinfeksi dalam beragam senyawa kimia dan menemukan bahwa dua di
antaranya berpotensi sebagai obat pengendali HLB.

Yang berkonsultasi Poncol, 20 – 05 – 2014


Penyuluh Pertanian

SAYOGO PAMUNGKAS, STP.


M. JIHADUDIN
NIP. 19820506 201101 1 009

Anda mungkin juga menyukai