Anda di halaman 1dari 13

BAB II

STOIKIOMETRI

Kompetensi mahasiswa:
1. Mahasiswa mampu memahami konsep mol
2. Mahasiswa mampu memahami hitungan kimia
3. Mahasiswa mampu memahami hukum-hukum kimia

Tolok ukur:
1. Mahasiswa mampu mengubah satuan materi
2. Mahasiswa mampu menyelesaikan perhitungan kimia
3. Mahasiswa mampu menjelaskan hukum-hukum kimia

Cabang ilmu kimia yang membahas hubungan berat antara unsur-unsur dan
senyawa dalam reaksi kimia disebut stoikiometri. Karena larutan air begitu lazim
digunakan dalam bidang analisis kuantitatif, disini akan ditinjau ulang metode-
metode yang digunkan untuk menyatakan banyaknya zat terlarut dalam larutan
dan perhitungan stoikiometri yang melibatkan larutan.

II.1 Berat molekul (mol)

Mol = satuan jumlah


Satu mol zat = 6x1023 butir partikel
Partikel : atom, molekul, ion
Bilangan avogadro (L) = adalah banyaknya "entitas" (biasanya atom atau molekul)
dalam satu mol, yang merupakan jumlah atom karbon-12 dalam
12 gram (0,012 kilogram) karbon-12 dalam keadaan dasarnya

Mol definisikan sebagai banyaknya zat yang mengandung partikel dalam 12 gram
12
nuklida karbon-12 isotop C . Satuan nyata itu dapat berupa atom, molekul, ion,
6

ataupun elektron. Karena 12 gr karbon-12 mengandung atom sebanyak bilangan

9
avogadro, maka 1 mol zat apa saja mengandung 6,023 x 1023 partikel elementer.
Jika partikel itu molekul, berat dalam gram dari satu mol zat disebut berat gram-
molekul (biasanya disingkat berat molekul). Jadi berat gram-molekul H2 adalah
2,016 gr dan mengandung 6,023 x 1023 molekul H2. jika partikel elementernya
atom, berat dalam gram dari 1 mol zat itu disebut berat gram-atom (biasanya
disingkat berat atom). Berat gram-atom tembaga adalah 63,54 gram dan
mengandung 6,023 x 1023 atom Cu.

Standard Temperature and Pressure (STP) mempunyai kondisi t = 0 oC atau


273,15 K dan tekanan 1 atm. Pada kondisi ini, volume 1 mol gas sama dengan
22,4 liter

II.2 Berat ekuivalen


Berat ekuivalen suatu zat yang terlibat dalam suatu reaksi, yang digunakan
sebagai dasar untuk suatu titrasi, didefinisikan sebagai berikut:
1. Asam-basa. Berat gram ekuivalen adalah berat dalam gram dari suatu zat
yang diperlukan untuk memberikan atau bereaksi dengan 1 mol (1,008 gr)
H+.
2. Redoks. Berat gram-ekuivalen adalah berat dalam gram dari suatu zat
yang diperlukan untuk memberikan atau bereaksi dengan 1 mol electron.
3. Pengendapan atau pembentukan kompleks. Berat gram-ekuivalen adalah
berat dalam gram dari zat itu yang diperlukan untukmembereikan atau
bereaksi dengan 1 mol kation univalen, ½ mol kation divalent, 1/3 mol
kation trivalent dan seterusnya.

Berat ekivalen suatu zat disebut suatu ekuivalen, tepat sama seperti berat molekul
disebut mol. Berat ekuivalen dan berat molekul dihubungkan dengan persamaan:
BM
grek 
n
dengan n adalah jumlah mol ion hydrogen, elektron atau kation univalen yang
diberikan atau diikat oleh zat yang bereaksi itu.

10
Perlu diperhatikan bahwa banyak senyawa yang mengalami lebih dari satu reaksi
tunggal dan karenanya dapat mempunyai lebih dari satu berat ekuivalen. Misalnya
ion permanganate dapat mengalami reaksi berikut:

MnO4- + e → MnO42- (1)


MnO4- + 4H+ + 3e → MnO2 + 2H2O (2)
MnO4- + 8H+ + 4e → Mn3+ + 4H2O (3)
- + 2+
MnO4 + 8H + 5e → Mn + 4H2O (4)

Berat ekuivalen garam permanganat, seperti KMnO4, adalah berat molekul dibagi
1, 3, 4 atau 5, bergantung pada reaksi tersebut diatas terjadi.

Beda penggunaan berat ekuivalen dan berat molekul.


Contoh II.1 Hitunglah berapa gram H3PO4 (BM = 98,0) yang diperlukan untuk
bereaksi dengan 60,0 gr NaOH (BM = 40) dengan persamaan
H3PO4 + 2NaOH → 2Na+ + HPO42- + 2H2O

Penyelesaian.
Dengan menggunakan mol:
Mula-mula dapat dicata bahawa diperlukan 2 mol NaOH untuk tiap mol
H3PO4. Karena itu untuk menyamakan mol (menyusun suatu
persamaan), akan ditulis:
2 x mol H3PO4 = mol NaOH
60,0 g
Mol NaOH =  1,50
40,0 g / mol
Mol H3PO4 = 0,750

Dengan menggunakan ekuivalen


Mula-mula dicatat bahwa berat ekuivalen H3PO4 adalah separuh berat
molekulnya karena asam itu memberikan 2 mol H+, sedankan berat
ekuivalen NaOH sama dengan berat molekulnya karena basa itu
bereaksi dengan 1 mol H+. Kemudian ditulis:

11
Ekuivalen H3PO4 = ekuivalen NaOH
Ekuivalen NaOH = 60,0 gr/40,0 gr/eg = 1,50
Tampak bahwa banyaknya ekuivalen H3PO4 yuang diperlukan adalah
dua kali banyaknya mol, tetapi berat satu mol dua kali berat satu
ekuivalen. Karena itu:
Gram H3PO4 = 0,750 mol mol x 98,0 g/mol = 73,5
Atau
Gram H3PO4 = 1,50 ek x 98,0/2 g/ek = 73,5

Contoh II.2 Hitunglah berat ekuivalen SO3 yang digunakan sebagai asam dalam
larutan air.

Penyelesaian.
SO3 adalah anhidrida asam sulfat, H2SO4. Apabila asam ini dititrasi
dengan suatu basa kuat, asam ini akan memberikan dua proton:
SO3 + H2O → H2SO4 → 2H+ + SO42-
Karena itu 1 mol SO3 berkewajiban memberikan 2 mol H+ dan
BM 80,06
BE = 
2 2
BE = 40,03 g/ek
Berat ekuivalen H2SO4juga setengah berat molekul, 98,07/2 = 49,04
g/ek

Contoh II.3 Hitunglah berat ekuivalen Na2C2O4, zat pereduksi dan K2Cr2O7, zat
pengoksidasi dalam reaksi berikut:
3C2O42- + Cr2O72- + 14H+ → 2Cr3+ + 6CO2 + 7H2O

Penyelesaian:
Banyaknya electron yang diperoleh atau diberikan dapat ditetapkan dari
perubahan bilangan oksidasi atau reaksi-paruh. Reaksi paruhnya adalah:
C2O42- → 2CO2 + 2e
Cr2O72- + 14H+ + 6e → 2Cr3+ + 7H2O

12
Ion oksalat memberikan dua electron dan ion kromat memperoleh enam
electron. Jadi berat ekuivalennya adalah
BM 134,0
Na2C2O4:   67,00 g / ek
2 2
BM 294,2
K2Cr2O7:   49,03g / ek
6 6

Contoh II.4 Hitunglah berat ekuivalen AgNO3 dan BaCl2 dalam reaksi
2Ag+ + BaCl2 → 2AgCl(s) + Ba2+

Penyelesaian.
Satu mol perak nitrat memberikan 1 mol kation univalent, Ag+; 1 mol
BaCl2 bereaksi dengan 2 mol Ag+. Karena itu:
BM 169,9
BE AgNO3 =   169,9 g / ek
1 1
BM 208,2
BE BACl2 =   104,1g / ek
2 2

II. 3 Massa Atom Relatif (Ar) Dan Massa Molekul Relatif (Mr)
Dari percobaan diketahui bahwa perbandingan massa hidrogen dan oksigen dalam
air adalah 1 banding 8. Satu molekul air mengandung dua atom hidrogen dan satu
atom oksigen. Maka:
massa 2 atom H : massa atom O = 2 : 16
massa 1 atom H : massa atom O = 0,5 : 8
massa atom H banding massa atom O = 1 : 16
Jadi, satu atom oksigen 16 kali lebih besar daripada satu atom hidrogen.

Dengan cara yang sama, dapat ditentukan perbandingan massa atom unsur yang
satu dengan massa atom unsur yang lain. Perbandingan tersebut disebut massa
atom relatif, yaitu perbandingan massa suatu atom unsur dengan satu atom
pembanding. Pada awalnya, atom hidrogen dipilih sebagai atom pembanding,
karena atom hidrogen adalah atom yang paling kecil.

13
Seiring dengan ditemukannya spektroskopi massa, atom pembanding ditetapkan
menjadi isotop C-12. Massa atom relatif (Ar) dari masing-masing atom dapat
dilihat pada sistem periodik unsur. Contoh massa atom relatif (Ar) dari beberapa
unsur adalah sebagai berikut:

Tabel II.1 Contoh daftar nama unsur dan harga berat atomnya
Nama Unsur Ar Nama Unsur Ar
C 12 Na 23
H 1 Cl 35,5
O 16 S 32
N 14 Fe 56

Penentuan berat molekul (BM) atau Mr dapat dilakukan melalui penjumlahan Ar.

𝑀𝑟 = 𝐴𝑟

Contoh. Berapa berat molekul dari:


a. H2O
b. NaCl
c. H2SO
Penyelesaian.
Berat molekul dari senyawa tersebut adalah:
a. Berat molekul H2O = 2 x berat molekul atom Hidrogen + berat molekul atom
Oksigen
= 2 x 1 + 16
= 18
b. Berat molekul NaCl = berat molekul atom Natrium + berat molekul atom klor
= 23 + 35,5
= 58,5
c. Berat molekul H2SO4 = 2 x berat molekul atom Hidrogen + berat molekul atom
Belerang + 4 x berat molekul atom Oksigen
= 2 x 1 + 32 + 4 x 16
= 98

14
Gambar II.1 Konversi mol

II.4 Rumus Kimia dan Rumus Empiris


Rumus empiris atau komposisi kimia dari suatu senyawa kimia adalah ekspresi sederhana
jumlah relatif setiap jenis atom (unsur kimia) yang dikandungnya. Suatu formula empiris
tidak memberikan gambaran mengenai isomer, struktur, atau jumlah absolut atom.
Formula empiris adalah standar bagi senyawa ion, seperti CaCl2, dan makromolekul,
seperti SiO2. Istilah "empiris" merujuk pada proses analisis elemental, suatu teknik kimia
analitik yang digunakan untuk menentukan persentasi komposisi relatif per unsur dari
suatu zat kimia. Kontras dengan formula empiris, formula kimia mengidentikasi jumlah
absolut atom unsur-unsur yang ditemukan pada setiap molekul di senyawa tersebut.

Rumus kimia (juga disebut rumus molekul) adalah cara ringkas memberikan informasi
mengenai perbandingan atom-atom yang menyusun suatu senyawa kimia tertentu,
menggunakan sebaris simbol zat kimia, nomor, dan kadang-kadang simbol yang lain juga,
seperti tanda kurung, kurung siku, dan tanda plus (+) dan minus (-). Jenis paling sederhana
dari rumus kimia adalah rumus empiris, yang hanya menggunakan huruf dan angka.
Rumus molekul dan rumus empiris suatu senyawa ada kalanya sama, tetapi kebanyakan
tidak sama. Rumus empiris dihitung dengan cara gram atau persen berat masing-masing
senyawa penyusun dibagi dengan berat atom (Ar) masing-masing; diperoleh perbandingan
mol terkecil dari unsur penyusun senyawa.

Contoh II.1 Suatu senyawa organik dengan BM = 90 tersusun dari 40% karbon, 6,6%
hidrogen dan sisanya oksigen (C=12, H=1, O=16). Tentukan rumus molekul
senyawa tersebut?

15
Penyelesaian.
C = 40%, H = 6,6%, O = 53,4%
Mol C : mol H : mol O = 40/12 : 6,6/1 : 53,4/16
= 3,3 : 6,6 : 3,3 = 1 : 2 : 1
Rumus empirisnya CH2O
(CH2O) n = 90
30 x n = 90
n = 3
Rumus molekulnya adalah C3H6O3

II.5 Koefisien dan Penyetaraan Reaksi


Koefisien reaksi merupakan perbandingan mol seluruh zat yang ada pada persamaan
reaksi, baik reaksi ruas kiri maupun hasil di ruas kanan. Jika salah satu zat sudah diketahui
molnya, maka zat lain pada persamaan reaksi dapat dicari dengan cara membandingkan
koefisien.
𝑘𝑜𝑒𝑓𝑖𝑠𝑖𝑒𝑛 𝐴
𝑀𝑜𝑙 𝐴 = 𝑥 𝑚𝑜𝑙 𝐵
𝑘𝑜𝑒𝑓𝑖𝑠𝑖𝑒𝑛 𝐵

Dalam suatu reaksi kimia biasa dikenal istilah pereaksi pembatas. Pereaksi Pembatas
adalah reaktan yang habis bereaksi dalam reaksi kimia.

Contoh II.2 Sebanyak 80 gram metana CH4 dibakar dengan 160 gram oksigen. Berapa
gram CO2 yang dihasilkan jika terjadi reaksi pembakaran sempurna?

Penyelesaian.
p CH4 (g) + q O2 (g) --> r CO2 (g) + s H2O (g)
Penyetaraan reaksi:
Jumlah atom karbon (C) : p =r (1)
Jumlah atom Hidrogen (H) : 4p = 2s (2)
Jumlah atom Oksigen (O) : 2q = 2r + s (3)

Apabila nilai p = 1; maka berdasarkan persamaan (1) nilai r = 1


4𝑥1
Berdasarkan persamaan (2), nilai s = =2
2

16
(2 𝑥 1+2)
Berdasarkan persamaan (3), nilai 𝑞 = =2
2

Sehingga persamaan reaksi yang setara adalah:


CH4 + 2 O2 --> CO2 + 2 H2O

CH4 (g) + 2 O2 (g)  CO2 (g) + 2 H2O (g)

Mula-mula (80/16) (160/32) - -


= 5 mol = 5 mol
Reaksi = ½ x -5 - 5 mol 1/2 x 5 2/2 x 5
- 2,5 mol = 2,5 mol = 5 mol
Akhir 2,5 mol 0 2,5 mol 5 mol

Pada kasus ini, oksigen berperan sebagai pereaksi pembatas.


Jumlah CO2 = mol akhir CO2 x berat molekul CO2
= 2,5 mol x 44
= 110 gram

Huruf kecil dalam tanda kurung menandakan wujud zat, yaitu:


s = solid (padat)
g = gas
l = liquid (cairan)
 aq = aqueous (larutan)

II.6 Hukum-Hukum Kimia


A. Hukum Kekekalan Massa (Hukum Lavoisier)
Antoine Laurent Lavoisier telah menyelidiki massa zat-zat sebelum dan sesudah reaksi.
Lavoisier menimbang zat sebelum bereaksi, kemudian menimbang hasil reaksinya.
Ternyata massa zat sebelum dan sesudah reaksi selalu sama. Lavoisier menyimpulkan
hasil penemuannya dalam suatu hukum yang disebut hukum kekekalan massa:
“Dalam sistem tertutup, massa zat sebelum dan sesudah reaksi adalah sama“.

Perubahan materi yang kita amati dalam kehidupan sehari-hari umumnya berlangsung
dalam wadah terbuka. Jika hasil reaksi ada yang berupa gas (seperti pada pembakaran
kertas), maka massa zat yang tertinggal menjadi lebih kecil daripada massa semula.
Sebaliknya, jika reaksi mengikat sesuatu dari lingkungannya (misalnya oksigen), maka

17
hasil reaksi akan lebih besar daripada massa semula. Misalnya, reaksi perkaratan besi
(besi mengikat oksigen dari udara) sebagai berikut. Besi yang mempunyai massa
tertentu akan bereaksi dengan sejumlah oksigen di udara membentuk senyawa baru besi
oksida
Fe(s) + O2(g) -> Fe2O3(s)

B. Hukum Perbandingan Tetap (Hukum Proust)


Pada tahun 1799, Joseph Louis Proust menemukan satu sifat penting dari senyawa,
yang disebut hukum perbandingan tetap. Berdasarkan penelitian terhadap berbagai
senyawa yang dilakukannya, Proust menyimpulkan bahwa:
“Perbandingan massa unsur-unsur dalam satu senyawa adalah tertentu dan tetap.“

Senyawa yang sama meskipun berasal dari daerah berbeda atau dibuat dengan cara yang
berbeda ternyata mempunyai komposisi yang sama.

Table II.2 Perbandingan massa besi dan belerang pada senyawa FeS
No. Massa Besi (Fe) Massa Belerang (S) Massa FeS yang Perbandingan Massa
yang Direaksikan yang Direaksikan Terbentuk Fe dan S pada FeS
1 0,42 gram 0,24 gram 0,66 gram 7:4
2 0,49 gram 0,28 gram 0,77 gram 7:4
3 0,56 gram 0,32 gram 0,88 gram 7:4
4 0,71 gram 0,40 gram 1,11 gram 7:4

Berdasarkan data tersebut ternyata perbandingan massa besi dan belerang pada senyawa
besi sulfida (FeS) selalu tetap, yaitu 7 : 4.

C. Hukum Kelipatan Perbandingan (Hukum Dalton)


Hukum Proust dikembangkan lebih lanjut oleh para ilmuwan untuk unsur-unsur yang
dapat membentuk lebih dari satu jenis senyawa. Salah seorang di antaranya adalah John
Dalton (1766 – 1844). Dalton mengamati adanya suatu keteraturan yang terkait dengan
perbandingan massa unsur-unsur dalam suatu senyawa. Untuk memahami hal ini,
perhatikan tabel hasil percobaan reaksi antara nitrogen dengan oksigen berikut.

18
Tabel II.3 Reaksi Antara nitrogen dan Oksigen

Massa Nitrogen Yang Massa Oksigen Yang Massa Senyawa


Jenis Senyawa
Direaksikan Direaksikan Yang Terbentuk

Nitrogen monoksida 0,875 gram 1,00 gram 1,875 gram

Nitrogen dioksida 1,75 gram 1,00 gram 2,75 gram

Dengan massa oksigen yang sama, ternyata perbandingan massa nitrogen dalam
senyawa nitrogen dioksida dan senyawa nitrogen monoksida merupakan bilangan bulat
dan sederhana. Massa Nitrogen dalam senyawa nitrogen dioksida/Massa Nitrogen
dalam senyawa nitrogen monoksida = 1,75 gram/ 0,87 gram = 2/1. Berdasarkan hasil
percobaannya, Dalton merumuskan hukum kelipatan perbandingan (hukum Dalton)
yang berbunyi:
”Jika dua jenis unsur bergabung membentuk lebih dari satu senyawa, dan jika massa-
massa salah satu unsur dalam senyawa-senyawa tersebut sama, sedangkan massa-massa
unsur lainnya berbeda, maka perbandingan massa unsur lainnya dalam senyawa-
senyawa tersebut merupakan bilangan bulat dan sederhana. ”

D. Hukum Perbandingan Volume (Hukum Gay Lussac)


Pada awalnya para ilmuwan menemukan bahwa gas hidrogen dapat bereaksi dengan gas
oksigen membentuk air. Perbandingan volume gas hydrogen dan oksigen dalam reaksi
tersebut adalah tetap, yaitu 2 : 1. Pada tahun 1808, Joseph Louis Gay Lussac
melakukan percobaan serupa dengan menggunakan berbagai macam gas. Ia
menemukan bahwa perbandingan volume gas-gas dalam reaksi selalu merupakan
bilangan bulat sederhana.
2 volume gas hidrogen + 1 volume gas oksigen --> 2 volume uap air
1 volume gas nitrogen + 3 volume gas hidrogen --> 2 volume gas Ammonia
1 volume gas hidrogen + 1 volume gas klorin -->2 volume gas hidrogen klorida

Percobaan-percobaan Gay Lussac tersebut dapat kita nyatakan dalam persamaan reaksi
sebagai berikut:
2 H2(g) + O2(g) -> 2 H2O(l)
N2(g) + 3 H2(g) -> 2 NH3(g)
H2(g) + Cl2(g) -> 2 HCl(g)

19
Dari percobaan ini, Gay Lussac merumuskan hukum perbandingan volume (hukum Gay
Lussac):
“Pada suhu dan tekanan yang sama, volume gas gas yang bereaksi dan volume gas-gas
hasil reaksi berbanding sebagai bilangan bulat sederhana.“
Hukum perbandingan volume dari Gay Lussac dapat kita nyatakan sebagai berikut.
“Perbandingan volume gas-gas sesuai dengan koefisien masing-masing gas.”

Untuk dua buah gas (misalnya gas A dan gas B) yang tercantum dalam satu persamaan
reaksi, berlaku hubungan:
Volume A / Volume B = koefisien A / koefisien B
Volume A = koefisien A / koefisien B × volume B

E. Hipotesis Avogadro
Mengapa perbandingan volume gas-gas dalam suatu reaksi merupakan bilangan
sederhana? Banyak ahli termasuk Dalton dan Gay Lussac gagal menjelaskan hokum
perbandingan volume yang ditemukan oleh Gay Lussac. Ketidakmampuan Dalton karena
ia menganggap partikel unsur selalu berupa atom tunggal (monoatomik). Pada tahun 1811,
Amedeo Avogadro menjelaskan percobaan Gay Lussac. Menurut Avogadro, partikel
unsure tidak selalu berupa atom tunggal (monoatomik), tetapi berupa 2 atom (diatomik)
atau lebih (poliatomik). Avogadro menyebutkan partikel tersebut sebagai molekul.
2 molekul gas hidrogen + 1 molekul gas oksigen -> 2 molekul uap air
Dari sini Avogadro mengajukan hipotesisnya yang dikenal hipotesis Avogadro yang
berbunyi:
“Pada suhu dan tekanan yang sama, semua gas dengan volume yang sama akan
mengandung jumlah molekul yang sama pula.”

Jadi, perbandingan volume gas-gas itu juga merupakan perbandingan jumlah molekul yang
terlibat dalam reaksi. Dengan kata lain perbandingan volume gas-gas yang bereaksi sama
dengan koefisien reaksinya (Martin S. Silberberg, 2000). Marilah kita lihat bagaimana
hipotesis Avogadro dapat menjelaskan hukum perbandingan volume dan sekaligus dapat
menentukan rumus molekul berbagai unsur dan senyawa.

20
II.7 Soal-soal latihan
1. Sepuluh gram pentana C5H12 di reaksikan dengan 100 liter gas oksigen pada
kondisi STP menghasilkan gas karbon dioksidan dan uap air
a C5H12 + b O2 c CO2 + d H2O

a. Bagaimana persamaan reaksi yang setara?


b. Berapa berat molekul (BM) dari tiap zat tersebut?
c. Zat apa yang habis bereaksi dan zat apa yang tidak habis bereaksi?
d. Berapakah massa karbondioksida (CO2) yang dihasilkan?
e. Berapakah volume karbondioksida (CO2) yang dihasilkan?

2. Dua puluh liter hexana C6H14 di reaksikan dengan gas oksigen pada kondisi STP
menghasilkan gas karbon dioksida dan uap air (  hexane = 0,66 gram/mili Liter)
a C6H14 + b O2 c CO2 + d H2O

a. Bagaimana persamaan reaksi yang setara?


b. Berapa berat molekul (BM) dari tiap zat tersebut?
c. Berapa kebutuhan oksigen supaya hexana habis bereaksi?
d. Berapakah massa karbondioksida (CO2) yang dihasilkan?
e. Berapakah volume karbondioksida (CO2) yang dihasilkan?
f. Hitunglah jumlah (gram) zat-zat setelah bereaksi!

21

Anda mungkin juga menyukai